BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Lampung dengan menggunakan data sekunder untuk dilakukan analisis terhadap kemampuan keuangan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah di Provinsi Lampung. Berikut ini akan dipaparkan lokasi penelitian di Provinsi Lampung. 1. Letak Geografis Provinsi Lampung Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 14 tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampunga tanggal 18 maret secara geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan 103º40 (BT) Timur sampai 105º50 (BT) Bujur Timur dan 3º45 (LS) Lintang Selatan sampai 6º45 (LS) Lintang selatan. Provinsi Lampung melputi areat daratan seluas ,35 km (Lampung dalam angka BPS 2012) termasuk 132 pulau disekitarnya dan lautan yang berbatasan dalam jarak 12 mil laut dari garis pantai kearah laut lepas. Luas perairan laut Provinsi Lampung diperkirakan lebih kurang km (atlas sumberdaya pesisir Lampung, 1999). Panjang garis pantai Provinsi Lampung lebih kurang km, yang membentuk 4 (empat) wilayah pesisir, yaitu Pantai Barat (210 km), Teluk Semangka (200 km), Teluk Lampung dan Selat Sunda (160 km), dan pantai Timur (270 km), batas administrasi wilayah Provinsi Lampung adalah : 37

2 38 a. Sebelah Utara dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu b. Sebelah Selatan dengan Selat Sunda c. Sebelah Timur dengan Laut Jawa d. Sebelah Barat dengan Samudera Indonesia Provinsi Lampung dengan Ibu Kota Bandar Lampung, yang merupakan gabungan dari Kota Kembar Tanjungkarang dan Telukbetung memiliki wilayah yang relatif luas dan menyimpan potensi kelautan. Pelabuhan utamanya bernama Panjang dan Bakauhuni serta Pelabuhan nelayan seperti Pasar Ikan (Telukbetung), Tarahan dan Kalianda di Teluk lampung. Sedangkan di Teluk Semangka adalah Kota Agung dan Laut Jawa terdapat pula pelabuhan nelayan seperti labuhan Maringgai dan ketapang. Disamping itu Kota Menggala juga dapat dikunjungi kapal-kapal nelayan dengan menyusuri sungai Way Tulang bawang, adapun samudera Indonesia terdapat Pelabuhan Krui. Lapangan terbang utamanya adalah Radin Inten II yaitu nama baru dari Branti 28 Km dari ibukota melalui jalan negara menuju Kotabumi dan lapangan terbang AURI terdapat di Manggala yang bernama Astra Ksetra( 2. Pemerintahan Provinsi Lampung Berdasarkan Peratutan Pemerintah Nomor 3 tahun 1964, yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964 Karesidenan Lampung ditingkatkan menjadi Provinsi lampung dengan IbuKota Tanjungkarang-Telukbetung. kemudian

3 39 berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 1983 telah diganti namanya menjadi Kotamadya Lampung terhitung tanggal 17 Juni Administrasi Pemerintahan di Provinsi Lampung dibagi dalam 14 (empat belas) Kabupaten/Kota yang selanjutnya terdiri dari beberapa wilayah kecamatan dengan perincian sebagai berikut: Tabel 4.1 Pemerintahan Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Luas wilayah Jumlah Kecamatan No Kabupaten/Kota (Km 2 ) 1 Kota Bandar Lampung Kota Metro Kabupaten Lampung Barat Kabupaten Tanggamus Kabupaten Lampung Selatan Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Utara Kabupaten Way Kanan Kabupaten Tulang Bawang Kabupaten Pesawaran Kabupaten Pringsewu Kabupaten Mesuji Kabupaten Tulang Bawang Barat Sumber : data diolah ( Tabel di atas menunjukkan bahwa Provinsi Lampung terdiri dari 12 Kabupaten dan 2 Kotamadya. Dari ke 14 (empat belas) wilayah Kabupaten/Kota Provinsi Lampung yang paling luas adalah Kabupaten Tulang Bawang namun hanya terbagi dalam 15

4 40 kecamatan bisa dikatakan di Kabupaten Tulang Bawang wilayahnya luas-luas tiap kecamatannya. 3. Kependudukan Berdasarkan data kependudukan pada tahun 2000 penduduk Provinsi Lampung berjumlah jiwa dan rata-rata kepadatan penduduk per Kabupaten/Kota di Provinsi lampung 189 jiwa per Km 2 dan untuk tahun 2015 jumlah penduduk menurut hasil sensus penduduk jumlah penduduk Provinsi Lampung sebesar jiwa dan rata-rata kepadatan penduduk per Km 2 Hal itu menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 15 tahun Provinsi Lampung mengalami peningkatan jumlah penduduk sebesar 17%. Berikut adalah tabel sajian data penduduk Provinsi Lampung perkabupaten/kota tahun 2015 : Tabel 4.2. Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun 2015 Jenis Kelamin No Kab/ Kota Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Kota Bandar Lampung Kota Metro Kabupaten Lampung Barat Kabupaten Tanggamus Kabupaten Lampung Selatan Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Utara Kabupaten Way Kanan Kabupaten Tulang Bawang

5 41 Jenis Kelamin Jumlah No Kab/ Kota Laki-laki Perempuan 11 Kabupaten Pesawaran Kabupaten Pringsewu Kabupaten Mesuji Kabupaten Tulang Bawang Barat Sumber : data diolah ( 4. Pertumbuhan Perekonomian Pertumbuhan ekonomi Lampung Tahun 2013 sebesar 5,97%. Pertumbuhan ini mengalami perlambatan dibanding Tahun 2012 yang mencapai 6,53%. Hal ini merupakan gejala nasional, yang tercermin pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang juga mengalami penurunan akibat krisis ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi Lampung tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebesar 5,78% dan pertumbuhan provinsi se-sumatera yang rata-rata 5,27%. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi Tahun 2013 tertinggi pada sektor pertambangan & penggalian (10,66%) dan sektor listrik, gas & air minum (10, 05%). Sektor yang juga tumbuh tinggi adalah sektor lembaga keuangan, persewaan & jasa perusahaan (9,48%) serta sektor jasa-jasa (9,39%). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Tahun 2013 tertinggi pada impor (33,82%) yaitu impor antar provinsi (38,48%) dan ekspor (25,27%) yaitu ekspor antar provinsi (32,85%).

