B A B IV GAMBARAN UMUM SUMATERA UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "B A B IV GAMBARAN UMUM SUMATERA UTARA"

Transkripsi

1 B A B IV GAMBARAN UMUM SUMATERA UTARA 4.1. Sejarah Provinsi Sumatera Utara Di Zaman Pemerintahan Belanda, Sumatera merupakan suatu pemerintahan yang bernama Gouvernment van Sumatera, yang meliputi seluruh Sumatera, dikepalai oleh seorang Gouverneur berkedudukan di Medan. Sumatera terdiri dari daerah-daerah administrative yang dinamakan Keresidenan. Pada awal Kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera tetap merupakan suatu kesatuan pemerintahan yaitu Provinsi Sumatera yang dikepalai oleh seorang Gubernur dan terdiri dari daerah-daerah Administratif Keresidenan yang dikepalai oleh seorang Residen. Pada Sidang I Komite Nasional Daerah (K.N.D) Provinsi Sumatera, mengingat kesulitan-kesulitan perhubungan ditinjau dari segi pertahanan, diputuskan untuk membagi Provinsi Sumatera menjadi 3 sub Provinsi yaitu sub Provinsi Sumatera Utara (yang terdiri dari Keresidenan Aceh, Keresidenan Sumatera Timur, dan Keresidenan Tapanuli), sub Provinsi Sumatera Tengah, dan sub Provinsi Sumatera Selatan. Dalam perkembangan selanjutnya melalui Undang-undang No. 10 Tahun 1948 tanggal 15 April 1948, Pemerintah menetapkan Sumatera menjadi 3 Provinsi yang masing-masing berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yaitu: 1. Provinsi Sumatera Utara yang meliputi Keresidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli. 2. Provinsi Sumatera Tengah yang meliputi Keresidenan Sumatera Barat, Riau, dan Jambi. 3. Provinsi Sumatera Selatan yang meliputi Keresidenan Bengkulu, Palembang, Lampung, dan Bangka Belitung. Dengan mendasarkan kepada Undang-undang No. 10 Tahun 1948, atas usul Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara dengan suratnya tanggal 16 Pebruari 1973 No. 4585/25, DPRD Tingkat I Sumatera Utara dengan keputusannya tanggal 13 Agustus 1973 No. 19/K/1973 telah menetapkan bahwa hari jadi Provinsi Sumatera Daerah Tingkat I Sumatera Utara adalah tanggal 15 April 1948 yaitu tanggal ditetapkannya U.U No. 10 Tahun 1948 tersebut.

2 Pada awal tahun 1949 berkaitan dengan meningkatnya serangan Belanda, diadakanlah reorganisasi pemerintahan di Sumatera. Pada waktu itu, keadaan memerlukan suatu sistem pertahanan yang lebih kokoh dan sempurna. Oleh karena itu perlu dipusatkan alat-alat kekuatan sipil dan militer dalam tiap-tiap Daerah Militer Istimewa yang berada dalam suatu tangan yaitu Gubernur Militer. Sehingga penduduk sipil dan militer berada dibawah kekuasaan suatu pemerintah. Perubahan demikian ini ditetapkan dengan Keputusan Pemerintah Darurat R.I tanggal 16 Mei 1949 No. 21/Pem/P.D.R.I., yang diikuti Keputusan Pemerintah Darurat R.I tanggal 17 Mei 1949 No. 22/Pem/P.D.R.I jabatan Gubernur Sumatera Utara ditiadakan. Gubernur yang bersangkutan diangkat menjadi komisaris dengan tugas-tugas memberi pengawasan dan tuntutan terhadap pemerintahan, baik sipil maupun militer. Selanjutnya dengan instruksi Dewan Pembantu dan Penasehat Wakil Perdana Menteri tanggal 15 September 1949, Sumatera Utara dibagi menjadi dua Daerah Militer Istimewa yaitu Aceh dan Tanah Karo diketuai oleh Gubernur Militer Tgk. M. Daud Beureuen dan Tapanuli/Sumatera Timur Selatan oleh Gubernur Militer Dr. F.L. Tobing. Selanjutnya, dengan ketetapan Pemerintah Darurat R.I dalam bentuk Peraturan Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 17 Desember 1949 No.8/Des/W.K.P.M dibentuklah Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli/Sumatera Timur. Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 5 Tahun 1950 Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 17 Agustus 1949 No.8/Des/W.K.P.M tahun 1949 tersebut dicabut dan kembali dibentuk Provinsi Sumatera Utara dengan daerah yang meliputi daerah Keresidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli. Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950, pada waktu RIS, ditetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia terbagi atas beberapa daerah-daerah Provinsi, yaitu: 1. Jawa Barat 2. Jawa Tengah 3. Jawa Timur 4. Sumatera Utara 5. Sumatera Tengah 6. Sumatera Selatan

