BAB II KAJIAN TEORI. semut, dan travelling salesman problem. Teori graf digunakan untuk menerapkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. semut, dan travelling salesman problem. Teori graf digunakan untuk menerapkan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI Pada bab kajian teori akan dibahas tentang teori graf, algoritma, algoritma semut, dan travelling salesman problem. Teori graf digunakan untuk menerapkan aplikasi rute Trans Jogja. Optimasi digunakan untuk mencari nilai optimal dalam menjalankan algoritma semut. Travelling salesman problem digunakan sebagai salah satu bentuk permasalahan rute terpendek Terminal Giwangan hingga Bantul Kota dengan menggunakan data berupa jarak antar halte. Data yang didapat dimodelkan ke dalam bentuk graf kemudian diselesaikan dengan metode algoritma semut. A. Teori Graf 1. Definisi Graf Suatu graf dapat dipandang sebagai kumpulan titik yang disebut simpul dan segmen garis yang menghubungkan dua simpul yang disebut dengan rusuk. Definisi 2.1 (Mardiyono, 1996:1) Graf G yang dilambangkan dengan G = (V, E) terdiri atas dua himpunan V dan E yang saling asing. V bukan himpunan kosong dengan unsur-unsurnya disebut simpul, sedangkan unsur himpunan E disebut rusuk. Setiap rusuk menghubungkan dua simpul yang disebut simpul-simpul ujung dari rusuk tersebut. Contoh graf pada gambar 2.1 menunjukkan graf G dengan V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } dan E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5, e 6 }. 8

2 G Gambar 2.1 Contoh Graf G 2. Keterhubungan Menurut Chartrand & Zang (2005:13), sebuah graf G dikatakan terhubung jika setiap dua simpul graf G terhubung. Dengan kata lain, graf G dikatakan terhubung jika ada suatu lintasan antara sembarang dua simpul. Graf dapat digunakan sebagai model dari suatu sistem, salah satunya yaitu model sistem rute perjalanan. Gambar 2.2 digunakan sebagai ilustrasi untuk membedakan graf berdasarkan rusuk yang dilalui dan simpul yang dituju dan disinggahi. H Gambar 2.2 Contoh Graf H 9

3 Berikut akan dijelaskan keterhubungan graf yaitu jalan (walk), jejak (trail), lintasan (path), sikel (cycle), dan sirkuit (circuit). a. Jalan (Walk) Definisi 2.2 (Mardiyono, 1996: 41) Misalkan graf G dengan rusuk V = {v 1, v 2, v 3,, v k } dan simpul E = {e 1, e 2, e 3,, e k }, yang membentuk barisan berhingga W = {v 1, e 1, v 2, e 2, v 3, e 3,, v k, e k }. Maka, definisi jalan (walk) adalah suatu barisan yang suku-sukunya berupa simpul dan rusuk yang diurutkan secara bergantian sedemikian hingga rusuk ujung e i adalah simpul v i 1 dan v i. Pada gambar 2.2, contoh suatu jalan (walk) adalah barisan berhingga W = {v 1, e 2, v 5, e 3, v 4, e 5, v 6, e 6, v 5 }. b. Jejak (Trail) Definisi 2.3 (Mardiyono, 1996: 41) Jejak (Trail) adalah walk tanpa rusuk berulang. Pada gambar 2.2, contoh jejak adalah W = {v 1, e 2, v 5, e 3, v 4, e 4, v 2, e 9, v 6, e 6, v 5, e 7, v 3 }. c. Lintasan (Path) Definisi 2.4 (Mardiyono, 1996: 41) Lintasan (Path) adalah jejak tanpa simpul berulang. Contoh pada gambar 2.2 ditunjukkan oleh W = {v 1, e 1, v 4, e 3, v 5, e 6, v 6, e 9, v 2, e 8, v 3 }. 10

4 d. Sirkuit (circuit) Definisi 2.5 Sirkuit adalah jalan tertutup (closed walk) dengan rusuk tidak berulang atau dengan kata lain sirkuit adalah jejak (trail) yang tertutup. Contoh sirkuit pada gambar 2.2 adalah W = {v 1, e 2, v 5, e 6, v 6, e 9, v 2, e 8, v 3, e 7, v 5, e 3, v 4, e 1, v 1 } e. Lintasan Hamilton Definisi 2.6 Lintasan Hamilton adalah lintasan yang melalui setiap simpul di dalam graf tepat satu kali. f. Sirkuit Hamilton Definisi 2.7 Sirkuit Hamilton adalah graf sirkuit yang mengunjungi tiap simpul pada graf terhubung G tepat satu kali, kecuali simpul awal (yang juga merupakan simpul akhir) dilewati dua kali. Contoh Lintasan Hamilton dan Sirkuit Hamilton sebagai berikut: G1 G2 G3 Gambar 2.3 Contoh Sirkuit Hamilton dan Lintasan Hamilton 11

5 Pada gambar 2.3, graf G1 merupakan contoh lintasan Hamilton W = {v 1, v 2, v 3, v 4 }, graf G2 adalah contoh sirkuit hamilton dengan rute W = {v 4, v 3, v 2, v 1, v 4 }, sedangkan graf G3 tidak memiliki lintasan Hamilton dan sirkuit Hamilton. 3. Jenis Graf Graf dapat dibedakan berdasarkan ada tidaknya rusuk ganda, ada tidaknya loop (gelang), dan ada tidaknya arah (Mardiyono, 1996). Berikut ini dijelaskan beberapa jenis graf, yaitu: a. Graf Sederhana (Simple Graph) Definisi 2.8 Graf sederhana adalah graf yang tidak mempunyai rusuk ganda dan tidak mempunyai loop (gelang). Graf sederhana terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu: 1) Graf Nol Definisi 2.9 Graf Nol adalah suatu graf yang himpunan rusuknya merupakan himpunan kosong dengan notasi Hn, dengan n = jumlah simpul. H1 H4 Gambar 2.4 Contoh Graf Nol Pada gambar 2.4, Graf H1 dan H4 masing-masing merupakan graf nol dengan banyak simpul 1 dan 4. 12

6 2) Graf Lengkap Definisi 2.10 Graf lengkap adalah suatu graf yang setiap pasang simpulnya berikatan. Graf lengkap yang dinotasikan dengan n simpul adalah K n. Semua contoh pada gambar 2.5 dibawah ini adalah graf lengkap dan dinotasikan sebagai K1, K2, K3, dan K4. Gambar 2.5 Contoh Graf Teratur b. Graf Berarah Definisi 2.11 (Mardiyono, 1996: 10) Graf berarah adalah graf yang setiap rusuk mempunyai arah tertentu. Pada gambar 2.6 graf J1 merupakan contoh graf berarah. J1 Gambar 2.6 Contoh Graf Berarah 13

7 c. Graf Tak Berarah Definisi 2.12 (Mardiyono, 1996: 10) Graf tak berarah adalah graf yang setiap rusuk tidak mempunyai arah tertentu. Pada gambar 2.7 graf J2 merupakan contoh graf tak berarah. J2 Gambar 2.7 Contoh Graf Tak Berarah B. Optimasi Optimasi adalah proses pencarian satu atau lebih penyelesaian layak yang berhubungan dengan nilai-nilai ekstrim dari satu atau lebih nilai objektif pada suatu masalah sampai tidak terdapat solusi ekstrim yang dapat ditemukan. (Intan Berlianty & Miftahol Arifin, 2010: 9). Optimal memiliki definisi yaitu nilai terbaik atau paling menguntungkan (Wikipedia: 2013). Pencarian rute optimal pada penelitian ini adalah pencarian rute terpendek. Metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah pencarian jalur terpendek yaitu metode konvensional dan metode heuristik. 1. Metode Konvensional Metode konvensional adalah metode yang menggunakan perhitungan matematis biasa. Metode konvensional dilakukan dengan membandingkan jarak 14

8 masing-masing antar simpul dan kemudian mencari jarak terpendeknya. Ada beberapa metode konvensional yang biasa digunakan untuk melakukan pencarian jalur terpendek, diantaranya : algoritma Djikstra, Algoritma Bellman-Ford, dan algoritma Floyd-Warshall (Iing Mutakhiroh, Indrato, Taufik Hidayat, 2007). 2. Metode Heuristik Metode heuristik adalah sub-bidang dari kecerdasan buatan yang digunakan untuk melakukan pencarian dan penentuan jalur terpendek. (Iing Mutakhiroh, Indrato, Taufik Hidayat, 2007). Ada beberapa algoritma pada metode heuristik yang biasa digunakan dalam permasalahan optimasi, diantaranya algoritma genetika, logika fuzzy, jaringan syaraf tiruan, simulated anneling, algoritma semut, dll. Beberapa Jenis Heuristik Searching (Intan Berlianty dan Miftahol Arifin, 2010:15) adalah: a. Algoritma Immune b. Algoritma Koloni Semut c. Algoritma Genetika d. Logika Fuzzy e. Tabu Search f. Generate and test C. Travelling Salesman Problem (TSP) Permasalahan TSP pada awalnya adalah suatu masalah yang ditemukan pedagang ketika berpergian dan singgah di beberapa kota hingga kembali ke kota semula. Selain masalah sarana transportasi, TSP juga mencakup beberapa masalah 15