6 42 Gambar 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Lampung dan Nasional Sumber: Tinjauan Perkembangan Ekonomi Tahun 2013 ( ebcfe60d.pdf) 5. Ketenagakerjaan Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Provinsi Lampung menunjukkan peningkatan. TPAK yang mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi mengalami peningkatan 64,84 pada Agustus 2013 menjadi 66,99 pada Agustus Tabel 4.3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Provinsi Lampung Indikator Februari Agustus Februari Agustus Penduduk Usia Kerja (15 Tahun keatas) Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Bukan Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)% Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) % Setengah Pengangguran (SP) SP Terpaksa SP Paruh Waktu Sumber: BPS Prov. Lampung

7 43 Hal ini memperlihatkan pasokan tenaga kerja yang tersedia mengalami peningkatan jumlah angkatan kerja dibandingkan dengan peningkatan jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas. Hampir seluruh TPAK Kabupaten/Kota Provinsi Lampung mengalami peningkatan. Peningkatan terbesar terjadi di Lampung Utara dan Kabupaten Tanggamus. Sementara itu TPAK beberapa Kabupaten/Kota Provinsi Lampung mengalami penurunan dengan penurunan terbesar terjadi Kabupaten Lampung Barat. Berbedanya peningkatan tenaga kerja ini disebabkan oleh banyaknya investor asing yang mendirikan perusahaan dan juga tambang diwilayah Tanggamus dan Lampung Utara, yang didukung oleh kementrian perindustrian. Kawasan Industri Tanggamaus juga dimasukan kedalam salah satu program prioritas pengembangan kawasan diluar Jawa. Struktur lapangan kerja masih di dominasi oleh sektor pertanian. Pada Agustus 2014 sektor pertanian, sektor perdagangan dan sektor jasa kemasyarakatan secara berurutan masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Provinsi Lampung dengan porsi masing-masing sebesar 48,9%, 18% dan 14,3%. Peningkatan tertinggi jumlah penduduk bekerja di sektor kontruksi, diikuti dengan sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, serta sektor jasa kemasyarakatan. Banyaknya realisasi proyek infrastruktur pemerintah diakhir tahun menjadi pendorong bertambahnya jumlah pekerja di sektor-sektor tersebut.

8 44 Tabel 4.4 Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Provinsi Lampung No 1 Lapangan Pekerjaan Utama Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan Februari Agustus Februari Agustus 1, , , , Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Minum Konstruksi Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estate, dan Usaha Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa Kemasyarakat, Sosial dan Sumber: BPS Prov. Lampung Kualitas penduduk yang bekerja relatif tidak mengalami perbaikan. penyerapan tenaga kerja sebagian masih didominasi oleh penduduk yang berpendidikan rendah (SD kebawah) dengan porsi 46,9%. Sementara itu pekerja yang berpendidikan tinggi hanya mencakup 7,8%, sedangkan sisanya hanya pekerja dengan pendidikan menengah. Dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya komposisi ini tidak banyak mengalami perubahan yang signifikan.

9 45 Tabel 4.5. Komposisi Angkatan kerja Menurut Pendidikan Provinsi Lampung Pendidikan Februari Agustus Februari Agustus SD Kebawah SMP SMA D I/ II/ III dan Universitas Sumber: BPS Prov. Lampung B. Deskripsi Data 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun Kontribusi PAD dalam APBD merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah. Tujuan otonomi daerah yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, akan terwujud jika daerah mampu meningkatkan pelayanan dan membiayai pembangunan dari sumber pembiayaan sendiri. Tabel 4.6. PAD Kabupaten/Kota Provinsi Lampung tahun (dalam Miliar) Pendapatan Asli Daerah No Kabupaten / Kota Bandar Lampung 300, , ,240 2 Metro 48,377 59,224 70,071 3 Lampung Barat 25,278 33,829 42,381 4 Tanggamus 18,672 22,017 25,362 5 Lampung Selatan 80, , ,641 6 Lampung Timur 49,824 40,651 31,478 7 Lampung Tengah 101,060 81,780 62,500 8 Lampung Utara 21,351 40,850 60,349

10 46 Pendapatan Asli Daerah No Kabupaten / Kota Way Kanan 10,148 24,831 39, Tulang Bawang 23,152 36,242 49, Pesawaran 25,710 25,933 26, Pringsewu 29,090 30,421 31, Mesuji 8,269 10,021 11, Tulang Bawang Barat 5,840 10,345 14,850 Sumber: BPS Provinsi Lampung Tabel di atas menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung tahun sebagian besar mengalami peningkatan, kecuali Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah yang mengalami penurunan di tiap tahunnya. Penurunan PAD Kabupaten Lampung Timur disebabkan oleh tiga faktor utama (Elfiza, 2016: 12), yaitu: pertama kinerja Seksi Penagihan Pajak dan Retribusi Daerah DPPKAD Kabupaten Lampung Timur kinerjanya sedang atau cukup. Kedua, pencapaian dalam penerimaan PBB di Kabupaten Lampung Timur lima tahun terakhir tidak pernah mencapai hasil maksimal yaitu 100%, bahkan pada tahun 2014 terjadi penurunan penerimaan 91,19% pada tahun 2013 menjadi 90,10% pada tahun 2014, sedangkan pada tahun 2014 telah berlaku pendaerahan PBB. Terakhir, belum ada pelatihanpelatihan ataupun seminar-seminar terkait dengan PBB yang diterima oleh Seksi Penagihan Pajak dan Retribusi Daerah DPPKAD Kabupaten Lampung Timur.