3 7. Kalimantan 8. Sulawesi 9. Maluku 10. Sunda Kecil Pada tanggal 7 Desember 1956 diundangkanlah Undang-undang No. 24 Tahun 1956 yaitu Undang-undang tentang pembentukan daerah otonom Provinsi Aceh dan perubahan peraturan pembentukan Provinsi Sumatera Utara. Pasal 1 Undang-undang No. 24 Tahun 1956 ini menyebutkan: 1. Daerah Aceh yang meliputi Kabupaten-kabupaten: Aceh Besar, Aceh Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Selatan, Kota Besar Kutaraja, daerah-daerah tersebut dipisahkan dari lingkungan daerah Otonom Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 5 Tahun 1950 sehingga daerah-daerah tersebut menjadi daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan nama Provinsi Aceh 2. Provinsi Sumatera Utara tersebut dalam ayat (1) yang wilayahnya telah dikurangi dengan bagian-bagian yang terbentuk sebagai daerah otonom Provinsi Aceh, tetap disebut Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan Undang-undang Darurat No. 7 Tahun 1956, Undang-undang Darurat No. 8 Tahun 1956, Undang-undang Darurat No. 9 Tahun 1956, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 4 Tahun 1964, Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 17 kabupaten/kota. Tetapi dengan terbitnya Undang-undang No. 12 Tahun 1998, tentang pembentukan Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Undang-undang No. 4 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota Padang Sidempuan, Undang-undang No. 9 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Humbang Hasundutan, dan Pakpak Bharat, serta Undang-undang No. 36 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Samosir dan Serdang Bedagai, maka wilayah Provinsi Sumatera Utara sudah menjadi 18 Kabupaten dan 7 Kota. Adapun Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut: a. Wilayah Kabupaten: 1. Nias 2. Mandailing Natal (Madina) 10. Dairi 11. Karo

4 3. Tapanuli Selatan 4. Tapanuli Tengah 5. Tapanuli Utara 6. Toba Samosir (Tobasa) 7. Labuhan Batu 8. Asahan 9. Simalungun 12. Deli Serdang 13. Langkat 14. Nias Selatan 15. Humbang Hasundutan 16. Pakpak Bharat 17. Serdang Bedagai 18. Samosir. b. Wilayah Kota: 1. Sibolga 2. Tanjung Balai 3. Pematang Siantar 4. Tebing Tinggi 5. Medan 6. Binjai 7. Padang Sidempuan Seiring dengan pemberlakuan Undang-undang No. 22 tentang Otonomi Daerah, maka pengaturan rumahtangga daerah telah berada pada kewenangan pemerintah Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan hal ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 31 Juli 2001 untuk membentuk Dinas- Dinas sebagai institusi teknis didalam melaksanakan tugas dan fungsi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

5 4.2. Letak Geografis Provinsi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara memiliki posisi yang strategis di bagian barat Indonesia. Sebelah barat Sumatera Utara berbatasan dengan Provinsi Istimewa Aceh yang sekarang disebut Provinsi Nangroe Aceh Darussalam sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, untuk wilayah di sebelah Selatan Sumatera Utara berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat, untuk wilayah perbatasan di sebelah Barat Provinsi ini berbatasan dengan Samudera Hindia. Sedangkan keadaan geografi Provinsi Sumatera Utara terletak pada garis Lintang Utara, dan Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi Sumatera Utara ,68 Km 2. Gambar 4.1

