PENGARUH PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA TASIKMALAYA SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA TASIKMALAYA SKRIPSI"

Transkripsi

1 PENGARUH PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA TASIKMALAYA SKRIPSI GITA AMELIA Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pajak Parkrir, dan Retribusi Parkir secara parsial Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya, dan pengaruh Pajak Parkir dan Retribusi Parkir secara simultan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan study kasus.penelitian menggunakan alat uji regresi linear berganda dengan menggunakan program Statistical Package For Social Sciences (SPSS) versi Hasil penelitian yang dilakukan pada Dinas Pendapatan Asli Daerah menunjukan bahws secara parsial variabel Pajak Parkir berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah, dan Retribusi Parkir tidak berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Penelitian ini juga menyatakan bahwa Pajak Parkir dan Retribusi Parkir secarasimultan berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Kata Kunci: Pajak Parkir,Retribusi Parkir dan Pendapatan Asli Daerah.

2 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang masalah yang akan di angkat dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh kontribusi pajak parkir dan retribusi parkir terhadap pendapatan asli daerah dimana kontribusi pajak parkir dan retribusi parkir merupakan sumbangan yang berasal dari penarikan pajak parkir dan retribusi parkir dalam meningkatkan pendapatan asli daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengelolaan Hasil Pajak Daerah dan Hasil Retribusi Daerah dilakukan oleh masingmasing daerah dan selanjutnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang berkelanjutan. Dari hasil pajak parkir dan hasil retribusi parkir diharapkan nantinya dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap pendapatan asli daerah. Berdasarkan data kuantitatif yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Tasikmalaya tentang penerimaan pajak parkir dan retribusi parkir pada tahun 2005 sampai 2015 mengalami peningkatan antara lain penerimaan pajak parkir pada tahun 2005 sebesar Rp dan penerimaan pada tahun 2015 sebesar Rp , sedangkan penerimaan retribusi parkir pada tahun 2005 sebesar Rp dan penerimaan pada tahun 2015 sebesar Rp Khusus penerimaan retribusi parkir selama 2 tahun terakhir cenderung mengalami fluktuasi yaitu pada tahun 2005 dan 2014 terjadi penurunan dari target penerimaan yang dianggarkan terhadap realisasinya yaitu pada tahun 2005 target yang dianggarkan sebesar Rp sedangkan realisasinya sebesar Rp dan pada tahun 2014 target yang dianggarkan sebesar Rp sedangkan realisasinya sebesar Rp , untuk tahun-tahun selanjutnya penerimaan retribusi parkir terus mengalami peningkatan. Penerimaan retribusi parkir yang berfluktuasi berhubungan dengan kedisiplinan dan pengawasan petugas lapangan dan kesadaran para wajib retribusi untuk membayar kewajiban pajaknya yang telah ditetapkan agar sesuai dengan target penerimaan dari pemerintah. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Untuk mengetahui Pajak Parkir, Retribusi Parkir dan Pendapatan Asli Daerah di Kota Tasikmalaya. 2. Untuk mengetahui pengaruh Pajak Parkir secara parsial terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Kota Tasikmalaya. 3. Untuk mengetahui pengaruh Retribusi Parkir secara parsial terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Kota Tasikmalaya. 4. Untuk mengetahui pengaruh Pajak Parkir dan Retribusi Parkir secara simultan terhadap Pendaparan Asli Daerah pada Pendapatan Tasikmalaya.

3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak Pengertian Pajak Menurut pendapat Rochmat Soemitro (2010:1) yang dikutip oleh Siti KurniaRahayu dan Ely Suhayati menyatakan bahwa : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum Ciri-ciri Pajak Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:23) ciri-ciri atau unsur-unsur pokok yang terdapat pada pengertian pajak, yaitu : 1. Pajak Dipungut berdasarkan Undang-undang; Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 2. Pajak dapat dipaksakan Jika tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan maka Wajib Pajak dapat dikenakan tindakan hukum oleh Pemerintah berdasarkan Undang-undang. 3. Diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah Pemerintah dalam menjalankan fungsinya, seperti melaksanakan ketertiban, kesejahteraan dan fungsi penegakan keadilan, membutuhkan dana. Dana yang diperoleh dalam bentuk pajak digunakan untuk pembiayaan pemerintah. 4. Tidak dapat ditunjukkannya kontraprestasi secara langsung Wajib Pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung dengan apa yang telah dibayarkannya pada Pemerintah. 5. Berfungsi sebagai budgetair dan regulerend Fungsi budgetair (anggaran), pajak berfungsi mengisi kas Negara atau anggaran pendapatan Negara, yang digunakan untuk keperluan pembiayaan umum pemerintah. Fungsi regulerend adalah pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan yang ditetapkan Negara dalam bidang ekonomi sosial untuk mencapai tujuan tertentu Fungsi Pajak Fungsi pajak menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010:3) yaitu : 1. Fungsi anggaran atau penerimaan (Budgetair) Pajak berfungsi mengisi kas Negara atau anggaran pendapatan Negara, yang digunakan untuk keperluan pembiayaan umum pemerintah baik rutin maupun untuk pembangunan. 2. Fungsi mengatur (Regulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau alat untuk melaksanakan kebijakan yang ditetapkan Negara dalam bidang ekonomi sosial untuk mencapai tujuan tertentu

