VEGETASI DAN DISTRIBUSI POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH, DESA MUNSE, PULAU WAWONII, SULAWESI TENGGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VEGETASI DAN DISTRIBUSI POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH, DESA MUNSE, PULAU WAWONII, SULAWESI TENGGARA"

Transkripsi

1 J. Tek. Ling Edisi Khusus Hari Lingkungan Hidup Hal Jakarta, Juni 2012 ISSN X VEGETASI DAN DISTRIBUSI POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH, DESA MUNSE, PULAU WAWONII, SULAWESI TENGGARA Laode Alhamd Laboratorium Ekologi, Tanah dan Serasah Bidang Botani, Puslit Biologi LIPI. Abstrak Pulau Wawonii merupakan suatu pulau kecil di Sulawesi Tenggara, yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Namun tidak terdapat studi ekologi di hutan dataran rendah di Desa Munse, bagian timur pulau ini. Delapan sampel petak dibuat, maingmasing berukuran 30 x 30 m 2. Seluruh diameter > 10 cm untuk pohon dan cm untuk anak pohon diukur dan diidentifikasi jenis pohonnya. Iδ Morishita digunakan untuk mengetahui distribusi dari jenis-jenis pohon dominan, dan sampel tanah untuk membuat korelasi dengan vegetasi diatas permukaan tanah. Hasil menunjukkan bahwa jumlah total individu pohon adalah 2474 yang terdiri dari 72 spesies, 59 genus dan 39 suku. Total luas bidang dasar mencapai m 2 ha -1. Nilai Iδ Morishita adalah tertinggi pada Ficus variegata untuk pohon dan Pterocarpus indicus untuk anak pohon. Jenis Canarium denticulatum dan F. variegata menunjukkan respon yang baik faktor lingkungan tanah. Kata kunci: Keanekaragaman hayati, Pulau Wawonii, Index Morishita, Faktor Lingkungan Abstract Wawonii Island that has high biodiversity is a small island in south-eastern part of Sulawesi. However, no ecological studies of trees in the lowland forest had been focused at Munse, East Wawonii. Eight sampling plots were established, 30 x 30 m 2 in size. All the DBH (Diameter at Breast Height) > 10 cm for tree and cm in DBH for sapling were measured and identified up to species name. Iδ Morishita were applied to know the distribution of the dominant trees and soil samples were collected to make correlation with the vegetation in the above ground. Results showed that the total number of tree is 2474 individual trees including 72 species 59 genera and 39 families, with total basal area reaching m 2 ha -1. Value of Iδ Morishita was highest in Ficus variegata for tree and Pterocarpus indicus for sapling rather than other dominant spesies. The species of Canarium denticulatum and F. variegata showed the good response to environmental factor of soil in all samples. Key words: Biodiversity, Wawonii Island, Morishita Index, Environmental Factor Vegetasi dan Distribusi,... Edisi Khusus Hari Lingkungan Hidup :

2 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang terkenal dengan negara kepulauan, memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang km. Dari pulau-pulau tersebut, sebagian besar merupakan pulau-pulau kecil yang jumlahnya lebih dari buah 1). Pulau Wawonii adalah salah satu pulau kecil di Sulawesi Tenggara, yang mempunyai keanekaragaman hayati tinggi, namun penelitian ekologi sampai saat ini belum dilakukan utamanya di Desa Munse pada bagian timur dari pulau ini, beberapa informasinya tentang tipe vegetasi dan jenisjenis tumbuhan 2) sudah pernah dilaporkan di Waworete pada ketinggian m dpl, dan di desa Lampeapi pada ketinggian m dpl 3). Perubahan kawasan hutan menjadi area perkebunan 4) dan meningkatnya jumlah penduduk untuk memiliki lahan pemukiman, berkontribusi terhadap terjadinya perubahan aliran air sungai yang awalnya kondisi air jernih berubah kandungan air berlumpur. Dikarenakan kurangnya data yang tersimpan di Herbarium Bogoriense, dan kurangnya informasi ekologi secara lengkap maka penelitian vegetasi dengan faktor lingkungan yang mempengaruhi di P. Wawonii terasa penting, karna diharapkan terdapat jenis-jenis endemik dipulau ini dengan tipe vegetasi yang beragam. Untuk penelitian ekologi hutan; selain analisa vegetasi secara lengkap juga diikuti dengan pengambilan contoh tanah dimana tanah merupakan salah satu faktor penentu yang berperan sebagai media pertumbuhan, sumber air dan sumber hara bagi tumbuhan melalui proses dekomposisi serasah 5). Sebagian besar kawasan hutan yang berada di P. Wawonii berada pada tanah ultra basic, tanah ini biasanya bersifat tandus yang disebabkan oleh: magnesium (Mg) tertukar tinggi, kekurangan kalsium (Ca), nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) 6). Keterkaitan antara tumbuhan dan tanah nantinya dapat dijadikan dasar untuk merehabilitasi dan konservasi kawasan di pulau ini Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui jenis-jenis vegetasi di hutan dataran rendah Desa Munse, (2) memberikan informasi tentang hubungan antara persebaran jenis-jenis yang mendominasi dengan jenis tanah, Hasil yang diperoleh didiskusikan dan diarahkan menjadi dasar dalam konservasi tumbuhan, perencanaan rehabilitasi hutan dan pengembangan jenis-jenis yang berpotensi diwilayah yang akan diteliti. Untuk penelitian kali ini dikonsentrasikan di hutan dataran rendah berada di Desa Munse, dimana informasi ekologi jenis dan vegetasi untuk ekosistem dataran rendah belum pernah dilaporkan, informasi yang diperoleh akan menjadi pelengkap data untuk P. Wawonii secara keseluruhan. 2. METODOLOGI 2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan dataran rendah, Desa Munse, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Pada koordinat ,37 LS dan ,37 BT. Desa Munse secara administratif termasuk kedalam Kecamatan Wawonii Timur, Kabupaten Kendari. Secara umum kondisi pulau ini memiliki topografi datar hingga berbukit (dengan kemiringan 10-20%). Selama 3 jam dengan menggunakan perahu kayu waktu yang dibutuhkan untuk mencapai desa ini. Waktu perjalanan yang tepat untuk mencapai lokasi pada saat musim barat dimana gelombang laut tidak terlalu ekstrim, yaitu pada September-April. Sulawesi Tenggara memiliki curah hujan tidak besar dan berdasarkan klasifikasi klimatik 7), pulau ini mempunyai curah hujan hingga ± 1600 mm/tahun, dan termasuk kedalam iklim bertipe D. Musim hujan rata- 88 Alhamd, L., 2012