6 Provinsi Sumatera Utara Peta

7 Tabel 4.1 Luas Wilayah dan Letak Di Atas Permukaan Laut Suamatera Utara Menurut Kabupaten/Kota 1. Geografis Sumatera 1º - 4º Lintang Utara Utara 98º - 100º Bujur Timur 2. Luas Wilayah ,68 Km 2 3. Letak diatas Permukaan Laut P. Sidempuan m Medan Binjai Tebing Tinggi Pematang Siantar Tanjung Balai Sibolga Serdang Bedagai 1) - Samosir 1) - Pakpak Bharat 1) - Humbang Hasundutan Nias Selatan 2,5-37,5 m 28 m m 400 m 0-3 m 0-50 m m m Langkat Deli Serdang Karo Dairi Simalungun Asahan Labuhan Batu m m m m m m m

8 Toba Samosir Tapanuli Utara Tapanuli Tengah Mandailing Natal m m m m Tapanuli Selatan Nias Sumber : BPS Kabupaten/Kota Keterangan : 1) Data tidak tersedia m

9 Kabupaten Tabel 4.2 Luas Wilayah Suamatera Utara Menurut Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota Luas (Km 2 ) Rasio Terhadap Total (%) 1. N i a s 3.495,39 4,88 2. Mandailing Natal 6.618,79 9,23 3. Tapanuli Selatan ,30 16,93 4. Tapanuli Tengah 2.188,00 3,05 5. Tapanuli Utara 3.726,52 5,20 6. Toba Samosir 2.474,40 3,45 7. Labuhan Batu 9.223,18 12,87 8. Asahan 4.580,75 6,39 9. Simalungun 4.86,60 6, Dairi 1.927,80 2, Karo 2.127,29 2, Deli Serdang 2.407,96 3, Langkat 6.272,30 8, Nias Selatan 1.825,20 2, Humbang Hasundutan 2.335,33 3, Pakpak Bharat 118,30 1, Samosir 269,05 2, Serdang Bedagai 1.989,98 2,77 Kota 19. Sibolga 10,77 0, Tanjung Balai 60,52 0, Pematang Siantar 79,99 0, Tebing Tinggi 37,99 0, Medan 265,10 0, Binjai 90,33 0, Padang Sidempuan 140,00 0,20 Sumatera Utara ,68 100,00 Sumber : Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara Keterangan : Luas Kab/Kota Pemekaran sesuai dengan Undang-Undang yang berkaitan dengan Kab/Kota tersebut

10 4.3. Keadaan Kependudukan Jumlah dan Komposisi Penduduk Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumatera Utara keadaan tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10,26 juta jiwa, dan dari hasil SP2000, jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,51 juta jiwa. Pada bulan April tahun 2003 dilakukan Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B). Dari hasil pendaftaran tersebut diperoleh jumlah penduduk sebesar jiwa. Selanjutnya dari hasil estimasi jumlah penduduk keadaan Juni 2004 diperkirakan sebesar jiwa dan pada tahun 2005 menjadi jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km 2 dan tahun 2004 meningkat menjadi 169 jiwa per km 2. Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun adalah 1,20 persen per tahun, dan pada tahun menjadi 1,37% per tahun. Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin merupakan variabel penting dalam demografi dan mempengaruhi pertumbuhan penduduk dimasa mendatang. Hampir semua pembahasan mengenai masalah kependudukan melibatkan variabel umur dan jenis kelamin penduduk. Struktur umur penduduk antar daerah satu dengan daerah lain tidak sama. Struktur umur penduduk dipengaruhi oleh tiga variabel demografi, yakni kelahiran, kematian, dan migrasi. Faktor-faktor sosial ekonomi di suatu daerah akan mempengaruhi struktur umur penduduk lewat ketiga variabel diatas. Komposisi penduduk Provinsi Sumatera Utara menurut umur pada tahun 2005 bersifat eksploratif di mana bercirikan lebih banyak pada penduduk usia muda. Komposisi penduduk Provinsi Sumatera Utara menurut umur pada tahun 2005 mempunyai perbedaan yang cukup mencolok dibandingkan tahun Salah satu ciri yang dapat ditunjukkan adalah meningkatnya penduduk lansia (65 tahun ke atas) pada tahun 2005 menjadi 3,58 persen dari 3,17 persen pada tahun Hal tersebut mencerminkan dari dampak