4 2.1.4 Jenis Pajak Pajak dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis, yaitu pengelompokkan menurut golongan, menurut sifat dan menurut lembaga pemungutan. 1. Jenis pengelompokkan pajak menurut golongan yang ditulis oleh Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010:12) menyatakan bahwa : a. Pajak Langsung Adalah pajak yang apabila beban pajak yang dipikul seseorang atau badan (tax burden) tidak dapat dilimpahkan (no tax shifting) kepad pihak lain. Contoh : Pajak Penghasilan. b. Pajak Tidak Langsung Adalah beban pajak yang dipikul seseorang (tax burden) dapat dilimpahkan (tax shifting) baik seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan. 2. Jenis pengelompokkan pajak menurut sifat yang ditulis oleh Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010:12) menyatakan bahwa : a. Pajak Subyektif Adalah pajak yang erat hubungannya dengan subyek yang dikenakan pajak, dan besarannya sangat dipengaruhi keadaan subyek pajak. Contoh : Pajak Penghasilan. b. Pajak Obyektif Adalah pajak yang erat hubungannya dengan obyek pajak, sehingga besarannya jumlah pajak hanya tergantung kepada keadaan obyek pajak itu, dan sama sekali tidak menghiraukan serta tidak dipengaruhi oleh keadaan subyek pajak. Contoh : Bea Masuk, Cukai, Pajak Pertambahan Nilai. 3. Pengelompokkan pajak yang terakhir yaitu menurut lembaga pemungut yang ditulis oleh Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010:13) menyatakan bahwa : a. Pajak Pusat Adalah pajak yang diadministrasikan oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Keuangan, yakni Direktorat Jenderal Pajak. b. Pajak Daerah Adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah. Dibedakan dengan pajak Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Daerah Tingkat II. 2.2 Pajak Daerah Pengertian Pajak Daerah Menurut pendapat Mardiasmo (2009: 21) : Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Ciri-ciri Pajak Daerah Adapun ciri-ciri yang dimaksud menurut Djamu Kertabudi (2007:18)sebagai berikut: 1. Pajak Daerah secara ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antara penerimaan pajak harus lebih besar dibandingkan ongkos pemungutannya.

5 2. Relatif stabil, artinya penerimaan pajaknya tidak berfluktuatif terlalu besar, kadangkadang meningkat secara drastis dan adakalanya menurun secara tajam. 3. Tax base-nya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan (benefit) dan kemampuan untuk membayar (ability to pay) Jenis Pajak Daerah Sesuai dalam Undang - Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah: 1. Pajak Provinsi terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok. 2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir; h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet; j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2.3 Pajak Parkir Pengertian Pajak Parkir Menurut Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pajak Parkir adalah Pajak Daerah yang dikenakan atas penyelenggara tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun sebagai suatu usaha termasuk penyedia tempat penitipan kendaraan bermotor yang memungut bayaran Subjek Pajak Parkir Berdasarkan daerah Kota Tasikmalaya Nomor 19 tahun 2003 Bab 2 Pasal 2, yaitu : Subjek Pajak Prkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir Objek Pajak Parkir Berdasarkan daerah Kota Tasikmalaya Nomor 19 tahun 2003 Bab 2 Pasal 2, yaitu : Objek Pajak Parkir adalah penyelenggara tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor yang memungut bayaran. a. Penyelenggara tempat parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi :

6 Gedung Parkir; Pelataran dan Bangunan Umum Parkir; Garasi; Tempat penitipan kendaraan bermotor. b. Tidak termasuk Objek Pajak Parkir sebagaimana dimaksud ayat (2), meliiputi : Penyelenggara tempat parkir oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; Penyelenggara Parkir oleh Keduta, Konsultan, Perwakilan Negara Asingdan Perwakilan Lembaga-lembaga Internasional dengan atau timbal balik; Penyelenggara tempat parkir lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Parkir Dasar Pengenaan Pajak Parkir Pengertian dasar pengenaan pajak parkir menurut Djamu Kertabudi (2007:32) menyatakan bahwa : Dasar Pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Sedangkan menurut Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 19 Tahun 2003 Bab 4 Pasal 4 yaitu : (1) Dasar Pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir; (2) Jumlah pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, dihitung berdasarkan kapasitas tempat parkir dan besarnya sewa parkir Tarif Pajak Parkir Tarif Pajak Parkir ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen) sehingga besarnya pokok Pajak Parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.sedangkan menurut Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 19 Tahun 2003 Bab 4 Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) yaitu : (1) Besarnya tarif Pajak Parkir ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah penerimaan bruto; (2) Bagi yang menyelenggarakan Parkir dengan tidak dipungut bayaran harus memenuhi kewajiban yaitu kontribusi kepada Pemerintah Kota dengan berpedoman pada ayat (1) pasal ini Perhitungan Pajak Parkir Menurut Siahaan, besaran pokok pajak parkir yang terutang di hitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan pajak parkir adalah sesuai dengan rumus berikut ini : Pajak terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran atau yang seharusnya di bayar kepada penyelenggara tempat parkir Sedangkan menurut Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 19 Tahun 2003 Bab 6 Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) yaitu :