3 rata 4-6 bulan dan musim kemarau lebih banyak dibandingkan musim hujan. Siklus musim hujan mencapai puncaknya pada Maret dan kemarau terjadi pada Agustus Metodologi Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode petak untuk menaksir populasi dan penyebaran dari jenis-jenis yang mendominasi disetiap petak. Pembuatan petak dibuat dengan jarak bervariasi antar petaknya km dengan melihat tipe tegakan pohon dan penutupan kawasan dimasing-masing lokasi. Petak-petak pengamatan yang dibuat sebanyak 8 buah. Setiap petak penelitian memiliki luas 0,09 ha (30x30 m 2 ). Setiap petak penelitian akan dibagi menjadi 9 sub-petak, dengan ukuran 10x10 m 2 untuk pengamatan pohon (diameter > 10 cm), sementara anak pohon (diameter cm) pada sub-petak ukuran 5x5m 2. Individu pohon dan anak pohon yang terdapat pada tiap sub-petak dicacah jenis pohonnya, diukur diameter batang, tinggi pohon, tinggi percabangan pertama, serta jarak x dan y dari masing-masing pohon. Pengambilan sampel dilakukan dengan membuat herbarium dengan label, untuk pengidentifikasian lebih lanjut dilakukan di Herbarium Bogoriense, utamanya pada jenis-jenis yang belum diketahui nama jenisnya. Sampel tanah diambil secara acak pada setiap petak penelitian yang dilakukan pengambilan sebanyak 4 sampel tanah pada kedalam cm. Sampel tersebut lalu dikomposit dari setiap petak. Analisa tanah dilakukan di Laboratorium tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Unsur hara yang akan dianalisa selain tekstur tanah adalah kandungan C, N, P, K, Ca, Na, Mg, KTK dan ph tanah Analisa Data Data yang dikumpulkan dianalisa dengan metode petak pengamatan 8), untuk mendapatkan nilai Luas Bidang Dasar (LBD), Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), Dominansi Relatif (DR) dan Nilai Penting (NP), dimana NP merupakan hasil penjumlahan FR, KR dan DR. Pola distribusi spasial dari jenisjenis dominan akan dianalisa dengan menggunakan indeks Morishita (I δ ) 9), dengan rumus sebagai berikut: dimana q adalah jumlah petak pengamatan, xi merupakan jumlah individu jenis pada masing-masing petak, dan T adalah jumlah seluruh individu didalam petak. Keterkaitan antara vegetasi pohon / anak pohon dengan tanah akan dianalisa dengan menggunakan PCA (Principal Component Analysis), untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara vegetasi dengan kandungan hara pada media tumbuh, beserta pengelompokan jenis-jenis berdasarkan faktor biotik tersebut. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil q xi (x i 1) i = 1 Iä = q T(T 1) Komposisi Jenis Hasil pengamatan dari kedelapan petak pengamatan dengan luas 0,72 hektar, terdapat sebanyak 2474 individu pohon dan anak pohon per ha, yang mencakup 72 jenis (spesies) dalam 59 marga dan 39 suku dengan total luas bidang dasar 23,87 m 2 ha -1. Dari keseluruhan individu, terdapat 540 umlah jenis pohon dan yang terdapat di seluruh petak penelitian adalah 66 jenis dengan total densitas pohon 540 individu ha -1 berupa pohon (diameter 10 cm), terdiri dari 52 marga dan 36 suku dan total basal area 20,06 m 2 ha -1. Komposisi jenis umumnya berasal dari jenis-jenis sekunder, yaitu dari jenis Vegetasi dan Distribusi,... Edisi Khusus Hari Lingkungan Hidup :

4 Macaranga gigantea, M. mappa, Drypetes longifolia, D. minahasae, Ficus variegata, Arthocarpus glaucus, A. integer, Cratoxylum formosum dan Vitex cofassus. Jenis-jenis tersebut sangat toleran terhadap kanopi hutan yang terbuka karena lebih menyenangi sinar matahari. Masing-masing petak memperlihat komposisi jenis yang berbeda, meskipun terdapat beberapa petak memiliki jenis yang mendominasi berasal dari jenis yang sama, seperti pada petak II, III dan VIII pada jenis Canarium denticulatum. Bedasarkan perhitungan nilai penting (NP), seperti di Tabel 1, jenis-jenis pada masingmasing petak, yaitu: Microcos paniculata, F. variegata dan Alstonia macrophylla (Petak I), C. denticulatum, D. longifolia dan Litsea elliptica (Petak II), C. denticulatum, Ficus pubinervis dan F. variegata (Petak III), Evodia aromatica, Anthocephalus macrophyllus, dan C. formosum (Petak IV), Solanum sp., F. variegata, dan A. macrophyllus (Petak V), E. aromatica, Solanum verbascifolium dan F. variegate (Petak VI), Hernandia peltata, Semecarpus longifolia dan C. denticulatum (Petak VII), dan C. denticulatum, A. glaucus dan Ficus sp. (Petak VIII). Suku yang paling sering dijumpai jenisnya adalah Clusiaceae (6 jenis) terdiri dari Garcinia dulcis, G. laterifolia, Callophyllum inophyllum, C. soulatri, C. celebicum dan C. sp., diikuti oleh suku Anacardiaceae, Euphorbiaceae dan Moraceae yang masingmasing memiliki 5 jenis, dan Rubiaceae dengan 4 jenis. Struktur Hutan Struktur hutan berdasarkan klasifikasi kelas diameter dan tinggi pohon dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Rataan diameter pohon pada masing-masing petak tertinggi pada petak II (24 cm), diikuti oleh petak I dan IV sekitar 21 cm, petak VII dan VIII (18,5 cm dan petak lainnya (III, V dan VI) berkisar 17,6 cm. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran anak pohon yang berdiameter < 10 cm banyak dijumpai pada petak III, V dan VI, tercatat pada dua petak terakhir konstribusi anak pohon mencapai 62,3 dan 88,2%, lain halnya pada petak III, meski petak ini hanya memiliki jumlah anak pohon dibawah 50% namun hanya beberapa pohon saja yang memiliki diameter lebih dari 30cm, seperti pada A. macrophyllus, C. denticulatum, C. odorata, dan Semecarpus longifolia. Diameter pohon >40 cm pada masingmasing petak masih dijumpai pada setiap petak, kecuali pada petak IV dan V. yaitu E. aromatica dan Microcos paniculata (Petak I), C. denticulatum pada petak II, III dan VIII dan C. odorata di petak VI. Pohon yang berdiameter >50 cm masih dijumpai pada petak II dan VII, yaitu masing-masing dari jenis C. denticulatum dan Hernandia peltata. Individu ha -1 Gambar 1. Jumlah individu berdasarkan kelas diameter pohon (cm), pada kedelapan petak penelitian di Desa Munse, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara Individu ha -1 Gambar 2. Jumlah individu berdasarkan kelas tinggi pohon (m), pada kedelapan petak penelitian di Desa Munse, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara 90 Alhamd, L., 2012