11 keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk hidup lebih lama. Penduduk perempuan di Sumatera Utara sedikit lebih banyak dari laki-laki. Pada tahun 2005 penduduk Sumatera Utara yang berjenis kelamin perempuan sebesar 50,01 % yaitu berjumlah sekitar jiwa dan penduduk laki-laki sebesar 49,98 % ( jiwa). Dengan demikian sex ratio penduduk Sumatera Utara sebesar 99,92 persen. Penduduk Sumatera Utara masih lebih banyak tinggal di daerah pedesaan dari pada daerah perkotaan. Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin 2005 Golongan Umur Laki-Laki Perempuan Laki-Laki + Perempuan RasioJenis Kelamin (1) (2) (3) (4) (5) , , , , , , , , , , , , , ,74 Jumlah ,6 Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2006 Ciri lain adalah menurunnya penduduk anak-anak (15 tahun ke bawah) menjadi 33,64 persen pada tahun 2005 dari sebesar 41,90 persen pada tahun Penurunan ini terutama disebabkan oleh adanya penurunan tingkat kelahiran. Persentase anak-anak antar kabupaten/kota antara tahun 1990 dan 2005 mempunyai perbedaan yang berarti. Jika pada tahun 1990 seluruh kabupaten/kota mempunyai persentase anak-anak di atas 30

12 persen, sedangkan untuk tahun 2005 sudah terdapat 3 kabupaten/kota yang persentase anak-anak di bawah 30 persen yaitu Kota Binjai sebesar 26,97 persen, Kota Medan 27,92 persen, dan Kabupaten Langkat yang sebesar 28,78 persen. Sementara itu Kabupaten Tapanuli Tengah dan Dairi mempunyai persentase anak-anak yang tinggi, keduanya bahkan di atas 40 persen selanjutnya diikut oleh Kabuapten Toba Samosir sebesar 39,78 persen dan Kabupaten Nias sebesar 39,19 persen. Hal ini menunjukkan bahwa upaya menekan tingkat kelahiran belum merata di setiap daerah Kabupaten/kota. Ada suatu kecenderungan bahwa semakin jauh daerah Kabupaten/kota dari Kota Medan sebagai ibukota Provinsi, persentase penduduk usia di bawah 15 tahun semakin tinggi Rasio Jenis Kelamin Rasio jenis kelamin adalah suatu angka yang menunjukkan perbandingan jenis kelamin. Rasio ini merupakan perbandingan antara banyaknya penduduk laki-laki dan penduduk perempuan di suatu daerah pada waktu tertentu. Rasio jenis kelamin tahun 2005 di Provinsi Sumatera sebesar 99,92 persen artinya jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki, dengan perbandingan setiap 100 orang perempuan terdapat 99,92 orang laki-laki. Angka rasio jenis kelamin tahun 2005 ini tidak berbeda jika dibanding hasil Sensus Penduduk 1990, dimana penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki, dengan rasio jenis kelamin 99,7 persen dan Sensus Penduduk tahun 2000 yang sebesar 99,9 persen, tetapi pada tahun 1980 jumlah penduduk perempuan lebih sedikit dari pada laki-laki dengan angka rasio jenis kelamin sebesar 100,7. Penurunan angka rasio jenis kelamin ini menandakan kaum laki-laki Sumut semakin banyak yang keluar. Selanjutnya jika ditelusuri menurut kabupaten/kota, jumlah kabupaten/kota yang memiliki rasio jenis kelamin diatas 100 dengan dibawah 100 pada tahun 2005 menunjukkan adanya perbedaan. Dari 25 kabupaten/kota yang ada di Sumatera Utara 10 daerah yang memiliki rasio jenis kelamin di atas 100, yaitu: Simalungun, Binjai, Tebing Tinggi, Tapanuli Tengah, Asahan, Deli Serdang, Labuhan Batu, Kota Sibolga, Serdang Bedagai dan Langkat. Kondisi ini disebabkan karena daerah-daerah tersebut merupakan daerah pantai dan perkebunanan sehingga banyak penduduk laki-laki datang untuk mencari pekerjaan dan membuka usaha baru.

