SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI TERHADAP PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI TERHADAP PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI"

Transkripsi

1 SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI TERHADAP PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: ANDI DZUL IKHRAM NUR B BAGIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

2 HALAMAN JUDUL TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI TERHADAP PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh: ANDI DZUL IKHRAM NUR B SKRIPSI Diajukan sebagai Tugas akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana pada Bagian Hukum Administrasi Negara Program Studi Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 i

3 ii

4 iii

5 iv

6 ABSTRAK ANDI DZUL IKHRAM NUR, NIM B Dengan judul penelitian Tinjauan Hukum Administrasi Terhadap Penyalahgunaan Kewenangan Dalam Tindak Pidana Korupsi. Dibimbing oleh Abdul Razak dan Anshori Ilyas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Tindakan Pemerintah yang dapat dikatakan sebagai penyalahgunaan kewenangan dan untuk mengetahui Penyalahgunaan Kewenangan yang dilakukan oleh Pemerintah berimplikasi pada Tindak Pidana Korupsi. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif guna mendapatkan hasil penelitian yang relevan. Penelitian dilakukan dengan Pendekatan Undang-Undang, Pendekatan historis, dan Pendekatan konseptual. Bahan-bahan hukum yang digunakan oleh penulis adalah; Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat seperti peraturan perundang-undangan dan Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer. Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yang dianalisa secara content analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tindakan pemerintah pada dasarnya didasari oleh peraturan perundang-undangan (asas legalitas). Namun, pemerintah diberikan ruang gerak untuk menjalankan aktivitasnya di luar yang diatur dari undang-undang, yang disebut diskresi. Adapun tindakan pemerintah yang tidak berdasar kepada kedua hal tersebut maka disebut sebagai penyalahgunaan kewenangan. Penyalahgunaan kewenangan ini selanjutnya terbagi atas tiga bagian. Kemudian, kebijakan pejabat tidak termasuk kompetensi pengadilan untuk menilai sesuai dengan yurisprudensi ilmu hukum. Sekalipun kebijakan tersebut diambil dari suatu proses yang diindikasikan telah terjadi penyalahgunaan kewenangan, maka kompetensi pengujiannya hanya terletak pada penyalahgunaan kewenangan itu, bukan pada kebijakannya. Penyalahgunaan kewenangan bukan merupakan suatu tindak pidana melainkan pelanggaran administratif. Adapun tujuan yang mendasari tindakan penyalahgunaan kewenangan tersebut karena untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, maka pejabat tersebut telah melakukan tindak pidana korupsi. v

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Administrasi terhadap Penyalahgunaan Kewenangan dalam Tindak Pidana Korupsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Tidak lupa shalawat dan salam terhaturkan untuk Sang Baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Pertama-tama Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang terdalam dan tak terhingga kepada kedua orang tua yang sangat Penulis sayangi dan banggakan, yaitu Ayahanda Nur Ali, S.H. dan Ibunda Andi Juliati, S.Sos., atas segala limpahan kasih sayang, didikan, dukungan serta doa yang senantiasa dipanjatkan untuk Penulis dalam meraih kesuksesan di dunia ini. Semoga Tuhan selalu memberikan kesehatan dan kesabaran dalam hidup buat kedua orang tua tercinta. Kedua, kepada saudara-saudara angkat Penulis Syarifuddin S.Sos, Andi Aswan Nur S.Kep, Harliadi S.STP, Amran, Ardianto, dan Nindya Septiani Nur yang telah memberikan segala bantuan dan doa yang bernilai hikmat dan berkah. Seluruh kegiatan penyusunan skripsi ini tentunya tidak akan berjalan lancar tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Dengan itu, maka izinkanlah Penulis untuk menghaturkan rasa terima vi

8 kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian hingga penulisan Skripsi ini: 1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA., selaku Rektor Universitas Hasanuddin beserta jajarannya. 2. Ibu Prof. Dr. Farida S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, beserta para Wakil Dekan Bapak Prof. Dr. Ahmadi Miru S.H., M.H., Bapak Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H. M.H., Bapak Dr. Hamzah Halim S.H., M.H., atas segala bantuan yang diberikan kepada Penulis. 3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Djafar Saidi S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin berserta jajarannya. 4. Dosen/Staf Pengajar Fakultas Hukum Universtas Hasanuddin atas didikannya selama Penulis menjalani kuliah di kampus. 5. Bapak Prof. Dr. Abdul Razak S.H., M.H. dan Bapak Dr. Anshori Ilyas S.H., M.H. selaku Pembimbing Penulis. Terima kasih atas bimbingan yang tidak kenal lelah untuk Penulis, semoga suatu saat nanti Penulis dapat membalas jasa yang telah diberikan kepada Penulis. 6. Bapak Prof. Dr. Syamsul Bachri S.H., M.H. dan Bapak Prof. Dr. Marthen Arie S.H., M.H. serta Bapak Prof. Dr. Muhammad Djafar vii

9 Saidi S.H., M.H., selaku Penguji dalam Ujian Skripsi ini. Terima kasih atas segala masukan dalam penyusunan Skripsi ini. 7. Ibu Dr. Dara Indrawati S.H., M.H., selaku Penasehat Akademik Penulis. Terima kasih atas segala kesediaan setiap kali Penulis berkonsultasi dalam menjalankan studi di kampus. 8. Terkhusus buat Bapak Prof. Dr. Muhammad Djafar Saidi S.H., M.H. yang telah memberikan inspirasi dan arahan yang begitu bermanfaat dalam menjalani maupun dalam penyelesaian Studi Kesarjanaan Penulis. 9. Terkhusus buat Bapak Dr. Anshori Ilyas S.H., M.H. dan Bapak Dr. Kasman Abdullah S.H., M.H. yang telah memberikan segala dukungan dalam menjalani maupun dalam penyelesaian Studi Kesarjanaan Penulis. 10. Terkhusus buat Ibu Eka Merdekawaty S.H., M.H., yang telah memberikan segala arahan dan dukungan dalam menjalani kegiatan perkuliahan di kampus. 11. Terkhusus buat Kanda Adventus Toding S.H., yang selalu memberikan motivasi dan juga sudah menjadi kakak yang baik mulai dari awal kuliah hingga saat ini. Terima kasih atas segala bantuan, doa, dan apapun itu yang telah kakanda lakukan untuk Penulis. Terima kasih. viii

10 12. Pegawai/Staf Akademik atas bantuan dan keramahannya dalam melayani segala kebutuhan Penulis selama berada di kampus. 13. Cleaning service yang selalu membantu Penulis mengadakan kegiatan kemahasiswaan. 14. Pengelola Perpustakaan FH-UH yang sudah banyak membantu Penulis dalam menjalani kegiatan kuliah di kampus. 15. Saudara-saudari Angkatan Mediasi 2011 FH-UH, terima kasih telah berbagi banyak ilmu dan nilai-nilai persaudaraan. Terima kasih juga telah memercayakan saya sebagai Ketua Angkatan saudara-saudari sekalian. Danke schon Teman-teman LP2KI FH-UH, terima kasih untuk segalanya. 17. Teman-teman Gojukai FH-UH, terima kasih untuk persahabatannya. 18. Teman-teman MCC Regional Tahun 2012, terima kasih telah menjadikan Penulis bagian dari keluarga kalian. 19. Tim Legislative Drafting Susanto Tirtoprodjo, terima kasih telah berbagi suka dan duka. Bangga menjadi Ketua Tim kalian, terlebih menjadi keluarga kalian. Terima kasih 20. Teman-teman di Dewan Perwakilan Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa, dan Mahkamah Keluarga Mahasiswa yang telah banyak membantu Penulis dalam berbagai hal. ix

11 21. Teman-teman Keluarga Mahasiswa Hukum Selayar Indonesia (KASASI), yang tetap menjadi saudara meski berada di perantauan. 22. Teman-teman Selayar Science Study Centre (S3C) ilmu adalah makanan bagi jiwa. 23. Sahabat penulis, anca, hari, mar i, adam, ilham, eko, rian, uci, mardi, arma, hismal, igo, anti, fadlan, kiki, nini, gustia, haedar, mamet, kanda afil, kanda qadri, darman, ian, iis, cinra, zul, uni. Terima kasih untuk kalian. 24. Teman-teman KKN Angkatan 87 Unhas, khususnya Desa Batu Mila Kec. Maiwa Kab. Enrekang segala kebaikan kalian selalu penulis kenang. Semoga tiada kebencian yang bertahta di hati teman-teman atas ketidaknyamanan selama KKN. 25. Keluarga Bapak Subrianto, terima kasih telah menjadi orang tua Penulis selama penulis menjalani aktivitas KKN hingga sekarang. Dengan segala keterbatasan dan kerendahan hati Penulis, Penulis sangat menyadari bahwa karya ini masih sangat jauh dari kesempurnaan sebab dalam dunia ilmiah, tidak ada kebenaran absolut. Namun, pengabdian sebagai bagian dari civitas akademika yang menjadi tugas utama kita adalah inter silvas academi quaerere verum (mencari kebenaran diantara hutan akademis). Karya ini tentu tidak akan mampu meraup seluruh kekayaan dalam ilmu hukum. Sehingga tepatlah kata pepatah latin: x

