PEMANFAATAN DATA SPASIAL SOSIAL EKONOMI DALAM RANGKA MENDUKUNG OTONOMI DAERAH
|
|
- Lanny Hermawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PEMANFAATAN DATA SPASIAL SOSIAL EKONOMI DALAM RANGKA MENDUKUNG OTONOMI DAERAH Oleh : 1. DR. Yuswandi A. Temenggung 2. Ir. Ahmad Kamil, Msi Bandung, 10 Mei 2001 I. PENDAHULUAN Dalam upaya membangun tatanan perekonomian dunia yang lebih baik, telah disepakati untuk menerapkan prinsipprinsip liberalisasi ekonomi dan pada kasus di Indonesia, program pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional secara bersamaan dihadapkan upaya untuk mengatasi krisis multidimensi dan berbagai permasalahan yang timbul dalam rangka implementasi otonomi daerah. Ditinjau dari perspektif global, liberalisasi perdagangan bukan hanya merupakan hasil dorongan pemenuhan kebutuhan pasar bagi konsumen dunia, tetapi merupakan suatu kondisi yang dapat saja tercipta karena adanya turbulensi dari be'rbagai kepentingan, termasuk urusan politik ekonomi dalam upaya memberikan altematif baru untuk menghindari stagnasi yang sangat dirasakan di banyak negara berkembang. Perdagangan yang tanpa hambatan tidak akan secara serta-merta menyentuh isu distribusi sumber-sumber daya ekonomi, karena struktur dan komponen perekonomian yang membedakannya. Diferensiasi kapasitas perekonomian ditandai dengan adanya kesenjangan ekonomi spatial yang merupakan refleksi dari keberadaan pemilikan sumber daya produktif di antara daerah-daerah. Di sisi lain, ketimpangan sosial-ekonomi juga muncul. Kelompok masyarakat dengan kepemilikan faktor produksi terbatas dan produktivitas rendah yang menghasilkan tingkat kesejahteraan rendah dihadapkan kepada kelompok pelaku ekonomi kuat. Mengikuti waktu, kesenjangan semakin melebar sehingga muncul dikotomi antara pelaku ekonomi kuat dan pelaku ekonomi lemah serta daerah maju dan daerah terbelakang. Pembangunan ekonomi pada tingkat daerah otonom dituntut untuk lebih memiliki sifat-sifat yang peka dalam dimensi profesionalisme, efisiensi, dan akuntabilitasnya. Pengelolaan fasilitas pelayanan yang cepat dan tepat menjadi suatu keharusan yang jika tidak, maka peluang investasi global akan hilang, misalnya dalam pemberian perijinan investasi. Selanjutnya, pelayanan yang efisien hanya akan tercapai jika dilakukan oleh banyak pilihan pelaku yang bersaing tanpa diskriminasi. Hal ini berarti peranserta para pelaku ekonomi apapun skalanya ikut mempengaruhi kualitas pengelolaan fasilitas pelayanan. Sejak awal, keinginan yang kuat untuk melaksanakan otonomi daerah dilandasi oleh amanat dalam UUD 1945, dengan harapan akan memberikan manfaat yang besar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bemegara dalarn bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Manfaat ini dapat diperoleh dengan menumbuhkembangkan kehidupan yang demokratis, mendorong upaya pemberdayaan masyarakat, memperkuat kemampuan Pemerintah Daerah, dan meningkatkan mutu pelayanan umum, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam upaya mendukung pelaksanaan otonomi daerah yang efektif, diperlukan kelembagaan yang demokratis, efisiensi pengelolaan sumberdaya, aparatur yang berkualitas, potensi ekonomi daerah yang dapat digerakkan sebagai sumber pendapatan Daerah, dan pemberian insentif fiskal/non fiskal guna menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para pelaku ekonomi (BUMN, BUMD, Koperasi, dan Swasta) serta pengaturan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang adil dan proporsional. Namun, dijumpai beberapa aspek yang satu dengan lainnya saling berkaitan dalam berbagai aktifitas perekonomian, misalnya budaya masyarakat setempat, ketersediaan lahan, pengadaan bahan, sumber pembiayaan, SDM dan aspek lainnya di daerah. Dengan demikian, keberhasilan otonomi daerah sangat dipengaruhi adanya kesesuaian dan optimalisasi pemanfaatan potensi wilayah, kekayaan alam, SDM, dan kondisi sosial ekonomi, serta latar belakang budaya. 1
