BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden pada Agrowisata Ulat Sari Segara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden pada Agrowisata Ulat Sari Segara"

Transkripsi

1 BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik responden Karakteristik responden pada Agrowisata Ulat Sari Segara Berdasarkan hasil pengolahan dari 50 sampel, didapatkan bahwa sebagian besar responden berumur dibawah 50 tahun yaitu 38 orang (76%). Pada kelompok umur tersebut, sebanyak 30 orang (60%) mengusahakan lawan dibawah 50 are. Sebanyak empat orang yang berumur diatas 60 tahun dimana dua orang atau 4,00 %, dengan penguasaan lahan untuk usahatani kurang dari 50 are. Kondisi tersebut sangat terkait dengan tingkat produktivitas tenaga kerja dalam pengusahaan lahan (Tabel 6.1). Sebagaimana diketahui bahwa hampir seluruh aktivitas usahatani berhubungan dengan tingkat kemampuan fisik. Petani dengan usia produktif tentu akan memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibanding dengan petani petani yang telah memasuki usia lanjut. Di samping itu, umur petani juga terkait dengan proses transfer dan adopsi inovasi teknologi, dimana petani berusia lebih muda cenderung bersifat lebih progresif dalam upaya mengenal teknologi dan melakukan inovasi-inovasi baru, sehingga mampu mempercepat proses alih teknologi. Jika dilihat menurut struktur pendidikan yang ditamatkan oleh responden sebagian besar responden berpendidikan Sekolah Menengah Atas, yaitu 33% dengan prosentase sebagai petani sebanyak 30% dan sisanya mempunyai pekerjaan utama sebagai PNS dan swasta (Tabel 6.2). Pekerjaan swasta yang ditekuni sebagai 50

2 51 karyawan di agrowisata sebanyak lima orang dan sisanya bekerja di perusahaan yang ada di Denpasar. Mereka yang sebagai petani semua tidak ikut dalam pengelolaan Agrowisata Sutera Sari Segara. Tabel 6.1. Kelompok Umur Responden Menurut Luas Kepemilikan Lahan di Desa Sibang Kaja Kondisi Tahun 2011 (orang) Kelompok umur Skala usahatani < 50 are are > 100 are Total < (60,00) 8 (16,00) 0 (0,00) 38 (76,00) (12,00) 1 ( 2,00) 1 (2,00) 8 (16,00) > 60 2 (4,00) 1 (2,00) 1 (2,00) 4 (8,00) Jumlah 38 (76,00) 10 (20,00) 2 (4,00) 50 (100) Catatan: Angka dalam kurung adalah persentase dari total responden Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian dan meningkatkan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk/masyarakat, maka akan semakin tinggi pula kualitas penduduk (sumber daya manusia). Tingkat pendidikan sangat terkait dengan tingkat kemampuan mengadopsi inovasi teknologi. Diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan maka dapat memberikan peran yang lebih besar dalam kegiatan agrowisata Tabel 6.2. Pendidikan Responden dan Pekerjaan Utama Kondisi Tahun 2011 (orang) Tingkat pendidikan Pekerjaan utama Petani PNS Swasta Jumlah Maksimum tamat SD 4 (8,00) 0 (0,00) 0 (0,00) 4 (8,00) SMP 3 (6,00) 0 (0,00) 1 (2,00) 4 (8,00) SMA 15 (30,00) 8 (18,00) 10 (20,00) 33 (66,00) S1 0 (0,00) 5 (10,00) 4 (8,00) 9 (18,00) Jumlah 22 (44,00) 13 (26,00) 15 (30,00) 50 (100,00) Catatan: Angka dalam kurung adalah persentase dari total responden

3 52 Hanya 15 (30%) responden menyatakan ikut aktif dalam pengelolaan agrowisata Sutera Sari Segara dengan menjadi karyawan sebagai pemandu wisata, penenun dan administrasi (Tabel 6.3). Sebanyak 35 orang (70%) menyatakan mempunyai pekerjaan di luar kegiatan agrowisata. Mereka sebagai petani,pns dan swasta. Tabel 6.3 Pekerjaan Responden Bidang pekerjaan Jumlah (orang) (%) Agrowisata: 15 30,00 Pemandu wisata 1 2,00 Penenun 5 5,00 Tukang kebun 2 4,00 Administrasi 7 14,00 Luar agrowisata 35 70,00 Jumlah Karakteristik responden pada Agrowisata Salak Sibetan Berdasarkan hasil survai terhadap 50 sampel, didapat bahwa sebagian besar responden sampel di Desa Sibetan berumur < 50 tahun, yaitu sebanyak 22 orang atau 44,00%. Dari 22 responden tersebut, ada sebanyak 40,00% berusaha pada lahan yang luasnya berkisar antara 50 sampai dengan 100 are dengan jumlah populasi pohon salak antara sampai dengan pohon. Rata-rata luas usahatani salak sebesar 0,84 ha. Dari 50 orang responden, hanya sebanyak 10 orang responden yang berumur diatas 60 tahun atau 20,00%, dengan penguasaan lahan untuk usahatani kurang dari 50 are sebanyak 10,00% (Tabel 6.4).