12 Nec scire fas est omnia Tidak sepantasnya untuk mengetahui segalanya! Makassar, 22 Januari 2015 Penulis xi

13 DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL... i PENGESAHAN SKRIPSI... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI... iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR BAGAN... xv DAFTAR SKEMA... xvi BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 5 C. Tujuan Penelitian... 6 D. Manfaat Penelitian... 6 TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Administrasi Administrasi Negara Hukum Administrasi Negara... 9 B. Kekuasaan dan Kewenangan Pemerintah Pengertian Sifat Wewenang Pemerintahan Sumber Wewenang Pemerintahan Syarat Sah Wewenang C. Penyalahgunaan Kewenangan D. Korupsi xii

14 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Pendekatan Penelitian C. Jenis dan Sumber Bahan Hukum D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum E. Analisis Bahan Hukum BAB IV PEMBAHASAN A. Penyalahgunaan Kewenangan dalam Tindakan Pemerintah Asas Legalitas Freies Ermessen atau Discretionary Power Penyalahgunaan Kewenangan Pertanggungjawaban Hukum Pemerintah B. Penyalahgunaan Kewenangan dalam Tindakan Pemerintah yang Berimplikasi pada Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Kewenangan (Tindakan Pemerintah) dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Komparasi Norma Hukum Administrasi dengan Norma Hukum Pidana dalam UUPTPK terhadap Kedudukan Hukum Tindakan Menyalahgunakan Kewenangan Posisi Hukum Kebijakan Pemerintah terhadap Kompetensi Lembaga Peradilan Hubungan Hukum antara Kebijakan Pemerintah, Penyalahgunaan Kewenangan, dan Tindak Pidana Korupsi BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA xiii

15 DAFTAR TABEL Tabel 1: Perbedaan antara Delegasi dengan Mandat (Menurut R.J.H.M. Huisman) Tabel 2: Perbedaan antara Mandat dengan Delegasi (Menurut Philipus M. Hadjon) xiv

16 DAFTAR BAGAN Bagan 1: Bentuk-Bentuk Penggunaan Kewenangan xv

17 DAFTAR SKEMA Skema 1: Hubungan Kebijakan, Penyalahgunaan Kewenangan, dan Tindak Pidana Korupsi xvi

18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita Negara Indonesia adalah mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Implikasi dari adanya cita negara adalah penyelenggaraan negara baik dari aspek politik, ekonomi, sosial, maupun budaya yang diupayakan untuk mewujudkan cita negara tersebut. Untuk mewujudkan cita negara, penyelenggaraan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah yang berdaulat haruslah berdasar kepada Pancasila 1 sebagai dasar negara. 2 Pemerintah yang berdaulat sebagai salah satu unsur negara 3 diselenggarakan dalam konsep Indonesia sebagai negara hukum 4. 1 Pancasila merupakan dasar filosofi bagi negara dan tertib hukum bangsa Indonesia. Selain itu, Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka pandangan hidup tersebut dijunjung tinggi oleh warganya karena pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat. (sebagaimana dijelaskan Khaelan dalam Negara Kebangsaan Pancasila- Kultural,Historis,Filosofis, Yuridis, dan Aktualisasinya, Yogyakarta: Paradigma, 2013, h. 50.) 2 Keberadaan Pancasila sebagai dasar negara secara yuridis tersimpul dalam alinea ke-iv Pembukaan UUD NRI Dalam Pembukaan UUD NRI 1945 tidak tercantum kata Pancasila secara eksplisit namun anak kalimat dengan berdasarkan kepada. Ini memiliki makna dasar negara adalah Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis sebagaimana ditentukan oleh BPUPKI bahwa dasar negara Indonesia itu disebut dengan istilah Pancasila. (sebagaimana dijelaskan Khaelan dalam Negara Kebangsaan Pancasila-Kultural,Historis,Filosofis, Yuridis, dan Aktualisasinya, Yogyakarta: Paradigma, 2013, h. 49.) 3 Unsur-unsur negara secara yuridis dikemukakan oleh Logemann, yang terdiri dari: 1. Gebiedsleer (wilayah hukum) yang meliputu darat, laut, udara, serta orang dan batas wwewenangnya, 2. Persoonsleer (subyek hukum) yaitu pemerintah yang berdaulat, 1

19 Artinya, pemerintah dalam menjalankan kewenangannya mengatur pemerintahan didasarkan pada landasan peraturan perundang-undangan yang mengikatnya karena kewenangan merupakan kekuasaan yang mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. 5 Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely, hal inilah yang diutarakan oleh sejarawan Inggris, Lord Acton. Semakin besar kekuasaan dan kewenangan seseorang, semakin besar pula potensi melakukan korupsi. Menurut Hunting 6, kesempatan politik yang melebihi kesempatan ekonomi menjadikan individu untuk menggunakan kekuasaannya guna memperkaya diri sendiri, sedangkan jika kesempatan ekonomi melebihi kesempatan politik menjadikan individu untuk menggunakan kekayaannya guna membeli kekuasaan politik. Itu artinya, seperti yang dikatakan oleh James C. Scott 7 bahwa korupsi berkaitan dengan kewenangan yang dimiliki. Korupsi yang seringkali berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat selanjutnya menjadi bahan hukum yang 3. De leer van de rechtsbetrekking (hubungan hukum) yaitu hubungan hukum antara penguasa dan yang dikuasasi, termasuk hubungan hukum keluar dengan negara lainnya secara internasional. (sebagaimana dijelaskan Abu Daud Busroh dalam Ilmu negara, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001, h. 82.) 4 Perumusan yang dipakai oleh pembentuk UUD NRI 1945 yaitu, Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dengan rumusan rechstaat di antara dua tanda kutip menunjukkan bahwa pola yang diambil tidak menyimpang dari konsep negara hukum pada umumnya, namun dikondisikan dengan situasi Indonesia atau digunakan dengan ukuran pandangan hidup atau pandangan negara kita. 5 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press, 1982, h Jawade Hafidz Arsyad, Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara), Jakarta: Sinar Grafika, 2013, h Ibid. 2

20 mendasari peraturan perundang-undangan terkait pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur bahwa: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah) Dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi, seringkali ditemukan unsur melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan yang diikuti dengan unsur kerugian negara sebagai dasar untuk mendakwa seorang pejabat telah melakukan tindak pidana korupsi semata-mata berdasarkan perspektif hukum pidana tanpa mempertimbangkan bahwa ketika seorang pejabat melakukan aktivitasnya, pejabat tersebut tunduk dan diatur oleh norma hukum administrasi. Seringkali pula ditemukan unsur merugikan keuangan negara yang dijadikan dugaan awal untuk mendakwa seorang pejabat tanpa disebutkan terlebih dahulu bentuk pelanggarannya. Suatu pemikiran yang terbalik. Unsur merugikan keuangan negara merupakan akibat 3

21 adanya pelanggaran hukum yang dilakukan seorang pejabat. Seorang pejabat yang menggunakan keuangan negara tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan yang merugikan keuangan negara jika pejabat yang bersangkutan bertindak sesuai hukum yang berlaku. 8 Lebih lanjut Indriyanto Seno Adji mengemukakan bahwa persoalan menyalahgunakan kewenangan dan korupsi bukanlah pada pemahaman kebijakan, tetapi lebih kepada persoalan hubungan antara kewenangan dengan penyuapan (bribery). Kewenangan pejabat publik yang berkaitan dengan kebijakan, baik kewenangan yang terikat maupun kewenangan yang bebas, tidak menjadi ranah hukum pidana sehingga kasus-kasus korupsi yang belakangan ini sering terjadi di Indonesia yang berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan kewenangan dan perbuatan melawan hukum menimbulkan kesan adanya suatu kriminalisasi kebijakan. 9 Pada dasarnya konsep menyalahgunakan kewenangan berada pada wilayah grey area 10. Ada persinggungan antara norma hukum pidana dengan norma hukum administrasi. Dalam kerangka hukum administrasi negara, parameter yang membatasi gerak bebas kewenangan aparatur negara (discretionary power) adalah detournement de pouvouir (penyalahgunaan kewenangan) dan willekeur (tindakan sewenang-wenang), sedangkan dalam area hukum pidana juga memiliki 8 Ridwan H. R, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2010, h Abdul Latif, Hukum Administrasi dalam Praktik Tindak Pidana Korupsi, Prenada Media Group: Jakarta, 2014, h Grey area yang dimaksud adalah adanya perspektif yang multitafsir terhadap suatu obyek. 4

22 kriteria yang membatasi gerak bebas kewenangan aparatur negara berupa unsur wederrechtelijkheid 11. Permasalahannya adalah manakala aparatur negara melakukan perbuatan yang dinilai menyalahgunakan kewenangan dan melawan hukum, artinya mana yang akan dijadikan ujian bagi penyimpangan aparatur negara ini, hukum administrasi negara ataukah hukum pidana, khususnya dalam perkara Tindak Pidana Korupsi. Pemahaman yang berkaitan dengan penentuan yurisdiksi inilah yang masih sangat terbatas dalam kehidupan praktik yudisiel. 12 Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis berinisiatif mengangkat sebuah judul Tinjauan Hukum Administrasi Terhadap Penyalahgunaan Kewenangan Dalam Tindak Pidana Korupsi. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam karya ilmiah ini adalah: 1. Sejauh manakah Tindakan Pemerintah dikatakan sebagai Penyalahgunaan Kewenangan? 2. Sejauh manakah Penyalahgunaan Kewenangan yang dilakukan oleh Pemerintah berimplikasi pada Tindak Pidana Korupsi? 11 Wederrechtelijkheid adalah suatu perbuatan/tidak berbuat yang bertentangan dengan hukum/undang-undang hak orang lain, kewajiban hukum si pelaku, kesusilaan, sikap hati-hati, sebagaimana sepatutnya dalam lalu lintas hidup bermasyarakat terhadap diri atau barang orang lain. (Sebagaimana dikutip dalam Simorangkir dkk, Kamus Hukum, Sinar Grafika: Jakarta, 2000, h. 187.) 12 Ridwan H. R, Op. Cit. 5