9 lainnya, diantaranya masalah efisiensi pengiriman surat atau barang, layanan delivery service dari suatu tempat makan, dan efisiensi petugas bank yang melakukan pengisian Automatic Teller Machine (ATM) di n kota. Penerapan awal Algoritma Semut adalah pada permasalahan TSP. TSP dipilih menjadi kasus rute terpendek pertama yang diterapkan karena TSP merupakan suatu modifikasi perilaku koloni semut buatan yang dengan mudah diadaptasi ke dalam Algoritma Semut. Selain itu, TSP juga mudah dipahami dan penguraian langkah-langkah algoritma tidak dikaburkan dengan banyak istilah teknis (Marco Dorigo & Gianni Di Caro, 1999:146). TSP didefinisikan sebagai suatu permasalahan dalam mencari rute terpendek dengan membangun sebuah perjalanan yang masing-masing simpul dikunjungi tepat satu kali sampai kembali ke simpul awal. Dengan kata lain, TSP bertujuan mencari rute terpendek sebuah graf menggunakan sirkuit Hamilton. TSP hanya memiliki satu salesman dan depot tunggal sebagai simpul awal. TSP digambarkan sebagai graf lengkap berbobot G = (V, E) dengan V adalah himpunan simpul, sedangkan E adalah himpunan rusuk yang menghubungkan simpul. Setiap rusuk (i, j) E adalah nilai (jarak) d ij yang merupakan jarak dari kota i ke kota j, dengan (i, j) V. Pada TSP simetris, yaitu jarak dari kota i ke kota j sama dengan jarak dari j ke kota i, berlaku d ij = d ji untuk semua rusuk (i, j) E. Misalkan dalam graf lengkap G dengan n buah simpul (n > 2), maka graf tersebut mempunyai (n 1)! 2 buah sirkuit hamilton. Pada teorema lain, jika terdapat graf lengkap G dengan jumlah simpul n > 2 dan n ganjil, maka ada 16

10 (n 1)! 2 buah Sirkuit Hamilton saling asing, sedangkan untuk jumlah simpul n > 3 dan n genap terdapat (n 1)! 2 buah sirkuit hamilton. TSP dimodelkan sebagai graf dengan n buah simpul yang mewakili kota-kota yang harus dikunjungi oleh sejumlah m salesman. Misalkan diberikan matriks n x n sebagai berikut. Tabel 2.1 Matriks x ij x ij N 1 x 11 x 12 x 13 x 1n 2 x 21 x 22 x 23 3 x 31 x 32 x 33 x 3n n x n1 x n2 x n3 x nn x ij adalah variabel biner dari kota i ke kota j yang bernilai sebagai berikut. 1, jika ada perjalanan dari kota i ke kota j x ij = { 0, jika tidak ada perjalanan dari kota i ke kota j (2.1) Selanjutnya, semua sel dalam baris dan kolom dijumlahkan satu persatu. 1. Penjumlahan sel baris pertama. n j=1 x ij, untuk i = Penjumlahan sel baris kedua. n j=1 x ij, untuk i = Penjumlahan sel baris ketiga. n j=1 x ij, untuk i = 3. 17

11 4. Penjumlahan sel dilakukan seterusnya hingga baris ke-n. Berikut ini penjumlahan sel untuk baris ke-n. n j=1 x ij, untuk i = n. Persamaan-persamaan hasil penjumlahan sel dalam baris diatas dapat diringkas sebagai berikut n x ij, untuk i = 1,2,3,, n (2.2) j=1 Kemudian dilanjutkan penjumlahan sel dalam kolom pertama hingga ke-n. 1. Penjumlahan sel kolom pertama. n i=1 x ij, untuk j = Penjumlahan sel kolom kedua. n i=1 x ij, untuk j = Penjumlahan sel kolom ketiga. n i=1 x ij, untuk j = Penjumlahan sel dilakukan seterusnya hingga sel kolom ke-n. Berikut ini penjumlahan untuk sel kolom ke-n. n i=1 x ij, untuk j = n. Persamaan-persamaan hasil penjumlahan sel dalam kolom diatas dapat diringkas sebagai berikut. n x ij, untuk j = 1,2,3,, n (2.3) i=1 Selanjutnya, untuk menjamin masing-masing kota hanya dikunjungi satu kali n maka persamaan j=1 x ij diberi nilai 1. Variabel c ij dimasukkan dalam 18

12 n persamaan j=1 x ij agar dapat diketahui bahwa rute dari i ke j terlewati atau tidak. c ij adalah jarak dari kota i ke kota j. Tujuan akhir TSP adalah mencari rute minimal, sehingga persamaan tersebut menjadi: dengan kendala: n n n Z = min c ij i=1 j=1 x ij. untuk i, j = 1,2,3,, n (2.4) i=1 x ij = 1 j = 1,2,3,4,, n (2.5) n j=1 x ij = 1 i = 1,2,3,4,, n (2.6) n i=1 x ij = 0 i = j (2.7) Persamaan (2.5) dan Persamaan (2.6) menjamin bahwa setiap kota hanya dikunjungi sekali oleh salesman, sedangkan persamaan (2.7) menyatakan jika jarak dari dan menuju kota yang sama adalah nol. Sebagai contoh kasus TSP yang telah dibentuk ke dalam suatu graf yang terdiri dari 4 kota dan masing-masing kota terhubung satu sama lain dengan jarak tertentu. Jika kasus TSP dibawa ke dalam bentuk graf, maka diperoleh graf seperti pada gambar 2.8, dengan v1 hingga v4 merupakan kota dan bobot merupakan jarak antar kota. 19

13 Gambar 2.8 Contoh Kasus TSP Dari gambar 2.8 diketahui bahwa graf tersebut adalah graf berbobot dan tidak berarah. Berdasarkan gambar tersebut, akan ditentukan sirkuit Hamilton terpendek (L min ) yang harus dilalui seorang salesman dengan mengunjungi setiap kota tepat satu kali dan kembali lagi ke kota asal. Graf lengkap dengan n = 4 simpul seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.8 mempunyai (4 1)! 2 = 3 Sirkuit Hamilton, yaitu: L 1 = (v 1, v 2, v 3, v 4, v 1 ) dengan panjang rute =32. L 2 = (v 1, v 3, v 4, v 2, v 1 ) dengan panjang rute = 24. L 2 = (v 1, v 3, v 2, v 4, v 1 ) dengan panjang rute = 26. Terlihat, sirkuit Hamilton terpendek dari kasus diatas adalah L min = L 2 dengan panjang sirkuit 24. D. Algoritma Kata algoritma berasal dari nama matematikawan Persia abad kesembilan, Abu Ja far Mohammed Ibn Musa Al-Khowarizmi. Sampai pada tahun 1950, algoritma selalu diasosiasikan dengan Euclid s Algorithm, yaitu suatu proses yang menjelaskan cara mencari bilangan pembagi terbesar untuk dua buah bilangan 20

14 (greatest common divisor). Definisi algoritma yaitu metode langkah demi langkah dari pemecahan suatu masalah. Pada Kamus Besar Bahasa Indoonesia (KBBI), definisi algoritma adalah suatu urutan logis pengambilan keputusan untuk pemecahan masalah. Algoritma mempunyai peran penting dalam matematika dan ilmu komputer yang didasarkan pada prinsip-prinsip matematika. Solusi masalah bisa dijalankan oleh komputer apabila solusi diubah penjabarannya menjadi serangkaian langkahlangkah yang tepat (Richard, 1998:134). Algoritma mempunyai ciri khas seperti yang dikutip dari Richard (1998:35) sebagai berikut: 1. Masukan (Input) Algoritma memerlukan masukan untuk diolah. Pada penelitian ini masukan adalah jarak tiap halte Bus Trans Jogja. 2. Keluaran (Output) Setiap algoritma memberikan satu atau beberapa hasil keluaran. Pada penelitian ini keluaran algoritma berupa jarak optimal. 3. Presisi (Precision) Ciri algoritma selanjutnya adalah setiap langkah dinyatakan secara jelas (presisi). 4. Determinism Hasil intermediate dari tiap langkah eksekusi adalah tunggal dan semata-mata bergantung pada masukan dan hasil dari langkah selanjutnya.\ 21