13 Sementara 15 daerah lainnya yang memiliki rasio jenis kelamin di bawah 100 adalah Mandailing Natal, Toba Samosir, Tapanuli Selatan, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Tapanuli Utara, Medan, Nias, Karo, Dairi, Nias Selatan, Humbang Hasudutan, Samosi dan Pakpak Barat. Keadaan ini terjadi disebabkan terjadinya migrasi keluar penduduk laki-laki baik untuk sekolah maupun bekerja. Hal lain yang menarik dilihat adalah rasio jenis kelamin Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara yang seharusnya menjadi tujuan bagi penduduk kabupaten/kota lain terutama di dalam Provinsi Sumatera Utara ternyata hanya mempunyai rasio jenis kelamin yaitu sebesar 98,69 persen. Hal ini diduga walaupun banyak penduduk yang masuk ke Kota Medan untuk bekerja atau sekolah namun banyak juga penduduk Kota Medan yang keluar terutama untuk mendapatkan tempat tinggal di sekitar Kota Medan yang harganya relatif lebih terjangkau namun fasilitas infrastruktur untuk mengakses Kota Medan relatif memadai.

14 Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin Kabupaten/Kota 2005 Rasio Jenis Kabupaten/Kota Laki-Laki Perempuan Jumlah Kelamin Kabupaten 1. N i a s ,89 2. Mandailing Natal ,09 3. Tapanuli Selatan ,66 4. Tapanuli Tengah ,79 5. Tapanuli Utara ,25 6. Toba Samosir ,13 7. Labuhan Batu ,98 8. A s a h a n ,14 9. Simalungun , D a i r i ,27 11.K a r o , Deli Serdang , L a n g k a t , Nias Selatan , Humbang Hasundutan , Pakpak Bharat , Samosir , Serdang Bedagai ,14 Kota 19. Sibolga , Tanjung Balai , Pematang Siantar , Tebing Tinggi , Medan , Binjai , Padang Sidempuan ,10 Sumatera Utara ,92 Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2006

15 Persebaran Penduduk Persebaran penduduk berhubungan dengan pola pemukiman suatu daerah. Beberapa faktor yang mempengaruhi persebaran penduduk antara lain : iklim, letak dan bentuk dataran/tanah, kesuburan tanah, sumber alam, sosial budaya, dan teknologi. Apabila persebaran penduduk di setiap daerah tidak merata, akibat langsung yang terlihat adalah kepadatan penduduk yang tidak merata. Kepadatan penduduk merupakan indikator dari tekanan penduduk di suatu daerah. Kepadatan penduduk di suatu daerah acapkali dinyatakan dengan banyaknya penduduk per kilo meter persegi. Disamping itu, data juga menunjukkan dari 25 Kabupaten/Kota ternyata daerah yang berstatus sebagai Kota mempunyai kepadatan relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah dengan status kabupaten. Ini membuktikan bahwa daerah-daerah dengan tingkat perkembangan ekonomi yang baik, akan merupakan konsentrasi bagi penduduk sebagai wahana kegiatan hidupnya. Keadaan inilah yang selanjutnya menyebabkan penduduk melakukan migrasi, sehingga kepadatan penduduk semakin besar. Kepadatan penduduk Sumatera Utara adalah 169 jiwa/km 2, yang apabila dilihat dari masing-masing kabupaten / kota menunjukkan keadaan yang mencolok di mana kepadatan tertinggi adalah Kota Sibolga yaitu jiwa/km 2 dibandingkan dengan Pakpak Barat yang kepadatannya hanya 28 jiwa / km 2. kabupaten yang tertinggi kepadatannya adalah kabupaten Deli Serdang 723/jiwa/km 2, kemudian diikuti kabupaten Serdang Bedagai 293 jiwa/km 2 dan Asahan 220 jiwa/km 2. Selanjutnya, dengan perkembangan pembangunan perekonomian Provinsi Sumatera Utara tahun-tahun terakhir ini memungkinkan kembali arus migrasi masuk Sumatera Utara meningkat. Dan dapat diduga juga bahwa migran yang masuk saat ini adalah migran non transmigrasi, yakni "migran-profesional" atau para migran yang masuk untuk bekerja di sektor pemerintahan dan swasta, karena adanya pengembangan sektor perdagangan, industri, pendidikan dan usaha bisnis lainnya. Diduga motivasi migran keluar Sumatera Utara menuju DKI Jakarta adalah karena daya tarik Kota Jakarta yang sangat berlebihan, karena menyandang beberapa predikat, yakni sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pendidikan, pusat budaya dan sebagainya. DKI Jakarta sebagai Provinsi tujuan utama bagi para migran