2 II. OTONOMI DAERAH Rangkaian kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang telah dilakukan selama ini tetap saja belum mampu mewujudkan otonomi daerah di seluruh wilayah Indonesia yang sesuai dengan harapan masyarakat. Materi pokok yang berkaitan dengan otonomi daerah sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1974 selama ini cenderung lebih dititikberatkan pada efisiensi manajemen pemerintahan, sedangkan aspek yang mendorong demokratisasi masih belum dikembangkan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini antara lain terlihat dari kedudukan DPRD sebagai unsur dari Pemerintah Daerah. Penyerahan urusan lebih diarahkan pada hal yang bersifat administratif tanpa diiringi upaya yang memadai dalam pemberian insentif yang memungkinkan Pemerintah Daerah dan masyarakat bergairah untuk melakukan upaya peningkatan ekonomi di daerahnya sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) sulit ditingkatkan. Pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah belum diatur secara rinci yang sesuai dengan prinsip demokrasi, keadilan dan pemerataan. Pada akhir dan pasca Orde Baru, impiementasi otonomi daerah sangat dipengaruhi oieh perkembangan lingkungan strategis baik nasional maupun intemasionai. Perkembangan lingkungan strategis ini bergerak cepat dan dinamis serta membuka peluang bagi pelaksanaan otonomi daerah. Momentum reformasi adaiah saat yang tepat bagi realisasi otonomi daerah, dan merupakan kesempatan menentukan pilihan yang tepat mengenai bentuk pemerintahan di daerah serta mengupayakan pengembangan potensi sumber daya daerah agar dapat terangkat daiam era giobaiisasi Untuk mengatasi kegagalan ini dan sejalan dengan semangat otonomi daerah di era reformasi ini, MPR melalui ketetapan No. XV /MPR/1998 antara lain mengamanatkan bahwa perlu diwujudkan penyelenggaraan otonomi daerah dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Berdasarkan Ketetapan MPR tersebut di atas, Pemerintah bersama DPR menetapkan paket pengaturan otonomi daerah dalam bentuk UU Nomor 22 Tahun 1999 (UU 22/1999) tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 (UU 25/1999) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengganti UU Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan. Pada intinya UU 22/1999 adalah mengatur pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ( Power Sharing ), sedangkan UU 25/1999 ada1ah mengatur pembagian keuangan (Financial Sharing) yang diakibatkan adanya pembagian kewenangan tersebut. Terjadi perubahan yang sangat mendasar ditinjau dari aspek kewenangan di mana pemberian kewenangan Daerah Otonom yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat sesuai dengan azas desentralisasi. UU 22/1999 mengatur pemberian kewenangan bidang pemerintahan yang lebih besar kepada Kabupaten/Kota, kedudukan Pemerintah Daerah selaku Badan Eksekutif yang terpisah dengan kedudukan DPRD selaku Badan Legislatif, dan semua Peraturan Daerah tidak perlu mendapat pengesahan Pusat, serta tidak ada hubungan hierarki antara Propinsi dengan Kabupaten/Kota. Sesuai dengan Pasal 11 UU 22/1999 antara lain mengatur kewenangan daerah 11 bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja. Pengaturan lebih lanjut ditetapkan dengan PP 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah Otonom, yang membatasi kewenangan Pemerintah dan Propinsi. Kewenangan Pemerintah dibatasi dalam bentuk penetapan kebijakan yang bersifat norma, standar, kriteria, dan prosedur serta pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi, sedangkan kewenangan Propinsi lebih dibatasi pada kewenangan lintas Kabupaten/Kota, kewenangan yang diserahkan oleh Kabupaten/Kota, dan kewenangan dekonsentrasi. Namun demikian untuk menghadapi krisis multidimensi yang menjurus ke arah disintegrasi bangsa, maka dalam rangka implementasi otonomi daerah tersebut digunakan prinsip desentralisasi yang proporsional bersamaan dengan prinsip dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Untuk itulah Pemerintah bersama dengan DPR sedang mengkajiulang dalam rangka merevisi UU 22/1999 yang sesuai dengan TAP MPR Nomor IV Tahun 2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah. 2