23 C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui Tindakan Pemerintah yang dapat dikatakan sebagai penyalahgunaan kewenangan; dan 2. Untuk mengetahui Penyalahgunaan Kewenangan yang dilakukan oleh Pemerintah berimplikasi pada Tindak Pidana Korupsi. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bahan kajian sebagai suatu usaha mengembangkan konsep pemikiran secara lebih logis dan sistematis tentang penyalahgunaan kewenangan oleh pemerintah dan tindak pidana korupsi. 2. Manfaat secara praktis dari penelitian ini adalah diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta pemahaman yang menjadi bahan masukan yang berguna dalam upaya menjadikan pemerintahan yang bebas dari praktik tindak pidana korupsi. 6

24 A. Hukum Administrasi 1. Administrasi Negara BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada tahun 1955 Dwight Waldo telah memperingatkan agar kita berhati-hati dalam menyusun suatu definisi, apalagi definisi tentang hukum administrasi. Dikatakan olehnya sebagai berikut: sesungguhnya tidak ada definisi yang tepat tentang hukum administrasi. Mungkin ada definisi yang ringkas tetapi tidak dapat memberikan penjelasan yang memuaskan. Perumusan hukum administrasi yang hanya terdiri dari satu kalimat atau satu paragraf saja, tidak akan membuka tabir persoalan Kata administrasi berasal dari Bahasa Latin administrare yang berarti to manage. Deviasinya antara lain menjadi administratio yang berarti bestuuring atau pemerintahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, administrasi diartikan sebagai; pertama, usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan cara-cara penyelenggaraan pembinaan organisasi; kedua, usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan serta mencapai tujuan; ketiga, kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan; keempat, kegiatan kantor dan tata usaha Pamudji, Ekologi Administrasi Negara, Bina Aksara: Jakarta, 1985, h Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta 1994, h. 8. Dalam American Heritage Dictionary, administration diartikan antara lain: a) The act or proccess of administering, especially the management of a government or alrge institution; b) The activity of a government or state in the exercise of its power and duties; c) The executive branch of a government. Dalam Concise Oxford Dictionary, the government in power; the term of office of a political leader or government, (in the US) a 7

25 Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa administrasi negara mempunyai tiga arti, yaitu; pertama, sebagai salah satu fungsi pemerintahan; kedua, sebagai aparatur (machinery) dan aparat (apparatus) daripada pemerintah; ketiga, sebagai proses penyelenggaraan tugas pekerjaan pemerintah yang memerlukan kerjasama tertentu. 15 Menurut Bintoro Tjokroamidjojo administrasi negara adalah manajemen dan organisasi dari manusia-manusia dan peralatannya guna mencapai tujuan-tujuan pemerintah. 16 Bahsan Mustafa mengartikan administrasi negara sebagai gabungan jabatan yang dibentuk dan disusun secara bertingkat yang diserahi tugas melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah dalam arti luas, yang tidak diserahkan kepada badan-badan pembuat undang-undang dan badan-badan kehakiman. 17 E. Utrecht menyebutkan bahwa administrasi negara adalah government agency. Dalam PCP English Dictionary; the administration diartikan the government. Kamus Oxford Advanced Learners Dictionary mengartikan administration dengan management of affairs; public affairs, government policy: US; that part of the government which manage public affairs. Dalam Kamus Hukum Belanda-Indonesia, administratie diartikan sebagai pengelolaan (bediening, beheer), pengadministrasian, juga pemerintahan, Marjanne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1999, h. 12; R.K. Kuipers dalam Geillusteerd Woordenboek Nederlandsche Taal pada entri administratie mengartikan sebagai, bestuur; waarneming van een ambt of eene handelszaak; zorg voor de handhaving van de bestaande verordeningen ; sementara dalam Rechtsgeleerd Handwoordenboek, administratie diartikan sebagai bediening; de feitelijke uitvoering ene bestuurstaak; inzonderheid, ongespecificeerde aanduilding van enige openbare dienst of openbaar bestuur; de administratie wel het geheel der uitvoerende organen in instanties samengevat. Dalam Kamus Jerman, administrasi diterjemahkan dengan verwaltung, yang mengandung arti pemerintahan; verwaltungs appart; aparatur pemerintahan, verwaltung bezirk; wilayah pemerintahan. (sebagaimana telah dikutip dalam Ridwan H. R, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2010, h. 28.) 15 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia: Jakarta, 1981, h Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta, 2008, h Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Citra Aditya Bakti: Bandung, 2001, h. 6. 8

26 gabungan jabatan, aparat (alat) administrasi yang dibawah pimpinan pemerintah melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah. 18 Menurut Dimock dan Dimock administrasi negara adalah aktivitas-aktivitas negara dalam melaksanakan kekuasaan-kekuasaan politiknya; dalam arti sempit, aktivitas-aktivitas badan-badan eksekutif dan kehakiman atau khususnya aktivitas-aktivitas badan eksekutif saja dalam melaksanakan pemerintahan. 19 Dari beberapa pendapat tersebut dapatlah diketahui bahwa administrasi negara adalah keseluruhan aparatur pemerintah yang melakukan berbagai aktivitas atau tugas-tugas negara selain tugas pembuatan undang-undang dan pengadilan Hukum Administrasi Negara Hukum Administrasi Negara dikenal berbagai sinonim, yaitu Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Tata Negara dalam arti sempit. Universitas Indonesia, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Muslim Indonesia memakai istilah Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Usaha Negara. Universitas Gajah Mada dan Universitas Airlangga memakai istilah Hukum Tata Pemerintahan. Kesepakatan pengajar mata kuliah sejenis di Cibulan 1973 menganjurkan istilah Hukum Administrasi 18 E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Mas: Surabaya, 1986, h Ridwan H. R, Op. Cit., h Pada perkembangannya, meskipun tugas administrasi negara itu dikecualikan dari kegiatan membuat undang-undang atau peraturan perundang-undangan dan kegiatan mengadili, akan tetapi dalam perkembangan tugas-tugas pemerintahan dewasa ini kegiatan administrasi negara juga tidak dapat dilepaskan sepenuhnya dengan kegiatan pembuatan peraturan perundang-undangan dan kegiatan mengadili. 9

27 Negara, namun demikian setiap fakultas bebas untuk memakai istilah yang dipakai. 21 Berbagai pengertian administrasi negara memberikan pemahaman terkait Hukum Administrasi Negara yang diberikan oleh para pakar hukum, diantaranya sebagai berikut: Van Vollenhoven; Hukum Administrasi Negara adalah suatu gabungan ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara. 2. De La Bassecour Laan Hukum Administrasi Negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab negara berfungsi (beraksi), maka peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungannya antara tiaptiap warga negara dengan pemerintahannya. 3. Muchsan Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai struktur dan kefungsian administrasi negara. 4. Parjudi atmosudirjo Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai pemerintah beserta aparaturnya yang terpenting, yakni administrasi negara. 21 Willy D.S. Voll, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Sinar Grafika: Jakarta, 2014, h Jawade Hafidz Arsyad, Op. Cit., h

28 5. J.H. Logemann Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai hubungan antara jabatan-jabatan satu dengan lainnya serta hubungan hukum antara jabatan-jabatan negara itu dengan para warga masyarakat J. M. Baron de Gerando Hukum Administrasi Negara adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan timbal balik antara rakyat dengan pemerintah. 24 B. Kekuasaan dan Kewenangan Pemerintah 1. Pengertian Oxford Advanced Dictionary menjelaskan dari sudut etimologi, kekuasaan secara sederhana dan umum diartikan sebagai kemampuan berbuat atau bertindak (power is an ability to do or act), sedangkan di dalam Black s Law Dictionary, kekuasaan diberi pengertian sebagai... an ability on the part of a person to reduce a change in a given legal relation by doing a given act ataupun juga..., is a liberty or authority reserved by, or limited to, a person to dispose of real or personal property, for his own benefit of others, or enabling one person to dispose of interest which is vested in another Prins dan Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Pradnya Paramita: Jakarta, 1983, h Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, LaksBang: Yogyakarta, 2008, h S.F. Marbun dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press: Yogyakarta, 2001, h