7 (1) Besarnya Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak Parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Peraturan Ddaerah ini dengan Daerah Pengenaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Daerah ini; (2) Berdasarkan SPPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Daerah ini, Walikota menetapkan Pajak terutang dengan menerbitkan SKPD; (3) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini tidak atau kurang dibayar setalah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa denda 2% (dua persen) per bulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD. 2.4 Retribusi Daerah Pengertian Retribusi Daerah Menurut pendapat Sutedi (2008:7) : Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran jasa atau pemberian ijin tertentu atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau golongan Jenis-jenis Retribusi Daerah Retribusi daerah menurut Undang-Undang No 18 Tahun 1997 tentang pajak daeah dan retribusi daerah yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No 34 tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah No 66 tahun 2001 tentang retribusi daerah dikelompokkan menjadi 3 yaitu : a. Retribusi Jasa Umum Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.sesuai dengan UU No 34 tahun 2000 pasal 18 ayat 3 huruf a, retribusi jasa umum ditentukan beradasarkan kriteria berikut ini : 1) Jasa tersebut dengan Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau perizinan tertentu. 2) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi. 3) Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum. 4) Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi. 5) Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya. 6) Retribusi tersebut dapat dipungut secara efektif dan efisien serta merupakan satu sumber pendapatan daerah yang potensial. 7) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik. Jenis-jenis retribusi jasa umum terdiri dari : Retribusi pelayanan kesehatan; Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan; Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil; Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat; Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum;

8 Retribusi pelayanan pasar; Retribusi pengujian kendaraan bermotor; Retribusi pemeriksaan alat Pemadam kebakaran; Retribusi penggantian biaya cetak peta; Retribusi pengujian kapal perikanan. b. Retribusi Jasa Usaha Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.sesuai dengan UU No 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 huruf b, retribusi jasa usaha ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini : 1) Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu 2) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogianya disediakan oleh sektor swasta, tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/ dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah. Jenis-jenis retribuís jasa usaha terdiri dari : Retribusi pemakaian kekayaan daerah Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan Retribusi tempat pelelangan Retribusi terminal Retribusi tempat khusus parkir Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa Retribusi penyedotan kakus Retribusi rumah potong hewan Retribusi pelayanan pelabuhan kapal Retribusi tempat rekreasi dan olah raga Retribusi penyeberangan di atas air Retribusi pengolahan limbah cair Retribusi penjualan produksi usaha daerah. c. Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis-jenis retribuís perizinan tertentu terdiri dari : Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; Retribusi Izin Gangguan; dan Retribusi Trayek.

9 2.4.3 Tujuan Retribusi Daerah Tujuan Retribusi pada dasarnya memiliki persamaan pokok dengan tujuan pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara atau pemerintah daerah. Adapun tujuan pemungutan tersebut adalah: Tujuan utama adalah untuk kas negara atau kas daerah guna memenuhi kebutuhan rutinnya. Mengatur kemakmuran masyarakat melalui jasa yang diberikan secara langsung kepada masayarakat Sifat-sifat Retribusi Daerah Retribusi dalam pelaksanaannya mempunyai dua sifat yaitu : a. Retribusi yang sifatnya umum Maksudnya bahwa pungutan tersebut mempunyai sifat berlaku secara umum bagi mereka yang ingin menikmati kegunaan dari suatu jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah. Misalnya bagi mereka yang masuk ke dalam pasar untuk berjualan, walaupun hanya sehari tetap dikenakan pungutan retribusi. b. Retribusi yang pungutannya bertujuan Maksudnya adalah retribusi yang dilihat dari segi pemakaiannya, pungutan tersebut bertujuan untuk memperoleh jasa, manfaat dan kegunaan dari fasilitas yang disediakan oleh pemerintah daerah. Misalnya kewajiban retribusi yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan akte kelahiran Objek dan Subjek Retribusi Daerah 1. Objek Retribusi Objek Retribusi adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah.tidak semua yang diberikan pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Adapun yang menjadi objek dari retribusi adalah berbentuk jasa yang dihasilkan, yang terdiri dari : Jasa Umum Jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jasa umum meliputi pelayanan kesehatan, dan pelayanan persampahan. Jasa yang tidak termasuk jasa umum adalah jasa urusan umum pemerintah. Jasa Usaha Jasa usaha adalah yang disediakan oeh pemerintah daerah dengan menganut prinsipprinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Perizinan Tertentu Perizinan tertentu pada dasarnya pemberian izin oleh pemerintah tidak dipungut retribusi, akan tetapi dalam melaksanakan fungsi tersebut, pemerintah daerah mungkin masih mengalami kekurangan biaya yang tidak selalu dapat dicukupi oleh sumbersumber penerimaan daerah yang telah ditentukan sehingga perizinan tertentu masih dipungut retribusi.

10 2. Subjek Retribusi Daerah Subjek retribusi terdiri dari : Subjek Retribusi Jasa Umum Orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Subjek Retribusi jasa umum ini dapat ditetapkan menjadi wajib retribusi jasa umum, yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi jasa umum. Subjek Retribusi Jasa Usaha Orang pribadi atau badan usaha yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa usaha, yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi jasa usaha. Subjek Retribusi Perizinan Tertentu Orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan tertentu, yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi perizinan tertentu. 2.5 Retribusi Parkir Pengerian Retribusi Parkir Berdaasarkan Direktur Jendral Perhubungan Darat No. 272/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, yang dimaksud dengan penyelenggaraan fasilitas parkir adalah suatu metode perencanaan dalam penyelenggaraan fasilitas parkir kendaraan baik di badan jalan maupun di luar badan jalan Objek, dan Subjek Retribusi Parkir 1. Objek Retribusi Parkir Menurut Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 5 Tahun 2011 Bab 4 Pasal 4 Bagian Keenam tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum. Paragraf 2 Objek Retribusi Pasal 18 Objek Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Subjek Retribusi Parkir Menurut Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 5 Tahun 2011 Bab 4 Pasal 4 Bagian Keenam tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum. Paragraf 3 Subjek Retribusi Pasal 19 (2) Subjek Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh jasa pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum. (3) Wajib Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan

11 untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum Struktur dan Besarnya Tafir Retribusi Parkir Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 5 Tahun 2011 mengenai Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1 Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum NO. JENIS PELAYANAN TARIF KET Parkir di lokasi Jalan Umum Tertentu; 1 kali parkir 1) Tarif parkir sampai dengan 2 (dua) jam pertama : a) Mobil Bus/Mobil Barang ukurann besar 4.000,- /kendaraan b) Mobil Bus/ Mobil Barang ukuran sedang 3.000,-/kendaraan c) Mobil Penumpang/Mobil Barang ukuran 2.000,-/kendaraan kecil d) Sepedah Motor 1.000,-/kendaraan 2) Tarif parkir untuk tiap 1 (satu) jam berikutnya : a) Mobil Bus/Mobil Barang ukurann besar 500,- /kendaraan b) Mobil Bus/ Mobil Barang ukuran sedang 250,-/kendaraan c) Mobil Penumpang/Mobil Barang ukuran 2 00,-/kendaraan kecil d) Sepedah Motor 100,-/kendaraan 2. Parkir di lokasi Bukan Jalan Umum Tertentu : 1 kali parkir 1) Tarif parkir sampai dengan 2 (dua) jam pertama : a) Mobil Bus/Mobil Barang ukurann besar 2.500,- /kendaraan b) Mobil Bus/ Mobil Barang ukuran sedang 2.000,-/kendaraan c) Mobil Penumpang/Mobil Barang ukuran 1.000,-/kendaraan kecil d) Sepedah Motor 500,-/kendaraan 2) Tarif parkir untuk tiap 1 (satu) jam berikutnya : a) Mobil Bus/Mobil Barang ukurann besar 500,- /kendaraan b) Mobil Bus/ Mobil Barang ukuran sedang 250,-/kendaraan c) Mobil Penumpang/Mobil Barang ukuran 250,-/kendaraan kecil d) Sepedah Motor 100,-/kendaraan 3. Parkir langganan/ berlangganan 1 bulan a) Mobil Bus/Mobil Barang ukurann besar ,- /kendaraan

12 b) Mobil Bus/ Mobil Barang ukuran sedang ,-/kendaraan c) Mobil Penumpang/Mobil Barang ukuran ,-/kendaraan kecil d) Sepedah Motor ,-/kendaraan 4. Parkir bongkar muat insidentil 1 kali bongkar muat 1) Mobil barang JBB 0 s/d 5.000kg 2.000,-/kendaraan 2) Mobil barang JBB 5001 s/d 8.000kg 3.000,-/kendaraan 3) Mobil barang JBB 8001 s/d kg 3.500,-/kendaraan 4) Mobil barang JBB lebih dari kg 4.000,-/kendraan 5. Parkir bongkar muat berlangganan 6 bulan 1) Mobil barang JBB 0 s/d 5.000kg ,-/kendaraan 2) Mobil barang JBB 5001 s/d 8.000kg ,-/kendaraan 3) Mobil barang JBB 8001 s/d kg ,-/kendaraan 4) Mobil barang JBB lebih dari kg ,-/kendraan (Sumber : Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Tasikmalaya) 2.6 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-undang No 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud pemerintahan daerah yaitu penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Sedangkan menurut pendapat Halim (2012:101), menjelaksan bahwa : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD) dipisahkan menjadi 4 (empat) jenis pendapatan, yaitu : 1) Pajak Daerah; 2) Retribusi Daerah; 3) Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan; 4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Dari beberapa pengertian diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang diperoleh dari sumber-sumber ekonomi daerah dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Undang-undang Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Kepmendagri Nomor 21 Tahun 2012 perubahan ke 2 (dua) atas Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, terdiri atas :

13 I. Pajak Daerah Pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pendapatan pajak. Pendapatan pajak dibedakan untuk provinsi dan untuk kabupate/kota sesuai dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dijabarkan lebih lanjut ke dalampermendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Menurut aturan tersebut, jenis pendapatan pajak menutur Provinsi meliputi objek pendapatan, yaitu : a. Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. b. Bea balik nama kendaraan bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. d. Pajak air permukaan pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. e. Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah. Selanjutnya jenis pendapatan pajak menurut Kabupaten/Kota meliputi objek pendapatan, yaitu : 1) Pajak hotel, adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. 2) Pajak restoran, adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. 3) Pajak hiburan, adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. 4) Pajak reklame, adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. 5) Pajak Penerangan Jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. 6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam didalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. 7) Pajak Parkir, adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. 8) Pajak Air Tanah, adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. 9) Pajak Sarang Burung Walet, adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. 10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. 11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