15 5. Terhingga (Finiteness) Algoritma berhenti setelah beberapa instruksi terhingga dilaksanakan. 6. Kebenaran (Correctness) Produksi keluaran dari algoritma bernilai benar. Dengan kata lain, algoritma secara tepat menyelesaikan masalah. 7. Umum (Generality) Algoritma berlaku umum pada himpunan data yang dimasukkan (input). E. Algoritma Semut Algoritma semut pertama kali dipublikasikan Marco Dorigo tahun 1992 dalam tesisnya yang termasuk algoritma pertama yang bertujuan untuk mencari jalur optimal dalam graf berdasarkan perilaku semut mencari jalur dari sarang ke sumber makanan. Sesuai namanya, algoritma semut terinspirasi oleh observasi perilaku semut sungguhan. Semut merupakan serangga sosial yang hidup secara berkelompok atau berkoloni dan mempertahankan hidup koloni dengan perilakunya yang khas daripada hidup individu. Perilaku serangga sosial dalam mencari makanan telah menarik minat para ilmuwan karena mereka dapat mencapai strukturisasi koloni yang tinggi jika dibandingkan dengan kesederhanaan hubungan individu dalam koloni (Intan Berliyanti dan Miftahol Arifin, 2010: 62). Perilaku penting yang diteliti adalah semut dapat menemukan jalur terpendek dalam mencari makanan dan kembali lagi ke sarangnya. Selama perjalanan, semut meninggalkan jejak berupa feromon, yaitu suatu subtansi kimia 22

16 yang berasal dari kelenjar endokrin dan digunakan makhluk hidup untuk mengenali sesama spesies, individu lain, kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi. Feromon yang tertinggal akan memberikan informasi kepada semutsemut selanjutnya yang akan mengikuti jejak feromon semut pertama. Proses peninggalan feromon disebut stigmergy, yaitu proses lingkungan yang dimodifikasi agar semut dapat mengingat jalan pulang ke sarang sekaligus sebagai sarana komunikasi semut dengan koloninya. Semut dapat menemukan jalur terpendek dalam algoritma semut dengan perilaku yang secara alamiah akan menemukan jalur terpendek dari sarang ke sumber makanan lalu kembali ke sarang. Jejak feromon merupakan media yang digunakan untuk berkomunikasi antar individu tentang informasi jalur dan digunakan untuk memutuskan kemana harus pergi. Seekor semut bergerak dengan meninggalkan seumlah feromon (dalam jumlah bervariasi) di tanah, sehingga menandai jalur yang diikuti jejak dari zat tersebut. Semut yang bergerak secara acak dapat mendeteksi jejak feromon diletakkan sebelumnya dan mengikuti jejak dengan probabilitas tinggi, sehingga memperkuat jejak dengan feromon semut itu sendiri. Perilaku kolektif yang muncul adalah bentuk perilaku di mana semakin banyak semut mengikuti sebuah jejak, maka jejak tersebut menjadi menarik untuk diikuti. Proses ini demikian ditandai dengan umpan balik yang positif, dengan probabilitas semut memilih suatu jalur meningkat bersamaan dengan jumlah semut yang memilih jalan yang sama dalam langkah-langkah sebelumnya. 23

17 Gambar 2.9 berikut adalah ilustrasi bagaimana semut dapat membangun rute optimal dengan diberi hambatan (obstacle). Gambar 2.9 Jalur Semut dengan Hambatan (Obstacle) Misalkan ada sebuah jalur dari sumber makanan A ke sarang E seperti pada gambar 2.9 a). Tiba-tiba sebuah hambatan datang dan jalur sebelumnya terputus, sehingga pada posisi B semut-semut berjalan dari E menuju A (atau pada posisi D semut berjalan arah sebaliknya) harus memutuskan berbelok ke kanan atau kiri seperti pada gambar 2.9 b). Disini, pilihan jalur dipengaruhi oleh intensitas jejak feromon yang ditinggalkan semut pendahulunya. Tingkat feromon yang lebih tinggi di jalur kanan memberi stimulus yang lebih kuat, sehingga probabilitas lebih tinggi ke arah kanan, yang artinya semut banyak berjalan ke arah kanan. Semut pertama yang mencapai titik B (atau D) memiiliki probabilitas yang sama dalam memilih berbelok ke kiri atau ke kanan karena tidak ada feromon tertinggal pada dua jalur tersebut. Jalur BCD yang lebih pendek dari BHD menyebabkan 24

18 semut yang memilih jalur BCD akan mencapai D sebelum semut lain yang menempuh jalur BHD. Hasilnya semut selanjutnya yang datang dari ED akan menemukan jejak kuat di jalur DCB yang disebabkan oleh setengah koloni semut secara tidak sengaja melewati hambatan melalui ABCD yang secara otomatis melewati BCD. Pada akhirnya, semut-semut lebih memilih (dalam probabilitas) jalur DCB daripada jalur DHB. Akibatnya, jumlah semut yang melewati jalur BCD meningkat dalam satuan waktu daripada semut yang melewati jalur BHD. Hal ini menyebabkan jumlah feromon pada jalur yang lebih pendek meningkat lebih cepat daripada jalur lainnya. Oleh karena itu, probabilitas tiap semut memilih jalur dengan cepat jalur yang lebih pendek. Hasil akhir adalah dengan cepat, semutsemut memilih jalur yang lebih pendek seperti yang ditunjukkan gambar 2.9 c). Namun, hasil akhir tersebut tidak deterministik, sehingga memungkinkan eksplorasi rute alternatif. Semakin banyak semut yang melewati suatu lintasan, maka semakin banyak jejak feromon yang ditinggalkan. Akibatnya, jejak yang jarang dilewati akan menguap sehingga semut tidak melewati jejak tersebut lagi. 1. Langkah-langkah dalam Algoritma Semut Beberapa langkah dalam menjalankan Algoritma Semut dijelaskan sebagai berikut: a. Inisialisasi harga parameter algoritma dan Feromon Awal Dalam Algoritma Semut, terdapat beberapa parameter yang perlu diinisialisasikan, yaitu: 25

19 1) Intensitas jejak feromon antar simpul (τ ij ) dan perubahannya ( τ ij ) Penetapan nilai feromon awal dimaksudkan agar tiap-tiap ruas memiliki nilai ketertarikan untuk dikunjungi oleh tiap-tiap semut. τ ij harus diinisialisasikan sebelum memulai siklus dan digunakan dalam persamaan probabilitas tempat yang akan dikunjungi. Nilai dari semua feromon pada awal perhitungan ditetapkan dengan angka kecil, yaitu 0 τ ij 1. Δτ ij adalah perubahan harga intensitas jejak semut. τ ij diinisialisasikan setelah selesai satu siklus dan digunakan untuk memperbaharui intensitas jejak semut serta digunakan untuk menentukan τ ij untuk siklus selanjutnya. 2) Banyak simpul (n) termasuk dij (jarak antar simpul) Banyak simpul (n) merupakan jumlah simpul yang akan dikunjungi semut pada tiap siklus. Nilai n ditentukan oleh pengguna. 3) Penentuan simpul awal dan simpul tujuan Semut yang akan melakukan tur harus memulai perjalanan dari simpul awal ke simpul tujuan. Dalam kasus TSP, simpul tujuan merupakan simpul awal. 4) Tetapan siklus-semut (Q) Q merupakan konstanta yang digunakan dalam persamaan untuk menentukan Δτ ij dengan nilai Q 0. 5) Tetapan pengendali intensitas jejak semut (α) α digunakan pada persamaan probabilitas simpul yang akan dikunjungi dan berfungsi sebagai pengendali intensitas jejak semut. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari akumulasi feromon yang tidak terbatas pada rusuk tersebut. Akumulasi feromon yang tidak terbatas tidak sesuai logika karena tingkat 26

20 feromon yang ditinggalkan tidak mungkin bertambah kuat tetapi akan terus berkurang. Nilai parameter α diberi nilai 0 α 1. 6) Tetapan pengendali visibilitas (β) β digunakan dalam persamaan probabilitas simpul yang akan dikunjungi dan berfungsi sebagai pengendali visibilitas dengan nilai β 0. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari akumulasi yang tidak terbatas pada perhitungan visibilitas. 7) Visibilitas antar simpul (η ij ) Visibilitas antar simpul (η ij ) digunakan dalam persamaan probabilitas simpul yang akan dikunjungi. Sebelum memasuki perhitungan probabilitas dalam perhitungan algoritma semut maka terlebih dahulu dilakukan perhitungan awal untuk menghitung visibilitas antar simpul. Visibilitas antar simpul ini bergantung pada jarak antar titik. Nilai η ij diperoleh dari persamaan : dengan : η ij = 1 d ij (2.11) d ij = jarak dari simpul awal ke simpul tujuan 8) Jumlah semut (m) Jumlah semut (m) merupakan banyak semut yang akan melakukan siklus dalam Algoritma Semut. Nilai m ditentukan oleh pengguna. 27