29 Kekuasaan berasal dari kata power (Inggris) dan macht (Belanda). Sedangkan kata wewenang berasal dari kata competence (Inggris) dan gezag (Belanda). Dari kedua istilah tersebut jelas tersimpul perbedaan makna dan pengertian sehingga dalam penempatan kedua istilah tersebut haruslah dilakukan secara cermat dan hati-hati. Penggunaan atau pemakaian kedua istilah tersebut nampaknya tidak terlalu dipermasalahkan dalam realitas penyelenggaraan pemerintahan kita. Hal itu memberikan kesan dan indikasi, bahwa bagi sebagian aparatur dan pejabat penyelenggara negara atau pemerintahan kedua istilah tersebut tidaklah begitu penting untuk dipersoalkan. Padahal dalam konsep hukum tata negara dan hukum administrasi keberadaan wewenang pemerintahan memiliki kedudukan sangat penting. Begitu pentingnya kedudukan wewenang pemerintahan tersebut sehingga F.A.M. Stroink dan J.G Steenbeek menyebutnya sebagai konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi (het begrip bevoegdheid is dan ook een kernbegrip in het staats en administratief recht). 26 Menurut P. Nicolai wewenang pemerintahan adalah kemampuan untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum tertentu yakni, tindakan atau perbuatan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum (het vermogen tot het verrichten van bepaalde rechshandelingen is handelingen die op rechtsgevolg gericht zijn en dus ertoe strekken dat bepaalde 26 Sadjijono, Op. Cit., h

30 rechtsgevolgen onstaan of teniet gaan). Selanjutnya, dikemukakan bahwa dalam wewenang pemerintahan itu tersimpul adanya hak dan kewajiban dari pemerintah dalam melakukan tindakan atau perbuatan pemerintahan tersebut. Pengertian hak menurut P. Nicolai berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan atau perbuatan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu (een recht houdt in de vrijheid om een bepaalde feitelijke handeling te verrichten op na te laten, of de aanspraak op het verrichten van een handeling door een ander). Sedangkan kewajiban dimaksudkan sebagai pemuatan keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan atau perbuatan (een plicht impliceert een verplichting om een bepaalde handeling te verrichten op na telaten). 27 Bagir Manan mempertegas istilah dan terminologi apa yang dimaksudkan dengan wewenang pemerintahan. Menurutnya, wewenang dalam bahasa hukum tidaklah sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Sedangkan, wewenang dalam hukum dapat sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitan dengan proses penyelenggaraan pemerintahan, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen) dan mengelola sendiri (zelfbestuuren), sedangkan kewajiban berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Dengan 27 Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, Identitas Universitas Hasanuddin: Makassar, 2013, h (sebagaimana telah dikutip dalam P. Nicolai, Bestuurrecht, Amsterdam, 1994, h. 4.) 13

31 demikian, substansi dari wewenang pemerintahan adalah kemampuan untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan (het vermogen tot het verrichten van bepaalde rechtshandelingen). 28 Kewenangan (authority) adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap segolongan orang tertentu maupun terhadap suatu bidang pemerintahan tertentu yang berasal dari kekuasaan legislatif atau dari kekuasaan pemerintah, sedangkan pengertian wewenang (competence) hanyalah mengenai onderdil tertentu atau bidang tertentu saja. Dengan demikian, wewenang adalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik atau secara yuridis, wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan hukum tertentu. 29 Menurut H. D Stout wewenang merupakan suatu pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan 28 Sadjijono, Op. Cit., h Prajudi Atmosudirdjo, Op. Cit., h. 78. Pada pembahasan selanjutnya dalam karya ilmiah ini, penggunaan kata wewenang dan kewenangan diidentikkan dengan makna yang sama. Hal ini didasari oleh bunyi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi yang menggunakan redaksi kata kewenangan yang selanjutnya diikuti oleh beberapa literatur yang tidak menempatkan penggunaan kata wewenang dengan kewenangan pada penggunaan yang berbeda, salah satu diantaranya pada Abdul Latif dalam Hukum Administrasi dalam Praktik Tindak Pidana Korupsi, Prenada Media Group: Jakarta, 2014, h. 6-7 (sebagaimana telah dikutip dalam Henry Campbell Black, Black s Law Dictionary, West Publishing, 1990, h. 133) yang menyatakan bahwa Istilah wewenang atau kewenangan disejajarkan dengan authority dalam Bahasa Inggris dan bevoegdheid dalam Bahasa Belanda. Authority dalam Black s Law Dictionary diartikan sebagai Legal power; a right to command or to act; the right and power of public officers to reuire obedience to their orders lawfully issued in scope of their public duties. (Kewenangan atau wewenang adalah kekuasaan hukum, hak untuk memerintah atau bertindak; hak atau kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi aturan hukum dalam lingkup melaksanakan kewajiban publik). 14

32 dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subyek hukum publik di dalam hubungan hukum publik (bevoegdheid is een begrip uit het bestuurlijke organisatierecht, wat kan worden omschreven als het geheel van regels dat betrekking heeft op de verkkrijging en uit oefening van bestuursrechtelijke bevoegdheden rechtsverkeer). Lebih lanjut, H. D. Stout, dengan berdasar pada pendapat Goorden, mengatakan bahwa wewenang adalah het geheel van rechten en plichten dat hetzij expliciet door de wetgever aan publiekrechtelijke rechtssubjecten is toegekend 30 Bahkan, L. Tonnaer secara tegas mengemukakan bahwa kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melakukan hukum positif, dan dengan begitu dapat diciptakan suatu hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara (overheids bevoegdheid wordt in dit verband op gevat als het vermogen om positief recht vas te stellen en al dus rechtsbetrekkingen tussen burgers onderling en tussen overheid en te scheppen). 31 Berbeda dengan pemikiran barat yang mengandung makna bahwa kewenangan adalah kemampuan dari seseorang atau kelompok yang memiliki kekuasaan. Dalam konsep Islam, manusia adalah mandataris (khalifah) yang ada di muka bumi sehingga wewenang mutlak ada pada Allah. Manusia hanya pengemban amanah dari Allah. Dalam hukum Islam 30 Ridwan H.R, Op. Cit., h Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara Dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa: Bandung, 2012, h (sebagaimana telah dikutip dalam FPCL. Tonnaer, Legaal Bestuuren; Het Legaliteitsgeginsel, toetssteen of Struikelblok. Tulisan dalam Bestuuren Norm, Bundel Opstellen Opgegraven aan R Crince Le Roy, Kluwe-Deventer, 1996, h. 265.) 15

33 digariskan kaidah bahwa adanya penguasa yang berwenang sebagai penanggungjawab dan pengatur (pemerintah) merupakan keharusan. 32 Dalam konsepsi negara hukum wewenang pemerintahan itu berasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dikemukakan Huisman yang menytakan bahwa organ pemerintahan tidak dapat menganggap ia memiliki sendiri wewenang pemerintahan. Kewenangan hanya diberikan oleh undang-undang. Pembuat undangundang tidak hanya memberikan wewenang pemerintahan kepada organ pemerintahan, akan tetapi juga terhadap para pegawai atau terhdap badan khusus untuk itu. Pendapat yang sama dikemukakan oleh P. De Haan dengan menyebutkan, bahwa wewenang pemerintahan tidaklah jatuh dari langit, akan tetapi ditentukan oleh hukum (overheidsbevoegdheden komen niet uit de lucht vallen, zij worden door het recht genormeerd). 33 Untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh tentang seperti apa wewenang pemerintahan itu dijalankan, maka terlebih dahulu akan diuraikan pengertian mengenai apa yang dimaksudkan dengan jabatan pemerintahan yang terambil dari kata ambt (jabatan) dalam bahasa Belanda. Hanya dengan memahami apa yang dimaksud dengan jabatan tersebut dengan sendirinya akan didapatkan pemahaman mengenai adanya hubungan antara jabatan dengan wewenang pemerintahan. 32 Zaenuddin Naenggolan, Inilah Islam, Kalam Mulia: Jakarta, 2007, h Aminuddin Ilmar, Op. Cit., h

34 Dalam konsep hukum tata negara sebagaimana dikemukakan oleh Logemann bahwa negara adalah organisasi jabatan (de staat is ambten organisatie). Selanjutnya, dikemukakan bahwa dalam bentuk kenyataan sosialnya, negara adalah organisasi yang berkenaan dengan berbagai fungsi. Pengertian fungsi adalah lingkungan kerja yang terperinci dalam hubungannya secara keseluruhan, dan fungsi-fungsi ini dinamakan sebagai dengan jabatan (in zijn sociale verschijningvorm is de staat organisatie, een verband van functie. Met functie is dan bedoeld; een omschreven werkring in verband van het geheel. Zij heet, met betrekking tot de staat, ambt). 34 Dengan kata lain, menurut Bagir Manan jabatan adalah lingkungan kerja tetap yang berisi fungsi-fungsi tertentu yang secara keseluruhan akan mencerminkan tujuan dan tata kerja suatu organisasi. Kumpulan atau keseluruhan jabatan atau lingkungan kerja tetap inilah yang akan mewujudkan suatu organisasi. Selanjutnya menurut Bagir Manan organisasi tidak lain dari kumpulan jabatan atau lingkungan kerja tetap dengan berbagai fungsi. Keseluruhan fungsi dari semua jabatan atau lingkungan kerja tetap tersebut akan mencerminkan tujuan organisasi. 35 Demikian pula halnya dengan organisasi negara yang berisikan jabatan-jabatan negara atau lingkungan kerja tetap yang berisikan berbagai fungsi untuk mencapai tujuan negara. Jabatan adalah suatu lembaga dengan lingkup pekerjaan sendiri yang dibentuk untuk waktu 34 Ridwan H.R., Op. Cit., h Ibid. 17