16 semasa hidup Sumatera Utara ternyata sudah berlaku sejak tahun 1971, yakni sebesar 34,5% pada tahun 1971, berikutnya 36,7% pada tahun 1980 dan 25,9% pada tahun Sebaliknya, Provinsi Riau sebagai Provinsi tujuan berikutnya adalah karena Provinsi ini merupakan kawasan pengembangan industri dan perkebunan yang cukup penting di Pulau Sumatera dengan kawasan BATAM-nya. Disamping itu, faktor jarak yang juga tidak terlalu jauh dengan Sumatera Utara. sebagai "migran jarak dekat". (a) Persebaran Penduduk menurut tipe daerah Barangkali boleh disebut mereka inilah Untuk dapat mengetahui tingkat urbanisasi pada setiap wilayah dalam suatu negara, terutama jika ingin membandingkan tingkat urbanisasi suatu wilayah dengan wilayah yang lainnya, sebaiknya harus dibuat suatu definisi yang sama apalagi jika diinginkan analisis yang terinci mengenai komponen kependudukan menurut daerah perkotaan dan pedesaan. Badan Pusat Statistik menggunakan tiga indikator untuk mengklasifikasikan suatu desa/daerah termasuk desa/daerah perkotaan atau desa/daerah pedesaan. Ketiga indikator itu adalah : kepadatan penduduk, persentase pekerja yang bekerja di sektor pertanian dan banyaknya jenis fasilitas perkotaan yang ada di daerah/desa tersebut. Ketiga indikator itu, digunakan untuk menentukan daerah perkotaan atau pedesaan pada Sensus Penduduk 1990 dan SUPAS Masalah urbanisasi memang merupakan masalah yang kompleks, masalah tersebut meliputi penyediaan fasilitas perkotaan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan fasilitas-fasilitas lainnya, juga masalah pemukiman, masalah sosial ekonomi dan sosial budaya. Jika urbanisasi yang terjadi karena adanya perubahan status dari suatu tempat yang tadinya berstatus daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan, maka tahap terakhir dari pembangunan perkotaan adalah keadaan dimana persentase penduduk perkotaan mendekati seratus persen. Gambar : 4.2 Persentase Persebaran Penduduk dan Luas Wilayah

17 , ,85 18,48 28,34 19,39 34, Pantai Barat Dataran Tinggi Pantai Timnur % Wilayah % Penduduk Persentase penduduk perkotaan di Provinsi Sumatera Utara meningkat dari 35,5 persen pada tahun 1990 menjadi 43,2 persen atau sekitar 5,18 juta jiwa pada tahun Dengan demikian selama kurun waktu 14 tahun, penduduk Sumatera Utara yang tinggal di perkotaan bertambah sebanyak 6,7 persen. Pertumbuhan penduduk perkotaan di atas tidak hanya disebabkan oleh perpindahan penduduk dari desa ke kota semata, tetapi juga dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk alamiah serta reklasifikasi desa/kelurahan dari status daerah desa menjadi kota. Apabila persentase penduduk perkotaan dianggap sebagai indikator modernisasi, maka kesejahteraan penduduk Sumatera Utara berkembang cukup pesat. Sebab persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan selama kurun waktu 14 tahun terakhir berkembang relatif cukup pesat.