14 II. Retribusi Daerah Retribusi Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Pendapatan retribusi menutur Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Permendagri Nomor 13 Tahun2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai jabaran dari Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dibagi menjadi 3 (tiga),yaitu sebagai berikut : 1. Retribusi Jasa Umum Retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umu serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Objek pendapatan yang termasuk dalam kategori retribusi jasa umum untuk pemerintah provinsi, terdiri atas : a. Retribusi Pelayanan Kesehatan; Pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan di Puskesmas, Balai Pengobatan, dan Rumah Sakit Umum Daerah. Dalam retribusi pelayanan kesehatan ini tidak termasuk pelayanan pendaftaran; b. Retribusi Pelayanan Persampahan atau kebersihan; Pelayanan persampahan/kebersihan meliputi pengambilan, pengangkutan, dan pembuangan serta penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan sampah rumah tangga, dan perdagangan, tidak termasuk pelayanan kebersihan jalan umum dan taman; c. Retribusi Penggantian Biaya cetak Kartu penduduk dan Akte catatan Sipil. Akte catatan sipil meliputi akte kelahiran, akte perkawinan, akte perceraian, akte pengesahan dan pengakuan anak, akte ganti nama bagi warga negara asing, dan akte kematian; d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan pengabuan Mayat; Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat meliputi pelayanan penguburan atau pemakaman termasuk penggalian dan pengurugan, pembakaran atau pengabuan mayat, dan sewa tempat pemakaman atau pembakaran atau pengabuan mayat yang dimiliki atau dikelola Pemerintah Daerah; e. Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum; Pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir ditepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah Daerah; f. Retribusi Pelayanan Pasar. Pelayanan pasar adalah fasilitas pasar tradisional atau sederhana berupa pelataran, los yang dikelola Pemerintah Daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara - Badan Usaha Milik Daerah dan pihak swasta; g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; Pelayanan pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan pengujian kendaraan bermotor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang diselenggarakan oleh pemerintah Daerah; h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; Pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah pelayanan pemeriksaan dan/atau pengizinan oleh Pemerintah Daerah terhadap alat-alat pemadam kebakaran yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh masyarakat; i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; Peta adalah peta yang dibuat oleh Pemerintah Daerah, seperti peta dasar (garis), peta foto, peta digital, peta tematik, dan peta teknis (struktur);

15 j. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan; Pelayanan pengujian kapal perikanan adalah pengujian terhadap kapal penangkap ikan yang menjadi kewenangan daerah. 2. Retribusi Jasa Usaha Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakanoleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial. Retribusi jasa usaha untuk pemerintah provinsi, terdiri atas: a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; Pelayanan pemakaian kekayaan daerah antara lain pemakaian tanah dan bangunan, pemakaian ruangan untuk pesta pemakaian kendaraan/alat-alat berat/alat-alat besar rnilik daerah. Sedangkan yang tidak termasuk dalam pengertian pelayanan pemakaian kekayaan daerah adalah penggunanan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut, seperti pemancangan tiang telepon atau listrik maupun penanaman/pembentangan kabel listrik /telepon di tepi jalan umum; b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; Pasar grosir dan/atau pertokoan adalah pasar grosir berbagai jenis barang, dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan yang disediakan/diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh Badan Usaha Milik Daerah dan pihak swasta; c. Retribusi Tempat Pelelangan. Tempat pelelangan adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan. Termasuk dalam pengertian tempat pelelangan adalah tempat yang dikontrak oleh Pemerintah Daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan; d. Retribusi Terminal; Pelayanan terminal adalah tempat Pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang bis umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas lainnya dilingkungan terminal yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Dengan ketentuan ini, pelayanan peron tidak dipungut retribusi; e. Retribusi Tempat Khusus Parkir; Pelayanan tempat khusus parkir adalah pelayanan penyediaan tempat parkir yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh Badan usaha Milik Daerah dan pihak swasta; f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa; Pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa milik daerah adalah penyediaan tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah atau pihak swasta; g. Retribusi Penyediaan Kakus. Pelayanan penyediaan kakus adalah pelayanan penyedotan kakus/jamban yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, tidak temasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah atau pihak swasta; h. Retribusi Rumah Potong Hewan; Pelayanan rumah potong hewan adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah;

16 i. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal; Pelayanan pelabuhan kapal adalah pelayanan pada pelabuhan kapal perikanan dan/atau bukan kapal perikanan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan kapal yang dimiliki dan/atau dikelola Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah maupun oleh pihak swasta; j. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga; Pelayanan tempat rekreasi dan olah raga adalah tempat rekreasi, pariwisata dan olah raga yang dimiliki dan/atau dikelola Pemerintah Daerah; k. Retribusi Penyeberangan di Atas Air; Pelayanan penyeberangan di atas air adalah pelayanan penyeberangan barang atau barang dengan menggunakan kendaraan di atas air yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan pihak swasta; l. Retribusi Pengolahan Limbah Cair; Pelayanan pengolahan limbah cair adalah pelayanan pengolahan limbah cair rumah tangga, perkantoran, dan industri yang dikelola dan/atau dimiliki Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah, dan pihak swasta; m. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah; Penjualan produksi usaha daerah adalah penjualan hasil produksi usaha Pemerintah Daerah, antara lain, bibit benih tanaman, bibit ternak, dan bibit/benih ikan, tidak termasuk penjualan produksi usaha Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dan pihak swasta. 3. Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi perizinan tertentu oleh pemerintah daerahkepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untukpengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatanruang, penggunaan SDA, barang, prasarana, sarana, ataufasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum danmenjaga kelestarian lingkungan. Jenis retribusi perizinantertentu untuk pemerintah provinsi, yaitu: a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Izin mendirikan bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan, termasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantapan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku dengan tetap memperhatikan Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Banguan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut; b. Retribusi lzin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; Izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu; c. Retribusi lzin Gangguan; Izin gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian atau gangguan, tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;

17 d. Retribusi Izin Trayek; Izin trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan usaha untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. Pemberian izin oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah. III. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini diperinci menurut objek pendapatan yang mencakup: a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/bumd; b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/bumn; dan c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. IV. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasaldari lain-lain milik pemerintah daerah. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan, yaitu: a. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan; b. Jasa giro; c. Pendapatan bunga; d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan e. Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. Faslilitas sosial dan faslilitas umum; 1. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; 2. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan; dan 3. Hasil pengelolaandana bergulir Dasar Hukum Dasar hukum Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Ahmad Yani (2009:51) adalah: 1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 3) Peraturan Pemerintahan Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah; 4) Peraturan Pemerintahan Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah;