21 9) Tetapan penguapan jejak semut (ρ) Tetapan penguapan jejak semut (ρ) digunakan untuk memperbaharui intensitas jejak feromon semut (τ ij ) untuk siklus selanjutnya dan ditetapkan suatu parameter (ρ) dengan nilai 0 ρ 1. 10) Jumlah siklus maksimum (NCmax) Jumlah siklus maksimum (NCmax) bersifat tetap selama algoritma dijalankan, sedangkan τ ij akan selalu diperbaharui. τ ij diperbaharui pada setiap siklus algoritma mulai dari siklus pertama (NC 1) sampai tercapai jumlah siklus maksimum (NC = NCmax) atau sampai terjadi konvergensi. b. Pengisian kota pertama ke dalam tabu list Setelah inisialisai τ ij dilakukan, lalu semut pertama ditempatkan pada simpul pertama dan mulai inisialisasi untuk simpul kedua. Hasil inisialisasi simpul pertama harus diisikan sebagai elemen pertama dalam tabu list. Tabu list digunakan untuk menyimpan simpul-simpul yang telah dilewati. Hasil dari langkah tersebut adalah terisinya elemen pertama setiap semut dengan indeks simpul pertama, yang berarti bahwa setiap tabu k (i) dapat berisi indeks semua simpul. c. Penyusunan rute kunjungan Penyusunan rute kunjungan dilakukan oleh koloni semut dari simpul pertama ke simpul kedua. Kemudian masing-masing semut memilih salah satu simpul dari simpul-simpul yang tidak terdapat pada tabuk sebagai simpul tujuan. Perjalanan koloni semut dilanjutkan terus menerus hingga mencapai simpul tujuan. Jika s menyatakan indeks urutan kunjungan, titik asal dinyatakan sebagai tabuk(s), dan 28

22 titik-titik lainnya dinyatakan sebagai {N-tabuk}, maka untuk menentukan kota tujun digunakan persamaan probabilitas kota untuk dikunjungi sebagai berikut: P ij k = { [τ ij ] α.[η ij ] β n j=1[τ il ] α.[η il ] β, untuk jε{n tabu list} 0, untuk j lainnya (2.12) dengan i sebagai simpul awal dan j sebagai simpul tujuan. d. Perhitungan panjang jalur setiap semut, pencarian rute terpendek, dan perhitungan perubahan harga intensitas feromon 1) Perhitungan panjang jalur setiap semut (Lk) Perhitungan panjang tur setiap semut atau L k dilakukan setelah semua semut menyelesaikan satu siklus. Perhitungan ini dilakukan berdasarkan tabuk masingmasing dengan persamaan sebagai berikut L k = d tabu (n),tabu(1) + n 1 n 1 d tabu(s),tabu(s+1) m=1 (2.13) dengan m=1 d tabu(s),tabu(s+1) adalah jarak rusuk dari titik s sampai titik s+1 pada tabu list yang ditempati oleh semut k, dan d tabu (n),tabu(1) merupakan jarak antara simpul n (akhir) dan simpul pertama (awal) pada tabu list yang ditempati oleh semut k. 2) Pencarian rute terpendek Setelah perhitungan L k tiap semut selesai, akan diperoleh rute terpendek pada setiap iterasi (L minnc ). Panjang rute terpendek secara keseluruhan disimbolkan dengan L min. 3) Perhitungan perubahan harga intensitas feromon antar simpul ( τ k ij ) 29

23 Koloni semut akan meninggalkan jejak feromon pada lintasan antar simpul yang dilaluinya. Adanya penguapan dan perbedaan jumlah semut yang lewat menyebabkan kemungkinan terjadinya perubahan harga intensitas feromon antarsimpul. τ ij k adalah perubahan intensitas jejak feromon antar simpul dan Q adalah tetapan siklus semut. Persamaan τ ij k disajikan sebagai berikut: Q τ k, ij = { L k 0, jika semut menggunakan (i,j) dalam perjalanannya lainnya e. Perhitungan harga intesitas jejak feromon untuk siklus selanjutnya dan atur ulang harga perubahan jejak feromon antar simpul. 1) Perhitungan harga intesitas jejak feromon untuk siklus selanjutnya Intensitas jejak feromon semut antar simpul pada semua lintasan antar simpul ada kemungkinan berubah karena adanya penguapan dan perbedaan jumlah semut yang melewati. Untuk siklus selanjutnya, semut yang akan melewati lintasan tersebut harga intensitasnya telah berubah. Harga intensitas jejak kaki semut untuk siklus selanjutnya dihitung dengan persamaan: τ ij = ρ. τ ij (awal) + τ ij (2.15) dengan ρ adalah tetapan penguapan jejak semut, τ ij adalah intensitas jejak feromon antarsimpul, dan τ ij adalah perubahan intensitas jejak feromon. 2) Atur ulang harga perubahan intensitas jejak feromon antar simpul Perubahan harga intensitas feromon antar simpul untuk siklus selanjutnya perlu diatur kembali agar memiliki nilai sama dengan nol. (2.14) 30

24 f. Pengosongan tabu list Langkah berikutnya adalah pengosongan tabu list. Tabu list dikosongkan dan langkah b diulangi jika NCmax belum tercapai atau belum terjadi konvergensi (semua semut hanya menemukan satu tur yang sama dengan jarak yang sama pula). Tabu list dikosongkan agar dapat diisi lagi dengan urutan simpul yang baru pada siklus selanjutnya. Langkah algoritma diulang lagi dari pengisian kota pertama ke dalam tabu list dengan parameter intensitas jejak feromon yang telah diperbaharui. Perhitungan akan dilanjutkan hingga semut telah menyelesaikan perjalanannya mengunjungi tiap-tiap simpul. Hal tersebut akan diulangi hingga NCmax tercapai atau telah mencapai konvergensi. 31

25 2. Flowchart (diagram alir) Algoritma Semut Berikut disajikan langkah-langkah Algoritma Semut dalam bentuk flowchart: Mulai Inisialisasi parameter Q, m, τ ij, α, β, ρ,nc max Hitung Probabilitas m = semut+1 Tidak Tempat tujuan Ya NC max = Siklus + 1 Hitung jarak dengan cara menjumlahkan semua node yang dilalui semut Tidak Banyak semut = m? Y Perbaharui τ ij Banyak Siklus = NC max? Tidak Ya Hitung jarak jalur terpendek Selesai Gambar 2.10 Flowchart Algoritma Semut 32

26 F. Keadaan Geografis Kabupaten Bantul Keadaan geografis di Kabupaten Bantul berguna untuk mengetahui garis besar tentang daerah yang menjadi obyek penelitian. Penjelasan yang diperlukan antara lain, keadaan alam atau kontur daerah Kabupaten Bantul, kepadatan penduduk, dan profesi masyarakat Bantul. Keadaan alam Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, berbatasan dengan: Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat : Kota Yogyakarta dan Kab. Sleman : Samudera Hindia : Kab. Gununkidul : Kab. Kulonprogo Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27" Lintang Selatan dan ' 34" ' 08" Bujur Timur. Kabupaten Bantul memiliki luas wilayah 506,85 Km2 (15,90% dari Luas wilayah Propinsi DIY) dengan topografi sebagai dataran rendah 40% dan lebih dari separuhnya (60%) daerah perbukitan yang kurang subur. Secara garis besar, wilayah Kab. Bantul terdiri dari : 1) Bagian Barat, adalah daerah landai yang kurang serta perbukitan yang membujur dari Utara ke Selatan seluas 89,86 km 2 (17,73 % dari seluruh wilayah). 2) Bagian Tengah, adalah daerah datar dan landai merupakan daerah pertanian yang subur seluas km 2 (41,62 %). 3) Bagian Timur, adalah daerah yang landai, miring dan terjal yang keadaannya masih lebih baik dari daerah bagian Barat, seluas 206,05 km 2 (40,65%). 33