5 Dari seluruh petak, pohon yang termasuk dalam strata A dengan tinggi >30m banyak terdapat pada petak I sebanyak 8 individu, umumnya dari jenis M. paniculata, 5 individu pada petak II, sementara petak V-VIII berada pada strata B dengan kisaran tinggi m. Distribusi Jenis Berdasarkan indeks Morishita, pada Tabel 2, dari jenis dominan dan kodominan pada pohon dan anak pohon, Nampak bahwa nilai hitung I δ < X 2 Tabel (P>0,05; penyebaran acak = 1;X 2 Tabel = 3,841), penyebaran jenisjenis tersebut besifat mengelompok pada petak penelitian tertentu, hal ini diperjelas dengan ditemukannya beberapa individu C. denticulatum dibeberapa petak, meski tidak dijumpai dipetak lainnya, pada F. variegata individu jenis ini merata diseluruh petak namun satu petak ditemukan dalam jumlah individu yang banyak dan beberapa petak lainnya hanya satu individu. Hal serupa nampak pada anak pohon untuk jenis Pterocarpus indicus dan C. denticulatum Pembahasan Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa dari jumlah jenis, total kerapatan dan total luas bidang dasar di lokasi penelitian untuk pohon dan anak pohon tergolong rendah dibandingkan dengan data dari Desa Lampeapi 3) dan Desa Lansinowo, Waworete 2). Kondisi ini dapat disebabkan oleh lokasi yang sangat dekat dengan pemukiman penduduk dengan ditemukannya beberapa daerah bekas perladangan, seperti tanaman Anacardium occidentale dilokasi penelitian, jenis ini merupakan primadona bagi masyarakat setempat untuk menambah perekonomiannya. Sebagian besar masyarakat setempat memanfaatkan hutan sebagai sarana pencarian kayu untuk pembuatan rumah, kayu bakar bagi kebutuhan sehari-hari. Vegetasi hutan dataran rendah memiliki karakteristik tersendiri. Dua karakteristik utama yang membedakan hutan dataran rendah dengan bioma terestrial lainnya adalah tingginya kerapatan jenis pohon dan status konservasi tumbuhannya yang hampir sebagian besar dikategorikan jarang secara lokal 10). Komposisi jenis dan keanekaragaman tumbuhan di hutan tergantung pada beberapa faktor lingkungan seperti kelembaban, nutrisi, cahaya matahari, topografi, batuan induk, karateristik tanah, struktur kanopi dan sejarah tataguna lahan 11). Hal ini terlihat pada petak VII dan VIII yang memiliki jumlah jenis dan individu yang lebih sedikit dibanding petak lainnya, dikarenakan komposisi tanah yang memiliki kandungan pasir pada tekstur tanah lebih tinggi dua kali dibandingkan dengan petak lainnya, yaitu 34%. Jenis - jenis sekunder yang umumnya ditemukan, juga membuktikan areal dihutan dataran rendah awalnya telah terjadi pembukaan lahan, sebagai suatu bentuk suksesi hutan setelah adanya jenis-jenis pionir berupa tumbuhan rendah yang terlihat di beberapa titik disekitar petak penelitian. Distribusi diameter pohon seperti kurva L yang mengikuti fungsi eksponensial negatif, menegaskan bahwa kondisi hutan dataran rendah ini masih dalam kondisi seimbang 12). Pada diameter 0-10 cm, jenis yang jumlah individu anak pohon terbanyak dari C. denticulatum, diikuti oleh Pterocarpus indicus dan Ficus variegata, secara berturutturut. Jenis C. denticulatum selalu dijumpai pada interval kelas diameter bersama F. variegata, membuktikan keberadaan kedua jenis ini memiliki tingkat regenerasi yang tinggi. Pola distribusi yang mengelompok mengindikasikan bahwa tidak adanya persaingan individu didalam dan antar jenis dalam mendapatkan unsur. hara, berupa hara makro (C, N, P, dan K) dan mikro (Na, Mg, Ca), serta kapasitas tukar kation (KTK), dimana tanah secara keseluruhan memiliki tekstur tanah memiliki kandungan liat lebih tinggi dibandingkan pasir dan debu, dengan kisaran 37-47%, pada petak I, IV dan VIII, Vegetasi dan Distribusi,... Edisi Khusus Hari Lingkungan Hidup :