4 53 Tabel 6.4. Kelompok Umur Responden Menurut Luas Kepemilikan Lahan di Desa Sibetan Tahun 2011 (orang) Kelompok umur Skala usaha < 50 are are > 100 are Total (1) (2) (3) (4) (5) < 50 1 (2,00) 20 (40,00) 1 (2,00) 22 (44,00) (6,00) 14 ( 28,00) 1 (2,00) 18 (36,00) > 60 5 (10,00) 4 (8,00) 1 (2,00) 10 (20,00) Jumlah 9 (18,00) 38 (76,00) 3 (6,00) 50 (100) Catatan: Angka dalam kurung adalah persentase dari total responden Kondisi tersebut sangat terkait dengan tingkat produktivitas tenaga kerja dalam pengusahaan lahan. Sebagaimana diketahui bahwa hampir seluruh aktivitas usahatani berhubungan dengan tingkat kemampuan fisik. Di mana petani dalam usia produktif tentu akan memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibanding dengan petani - petani yang telah memasuki usia senja. Disamping itu umur petani juga terkait dengan proses transfer dan adopsi inovasi teknologi, dimana petani - petani muda cenderung bersifat lebih progresif dalam proses transfer inovasi - inovasi baru, sehingga mampu mempercepat proses alih teknologi Demikian juga dengan pengelolaan agrowisata Sibetan, anggota kelompok pengelola selalu bersemangat menerima inovasi baru untuk kemajuan agrowisata di daerahnya. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar manusia untuk mengembangkan kepribadian dan meningkatkan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk/masyarakat, maka akan semakin tinggi pula kualitas penduduk (sumber daya manusia). Tingkat pendidikan sangat terkait dengan tingkat kemampuan

5 54 mengadopsi inovasi teknologi. Diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan maka dapat memberikan peran yang lebih besar dalam kegiatan agrowisata. Jika dilihat menurut struktur pendidikan yang ditamatkan oleh responden sebagian besar responden berpendidikan Sekolah Menengah Pertama, yaitu 50% dengan prosentase sebagai petani sebanyak 40% dan sisanya mempunyai pekerjaan utama di swasta (Tabel 6.5). Tabel 6.5. Pendidikan Responden dan Pekerjaan Utama Kondisi Tahun 2011 (orang) Tingkat pendidikan Pekerjaan utama Petani PNS Lainnya Jumlah Tamat SD 10 (20,00) 0 (0,00) 0 (0,00) 10 (20,00) SMP 20 (40,00) 0 (0,00) 5 (10,00) 25 (50,00) SMA ke atas 10 (20,00) 3 (6,00) 2 (4,00) 15 (30,00) Jumlah 40 (80,00) 3 (6,00) 7 (14,00) 50 (100) Catatan: Angka dalam kurung adalah persentase dari total responden Sebagian besar (90%) responden menyatakan ikut aktif dalam pengelolaan Agrowisata Sibetan dengan menjadi anggota kelompok dari atraksi yang ada (Tabel 6.6). Responden yang tidak aktif dalam kegiatan kelompok (10%) menyatakan karena mempunyai pekerjaan utama sebagai PNS maupun karyawan swasta. Tabel 6.6. Jenis Keanggotaan dan Pekerjaan Responden dalam Kegiatan Agrowisata Jenis pekerjaan Keanggotaan Food & Bavarage Kary wine Pemandu tracking Pemandu petik salak Jumlah Aktif Pasif 5 (10%) 0 (0%) 15 (30%) 1 (2%) 15 (30%) 2 (4%) 10 (20%) 2 (4%) 45 (90%) 5 (10%) Jumlah 5 (10%) 16 (32%) 17 (34%) 12 (24%) 50 (100)%)

6 55 Responden tersebut menyatakan mendapat pekerjaan baru selain berusahatani salak yaitu sebagai pemandu atraksi tracking, pemandu atraksi petik salak, pegawai restaurant (F&B) dan sebagai pembuat wine. 6.2 Dampak Pengembangan Agrowisata Dampak sosial Lahan Agrowisata Sutera Sari Segara yang diusahakan berasal dari lahan pemilik yang semula merupakan lahan tegalan yang tidak produktif, sehingga tidak ada responden yang menyatakan adanya pemindahan kepemilikan lahan miliknya ke tangan pengelola agrowisata. Pola perilaku responden juga tidak bergeser ke pekerjaan lain seperti pedagang, pengerajin atau pekerjaan lain. Kunjungan wisatawan ke agrowisata Sutera Sari Segara menimbulkan adanya interaksi yang baik antara masyarakat dan wisatawan, wisatawan yang datang tidak memberikan aksi negatif terhadap masyarakat setempat. Secara sosial, Agrowisata Sutera Sari Segara dapat menjadi wahana belajar karena lebih banyak menarik siswa, mahasiswa untuk belajar atau magang dalam pelaksanaan kegiatan budidaya ulat sutera. Pihak manajemen agrowisata belum memberikan peningkatan ketrampilan melalui pendidikan maupun pelatihan bagi masyarakat untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilannya sehingga dapat berkontribusi dalam kegiatan agrowisata tersebut. Kerjasama dan koordinasi antar berbagai stakeholder terkait dalam pengembangan agrowsisata ini juga belum terjalin. Kecuali dengan Balai Persuteraan Alam Sulawesi Selatan sebagai lembaga pembinaan dan percontohan untuk pengembangan produksi ulat sutera. Kerjasama juga dilakukan dengan