27 4) Bagian Selatan, adalah sebenarnya merupakan bagian dari daerah bagian Tengah dengan keadaan alamnya yang berpasir dan sedikir berlagun, terbentang di Pantai Selatan dari Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek. Tata guna lahan di Kabupaten Bantul adalah sebagai berikut : 1. Pekarangan : ,15 Ha (36,16 %) 2. Sawah : ,84 Ha (33,19 %) 3. Tegalan : 7.554,45 Ha (14,90 %) 4. Tanah Hutan : 1.697,80 Ha ( 3,35 %) Kabupaten Bantul dialiri enam sungai yang mengalir sepanjang tahun dengan panjang 114 km 2, yaitu : 1. Sungai Oyo : 35,75 km 2. Sungai Opak : 19,00 km 3. Sungai Code : 7,00 km 4. Sungai Winongo : 18,75 km 5. Sungai Bedog : 9,50 km 6. Sungai Progo : 24,00 km Pemerintahan di Kabupaten Bantul terdiri dari 17 Kecamatan, 75 Desa, dan 933 Dusun. Data hasil registrasi penduduk awal tahun 2012 adalah sebagai berikut: 1. Total penduduk jiwa dengan total penduduk laki-laki sebanyak jiwa (49,52%) dan total penduduk perempuan adalah jiwa (50,48%). 2. Kepala Keluarga (KK) sebanyak

28 3. Mutasi penduduk Bantul tahun 2011 terdiri dari kelahiran (L) sebanyak (0,94%), kedatangan (D) sejumlah (1,41%), kematian (M) sebanyak (0,45%), dam kepergian (P) sejumlah (1,12%). 4. Kepadatan penduduk Kab. Bantul sebesar 2.012,93 jiwa/km 2. 35

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graf Definisi Graf Suatu graf G terdiri atas himpunan yang tidak kosong dari elemen elemen yang disebut titik atau simpul (vertex), dan suatu daftar pasangan vertex

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 TEORI GRAF 2.1.1 Definisi Definisi 2.1 (Munir, 2009, p356) Secara matematis, graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), ditulis dengan notasi G = (V,E), yang dalam hal

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) PADA KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP)

ANALISIS ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) PADA KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 201 210. ANALISIS ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) PADA KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP) Cindy Cipta Sari, Bayu Prihandono,

Lebih terperinci

OPTIMASI RUTE ARMADA KEBERSIHAN KOTA GORONTALO MENGGUNAKAN ANT COLONY OPTIMIZATION. Zulfikar Hasan, Novianita Achmad, Nurwan

OPTIMASI RUTE ARMADA KEBERSIHAN KOTA GORONTALO MENGGUNAKAN ANT COLONY OPTIMIZATION. Zulfikar Hasan, Novianita Achmad, Nurwan OPTIMASI RUTE ARMADA KEBERSIHAN KOTA GORONTALO MENGGUNAKAN ANT COLONY OPTIMIZATION Zulfikar Hasan, Novianita Achmad, Nurwan ABSTRAK Secara umum, penentuan rute terpendek dapat dibagi menjadi dua metode,

Lebih terperinci

SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG

SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG Achmad Hambali Jurusan Teknik Informatika PENS-ITS Kampus PENS-ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60 Telp (+6)3-59780, 596, Fax. (+6)3-596 Email : lo7thdrag@ymail.co.id

Lebih terperinci

PENCARIAN RUTE TERPENDEK OBJEK WISATA DI MAGELANG MENGGUNAKAN ANT COLONY OPTIMIZATION (ACO)

PENCARIAN RUTE TERPENDEK OBJEK WISATA DI MAGELANG MENGGUNAKAN ANT COLONY OPTIMIZATION (ACO) PENCARIAN RUTE TERPENDEK OBJEK WISATA DI MAGELANG MENGGUNAKAN ANT COLONY OPTIMIZATION (ACO) Bagus Fatkhurrozi *, Ika Setyowati Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Tidar Jl. Kapten Suparman

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MASALAH

BAB IV ANALISIS MASALAH BAB IV ANALISIS MASALAH 4.1 Tampilan Program Persoalan TSP yang dibahas pada tugas akhir ini memiliki kompleksitas atau ruang solusi yang jauh lebih besar dari TSP biasa yakni TSP asimetris dan simetris.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi graf, permasalahan optimasi, model matematika dari objek wisata di Yogyakarta, dan algoritma genetika

Lebih terperinci

PENEMUAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA ANT COLONY. Budi Triandi

PENEMUAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA ANT COLONY. Budi Triandi Budi, Penemuan Jalur Terpendek Dengan 73 PENEMUAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA ANT COLONY Budi Triandi Dosen Teknik Informatika STMIK Potensi Utama STMIK Potensi Utama, Jl.K.L Yos Sudarso Km 6,5 No.3-A

Lebih terperinci

Analisa Pencarian Jarak Terpendek Lokasi Wisata di Provinsi Sumatera Utara Menggunakan Algoritma Ant Colony Optimization (ACO)

Analisa Pencarian Jarak Terpendek Lokasi Wisata di Provinsi Sumatera Utara Menggunakan Algoritma Ant Colony Optimization (ACO) Analisa Pencarian Jarak Terpendek Lokasi Wisata di Provinsi Sumatera Utara Menggunakan Algoritma Ant Colony Optimization (ACO) Juanda Hakim Lubis Prorgram Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Matematika dan Statistika

Matematika dan Statistika ISSN 1411-6669 MAJALAH ILMIAH Matematika dan Statistika DITERBITKAN OLEH: JURUSAN MATEMATIKA FMIPA UNIVERSITAS JEMBER Majalah Ilmiah Matematika dan Statistika APLIKASI ALGORITMA SEMUT DAN ALGORITMA CHEAPEST

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graf 2.1.1 Defenisi Graf Graf G didefenisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), ditulis dengan notasi G = (V,E), yang dalam hal ini V adalah himpunan tidak kosong dari simpul-simpul

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN III.1. Analisis Sistem yang Berjalan Analisa sistem yang berjalan bertujuan untuk mengidentifikasi persoalanpersoalan yang muncul dalam pembuatan sistem, hal ini dilakukan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE TABU SEARCH

PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE TABU SEARCH Buletin Ilmiah Mat. Stat. Dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 1 (2015), hal 17 24. PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE TABU SEARCH Fatmawati, Bayu Prihandono, Evi Noviani INTISARI

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Perancangan sistem merupakan penguraian suatu sistem informasi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Perancangan sistem merupakan penguraian suatu sistem informasi BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Umum 2.1.1 Perancangan Sistem Perancangan sistem merupakan penguraian suatu sistem informasi yang utuh ke dalam bagian komputerisasi yang dimaksud, mengidentifikasi dan mengevaluasi

Lebih terperinci

Penyelesaian Traveling Salesperson Problem dengan Menggunakan Algoritma Semut

Penyelesaian Traveling Salesperson Problem dengan Menggunakan Algoritma Semut Penyelesaian Traveling Salesperson Problem dengan Menggunakan Algoritma Semut Irfan Afif (13507099) Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Tsunami Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan impulsif pada laut. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graph 2.1.1 Definisi Graph Menurut Dasgupta dkk (2008), graph merupakan himpunan tak kosong titik-titik yang disebut vertex (juga disebut dengan node) dan himpunan garis-garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awalnya komputer hanya digunakan untuk alat hitung saja tetapi seiring dengan perkembangan teknologi, komputer diharapkan mampu melakukan semua yang dapat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graph 2.1.1 Definisi Graph Graf didefinisikan dengan G = (V, E), di mana V adalah himpunan tidak kosong dari vertex-vertex = {v1, v2, v3,...,vn} dan E adalah himpunan sisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Traveling Salesperson Problem selanjutnya dalam tulisan ini disingkat menjadi TSP, digambarkan sebagai seorang penjual yang harus melewati sejumlah kota selama perjalanannya,

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Semut dalam Proses menemukan sumber makanan

Gambar 3.1. Semut dalam Proses menemukan sumber makanan BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Algortima Semut Koloni semut merupakan algoritma yang bersifat heuristik untuk menyelesaikan masalah optimasi. Algoritma ini diinspirasikan oleh lingkungan koloni semut pada

Lebih terperinci

ANT COLONY OPTIMIZATION

ANT COLONY OPTIMIZATION ANT COLONY OPTIMIZATION WIDHAPRASA EKAMATRA WALIPRANA - 13508080 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung e-mail: w3w_stay@yahoo.com ABSTRAK The Ant Colony Optimization

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA SEMUT UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

IMPLEMENTASI ALGORITMA SEMUT UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS IMPLEMENTASI ALGORITMA SEMUT UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Edi Iskandar Teknik Informatika STMIK Akakom e-mail: edi_iskandar@akakom.ac.id Abstrak Dalam kehidupan global

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Graf Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), ditulis dengan notasi G=(V,E), yang dalam hal ini V adalah himpunan tidak-kosong dari simpul-simpul (vertices

Lebih terperinci

OPTIMISASI POLA DISTRIBUSI DENGAN LOGIKAFUZZY DAN ALGORITMA SEMUT PADA PT. SRI ANEKA PANGAN NUSANTARA TUGAS AKHIR SKRIPSI