18 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Pada penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah Pajak Parkir, Retribusi Pajak dan Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya. Adapun subjek penelitiannya di Dinas Pendapatan Daerah Kota Tasikmalaya. Penelitian pada Dinas Pendapatan Daerah dilakukan karena merupakan koordinator pengelola penerimaan pajak daerah sehingga data-data yang diperlukan oleh penulis dalam penelitian dapat diketahui dari Dinas Pendapatan Daerah. 3.2 Jenis Data Dalam penelitian ini diusahakan untuk mendapatkan data atau informasi selengkap mungkin yang diperlukan sebagai materi pembahasan oleh karenanya data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang berupa rencana realisasi penerimaan pajak parkir dan retribusi parkir tahun , yang kemudian data tersebut penulis sajikan sesuai apa adanya yang sebenarnya. 3.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang akan penulis gunakan adalah metode deskriptif yaitumetode yang menggambarkan proses atau peristiwa yang sedang berlangsung untuk melihat keterkaitan antara variable-variabel yang terlihat didalamnya dengan menggunakan pendekatan metode kualitatif dan partisipatif yang menggunakan fenomena-fenomena yang terjadi serta halhal yang melatarbelakangi sedangkan teknik penulisan yang penulis gunakan adalah : 1. Penelitian Lapangan Suatu metode penulis mengadakan pengamatan secara langsung (observasi partisipatif) pada unit-unit orang yang ada dilingkungan dinas pendapatan daerah.

19 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Tabel 4.1 Pencapaian Target dan Realisasi Pajak Parkir Kota Tasikmalaya Tahun Anggaran 2005 sampai dengan 2015 No Tahun Anggaran Target (Rp) Realisasi (Rp) Persentase (%) , ,00 100, , ,00 100, , ,00 103, , ,00 114, , ,00 124, , ,00 100, , ,00 101, , ,00 150, , ,00 103, , ,00 105, , ,00 144,52 (Sumber: Dinas Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya, data sudah diolah) Berdasarkan tabel 4.1 diatas, dapat diketahui gambaran mengenai pencapaian realisasi pendapatan pajak parkir dari tahun ke tahun terhadap target yang dianggarkan setiap tahunnya oleh Dinas Pendapatan Asli Daerah Kota Tashikmalaya. Realisasi penerimaan pajak parkir selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2015 selalu melebihi dari target yang telah ditetapkan, hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pada tahun 2005, target yang ditetapkan Dinas Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya sebesar Rp ,00, dengan realisai yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,00 atau sebesar 100,59% dari target penerimaannya. b. Pada tahun 2006, target penerimaan pajak parkir mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dengan target penerimaan sebesar Rp ,00, yang diimbangi dengan meningkatnya realisai penerimaan sebesar Rp ,00 tetapi prosentase penerimaannya mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitum menjadi 100%. c. Untuk tahun 2007, baik target penerimaan, realisasi penerimaan maupun prosentasenya mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu target penerimaan sebesar Rp ,00, realisai penerimaan yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,00 atau sebesar 103,51% dari target penerimaannya. d. Pada tahun 2008, target penerimaan pajak parkir, realisasi penerimaan maupun prosentasenya mengalami peningkatan yaitu target penerimaan sebesar Rp ,00, dengan realisai penerimaan sebesar Rp ,00 atau sebesar 114,41% dari target penerimaannya.

20 e. Pada tahun 2009, target penerimaan pajak parkir juga mengalami peningkatan menjadi Rp ,00, yang diimbangi dengan meningkatnya realisasi penerimaan sebesar Rp ,00 atau sebesar 124,06% dari target penerimaannya. f. Pada tahun 2010, target penerimaan pajak parkir juga mengalami peningkatan yaitu target penerimaan sebesar Rp ,00, yang diimbangi dengan meningkatnya realisasi penerimaan sebesar Rp ,00 tetapi prosentase penerimaannya mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu menjadi 100,03%. g. Pada tahun 2011, target penerimaan pajak parkir mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp ,00, dengan realisai penerimaan yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,00 atau sebesar 101,27% dari target penerimaannya. h. Pada tahun 2012, target penerimaan pajak parkir mengalami penurunan, tetapi realisasi penerimaan mengalami peningkatan yaitu dengan target penerimaan sebesar Rp ,00, dengan realisai yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,00 atau sebesar 150,27% dari target penerimaannya. i. Pada tahun 2013, Dinas Pendapatan Daerah juga terus meningkatkan target penerimaan pajak parkir sebesar Rp ,00, dengan realisai penerimaan yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,00, tetapi prosentase penerimaannya mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu menjadi 103,94% dari target penerimaannya. j. Pada tahun 2014, target penerimaan pajak parkir dan realisasi penerimaan dan persentasenya mengalami peningkatan yaitu dengan target penerimaan sebesar Rp ,00, dengan realisai yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,00 atau sebesar 105,08% dari target penerimaannya. k. Pada tahun 2015, target penerimaan pajak parkir dan realisasi penerimaannya terus mengalami peningkatan yaitu target penerimaan sebesar Rp ,00, dengan realisai yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,00 atau sebesar 144,52% dari target penerimaannya. Dengan melihat laporan target dan realisasi penerimaan pajak parkir diatas, dapat diketahui bahwa pendapatan pajak parkir setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan dan penurunan, baik dari jumlah target maupun dari realisasinya. Namun pada tahun 2012 target penerimaan pajak parkir menurun secara drastis. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penerimaan pajak parkir adalah dari kebijakan pemerintah daerah yaitu Dinas Pendapataan Daerah Kota Tasikmalaya yang meningkatkan target penerimaan pajak parkir dan juga dipengaruhi oleh meningkatnya laju pertokoan dan pusat perbelanjaan yang berdampak meningkatkan permintaan terhadap jasa parkir yang didirikan oleh Kota Tasikmalaya.