18 Gambar : 4.3 Persentase Persebaran Penduduk Sumatera Utara Menurut Desa Kota Tahun 2001, 2003 dan ,0 56,9 56,8 56,8 50,0 43,1 43,2 43,2 40,0 30,0 20,0 10,0 0, KOTA DESA (b) Persebaran dan Kepadatan Penduduk Antar Kabupaten/Kota Bila dilihat menurut letak geografis, terlihat bahwa sebaran penduduk di Provinsi Sumatera Utara tidak merata antara wilayah pantai barat, dataran tinggi, dan pantai timur. Dari gambar disamping terlihat luas masing-masing wilayah geografis kurang lebih 1/3 dari luas Provinsi Sumatera Utara, namun 62,13 persen penduduk tinggal di wilayah pantai timur yang relatif lebih subur bila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Secara keseluruhan, dengan luas mencapai km 2 Provinsi Sumatera Utara mempunyai kepadatan penduduk 167 jiwa/km 2 atau setiap km 2 rata-rata dihuni oleh 167 jiwa. Kepadatan penduduk antar kabupaten/kota mempunyai variasi yang tinggi dengan interval 157 jiwa/km 2 di Kabupaten Mandailing Natal sampai 7847 jiwa/km 2 di Kota Sibolga.

19 Tabel 4.5 Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten / Kota 2005 Kabupaten/Kota Kabupaten Luas Wilayah (Km² ) Penduduk Kepadatan Penduduk (per Km 2 ) 1. N i a s 3 495, Mandailing Natal 6 618, Tapanuli Selatan , Tapanuli Tengah 2 188, Tapanuli Utara 3 726, Toba Samosir 2 474, Labuhan Batu 9 223, A s a h a n 4 580, Simalungun 4 386, D a I r i 1 927, K a r o 2 127, Deli Serdang 2 407, L a n g k a t 6 272, Nias Selatan 1 825, Humbang Hasundutan 2 335, Pakpak Bharat 1 218, Samosir 2 069, Serdang Bedagai 1 989, Kota 19. Sibolga 10, Tanjung Balai 60, Pematang Siantar 79, Tebing Tinggi 37, Medan 265, Binjai 90, Padang Sidempuan 140, Sumatera Utara , Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2006

20 Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Menurut Daerah Kota dan Pedesaan dan Kabupaten/Kota, 2005 Kabupaten/Kota Kota Daerah Pedesaan Jumlah Kabupaten 1. N i a s Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Toba Samosir Labuhan Batu A s a h a n Simalungun D a i r i K a r o Deli Serdang L a n g k a t Nias Selatan Humbang Hasundutan Pakpak Bharat Samosir Serdang Bedagai Kota 19. Sibolga Tanjung Balai Pematang Siantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padang Sidempuan Jumlah Sumber : BPS -SP2000, P4B, 2006

21 Gambar 4.4. Peta Kepadatan Penduduk Sumataera Utara Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005

22 Sumber : BPS, Sumatera Utara Dalam Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Data tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan data komposit dari beberapa variable yaitu umur harapan hidup pada waktu lahir, tingkat pendidikan dan GNP per kapita. Pada tahun 2004 posisi Sumatera Utara berada di urutan ke 7 dari 30 propinsi yang ada di Indonesia

23 Tabel 4.7 Posisi IPM Provinsi di INDONESIA No. Provinsi % No. Provinsi % 1 DKI Jakarta 71,6 16 Sulsel 66,0 2 Sulut 71,3 17 Lampung 65,8 3 Jogjakarta 70,8 18 Jabar 65,8 4 Kaltim 70,0 19 Maluku Utara 65,8 5 Riau 69,1 20 Bangka Belitung 65,4 6 Kalteng 69,1 21 Sulsel 65,3 7 SUMUT 68,8 22 Sulteng 64,4 8 Sumbar 67,5 23 Kalsel 64,3 9 Bali 67,5 24 Jatim 64,1 10 Jambi 67,1 25 Sultra 64,1 11 Banten 66,6 26 Gorontalo 64,1 12 Maluku 66,5 27 Kalbar 62,9 13 Jateng 66,3 28 N T T 60,3 14 Bengkulu 66,2 29 Papua 60,1 15 Aceh 66,0 30 NTB 57,8 Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2006