OPTIMISASI POLA DISTRIBUSI DENGAN LOGIKAFUZZY DAN ALGORITMA SEMUT PADA PT. SRI ANEKA PANGAN NUSANTARA TUGAS AKHIR SKRIPSI OPTIMISASI POLA DISTRIBUSI DENGAN LOGIKAFUZZY DAN ALGORITMA SEMUT PADA PT. SRI ANEKA PANGAN NUSANTARA TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Penjadwalan Kuliah

BAB II DASAR TEORI 2.1 Penjadwalan Kuliah BAB II DASAR TEORI 2.1 Penjadwalan Kuliah Penjadwalan Kuliah merupakan pengaturan penempatan waktu dan ruangan berdasarkan jumlah kuliah dan akademik sejenis, dengan memperhatikan sejumlah aturan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain

BAB II LANDASAN TEORI. Graf adalah kumpulan simpul (nodes) yang dihubungkan satu sama lain 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Graf 2.1.1 Definisi Graf Graf adalah umpulan simpul (nodes) yang dihubungan satu sama lain melalui sisi/busur (edges) (Zaaria, 2006). Suatu Graf G terdiri dari dua himpunan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MENGGUNAKAN METODE SIMPLE HILL CLIMBING

PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MENGGUNAKAN METODE SIMPLE HILL CLIMBING Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 0, No. (2015), hal 17 180. PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MENGGUNAKAN METODE SIMPLE HILL CLIMBING Kristina Karunianti Nana, Bayu Prihandono,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. graf, optimisasi, Travelling Salesman Problem (TSP), algoritma semut, logika

BAB II KAJIAN TEORI. graf, optimisasi, Travelling Salesman Problem (TSP), algoritma semut, logika BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini, diuraikan mengenai landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya. Landasan teori yang dibahas pada bab ini yaitu mengenai teori graf, optimisasi, Travelling

Lebih terperinci

ALGORITMA SEMUT PADA PENJADWALAN PRODUKSI JOBSHOP

ALGORITMA SEMUT PADA PENJADWALAN PRODUKSI JOBSHOP Media Informatika, Vol. 2, No. 2, Desember 2004, 75-81 ISSN: 0854-4743 ALGORITMA SEMUT PADA PENJADWALAN PRODUKSI JOBSHOP Zainudin Zukhri, Shidiq Alhakim Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri,Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Travelling Salesman Problem (TSP) merupakan salah satu permasalahan yang penting dalam dunia matematika dan informatika. TSP dapat diilustrasikan sebagai perjalanan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penjadwalan Definisi Penjadwalan Kegiatan Belajar Mengajar

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penjadwalan Definisi Penjadwalan Kegiatan Belajar Mengajar BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan 2.1.1 Definisi Penjadwalan Kegiatan Belajar Mengajar Penjadwalan terkait pada aktivitas dalam hal untuk membuat sebuah jadwal. Sebuah jadwal adalah sebuah tabel dari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Algoritma Algoritma adalah teknik penyusunan langkah-langkah penyelesaian masalah dalam bentuk kalimat dengan jumlah kata terbatas tetapi tersusun secara logis dan sitematis

Lebih terperinci

Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO)

Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO) Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO) Anna Maria 1, Elfira Yolanda Sinaga 2, Maria Helena Iwo 3 Laboratorium Ilmu dan Rekayasa Komputasi Departemen

Lebih terperinci

MODIFIKASI ALGORITMA SEMUT UNTUK OPTIMASI PROBABILITAS PEMILIHAN NODE DALAM PENENTUAN JALUR TERPENDEK

MODIFIKASI ALGORITMA SEMUT UNTUK OPTIMASI PROBABILITAS PEMILIHAN NODE DALAM PENENTUAN JALUR TERPENDEK MODIFIKASI ALGORITMA SEMUT UNTUK OPTIMASI PROBABILITAS PEMILIHAN NODE DALAM PENENTUAN JALUR TERPENDEK Erlin Windia Ambarsari Program Studi Informatika, Universitas Indraprasta PGRI erlinunindra@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 15 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Graf Definisi 2.1.1 Graf Sebuah graf G adalah pasangan (V,E) dengan V adalah himpunan yang tak kosong yang anggotanya disebut vertex, dan E adalah himpunan yang

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ALGORITMA CHEAPEST INSERTION HEURISTIC DAN ANT COLONY SYSTEM DALAM PEMECAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

STUDI PERBANDINGAN ALGORITMA CHEAPEST INSERTION HEURISTIC DAN ANT COLONY SYSTEM DALAM PEMECAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATI ) ISSN: `1907-5022 Yogyakarta, 19 Juni STUDI PERBANDINGAN ALGORITMA CHEAPEST INSERTION HEURISTIC DAN ANT COLONY SYSTEM DALAM PEMECAHAN TRAVELLING SALESMAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Sebelum memulai pembahasan lebih lanjut, pertama-tama haruslah dijelaskan apa yang dimaksud dengan traveling salesman problem atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai persoalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sebuah graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), dengan V

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sebuah graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), dengan V BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Graf Sebuah graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), dengan V adalah himpunan tak kosong dari simpul-simpul (vertices) pada G. Sedangkan E adalah himpunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis atau Geografic Information Sistem (GIS) merupakan sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memeriksa,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori penelitian ini. 2. Konsep Dasar Graf Teori dasar mengenai graf

Lebih terperinci

ALGORITMA DIJKSTRA DAN ALGORITMA SEMUT DALAM MENYELESAIKAN MASALAH LINTASAN TERPENDEK (STUDI KASUS JARINGAN TRANSPORTASI PARIWISATA DI PULAU LOMBOK)

ALGORITMA DIJKSTRA DAN ALGORITMA SEMUT DALAM MENYELESAIKAN MASALAH LINTASAN TERPENDEK (STUDI KASUS JARINGAN TRANSPORTASI PARIWISATA DI PULAU LOMBOK) βeta p-issn: 2085-5893 / e-issn: 2541-0458 http://jurnalbeta.ac.id Vol. 5 No. 1 (Mei) 2012, Hal. 1-20 βeta 2012 ALGORITMA DIJKSTRA DAN ALGORITMA SEMUT DALAM MENYELESAIKAN MASALAH LINTASAN TERPENDEK (STUDI

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA SEMUT UNTUK PEMECAHAN MASALAH PENUGASAN

ANALISIS ALGORITMA SEMUT UNTUK PEMECAHAN MASALAH PENUGASAN ANALISIS ALGORITMA SEMUT UNTUK PEMECAHAN MASALAH PENUGASAN Zainudin Zukhri Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia Kampus Terpadu UII Jl Kaliurang Km 14.5 Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori graf 2.1.1 Defenisi graf Graf G adalah pasangan {,} dengan adalah himpunan terhingga yang tidak kosong dari objek-objek yang disebut titik (vertex) dan adalah himpunan pasangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf (Graph) Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V, E) yang dinotasikan dalam bentuk G = {V(G), E(G)}, dimana V(G) adalah himpunan vertex (simpul) yang tidak kosong

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Ant Colony System dan Asal Usulnya Pada subbab ini akan diuraikan mengenai asal usul Ant Colony System (ACS), yaitu membahas tentang semut dan tingkah lakunya yang merupakan sumber

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Permasalahan transportasi yang terjadi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang tinggi membuat para pengguna jasa transportasi berpikir untuk dapat meminimalisasi biaya yang dikeluarkan.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALOKASI JADWAL MATA PELAJARAN SMU MENGGUNAKAN ALGORITMA KOLONI SEMUT (AKS)

IMPLEMENTASI ALOKASI JADWAL MATA PELAJARAN SMU MENGGUNAKAN ALGORITMA KOLONI SEMUT (AKS) IMPLEMENTASI ALOKASI JADWAL MATA PELAJARAN SMU MENGGUNAKAN ALGORITMA KOLONI SEMUT (AKS) Devie Rosa Anamisa, S.Kom, M.Kom Jurusan D3 Teknik Multimedia Dan Jaringan-Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

Desain Rute Terpendek untuk Distribusi Koran Dengan Algoritma Ant Colony System

Desain Rute Terpendek untuk Distribusi Koran Dengan Algoritma Ant Colony System Desain Rute Terpendek untuk Distribusi Koran Dengan Algoritma Ant Colony System Jan Alif Kreshna, Satria Perdana Arifin, ST, MTI., Rika Perdana Sari, ST, M.Eng. Politeknik Caltex Riau Jl. Umbansari 1 Rumbai,

Lebih terperinci

JURNAL IT STMIK HANDAYANI

JURNAL IT STMIK HANDAYANI Nurilmiyanti Wardhani Teknik Informatika, STMIK Handayani Makassar ilmyangel@yahoo.com Abstrak Algoritma semut atau Ant Colony Optimization merupakan sebuah algoritma yang berasal dari alam. Algoritma