35 yang lama dan kepadanya diberikan tugas dan wewenang (een ambt is een instituut met eigen werkring waaraan bij de instelling duurzaam en welomschreven taak en bevoegdheden zijn verleend). Dengan kata lain, jabatan adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap yang berisikan fungsifungsi (werkring van vaste werkzaam-heden met functie) yang diadakan dan dilakukan untuk kepentingan negara. 36 Penyelenggaraan organisasi negara yang dalam hal ini dijalankan oleh pemerintah dan berisikan sejumlah jabatan-jabatan yang melekat pada organisasi negara tersebut pada pelaksanaannya dilakukan atau dilaksanakan oleh para pemegang atau pemangku jabatan dan seringkali disebut dengan istilah pejabat penyelenggara pemerintahan. Dalam menjalankan jabatan pemerintahan para pejabat dilekatkan tugas dan wewenang (taak en bevoegdheid) untuk merealisasikan fungsi jabatan yang dipangkunya. Menurut Bagir manan agar tugas dan wewenang pejabat pemerintahan dapat dialksanakan dalam suatu tindakan atau perbuatan hukum konkrit dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara politik, hukum dan atau sosial, maka kepada para pejabat pemerintahan dibekali dengan hak dan kewajiban (recht en plicht) tertentu. 37 Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa jabatan itu bersifat tetap, sementara pemegang atau pemangku jabatan atau pejabat pemerintahan itu (ambstdrager) silih berganti. Dalam konsep hukum tata negara hal itu menjadi kelaziman oleh karena memungkinkan fungsi- 36 Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia, Satu Kajian Teoritik, FH UII Press: Yogyakarta, 2004, h Ibid. 18

36 fungsi yang melekat atau dilekatkan pada jabatan itu dapat terlaksana. Apalagi dianut prinsip, bahwa tidak ada jabatan seumur hidup atau terdapat pembatasan masa jabatan sehingga harus terjadi pergantian pemangku jabatan agar tidak terjadi kekosongan jabatan guna menjalankan fungsi-fungsi yang melekat pada jabatan pemerintahan tersebut. Oleh karena itu, harus ada sebuah pranata yang dapat digunakan untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut dengan melakukan sebuah proses pengisian jabatan. 38 Jabatan dalam lingkungan organisasi negara dapat dibedakan dengan berbagai macam cara. Bagir Manan membedakan jabatan sebagai alat perlengkapan negara dan jabatan sebagai penyelenggara administrasi pemerintahan. Selain itu, dibedakan pula antara jabatan politik dan bukan politik. Bahkan dibedakan pula jabatan yang secara langsung bertanggungjawab dan berada dalam kendali atau pengawasan publik dan yang tidak langsung bertanggungjawab dan tidak langsung berada dalam pengawasan dan kendali publik. Selanjutnya, menurut Bagir Manan, perbedaan-perbedaan tersebut dapat lebih dirinci dengan berbagai cara atau pendekatan. Dalam hal pengisian jabatan yang penting diperhatikan adalah, apakah pengisian jabatan pemerintahan tersebut memerlukan atau tidak memerlukan peran serta atau dukungan dari rakyat (publik). Selain itu, apakah dalam pengisian jabatan pemerintahan itu harus dilakukan secara kolegial atau oleh perorangan tertentu. 38 Aminuddin Ilmar, Op. Cit., h

37 Perbedaan tersebut penting dilakukan bukan hanya berkaitan dengan tata cara atau prosedur pengisian jabatan, akan tetapi berkaitan pula dengan pertanggungjawaban dan pengawasan serta kendali terhadap pemegang atau pemangku jabatan (pejabat) tertentu Sifat Wewenang Pemerintahan Wewenang merupakan kekuasaan untuk melakukan semua tindakan atau perbuatan hukum publik. Dengan kata lain, Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa pada dasarnya wewenang pemerintahan itu dapat dijabarkan kedalam dua pengertian yakni, sebagai hak untuk menjalankan suatu urusan pemerintahan (dalam arti sempit) dan sebagai hak untuk dapat secara nyata memengaruhi keputusan yang akan diambil oleh instansi pemerintah lainnya (dalam arti luas). 40 Peter Leyland dan Terry Woods dengan tegas menyatakan, bahwa kewenangan publik mempunyai dua ciri utama yakni, pertama bahwa setiap keputusan yang dibuat oleh pejabat pemerintahan mempunyai kekuatan mengikat kepada seluruh anggota masyarakat, dalam arti harus dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat dan kedua, bahwa setiap keputusan yang dibuat oleh pejabat pemerintah mempunyai fungsi publik atau melakukan pelayanan publik. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa wewenang khususnya wewenang pemerintahan adalah kekuasaan yang 39 Bagir Manan, Op. Cit., h Prajudi Atmosudirdjo, Op. Cit., h

38 ada pada pemerintah untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berdasar peraturan perundang-undangan. 41 Safri Nugraha dan kawan-kawan mengemukakan, bahwa sifat wewenang pemerintahan itu meliputi tiga aspek yakni, selalu terikat pada suatu masa tertentu, selalu tunduk pada batas yang ditentukan dan pelaksanaan wewenang pemerintahan terikat pada hukum tertulis dan hukum tidak tertulis (asas-asas umum pemerintahan yang baik). Lebih lanjut, dikemukakan bahwa sifat wewenang yang selalu terikat pada suatu masa tertentu ditentukan secara jelas dan tegas melalui suatu peraturan perundang-undangan. Lama berlakunya wewenang tersebut juga disebutkan dalam peraturan yang menjadi dasarnya. Sehingga bilamana wewenang pemerintahan tersebut dipergunakan dan tidak sesuai dan sifat wewenang pemerintahan itu, maka tindakan atau perbuatan pemerintah itu bisa dikatakan tidak sah atau batal demi hukum. Selain itu, sifat wewenang yang berkaitan dengan batas wilayah wewenang pemerintahan itu atau wewenang itu selalu tunduk pada batas yang telah ditentukan berkaitan erat dengan batas wilayah kewenangan dan batas cakupan dari materi kewenangannya. Batas wilayah kewenangan terkait erat dengan ruang lingkup kompetensi absolut dari wewenang pemerintahan tersebut. 42 Kepustakaan hukum administrasi membagi sifat wewenang pemerintah yakni, bahwa terdapat wewenang pemerintahan yang bersifat 41 Aminuddin Ilmar, Op. Cit., h Ibid., h

39 terikat, fakultatif, dan bebas, terutama dalam kaitannya dengan kewenangan untuk membuat dan menerbitkan keputusan-keputusan yang bersifat mengatur (besluiten) dan keputusan-keputusan yang bersifat menetapkan (beschikkingen) oleh organ pemerintahan. Oleh Indroharto dikemukakan bahwa wewenang pemerintahan yang bersifat terikat yakni, terjadi apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan, atau peraturan dasarnya sedikit banyak menentukan tentang isi dari keputusan yang harus diambil. Dengan kata lain, terjadi apabila peraturan dasar yang menentukan isi dari keputusan yang harus diambil secara terinci, maka wewenang pemerintahan semacam itu merupakan wewenang yang bersifat terikat. Sedangkan wewenang fakultatif terjadi dalam hal badan atau pejabat pemerintah yang bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalam hal-hal atau keadaan-keadaan tertentu saja sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasarnya. Wewenang pemerintahan yang bersifat bebas yakni, terjadi ketika peraturan dasarnya memberi kebebasan kepada badan atau pejabat pemerintah untuk menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkannya atau peraturan dasarnya memberikan ruang lingkup kebebasan kepada pejabat pemerintah untuk mengambil suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Op. Cit., h

40 Philipus M. Hadjon dengan mengutip pendapat Spelt dan Ten Berger membagi kewenangan bebas dalam dua kategori, yakni, kebebasan kebijakan dan kebebasan penilaian. Kebebasan kebijakan ada apabila peraturan perundang-undangan memberikan wewenang tertentu kepada organ pemerintah, sedangkan organ tersebut bebas untuk (tidak) menggunakannya meskipun syarat-syarat bagi penggunaannya secara sah dipenuhi. Adapun kebebasan penilaian ada apabila menurut hukum diserahkan kepada organ pemerintahan untuk menilai secara mandiri dan eksklusif terkait syarat-syarat bagi pelaksanaan suatu wewenang secara sah telah dipenuhi Sumber Wewenang Pemerintahan Legaliteitbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur, pilar utama negara hukum adalah asas legalitas. Secara teoretis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yakni atribusi, delegasi, dan mandat. 45 Menurut Indroharto bahwa pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Di sini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. 46 Lebih lanjut disebutkan, bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang pemerintahan itu dibedakan antara: 44 Ibid., h Ridwan H.R., Op. Cit., h Sadjijono, Op. Cit., h

41 a. yang berkedudukan sebagai original legislator; di negara kita tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi dan DPR bersamasama dengan pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undangundang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemerintah daerah yang melahirkan Peraturan Daerah. b. yang bertindak sebagai delegated legislator; seperti Presiden yang berdasar pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan Peraturan Pemerintah, dalam mana diciptakan wewenang pemerintahan kepada badan atau jabatan pemerintahan tertentu. Pada delegasi terjadi pelimpahan suatu wewenang yang telah ada (wewenang asli) oleh badan atau jabatan pemerintahan yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan pemerintahan lainnya. Jadi suatu wewenang delegasi selalui didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. Sedangkan, pengertian mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Dengan kata lain, suatu tindakan atau perbuatan yang mengatasnamakan badan atau jabatan pemerintahan yang diwakilinya (bertindak untuk dan atas nama badan atau jabatan pemerintahan). Hal ini sama atau serupa dengan konsep pemberian kuasa dalam hukum perdata yang memberi kewenangan pada penerima kuasa untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum atas nama pemberi kuasa Ridwan H.R., Op. Cit., h