21 Tabel 4.2 Pencapaian Targer dan Realisasi Penerimaan Retribusi Parkir Kota Tasikmalaya Tahun Anggaran 2005 sampai dengan tahun 2015 No Tahun Persentase (%) Anggaran Target (Rp) Realisasi (Rp) , ,00 96, , ,00 100, , ,00 100, , ,00 100, , ,00 100, , ,00 100, , ,00 101, , ,00 100, , , , ,00 92, , ,00 100,10 (Sumber: Dinas Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya, data sudah diolah) Berdasarkan tabel 4.2 diatas, dapat diketahui gambaran mengenai pencapaian realisasi pendapatan retribusi parkir dari tahun ke tahun terhadap target yang dianggarkan setiap tahunnya oleh Dinas Pendapatan Asli Daerah Kota Tashikmalaya. Realisasi penerimaan retribusi parkir selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2015 selalu melebihi dari target yang telah ditetapkan, hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pada tahun 2005, target yang ditetapkan Dinas Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya sebesar Rp ,00 dengan realisai penerimaan sebesar Rp ,00 atau sebesar 96,72% dari target penerimaannya. b. Pada tahun 2006, target penerimaan retribusi parkir mengalami peningkatan sebesar Rp ,00 dengan realisai penerimaan yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,00 atau sebesar 100,04% dari target penerimaannya. c. Pada tahun 2007, target penerimaan retribusi parkir mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu dengan target penerimaan sebesar Rp ,00 dengan realisai penerimaan yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,00 atau sebesar 100,02% dari target penerimaannya. d. Pada tahun 2008, target penerimaan retribusi parkir mengalami peningkatan sebesar Rp ,00 dengan realisai penerimaan yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,00 atau sebesar 100,00% dari target penerimaannya. e. Pada tahun 2009, target penerimaan retribusi parkir dan realisasi penerimaan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dengan target penerimaan sebesar Rp ,00 dan realisai penerimaan sebesar Rp ,00 atau sebesar 100,03% dari target penerimaannya. f. Pada tahun 2010, target penerimaan retribusi parkir mengalami peningkatan sebesar Rp ,00 dengan realisai penerimaan yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,00 atau sebesar 100,08% dari target penerimaannya.

22 g. Untuk tahun 2011, target penerimaan retribusi parkir kembali mengalami peningkatan sebesar Rp ,00 dengan realisai penerimaan yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,00 atau sebesar 101,91% dari target penerimaannya. h. Untuk tahun 2012, target penerimaan retribusi parkir kembali mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dengan target penerimaan sebesar Rp ,00 dengan realisai penerimaan yaitu sebesar Rp ,00 atau sebesar 100,01% dari target penerimaannya. i. Untuk tahun 2013, target penerimaan retribusi parkir kembali meningkat sebesar Rp ,00 dan realisasi penerimaan mengalami peningkatan sebesar Rp ,00 atau sebesar 100,10% dari target penerimaannya. j. Sedangkan untuk tahun 2014, target penerimaan retribusi parkir kembali mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dengan target penerimaan sebesar Rp ,00 dengan realisai penerimaan yang menurun yaitu sebesar Rp ,00 atau sebesar 92,59% dari target penerimaannya. k. Dan untuk tahun 2015, target penerimaan retribusi parkir mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dengan target penerimaan sebesar Rp ,00 dengan realisai penerimaan yang lebih besar yaitu sebesar Rp ,00 atau sebesar 100,10% dari target penerimaannya. Dengan melihat laporan target dan realisasi penerimaan retribusi parkir diatas, dapat diketahui bahwa pendapatan retribusi parkir setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan dan penurunan baik dari jumlah terget maupun dari realisasinya. Selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2015, target penerimaan retribusi parkir pada tahun 2007 mengalami penurunan dan sedangkan realisasi penerimaan retribusi parkir yang tidak mencapai target hanya pada tahun 2005 dan 2014 untuk tahun berikutnya baik penerimaan maupun realisasinya selalu mengalami peningkatan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan penerimaan retribusi parkir karena Dinas Pendapatan Daerah Kota Tasikmalaya yang menurunkan target penerimaan retribusi parkir.