6 sementara bertekstur debu berada pada petak II, III, V, VI dan VII (37-59%). Kondisi tanah dari kedelapan petak memiliki ph 6,2-6,8 di petak I-VI, dan 7,6-7,8 di petak VII dan VIII, dengan interval C/N ratio 10,3-14,2, kandungan P mencapai 9-21, karbon 1,49-2,99, nitrogen 0,14-0,21 dengan kapasitas tukar kation yang cukup tinggi mencapai 48,47%. Pengelompokan jenis vegetasi berdasarkan komponen tanah, terlihat pada Gambar 3 (kuadran I, II/III, dan IV), terlihat bahwa terdapat tiga pengelompokan jenis vegetasi pada tingkat pertumbuhan pohon. Pada pohon (diameter >10 cm), jenis vegetasi yang toleransi pada hara natrium (Na), kalsium (Ca), karbon (C) dan fosfor (P) serta kemasaman (ph) bersifat netral ke basa, yaitu Radermachera gigantea, Chionanthus cordulatus, Toona sinensis, Pterocarpus indicus, Lepiniopsis ternatensis dan Ficus sp., namun pada umumnya jenisjenis ini hanya meenyebar di dua petak pengamatan, yang terlihat pada kuadran satu di Gambar 3a. Sedangkan jenis C. denticulatum, yang mendominasi penyebaran, frekuensi dan luas bidang dasar, terletak pada kuadran II, yang mengindikasikan bahwa meski dengan kondisi yang tidak terlalu sesuai dengan faktor lingkungan (dalam hal ini tanah), tetapi jenis ini tetap mendominasi dalam nilai penting (NP) dari keseluruhan petak. Meski respon yang baik terhadap lingkungan tidak ditunjukkan ditingkat pohon, namun hal berlawanan pada tingkat anak pohon. Untuk anak pohon (diameter 2-9,9 cm), pada Gambar 3b yang terbagi dalam 3 kelompok (kuadran II, III dan IV), terlihat bahwa faktor abiotik C, P, Ca, Na, C/N dan ph memiliki di kuadran II, memiliki toleransi terhadap jenis C. denticulatum, Semecarpus longifolia, Timonius celebica, Carallia brachiata, Hernandia peltata dan Buchanania arborescens, sementara Ficus variegata yang berada pada kuadran III, mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan sekitar. Gambar 3. Pengelompokan jenis-jenis pohon (a) dan anak pohon (b) berdasarkan luas bidang dasar (LBD) dan faktor tanah sebagai media tumbuh dengan menggunakan PCA (Principal Component Analysis) di hutan dataran rendah, Desa Munse, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Setiap bulatan kosong mewakili satu jenis vegetasi. 92 Alhamd, L., 2012

7 Tabel 1. Nilai penting (NP) dari masing-masing jenis di masing-masing petak penelitian, Desa Munse, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Jenis Suku Nilai Penting (NP) pada Petak ke- Alstonia macrophylla Wall. ex G.Don. I II III IV V VI VII VIII Apocynaceae 31,9 6,8 7,3 0 21, Anacardium Anacardiaceae 17, , occidentale Linn. Anthocephalus Rubiaceae 6,4 0 13,1 39,2 23, macrophyllus (Roxb.) Aralidium Aralidiaceae 0 5,7 16, ,1 7,5 0 ahernianum Merr. Arthocarpus glaucus Moraceae , ,9 Arthocarpus integer Moraceae ,5 0 Barringtonia Lecythidaceae 0 5, acutangula (L.) Gaert. Buchanania Anacardiaceae 0 0 4,0 6, ,9 11,8 arborescens Callophyllum Clusiaceae ,4 0 0 celebicum Callophyllum Clusiaceae ,1 12,2 0 3,8 0 0 inophyllum L. Callophyllum soullatri Clusiaceae 0 0 4, Cananga odorata Annonaceae 0 15,1 13,9 27,8 20,6 26,9 18,2 0 (Lam.) Canarium Burseraceae 0 81,0 34, ,6 38,1 107,0 denticulatum Bl. Canarium littorale Bl. Burseraceae ,1 0 0 Carallia brachiata Rhizophoraceae 26,1 0 5, ,2 0 0 (Lour.) Merr. Casearia Flacourtiaceae 15,8 0 13,6 5,4 5,9 9,3 0 0 grewiaefolia Vent. Castanopsis Fagaceae 0 9, acuminatissima Chionanthus Oleaceae 0 0 3, ,0 cordulatus Cratoxylum Hyperiaceae 6,5 0 8,1 32,0 8,9 4,9 0 0 formosum (Jack) Dyer Cryptocarya Lauraceae 0 5,7 4,7 10, crascinervia Miq. Cryptocarya sp. Lauraceae 0 7, Dehaasia caesia Bl. Lauraceae ,3 Dillenia excelsa Dilleniaceae 0 0 4,3 0 5, (Jack) Glig. Dracontomelon dao Anacardiaceae 0 5,6 15, Vegetasi dan Distribusi,... Edisi Khusus Hari Lingkungan Hidup :

8 Drypetes longifolia Pax. Et. Hoffm. Drypetes minahasae Pax. ex. Hoffm. Euphorbiaceae 0 29, ,2 0 0 Euphorbiaceae 0 5, Duabanga Sonneratiaceae 0 0 4,5 0 5,8 7,9 0 0 motuccana Evodia aromatica Rutaceae 29,1 7,3 51,3 13,3 34,5 0 0 Ficus pubinervis Moraceae 0 8,3 26, ,5 Ficus sp. Moraceae ,7 34,4 Ficus variegata Moraceae 48,1 0 23,3 12,4 58,3 29,4 8,2 23,6 Garcinia dulcis Clusiaceae ,2 0 Garcinia laterifolia Clusiaceae 0 6, Gnetum gnemon L. Gnetaceae 6,4 0 4,0 16, Gonocaryum littorale Icacinaceae ,9 0 0 (Bl.) Sleum Gordonia excelsa Theaceae 0 9,3 14, Guioa diplopetala Sapindaceae ,0 0 10,6 0 13,7 (Hassk.) Radlk. Gymnacranthera sp Myristicaceae ,5 0 0 Hernandia peltata L. Hernandiaceae ,0 0 Horsfieldia glabra Myristicaceae 0 13, ,6 0 0 Instia bijuga Fabaceae 0 6, Kjellbergiodendron Myrtaceae 0 6,0 5,6 0 6,0 4,1 0 0 celebicum (Kds.) Knema cinerea Myristicaceae ,5 0 0 Lepiniopsis Apocynaceae ,0 12,9 ternatensis Litsea elliptica Lauraceae 0 18, Macaranga gigantea Euphorbiaceae 0 0 6,9 0 10, (Reichb.) f & Zoll. Macaranga mappa Euphorbiaceae 0 17, (L.) M.A. Magnolia candolii Magnoliacea , Microcos paniculata Tiliaceae 63, ,5 0 0 L Nauclea orientalis L. Rubiaceae ,2 0 Palaquium Sapotaceae 6,5 9, ,8 0 0 obtusifolium Polichias nodosa Araliaceae 15, (DC.) Scem. Pterocarpus indicus Fabaceae 0 0 9,8 13,5 0 9,0 9,3 0 Radermachera Bignoniaceae ,8 0 0 gigantea (Bl.) Miq. Semecarpus longifolia Bl. Anacardiaceae 0 14,7 19, , Alhamd, L., 2012

9 Solanum sp. Solanaceae 11, ,5 8,0 0 0 Solanum Solanaceae 6,8 0 7,2 18,0 8,4 34,2 0 0 verbascifolium L. Teijsmanniodendron Verbenaceae ,9 0 0 bogoriense Koord. Terminalia catappa L. Combretaceae 0 6, ,5 0 Timonius celebicus Rubiaceae 8,9 0 17,4 12,5 15,5 22,3 0 0 Kds. Toona sinensis Meliaceae ,1 0 (Juss.) Roem. Vitex cofassus Verbenaceae , Tabel 2. Pola distribusi jenis-jenis dominan pada tingkat pertumbuhan pohon dan anak pohon Tingkat Pertumbuhan Jenis Iδ - Indeks Morishita Pohon Anak pohon Canarium denticulatum Ficus variegata Evodia aromatica Cananga odorata Solanum sp. Canarium denticulatum Ficus variegata Pterocarpus indicus Drypetes longifolia Chionanthus cordulatus 0,013 0,021 0,003 0,003 0,008 0,014 0,005 0,016 0,004 0, KESIMPULAN Terdapat sebanyak 2474 individu pohon dan anak pohon per ha, yang mencakup 72 jenis dalam 59 marga dan 39 suku. Jenis-jenis mendominasi baik dari tingkat pertumbuhan pohon dan anak pohon adalah dari jenis Canarium denticulatum dan Ficus variegata, kedua jenis ini secara tidak langsung memperlihatkan respon yang positif terhadap faktor biotik tanah, namun distribusi penyebarannya di hutan dataran rendah lebih tinggi dibandingkan jenis-jenis lainnya. Jenis inilah yang direkomendasikan untuk merehabilitasi hutan, karena tahan terhadap kondisi ph dan hara makro tanah yang paling agak tinggi. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Pusat Penelitian Biologi yang memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini. Terima kasih juga kami berikan kepada pihak BKSDA Propinsi Sulawesi Tenggara dan Aparat Desa Munse yang memberikan dukungan dalam melakukan penelitian, serta masyarakat Desa Munse yang turut membantu terlaksananya penelitian. DAFTAR PUSTAKA 1. Yusuf, M., Konsep pembangunan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan melalui pendekatan pola agromarine (suatu tinjauan filsafat sains) Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. 2. Purwaningsih, Vegetasi hutan pada beberapa ketinggian tempat di P. Wawonii, Sulawesi Tenggara. Laporan Vegetasi dan Distribusi,... Edisi Khusus Hari Lingkungan Hidup :

10 Teknik Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor Rahajoe, J.S., E. Mirmanto, dan Ismail, Pengelompokan jenis tumbuhan berdasarkan kandungan hara dan teksture tanah di hutan dataran rendah Desa Lampiapi, P. Wawonii, Sulawesi Tenggara. Laporan Teknik Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor Anonim, Monografi Daerah Sulawesi Tenggara. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 5. Berg, B., Plant litter decomposition, humus formation, carbon sequestration. Springer Berlin. 6. Whitten, A.J., M. Mustafa, dan G.S. Henderson, Ekologi Sulawesi. Gajah Mada University Press. 7. Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson, Rainfall types based on wet oand period ratiosfor Indonesia with western New Guinea. Verhandelingen 42. Jakarta: Jawatan Meteorologi dan Geofisika. 8. Cox, G.W., Laboratory manual of general biology. Dubuque, IO: San Diego State University & Win. C. Brown Company Publisher. 9. Morishita, M., Measuring of the dispersion on individuals and analysis of the distributional patterns. Memoirs Faculty of Science, Kyushu University, Seri E (Biology). 40: Clark, D.B., M.W. Palmer, and D.A. Clark., Edaphic factors and the landscape-scale distributions of tropical rain forest trees. Ecology 80 (8): Hutchinson, T.F., R.E.J. Boerner, L.R. Iverson, S. Sutherland and E.K. Sutherland., Landscape patterns of understory composition and richness across a moisture and nitrogen mineralization gradient in Ohio (USA) Quercus forests. Plant Ecology 144: Meyer, H.A., Structure, growth, and drain in balanced uneven-aged forests. J. For. 50 (2): Alhamd, L., 2012

PENELITIAN EKOLOGI JENIS DURIAN (Durio spp.) DI DESA INTUH LINGAU, KALIMANTAN TIMUR

PENELITIAN EKOLOGI JENIS DURIAN (Durio spp.) DI DESA INTUH LINGAU, KALIMANTAN TIMUR J. Tek. Ling. Vol. 8 No. 3 Hal. 211-216 Jakarta, September 2007 ISSN 1441-318X PENELITIAN EKOLOGI JENIS DURIAN (Durio spp.) DI DESA INTUH LINGAU, KALIMANTAN TIMUR Muhammad Mansur Peneliti di Bidang Botani,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Faktor Fisik Lingkungan Faktor fisik lingkungan dianalisis untuk mengetahui faktor-faktor yang berbeda nyata atau tidak berbeda nyata pada masing-masing lokasi penelitian.

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) I. KULIAH

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) I. KULIAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS KEHUTANAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR MAJOR INTERDEPARTEMEN, STRATA 1 (S-1) GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) I. KULIAH A. Mata Kuliah

Lebih terperinci

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG

HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG HABITAT POHON PUTAT (Barringtonia acutangula) PADA KAWASAN BERHUTAN SUNGAI JEMELAK KABUPATEN SINTANG Muhammad Syukur Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email : msyukur1973@yahoo.co.id ABSTRAKS:

Lebih terperinci

PENELITIAN EKOLOGI NEPENTHES DI LABORATORIUM ALAM HUTAN GAMBUT SABANGAU KERENG BANGKIRAI KALIMANTAN TENGAH

PENELITIAN EKOLOGI NEPENTHES DI LABORATORIUM ALAM HUTAN GAMBUT SABANGAU KERENG BANGKIRAI KALIMANTAN TENGAH J. Tek. Ling. Vol. 9 No. 1 Hal. 67-73 Jakarta, Januari 2008 ISSN 1441-318X PENELITIAN EKOLOGI NEPENTHES DI LABORATORIUM ALAM HUTAN GAMBUT SABANGAU KERENG BANGKIRAI KALIMANTAN TENGAH Muhammad Mansur Peneliti

Lebih terperinci

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage Elok Swasono Putro (1), J. S. Tasirin (1), M. T. Lasut (1), M. A. Langi (1) 1 Program Studi Ilmu Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

Analisis Vegetasi Hutan pada Beberapa Ketinggian Tempat di Bukit Wawouwai, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara

Analisis Vegetasi Hutan pada Beberapa Ketinggian Tempat di Bukit Wawouwai, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 7, Nomor 1 Januari 2006 Halaman: 49-53 Analisis Vegetasi Hutan pada Beberapa Ketinggian Tempat di Bukit Wawouwai, Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara Forest

Lebih terperinci

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Gambut Koordinator : Ir. Atok Subiakto, M.Apl.Sc Judul Kegiatan : Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN Struktur vegetasi tumbuhan bawah diukur menggunakan teknik garis berpetak. Garis berpetak tersebut ditempatkan pada setiap umur tegakan jati. Struktur vegetasi yang diukur didasarkan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KAWASAN

IV. KONDISI UMUM KAWASAN 31 IV. KONDISI UMUM KAWASAN 4.1 Letak Geografis, Batas-batas Administratif dan Status Kawasan Secara geografis Cagar Alam Pulau Sempu (CAPS) berada di antara 112 0 40 45 112 0 42 45 BT dan 8 0 27 24 8

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN Supriadi, Agus Romadhon, Akhmad Farid Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura e-mail: akhmadfarid@trunojoyo.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI SANDI KUSUMA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI POHON DI STASIUN PENELITIAN HUTAN BRON DESA WAREMBUNGAN KABUPATEN MINAHASA

STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI POHON DI STASIUN PENELITIAN HUTAN BRON DESA WAREMBUNGAN KABUPATEN MINAHASA STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI POHON DI STASIUN PENELITIAN HUTAN BRON DESA WAREMBUNGAN KABUPATEN MINAHASA STRUCTURE AND COMPOSITION OF TREE VEGETATION IN BRON RESEARCH STATION WAREMBUNGAN VILLAGE, REGENCY

Lebih terperinci

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 272 Telp. (0251) ; Fax (0251) Bogor 2 Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam

Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 272 Telp. (0251) ; Fax (0251) Bogor 2 Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam STRUKTUR DAN KOMPOSISI JENIS TUMBUHAN HUTAN PAMAH DI KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS (KHDTK) CARITA, PROVINSI BANTEN (Structure and Species Composition of Lowland Primary Forest at the KHDTK Carita,

Lebih terperinci

POTENSI DAN SEBARAN NYATOH (Palaquium obtusifolium Burck) DI SULAWESI BAGIAN UTARA

POTENSI DAN SEBARAN NYATOH (Palaquium obtusifolium Burck) DI SULAWESI BAGIAN UTARA Potensi dan Sebaran Nyatoh.. Ady Suryawan, Julianus Kinho & Anita Mayasari POTENSI DAN SEBARAN NYATOH (Palaquium obtusifolium Burck) DI SULAWESI BAGIAN UTARA Ady Suryawan, Julianus Kinho dan Anita Mayasari

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 di Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus, Hutan Kawasan Lindung Kalung Desa Namang, dan Hutan Dusun Air

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT Diversity of Species Meranti (Shore spp) In Protected Forest Area Ambawang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU (The Diversity of Bamboo (Bambusodae) In Riam Odong Waterfall Forest

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT Ana Dairiana, Nur illiyyina S, Syampadzi Nurroh, dan R Rodlyan Ghufrona Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Analisis vegetasi

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

ANALISIS POPULASI NEPENTHES SPP DI HUTAN RAWA GAMBUT, KALAMPANGAN, KALIMANTAN TENGAH

ANALISIS POPULASI NEPENTHES SPP DI HUTAN RAWA GAMBUT, KALAMPANGAN, KALIMANTAN TENGAH J. Tek. Ling Vol.11 No.1 Hal. 33-38 Jakarta, Januari 2010 ISSN 1441-318X ANALISIS POPULASI NEPENTHES SPP DI HUTAN RAWA GAMBUT, KALAMPANGAN, KALIMANTAN TENGAH Muhammad Mansur Peneliti di Bidang Botani,

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI Oleh : MUHAMMAD MARLIANSYAH 061202036 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan di PT Salaki Summa Sejahtera, Provinsi Sumatera Barat

Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan di PT Salaki Summa Sejahtera, Provinsi Sumatera Barat JURNAL Vol. 03 Desember SILVIKULTUR 2012 TROPIKA Vol. 03 No. 03 Desember 2012, Hal. 155 160 Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan 155 ISSN: 2086-8227 Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas

Lebih terperinci

KONDISI TEMPAT TUMBUH TEGAKAN ALAM Shorea leprosula, Shorea johorensis DAN Shorea smithiana. Oleh : Nilam Sari, Karmilasanti Dan Rini Handayani

KONDISI TEMPAT TUMBUH TEGAKAN ALAM Shorea leprosula, Shorea johorensis DAN Shorea smithiana. Oleh : Nilam Sari, Karmilasanti Dan Rini Handayani KONDISI TEMPAT TUMBUH TEGAKAN ALAM, DAN Shorea smithiana Oleh : Nilam Sari, Karmilasanti Dan Rini Handayani BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA SAMARINDA 203 PENDAHULUAN Pembangunan di bidang kehutanan

Lebih terperinci

ABSTRACT STRUCTURE AND COMPOSITION OF THE VEGETATION IN HEPANGAN AGROFORESTRY SYSTEM AT GUMAY ULU AREA LAHAT DISTRICT SOUTH SUMATERA

ABSTRACT STRUCTURE AND COMPOSITION OF THE VEGETATION IN HEPANGAN AGROFORESTRY SYSTEM AT GUMAY ULU AREA LAHAT DISTRICT SOUTH SUMATERA ABSTRACT STRUCTURE AND COMPOSITION OF THE VEGETATION IN HEPANGAN AGROFORESTRY SYSTEM AT GUMAY ULU AREA LAHAT DISTRICT SOUTH SUMATERA Allen Adilla Akbar*, Erny Poedjirahajoe**, Lies Rahayu W.F.*** The area

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN 135 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Komposisi spesies mangrove di Pulau Kaledupa, Derawa, dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi sebanyak 20 spesies mangrove sejati dan tersebar tidak merata antar pulau.

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU Khairijon, Mayta NovaIiza Isda, Huryatul Islam. Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI KAWASAN KONSERVASI RUMAH PELANGI DUSUN GUNUNG BENUAH KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA Diversity Study of Kantong Semar Plants (Nepenthes

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI HUTAN PRODUKSI TERBATAS BOLIYOHUTO PROVINSI GORONTALO

ANALISIS VEGETASI HUTAN PRODUKSI TERBATAS BOLIYOHUTO PROVINSI GORONTALO ANALISIS VEGETASI HUTAN PRODUKSI TERBATAS BOLIYOHUTO PROVINSI GORONTALO Marini Susanti Hamidun, Dewi Wahyuni K. Baderan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri GorontaloJalan Jendral

Lebih terperinci

Identifikasi dan Uji Coba Jenis Lokal untuk Mendukung Kegiatan Rehabilitasi Lahan Pascatambang. Ishak Yassir

Identifikasi dan Uji Coba Jenis Lokal untuk Mendukung Kegiatan Rehabilitasi Lahan Pascatambang. Ishak Yassir Identifikasi dan Uji Coba Jenis Lokal untuk Mendukung Kegiatan Rehabilitasi Lahan Pascatambang Ishak Yassir Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam-Samboja Ishak Yassir Bukit Bingkirai,

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI POHON DI KAWASAN HUTAN BATU BUSUAK PADANG. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas ABSTRACT

ANALISIS VEGETASI POHON DI KAWASAN HUTAN BATU BUSUAK PADANG. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas ABSTRACT ANALISIS VEGETASI POHON DI KAWASAN HUTAN BATU BUSUAK PADANG Rival Yuhendri 1, Erizal Mukhtar dan Elza Safitri 1 1 Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat Jurusan Biologi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

DIVERSITAS POHON SEKITAR ALIRAN MATA AIR DI KAWASAN PULAU MOYO NUSA TENGGARA BARAT. Trimanto Kebun Raya Purwodadi - LIPI ABSTRAK

DIVERSITAS POHON SEKITAR ALIRAN MATA AIR DI KAWASAN PULAU MOYO NUSA TENGGARA BARAT. Trimanto Kebun Raya Purwodadi - LIPI ABSTRAK 18-176 DIVERSITAS POHON SEKITAR ALIRAN MATA AIR DI KAWASAN PULAU MOYO NUSA TENGGARA BARAT Trimanto Kebun Raya Purwodadi - LIPI E-mail: triman.bios08@gmail.com ABSTRAK Jenis tumbuhan di sekitar aliran mata

Lebih terperinci

ABSTRACT PENDAHULUAN METODE PENELITIAN STRUKTUR DAN KOMPOSISI POHON PADA BERBAGAI TINGKAT GANGGUAN HUTAN 01 GUNUNG SALAK, JAWA BARAT

ABSTRACT PENDAHULUAN METODE PENELITIAN STRUKTUR DAN KOMPOSISI POHON PADA BERBAGAI TINGKAT GANGGUAN HUTAN 01 GUNUNG SALAK, JAWA BARAT Eugenia 13 (4) Oktober 2007 STRUKTUR DAN KOMPOSISI POHON PADA BERBAGAI TINGKAT GANGGUAN HUTAN 01 GUNUNG SALAK, JAWA BARAT Roni Konerj11*, Oedy Ouryadi Solihin21, Oamayanti Buchorj31," dan Rudi Tarumingkeng4)

Lebih terperinci

ANALISIS DOMINANSI KOMUNITAS TEGAKAN DI HUTAN SEKITAR KAWASAN WISATA AIR TERJUN TIRTA RIMBA MORAMO

ANALISIS DOMINANSI KOMUNITAS TEGAKAN DI HUTAN SEKITAR KAWASAN WISATA AIR TERJUN TIRTA RIMBA MORAMO Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI) Vol. 1, No. 4, Juli 2016 (Edisi Khusus) ISSN 2477-2240 (Media Cetak) 2477-3921 (Media Online) ANALISIS DOMINANSI KOMUNITAS TEGAKAN DI HUTAN SEKITAR KAWASAN

Lebih terperinci

ESTIMASI BIOMASA DAN KARBON TERSIMPAN PADA

ESTIMASI BIOMASA DAN KARBON TERSIMPAN PADA Berita Biologi 13(2) - Agustus 2014 ESTIMASI BIOMASA DAN KARBON TERSIMPAN PADA Pinus merkusii Jungh. & de Vriese DI HUTAN PINUS GN. BUNDER, TN. GN. HALIMUN SALAK [Biomass Estimation and Carbon Stock on

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN POTENSI KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN DI HUTAN RESORT BUKIT LAWANG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER TESIS. Oleh : S O I M I N

KOMPOSISI DAN POTENSI KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN DI HUTAN RESORT BUKIT LAWANG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER TESIS. Oleh : S O I M I N KOMPOSISI DAN POTENSI KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN DI HUTAN RESORT BUKIT LAWANG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER TESIS Oleh : S O I M I N 087030023 PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI DI AREAL CALON KEBUN BENIH (KB) IUPHHK-HA PT. KAWEDAR WOOD INDUSTRY KABUPATEN KAPUAS HULU

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI DI AREAL CALON KEBUN BENIH (KB) IUPHHK-HA PT. KAWEDAR WOOD INDUSTRY KABUPATEN KAPUAS HULU STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI DI AREAL CALON KEBUN BENIH (KB) IUPHHK-HA PT. KAWEDAR WOOD INDUSTRY KABUPATEN KAPUAS HULU Studies of Vegetation Species Biodiversity in Sheed Orchards Candidate ( SO

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 12 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Cagar Alam Sukawayana, Desa Cikakak, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Waktu penelitian

Lebih terperinci

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 4 praktek perambahan masyarakat lokal melalui aktivitas pertanian atau perladangan berpindah dan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan karakteristik usaha kehutanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tutupan Lahan dan Vegetasi Terdapat 6 jenis tutupan lahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang ada dalam Tabel 4. Arsyad (2010) mengelompokkan penggunaan

Lebih terperinci

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak Pola Penyebaran dan Struktur Populasi Eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan Asrianny, Arghatama Djuan Laboratorium Konservasi

Lebih terperinci

Nursal, Suwondo dan Irma Novita Sirait Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru ABSTRACT

Nursal, Suwondo dan Irma Novita Sirait Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru ABSTRACT KARAKTERISTIK KOMPOSISI DAN STRATIFIKASI VEGETASI STRATA POHON KOMUNITAS RIPARIAN DI KAWASAN HUTAN WISATA RIMBO TUJUH DANAU KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU Nursal, Suwondo dan Irma Novita Sirait Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data hasil analisis laboratorium parameter kalium tukar dari tiap titik sampel. Kontrol I II III

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data hasil analisis laboratorium parameter kalium tukar dari tiap titik sampel. Kontrol I II III LAMPIRAN Lampiran 1. Data hasil analisis laboratorium parameter kalium tukar dari tiap titik sampel Kontrol 0-20 0.12 0.25 0.94 20-40 0.34 0.41 0.57 40-60 0.39 0.45 0.50 60-80 0.28 0.39 0.57 80-100 0.23

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm. 14-19 ISSN 0853 4217 Vol. 15 No.1 PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NPK DAN KOMPOS TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI JABON (Anthocephalus cadamba Roxb Miq) PADA MEDIA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

` SATUAN ACARA PERKULIAHAN

` SATUAN ACARA PERKULIAHAN Nama Mata Kuliah : Ekologi Umum Nomor Kode : BI 308 Sifat Mata Kuliah : M K Wajib Program Studi : Pendidikan Biologi dan Biologi Jumlah SKS : 3 sks Semester : 6 MK Prasyarat : Biologi Umum Dosen : Drs.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

Sebagian besar hutan rawa gambut di Indonesia mengalami penyusutan. Hutan rawa gambut di Riau tersebar pada lima bentang alam yang masih

Sebagian besar hutan rawa gambut di Indonesia mengalami penyusutan. Hutan rawa gambut di Riau tersebar pada lima bentang alam yang masih RINGKASAN i e Sebagian besar hutan rawa gambut di Indonesia mengalami penyusutan dari tahun ke tahun (Mirmanto dan Polosokan, 1999, Wahyunto et al, 2005). Di Propinsi Riau sendiri hutan rawa gambut telah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN 50 KOTA SUMATERA BARAT

ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN 50 KOTA SUMATERA BARAT ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN 50 KOTA SUMATERA BARAT SKRIPSI MHD. IKO PRATAMA 091201072 BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Gambar 3. Peta lokasi penelitian 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2009 di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten, lokasi penelitian mempunyai

Lebih terperinci

PERSEBARAN TUMBUHAN OBAT PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack.) DI JALUR UTAMA PATROLI TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) SULTAN SYARIF HASYIM PROVINSI RIAU

PERSEBARAN TUMBUHAN OBAT PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack.) DI JALUR UTAMA PATROLI TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) SULTAN SYARIF HASYIM PROVINSI RIAU PERSEBARAN TUMBUHAN OBAT PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack.) DI JALUR UTAMA PATROLI TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) SULTAN SYARIF HASYIM PROVINSI RIAU THE DISTRIBUTION OF MEDICINAL PLANTS OF PASAK BUMI Eurycoma

Lebih terperinci

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali. B III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada mangrove yang ada

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Nama Mata Kuliah : Ekologi Umum Nomor Kode : BI 308 Sifat Mata Kuliah : M K Wajib Program Studi : Pendidikan Biologi dan Biologi Jumlah SKS : 3 sks Semester : 6 MK Prasyarat :

Lebih terperinci

SUKSESI JENIS TUMBUHAN PADA AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN RAWA GAMBUT (Succesion of plant at the area of peat swamp forest ex-burnt)

SUKSESI JENIS TUMBUHAN PADA AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN RAWA GAMBUT (Succesion of plant at the area of peat swamp forest ex-burnt) SUKSESI JENIS TUMBUHAN PADA AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN RAWA GAMBUT (Succesion of plant at the area of peat swamp forest ex-burnt) Aciana, Dwi Astiani, Burhanuddin Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura.

Lebih terperinci

JENIS-JENIS POHON DI SEKITAR MATA AIR DATARAN TINGGI DAN RENDAH (Studi Kasus Kabupaten Malang)

JENIS-JENIS POHON DI SEKITAR MATA AIR DATARAN TINGGI DAN RENDAH (Studi Kasus Kabupaten Malang) JENIS-JENIS POHON DI SEKITAR MATA AIR DATARAN TINGGI DAN RENDAH (Studi Kasus Kabupaten Malang) Siti Sofiah dan Abban Putri Fiqa UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi-LIPI Jl. Raya Surabaya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Vegetasi Pada hutan sekunder di Desa Santu un kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan terdapat banyak vegetasi baik yang diketahui maupun

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran dan Keragaman Jenis Tanaman Pada lokasi gunung parakasak, tidak dilakukan pembuatan plot vegetasi dan hanya dilakukan kegiatan eksplorasi. Terdapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH

PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH LAMPIRAN 7 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.1/Menhut-II/2009 Tanggal : 6 Januari 2009 PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH A. Identifikasi dan Deskripsi Calon Sumber Benih 1. Pemilik sumber benih mengajukan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lumut kerak merupakan salah satu anggota dari tumbuhan tingkat rendah yang mana belum mendapatkan perhatian yang maksimal seperti anggota yang lainnya. Organisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan

Lebih terperinci

Khairunnisa 1, Nursal 2, Elya Febrita 3 * ,

Khairunnisa 1, Nursal 2, Elya Febrita 3 * , 1 COMPOSITION AND STRUCTURE OF VEGETATION IN THE STRATA TREE IN TOURISM HAPANASAN SIALANG JAYA VILLAGE PASIR PENGARAIAN AS AN ALTERNATIVE TO THE CONCEPT OF DEVELOPMENT HANDOUT BIODIVERSITY IN SENIOR HIGH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Tegakan Berdasarkan Tabel 3 produktivitas masing-masing petak ukur penelitian yaitu luas bidang dasar (LBDS), volume tegakan, riap volume tegakan dan biomassa kayu

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN POTENSI TEGAKAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAYA KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN POTENSI TEGAKAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAYA KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT KEANEKARAGAMAN JENIS DAN POTENSI TEGAKAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAYA KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT Species Diversity And Standing Stock In Protected Forest Area Gunung Raya Districts Ketapang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inventarisasi Tahap inventarisasi merupakan tahap yang dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang mendukung dan dibutuhkan pada perencanaan jalur hijau jalan ini. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung

Lebih terperinci

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI Kendy H Kolinug (1), Martina A langi (1), Semuel P Ratag (1), Wawan Nurmawan (1) 1 Program

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian autekologi Myristica teijsmannii dilakukan di kawasan hutan campuran dataran rendah Cagar Alam Pulau Sempu (CAPS), Jawa Timur. Studi

Lebih terperinci