7 56 P.P.U.S Candiroto Jawa Tengah sebagai tempat untuk membeli bibit ulat. Padahal, kerjasama antara berbagai pihak sangat penting dan menjadi faktor kunci keberhasilan dalam pengembangan Agrowisata Sutera Sari Segara. Agrowisata tidak membentuk kelembagaan dan kelompok baru yang termasuk dalam bagian kawasan agrowisata. Kontribusi agrowisata terhadap kelembagaan yang ada di Desa Sibangkaja juga belum nampak. Donasi yang dilakukan pemilik kepada lembaga-lembaga setempat selama ini hanyalah donasi pribadi sebagai anggota masyarakat setempat, dan belum merupakan wujud dari corporate social responsibility (CSR). Pekerja yang bekerja di Agrowisata Sutera Sari Segara dan berasal dari Desa Sibang Kaja sebanyak sembilan orang. Mereka dipekerjakan sebagai penenun dan di bidang administrasi. Sebelum bekerja di agrowisata ini mereka menyatakan sudah bekerja di perusahaan swasta di Denpasar. Dari kenyataan ini, tampaknya pengembangan agrowisata dapat mengurangi arus urbanisasi walaupun dalam jumlah kecil. Pekerja lainnya berasal dari luar Desa Sibang Kaja, dan diantaranya ada juga yang berasal dari luar Bali. Hal ini mengindikasikan bahwa Agrowisata Sutera Sari Segara belum banyak menyerap tenaga kerja dari desa setempat atau daerah sekitarnya. Hal ini disebabkan karena memang dalam pembudidayaan ulat sutera diperlukan keterampilan khusus sehingga masyarakat sekitar belum bisa ikut terlibat di dalam kegiatan tersebut. Demikian juga dalam pengusahaan kebun murbey, masih menggunakan tenaga khusus yang berasal dari luar desa Sibang Kaja. Sementara itu keberadaan Agrowisata Salak Sibetan telah memiliki struktur organisasi seperti disajikan pada Gambar 6.1. Dari 120 petani salak di Dusun Dukuh,

8 57 Desa Sibetan, sebanyak 29 orang terlibat aktif dalam pengelola agrowisata tersebut. Hal ini menunjukkan pengembangan agrowisata dapat menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Pembina Dinas Pariwisata Kab Karangasem Pembina Yayasan Wisnu Ketua 1 Ketua 2 Sekretaris 1 Sekretaris 2 Bendahara 1 Bendahara 2 Sub unit local guide Sub unit paket kebun Sub unit wine Sub unit food &Beverage Sub unit tracking Gambar 6.1 Sruktur Organisasi Agrowisata Sibetan Agrowisata tidak menyebabkan adanya pemindahan kepemilikan lahan karena lahan salak yang diusahakan dan dijadikan obyek pada agrowisata tetap menjadi milik responden dan diusahakan sendiri. Dengan demikian, responden tidak

9 58 kehilangan pekerjaan di bidang pertanian. Pemanfaatan lahan tegalan atau ladang, tetap dikelola oleh penduduk untuk dijadikan tempat tujuan wisata, sebagai pendukung zona inti. Pola perilaku masyarakat juga tidak bergeser ke pekerjaan lain seperti pedagang, pengerajin atau pekerjaan lain. Kunjungan wisatawan ke Agrowisata Salak Sibetan ini juga tidak merubah perilaku sosial masyarakat, hal ini karena masyarakat dapat berinteraksi dengan baik terhadap wisatawan yang datang dan wisatawan tidak memberi pengaruh buruk terhadap masyarakat setempat. Atraksi yang ada juga menarik pihak lain, termasuk mahasiswa, untuk belajar atau magang dalam pelaksanaan kegiatan budidaya ataupun atraksi-atraksi lainnya, sehingga dapat menambah pendapatan petani, sekaligus sebagai wahana alih teknologi kepada pihak lain. Agrowisata juga memberikan peningkatan ketrampilan melalui pendidikan dan pelatihan sehingga meningkatkan kesempatan dan kemampuan bagi masyarakat untuk dapat memberikan peran yang lebih besar dalam kegiatan agrowisata. Kerjasama dan koordinasi antar berbagai stakeholder terkait dalam pengusahaan agrowsisata juga terjalin dengan baik seperti dengan Yayasan Wisnu yang berkedudukan di Denpasar. Hal ini sangat penting dan merupakan faktor kunci bagi keberhasilan dalam pengembangan Agrowisata Sibetan. Agrowisata Salak Sibetan membentuk kelembagaan dan kelompok baru sesuai struktur organisasi pada Gambar 6.1. Kelompok yang terbentuk seperti yang sudah disebutkan pada Gambar 6.1 tersebut adalah kelompok dalam pengelolaan agrowisata sesuai dengan atraksi yang ada di agrowisata. Selain itu, kelembagaan

10 59 baru yang terbentuk adalah koperasi, dimana semua masyarakat banjar Dukuh menjadi anggota koperasi tersebut. Di samping simpanan pokok dan wajib dari anggota, pemupukan dana koperasi diperoleh juga dari pendapatan agowisata. Masyarakat sangat merasakan manfaat adanya koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara sosial kedua model pengembangan agowisata dapat menjadi wahana pembelajaran bagi pengunjung. Namun, jika dibandingkan di antara dua model, maka pada model agrowisata berbasis modal belum banyak berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja terutama bagi masyarakat sekitarnya dan lembaga yang terbentuk hanya terbatas pada lembaga internal agrowisata tersebut. Pada model agrowisata berbasis masyarakat, para petani telah terorganisasi dalam kelompok tani agrowisata dan bahkan telah membentuk koperasi agrowisata. Tabel 6.7 Perbandingan Dampak Sosial Pengembangan Agrowisata No Indikator Agrowisata berbasis modal Agrowisata berbasis masyarakat 1 Penyerapan tenaga kerja Sembilan orang Lima puluh orang 2 Perkembangan kelembagaan Tidak ada penambahan kelembagaan Terbentuk koperasi dan kelompok pengelolaan 3 Peningkatan kapasitas petani 4 Pemindahan Kepemilikan Lahan Tidak ada pelatihan tentang petani Lahan milik sendiri agrowisata Petani diberikan pelatihan, ketrampilan dan pendidikan Tetap mengusahakan lahannya sendiri Agrowisata berbasis masyarakat, bahkan telah mampu meningkatkan aktivitas petani di luar usahataninya, keterampilan melalui pendidikan dan pelatihan, dan kerjasama dengan pihak lain terkait dengan pengembangan agrowisata.