42 Untuk lebih jelasnya pengertian apa yang dimaksudkan dengan atribusi, delegasi, dan mandat maka oleh H.D. Van Wijk/Willem Konijnenbelt: a. Atribusi sebagai suatu pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan (atribute is toekenning van een bestuurrsbevoegheid door een wetgever aan een bestuursorgaan). b. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya (delegatie is overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan aan een ander). c. Mandat adalah terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh orang lain atas namanya (mandaat is een bestuursorgaan loot zijn bevoegheid namens hem uitoefenen door een ander). 48 Berbeda dengan van Wijk/Willem Konijnenbelt maka F.A.M. Stroink dan J.G. steenbeek mengemukakan pendapatnya dengan menyatakan, bahwa hanya ada dua cara organ pemerintahan memperoleh wewenang yakni, dengan dengan jalan atribusi dan delegasi (er bestaan slechts twee wijzen waarop een organ aan een bevoegdheid kan komen, namelijk attributie en delegatie). Mengenai pengertian atribusi dan delegasi dengan tegas dikemukakan, bahwa atribusi berkenaan dengan penyerahan 48 Ibid., h

43 wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada atau organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain sehingga delegasi secara logis selalu didahului dengan suatu atribusi. Dengan kata lain, delegasi tidak mungkin ada tanpa atribusi mendahuluinya (bij attributie gaat hem om het toekennen van een nieuwe bevoegdheid; bij delegatie gaat het om het overdragen van een reeds bestaande bevoegdheid or door het orgaan dat die bevoegdheid geattributueerd heeft gekregen, aan een ander orgaan; aan delegatie gaat dus altijd logischewijs vooraf). 49 Dalam hal pengertian mandat tidak dibicarakan mengenai penyerahan wewenang atau pelimpahan wewenang. Bahkan, dalam hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang apapun atau setidak-tidaknya dalam arti yuridis formal, yang terjadi hanyalah hubungan internal. Dapat dicontohkan bahwa secara faktual jabatan menteri dengan pegawai kementerian, dimana menteri yang mempunyai kewenangan dapat melimpahkan kepada pegawai kementerian untuk mengambil keputusan tertentuatas nama menteri, sementara secara yuridis wewenang dan tanggung jawab tetap berada pada jabatan atau organ kementerian. Dengan kata lain, pegawai kementerian memutuskan secara faktual sedangkan menteri memutuskan secara yuridis (bij mandaat is noch sprake van een bevoegdheidstoekenning, noch van een bevoegdheisoverdracht. In geval van mandaat verandert er aan een 49 Sadjijono, Op. Cit., h

WEWENANG DAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM HUKUM ADMINISTRASI DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014

WEWENANG DAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM HUKUM ADMINISTRASI DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 WEWENANG DAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM HUKUM ADMINISTRASI DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 sumber gambar: jurnalrakyat.net I. PENDAHULUAN Negara merupakan sebuah organisasi atau badan

Lebih terperinci

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM )

SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM ) SUMBER- SUMBER KEWENANGAN. (Totok Soeprijanto, widyaiswara Pusdiklat PSDM ) Penerapan asas negara hukum oleh pejabat administrasi terikat dengan penggunaan wewenang kekuasaan. Kewenangan pemerintah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju. Maksud dari otonomi daerah adalah hak, wewenang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA LAUT. 1.1.Tinjauan Umum Mengenai Pemerintah Daerah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA LAUT. 1.1.Tinjauan Umum Mengenai Pemerintah Daerah BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA LAUT 1.1.Tinjauan Umum Mengenai Pemerintah Daerah 1.1.1. Pengertian Pemerintah Daerah Sistem pemerintahan daerah di

Lebih terperinci

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh :

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh : 41 FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN Oleh : Gusti Ayu Ratih Damayanti, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram Abstract In principle, there were two forms of

Lebih terperinci

HAN Sektoral Pertemuan Pertama Tindakan Administrasi Negara Sumber: Pak Harsanto Nursadi

HAN Sektoral Pertemuan Pertama Tindakan Administrasi Negara Sumber: Pak Harsanto Nursadi HAN Sektoral Pertemuan Pertama Tindakan Administrasi Negara Sumber: Pak Harsanto Nursadi Negara adalah organisasi kekuasaan (matchtenorganisatie). Maka HAN sebagai instrumen untuk mengawasi penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

SKRIPSI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PELAKSANAAN URUSAN PERTANIAN OLEH NURAENI B

SKRIPSI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PELAKSANAAN URUSAN PERTANIAN OLEH NURAENI B SKRIPSI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PELAKSANAAN URUSAN PERTANIAN OLEH NURAENI B 121 12 172 PRODI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 HALAMAN JUDUL KEWENANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Instrumen Pemerintahan 1. Regeling Perbuatan pemerintah yang dilakukan dalam bentuk mengeluarkan peraturan atau regling, dimaksudkan dengan tugas hukum yang diemban pemerintah

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015 TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN BERTINDAK PEMERINTAH DALAM PERSPEKTIF UNDANG- UNDANG NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN 1 Oleh : Bastian E. Amos 2 ABSTRAK Negara dalam menjaga dan menjamin

Lebih terperinci

ISTILAH, PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

ISTILAH, PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM ADMINISTRASI NEGARA ISTILAH, PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM ADMINISTRASI NEGARA By. FAUZUL FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JATIM 1 PEMBAHASAN Istilah dan Pengertian HAN Ruang Lingkup HAN Fungsi dan Sifat HAN 2 HIKMAH HARI

Lebih terperinci

ANALISIS NORMATIF TERHADAP PENGGUNAAN DISKRESI OLEH PEJABAT PEMERINTAHAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN PADA TINDAK PIDANA KORUPSI

ANALISIS NORMATIF TERHADAP PENGGUNAAN DISKRESI OLEH PEJABAT PEMERINTAHAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN PADA TINDAK PIDANA KORUPSI SKRIPSI ANALISIS NORMATIF TERHADAP PENGGUNAAN DISKRESI OLEH PEJABAT PEMERINTAHAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN PADA TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH MUHAMMAD TAUFIQ AKBAR M B111 13 311 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS NEGARA KESEJAHTERAAN (WELFARE STATE)

KEWENANGAN PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS NEGARA KESEJAHTERAAN (WELFARE STATE) KEWENANGAN PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS NEGARA KESEJAHTERAAN (WELFARE STATE) (Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum, FH Unisma Malang, ISSN: 0854-7254, Vol. XIX No. 36, Pebruari-Mei 2013, h.

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM DEMOKRASI

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM DEMOKRASI NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM DEMOKRASI By. FAUZUL FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JATIM 1 PEMBAHASAN Sekilas tentang Negara Hukum Negara Hukum yang Demokratis Istilah dan Pengertian HAN Ruang Lingkup HAN Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI DANA ANGGARAN PEMBANGUNAN SARANA AIR BERSIH DESA JELBUK

ANALISIS YURIDIS PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI DANA ANGGARAN PEMBANGUNAN SARANA AIR BERSIH DESA JELBUK SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI DANA ANGGARAN PEMBANGUNAN SARANA AIR BERSIH DESA JELBUK (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor : 971/Pid.Sus/2010/PN.Jr) JURIDICAL ANALYSIS

Lebih terperinci

ABSTRAK PENDAHULUAN. Oleh : M. Syafei. Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak Kalimantan Barat

ABSTRAK PENDAHULUAN. Oleh : M. Syafei. Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak Kalimantan Barat 121 KEWENANGAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN KALIMANTAN BARAT - SARAWAK (Studi Dari Aspek UU No. 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara) Oleh : M. Syafei Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa beban target penerimaan pajak yang terlalu berat telah melahirkan kebijakan pemeriksaan yang menghambat

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA (TUN) PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN) Oleh : Bernat Panjaitan, SH, M.Hum Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG JABATAN, PEMERINTAH DAERAH, ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK, KEWENANGAN SERTA ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PRODUK

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG JABATAN, PEMERINTAH DAERAH, ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK, KEWENANGAN SERTA ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PRODUK BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG JABATAN, PEMERINTAH DAERAH, ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK, KEWENANGAN SERTA ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH A. Jabatan dan Pejabat dan Penjabat Pengertian

Lebih terperinci

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Yang Mulia Hakim Majelis, atas permintaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dalam perkara sengketa wewenang antara

Lebih terperinci

INSTRUMEN PEMERINTAH

INSTRUMEN PEMERINTAH INSTRUMEN PEMERINTAH Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara KELOMPOK 8 KELAS A PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR

Lebih terperinci

OLEH: AGUS NGADINO, S.H.,M.H.