3 Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom da1am kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat dilaksanakan di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dengan sumber pembiayaan dari APBD masing-masing. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubemur sebagai Wakil Pemerintah dan/atau perangkat Pusat di Daerah. Penyelenggaraan asas dekonsentrasi dilaksanakan oleh di Propinsi dengan sumber pembiayaan dari APBN. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan Desa dan dari Daerah ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. Asas Tugas Pembantuan dapat dilaksanakan oleh Propinsi, Kabupaten/Kota dan Desa dengan sumber pembiayaan dari APBN. Ditinjau dari aspek keuangan yang mendukung pelaksanaan desentralisasi kewenangan yang semakin luas tersebut, UU 25/1999 mengatur perimbangan keuangan yang lebih besar kepada Daerah untuk menge1ola sumber-sumber keuangannya masing-masing. Perubahan yang mendasar yang diatur dalam UU 25/1999 antara lain: ( 1) perubahan sistem pembiayaan daerah dari sistem subsidi dan bantuan (SDO/Inpres) yang selama ini penggunaan dananya diarahkan dari Pusat (Specific Grant) menjadi sistem alokasi umum yang penggunaannya diserabkan sepenubnya kepada Daerah (Block Grant); (2) perubahan bagi basil di mana sebagian penerimaan negara dari SDA sektor Migas diberikan kepada Daerah penghasil. (3) perubahan sistem pertanggungjawaban keuangan yang semula dari Pemerintah Daerah (Pemda) kepada Pusat menjadi dari Pemda kepada masyarakat dan DPRD; (4) penyederhanaan sistem pemeriksaan keuangan daerah. Sumber-sumber penerimaan daerah yang penting berasal dari PAD, dan Dana Perimbangan. P AD dimaksud bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan milik Daerah, dan Lain-lain P AD yang sah, serta Dana Perimbangan dalam bentuk Bagian Daerah dari PBB, BPHTB, dan SDA, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DAU untuk menjaga pemerataan antar Daerah yang besarnya minimal 25% dari penerimaan Dalam Negeri dalam APBN dengan perimbangan 10% untuk Propinsi dan 90% untuk Kabupaten/Kota. Penentuan besarnya dana lokasi umum untuk masing-masing Daerah dilakukan dengan memperhatikan (1) kebutuhan daerah yang tercermin dari jumlah penduduk, luas wilayahnya, keadaan geografis, dan tingkat pendapatan masyarakat dan (2) potensi ekonomi daerah yang tercermin dari potensi penerimaan daerah seperti potensi industri, SDA, SDM, dan PDRB. DAK dialokasikan untuk membantu pembiayaan kebutuhan tertentu, yaitu yang merupakan program nasional, atau merupakan kegiatan/program yang tidak terdapat di daerah lain. Dana ini termasuk yang berasal dari dana reboisasi sebesar 40% untuk Daerah. Program yang dibiayai dengan dana alokasi khusus harus disertai dengan dana pendamping yang bersumber dari APBD. Rincian prosentase Bagian Daerah yang berasal dari dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yaitu: Jenis Pendapatan Pusat Propinsi Kab/Kota Upah Pungut A. Bagian Daerah 1. PBB 10% 16.2% 64.8% 9.0% 2. BPHATB 20% 16.0% 64.0% 3. SDA a). Kehutanan - Iuran HPH 20% 16.0% 64.0% - Provisi SDH 20% 16.0% % b). Pertambangan Umum - Iuran Tetap 20% 16.0% 64.0% - Iuran eksplorasi & royalty 20% 16.0% % c). Perikanan 20% 80.0% d). Minyak Bumi 85% 3.0% % e). Gas Alam 70% 6.0% % B. DAU 10.0% 90.0% C. DAK PM PM 3
4 III. PERANAN PEMERINTAH DAN GOOD GOVERNANCE Dalam konteks pemerintahan, etika pemerintahan merupakan landasan moral bagi penyelenggaraan pemerintahan. Tugas pokok pemerintah itu dapat diringkas menjadi empat tlmgsi penting yaitu: pelayanan (service), pemberdayaan ( empowerment), dan pembangunan (development), serta fungsi pembina jaringan bisnis (business networking). Pelayanan akan membutuhkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat, dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat, serta jaringan bisnis dimaksudkan untuk mendorong pengembangan dunia usaha. Etika pemerintahan seyogyanya dikembangkan untuk memaksimalkan pelaksanaan fungsi-fungsi itu. Artinya, setiap tindakan yang tidak sesuai dan tidak mendukung perwujudan fungsi- fungsi itu seyogyanya dipandang sebagai pelanggaran etika