11 60 Perbandingan Dampak social antara model agrowisata berbasis modal dengan model model agrowisata berbasis masyarakat dapat dilihat pada Tabel Dampak ekonomi Dampak ekonomi yang diharapkan dari penyeleggaraan agrowisata ini adalah adalah terciptanya tambahan pendapatan dari aktivitas agrowisata terhadap pendapatan usahatani yang merupakan sumber utama pendapatan petani. Namun, dari perhitungan usahatani ulat sutera merugi sebesar Rp ,00 per tahun (Tabel 6.8). Harapan investor adalah untuk mendapat tambahan pendapatan dari aktivitas agrowisata. Perhitungan seperti pada Lampiran 2, pendapatan aktivitas agrowisata secara keseluruhan bertambah defisit menjadi Rp ,00. Perhitungan B/C ratio, diperoleh sebesar 1/3, yang lebih kecil dari satu. Hal ini berarti bahwa biaya yang dikeluarkan sebesar Rp ,00 akan memperoleh manfaat Rp. 300,00, hal ini menunjukkan usaha tani Agrowisata Sutera Sari Segara merugi dan tidak layak. Tabel 6.8 Analisis Usahatani Ulat Sutera Biaya tetap Rp 1 Penyusutan tanah 0,00 2 Penyusuan prasarana ,00 3 Penyusutan sarana ,00 Biaya variabel 4 Bibit ,00 5 Pupuk: Urea ,00 TSP ,00 KCl ,00 6 Formalin ,00 7 Pestisida ,00 8 TK ,00 Total biaya ,00 9 Penerimaan ,00 10 Surplus (defisit) ( ,00)

12 61 Selanjutnya, dampak ekonomi bagi masyarakat teridentifikasi dari adanya pembentukan pendapatan bagi tenaga kerja dari desa setempat yang bekerja pada Agrowisata Sutera Sari Segara. Hanya sembilan orang tenaga kerja yang berasal dari desa tersebut yang terdiri atas karyawan tenun lima orang, Kepala Administrasi dan Keuangan satu orang, Kepala Marketing satu orang, Bagian Operasional Umum satu orang, dan Kepala Pertenunan satu orang dengan total pendapatan Rp 132 juta per tahun. Usahatani salak di Desa Sibetan merupakan pilihan investasi yang layak, dilihat dari nilai NPV sebesar Rp ,15 yang lebih besar dari nul (Lampiran 3 dan 4). Peluang peningkatan pendapatan dapat diperoleh dari hasil pengolahan buah salak menjadi wine salak. Setiap satu kali proses produksi wine diperlukan bahan baku 500 kg salak dan bahan penolong berupa air sebanyak 1250 liter, gula pasir 125 kg, dan kemasan botol dengan labelnya sebanyak 1.333,33 unit. Dari hasil pengolahan tersebut diperoleh liter wine salak yang dikemas dalam botol berukuran 750 cc. Setiap kali proses produksi diperlukan pula 42 HOK tenaga kerja dengan upah Rp ,00 per HOK. Berdasarkan perhitungan pada Tabel 6.9, diperoleh nilai tambah untuk setiap kilogram bahan baku salak sebesar Rp ,00 Nilai tambah tersebut terdiri atas imbalan terhadap tenaga kerja dan keuntungan pengolah, yang masing-masing besarnya Rp 3.780,00 (1,29%) dan Rp ,00 (98,70%). Semua keuntungan pengolah ini disimpan sebagai kas di koperasi agrowisata tersebut. Dengan adanya aktivitas agrowisata, kelompok tani salak mendapat tambahan pendapatan di luar usahataninya dari aktivitas tracking, petik salak, dan

13 62 atraksi proses produksi wine salak. Setiap wisatawan yang berkunjung ke agrowisata tersebut dikenakan Rp ,00 per orang untuk setiap atraksi yang diikuti. Ratarata kunjungan wisatawan sebanyak 60 orang per bulan. Jika setiap wisatawan menikmati satu sampai dengan tiga atraksi berarti tambahan pendapatan usahatani dari aktivitas agrowisata sebesar Rp ,00 sampai dengan Rp ,00 per bulan. Sebesar 33,33% dari jumlah tersebut merupakan pendapatan petani yang menerima kunjungan wisatawan tersebut, sedangkan 66,67% lainnya disimpan dalam bentuk kas kelompok di koperasi agrowisata. Jadi, adanya Agrowisata Sibetan merupakan kegiatan usaha untuk menyediakan perekonomian secara berkelanjutan bagi masyarakat. Pendapatan non usahatani responden lainnya merupakan pekerjaan tetap responden yaitu sebagai PNS dan karyawan swasta Tabel 6.9 Analisis nilai tambah pada wine Salak Sibetan No. Variabel (Output, Input, Harga) Wine 1. Wine (bt/proses) 1333,33 2. Bahan baku salak (kg/proses) Tenaga kerja (HOK/proses) Faktor konversi (1)/(2) 2, Koefisien tenaga kerja (Hok/kg) (3)/(2) 0, Harga wine (rp/bt) Upah rata-rata (rp/hok) Pendapatan dan Keuntungan rp/kg bahan baku 8. Harga bahan baku salak (rp/kg) Sumbangan input lain: gula + botol +label ,67 (rp/proses)* 10. Nilai produk (4) x (6) , Nilai tambah (10)-(8)-(9) ,00 (Ratio nilai tambah %) (11)/(10) 95, Imbalan tenaga kerja (rp/hok) (5) x (7) 3780 (Bagian tenaga kerja %) (12)/(11) 1, Keuntungan Pengolah (11 12)** ,00 (Tingkat keuntungan %) (13/11) 98,70 Sumber: data primer diolah menggunakan kerangka analisis dari Hayami, et al (1987) Keterangan: * = Bahan penolong ** = Imbalan bagi modal dan manajemen