11 47 2. Total Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Lampung tahun Pendapatan daerah sebagai penerimaan kas daerah merupakan sarana pemerintah daerah untuk melaksanakan tujuan, mengoptimalkan kemakmuran rakyat yaitu menumbuh kembangkan masyarakat disegala bidang kehidupan. Sektor pendapatan daerah memegang peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah. Tabel 4.7. TPD Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun (dalam Miliar) Total Pendapatan Daerah No Kabupaten / Kota Bandar Lampung 1,459,471 1,688,412 1,917,352 2 Metro 550, , ,994 3 Lampung Barat 756, , ,669 4 Tanggamus 826, , ,737 5 Lampung Selatan 1,129,151 1,198,779 1,268,408 6 Lampung Timur 1,225,727 1,366,783 1,507,840 7 Lampung Tengah 1,511,325 1,613,953 1,716,582 8 Lampung Utara 972,334 1,114,467 1,256,599 9 Way Kanan 696, , , Tulang Bawang 653, , , Pesawaran 676, , , Pringsewu 738, , , Mesuji 446, , , Tulang Bawang Barat 520, , ,454 Sumber: BPS Provinsi Lampung

12 48 Tabel di atas menunjukkan bahwa Total Pendapatan Daerah (TPD) tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung tahun semuanya mengalami peningkatan di tiap tahunnya. 3. Belanja Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Lampung tahun Belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi equitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Tabel 4.8. Belanja Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Lampung tahun (dalam Miliar) Belanja Daerah No Kabupaten / Kota Bandar Lampung 1,464,988 1,779,859 2,094,730 2 Metro 518, , ,914 3 Lampung Barat 737, , ,291 4 Tanggamus 829, , ,974 5 Lampung Selatan 1,117,184 1,163,924 1,210,664 6 Lampung Timur 1,248,733 1,410,275 1,571,816 7 Lampung Tengah 1,454,637 1,612,488 1,770,338 8 Lampung Utara 976,393 1,109,303 1,242,213 9 Way Kanan 631, , , Tulang Bawang 644, , , Pesawaran 672, , , Pringsewu 726, , , Mesuji 437, , , Tulang Bawang Barat 507, , ,584 Sumber: BPS Provinsi Lampung Dilihat dari kontribusinya kecenderungan belanja daerah terus meningkat disetiap tahunnya baik Kota maupun Kabupaten yang ada di Provinsi Lampung.

13 49 4. Pendapatan Transfer Kabupaten/Kota Provinsi Lampung tahun Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar daerah. Tabel 4.9. Pendapatan Transfer Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun (dalam Miliar) Pendapatan Transfer No Kabupaten / Kota Bandar Lampung 901, ,894 1,083,948 2 Metro 406, , ,277 3 Lampung Barat 603, , ,237 4 Tanggamus 673, , ,450 5 Lampung Selatan 857, , ,290 6 Lampung Timur 1,005,610 1,073,833 1,142,056 7 Lampung Tengah 1,168,517 1,251,072 1,333,626 8 Lampung Utara 798, , ,318 9 Way Kanan 579, , , Tulang Bawang 543, , , Pesawaran 574, , , Pringsewu 572, , , Mesuji 393, , , Tulang Bawang Barat 433, , ,953 Sumber: BPS Provinsi Lampung Tabel di atas menunjukan selama kurun waktu ( ), jumlah dana perimbangan yang dialokasikan dari pusat ke daerah terus mengalami peningkatan.

14 50 5. Dana Alokasi Umum Kabupaten/Kota Provinsi Lampung tahun DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Setiap daerah memperoleh besaran DAU yang tidak sama, karena harus dialokasikan atas dasar besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) dan alokasi dasar. Tabel DAU Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun (dalam Miliar) DAU No Kabupaten / Kota Bandar Lampung 762, , ,968 2 Metro 330, , ,244 3 Lampung Barat 486, , ,111 4 Tanggamus 530,838, 600, ,794 5 Lampung Selatan 686, , ,301 6 Lampung Timur 763, , ,523 7 Lampung Tengah 954,226 1,086,335 1,218,443 8 Lampung Utara 661, , ,009 9 Way Kanan 450, , , Tulang Bawang 412, , , Pesawaran 476, , , Pringsewu 443, , , Mesuji 294, , , Tulang Bawang Barat 323, , ,080 Sumber: BPS Provinsi Lampung C. Deskripsi Hasil Analisis Data Analisis terhadap kemampuan keuangan daerah Provinsi Lampung dalam penelitian ini adalah suatu proses penilaian mengenai tingkat kemajuan pencapaian kinerja keuangan daerah Provinsi Lampung dan juga kemampuan keuangan daerah Provinsi Lampung untuk kurun waktu Indikator yang digunakan oleh peneliti

15 51 untuk menganalisis kinerja keuangan dan kemampuan daerah Provinsi Lampung pada penelitian ini adalah indikator keuangan daerah ditinjau dari rasio kemandirian, rasio ketergantungan keuangan daerah, rasio desentralisasi fiskal dan rasio efektivitas. Serta indicator kemampuan keuangan daerah ditinjau dari Indeks k Kemampuan Rutin (IKR), rasio DAU (RDAU), rasio pertumbuhan APBD. Dari analisa data tersebut nantinya dapat diketahui kinerja keuangan dan kemampuan keuangan daerah Provinsi Lampung. Berikutnya akan dilakukan analisis dari keduanya : 1. Indikator Kinerja Keuangan Daerah Provinsi Lampung tahun a. Rasio Kemandirian Rasio kemandirian keuangan daerah (RKKD) dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini: Pendapatan Asli Daerah RKKD= Pendapatan Transfer (4.1) Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukkan tingkat kemampuan keuangan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahannya, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Hasil dari perhitungan rasio kemandirian keuangan daerah dapat dilihat pada tabel 4.11 di bawah ini :