pemerintahan. Untuk mengoptimalkan perwujudan pelaksanaan investasi daerah, salah satu pendekatan yang dapat dikembangkan yaitu melalui pengembangan 'business networking. Jika pendekatan jaringan kerja bisnis ini dapat dikembangkan secara efektif dan efisien, maka pengembangan investasi dapat digunakan dengan sangat rendah dan hemat. Untuk efektifnya suatu jaringan kerja bisnis dan investasi di daerah. Dalam rangka pembinaan dan pengembangan bisnis termasuk bidang investasi di daerah, paling tidak terdapat dua pihak yang terlibat secara langsung, yaitu 1) aparatur pembina bisnis, dan 2) para pelaku ekonomi/bisnis. Hubungan antara kedua pihak tersebut sering tidak sejalan terutama karena perbedaan persepsi yang berkaitan dengan wawasan bisnis, sistem pengendalian manajemen dan penerapan teknologi. Hal ini mengakibatkan pengembangan bisnis di daerah belum optimal, untuk itu perlu diupayakan peningkatan kemampuan SDM sehingga lebih profesional, mandiri dan memiliki wawasan bisnis. Di samping itu harus diciptakan hubungan yang harmonis antara aparatur pembina bisnis dan para pelaku ekonomi di daerah dengan memanfaatkan kemampuan manajemen, dan ketrampilan teknis yang dimilikinya sebagai upaya untuk mewujudkan jaringam bisnis di daerah. Deregulasi dan debirokratisasi yang pernah dicanangkan sebelumnya tidak dilaksanakan secara konsisten sehingga pelayanan birokrasi yang efisien dan efektif tidak terwujud. Hampir semua urusan yang menyangkut peluang usaha dan investasi di daerah masih harus diputuskan oleh Pemerintah Pusat, padahal seharusnya cukup diputuskan di tingkat daerah apabila desentralisasi kewenangan melalui penyelenggaraan otonomi daerah dapat segera terlaksana. Dalam upaya meningkatkan kinerja pemerintahan, perlu segera dilakukan restrukturisasi lembaga Pemerintah dan Daerah yang merupakan konsekuensi logis dari adanya pelimpahan kewenangan. kepada Daerah. Hal ini dapat dilakukan melalui perampingan birokrasi Pemerintah dan Propinsi, serta pengembangan perangkat Daerah Kabupaten/Kota. Penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberi kewenangan kepada Daerah dalam bidang pemerintahan akan membuat Daerah lebih leluasa mencari mitra untuk mengembangkan potensi ekonomi dan menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi. Namun demikian masih rendahnya daya saing karena faktor ekonomi biaya tinggi (highcost economy) ataupun faktor kualitas pelayanan publik yang tidak mendukung, bukan disebabkan faktor kesalahan manusia yang bekerja di pemerintahan akan tetapi permasalahan tersebut timbul karena tidak tepatnya sistem pemerintahan yang digunakan. Dengan demikian dalam upaya mewujudkan good public governance dan good corporate governance yang inovatif perlu dikembangkan suatu sistem pelayanan publik yang transparan. terbuka. cepat. tanggap. fleksibel dan terdesentralisasi tapi t erkoordinasi. Apabila izin usaha memerlukan waktu berbulan-bulan dan dengan pengurusan yang berbelit-belit tentunya para pengusaha akan menghadapi berbagai kesulitan. Faktor kecepatan waktu secara langsung akan mempengaruhi daya saing dan waktu adalah satu-satunya sumberdaya yang tidak pemah bisa digantikan. Untuk pelayanan publik dimaksud dibutuhkan aparat pemerintah daerah yang berkualitas dan mampu memahami tantangan dan meraih peluang yang inovatif dalam implementasi otonomi daerah sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya sehingga tercipta masyarakat madani yang sejahtera. Aparat tersebut tentunya akan mampu mengantisipasi 4 4