14 63 Berdasarkan uraian diatas secara individual, investor mengalami kerugian dalam pengelolaan agrowisata berbasis modal walaupun memberikan manfaat ekonomi bagi karyawannya. Kerugian tersebut diduga karena ketidaklayakan dalam produksi usahatani ulat sutera dan kontribusi kunjungan wisatawan yang relative rendah dibandingkan dengan nilai investasi yang ditanam. Namun Agrowisata Salak Sibetan yang dikelola oleh masyarakat merupakan pilihan investasi yang layak dilihat dari kelayakan financial usahatani salak ditambah dengan adanya peluang peningkatan nilai tambah yang relative besar untuk setiap kilogram buah salak segar. Disamping itu, petani secara berkelompok dan individual mendapatkan peningkatan pendapatan dari kunjungan wisatawan ke agowisata salak Sibetan. Dari hasil penelitian diperoleh pada Agrowisata Ulat Sutera Sari Segara diketahui bahwa rata-rata pendapatan sembilan orang responden yang mendapatkan manfaat langsung dari Agrowisata tersebut sebesar Rp ,67. Sedangkan pada Agrowisata Salak Sibetan rata-rata pendapatan semua responden yang mendapatkan manfaat langsung dari Agrowisata tersebut adalah sebesar Rp ,20, lebih tinggi dari rata-rata pendapatan responden pada Agrowisata Ulat Sutera Sari Segara (Lampiran 5). Untuk mengetahui secara statistik apakah keberadaan agrowisata berbasis modal dan agrowisata berbasis masyarakat memberikan dampak yang signifikan atau tidak terhadap rata-rata pendapatan tersebut dianalisis dengan uji t independent. Dalam analisis ini dilakukan beberapa tahapan, tahapan pertama dilakukan analisis nilai. Jumlah keseluruhan pendapatan dari masing-masing sampel ( X dan 1 å 2 2 å X ) dan ( 1 2 å å 2 X dan X ). Selanjutnya dilakukan analisis

15 64 untuk memperoleh nilai rata-rata dari setiap pendapatan ( X dan 1 X 2) selanjutnya dilakukan penghitungan nilai ragam dari kedua kelompok 1 2 S dan 2 S 2, dari hasil tersebut dapat juga dianalisis untuk nilai dari derajat bebas kedua kelompok sampel tersebut (db ), maka selanjutnya dapat dihitung nilai t-hitung dan t-tabelnya. Analisis yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara kedua proses secara statistik, dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari hasil perhitungan t-hitung dan t-tabelnya, nilai t-tabel adalah 2,00 dan nilai t-hitung sebesar 0,09, sehingga karena t-hitung lebih kecil dari t-tabel maka Ho diterima atau Hi ditolak. Hal ini berarti rata-rata pendapatan masyarakat pada model agrowisata berbasis modal dan berbasis masyarakat tidak berbeda (berbeda tidak nyata). Dari uraian di atas dapat dilihat perbandingan dampak ekonomi pengembangan model agrowisata berbasis modal dan agrowisata berbasis masyarakat seperti pada Tabel Tabel 6.10 Perbandingan Pendapatan Agrowisata Berbasis Modal dan Masyarakat No Indikator Agrowisata berbasis modal 1 Rata-rata pendapatan bagi karyawan/ masyarakat yang terlibat per tahun 2 Kelayakan finansial aktivitas agrowisata Agrowisata berbasis masyrakat Rp ,67 Rp ,20 t-hit 0,09 Tidak berbeda nyata B/C Ratio = 1/3 (B/C Ratio < 1 berarti tidak layak) NPV pada tingkat bunga 14% = Rp ,15 (NPV > 0, berarti layak) t-tabel 2,0

16 Dampak lingkungan Pengembangan Agrowisata Sutera Sari Segara berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumber daya lahan pertanian. Kegiatan ini secara tidak langsung meningkatkan persepsi positif masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumber daya lahan pertanian. Agrowisata menyebabkan lahan yang semula tidak produktif dapat diusahakan menjadi produktif dengan adanya perkebunan murbey sebagai makanan ulat sutera. Keutuhan dan keindahan lingkungan menjadi lebih baik. Aset penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan alam. Kualitas lingkungan merupakan modal yang sangat penting yang harus disediakan di daerah-daerah yang terutama dijelajahi oleh para wisatawan. Berdasarkan atas kesadaran tersebut, pemilik selalu berupaya menjaga keaslian, kenyamanan, dan kelestarian lingkungan agrowisatanya. Pada kawasan Agrowisata Sutera Sari Segara hampir tidak terjadi pencemaran lingkungan. Dalam produksi maupun pengeloaan hasil ulat sutera menimbulkan limbah cair hasil pencelupan pewarnaan benang. Hal ini diantisipasi oleh pemilik dengan pembuatan septik tank. Karena itu, kualitas air di kawasan agrowisata juga tidak berubah dan tetap terjaga dengan baik. Produksi benang juga belum terlalu banyak karena agrowisata ini tidak fokus pada produksi olahan. Produksi benang hanya sebagai atraksi saja. Penggunakan pestisida dalam produksi murbey cukup rendah sehingga diharapkan tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.