OLEH: AGUS NGADINO, S.H.,M.H. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM ADMINISTRASI NEGARA OLEH: AGUS NGADINO, S.H.,M.H. NAMA CURRICULUM VITAE PEKERJAAN JABATAN PENDIDIKAN TERAKHIR BIDANG AGUS NGADINO, S.H.,M.H. DOSEN SEKRETARIS BAGIAN HUKUM

Lebih terperinci

Abrori, S.H.I., S.H., M.H. Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Cimahi Jl. Raya Cibeber No. 148, Cimahi Selatan

Abrori, S.H.I., S.H., M.H. Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Cimahi Jl. Raya Cibeber No. 148, Cimahi Selatan 1 KEABSAHAN PENGGUNAAN KEWENANGAN KEBEBASAN BERTINDAK BAGI PEMERINTAH (DISKRESI) : STUDI TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Abrori, S.H.I., S.H., M.H. Sekolah

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI

PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI Prof. Dr. HM. LAICA MARZUKI, S.H. PENDAHULUAN Pemberlakuan

Lebih terperinci

EKSISTENSI GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF. Disertasi

EKSISTENSI GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF. Disertasi EKSISTENSI GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF Disertasi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Doktor Program Studi Ilmu Hukum Disusun

Lebih terperinci

SKRIPSI STATUS BADAN HUKUM KOPERASI YANG DIDIRIKAN ATAS DASAR AKTA DI BAWAH TANGAN. (The Legal Entity Status Of Cooperative By Underhand Deed)

SKRIPSI STATUS BADAN HUKUM KOPERASI YANG DIDIRIKAN ATAS DASAR AKTA DI BAWAH TANGAN. (The Legal Entity Status Of Cooperative By Underhand Deed) SKRIPSI STATUS BADAN HUKUM KOPERASI YANG DIDIRIKAN ATAS DASAR AKTA DI BAWAH TANGAN (The Legal Entity Status Of Cooperative By Underhand Deed) RENDRA EKA ADITYA NIM. 080710101188 KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05 MAKALAH ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK Menganalisis pelanggaran AAUPB terhadap Surat Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi

Lebih terperinci

PENJATUHAN PIDANA PENJARA BAGI TERDAKWA PENYALAHGUNAAN NARKOBA

PENJATUHAN PIDANA PENJARA BAGI TERDAKWA PENYALAHGUNAAN NARKOBA PENJATUHAN PIDANA PENJARA BAGI TERDAKWA PENYALAHGUNAAN NARKOBA Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Strata Satu (S1) Bidang Ilmu Hukum Oleh : MUHAMMAD

Lebih terperinci

OLEH : EFIK YUSDIANSYAH

OLEH : EFIK YUSDIANSYAH OLEH : EFIK YUSDIANSYAH ISTILAH KEKUASAAN (LEGISLATIF) KEWENANGAN (EKSEKUTIF) KOMPETENSI (YUDISIAL) KEKUASAAN Kemampuan seseorang untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain sesuai dengan tujuan dan keinginannya.

Lebih terperinci

IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH 1 IMPLIKASI BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Oleh NOPYANDRI Fakultas Hukum Universitas Jambi Abstrak Esensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum, masyarakat diberi ruang apresiasi dalam menentukan hak politiknya

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum, masyarakat diberi ruang apresiasi dalam menentukan hak politiknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia merupakan manifestasi demokrasi. Dalam pemilihan umum, masyarakat diberi ruang apresiasi dalam menentukan hak politiknya

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. A. Gunawan Setiardja, 1990, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, Yogyakarta, Kanisius.

DAFTAR PUSTAKA. A. Gunawan Setiardja, 1990, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, Yogyakarta, Kanisius. 96 DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku A. Gunawan Setiardja, 1990, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, Yogyakarta, Kanisius. Abu Daud Busroh dan H. Abubakar Busro, 1983, Asas-Asa Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian bangsa dan pengakaran nilai-nilai budaya sebagai salah satu upaya

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian bangsa dan pengakaran nilai-nilai budaya sebagai salah satu upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah mempunyai peran yang sangat strategis sebagai sarana pembinaan keluarga dan pendidikan dasar dan juga berfungsi dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum pidana, ditandai oleh perubahan peraturan perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh dinamika doktrin dan ajaran-ajaran

Lebih terperinci

SKRIPSI PUTUSAN PEMIDANAAN DIBAWAH ANCAMAN PIDANA MINIMUM KHUSUS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (Putusan MA nomor 2031K/Pid.

SKRIPSI PUTUSAN PEMIDANAAN DIBAWAH ANCAMAN PIDANA MINIMUM KHUSUS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (Putusan MA nomor 2031K/Pid. SKRIPSI PUTUSAN PEMIDANAAN DIBAWAH ANCAMAN PIDANA MINIMUM KHUSUS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (Putusan MA nomor 2031K/Pid.Sus/2011) PUNISHMENT CRIME VERDICT UNDER THREAT OF A SPECIAL MINIMUM AGAINST

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD NRI 1945, yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Gagasan

Lebih terperinci

MOTTO PEMBERANTASAN KORUPSI HARUS DIMULAI DARI DIRI SENDIRI *

MOTTO PEMBERANTASAN KORUPSI HARUS DIMULAI DARI DIRI SENDIRI * SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA (PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO 1766 K/PID/2005) Juridical Analysis of Acquittal in a Criminal Act of Corruption

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. investor asing yang menjadi pokok kajian skripsi ini. khusus Polisi Resort Demak untuk menyelesaikan sengketa dengan melibatkan

BAB IV PENUTUP. investor asing yang menjadi pokok kajian skripsi ini. khusus Polisi Resort Demak untuk menyelesaikan sengketa dengan melibatkan BAB IV PENUTUP Dalam Bab ini Penulis mengemukakan sejumlah kesimpulan sehubungan dengan penggunaan diskresi sebagai alat penyelesaian sengketa dengan keterlibatan investor asing yang menjadi pokok kajian

Lebih terperinci

Perbuatan hukum Administrasi Negara

Perbuatan hukum Administrasi Negara Perbuatan hukum Administrasi Negara Perbuatan 2 yaitu: hukum administrasi negara meliputi 4 (empat) macam, penetapan rencana norma jabaran legislasi-semu Perbuatan 2 hukum tersebut dituangkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagalnya konsep legal state atau negara penjaga malam, melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. Gagalnya konsep legal state atau negara penjaga malam, melahirkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagalnya konsep legal state atau negara penjaga malam, melahirkan konsep baru yang populer dengan sebutan negara kesejahteraan atau welfare state. Semula dalam konspsi

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, KEWENANGAN, PERJANJIAN DAN ASET DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, KEWENANGAN, PERJANJIAN DAN ASET DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH, KEWENANGAN, PERJANJIAN DAN ASET DAERAH 2.1 Pemerintahan Daerah Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang terdiri dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pengaturan Wewenang Dalam Pengelolaan Wilayah Laut Sherlock Halmes Lekipiouw,S.H.,M.H

RINGKASAN. Pengaturan Wewenang Dalam Pengelolaan Wilayah Laut Sherlock Halmes Lekipiouw,S.H.,M.H RINGKASAN Pengaturan Wewenang Dalam Pengelolaan Wilayah Laut Sherlock Halmes Lekipiouw,S.H.,M.H Dalam disertasi ini isu hukum yang dikaji dan dianalisis berkaitan dengan pengaturan wewenang dalam pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar negara-negara modern di seluruh dunia saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar negara-negara modern di seluruh dunia saat ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar negara-negara modern di seluruh dunia saat ini telah menyatakan diri sebagai negara hukum. Gagasan negara hukum secara umum dapat diartikan bahwa segala

Lebih terperinci

ANALISIS USULAN AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 OLEH DEWAN PERWAKILAN DAERAH TENTANG PENGUATAN LEMBAGA PERWAKILAN

ANALISIS USULAN AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 OLEH DEWAN PERWAKILAN DAERAH TENTANG PENGUATAN LEMBAGA PERWAKILAN ANALISIS USULAN AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 OLEH DEWAN PERWAKILAN DAERAH TENTANG PENGUATAN LEMBAGA PERWAKILAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Gambaran tentang tinjauan kepustakaan atas diskresi yang Penulis uraikan dalam bab ini tidak lain dimaksudkan yntuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah, yaitu bagaimana diskresi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK ANAK MEMPEROLEH PENDIDIKAN

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK ANAK MEMPEROLEH PENDIDIKAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK ANAK MEMPEROLEH PENDIDIKAN Johan Jasin Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Abstrak: The Founding Fathers menetapkan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada hakikatnya berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

SKRIPSI LILIS ANDRIANI N.I.M :

SKRIPSI LILIS ANDRIANI N.I.M : SKRIPSI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN TERHADAP TENAGA KERJA YANG TIDAK DIIKUTSERTAKAN SEBAGAI PESERTA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN BERDASARKAN UU NO 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL COMPANY

Lebih terperinci

Pengertian Hukum Tata Negara

Pengertian Hukum Tata Negara NUR RO IS,S.H.,M.H. Pengertian Hukum Tata Negara Hukum Tata Negara Urusan Penataan Negara Struktur Kenegaraan Substansi Norma Kenegaraan Mekanisme hubungan antar stuktur Mekanisme hubungan antar struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah pada tahun 1999 sampai dengan 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewenangan Menurut H.D Stout, kewenangan adalah pengertian yang berasal dari hukum pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI. ANALISIS YURIDIS PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERLANJUT (Putusan Nomor : 79/Pid.Sus/2011/PT.

SKRIPSI. ANALISIS YURIDIS PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERLANJUT (Putusan Nomor : 79/Pid.Sus/2011/PT. SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERLANJUT (Putusan Nomor : 79/Pid.Sus/2011/PT.SBY) JURIDICAL ANALYSIS OF PUNISHMENT FOR PERPRETATOR CORRUPTION OF CONTINUOUSLY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Negara ini lahir dari perjuangan bangsa Indonesia yang bertekad mendirikan Negara kesatuan

Lebih terperinci

Dijerat Korupsi Akses Fee Rp 25 Juta

Dijerat Korupsi Akses Fee Rp 25 Juta Dijerat Korupsi Akses Fee Rp 25 Juta JAKARTA [PALUHAKIM.COM] Pengakuan Prof Dr Romli SH LLM, mantan Dirjen AHU yang menjadi terdakwa perkara dugaan korupsi akses fee Sisminbakum di Pengadilan Negeri Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila didukung oleh majunya perindustrian yang dimiliki. Perindustrian yang

BAB I PENDAHULUAN. apabila didukung oleh majunya perindustrian yang dimiliki. Perindustrian yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang memacu pertumbuhan ekonomi adalah kegiatan pembangunan di sektor industri. Pertumbuhan suatu negara dapat dikatakan maju apabila

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Kedudukan dan Kewenangan Wakil Kepala Daerah dalam Menandatangani Produk Hukum Daerah Ditinjau dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) HUKUM ADMINISTRASI NEGARA RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Dosen: Prof. Dr. Cecep Darmawan, S.Pd, S.IP.,M.Si Dwi Iman Muthaqin S.H., M.H PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Seri B, Vol. 6 No. 1, September 2001, Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

SKRIPSI KOMPETENSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA. Oleh VIRDINO FAHMI DIMHARI NIM

SKRIPSI KOMPETENSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA. Oleh VIRDINO FAHMI DIMHARI NIM SKRIPSI KOMPETENSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA (Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 200 K/Pdt.Sus/2012) Competence Of Costumer Dispute Resolution Agency

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN PELAKSANA TUGAS SEMENTARA ( PLT ) GUBERNUR DALAM PEMERINTAHAN DAERAH. 1. Pengertian Wewenang dan Kewenangan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN PELAKSANA TUGAS SEMENTARA ( PLT ) GUBERNUR DALAM PEMERINTAHAN DAERAH. 1. Pengertian Wewenang dan Kewenangan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWENANGAN PELAKSANA TUGAS SEMENTARA ( PLT ) GUBERNUR DALAM PEMERINTAHAN DAERAH A. Pengertian Kewenangan 1. Pengertian Wewenang dan Kewenangan Secara konseptual, istilah wewenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran hukum atau kejahatan tersebut merupakan tanggung jawab setiap

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran hukum atau kejahatan tersebut merupakan tanggung jawab setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan tidak bisa dilepaskan dari keberadaan masyarakat. Problem pelanggaran hukum atau kejahatan tersebut merupakan tanggung jawab setiap unsur masyarakat,

Lebih terperinci

HUKUM ADMINISTRASI PUBLIK

HUKUM ADMINISTRASI PUBLIK Pertemuan 2-3 HUKUM ADMINISTRASI PUBLIK Andy Kurniawan Staff Pengajar di Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Istilah, Pengertian dan Perbedaan HUKUM ADMINISTRASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat awal kemerdekaan, para pendiri bangsa telah sepakat menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Vol. 5 No. 2 Maret 2001, Lembaga Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas Desentralisasi dalam penyelengaraan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas Desentralisasi dalam penyelengaraan pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas Desentralisasi dalam penyelengaraan pemerintahan menurut pasal 1 angka 7 Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yaitu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

DISKRESI DAN TANGGUNG JAWAB PEJABAT PUBLIK PADA PELAKSANAAN TUGAS DALAM SITUASI DARURAT

DISKRESI DAN TANGGUNG JAWAB PEJABAT PUBLIK PADA PELAKSANAAN TUGAS DALAM SITUASI DARURAT DISKRESI DAN TANGGUNG JAWAB PEJABAT PUBLIK PADA PELAKSANAAN TUGAS DALAM SITUASI DARURAT Githa Angela Sihotang 1, Pujiyono 2, Nabitatus Sa adah 3 pujifhundip@yahoo.com ABSTRAK Kewenangan menjalankan jabatan

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBUKTIAN DALAM UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. :

SUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBUKTIAN DALAM UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. : KARYA ILMIAH SUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBUKTIAN DALAM UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI O L E H : DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. : 19580724 1987031003 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENULISAN HUKUM. Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Bidang Ilmu Hukum

PENULISAN HUKUM. Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Bidang Ilmu Hukum PENULISAN HUKUM ANALISIS YURIDIS NORMATIF TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR: 582/Pid.B/2013/PN.Mlg DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PERJUDIAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor: 582/Pid.B/2013/PN.Mlg

Lebih terperinci

2 pemerintah yang dalam hal ini yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS). 2 Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah bidang sumber daya manusia aparatur sebaga

2 pemerintah yang dalam hal ini yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS). 2 Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah bidang sumber daya manusia aparatur sebaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki sejarah panjang dalam sistem pemerintahannya. Sejarah tersebut telah mencatat berbagai permasalahan yang muncul terkait

Lebih terperinci

SKRIPSI KEWENANGAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN/KOTA DALAM VERIFIKASI PENDAFTARAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

SKRIPSI KEWENANGAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN/KOTA DALAM VERIFIKASI PENDAFTARAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SKRIPSI KEWENANGAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN/KOTA DALAM VERIFIKASI PENDAFTARAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH AUTHORITY COMMITTEE of GENERAL DISTRICT/CITY VERIFICATION of REGISTRATION

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya Negara-negara di dunia karena dapat menimbulkan kerugian yang sangat luar biasa. Khusus di Negara

Lebih terperinci

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI M. Afif Hasbullah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul Ulum Lamongan Jl. Airlangga 3 Sukodadi Lamongan ABSTRAK Metode pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

Lebih terperinci

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TERJADINYA KEGAGALAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DAN KEGAGALAN BANGUNAN

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TERJADINYA KEGAGALAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DAN KEGAGALAN BANGUNAN BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TERJADINYA KEGAGALAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DAN KEGAGALAN BANGUNAN 1. Tindak Pidana Jasa Konstruksi Tindak Pidana Jasa konstruksi merupakan salah satu problematika

Lebih terperinci

SKRIPSI KEWENANGAN PENGANGKATAN DIREKSI PERUSAHAAN DAERAH DI KOTA MAKASSAR (STUDI KASUS PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM)

SKRIPSI KEWENANGAN PENGANGKATAN DIREKSI PERUSAHAAN DAERAH DI KOTA MAKASSAR (STUDI KASUS PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM) SKRIPSI KEWENANGAN PENGANGKATAN DIREKSI PERUSAHAAN DAERAH DI KOTA MAKASSAR (STUDI KASUS PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM) OLEH : ANDI SUHARMIKA B111 13 567 DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pelaksanaan rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia seringkali

I. PENDAHULUAN. Proses pelaksanaan rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia seringkali I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pelaksanaan rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia seringkali menjadi sorotan di masyarakat, permasalahan pro-kontra yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

SKRIPSI KEDUDUKAN DAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI DAN MAHKAMAH AGUNG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

SKRIPSI KEDUDUKAN DAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI DAN MAHKAMAH AGUNG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN SKRIPSI KEDUDUKAN DAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI DAN MAHKAMAH AGUNG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN THE POSITION AND AUTHORITY OF THE CONSTITUTIONAL COURT AND THE

Lebih terperinci

SKRIPSI PENYELESAIAN SENGKETA HARTA WARIS YANG DIKUASAI SECARA MELAWAN HUKUM

SKRIPSI PENYELESAIAN SENGKETA HARTA WARIS YANG DIKUASAI SECARA MELAWAN HUKUM SKRIPSI PENYELESAIAN SENGKETA HARTA WARIS YANG DIKUASAI SECARA MELAWAN HUKUM (STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JEMBER NOMOR 3269/PDT.G/2007/PA.JR) DISPUTE SOLUTION TO THE HEIR PROPERTY HAVE BY RESULT OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat dan perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

KORUPSI KARENA PENYALAHGUNAAN WEWENANG. Oleh. Yudhi Widyo Armono, SE, SH, MH

KORUPSI KARENA PENYALAHGUNAAN WEWENANG. Oleh. Yudhi Widyo Armono, SE, SH, MH KORUPSI KARENA PENYALAHGUNAAN WEWENANG Oleh Yudhi Widyo Armono, SE, SH, MH A. PENDAHULUAN Untuk mengetahui penyalahgunaan wewenang harus dilihat dari segi sumber wewenang berasal. Hukum administrasi di

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017 PROSES PERIZINAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990 1 Oleh : Branley Carlos 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluar wilayah suatu negara harus tunduk pada hukum negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keluar wilayah suatu negara harus tunduk pada hukum negara tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan peraturan keimigrasian merupakan atribut yang sangat penting dalam menegakkan kedaulatan hukum suatu negara di dalam wilayah teritorial negara yang bersangkutan,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIV/2016 Frasa dapat merugikan keuangan negara dan Frasa atau orang lain atau suatu korporasi Sebagai Ketentuan Menjatuhkan Hukuman Pidana Bagi Tindak

Lebih terperinci