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Graf 2.1.1 Definisi Graf Graf G adalah pasangan (V(G),E(G)) dengan (V(G)) adalah himpunan tidak kosong dan berhingga dari objek-objek yang disebut titik, (E(G)) adalah

Lebih terperinci

APLIKASI SIMULATED ANNEALING UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

APLIKASI SIMULATED ANNEALING UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 1 (2015), hal 25 32. APLIKASI SIMULATED ANNEALING UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Edi Samana, Bayu Prihandono, Evi Noviani

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Terminologi graf Tereminologi termasuk istilah yang berkaitan dengan graf. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa definisi yang sering dipakai terminologi. 2.1.1 Graf Definisi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN ANALISA KINERJA ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) DALAM PENYELESAIAN MULTIPLE TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (MTSP)

IMPLEMENTASI DAN ANALISA KINERJA ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) DALAM PENYELESAIAN MULTIPLE TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (MTSP) IMPLEMENTASI DAN ANALISA KINERJA ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) DALAM PENYELESAIAN MULTIPLE TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (MTSP) Boko Susilo, Rusdi Efendi, Siti Maulinda Program Studi Teknik Informatika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pada bab ini berisi paparan teori yang berhubungan dengan distribusi,

BAB II KAJIAN TEORI. Pada bab ini berisi paparan teori yang berhubungan dengan distribusi, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini berisi paparan teori yang berhubungan dengan distribusi, optimisasi, graf, vehicle routing problem (VRP), capatitated vehicle routing problem with time windows (CVRPTW),

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman,

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman, IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Keadaan Fisik Daerah Kabupaten Bantul merupakan kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Ibukotanya adalah Bantul. Motto dari Kabupaten ini adalah Projotamansari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Logika Fuzzy Logika fuzzy pertama kali dikembangkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh, seorang peneliti dari Universitas California, pada tahun 1960-an. Logika fuzzy dikembangkan dari

Lebih terperinci

Aplikasi Penentuan Jalur Terpendek Pendistribusian Bantuan Bencana alam Dengan Menggunakan Algoritma Semut Pada Wilayah Sumatera Utara

Aplikasi Penentuan Jalur Terpendek Pendistribusian Bantuan Bencana alam Dengan Menggunakan Algoritma Semut Pada Wilayah Sumatera Utara Aplikasi Penentuan Jalur Terpendek Pendistribusian Bantuan Bencana alam Dengan Menggunakan Algoritma Semut Pada Wilayah Sumatera Utara Marlince NK. Nababan 1 Yonata Laia 2, Mardi Turnip 3 Universitas Prima

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari hari, selalu dilakukan perjalanan dari satu titik atau lokasi ke lokasi yang lain dengan mempertimbangkan efisiensi waktu dan biaya sehingga

Lebih terperinci

IkhsanJaelani Mahasiswa Informatika, FT UMRAH, ABSTRAK. Kata Kunci : Rute Terpendek, meta-heuristics, algoritma semut

IkhsanJaelani Mahasiswa Informatika, FT UMRAH, ABSTRAK. Kata Kunci : Rute Terpendek, meta-heuristics, algoritma semut PENERAPAN ALGORITMA SEMUT UNTUK OPTIMISASI RUTE PENJEMPUTAN BARANG PADA TEMPAT JASA PENITIPAN SEMENTARA LION EXPRESS Studi Kasus : Konsolidator Lion Express Tanjungpinang IkhsanJaelani Mahasiswa Informatika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi di kota-kota besar seperti di Yogyakarta. Untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi di kota-kota besar seperti di Yogyakarta. Untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan masalah kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar seperti di Yogyakarta. Untuk mengurangi kemacetan tersebut, diperlukan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Algoritma Semut untuk Penyelesaian Masalah Pewarnaan Graf

Pemanfaatan Algoritma Semut untuk Penyelesaian Masalah Pewarnaan Graf Pemanfaatan Algoritma Semut untuk Penyelesaian Masalah Pewarnaan Graf Anugrah Adeputra - 13505093 Program Studi Informatika, Sekolah Teknik Elektro & Informatika ITB Jl. Ganesha No.10 If15093@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN LINTASAN TERPENDEK STUDI KASUS : LINTASAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) MAKASSAR

PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN LINTASAN TERPENDEK STUDI KASUS : LINTASAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) MAKASSAR PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENENTUKAN LINTASAN TERPENDEK STUDI KASUS : LINTASAN BRT (BUS RAPID TRANSIT) MAKASSAR Karels, Rheeza Effrains 1), Jusmawati 2), Nurdin 3) karelsrheezaeffrains@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V, E), yang dalam hal ini:

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V, E), yang dalam hal ini: 10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1.Konsep Dasar Graf Definisi 2.1.1 Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V, E), yang dalam hal ini: V = himpunan tidak kosong dari simpul-simpul (vertices atau node)

Lebih terperinci

REKAYASA APLIKASI PENCARI RUTE LOKASI INDUSTRI MENGGUNAKAN ALGORITMA ANT COLONY SYSTEM

REKAYASA APLIKASI PENCARI RUTE LOKASI INDUSTRI MENGGUNAKAN ALGORITMA ANT COLONY SYSTEM REKAYASA APLIKASI PENCARI RUTE LOKASI INDUSTRI MENGGUNAKAN ALGORITMA ANT COLONY SYSTEM Anwar Hidayat 1), Agung Budi Prasetyo 2) 1, 2) Teknik Informatika, STMIK AKAKOM Jl.Raya Janti 143 Karangjambe, Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis atau Geographic Information System (GIS) merupakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI II LNSN TEORI Landasan teori dalam penyusunan tugas akhir ini menggunakan beberapa teori pendukung yang akan digunakan untuk menentukan lintasan terpendek pada jarak esa di Kecamatan Rengat arat. 2.1 Graf

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini.. Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan

Lebih terperinci

PENENTUAN JALUR SHUTTLE BUS PERUSAHAAN OTOBUS EFISIENSI YOGYAKARTA MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT

PENENTUAN JALUR SHUTTLE BUS PERUSAHAAN OTOBUS EFISIENSI YOGYAKARTA MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT PENENTUAN JALUR SHUTTLE BUS PERUSAHAAN OTOBUS EFISIENSI YOGYAKARTA MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk

Lebih terperinci

Pencarian Jalur Terpendek dengan Algoritma Dijkstra

Pencarian Jalur Terpendek dengan Algoritma Dijkstra Volume 2 Nomor 2, Oktober 207 e-issn : 24-20 p-issn : 24-044X Pencarian Jalur Terpendek dengan Algoritma Dijkstra Muhammad Khoiruddin Harahap Politeknik Ganesha Medan Jl.Veteran No. 4 Manunggal choir.harahap@yahoo.com

Lebih terperinci

Artikel Ilmiah oleh Siti Hasanah ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing.

Artikel Ilmiah oleh Siti Hasanah ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing. Artikel Ilmiah oleh Siti Hasanah ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing. Malang, 1 Agustus 2013 Pembimbing Dra. Sapti Wahyuningsih,M.Si NIP 1962121 1198812 2 001 Penulis Siti Hasanah NIP 309312426746

Lebih terperinci

Design and Analysis Algorithm. Ahmad Afif Supianto, S.Si., M.Kom. Pertemuan 09

Design and Analysis Algorithm. Ahmad Afif Supianto, S.Si., M.Kom. Pertemuan 09 Design and Analysis Algorithm Ahmad Afif Supianto, S.Si., M.Kom Pertemuan 09 Contents 1 2 5 Algoritma Program Dinamis Lintasan Terpendek (Shortest Path) Penganggaran Modal (Capital Budgeting) 1/0 Knapsack

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan Kota Medan adalah salah satu kota terbesar di Indonesia. Berdasarkan kutipan dari Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan (Permendagri No. 56 tahun

Lebih terperinci

GRAF. V3 e5. V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 } E = {(v 1,v 2 ), (v 1,v 2 ), (v 1,v 3 ), (v 2,v 3 ), (v 3,v 3 )}

GRAF. V3 e5. V = {v 1, v 2, v 3, v 4 } E = {e 1, e 2, e 3, e 4, e 5 } E = {(v 1,v 2 ), (v 1,v 2 ), (v 1,v 3 ), (v 2,v 3 ), (v 3,v 3 )} GRAF Graf G(V,E) didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), dengan V adalah himpunan berhingga dan tidak kosong dari simpul-simpul (verteks atau node). Dan E adalah himpunan berhingga dari busur (vertices

Lebih terperinci

Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf

Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf Penggunaan Algoritma Dijkstra dalam Penentuan Lintasan Terpendek Graf Rahadian Dimas Prayudha - 13509009 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

ANALISA PENCARIAN JALUR TERPENDEK KE PENGINAPAN DI KOTA BATAM DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA ANT COLONY StudiKasus: DinasPariwisata Kota Batam