17 66 Pengembangan Agrowisata Sibetan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumber daya lahan pertanian. Kegiatan ini secara tidak langsung meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumber daya lahan pertanian. Agrowisata menyebabkan kebun salak petani menjadi tertata dengan baik. Keutuhan dan keindahan lingkungan tetap terjaga dengan baik. Aset penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan kebun salak. Kualitas lingkungan disadari merupakan modal yang sangat penting yang harus disediakan di daerahdaerah yang terutama dijelajahi para wisatawan. Menyadari pentingnya nilai kualitas lingkungan tersebut, masyarakat di sekitar kawasan agrowisata selalu menjaga keaslian, kenyamanan, dan kelestarian lingkungannya. Industri pariwisata sangat peka terhadap kerusakan lingkungan, misalnya pencemaran limbah, sampah yang bertumpuk, dan kerusakan pemandangan yang diakibatkan pembalakan hutan. Kawasan Agrowisata Sibetan hampir tidak ada pencemaran lingkungan. Dalam produksi, petani tidak menggunakan pestisida. Limbah yang dihasilkan dalam aktivitas agrowisata hampir seluruhnya merupakan limbah organik yang dapat dimanfaatkan kembali untuk aktivitas usahatani. Limbah yang dihasilkan berupa ampas buah salak setelah disaring airnya untuk produksi wine. Ampas buah salak ini dibuang kembali ke kebun salak dan dapat digunakan sebagai pupuk. Karena itu, kualitas air di kawasan agrowisata diduga juga tidak berubah dan tetap terjaga dengan baik. Demikian juga, kualitas tanah diduga tetap terjaga kesuburannya.

18 67 Baik pada pengembangan dan pengelolaan model agrowisata berbasis modal maupun berbasis masyarakat tidak menimbulkan degradasi lingkungan, bahkan sebaliknya kedua model agrowidata ini berupaya menjaga kelestarian sumberdaya lahan pertanian sebagai asset utama pengembangan agrowisata. Hal ini terkait dengan sudah adanya cara penanganan limbah produksi kedua model agrowisata (Tabel 6.11). Tabel 6.11 Perbandingan Dampak Lingkungan Pengembangan Agrowisata No Indikator Agrowisata berbasis modal 1 Degradasi lingkungan Tidak menimbulkan degradasi lingkungan 2 Upaya pelestarian Lingkungan tetap lingkungan lestarai 3 Penanganan Limbah Limbah disalurkan ke septik tank Agrowisata berbasis masyrakat Tidak menimbulkan degradasi lingkungan Lingkungan lebih tertata dan lestari Limbah digunakan pupuk kompos

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali, merupakan barometer perkembangan pariwisata nasional. Pulau

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali, merupakan barometer perkembangan pariwisata nasional. Pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali, merupakan barometer perkembangan pariwisata nasional. Pulau ini tidak hanya terkenal di dalam negeri tetapi juga di mancanegara. Sektor pariwisata menjadi

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Sibangkaja merupakan suatu desa yang terletak di Kecamatan

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Sibangkaja merupakan suatu desa yang terletak di Kecamatan BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Profile Agrowisata Sutera Sari Segara Desa Sibangkaja merupakan suatu desa yang terletak di Kecamatan Abiansemal di Kabupaten Badung dengan luas wilayah geografis

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. kabupaten, yaitu Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali.

BAB IV METODE PENELITIAN. kabupaten, yaitu Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka penelitian ini dilaksanakan di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Badung dan Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali.

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani.

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman dalam usahatani. BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Petani Sampel Berdasarkan data primer yang diperoleh dari 84 orang petani sampel, maka dapat dikemukakan karakteristik petani sampel, khususnya

Lebih terperinci

TESIS DAMPAK AGROWISATA BERBASIS MODAL DAN AGROWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI BALI NI LUH AYU RAI SARIDARMINI NIM :

TESIS DAMPAK AGROWISATA BERBASIS MODAL DAN AGROWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI BALI NI LUH AYU RAI SARIDARMINI NIM : TESIS DAMPAK AGROWISATA BERBASIS MODAL DAN AGROWISATA BERBASIS MASYARAKAT DI BALI NI LUH AYU RAI SARIDARMINI NIM :0991161013 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI AGRIBISNIS PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tiga terbesar di dunia. Kekayaan alam yang melimpah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data 3.3 Metode Analisis Data Analisis Biaya Produksi

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data 3.3 Metode Analisis Data Analisis Biaya Produksi BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2011 di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat dan Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. 3.2

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran)

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran) ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran) Oleh: 1 Nurul Fitry, 2 Dedi Herdiansah, 3 Tito Hardiyanto 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. subur, dan mendapat julukan sebagai Negara Agraris membuat beberapa. memiliki prospek yang menjanjikan dan menguntungkan.

BAB I PENDAHULUAN. subur, dan mendapat julukan sebagai Negara Agraris membuat beberapa. memiliki prospek yang menjanjikan dan menguntungkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak di negara beriklim tropis, memiliki tanah yang cukup subur, dan mendapat julukan sebagai Negara Agraris membuat beberapa wilayah di Indonesia cukup

Lebih terperinci

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Analisis Aspek Finansial Aspek finansial adalah aspek yang mengkaji dari sisi keuangan perusahaan. Kelayakan pada aspek financial dapat diukur melalui perhitungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. minyak bumi dan gas. Kepariwisataan nasional merupakan bagian kehidupan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. minyak bumi dan gas. Kepariwisataan nasional merupakan bagian kehidupan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan pariwisata menduduki posisi sangat penting setelah minyak bumi dan gas. Kepariwisataan nasional merupakan bagian kehidupan bangsa yang dapat meningkatkan perekonomian.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata telah berkembang pesat seiring perubahan pola pikir, bentuk, dan sifat kegiatan warga masyarakat. Perkembangan ini menuntut industri pariwisata agar

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata kedua di Indonesia setelah Bali. DIY juga menjadi salah satu propinsi yang menjadi pusat pengembangan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh 22 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data sehubungan dengan tujuan penelitian. Agroindustri gula aren dan