16 52 Tabel Perhitungan Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten/Kota Provinsi Lampung tahun Anggaran Rasio Kemandirian No Kab/Kota Keuangan Kriteria Rata- Rata Bandar Lampung CUKUP 2 Metro RENDAH 3 Lampung Barat SANGAT RENDAH 4 Tanggamus SANGAT RENDAH 5 Lampung Selatan RENDAH 6 Lampung Timur SANGAT RENDAH 7 Lampung Tengah SANGAT RENDAH 8 Lampung Utara SANGAT RENDAH 9 Way Kanan SANGAT RENDAH 10 Tulang Bawang SANGAT RENDAH 11 Pesawaran SANGAT RENDAH 12 Pringsewu SANGAT RENDAH 13 Mesuji SANGAT RENDAH 14 Tulang Bawang Barat SANGAT RENDAH Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.11 di atas menunjukan bahwa rasio kemandiran keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung pada tahun 2012, rataratanya sebesar 6,91 persen, kemudian di tahun 2013, rata-ratanya sebesar 7,65 persen, dan di tahun 2014, rata-ratanya sebesar 8,25 persen. Jika dibandingkan dengan kriteria kemandiran yang digunakan dalam penelitian ini, maka angka tersebut (6,91 persen, 7,65 persen, dan 8,25 persen) berada diantara level 0,00 10,00 (Bisma dan Susanto 2010). Hasil analisis ini dapat diinterpretasi bahwa sebagian besar (13 Kabupaten/Kota) kemandiran keuangan daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung tergolong kurang dan/ atau sangat rendah, kecuali Kota Bandar Lampung yang tergolong cukup mandiri. Mayoritas kondisi kemandirian keuangan Kabupaten/ Kota di Indonesia sama dengan Kabupaten/ Kota di Provinsi Lampung yang mana ibu

17 53 kota Provinsi lebih memiliki kemandirian keuangan yang baik dibandingkan Kabupaten/ Kota dalam satu Provinsi. Rendahnya Rasio Kemandirian Keuangan Kabupaten/Kota Provinsi Lampung tahun Anggaran disebabkan oleh rendahnya PAD sehingga Pendapatan Transfer Pusat terhadap daerah-daerah di Kabupaten/ Kota Lampung lebih dominan. PAD yang rendah ini karena realisasi PAD belum mencapai target. b. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Rasio ketergantungan keuangan daerah (RKKD) dapat dihitung mengggunakan rumus berikut : (4.2) Rasio ketergantungan keuangan daerah ini menggambarkan perbandingan besarnya Pendapatan Asli daerah (PAD) dengan total penerimaan APBD tanpa subsidi. Rasio ini akan menggambarkan kinerja keuangan daerah dalam membiayai pemerintahannya tanpa adanya subsidi. Hasil dari perhitungan rasio ketergantungan keuangan daerah dapat dilihat pada tabel 4.12 di bawah ini :

18 54 Tabel Perhitungan Rasio Ketergantungan Keuangan Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun Anggaran Rasio Ketergantungan No Kab/Kota Keuangan Kriteria Rata- Rata Bandar Lampung SANGAT TINGGI 2 Metro SANGAT TINGGI 3 Lampung Barat SANGAT TINGGI 4 Tanggamus SANGAT TINGGI 5 Lampung Selatan SANGAT TINGGI 6 Lampung Timur SANGAT TINGGI 7 Lampung Tengah SANGAT TINGGI 8 Lampung Utara SANGAT TINGGI 9 Way Kanan SANGAT TINGGI 10 Tulang Bawang SANGAT TINGGI 11 Pesawaran SANGAT TINGGI 12 Pringsewu SANGAT TINGGI 13 Mesuji SANGAT TINGGI 14 Tulang Bawang Barat SANGAT TINGGI Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.12 di atas menunjukan bahwa rasio ketergantungan keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung pada tahun 2012, rata-ratanya sebesar 79,62 persen, kemudian di tahun 2013, rata-ratanya sebesar 78,99 persen, dan di tahun 2014, rata-ratanya sebesar 78,51 persen. Jika dibandingkan dengan kriteria ketergantungan yang digunakan dalam penelitian ini, maka angka tersebut (79,62 persen, 78,99 persen, dan 78,51) berada >50 persen (Bisma dan Susanto 2010). Hasil analisis ini dapat diinterpretasi bahwa semua Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah sangat tergantung pada dana transfer dari Pemerintah Pusat. Besarnya ketergantungan Kabupaten/ Kota lampung pada Pusat dipengaruhi oleh pengelolaan dalam memeperolah PAD yang maksimal.

19 55 c. Rasio Efektivitas Rasio efektivitas dapat dilihat dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Realisasi Pendapatan Asli Daerah RE = x 100%... (4.4) Target Pendapatan Asli Daerah Rasio efektivitas menggambarkan kinerja keuangan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Semakin tinggi rasio efektivitas, maka semakin baik kinerja pemerintah daerah. Hasil perhitungan rasio efektivitas dapat dilihat pada tabel 4.13 di bawah ini : Tabel 4.13 Perhitungan Rasio Efektivitas Provinsi Lampung tahun anggaran Rasio Efektifitas Rata- No Kab/Kota Rata 1 Bandar Lampung Metro Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang No Kab/Kota Rasio Efektifitas Rata- Rata 11 Pesawaran Pringsewu Mesuji Tulang Bawang Barat

20 56 Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.13 di atas menunjukan bahwa rasio efektifitas keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung pada tahun 2012, rataratanya sebesar 103,03 persen, kemudian di tahun 2013, rata-ratanya sebesar 97,13 persen, dan di tahun 2014, rata-ratanya sebesar 97,44 persen. Jika dibandingkan dengan kriteria efektifitas yang digunakan dalam penelitian ini, maka angka tersebut (103,03 persen, 97,13 persen, dan 97,44 persen) berada >90 persen (Bisma dan Susanto 2010). Hasil analisis ini dapat diinterpretasi bahwa pada tahun 2012, rata-rata Kabupaten/Kota berhasil merealisasikan PAD melebihi target yang ditetapkan. Sementara untuk tahun 2013 dan tahun 2014, rata-rata Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung belum berhasil merealisasikan PAD sesuai dengan target yang ditetapkan. Penurunan Kriteria keberhasilan sebagian besar Kabupaten/ Kota dalam merealisasikan PAD (Taryoko, 2016 : 14) pada tahun dipengaruhi oleh penyajian laporan keuangan pada lembaga pemerintahan daerah yang sifat dan cakupannya berbeda dengan penyajian laporan keuangan oleh lembaga perusahaan yang bersifat komersial. Selama ini penyusunan APBD masih dilakukan berdasarkan pertimbangan incremental budget, yaitu besarnya masing-masing komponen pendapatan dan pengeluaran dihitung dengan meningkatkan sejumlah persentase tertentu (biasanya berdasarkan tingkat inflasi). Penyusunan dengan pendekatan incremental tersebut, sering kali mengabaikan bagaimana rasio keuangan dalam APBD. Misalkan adanya prinsip yang penting pendapatan naik meskipun untuk menaikkan itu diperlukan biaya yang tidak

21 57 efisien. Menurut Pasal 20 Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000, APBD seharusnya disusun dengan pendekatan kinerja (performance budget). Penelitian keberhasilan APBD sebagai penilaian pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah lebih ditekankan pada pencapaian target, sehingga kurang memperhatikan bagaimana perubahan yang terjadi pada komposisi ataupun struktur APBDnya. 2. Indikator Kemampuan keuangan Kabupaten/Kota Provinsi Lampung tahun a. Rasio DAU (RDAU) Mengukur Rasio DAU (RDAU) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : Rasio Dana Alokasi Umum (RDAU) = DAU x100%... (4.6) TPD Rasio DAU ini merupakan perbandingan antara besarnya Dana Alokasi Umum dengan APBD. Rasio DAU akan menggambarkan ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah, sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar. Hasil perhitungan Rasio DAU Provinsi Lampung dapat dilihat pada tabel 4.14 di bawah ini :

22 58 Tabel 4.14 Perhitungan Rasio DAU (RDAU) Provinsi Lampung Tahun Anggaran Rasio Dana Alokasi No Kab/Kota Umum Rata- Rata Bandar Lampung Metro Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Pringsewu Mesuji Tulang Bawang Barat Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.14 di atas menunjukan bahwa rasio DAU Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung pada tahun 2012, rata-ratanya sebesar 63 persen, kemudian di tahun 2013, rata-ratanya sebesar 65,58 persen, dan di tahun 2014, rata-ratanya sebesar 67,90 persen. Hasil analisis ini dapat diinterpretasi bahwa transfer DAU masih berperan sangat besar dalam postur APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, dimana kontribusinya >60 persen dalam pembiayaan penyelenggeraan pemerintahan daerah. Terjadinya hal ini masih berkaitan erat dengan hasil perhitungan Rasio Kemandirian, Rasio Ketergantuangan Keuangan Daerah dan Rasio Efektivitas Kabupaten/ Kota Lampung yang belum mandiri dalam meengelola daerahnya.

23 59 b. Rasio Pertumbuhan APBD Rasio pertumbuhan APBD dapat dirumuskan menggunakan rumus sebagai berikut : r= Pn Pn1 x 100%... (4.7) Pn1 Dimana : r = Pertumbuhan Pn = Data yang dihitung pada tahun ke-n Pn1 = Data yang dihitung pada tahun ke-0 Rasio pertumbuhan menggambarkan semakin tinggi nilai PAD, TPD dan Belanja Pembangunan yang diikuti oleh semakin rendahnya Belanja Rutin, maka pertumbuhannya adalah positif. Artinya bahwa daerah yang bersangkutan telah mampu mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhannya dari periode satu ke periode yang berikutnya. Hasil perhitungan Rasio pertumbuhan dapat dilihat pada tabel 4.15 di bawah ini : Tabel 4.15 Perhitungan Rasio Pertumbuhan Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun Anggaran No Kab/Kota Rasio Pertumbuhan Rata Rata 1 Bandar Lampung Metro Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur -18, Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Pringsewu Mesuji Tulang Bawang Barat

24 60 Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.15 di atas menunjukan bahwa rata-rata rasio pertumbuhan PAD Kabupaten/Kota di tahun 2012 bernilai positif, yaitu sebesar 34,1%, di tahun 2013 rata-ratanya sebesar 34,1% dan di tahun 2014 rata-ratanya sebesar 18,4%. Jika dilihat pada masing-masing Kabupaten/Kota, rasio pertumbuhan PAD untuk 12 Kabupaten/Kota memiliki tren pertumbuhan yang negatif selama kurun waktu Hanya Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah yang memiliki tren pertumbuhan PAD-nya negatif selama kurun waktu yang sama. Hasil analisis ini dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dinilai sudah mampu mempertahankan dan meningkatkan PAD dari tahun ke tahun. D. Pembahasan 1. Kinerja Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Dalam mendeskripsikan seberapa baik kinerja keuangan daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, maka terdapat tiga ukuran penilaian yang digunakan, yakni ukuran kemandiran keuangan, ketergantungan keuangan dan efektifitas dalam merealisasikan PAD. Ketiga ukuran ini dimaksudkan untuk melihat tingkat capaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi anggaran dan realisasi dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang undangan selama satu periode anggaran. Kemandirian keuanngan yang dimiliki sebagian besar Kabupaten/ Kota Lampung masih sangat

25 61 rendah, sehingga ketergantungan keuangan terhadap pusat masih tinggi yang berakibat pada efektifitas dalam merealisasikan PAD masih buruk. Pertama, menilai kinerja keuangan berdasarkan ukuran kemandiran. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa dalam kurun waktu , rata-rata rasio kemandiran Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung masih sangat rendah, yakni sebesar 7,59 persen. Artinya bahwa kontribusi PAD sebagai tolok ukur kemandiran daerah berperan sangat kecil dalam pembiayaan penyelenggaran pemerintahan di daerah. Berdasarkan masing-masing rasio kemandiran, hanya Kota Bandar Lampung yang berada dalam kategori cukup mandiri, sementara 13 Kabupaten/Kota lainnya berada dalam kategori sangat kurang mandiri. Dari seluruh Kabupaten/Kota yang diteliti, Kabupaten Way Kanan dan Kabupaten Tulang Bawang Barat termasuk yang paling rendah kemandirannya, yakni masing-masing rasionya hanya sebesar 1,2 1,7 persen. Hal ini disebabkan masih rendanya kinerja anggota pemerintah daerah karena kurangnya keterampilan sesuai posisi dan ketentuan baru yang diterapkan. Kemandarian keuangan yang rendah menjadi kendala pemerintah daerah dalam mempercepat proses pembangunan di daerah. Salah satunya adalah penyediaan pelayanan publik, baik kuantitas maupun kualitasnya. Hal dinilai penting karena, pelayanan publik yang buruk akan membuat masyarakat enggan untuk membayar pajak dan retribusi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Halim (2008) jika pemerintah daerah berupaya meningkatkan kemandirian keuangan, maka partisipasi masyarakat perlu diperhatikan. Wujud dari partisipasi tersebut adalah kepeduliaan masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi. Semakin tinggi masyarakat

26 62 membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi Kedua, menilai kinerja keuangan berdasarkan ketergantungan keuangan daerah. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa dalam kurun waktu , rata-rata rasio ketergantungan Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung masih sangat tinggi, yakni sebesar 79,04 persen. Karena rasio ketergantungan merupakan perbandingan antara pendapatan transfer dengan total pendapatan daerah, maka berdasarkan analisis ini, menunjukan bahwa sebesar 79,04 persen postur APBD diisi oleh dana transfer. Tingkat ketergantungan keuangan daerah merupakan gambaran atas tingkat kemampuan daerah dalam membiayai aktifitas pembangunan daerah melalui optimalisasi PAD. Jika ketergantungannya tinggi, maka daerah dikatakan belum mandiri dalam membiayai kebutuhan daerahnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mardiasmo (2002) bahwa tingginya tingkat kebutuhan daerah yang tidak seimbang dengan kapasitas fiskal akan menimbulkan kesenjangan fiskal. Jika postur pendapatan APBD lebih besar diisi oleh pendapatan transfer dari pusat, maka ada indikasi bahwa tidak ada peningkatan penyelenggaran otonomi, di lain sisi membuat daerah terlena dan tidak leluasa untuk mengurangi tingkat ketergantungan tersebut. Dengan demikian, pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan PAD melalui pengidentifikasian sumber-sumber pendapatan di daerah. Dilain sisi, pemerintah daerah harus benar-benar mengatur pengeluaran daerah secara komprhensif, agar dapat mengurangi pengeluaran yang tidak terlalu penting dan cenderung menimbulkan pemborosan.

27 63 Ketiga, menilai kinerja keuangan berdasarkan efektfitas dalam merealisasikan PAD. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa rasio efektifitas keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, rata-rata dalam kurun waktu >90 persen. Angka ini memiliki arti bahwa kategori kinerja keuangan berada pada kategori efektif. Artinya bahwa, rata-rata Kabupaten/Kota berhasil merealisasikan PAD melebihi target yang ditetapkan. Sementara untuk tahun 2013 dan tahun 2014, rata-rata Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung belum berhasil merealisasikan PAD sesuai dengan target yang ditetapkan. Realisasi PAD yang tidak sesuai dengan target pada tahun ini antara lain dipengaruhi (Elfiza, 2016: 12) oleh banyak ditemukan adanya tanah yang telah dijual oleh penduduk tanpa adanya BBN (Be Balik Nama). Sedangkan data yang digunakan untuk penagihan adalah data yang tercatat. Kurang kooperatifnya penduduk asli (pribumi) dalam hal pembayaran pajak, khususnya di Kecamatan Sukadana yang merupakan sentral penduduk asli Lampung. Adanya tanah kosong yang ditinggal pemiliknya atau tidak diketahui siapa WP (wajib pajak) Namun upayanya nilai sudah efektif, sekalipun masih terdapat Kabupaten/Kota yang belum mencapai target PAD. Hal ini menggambarkan bahwa masih terdapat kendala pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan di daerah. 2. Kemampuan Keuangan Daerah Provinsi Lampung Dalam mendeskripsikan seberapa baik kemampuan keuangan daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, maka terdapat tiga ukuran penilaian yang digunakan, yakni

28 64 ukuran rasio DAU dan rasio pertumbuhan PAD. Kedua ukuran ini dimaksudkan untuk melihat tingkat capaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi anggaran dan realisasi dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang undangan selama satu periode anggaran. Pertama, menilai kemampuan keuangan daerah berdasarkan rasio DAU. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa rata-rata rasio DAU Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung pada kurun waktu sebesar 65,48 persen. Hasil ini menunjukan bahwa transfer DAU masih berperan sangat besar dalam postur APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, dimana kontribusinya >60 persen dalam pembiayaan penyelenggeraan pemerintahan daerah. Temuan ini mengindikasikan bahwa posisi keuangan pemerintah daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung akan sulit difokuskan pada percepatan pembangunan dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Ketika porsi transfer DAU lebih besar dala postur APBD, maka dana ini cenderung lebih banyak digunakan untuk membiayayai belanja pegawai, sehingga konsekuensinya belanja pembangunan akan cenderung menjadi kecil. Pada prinsipnya, pemerintah daerah perlu memaksimalkan sumber-sumber penerimaan untuk menstimulasi pembiayayaan di bidang pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Kedua, menilai kemampuan keuangan berdasarkan rasio pertumbuhan PAD. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa rata-rata rasio pertumbuhan PAD

29 65 Kabupaten/Kota di tahun 2012 bernilai negatif, yaitu sebesar -0,18 persen, di tahun 2013 rata-ratanya sebesar -0,18 persen, dan di tahun 2014 rata-ratanya sebesar -0,11 persen. Rata-rata rasio pertumbuhan dalam kurun waktu sebesar -0,15 persen. Dari 14 Kabupaten/Kota yang diteliti, hanya Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah yang memiliki tren pertumbuhan PAD-nya positif selama kurun waktu yang sama. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dinilai belum mampu mempertahankan dan meningkatkan PAD dari tahun yang satu ke tahun berikutnya. Ketika pertumbuhan PAD suatu daerah memiliki tren negatif, maka terindikasi lemahnya menajemen pengelolaan PAD. Dalam konteks ini, maka Mardiasmo (2002) berpendapat bahwa pemerintah daerah hendaknya menjamin bahwa potensi penerimaan telah dikumpul dan tercatat dengan benar. Dalam hal ini, pemerintah daerah perlu memiliki sistem pengendalian yang memadai untuk menjamin penerimaan yang tidak disetor atau disalahgunaan. Dilain sisi, perlu diteliti dan membangun keasadaran masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi. Jika langkah-langkah ini diseriusi oleh pemerintah daerah, maka diharapkan mendorong penerimaan pada pos Pendapatan Asli Daerah.