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH UMUM Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis pajak, tata cara pemungutan pajak dan seterusnya yang berkaitan

Lebih terperinci

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, Pasal 25 ayat (6) dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, Pasal 25 ayat (6) dan

Lebih terperinci

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 29 BAB III RETRIBUSI DAERAH A. Konsep Pemungutan Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pendapatan Asli Daerah II.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pendapatan Asli Daerah 2.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 43 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan pajak dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut secara logis dinilai wajar karena jumlah peningkatan pajak berbanding lurus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH RETRIBUSI DAERAH HAPOSAN SIMANJUNTAK,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Penerimaan Daerah Salah satu kemampuan yang dituntut terhadap daerah adalah kemampuan daerah tersebut untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (self supporting)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DI KOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah sebagai wujud nyata dari pelaksanaan otonomi daerah memberikan konsekuensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan dengan efektif, maka pemerintah perlu mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Di masa orde baru pengaturan pemerintahan daerah ditetapkan dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, tapi belum memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : 1. 2. 3. 4. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan PENGATURAN MENGENAI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SEBAGAIMANA DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH www.kaltimpost.co.id I. PENDAHULUAN Dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mempercepat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN TEORITIS 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2.1.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2007:96), Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6). BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Pada Umumnya II.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak

Lebih terperinci

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 JENIS DATA 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Satuan Data XIX. RINGKASAN APBD I. Pendapatan Daerah - 584244829879

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1) Pengertian Retribusi Daerah Retribusi Daerah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah, adalah pungutan daerah sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1) definisi pajak dalam buku perpajakan edisi revisi, pajak adalah : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib rakyat kepada kas negara.definisi pajak menurut beberapa ahli adalah : 1) Menurut Soemitro (Mardiasmo, 2011:1),

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI A. Tinjauan Umum Tentang Retribusi Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2012 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 20 DESEMBER 2012 NOMOR : 18 TAHUN 2012 TENTANG : PENYELENGGARAAN RETRIBUSI DAERAH Sekretariat Daerah Kota Sukabumi

Lebih terperinci

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK 65 RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA Oleh Zainab Ompu Zainah ABSTRAK Keywoods : Terminal, retribusi. PENDAHULUAN Membicarakan Retribusi Terminal sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH A. Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, telah diatur

Lebih terperinci

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Landasan Teori Landasan teori yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung. 8 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sumber Penerimaan Daerah Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya. Menurut Adam Smith peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam :

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH www.clipartbest.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sistem administrasi keuangan daerah di Indonesia ditandai dengan dua pendekatan, yaitu dekonsentarsi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah administrasi dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat seutuhnya. Untuk itu diharapkan pembangunan tersebut tidak hanya mengejar

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH SALINAN BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 BUPATI KUDUS, Menimbang melalui :

Lebih terperinci

Yerni Pareang Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan. Yudea Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan

Yerni Pareang Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan. Yudea Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan VOLUME : 18 NOMOR : 01 MARET 2016 ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BALIKPAPAN (Studi Pada Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Balikpapan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia, sejak tanggal 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan

Lebih terperinci

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com DASAR HUKUM Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Dirubah dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Pajak Daerah. Penetapan. Dibayar Sendiri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih, APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 2001 memberi kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, menetapkan

Lebih terperinci

manajemen sebagai suatu seni (suatu art) dan sebagi suatu ilmu. 3

manajemen sebagai suatu seni (suatu art) dan sebagi suatu ilmu. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Retribusi 1. Pengertian Pengelolaan Nugroho mendefinisikan bahwa pengelolaan merupakan istilah yang dipakai dalam ilmu manajemen. Secara etomologi istilah pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2015 Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI SUMBER PENDAPATAN DAERAH 1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Upaya Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Penajam Paser Utara. Ditetapkannya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2010 TENTANG JENIS PAJAK DAERAH YANG DIPUNGUT BERDASARKAN PENETAPAN KEPALA DAERAH ATAU DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN

Lebih terperinci

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam Kebijakan otonomi daerah lahir dengan tujuan untuk menyelamatkan pemerintahan dan keutuhan negara, membebaskan pemerintah pusat dari beban yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Terminologi Retribusi Daerah. Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Terminologi Retribusi Daerah. Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep dan Definisi Retribusi Daerah 1. Terminologi Retribusi Daerah Pemungutan retribusi daerah yang saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak-hak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak-hak dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Belanja Daerah Menurut PSAP No.2, Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 385.TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 385.TAHUN 2012 TENTANG SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 385.TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN TARIF LAYANAN JASA

BAB II PENENTUAN TARIF LAYANAN JASA 9 BAB II PENENTUAN TARIF LAYANAN JASA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. pemungutan itu adalah suatu perbuatan hal, cara atau proses dalam memungut

BAB III TINJAUAN TEORITIS. pemungutan itu adalah suatu perbuatan hal, cara atau proses dalam memungut BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pemungutan Pengertian Pemungutan Menurut kamus umum bahasa indonesia yang dimaksud dengan pemungutan itu adalah suatu perbuatan hal, cara atau proses dalam memungut iuaran

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G Kembali P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumbersumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang sesuai

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM I. PENJELASAN UMUM Undang-Undang Dasar 1945 memiliki semangat pemberlakuan asas desentralisasi dan otonomi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; BERITA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Pembangunan daerah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang dijalankan selama ini. Keberhasilan akan ditentukan dari bagaimana kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi)

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 3.1. PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI Zulistiani Universitas Nusantara PGRI Kediri zulis.tiani.zt@gmail.com Abstrak Kota Kediri mempunyai wilayah yang cukup strategis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Retribusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Retribusi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Retribusi Retribusi merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah selain pajak yang diharapakan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah

Lebih terperinci

Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya R E T R I B U S I DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 7. Pengembalian Kelebihan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN RAHASIA REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN 1. Daftar isian ini digunakan untuk mencatat Realisasi Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial 43 BAB IV LANDASAN TEORI 4.1. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Daerah memiliki peranan yang sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial

Lebih terperinci

USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014

USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014 USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014 NEGARA BERKEMBANG KAYA SUMBER DAYA ALAM MELIMPAH v.s. KEMISKINAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN Oleh : Kabid Pengawasan Distamben Banjar Banjarmasin, 15 September 2015 EITI INTERNATIONAL

Lebih terperinci