Lebih terperinci

PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHA KOPI BUBUK ROBUSTA DI KABUPATEN LEBONG (STUDI KASUS PADA USAHA KOPI BUBUK CAP PADI)

PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHA KOPI BUBUK ROBUSTA DI KABUPATEN LEBONG (STUDI KASUS PADA USAHA KOPI BUBUK CAP PADI) PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHA KOPI BUBUK ROBUSTA DI KABUPATEN LEBONG (STUDI KASUS PADA USAHA KOPI BUBUK CAP PADI) Income and Value Added of Robusta Ground Coffee in North Lebong Subdistrict Lebong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum 4.1.1. Letak Geografis Desa Beji Lor Desa Beji Lor merupakan salah satu desa di Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini terletak

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali L A M P I R A N Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali 151 152 Lampiran 2. Hasil uji CFA peubah penelitian Chi Square = 112.49, df=98 P-value=0.15028, RMSEA=0.038, CFI=0.932 153 Lampiran 3. Data deskriptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Bahkan sektor ini diharapkan akan dapat menjadi penghasil devisa nomor. sektor Migas, sektor Batubara, dan Kelapa Sawit.

BAB I PENDAHULUAN. penting. Bahkan sektor ini diharapkan akan dapat menjadi penghasil devisa nomor. sektor Migas, sektor Batubara, dan Kelapa Sawit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata di Indonesia telah dianggap sebagai salah satu sektor ekonomi penting. Bahkan sektor ini diharapkan akan dapat menjadi penghasil devisa nomor satu (Suwantoro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah BAB I PENDAHULUAN 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sektor pariwisatanya telah berkembang. Pengembangan sektor pariwisata di Indonesia sangat berperan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,

Lebih terperinci

9. Secara singkat gambaran usaha pembuatan bag log pada Responden Bersangkutan:

9. Secara singkat gambaran usaha pembuatan bag log pada Responden Bersangkutan: LAMPIRAN Hari/Tanggal:.. MANFAAT EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH SERBUK GERGAJI DI KECAMATAN LEUWISADENG DAN KECAMATAN LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR Oleh Dewi Asrini Fazaria (H44080032), Mahasiswa Departemen Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering disebut sebagai salah

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering disebut sebagai salah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering disebut sebagai salah satu pilar kekuatan perekonomian suatu daerah. Hal ini disebabkan karena UMKM mempunyai fleksibilitas

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki iklim tropis yang banyak memberikan keuntungan, terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama hortikultura seperti buah-buahan,

Lebih terperinci

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk didalamnya pada sektor pariwisata. Pembangunan dibidang pariwisata

Lebih terperinci

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY 7.1. Karakteristik Responden 7.1.1. Tingkat Umur Tingkat umur responden berkisar antara 40-60 tahun.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng,

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng, IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan

Lebih terperinci

VII. PROSPEK PERANAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN REGIONAL

VII. PROSPEK PERANAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN REGIONAL VII. PROSPEK PERANAN KAKAO BAGI PEREKONOMIAN REGIONAL Sektor ekonomi kakao yang sebenarnya merupakan bagian dari sub sektor perkebunan dan bagian dari sektor pertanian dalam arti luas mempunyai pangsa

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak. ABSTRAK Ahmad Surya Jaya. NIM 1205315020. Dampak Program Simantri 245 Banteng Rene Terhadap Subak Renon di Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. I Wayan Windia, SU dan Ir.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

agrowisata ini juga terdapat pada penelitian Ernaldi (2010), Zunia (2012), Machrodji (2004), dan Masang (2006). Masang (2006) yang dikutip dari

agrowisata ini juga terdapat pada penelitian Ernaldi (2010), Zunia (2012), Machrodji (2004), dan Masang (2006). Masang (2006) yang dikutip dari II TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata didefinisikan sebagai kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program

I. PENDAHULUAN. yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata di Indonesia saat ini semakin mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian organik kini mulai menjadi peluang baru dalam usaha pertanian, hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya mengonsumsi makanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI UPS MUTU ELOK. Proyek UPS Mutu Elok diawali pada tahun 2005 dan memulai produksi

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI UPS MUTU ELOK. Proyek UPS Mutu Elok diawali pada tahun 2005 dan memulai produksi BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI UPS MUTU ELOK Proyek UPS Mutu Elok diawali pada tahun 2005 dan memulai produksi serta penjualan pada tahun 2006. Umur proyek UPS Mutu Elok diasumsikan 20 tahun yang

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Bali sebelum tahun 1980 terfokus pada sektor pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Bali sebelum tahun 1980 terfokus pada sektor pertanian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Bali sebelum tahun 1980 terfokus pada sektor pertanian. Masyarakat Bali aktif berperan serta dalam pembangunan sektor pertanian. Menginjak tahun 1980

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG Rohmad Budiono 1 dan Rini Widiati 2 1 Balai Pengkajian Teknoogi Pertanan Jawa Timur 2 Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehutanan. Sementara itu, revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan juga

BAB I PENDAHULUAN. kehutanan. Sementara itu, revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan nasional merupakan pondasi utama pembangunan nasional lima tahun ke depan. Kondisi ketahanan pangan nasional yang akan dicapai adalah terpenuhinya

Lebih terperinci

HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI ASPEK BIOFISIK HUTAN KOTA LANSKAP PERKOTAAN

HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI ASPEK BIOFISIK HUTAN KOTA LANSKAP PERKOTAAN HASIL KAJIAN DAN REKOMENDASI ASPEK BIOFISIK HUTAN KOTA LANSKAP PERKOTAAN KAJIAN PERAN FAKTOR DEMOGRAFI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGEMBANGAN HUTAN KOTA Kajian Peran Faktor Demografi dalam Hubungannya Dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENDAHULUAN Latar Belakang. GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016 IDA BGS. EKA ARTIKA, 2) IDA AYU KETUT MARINI

ABSTRAK. PENDAHULUAN Latar Belakang. GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016 IDA BGS. EKA ARTIKA, 2) IDA AYU KETUT MARINI ANALISIS NILAI TAMBAH (VALUE ADDED) BUAH PISANG MENJADI KRIPIK PISANG DI KELURAHAN BABAKAN KOTA MATARAM (Studi Kasus Pada Industri Rumah Tangga Kripik Pisang Cakra ) 1) IDA BGS. EKA ARTIKA, 2) IDA AYU

Lebih terperinci

Kata kunci: luas lahan, produksi, biaya usaha tani, pendapatan.

Kata kunci: luas lahan, produksi, biaya usaha tani, pendapatan. Judul : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Jeruk Pada Desa Gunung Bau Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli Nama : Anak Agung Irfan Alitawan NIM : 1306105136 Abstrak Sektor Pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan industri yang sifatnya sudah berkembang dan sudah mendunia. Indonesia sendiri merupakan negara dengan potensi pariwisata yang sangat tinggi. Pemerintah

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA MAHASISWA FIELDTRIP MANAJEMEN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) ASPEK SOSIAL EKONOMI

LEMBAR KERJA MAHASISWA FIELDTRIP MANAJEMEN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) ASPEK SOSIAL EKONOMI LEMBAR KERJA MAHASISWA FIELDTRIP MANAJEMEN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) ASPEK SOSIAL EKONOMI Kegiatan 1 1. Secara berkelompok mahasiswa diminta untuk mengidentifikasi asset sumber daya yang terkait dengan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Sawah. memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Sawah Lahan sawah dapat dianggap sebagai barang publik, karena selain memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan manfaat yang bersifat sosial.

Lebih terperinci

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN Berdasarkan analisis data dan informasi yang telah dilakukan, analisis

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU 30 ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU (Manihot esculenta) DI DESA PUNGGELAN KECAMATAN PUNGGELAN KABUPATEN BANJARNEGARA Supriyatno 1), Pujiharto 2), dan Sulistyani

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka. IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Sukahaji merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tanaman kopi rakyat sebagian besar merupakan tanaman tua, tanaman semaian dari bibit tanaman lokal

Lebih terperinci

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK Penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak yang dilakukan secara partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara 30 sampai lebih dari 60 tahun. Umur petani berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani Identitas petani merupakan suatu tanda pengenal yang dimiliki petani untuk dapat diketahui latar belakangnya. Identitas

Lebih terperinci

BAB 5 KARAKTERISTIK PENGUNJUNG AGROWISATA KEBUN RAYA BOGOR. (%) Muda: tahun 50 Usia. Tingkat Pendidikan Sedang: SMA/SMK-D1 50 Tinggi: D3-S2 41

BAB 5 KARAKTERISTIK PENGUNJUNG AGROWISATA KEBUN RAYA BOGOR. (%) Muda: tahun 50 Usia. Tingkat Pendidikan Sedang: SMA/SMK-D1 50 Tinggi: D3-S2 41 BAB 5 KARAKTERISTIK PENGUNJUNG AGROWISATA KEBUN RAYA BOGOR Konsumen memiliki karakteristik yang dapat mempengaruhi perilaku dalam proses keputusan pembelian. Karakteristik pengunjung merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA 49 BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA 6.1 Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Kawasan Ekowisata Islami Curug Cigangsa Mulai tahun 2012, Curug Cigangsa telah dibuka menjadi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Penentuan Daerah Penelitian Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu Desa Parbuluan I Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi, dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor penting untuk meningkatkan devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah yang memiliki industri

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG e-j. Agrotekbis 2 (3) : 337-342, Juni 2014 ISSN : 2338-3011 ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BANDENG DI DESA DOLAGO KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG Feasibility Analysis Of Milkfish Farms

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2014-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT Yusuf 1 dan Rachmat Hendayana 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berdampak pada semakin meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Persoalan pengangguran dan kemiskinan merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. berdampak pada semakin meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Persoalan pengangguran dan kemiskinan merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada semakin majunya era teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin berkembang namun tidak dibarengi dengan

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 6.1 Kesimpulan. sebagai berikut: Pertama, di Kawasan Candi Cetho masih terdapat berbagai

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 6.1 Kesimpulan. sebagai berikut: Pertama, di Kawasan Candi Cetho masih terdapat berbagai 98 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Dari hasil analisis yang dijabarkan sebelumnya, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: Pertama, di Kawasan Candi Cetho masih terdapat berbagai potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Desa Bakas adalah salah satu dari 13 (tiga belas) Desa di kecamatan Banjarangkan. Desa sebagai subsistem kabupaten/kota merupakan pelaksana pemerintahan, pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Anorganik Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea berkadar N 45-46

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Jurnal Galung Tropika, 4 (3) Desember 2015, hlmn. 137-143 ISSN Online 2407-6279 ISSN Cetak 2302-4178 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Analysis

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

METODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan III. METODELOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Metode penelitian adalah suatu cara yang harus di tempuh dalam suatu penelitian untuk mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap pembangunan di Indonesia,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Potensi kepariwisataan di Indonesia sangat besar. Sebagai negara tropis dengan sumberdaya alam hayati terbesar ketiga di dunia, sangat wajar bila pemerintah Indonesia memberikan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi

BAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian secara kritis yang sudah dianalisis di kawasan Borobudur, menggambarkan perkembangan representasi serta refleksi transformasi sebagai berikut : Investasi

Lebih terperinci