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 A. Gambaran Umum Provinsi Lampung BAB IV GAMBARAN UMUM Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung tanggal 18 Maret 1964. Secara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Bujur Timur sampai 105º50 (BT) Bujur Timur dan 3º45 (LS) Lintang Selatan

BAB IV GAMBARAN UMUM. Bujur Timur sampai 105º50 (BT) Bujur Timur dan 3º45 (LS) Lintang Selatan 55 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan 103º40 (BT) Bujur Timur sampai 105º50 (BT) Bujur Timur dan 3º45 (LS) Lintang Selatan sampai 6º45 (LS)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Provinsi Lampung dengan menggunakan data

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Provinsi Lampung dengan menggunakan data 46 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan pada Provinsi Lampung dengan menggunakan data sekunder yang ditunjang dengan studi kepustakaan. Data yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 AGUSTUS 2017 TINGKAT PENGANGGUR- AN TERBUKA SEBESAR 4,33 PERSEN Penduduk yang bekerja pada Agustus 2017 berkurang

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PROFIL PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN DI PROVINSI LAMPUNG 2016

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PROFIL PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN DI PROVINSI LAMPUNG 2016 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PROFIL PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN DI PROVINSI LAMPUNG 2016 DEPUTI PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN 2016 i KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. kepustakaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Anggaran

METODE PENELITIAN. kepustakaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Anggaran 46 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan pada sepuluh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Lampung dengan menggunakan data sekunder yang ditunjang dengan studi kepustakaan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan alat uji statistik berupa uji beda maka variabel yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. menggunakan alat uji statistik berupa uji beda maka variabel yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian Untuk menganalisis perbandingan kinerja dua sample (sample tidak bebas) dengan menggunakan alat uji statistik berupa uji beda maka variabel yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam hal keuangan maupun pelayanan daerah serta mengelola kekayaan daerah baik dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografi dan Demografi Provinsi Jawa Timur terletak pada 111,0 hingga 114,4 Bujur Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Lampung

METODE PENELITIAN. terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Lampung 61 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Lampung 2007-2011.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. (time series), yaitu tahun yang diperoleh dari Bag. Keuangan Pemda Lampung

METODE PENELITIAN. (time series), yaitu tahun yang diperoleh dari Bag. Keuangan Pemda Lampung 34 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah adalah jenis data sekunder dalam runtun waktu (time series), yaitu tahun 2006-2010 yang diperoleh dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program di segala bidang secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Tanggamus, dengan melakukan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Tanggamus, dengan melakukan 38 BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Tanggamus, dengan melakukan pengumpulan data pada objek yang diteliti. Data yang digunakan dalam penulisan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan suatu penyerahan kewenangan yang diberikan dari pemerintah pusat yang mana dalam pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu bentuk harapan yang

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 31/05/32/Th. XVII, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,40 PERSEN Berdasarkan hasil Sakernas bulan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 66 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi Geografis a. Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes merupakan salah satu kabupaten terluas di Jawa Tengah yaitu pada posisi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 29/05/32/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 Angkatan kerja pada Februari 2017 sebanyak 22,64 juta orang, naik sekitar 0,46 juta orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah pada prinsipnya lebih berorientasi kepada pembangunan dengan berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan daerah untuk mengatur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik Provinsi Lampung ( time series ) pada jangka waktu 6 tahun. terakhir yakni pada tahun 2006 hingga tahun 2007.

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik Provinsi Lampung ( time series ) pada jangka waktu 6 tahun. terakhir yakni pada tahun 2006 hingga tahun 2007. 31 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini seluruhnya adalah data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diterbitkan oleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan data sekunder yang berasal dari instansi atau dinas terkait.

III. METODE PENELITIAN. menggunakan data sekunder yang berasal dari instansi atau dinas terkait. 41 III. METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Sumber Data Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan metode deskriptif kuantitatif, dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas pemerintah secara profesional untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah telah melahirkan desentralisasi fiskal yang dapat memberikan suatu perubahan kewenangan bagi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif yaitu penelitian dilakukan

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif yaitu penelitian dilakukan 45 III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif yaitu penelitian dilakukan untuk memperlihatkan dan menguraikan keadaan dari objek penelitian. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

No. 03/05/81/Th.XVIII, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU 2017 Jumlah Angkatan Kerja di Provinsi Maluku pada Februari 2017 mencapai 769.108 orang, bertambah sebanyak 35.771 orang dibanding angkatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam data ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam data ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data 42 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam data ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang telah diolah dan diterbitkan oleh lembaga yang berkaitan.

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2015 No.08/05/62/Th.IX, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH FEBRUARI 2015 Februari 2015 : Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan Tengah Sebesar 3,14 persen Jumlah angkatan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. xxx/05/21/th. V, 10 Mei 2010 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN FEBRUARI 2010 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI TERENDAH DALAM EMPAT TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 28/05/32/Th. XVIII,4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,57 PERSEN Berdasarkan hasil Sakernas bulan

Lebih terperinci

BAB IV. Gambaran Umum Daerah Penelitian. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun

BAB IV. Gambaran Umum Daerah Penelitian. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 29 BAB IV Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung tanggal

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI MALUKU UTARA, AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI MALUKU UTARA, AGUSTUS 2015 No. 27/05/82/Th. XI, 06 Mei No. 67/11/82/Th XIV, 05 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI MALUKU UTARA, AGUSTUS : Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas (penduduk usia kerja) mencapai 773,18 ribu orang. Naik

Lebih terperinci

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR Oleh : HENNI SEPTA L2D 001 426 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2012 No.63/11/72/Th. XV, 5 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2012 AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Tengah Agustus 2012 mencapai 1.213.063

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepedulian terhadap potensi dan keanekaragaman daerah. daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

I. PENDAHULUAN. kepedulian terhadap potensi dan keanekaragaman daerah. daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki masa reformasi, penyelenggaraan otonomi daerah semakin dipandang perlu sebagai jawaban terhadap tuntutan penerapan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, FEBRUARI 2017 No. 27/05/82/Th. XI, 06 Mei 2014 30/05/82/Th XVI, 05 Mei KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, FEBRUARI Jumlah angkatan kerja di Maluku Utara pada mencapai 557,1 ribu orang bertambah 32,6 ribu orang dibanding

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (time series) yang

III. METODE PENELITIAN. Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (time series) yang 52 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (time series) yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung berupa publikasi

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2013 No.29/05/63/Th XVII/06 Mei 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2013 Jumlah penduduk angkatan kerja pada 2013 sebesar 1.937.493 jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 2,65

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU UTARA Keadaan Ketenagakerjaan Maluku Utara Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Maluku Utara sebesar 5,33 persen. Angkatan kerja pada Agustus

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2014 No.65/11/72/Th. XVII, 05 November 2014 AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Tengah Agustus 2014 mencapai

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2013 No. 26/05/14/Th. XIV, 6 Mei 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2013 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau pada Februari 2013 sebesar 4,13 persen Jumlah angkatan kerja di Riau pada Februari 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. 220/12/21/Th. V, 1 Desember 20 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 20 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI SEMAKIN TURUN Jumlah angkatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif 28 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperlihatkan dan menguraikan keadaan dari

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016 No. 06/11/53/Th. XIX, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,25 % Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTT Agustus 2016 mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran sistem pemerintahan sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dengan memberikan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2015 No. 60/11/14/Th. XVI, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015, TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 7,83 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2015 mencapai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT AGUSTUS 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 64/11/32/Th.XVIII, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT AGUSTUS 2016 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,89 PERSEN Provinsi Jawa Barat mengalami kenaikan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,31 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,31 PERSEN BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. 66/11/16/Th. XVIII, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) SEBESAR 4,31 PERSEN Jumlah angkatan kerja di

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014 No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 1,97% Angkatan kerja NTT pada Februari 2014 mencapai 2.383.116 orang, bertambah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Februari 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Februari 2017 No.08/05/62/Th. XI, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Februari 2017 Februari 2017 : Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan Tengah Sebesar 3,13 persen angkatan kerja

Lebih terperinci

PROFIL PEMBANGUNAN LAMPUNG

PROFIL PEMBANGUNAN LAMPUNG 1 PROFIL PEMBANGUNAN LAMPUNG A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Provinsi Lampung Secara Geografis terletak pada kedudukan : Timur - Barat berada antara : 103o 40' - 105o 50' Bujur Timur Utara - Selatan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 No.29 /05/17/XI, 5 Mei 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,81 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bengkulu pada Februari 2017 sebanyak

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016 No. 29 /05/17/Th X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,84

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah dalam mengelola potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT AGUSTUS 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 67/11/32/Th. XVII, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT AGUSTUS 2015 Agustus 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,72 PERSEN Jawa Barat mengalami penurunan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2015 No. 06/11/53/Th. XV, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2015 AGUSTUS 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,83 % Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTT Agustus 2015 mencapai

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, AGUSTUS 2016 No. 27/05/82/Th. XI, 06 Mei 2014 No. 65/11/82/Th XV, 07 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN MALUKU UTARA, AGUSTUS Jumlah angkatan kerja di Maluku Utara pada mencapai 524,5 ribu orang bertambah 10,9 ribu orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016 No. 29 /05/17/Th X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BENGKULU FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,84 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bengkulu pada Februari

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2013 No.64/II/72/Th. XVI, 6 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,27 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Tengah Agustus 2013 mencapai 1.228.337

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 40/05/21/Th. XI, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 9,03 PERSEN

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK No. 53/11/14/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Badan Pusat Statistik Provinsi Riau Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Riau Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2016 No. 056/11/14/Th. XVII, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016, TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 7,43 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2016

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Provinsi Lampung adalah data sekunder berupa PDRB tiap kabupaten/kota di

III. METODE PENELITIAN. Provinsi Lampung adalah data sekunder berupa PDRB tiap kabupaten/kota di 40 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan untuk menganalisis pengembangan potensi ekonomi lokal daerah tertinggal sebagai upaya mengatasi disparitas pendapatan di Provinsi

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016 No. 06/05/53/Th. XVI, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,59% Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTT Februari 2016 mencapai 3,59

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,94 PERSEN No. 26/05/14/Th.XVII, 4 Mei 2016 Jumlah angkatan kerja di Riau pada 2016 mencapai 2.978.238 orang,

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2012 No.28/05/63/Th XVI/07 Mei 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2012 Jumlah penduduk angkatan kerja pada 2012 sebesar 1,887 juta jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 2,55

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015 No.67//72/Th. XVIII, 05 November 205 KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 205 AGUSTUS 205: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,0 PERSEN Angkatan kerja di Sulawesi Tengah Agustus 205 mencapai.384.235 orang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 No.26/05/72/Th. XX, 05 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,97 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Sulawesi Tengah pada Februari 2017 mencapai

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR 1.5 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah daratan (tidak memiliki wilayah laut) yang berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan (urusan) dari pemerintah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 25/05/32/Th. XVI, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,66 PERSEN Tingkat partisipasi angkatan kerja

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI PAPUA BARAT AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI PAPUA BARAT AGUSTUS 2014 No. 54/11/91/Th. XIV, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI PAPUA BARAT AGUSTUS 2014 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Papua Barat pada Agustus 2014 mencapai 398.424 orang, mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang ditetapkan dengan undang-undang telah membawa konsekuensi

Lebih terperinci