ANALISA PENCARIAN JALUR TERPENDEK KE PENGINAPAN DI KOTA BATAM DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA ANT COLONY StudiKasus: DinasPariwisata Kota Batam ANALISA PENCARIAN JALUR TERPENDEK KE PENGINAPAN DI KOTA BATAM DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA ANT COLONY StudiKasus: DinasPariwisata Kota Batam DwiRatnaFitriyani Mahasiswa Informatika, FT UMRAH, fitriyani.btm@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaang Masalah untu mencari jalur terpende di dalam graf merupaan salah satu masalah optimisasi. Graf yang digunaan dalam pencarian jalur terpende adalah graf yang setiap sisinya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep dasar dan beberapa definisi yang akan digunakan sebagai landasan berpikir dalam melakukan penelitian ini sehingga mempermudah penulis untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bagian dalam pekerjaan. Dalam melakukan pemasangan kabel perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. bagian dalam pekerjaan. Dalam melakukan pemasangan kabel perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi perusahaan kontraktor perumahan, pemasangan kabel menjadi bagian dalam pekerjaan. Dalam melakukan pemasangan kabel perlu dilakukan perencanaan urutan rumah yang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Pembahasan pada bab ini adalah penentuan rute tercepat pendistribusian

BAB III PEMBAHASAN. Pembahasan pada bab ini adalah penentuan rute tercepat pendistribusian BAB III PEMBAHASAN Pembahasan pada bab ini adalah penentuan rute tercepat pendistribusian makanan ringan PT. Sri Aneka Pangan Nusantara dengan aplikasi Logika Fuzzy dan Algoritma Semut. Logika fuzzy digunakan

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Ant System dalam Menemukan Jalur Optimal pada Traveling Salesman Problem (TSP) dengan Kekangan Kondisi Jalan

Penerapan Algoritma Ant System dalam Menemukan Jalur Optimal pada Traveling Salesman Problem (TSP) dengan Kekangan Kondisi Jalan JNTETI, Vol. 1, No. 3, November 2012 43 Penerapan Algoritma Ant System dalam Menemukan Jalur Optimal pada Traveling Salesman Problem (TSP) dengan Kekangan Kondisi Jalan Andhi Akhmad Ismail 1, Samiadji

Lebih terperinci

Algoritma Koloni Semut dan Manfaatnya untuk Menentukan Jalur Pengumpulan Sampah

Algoritma Koloni Semut dan Manfaatnya untuk Menentukan Jalur Pengumpulan Sampah Algoritma Koloni Semut dan Manfaatnya untuk Menentukan Jalur Pengumpulan Sampah Muhtar Hartopo 13513068 Program Sarjana Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl.

Lebih terperinci

APLIKASI TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE ARTIFICIAL BEE COLONY

APLIKASI TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE ARTIFICIAL BEE COLONY APLIKASI TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE ARTIFICIAL BEE COLONY Andri 1, Suyandi 2, WinWin 3 STMIK Mikroskil Jl. Thamrin No. 122, 124, 140 Medan 20212 andri@mikroskil.ac.id 1, suyandiz@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Proses distribusi barang dari suatu tempat ke tempat

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Proses distribusi barang dari suatu tempat ke tempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan optimisasi merupakan permasalahan yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Proses distribusi barang dari suatu tempat ke tempat lain merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian pada bagian ini akan diuraikan tentang tinjauan pustaka dan landaran teori yang sesuai dengan ACO dan AG. 2.1 Algoritma Ant Colony Optimization Secara umum pencarian

Lebih terperinci

Penggunaan Algoritma Greedy dalam Membangun Pohon Merentang Minimum

Penggunaan Algoritma Greedy dalam Membangun Pohon Merentang Minimum Penggunaan Algoritma Greedy dalam Membangun Pohon Merentang Minimum Gerard Edwin Theodorus - 13507079 Jurusan Teknik Informatika ITB, Bandung, email: if17079@students.if.itb.ac.id Abstract Makalah ini

Lebih terperinci

Aplikasi dan Optimasi Kombinatorial pada Ant Colony

Aplikasi dan Optimasi Kombinatorial pada Ant Colony Aplikasi dan Optimasi Kombinatorial pada Ant Colony Letivany Aldina / 13514067 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

Struktur dan Organisasi Data 2 G R A P H

Struktur dan Organisasi Data 2 G R A P H G R A P H Graf adalah : Himpunan V (Vertex) yang elemennya disebut simpul (atau point atau node atau titik) Himpunan E (Edge) yang merupakan pasangan tak urut dari simpul, anggotanya disebut ruas (rusuk

Lebih terperinci

OPTIMISASI POLA DISTRIBUSI DENGAN LOGIKA FUZZY DAN ALGORITMA SEMUT PADA PT. SRI ANEKA PANGAN NUSANTARA

OPTIMISASI POLA DISTRIBUSI DENGAN LOGIKA FUZZY DAN ALGORITMA SEMUT PADA PT. SRI ANEKA PANGAN NUSANTARA Optimisasi Pola Distribusi... (Rizka Nur Pratiwi) 11 OPTIMISASI POLA DISTRIBUSI DENGAN LOGIKA FUZZY DAN ALGORITMA SEMUT PADA PT. SRI ANEKA PANGAN NUSANTARA OPTIMIZATION OF ROUTE DISTRIBUTION WITH FUZZY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, berbatasan dengan : 1. Sebelah Utara: Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, berbatasan dengan : 1. Sebelah Utara: Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Bantul merupakan, Kabupaten yang terletak di sebelah Selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, berbatasan dengan : 1. Sebelah Utara: Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

Perbandingan Algoritma Dijkstra Dan Algoritma Ant Colony Dalam Penentuan Jalur Terpendek

Perbandingan Algoritma Dijkstra Dan Algoritma Ant Colony Dalam Penentuan Jalur Terpendek Perbandingan Algoritma Dijkstra Dan Algoritma Ant Colony Dalam Penentuan Jalur Terpendek Finsa Ferdifiansyah NIM 0710630014 Jurusan Teknik Elektro Konsentrasi Rekayasa Komputer Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI OPTIMASI PEMASANGAN KABEL DENGAN METODE ANT COLONY

PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI OPTIMASI PEMASANGAN KABEL DENGAN METODE ANT COLONY PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI OPTIMASI PEMASANGAN KABEL DENGAN METODE ANT COLONY Joni Cukri Binus University, Jalan KH. Syahdan No. 9 Palmerah, Jakarta 11480, Indonesia joni.cukri@yahoo.co.id ABSTRACT Cabling

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASIALGORITMA GENETIK DAN ACS PADA PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

BAB III IMPLEMENTASIALGORITMA GENETIK DAN ACS PADA PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM BAB III IMPLEMENTASIALGORITMA GENETIK DAN ACS PADA PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM 3.1 TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Sebelum membahas pencarian solusi Travelling Salesman Problem menggunakan algoritma

Lebih terperinci

Penyelesaian Traveling Salesman Problem dengan Algoritma Heuristik

Penyelesaian Traveling Salesman Problem dengan Algoritma Heuristik Penyelesaian Traveling Salesman Problem dengan Algoritma Heuristik Filman Ferdian - 13507091 Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Penelitian Sebelumnya

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Penelitian Sebelumnya 5 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Penelitian Sebelumnya Traveling salesman problem (TSP) merupakan salah satu permasalahan yang telah sering diangkat dalam berbagai studi kasus dengan penerapan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi bangsa dan rakyat. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas 3.185,80 km 2 ini terdiri

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi bangsa dan rakyat. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas 3.185,80 km 2 ini terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup Indonesia yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa dan rakyat Indonesia, merupakan rahmat dari pada-nya dan wajib dikembangkan dan dilestarikan

Lebih terperinci

VEHICLE ROUTING PROBLEM UNTUK DISTRIBUSI BARANG MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT

VEHICLE ROUTING PROBLEM UNTUK DISTRIBUSI BARANG MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT VEHICLE ROUTING PROBLEM UNTUK DISTRIBUSI BARANG MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT Agung Hadhiatma 1*, Alexander Purbo 2* 1,2 Program Studi Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

ALGORITMA ANT COLONY OPTIMIZATION (ACO) UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELING SALESMAN PROBLEM (TSP) SKRIPSI. Oleh : Agus Leksono J2A

ALGORITMA ANT COLONY OPTIMIZATION (ACO) UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELING SALESMAN PROBLEM (TSP) SKRIPSI. Oleh : Agus Leksono J2A ALGORITMA ANT COLONY OPTIMIZATION (ACO) UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELING SALESMAN PROBLEM (TSP) SKRIPSI Oleh : Agus Leksono J2A 002 002 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci