Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh Dan Aceh Besar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh Dan Aceh Besar"

Transkripsi

1 Motivasi Belajar Penjasorkes Siswa Tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh Dan Aceh Besar Oleh: Amiruddin*) 1 Abstrak: Pendidikan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan pembangunan masyarakat. Melalui proses pendidikan manusia akan tumbuh dan berkembang sesuai pribadi yang utuh. Pembinaan anak luar biasa melalui proses pendidikan perlu diperhatikan dengan sungguhsungguh supaya dia dapat mandiri sebagaimana orang normal lainnya. Pada sekolah luar biasa guru pendidikan jasmani tentu mempunyai banyak permasalahan dalam menerapkan pelajaran pendidikan jasmani, salah satunya ialah masalah motivasi belajar. Ciri khas anak tunarungu yaitu tidak dapat mendengar dengan normal suara di sekelilingnya, sehingga terhambat dalam berkomunikasi sesama. Ada sebagian anak tunarungu yang mengalami gangguan pertumbuhan fisiknya, itu disebabkan akibat tekanan jiwa yang dialaminya. Jenis penelitian deskriptif Sampel dalam penelitian yaitu berjumlah 28 orang siswa. Dalam pengumpulan data digunakan angket Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat motivasi belajar penjasorkes siswa tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar dari 28 orang jumlah siswa adalah sebanyak 17 orang siswa (60,7%) berada pada kategori motivasi tinggi dan sebanyak 11 orang siswa (39,3%) berada pada kategori motivasi sedang. Maka dalam hal ini motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas belajar siswa.. Agar peranan motivasi lebih optimal, maka prinsipprinsip motivasi dalam belajar tidak hanya sekedar diketahui, tetapi harus diterangkan dalam aktivitas belajar. Kata Kunci: Motiviasi Belajar, Pendidikan Jasmani *) Dosen Penjaskes FKIP Universitas Syiah Kuala 1

2 PENDAHULUAN Tujuan pendidikan secara umum sering dikatakan sebagai usaha mencapai kedewasaan. Pendidikan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan pembangunan masyarakat karena melalui pendidikan yang baik dapat melahirkan tenaga-tenaga siap pakai dalam upaya membangun masyarakat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui proses kegiatan belajar mengajar. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XIII Pasal 31 Ayat 1 disebutkan bahwa Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Pendidikan dapat diterapkan melalui tiga pusat pendidikan yaitu: (1) pendidikan informal (pendidikan yang diselenggarakan di rumah), (2) pendidikan formal (pendidikan yang diselenggarakan di sekolah), (3) pendidikan non formal (pendidikan yang diselenggarakan di masyarakat). Ketiga pusat pendidikan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Proses belajar mengajar secara formal diselenggarakan pada satuan pendidikan dan jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Namun untuk menyelenggarakan pendidikan yang baik dan bermutu, maka pendidikan tersebut harus didasarkan pada kriteria seperti penyusunan kurikulum, adanya pendidik yaitu guru, penggunaan metode mengajar dengan tepat serta tersedianya sarana dan prasarana sebagai penunjang proses belajar mengajar. Melalui proses pendidikan manusia akan tumbuh dan berkembang sesuai pribadi yang utuh. Dalam keseluruhan proses pendidikan, masalah belajar merupakan hal yang pokok, karena pengetahuan, ketrampilan dan sikap seseorang terbentuk dan berkembang melalui proses belajar mengajar. Pembinaan anak luar biasa melalui proses pendidikan perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh supaya dia dapat mandiri sebagaimana orang normal lainnya, ini sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Bab III pasal 6 ayat 1 yang berbunyi: setiap penyandang cacat berhak memperoleh pendidikan pada semua satuan, jalur dan jenjang pendidikan. Kemudian dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 6 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: (1) Warga Negara yang memiliki kelainan fisik atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa. (2) Warga Negara yang memiliki kemampuan atau kecerdasan yang luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus, oleh karena itu pemerintah wajib mempersiapkan sekolah 2

3 luar biasa (SLB) untuk mendidik siswa yang mempunyai kelainan. Anak cacat digolongkan dalam beberapa kelompok yaitu: 1. Tunanetra adalah anak buta yang tidak dapat melihat sama sekali atau anak yang menderita cacat mata baik buta total maupun buta sebagian. 2. Tunarungu adalah anak tuli yang tidak dapat mendengar suara sama sekali karena indra pendengarannya rusak, sehingga tidak dapat berfungsi dalam kehidupan sehari-hari 3. Tunawicara adalah anak bisu atau anak yang tidak dapat berbicara. Setiap anak tuna wicara pasti pendengarannya juga bermasalah. 4. Tunadaksa atau cacat tubuh adalah anak yang menderita cacat jasmaniah yang terlihat pada kelainan otot atau tulang, atau anak luar biasa yang terjadi penyimpangan dalam segi fisik atau jasmaniah. 5. Tunagrahita atau sering disebut anak idiot adalah anak yang taraf intelegensi (IQ) atau kecerdasan berpikir yang sangat rendah (IQ lebih kurang 25) yang daya pikirnya lemah sekali. Pendidikan bagi anak cacat atau sering disebut ALB (Anak Luar Biasa) sangat diperlukan untuk membimbing anak tersebut sesuai dengan kodratnya agar dapat dikembangkan menjadi manusia dewasa dan dapat berdiri sendiri serta berguna bagi masyarakat. Fisik merupakan salah satu faktor yang utama dalam menyusun kepribadian. Kelainan fisik akan menimbulkan efek negatif dari orang sekitarnya dan merupakan hambatan bagi perkembangan kepribadian, perluasan pengalaman, gangguan emosi dan perkembangan intelegensinya. Anak luar biasa dapat berbuat bila dibekali dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan kecacatan yang dimilikinya. Anak luar biasa atau sering disebut dengan anak berkelainan berbeda dengan anak biasa atau anak normal pada beberapa segi, perbedaan ini memerlukan cara pendidikan tersendiri, yaitu pendidikan luar biasa yang mendidik anak cacat dengan menempuh cara yang luar biasa. Mata pelajaran penjasorkes merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diselenggarakan oleh sekolah, yaitu sebagai mata pelajaran pokok yang harus diikuti oleh seluruh siswa. Mata pelajaran ini mempunyai kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, yaitu menggunakan aktivitas gerak fisik sebagai sarana/media dalam mendidik siswa. Oleh karena itu guru sangat dituntut mempunyai kompetensi dalam menjalankan kurikulum pendidikan jasmani untuk merubah siswa ke arah kemandirian. Hal ini merupakan tantangan yang sangat berat bagi guru pendidikan jasmani dalam menjalankan proses belajar mengajar karena pelajaran 3

4 pendidikan jasmani harus diberikan dengan memperhatikan kelainan dan kebutuhan siswa. Dominannya aktivitas gerakan fisik dan jasmani bukan semata-mata untuk tujuan jangka pendek, yaitu untuk mencapai gambaran siswa yang terlatih fisiknya saja, tetapi lebih dari itu, dan ini yang utama adalah dalam rangka pembentukan manusia seutuhnya, yaitu manusia seperti yang dideskripsikan dalam tujuan pendidikan. Pada sekolah luar biasa guru pendidikan jasmani tentu mempunyai banyak permasalahan dalam menerapkan pelajaran pendidikan jasmani, salah satunya ialah masalah motivasi belajar. Ciri khas anak tunarungu yaitu tidak dapat mendengar dengan normal suara di sekelilingnya, sehingga terhambat dalam berkomunikasi sesama. Jika ditinjau dari segi fisik, anak tunarungu tidak banyak mengalami hambatan. Namun ada sebagian anak tunarungu yang mengalami gangguan pertumbuhan fisiknya, itu disebabkan akibat tekanan jiwa yang dialaminya. Sardima (1992) mengatakan bahwa motivasi menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa, oleh karena itu apabila siswa tidak memiliki motivasi dari dalam dirinya, maka guru harus mempunyai inisiatif untuk lebih memotivasi siswa agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar sehingga siswa lebih bersemangat dan termotivasi dalam belajar. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, untuk membuktikan permasalahan tersebut secara konkrit, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang pelaksanaan proses belajar mengajar pada sekolah luar biasa. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat motivasi belajar penjasorkes siswa tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar. KERANGKA PEMIKIRAN Pengertian Motivasi Perkataan motivasi berasal dari kata motivation yang berasal dari bahasa Inggris, yang mempunyai arti mengarahkan, bertujuan, dan dinamika. Motivasi dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, sesuai dengan Suryabrata (1995) mengatakan bahwa motivasi adalah keadaan dalam diri pribadi individu yang mendorong untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan, Oleh karena itu motivasi bukan hal yang diamati, tetapi hal 4

5 yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu yang dapat kita saksikan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai daya penggerak yang menjadi aktif pada saat-saat tertentu bila kebutuhan untuk mencapai tujuan. Motivasi mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu kegiatan dan akan mempengaruhi kekuatan dari kegiatan tersebut. Motivasi yang dipengaruhi oleh tujuan yaitu semakin tinggi tujuannya, maka makin besar pula motivasinya, makin besar motivasinya akan makin kuat kegiatan yang dilaksanakan. Ketiga komponen di atas berkaitan erat dan membentuk suatu kegiatan yang disebut motivasi. Motivasi memiliki dua fungsi yaitu mengarahkan dan mengaktifkan. Dalam mengarahkan kegiatan, motivasi berperan mendekatkan atau menjauhkan individu dari sasaran yang akan dicapai. Apabila sesuatu sasaran atau tujuan merupakan suatu yang diinginkan oleh individu maka motivasi berperan mendekatkan, dan bila sasaran atau tujuan tidak diinginkan oleh individu, maka motivasi berperan menjauhi sasaran. Motivasi menjadi aktif bila ada daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, Khususnya dalam proses belajar mengajar demi tercapainya hasil yang maksimal. Dalam hal ini Sardiman (1992) mengatakan bahwa: motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arahan pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Motivasi akan terangsang karena adanya tujuan. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar muncul dari diri manusia, tetapi kemunculan karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain yaitu tujuan. Selanjutnya Winkel (1994) menjelaskan motivasi dalam proses belajar mengajar yaitu: Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa untuk menimbulkan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar mengajar itu agar tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai. Dikatakan keseluruhan karena biasanya ada beberapa motif yang bersama-sama menggerakkan siswa dalam belajar. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat nonintelektual, peranannya ialah dalam hal gairah/semangat belajar, sehingga siswa yang bermotivasi kuat akan banyak mempunyai energi untuk melakukan kegiatan belajar. 5

6 Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari motivasi belajar itu adalah suatu usaha yang disadari oleh seseorang untuk menggerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkahlaku agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga tercapai hasil atau tujuan belajar yang ingin dicapai. Tanpa motivasi seorang siswa tidak akan melakukan kegiatan belajar. Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, maka di dalam diri siswa tersebut telah ada motivasi yaitu motivasi intrinsik. Lain halnya bagi siswa yang tidak memiliki motivasi istrinsik dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan untuk membantu siswa tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan suatu usaha sesuai dengan kekuatan dan dorongan sebagai penggerak dalam melakukan sesuatu. Dimyati (2002) mengatakan bahwa: pada diri anak didik terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar, Kekuatan mental itu berupa keinginan dan perhatian, kemauan serta cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah dan tinggi karena terdorong terjadinya proses belajar. Tiga kategori dalam motivasi yaitu (1) kebutuhan (keinginan dan perhatian), (2) dorongan (kemauan) dan (3) tujuan (cita-cita). Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dan yang diharapkan. Seseorang yang tidak berminat melakukan sesuatu, berarti dorongan dalam dirinya tidak kuat, sehingga prestasi dengan kecakapan tidak sesuai. Seseorang berbuat sesuatu karena adanya tujuan yang hendak dicapai, misalnya dalam belajar yaitu proses belajar mengajar yang baik sangat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan yang diinginkannya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa guru dalam proses belajar mengajar merupakan ujung tombak yang mempunyai peranan penting dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar dan mengimplementasikan kegiatan yang direncanakan kepada siswa. Guru juga sebagai orang yang mengambil keputusan dengan strategi yang digunakan dalam berbagai kegiatan di kelas maupun di luar kelas dan juga dituntut harus pandai mengatasi persoalan yang muncul, menentukan alternatif solusi dan tantangan demi tercapainya proses belajar mengajar dengan baik. Dikenal ada dua tipe motivasi yaitu: a. Motivasi Intrinsik Sardiman (1992:89) juga mengatakan bahwa: Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu 6

7 dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu memiliki dorongan untuk melakukan sesuatu. Siswa yang bermotivasi instrinsik mempunyai tujuan menjadi orang yang terdidik, berpengetahuan dan ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-satunya jalan menuju ke tujuan yang ingin dicapainya ialah dengan belajar, tanpa belajar tidak mungkin menjadi ahli. Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, walaupun tidak ada yang menyuruh atau mendorongnya, orang tersebut rajin mencari buku untuk dibacanya. Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu kebutuhan dan suatu dorongan untuk melakukan sesuatu, ini disebut juga sebagai motivasi yang dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan secara mutlak yang berkaitan dengan aktivitas belajar siswa. b. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berfungsi karena adanya perangsang dari luar yang diperoleh melalui latihan, pengalaman dan proses belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, motivasi ekstrinsik sangat penting karena keadaan siswa itu berubah-ubah dan juga mungkin komponenkomponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan adanya motivasi ekstrinsik. Slameto (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi atau prestasi belajar banyak jenisnya, tapi digolongkan dalam dua golongan saja yaitu: 1) Faktor Internal (dalam) a. Faktor jasmani yaitu: Faktor dari dalam individu yang berhubungan dengan faktor fisik. Keadaan tubuh yang tidak normal (kurang sehat/cacat) dapat mengganggu kegiatan belajar. b. Faktor rohani (jiwa) yaitu meliputi: intelijensi, motivasi, bakat dan minat. 2) Faktor Eksternal (berasal dari luar) a. Lingkungan keluarga Bagi seorang anak, lingkungan pendidikan yang pertama adalah lingkungan keluarga, karena di sini terjadi interaksi dan komunikasi antar anggota keluarga. Jadi peran orangtua sangatlah besar pengaruhnya terhadap pendidikan anak, di mana orangtua harus mendidik, membimbing, membantu dan mengarahkan agar tercapai apa yang dicita-citakan anak. b. Lingkungan sekolah 7

8 Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Sekolah mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk membentuk pribadi siswa. Pada suatu sekolah juga harus mempunyai sarana belajar yang baik untuk menumbuhkan motivasi siswa, di antaranya guru yang berkualitas dan sarana belajar yang memadai. c. Lingkungan masyarakat Pendidikan anak bukan hanya tanggung jawab orangtua dan sekolah saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat. Lingkungan masyarakat merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi belajar anak. Baik buruknya seorang anak juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di mana tinggal. Dari semua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan tenaga atau daya penggerak yang bersumber dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas ke arah yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses yang menyebabkan manusia dapat menemukan, mengenal dan mengetahui proses belajar itu terjadi. Proses belajar berlangsung terus menerus sesuai dengan filosofi belajar seumur hidup yang sering disebut long life education, oleh karena itu proses belajar baru akan berakhir manakala manusia yang bersangkutan telah mati. Manusia hidup di dunia ini selalu berhadapan dengan proses belajar, sehingga mengakibatkan seseorang mengalami perkembangan dan perubahan menuju kedewasaan. Menurut Hamalik (2005:28) Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Belajar tidak hanya ditujukan untuk memperoleh sejumlah pengetahuan semata, tapi juga merupakan suatu aktivitas yang dapat membawa perubahan pada diri seseorang. Kaitan Motivasi Dengan Belajar Belajar harus diberi motivasi dengan berbagai cara sehingga dalam belajar siswa tidak jenuh. Dengan demikian keinginan belajar akan tercipta didalam diri siswa sehingga kita dapat membimbingnya dengan baik. Nasution (2003:121) menjelaskan bahwa motivasi atau minat dapat 8

9 ditumbuhkan dengan cara: (1) Membangkitkan suatu kebutuhan untuk mendapat penghargaan atau sebagainya, (2) Menghubungkan dengan pengalaman-pengalaman masa lampau, (3) Memberikan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Antara motivasi dengan belajar sangat erat kaitannya, dengan adanya motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan perilaku untuk belajar. Menurut Winkel (1994:28) yaitu: 1. Mendorong timbulnya kelakuan atau perbuatan. 2. Mengarahkan aktivitas belajar peserta didik. 3. Menggerakkan seperti mesin bagi mobil, besar atau kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya penguasaan materi pelajaran. Berdasarkan pendapat di atas jelas bahwa keberhasilan tingkat pembelajaran yang dicapai siswa di sekolah sangat tergantung dari besar kecilnya motivasi. Motivasi yang kuat erat hubungan dengan kreativitas siswa, dengan teknik mengajar tertentu maka motivasi belajar siswa dapat ditunjukkan melalui kegiatan-kegiatan yang kreatif. Pengertian Pendidikan Jasmani Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematis, bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neuromuskular, perceptual, kognitif dan emosional dalam kerangka sistem pendidikan nasional, berikut ini beberapa pendapat tentang pendidikan jasmani yaitu: 1. Pendapat Rijsdorp (1971), pendidikan jasmani merupakan bagian dari Gymnologie, yakni pengetahuan (wetenschap) tentang berlatih, dilatih atau melatih. 2. Pendapat Siedentop, Jercowitz dan Rink (1984), pada suatu abad ke 20 pendidikan jasmani di Amerika Serikat pada umumnya menyangkut kondisi fisik dan merupakan bagian dari medik dan profesi kesehatan. 3. Pendapat Freeman (1987), istilah pendidikan jasmani tidak dapat dengan jelas menggambarkan apa yang harus dilakukan dan yang harus terjadi di lapangan. Freeman menentukan istilah baru pendidikan jasmani dengan istilah physical education and sport ( pendidikan jasmani dan olahraga). 4. Pendapat Herbert Haag (1994), mengutarakan tentang apa yang ia sebut sport science dan sport pedagogy. Sport science dapat diterjemahkan sebagai ilmu olahraga. Olahraga merupakan unjuk kerja gerak 9

10 manusia, melalui olahraga ini orang dapat mendidik, sedangkan pedagogi olahraga merupakan bagian dari sport science. 5. Pendapat Wuest dan Bucher (1995), pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang bertujuan untuk memperbaiki kerja dan peningkatan pengembangan manusia melalui media aktivitas jasmani. Wuest dan Bucher setuju dengan istilah pendidikan jasmani dan olahraga. Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diselenggarakan sekolah. Mata pelajaran ini mempunyai kekhasan dibanding mata pelajaran lainnya yaitu digunakannya aktivitas gerak fisik sebagai sarana/media dalam mendidik siswa. Aktivitas fisik dapat berupa kegiatan permainan dalam bentuk gerakan-gerakan, pertandingan, perlombaan dan pelatihan yang kesemuanya diorientasikan untuk mendidik siswa agar menjadi manusia seutuhnya. Tujuan pendidikan jasmani ialah mengembangkan anak secara menyeluruh melalui kegiatan jasmani. Depdiknas (2003) menjelaskan tujuan pendidikan jasmani adalah sebagai berikut: 1. Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani 2. Membangun landasan pribadi yang kuat, sikap cinta damai, sikap sosial dan toleransi dalam konteks kemajemukan budaya. 3. Menumbuhkan kemampuan berpikir yang kritis melalui tugastugas pembelajaran pendidikan jasmani. 4. Mengembangkan ketrampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dari orang lain. 5. Mengetahui dan memahami konsep dasar pendidikan jasmani untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat. Pengertian Anak luar biasa (Cacat) Istilah anak luar biasa menurut beberapa ahli sangat bervariasi, tetapi itu tujuannya sama. Sehubungan dengan ini Baker dikutip dari Ahmad (1991) yang dimaksud dengan anak cacat adalah Anak yang menyimpang dari biasa (rata-rata) baik dalam segi fisik, mental, emosi dan tingkahlaku sosialnya sedemikian rupa sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus agar dapat meningkatkan kemampuan secara maksimal. Menurut Nata (1996) mengatakan: Anak luar biasa adalah anak yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangan menyimpang (lebih cepat atau lebih lambat) dari yang dianggap sebagai suatu pertumbuhan dan 10

11 perkembangan normal, dalam segi intelijensi, fisik, emosi dan karakteristik sosialnya, sehingga diperlukan pelayanan pendidikan khusus agar dapat tumbuh dam berkembang sampai pada kemampuan maksimal. Selanjutnya Sugianti (1987) mengatakan bahwa: Anak luar biasa adalah individu secara fisiologis dan psikologis mengalami keterlambatan dalam perkembangan sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan khusus. Cacat tidak berarti selalu identik dengan kurang atau rendah dari pada anak lain, tetapi dapat berarti pula lebih. Anak cacat tidak hanya meliputi anak-anak cacat fisik, seperti buta, tuli dan sebagainya, tetapi juga anak meliputi anak-anak yang berintelijensi tinggi. Oleh karena itu, pemerintah menyediakan sebuah lembaga pendidikan khusus untuk mereka yang dinamakan dengan Sekolah Luar Biasa. Di Sekolah Luar Biasa tersebut mereka dibina dengan program khusus yang berbeda dengan anak normal. Melalui pendidikan ini diharapkan mereka akan berkembang dengan seoptimal mungkin sesuai dengan potensi dasar yang dimilikinya agar mereka mempunyai kesempatan untuk hidup secara mandiri di tengahtengah masyarakat tanpa rasa ketergantungan secara penuh dengan individu lainnya. Sebab-Sebab Cacat Sebab-sebab cacatnya seseorang sukar sekali untuk dikatakan penyebabnya yang pasti karena ada anak cacat sejak lahir atau semenjak dalam kandungan dan ada pula yang cacat setelah lahir. Untuk lebih jelas dikelompokkan sebagai berikut: Cacat Sebelum Lahir (prenatal) Cacat yang diperoleh semenjak berada dalam kandungan seorang ibu. Sesudah lahir baru diketahui apa yang kurang sempurna dari anak tersebut misalnya : buta, tuli, bisu dan lain-lain. Seseorang mendapat anak cacat dari sejak lahir penyebabnya sangat banyak diantarnya : Karena anugrah Allah SWT, perkawinan antara sesama orang cacat, kekurangan gizi dan vitamin atau juga karena si Ibu mengalami penyakit berbahaya sehingga dapat mengancam pertumbuhan janin yang sedang dikandungnya dan lainlain. Cacat Saat Kelahiran (natal) Pada saat melahirkan terjadi kecacatan seperti pada bagian luar telinga, gendang suara di bagian tengah dan perkembangan mekanisme saraf yang terhambat. Penurunan fungsi saraf akan terjadi segera setelah anak lahir. Penyebabnya antara lain akibat tertekan oleh pinggul ibu atau akibat 11

12 penggunaan alat yang menyebabkan pendarahan di otak sehingga merusak sistem saraf, anoxia dan lain-lain. Cacat Setelah Lahir (postnatal) Cacat seperti ini merupakan suatu proses kecacatan yang dialami seseorang setelah lahir. Artinya cacat yang dialaminya bukan karena faktor bawaan atau keturunan, tetapi diperoleh setelah lahir dan dapat kita liat langsung dalam kehidupan sehari-hari misalnya : karena kekurangan gizi dan vitamin, akibat peperangan, kecelakaan, bencana alam, narkoba dan lainlain. Anak Tunarungu (gangguan pendengaran) Pengertian Anak Tunarungu Dalam kegiatan belajar kita harus memfungsikan indra pendengaran, melalui pendengaran kita akan dapat menerima banyak informasi dari orang lain. Untuk itu dalam komunikasi fungsi pendengaran sangat penting, misalnya apabila guru sedang menjelaskan suatu bahan ajaran dengan metode ceramah, maka siswa dituntut agar dapat mendengarkan dengan baik. Anak tunarungu adalah anak tuli yang tidak dapat mendengar suara sama sekali karena indra pendengarannya rusak, sehingga tidak dapat berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Secara medis tunarungu berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan alat-alat pendengaran. Jika ada satu atau beberapa alat pendengaran yang rusak, maka getaran udara tidak dapat diteruskan dan diubah menjadi kesan suara dan tanggapan pendengaran. Biasanya anak tunarungu ada hubungannya dengan anak tuna wicara. Hal ini dapat diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari yaitu anak yang tidak dapat berbicara (bisu) pasti tidak bisa mendengar. Amin (1997) menjelaskan bahwa anak tunarungu mengalami hambatan dalam pendengaran sehingga diperlukan perhatian khusus. Klasifikasi Tunarungu Ada beberapa klasifikasi tunarungu sesuai dengan dasarnya. Depdikbud (1977) mengklasifikasikan sebagai berikut: 1. Secara etiologi, tunarungu dibagi menjadi dua yaitu tunarungu endogen dan eksogen. Tunarungu endogen ialah tunarungu congenital yang diturunkan dari orang tuanya. Sedangkan tunarungu eksogen ialah tunarungu yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan. Misalnya 12

13 keracunan waktu dalam kandungan, penyakit demam berdarah, kecelakaan dan lain-lain. 2. Secara Anatomi-fisiologi, tunarungu juga dibagi dua yaitu tunarungu hantaran (konduksi) dan tunarungu saraf (perseptif). Tunarungu hantaran disebabkan tidak berfungsinya alat penghantar getaran pada telinga, ini terjadi karena pengapuran tulang pendengaran akibat penyakit atau usia tua. Sedangkan tunarungu saraf ialah tunarungu yang disebabkan kerusakan alat pendengaran pada telinga bagian dalam sehingga tidak dapat menerima dan menghantar rangsangan kepusat pendengaran di otak. 3. Secara Psikis, yaitu kekurangan atau tidak mampu mendengar meskipun semua alat pendengarannya dalam keadaan baik, ini disebabkan oleh gangguan atau kekalutan si penderita. Tunarungu psikis dapat bersifat sementara dan dapat juga menetap (permanent). Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tunarungu terjadi bukan saja akibat dari keturunan, tapi juga dipengaruhi oleh penyakit, kecelakaan dan lain-lain. Selanjutnya Myklebust dikutip dari Abdurrahman (2001) mengklasifikasikan tuna rungu berdasarkan: 1. Tingkat Pendengaran yaitu tergantung pada tingkat kehilangan pendengaran dalam pendengaran decibel sebagai hasil pengukuran dengan alat audiometer standar ISO (International Standard Organization) yaitu : a). sangat ringan (27 40 db), b). ringan (41 55 db), c). sedang (56 70 db), d). berat (71 90 db) dan e). berat sekali (91 db ke atas). 2. Waktu rusaknya pendengaran yaitu : a). tuna rungu sejak lahir dan indra pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi untuk kehidupan sehari-hari dan, b). anak lahir dengan pendengaran normal, tetapi kemudian indra pendengarannya menjadi tidak berfungsi yang disebabkan oleh suatu penyakit atau kecelakaan. Ciri khas anak tunarungu yaitu tidak dapat mendengar dengan normal suara di sekelilingnya, sehingga terhambat dalam berkomunikasi sesama. Jika ditinjau dari segi fisik, anak tunarungu tidak banyak mengalami hambatan. Namun ada sebagian anak tunarungu yang mengalami gangguan pertumbuhan fisiknya, itu disebabkan akibat tekanan jiwa yang dialaminya. Ada yang tidak dapat mendengar dengan suara biasa, tetapi harus dengan suara yang keras dan ada yang tidak bisa berbicara dengan 13

14 METODE Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskriptif masalahmasalah dalam masyarakat serta tata cara yang dilakukan dalam masyarakat, serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari fenomena-fenomena tertentu Nazir (1983). Sampel dalam penelitian yaitu berjumlah 28 orang siswa. Dari uraian tersebut maka penelitian ini dapat diterang sebagai penelitian deskriptif yang mengungkapkan tentang motivasi belajar pendidikan jasmani. Dalam pengumpulan data digunakan angket HASIL PEMBAHASAN Sebagaimana diketahui banyak para ahli berpendapat bahwa motivasi sangat mendukung keberhasilan seseorang dalam pekerjaannya termasuk juga dalam belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukmadinata (2005:) bahwa kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu disebut motivasi, yang menunjukkan suatu kondisi dalam diri individu yang mendorong atau menggerakkan individu tersebut melakukan kegiatan mencapai suatu tujuan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat motivasi belajar penjasorkes siswa tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar dari 28 orang jumlah siswa adalah sebanyak 17 orang siswa (60,7%) berada pada kategori motivasi tinggi dan sebanyak 11 orang siswa (39,3%) berada pada kategori motivasi sedang. Tingkat motivasi belajar penjasorkes siswa tunarungu berdasarkan sekolahnya dapat disimpulkan sebagai berikut: a. SMPLB Bukesra dari 5 orang siswa tuna rungu yang menjadi populasi dalam penelitian ini, hasilnya sebanyak 2 orang siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar pelajaran penjasorkes, 3 orang siswa memiliki motivasi sedang dalam belajar pelajaran penjasorkes. b. SMPLB YPPC dari 11 orang siswa tuna rungu yang menjadi populasi dalam penelitian ini, hasilnya sebanyak 9 orang siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar pelajaran penjasorkes, 2 orang siswa memiliki motivasi sedang dalam belajar pelajaran penjasorkes. c. MPLB YPAC dari 12 orang siswa tuna rungu yang menjadi populasi dalam penelitian ini, hasilnya sebanyak 6 orang siswa memiliki 14

15 motivasi yang tinggi dalam belajar pelajaran penjasorkes, 6 orang siswa memiliki motivasi sedang dalam belajar pelajaran penjasorkes. Siswa yang memiliki motivasi yang tinggi terhadap pelajaran penjasorkes otomatis akan mendorong untuk mengikuti pelajaran tersebut di sekolah. Apabila siswa tidak memiliki motivasi dalam belajar, maka guru harus dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Motivasi yang dapat diberikan guru kepada siswa menurut Djamarah (2000:) guru harus dapat menggairahkan siswa, memberi harapan yang realistis, memberikan insentif dan mengarahkan perilaku siswa ke arah yang menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Maka dalam hal ini motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas belajar siswa. Tidak ada seorangpun yang belajar tanpa motivasi. Bila tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan belajar. Agar peranan motivasi lebih optimal, maka prinsip-prinsip motivasi dalam belajar tidak hanya sekedar diketahui, tetapi harus diterangkan dalam aktivitas belajar. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat motivasi belajar penjasorkes siswa tunarungu SMPLB Kota Banda Aceh dan Aceh Besar dari 28 orang jumlah siswa adalah sebanyak 17 orang siswa (60,7%) berada pada kategori motivasi tinggi dan sebanyak 11 orang siswa (39,3%) berada pada kategori motivasi sedang. Tingkat motivasi belajar penjasorkes siswa tunarungu berdasarkan sekolahnya dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. SMPLB Bukesra dari 5 orang siswa tuna rungu yang menjadi populasi dalam penelitian ini, hasilnya sebanyak 2 orang siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar pelajaran penjasorkes, 3 orang siswa memiliki motivasi sedang dalam belajar pelajaran penjasorkes. 2. SMPLB YPPC dari 11 orang siswa tuna rungu yang menjadi populasi dalam penelitian ini, hasilnya sebanyak 9 orang siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar pelajaran penjasorkes, 2 orang siswa memiliki motivasi sedang dalam belajar pelajaran penjasorkes. 3. SMPLB YPAC dari 12 orang siswa tuna rungu yang menjadi populasi dalam penelitian ini, hasilnya sebanyak 6 orang siswa memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar pelajaran penjasorkes, 6 orang siswa memiliki motivasi sedang dalam belajar pelajaran penjasorkes. 15

16 DAFTAR PUSTAKA Depdiknas Kuirkulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidkan Jasmani Sekolah Menengah Atas, Jakarata: Balitbang. Sardiman A.M Interaksi dan Motifasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press. Dimyati Mahmud Pengantar Psikologi. Yogyakarta. BPFE. Hamalik, Oemar Metode Belajar Dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, Tarsito, Bandung. Nasution S Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar. Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Sardiman. 1992, Intereaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Cetakan IV, Rajawali, Jakarta. Slameto Belajar. Rineka Cipta. Jakarta. Surya Subrata, Sumadi. 1995, Psikologi Pendidikan, Rajawali, Jakarta. Wingkel, WS. 1994, Psikologi Pengajaran, Gramedia, Yogyakarta. Undang-undang No. 20 Tahun tentang Sistem Pendidikan Nasional 16

AKTIVITAS PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SEBAGAI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GERAK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) 1

AKTIVITAS PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SEBAGAI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GERAK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) 1 AKTIVITAS PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SEBAGAI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GERAK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) 1 Addriana Bulu Baan 2 POR FKIP Universitas Tadulako Palu ABSTRAK Pendidikan Jasmani Olahraga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan sangatlah penting bagi setiap manusia dalam rangka mengembangkan segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

Lebih terperinci

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah merdeka sudah sepatutnya negara tersebut mampu untuk membangun dan memperkuat kekuatan sendiri tanpa harus bergantung pada negara lain. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya. Segala bentuk kebiasaan yang terjadi pada proses belajar harus. terhadap kemajuan dalam bidang pendidikan mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya. Segala bentuk kebiasaan yang terjadi pada proses belajar harus. terhadap kemajuan dalam bidang pendidikan mendatang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budaya belajar merupakan salah satu usaha yang diciptakan manusia untuk mencapai tujuan dalam hidupnya. Dalam pendidikan, keberhasilan peserta didik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakat. Pendidikan juga merupakan usaha sadar untuk menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakat. Pendidikan juga merupakan usaha sadar untuk menyiapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam usaha menciptakan masyarakat yang beriman, berakhlak mulia, berilmu serta demokratis dan bertanggungjawab. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. A. Latar Belakang Masalah BAB I A. Latar Belakang Masalah Pendidikan harus mendapatkan dukungan untuk menjalankan fungsi penyelenggaraannya bagi masyarakat dengan sebaik-baiknya. Fungsi pendidikan baik bersifat formal maupun non

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Tugas Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Geografi ABSTRAK

Pengaruh Pemberian Tugas Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Geografi ABSTRAK Pengaruh Pemberian Tugas Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Geografi Zunita Riana Wati (09130020) Mahasiswa Pendidikan Geografi IKIP Veteran Semarang ABSTRAK Belajar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Pendidikan tidak hanya bertindak sebagai alat yang dapat meningkatkan kapasitas

Lebih terperinci

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA (Studi kasus di Kelas VIII SMPLB-B Yayasan Rehabilitasi Tuna Rungu Wicara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap.

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap. BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Karakteristik Siswa 2.1.1.1 Pengertian Karakteristik Siswa Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penentu bagi kemajuan bangsa. Dengan pendidikan manusia dituntut untuk memproleh kepandaian dan ilmu, sehingga akan mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan pada Pasal 3, disebutkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan pada Pasal 3, disebutkan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani (Penjas) merupakan sesuatu yang penting dalam dunia pendidikan sebab di dalamnya memuat salah satu dari tujuan pendidikan nasional, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Indonesia sebagai salah satu negara berkembang telah didera oleh berbagai keterpurukan, yang diantara penyebab keterpurukan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya pendidikan di Indonesia telah dijamin seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. 1. Persepsi Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. 1. Persepsi Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Persepsi Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru Menurut Slameto (2003:102) pengertian persepsi adalah proses yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh

Lebih terperinci

Hubungan Antara Pemberian Motivasi Belajar Dari Orangtua Dengan Prestasi Belajar IPS/ Sejarah Bagi Peserta Didik

Hubungan Antara Pemberian Motivasi Belajar Dari Orangtua Dengan Prestasi Belajar IPS/ Sejarah Bagi Peserta Didik Hubungan Antara Pemberian Motivasi Belajar Dari Orangtua Dengan Prestasi Belajar IPS/ Sejarah Bagi Peserta Didik Umiyatun (0614052) Mahasiswa Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang ABSTRAK Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,

Lebih terperinci

POLA INTERAKSI GURU DAN SISWA TUNANETRA SMPLB A BINA INSANI BANDAR LAMPUNG

POLA INTERAKSI GURU DAN SISWA TUNANETRA SMPLB A BINA INSANI BANDAR LAMPUNG POLA INTERAKSI URU DAN SISWA TUNANETRA SMPLB A BINA INSANI BANDAR LAMPUN Rany Widyastuti IAIN Raden Intan, Lampung, Indonesia Email: rany_2302@yahoo.com Abstrak Siswa tunanetra merupakan siswa yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Menurut Djamarah (2000: 22) Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Menurut Djamarah (2000: 22) Pendidikan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia diwajibkan untuk mengenyam pendidikan. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan kepribadian manusia. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. mencapai sesuatu yang dicita - citakan.. Hal ini menggambarkan bahwa seseorang

BAB II KAJIAN TEORETIS. mencapai sesuatu yang dicita - citakan.. Hal ini menggambarkan bahwa seseorang BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1. Pentingnya Minat Belajar Kata minat dalam bahasa Inggris disebut interest yang berarti menarik atau tertarik. Minat adalah keinginan jiwa terhadap sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. formal maupun lembaga non-formal, karena lembaga-lembaga tersebut memegang

BAB I PENDAHULUAN. formal maupun lembaga non-formal, karena lembaga-lembaga tersebut memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar menjadi prioritas utama dalam lembaga pendidikan, baik lembaga formal maupun lembaga non-formal, karena lembaga-lembaga tersebut memegang peranan yang

Lebih terperinci

terhadap kepribadian pelakunya. Kegiatan yang untuk menggunakan tubuh secara menyeluruh dalam bentuk permainan atau pertandingan/ perlombaan

terhadap kepribadian pelakunya. Kegiatan yang untuk menggunakan tubuh secara menyeluruh dalam bentuk permainan atau pertandingan/ perlombaan Konsep Dasar Pendidikan Jasmani dan Olahraga Olahraga adalah kegiatan fisik manusia yang berpengaruh terhadap kepribadian pelakunya. Kegiatan yang menuntut kegiatan fisik tertentu untuk menggunakan tubuh

Lebih terperinci

OLEH : DELVIZA SURYANI

OLEH : DELVIZA SURYANI PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG KETERAMPILAN MENGAJAR GURU, PERHATIAN ORANG TUA DAN KESIAPAN BELAJAR TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VII MTsN LEMBAH GUMANTI JURNAL OLEH :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti halnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti halnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah usaha yang tidak terlepas dari kehidupan manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti halnya dengan kebutuhan lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia. Pendidikan akan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia. Pendidikan akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan alat yang menentukan untuk mencapai kemajuan dalam segala bidang penghidupan, dalam memilih dan membina hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang berkualitas. Dwi Siswoyo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan ditingkat sekolah dasar merupakan pendidikan formal yang paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian, moral,

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, dihadapkan pada banyak tantangan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya juga pendidikan. Semakin hari persaingan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam Djumhur mengartikan

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan

II. KERANGKA TEORETIS. menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Intelegensi Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat

Lebih terperinci

UniversitasSyiah Kuala Vol. 3 No.3, April 2015, hal ISSN:

UniversitasSyiah Kuala Vol. 3 No.3, April 2015, hal ISSN: 15 UniversitasSyiah Kuala Vol. 3 No.3, April 2016, hal 15 20 PELAKSANAAN PENDIDIKAN JASMANI DI SEKOLAH DASAR FAVORITDI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2009 Bachtiar, M. Nasir Yusuf (Dosen Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. Meilantifa

Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. Meilantifa 26 INOVASI, Volume XX, Nomor 1, Januari 2018 Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Meilantifa Email : meilantifa@gmail.com Program Studi Pendidikan Matematika,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

I. PENDAHULUAN. secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan menurut Undang-undang Sisdiknas adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan seorang anak dimulai ditengah lingkungan keluarga, lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelancaran proses pembangunan Bangsa dan Negara Indonesia kearah

BAB I PENDAHULUAN. Kelancaran proses pembangunan Bangsa dan Negara Indonesia kearah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelancaran proses pembangunan Bangsa dan Negara Indonesia kearah yang lebih maju ditentukan dengan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Hal ini sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Hal ini sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencapai manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti akan menguraikan tentang latar belakang masalah yang akan diteliti dan dikembangkan, tujuan penelitian dan pengembangan, spesifikasi produk yang diharapkan, pentingnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Belajar 1. Pengertian Disiplin Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang keberhasilan siswa di kelas maupun di sekolah. Ini bertujuan agar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat. Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat. Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN EKONOMI DITINJAU DARI LATAR BELAKANG KELUARGA DAN FASILITAS BELAJAR PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI I BOYOLALI TAHUN AJARAN 2008/2009 SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Menjadi insan-insan yang terdidik merupakan salah

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT BELAJAR SISWA KELAS I SDN 7 KUTE PANANG. Zaki Al Fuad 1 dan Zuraini 2 ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT BELAJAR SISWA KELAS I SDN 7 KUTE PANANG. Zaki Al Fuad 1 dan Zuraini 2 ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT BELAJAR SISWA KELAS I SDN 7 KUTE PANANG Zaki Al Fuad 1 dan Zuraini 2 ABSTRAK Penelitian ini mengangkat masalah tentang apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi minat

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Strategi Pembelajaran Increasing the Capacity to Think (ICT)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Strategi Pembelajaran Increasing the Capacity to Think (ICT) BAB II KAJIAN TEORI A. Strategi Pembelajaran Increasing the Capacity to Think (ICT) 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Increasing the Capacity to Think (ICT) Strategi pembelajaran increasing the capacity

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahanperubahan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS. seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS. seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi Belajar Siswa Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Profesional guru 1. Pengertian Kompetensi Profesional Menurut UU No.14 Th. 2005 tentang Guru dan Dosen, dinyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pembangkit tenaga munculnya satu tingkah laku tertentu 8. motivation dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin motivum yang

BAB II KAJIAN TEORI. pembangkit tenaga munculnya satu tingkah laku tertentu 8. motivation dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin motivum yang BAB II KAJIAN TEORI A. Motivasi Belajar 1. Definisi Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai warga negara perlu mengembangkan diri untuk dapat hidup di tengah masyarakat, apalagi di perkembangan zaman yang menuntut perubahan dalam berbagai bidang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003, h. 16), menjelaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003, h. 16), menjelaskan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa untuk terus maju dan berkembang karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan berdasarkan bab III ayat 5 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu bangsa erat hubungannya dengan masalah pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mia Rosalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mia Rosalina, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan yang paling penting keberadaannya karena proses dimulainya seseorang dalam menempuh dunia pendidikan diawali dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS 16 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1. Konsep Belajar 2.1.1. Pengertian Belajar Slameto (2010, h. 1) mengatakan, Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, baik jasmani maupun rohani. Pendidikan harus ditata atau diperbaiki

Lebih terperinci

Bagaimana? Apa? Mengapa?

Bagaimana? Apa? Mengapa? ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mencetak sumber daya manusia yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak-anak yang dikategorikan memiliki kelainan dalam aspek fisik meliputi kelainan indra penglihatan (tuna netra), kelainan indra pendengaran (tuna rungu), kelainan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak adalah masa yang terindah dalam hidup dimana semua terasa menyenangkan serta tiada beban. Namun tidak semua anak dapat memiliki kesempatan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS HERRY WIDYASTONO Kepala Bidang Kurikulum Pendidikan Khusus PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 6/9/2010 Herry

Lebih terperinci

STUDI TENTANG FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI I TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO

STUDI TENTANG FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI I TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO STUDI TENTANG FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI I TAPA KABUPATEN BONE BOLANGO Oleh: Meilan Ladiku Jurusan Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Gorontalo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 pasal 1.1, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang normal saja, tetapi juga untuk anak yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu pemerintah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PKn SISWA SEKOLAH DASAR

PENGGUNAAN METODE INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PKn SISWA SEKOLAH DASAR PENGGUNAAN METODE INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PKn SISWA SEKOLAH DASAR PARWONO Guru SD Negeri 006 Sungai Buluh Kecamatan Singingi Hilir parrwono@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan uraian keaslian penelitian. 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan. Nasional, yang dimaksud dengan Pendidikan adalah usaha sadar dan

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan. Nasional, yang dimaksud dengan Pendidikan adalah usaha sadar dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dimaksud dengan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sangat pesat dari waktu ke waktu. Sehingga saat ini. semakin maju taraf hidup dan kesejahteraan penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sangat pesat dari waktu ke waktu. Sehingga saat ini. semakin maju taraf hidup dan kesejahteraan penduduknya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap manusia yang telah dimulai sejak dari buaian hingga ke liang lahat. Oleh sebab itu, setiap manusia wajib untuk belajar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu pendidikan seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi. tinggi dan berbagai keterampilan khusus yang dimiliki oleh peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi. tinggi dan berbagai keterampilan khusus yang dimiliki oleh peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat mengembangkan potensi-potensinya

Lebih terperinci

PEMBINAAN DISIPLIN ANAK TUNA GRAHITA DI SEKOLAH. (Studi Kasus di SLB Pelita Bangsa Kesamben Jombang) SKRIPSI

PEMBINAAN DISIPLIN ANAK TUNA GRAHITA DI SEKOLAH. (Studi Kasus di SLB Pelita Bangsa Kesamben Jombang) SKRIPSI PEMBINAAN DISIPLIN ANAK TUNA GRAHITA DI SEKOLAH (Studi Kasus di SLB Pelita Bangsa Kesamben Jombang) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA MINAT MENJADI GURU DITINJAU DARI PERSEPSI SISWA TENTANG KARAKTERISTIK GURU DAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS XI IPS SMA ISLAM SUDIRMAN AMBARAWA (TAHUN AJARAN 2009/2010) SKRIPSI Disusun oleh: DWI KUSTIANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diselenggarakan dalam tiga jenis; pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah kegiatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta untuk menyiapkan generasi masa kini sekaligus yang akan datang. Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dikatakan berhasil apabila pendidikan yang. 20 tahun 2003 terdapat tujuan pendidikan nasional yaitu untuk

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dikatakan berhasil apabila pendidikan yang. 20 tahun 2003 terdapat tujuan pendidikan nasional yaitu untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia dikatakan berhasil apabila pendidikan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan dari pendidikan nasional. Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia tercipta sebagai mahluk indvidu dan juga sebagai mahluk sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia memiliki keunikan dan karakteristik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Prestasi Belajar 1.1.1 Pengertian Prestasi Belajar Proses belajar mengajar penting bagi seorang pendidik untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik. Seberapa jauh kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional negara kita adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan nasional sebagai salah satu sistem dari supra sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya berfungsi sebagai alat dalam menyampaikan kebudayaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya berfungsi sebagai alat dalam menyampaikan kebudayaan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha sadar, terprogram, sistematis, terarah dan berkesinambungan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan guna

Lebih terperinci

BUDAYA BELAJAR SISWA STUDI SITUS SMP N 2 TEMANGGUNG

BUDAYA BELAJAR SISWA STUDI SITUS SMP N 2 TEMANGGUNG BUDAYA BELAJAR SISWA STUDI SITUS SMP N 2 TEMANGGUNG TESIS Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seorang guru itu belumlah terwujud dalam usaha mereka untuk. membelajarkan dengan pertimbangan-pertimbangan yang seksama.

I. PENDAHULUAN. seorang guru itu belumlah terwujud dalam usaha mereka untuk. membelajarkan dengan pertimbangan-pertimbangan yang seksama. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan guru di dalam masyarakat, dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju, sangat penting. Guru merupakan pembentuk-pembentuk utama calon warga masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan suatu kata majemuk yang terdiri dari kata prestasi dan belajar. Belajar adalah suatu aktivitas atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. menghadapi persaingan yang semakin ketat pada era globalisasi dewasa ini.

1. PENDAHULUAN. menghadapi persaingan yang semakin ketat pada era globalisasi dewasa ini. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pendidikan di sekolah diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing yang tinggi untuk menghadapi persaingan yang semakin

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

Serambi Akademica, Vol. II, No. 2, November 2014 ISSN :

Serambi Akademica, Vol. II, No. 2, November 2014 ISSN : HUBUNGAN MOTIVASI TERHADAP JAUHNYA TOLAK PELURU MAHASISWA PENJASKES FKIP UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH BANDA ACEH Edi Azwar 1) 1) Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh ABSTRAK Penelitian ini berjudul hubungan

Lebih terperinci