5 tuntutan masyarakat terhadap pelayanan prima. Tuntutan ini sebagai konsekwensi logis munculnya paradigma baru dalam manajemen pelayanan publik yang transparan, terbuka, akuntabel, partisipatij; fleksibel dan responsif terhadap keinginan masyarakat. Dari perspektif pelayanan sebuah lembaga pemerintah dinilai baik bila dilihat dari segi kelembagaan dan proses mestinya bisa melayani semua stakeholder. Ditinjau aspek alokasi dan penggunaan sumberdaya (alam, manusia, dan buatan) ada empat karakteristik yang penting dan selalu harus diperhatikan yaitu equity, efektifitas dan efisiensi, ramah lingkungan, dan resources prudence. Karakteristik equity dimaksud yang berkaitan dengan kesamaan peluang bagi semua anggota masyarakat untuk mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraannya. Ramah lingkungan merujuk kepada kondisi bahwa seiring dengan pemanfaatan potensi sumberdaya, senantiasa ada upaya untuk melestarikan l'ingkungan. Efektifitas dan efiesiensi menghendaki supaya berbagai keputusan publik didasarkan pada penggunaan sumberdaya terbaik. Karateristik resources prudence mensyaratkan bahwa sumberdaya yang dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat tanpa harus menggadaikan masa depan. Pemimpin dan masyarakat harus mempunyai empat karateristik tersebut yang disertai visi strategis yang jelas dan kemampuan menyelesaikan perbedaan kebijakan melalui konsensus untuk mewujudkan goodgovernance dan goodsociety. Sesuai dengan arnanat konstitusi melalui TAP MPR Nomor IV Tahun 2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalarn penyelenggaraan Otonomi Daerah antara lain mengatur bagi Daerah yang terbatas sumber daya alamnya, perimbangan keuangan dilakukan dengan memperhatikan kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan BUMN yang ada di Daerah yang bersangkutan dan bagian dari pajak penghasilan perusahaan yang beroperasi. Dalam hal ini BUMN perlu mempersiapkan diri untuk bisa mengakomodasikan harapan dari Pemerintah Daerah sebagai salah satu Pelaku Ekonomi Daerah yang dituntut berperan dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pembangunan Daerahnya. Kebijakan pemberian bagian laba BUMN di atas adalah sebagai upaya untuk menciptakan sense of govnership Daerah terhadap keberadaan BUMN termasuk BUMN pengelola sumberdaya alam. IV. PEMANFAATAN DATA SPASIAL SOSIAL EKONOMI Di tingkat regional dan nasional juga semakin disadari bahwa penyediaan dan pemanfaatan informasi spasial sebagai hasil kegiatan survei dan pemetaan merupakan kebutuhan utama dan pertama untuk pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara rasional dan terencana dengan baik. Demikian pula dalam GBHN dan Program Pembangunan Nasional (Propenas) menekankan perlunya Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Dengan adanya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka hampir seluruh bidang pemerintahan yang selama ini ditangani Pemerintah telah diserahkan ke Daerah Kabupaten/Kota dan dikaitkan del1gan pengelolaan sumberdaya alam, Daerah berwenang mengelola sumberdaya alam yang tersedia di wilayahnya kecuali yang strategis seperti Migas dan bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan. Implikasi dari penyerahan berbagai bidangbidang pemerintahan tersebut temasuk di dalamnya kegiatan survei dan pemetaan. Demikian pula otonomi daerah, perubahan arah kebijaksanaan survei dan pemetaan (surta) nasional terletak pada pengaturan kewenangan surta antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Penentuan Prioritas pembangunan infrastruktur data spasial, pemanfaatan kemajuan teknologi surta dan infonnasi penyesuaian standar produk surta dengan standar internasional, kemudahan akses infonnasi spasial dan peningkatan jaringan kerja stakeholder surta. Lebih lanjut PP Nomor 25 Tahun 2000 mengatur dan membatasi kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah Otonom, yang porsinya lebih besar pada penetapan kebijakan yang bersifat nonna, standar, kriteria dan prosedur. Sebagaimana kita ketahui, data sosial ekonomi wilayah dan sumber daya manusia dapat diperoleh dari berbagai sumber pengumpulan data. Pada umumnya informasi yang dikumpulkan melalui sensus bersifat umum, sedangkan yang dikumpulkan melalui survai lebih spesifik untuk aspek tertentu. Data yang diperoleh dari sistem registrasi, menggambar jenis dan jumlah data yang sangat banyak sehingga kualitas data menjadi kendala yang signifikan. Data sosial ekonomi yang dikumpulkan oleh suatu instansi, pada umumnya lebih menitikberatkan pada kepentingan instansi yang bersangkutan. Data yang dapat dimanfaatkan yang dilihat dari sistem pengumpulan dan banyak digunakan di Indonesia beberapa sumber data, antara lain Potensi Desa, Sensus Penduduk, Susenas, Sakernas, dan data instansional. Data 5
6 tersebut mempunyai referensi waktu dan cakupan wilayah yang berbeda-beda serta pemanfaatannya untuk mengetahui profile keadaan dan potensi sumberdaya sosial ekonomi setiap tahunnya untuk lingkup kabupaten/kota. Daerah Otonom Propinsi dan Kabupaten/Kota dibentuk berdasarkan atas pertimbangan kemanpuan ekonomi, potensi daerah, latar belakang budaya, kondisi sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lainnya yang memungkinkan terselenggaraannya pemerintahan daerah di masing-masing daerah otonom dengan sasaran utama unhlk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Pemerintah Daerah dan para pelaku ekonomi dapat memanfaatkan secara optimal data sosial ekonomi yang didukung oleh data yang akurat berdasarkan hasil sensus dan survai di lapangan, yang saat ini dirasa kurang dimanfaatkan karena lebih tertarik untuk mengumpulkan data sendiri tanpa disadari bahwa data telah tersedia. V. PENUTUP Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh efektifitas pemanfaatan potensi sumber daya wilayah, sumber daya manusia serta potensi sosial ekonomi yang ada di daerahnya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Informasi yang berkaitan dengan potensi sosial ekonomi dapat disusun dari berbagai sumber data. Cakupan data sosial ekonomi cukup penting dalam hubungannya pelaksanaan otonomi daerah antara lain data yang terhimpun dalam Potensi Desa dan Sensus Penduduk. Kedua himpunan data tersebut dapat digunakan secara bersama, atau dapat diintegrasikan dan disajikan dalam bentuk informasi spasial. Informasi spasial dalam bentuk peta sosia1 ekonomi wilayah yang disajikan secara bersama- sama dengan potensi sosial ekonomi penduduk sangat diperlukan untuk melihat distribusi kemampuan wilayah. Peta yang menyajikan infonnasi spasia1 tersebut dapat disajikan da1am batas administrasi mulai dari desa/kelurahan yakni unit yang paling kecil. Infonnasi ini dapat digunakan da1am upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya wilayah dan berbagai upaya untuk meredam konflik wilayah antar daerah kabupaten/kota sebagai akibat ketidakjelasan lokasi sumber daya a1am yang sering terjadi akhir-akhir ini. Penyajian informasi spasial keadaan sosial ekonomi dapat dilaksanakan oleh Daerah secara cepat dengan melibatkan berbagai lembaga antara lain Badan Pusat Statistik sebagai penyedia data, Bakosurtanal sebagai penyedia peta dasar dan Perguruan Tinggi sebagai analisis data. Sebagai langkah awal, informasi spasial sosial ekonomi dapat dicoba dengan menggunakan data yang relatif baru guna mendukung pelaksanaan otonomi daerah yang baru saja dimulai. Pemanfaatan data spasial sosial ekonomi tidak akan banyak gunanya apabila tidak didukung data fisik daerah. Pemanfaatan data spasial dapat dilakukan dalam upaya pendayagunaan SDA untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, dan penataan ruang. Penerapan indikator-indikator yang memungkinkan pengelolaan SDA yang dapat diperbarui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat balik. Dikaitkan dengan arah kebijakan pembangunan ekonomi, Daerah Otonom dapat menciptakan peluang usaha bagi para pelaku ekonomi daerah yaitu BUMN, BUMD, Koperasi dan Swasta, dengan memanfaatkan data spasial sosial ekonomi dalam upaya peningkatan pembangunan ekonomi daerah, serta penataan ruang baik fisik maupun sosial ekonomi sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi daerah. Sejalan dengan upaya menyajikan infrastruktur data spasial yang akurat dan dapat digunakan oleh Pemerintah, Daerah, dan para pelaku ekonomi, diharapkan melalui berbagai pertemuan dan kegiatan lainnya, akan dapat diwujudkan kesepakatan guna peningkatan mutu informasi. Untuk itu perlu ditingkatkan kemampuan dalam menata informasi data spasial melalui pemanfaatan teknologi, dan peningkatan manajemen serta penyediaan sumberdaya manusia yang berkualitas. Bandung, 10 Mei
PENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah membawa dampak negatif yang cukup dalam pada hampir seluruh sektor dan pelaku ekonomi. Krisis yang bermula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan ditetapkannya
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam
KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat
Lebih terperinciHUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kebijakan otonomi
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Reformasi yang bergulir tahun 1998 di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era reformasi ini tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia yang menyebabkan adanya aspek akuntabilitas dan transparansi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintah kewenangan tersebut diberikan secara profesional yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun
Lebih terperinciKebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum
emangat reformasi telah mendorong pendayagunaan aparatur Negara untuk melakukan pembaharuan dan peningkatan efektivitas dalam melaksanakan fungsi penyelenggaraan pemerintahan Negara dalam pembangunan,
Lebih terperinciIII. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya
Lebih terperinciBAB III VISI, MISI DAN NILAI
BAB III VISI, MISI DAN NILAI VISI PEMBANGUNAN KABUPATEN SIAK Dalam suatu institusi pemerintahan modern, perumusan visi dalam pelaksanaan pembangunan mempunyai arti yang sangat penting mengingat semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. Perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah dapat dilihat dari aspek history yang dibagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daearh merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Dalam upaya meningkatkan
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tonggak perubahan yang bergerak sejak tahun 1998 dengan pergantian pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan dalam aspek
Lebih terperinciPenyelenggaraan Kewenangan dalam Konteks Otonomi Daerah
Deddy Supriady Bratakusumah * Penyelenggaraan Kewenangan dalam Konteks Otonomi Daerah I. Pendahuluan Sejak beberapa dekade yang lalu beberapa negara telah dan sedang melakukan desentralisasi, motivasi
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan keuangan negara yang di kelola oleh pemerintah daerah menganut sistem otonomi daerah yang telah di tetapkan oleh MPR NO XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,
Lebih terperinciBAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paradigma pengelolaan keuangan daerah telah mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-undang No. 32 tahun 2004
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas pemerintah secara profesional untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN
44 BAB III GAMBARAN UMUM DANA PERIMBANGAN Adanya UU No. 32 dan No. 33 Tahun 2004 merupakan penyempurnaan dari pelaksanaan desentralisasi setelah sebelumnya berdasarkan UU No. 22 dan No. 25 Tahun 1999.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama masa Orde Baru, harapan yang besar dari pemerintah daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak sendiri ternyata semakin jauh dari kenyataan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang Pemerintahan yakni perubahan struktur pemerintahan, dari sentralisasi menuju desentralisasi.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Pemerintahan Daerah 2.1. Otonomi Daerah Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, otonomi daerah adalah kewenangan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciLD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus
Lebih terperinciBAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI
BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi yang terjadi pada sektor publik di Indonesia juga diikuti dengan adanya tuntutan demokratisasi, tentunya dapat menjadi suatu fenomena global bagi bangsa
Lebih terperinciDesentralisasi dan Otonomi Daerah:
Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Teori, Permasalahan, dan Rekomendasi Kebijakan Drs. Dadang Solihin, MA www.dadangsolihin.com 1 Pendahuluan Diundangkannya UU 22/1999 dan UU 25/1999 merupakan momentum
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciOTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7
OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7 A. Ancaman Disintegrasi 1. Ancaman bermula dari kesenjangan antar daerah Adanya arus globalisasi, batas-batas negara kian tipis, mobilitas faktor produksi semakin tinggi, tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan dana merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen organisasi. Oleh karena itu, anggaran memiliki posisi yang penting sebagai tindakan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom. daerah otonom yaitu daerah yang merupakan kewajiban, hak, dan wewenang untuk mengurus
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekuatan gerak yang tidak dapat dibendung akibat sistem penyelenggaraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Semangat reformasi telah mendorong para pemimpin bangsa Indonesia ntuk melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru. Keinginan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Menurut Undang Undang no 41 tahun 1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam setiap aktivitas pemerintahan daerah, bahkan rancangan pembangunan disetiap daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT
KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UU Nomor 33 Tahun 2004 Draf RUU Keterangan 1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada
Lebih terperinciBAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru, yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Lebih terperinciBAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA
BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 memberikan dampak besar bagi semua aspek kehidupan, yakni era reformasi. Reformasi yang terjadi
Lebih terperinciBAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebijakan Otonomi Daerah yang saat ini sangat santer dibicarakan dimana-mana
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan Otonomi Daerah yang saat ini sangat santer dibicarakan dimana-mana sebenarnya bukanlah merupakan barang baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Semenjak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang
BAB I PENDAHULIAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat. Ini dapat dibuktikan dengan jelas dari
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan daerah (sebagai bagian integral dari pembangunan nasional) pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan
Lebih terperinciINUNG ISMI SETYOWATI B
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan penyelenggaran
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi politik yang dilancarkan pada tahun 1988 telah berhasil menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan dengan pemerintahan yang
Lebih terperinciAPA ITU DAERAH OTONOM?
APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
Lebih terperinciBAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN
BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN 2.1 EKONOMI MAKRO Salah satu tujuan pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat, sehubungan dengan itu pemerintah daerah berupaya mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang melanda indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat ekonomi lemah berupa ketimpangan ekonomi.
Lebih terperinciSAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto
// SAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto PADA RAPAT KONSOLIDASI PEMERINTAHAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, {6 Mei 2001 Pendahuluan Setelah hampir 5 (lima) bulan sejak dicanangkannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang bergulir tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan
Lebih terperinciPengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Terhadap Belanja Modal
Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Financial Accounting 2015-12-17 Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Sisa Lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan
Lebih terperinci