24 Tabel 4.8 Komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Kabupaten/Kota 2005 Kabupaten/Kota Harapan Hidup Komponen IPM Rata-rata lama sekolah Melek Huruf Pengeluaran riil per kapita IPM Ranking Kabupaten 01. N i a s 67,9 86,0 6,0 589,4 65, Mandailing Natal 62,5 98,1 7,3 612,9 67, Tapanuli Selatan 66,4 99,3 8,7 612,8 71, Tapanuli Tengah 66,8 95,4 7,8 595,9 68, Tapanuli Utara 66,9 98,1 8,7 612,2 70, Toba Samosir 68,9 96,6 9,7 720,2 73, Labuhan Batu 66,1 97,9 8,1 619,1 70, A s a h a n 67,7 94,0 7,1 617,3 69, Simalungun 67,5 95,8 8,4 611,1 70, D a i r i 66,2 95,7 8,1 616,5 69, K a r o 70,1 96,6 8,8 609,9 72, Deli Serdang 68,0 96,8 8,6 617,7 71, L a n g k a t 68,2 96,5 8,5 606,3 70, Nias Selatan 67,4 84,4 5,9 574,1 72, H.Hasundutan 66,2 97,7 8,5 597,2 69, P. Bharat 66,0 95,2 8,0 599,4 68, Samosir 67,9 96,4 9,4 612,5 71, Serdang Bedagai 67,2 96,0 8,5 606,4 70,0 17 Kota 19. S i b o l g a 69,0 99,2 9,4 612,7 72, Tanjung Balai 68,1 98,7 8,3 606,1 71, Pem. Siantar 71,0 99,2 10,6 619,0 75, Tebing Tinggi 70,1 98,3 9,5 620,6 74, M e d a n 69,9 99,0 10,6 618,6 74, B i n j a i 70,1 98,0 9,5 620,8 74, P. Sidempuan 68,1 99,3 9,6 613,5 72,6 7 Sumatera Utara 68,2 96,6 8,4 616,0 71,4 7 Nasional 68,7 Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2006

25 Gambar : 4.5 Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota Se Sumatera Utara, 2005 P em. Siantar B i n j a i T ebing T inggi K a r o M e d a n S i b o l g a T o ba Samo sir L a n g k a t P. Sidempuan T anjung B alai D eli Serdang Samo sir N i a s A s a h a n Simalungun N ias Selatan Serdang B edagai T apanuli Utara T apanuli T engah T apanuli Selatan H umbang H asundutan D a i r i Labuhan B atu P akpak B harat M andailing N atal 62, ,1 70,1 70,1 69, ,9 68,2 68,1 68, ,9 67,9 67,7 67,5 67,4 67,2 66,9 66,8 66,4 66,2 66,2 66, Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa Angka Harapan Hidup Sumatera Utara (AHH) tahun 2005 adalah 62,8, dengan AHH tertinggi adalah Pematang Siantar (71) sedangkan terendah Mandailinbg Natal (62,5). Apabila dibandingkan dengan rata-rata AHH Sumatera Utara, maka terdapat 8 kabupaten dan kota yang mempunyai AHH di tas rata-rata Sumatera Utara dan 17 Kabupaten kota lainnya di bawah rata-rata AHH Sumatera Utara.

26 Gambar : 4.6 Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota Se Sumatera Utara, 2005 P. Sidempuan Tapanuli Selatan Pem. Siantar S i b o l g a M e d a n Tanjung Balai Tebing Tinggi Tapanuli Utara M andailing Natal B i n j a i Labuhan Batu Humbang Hasundutan Deli Serdang K a r o Toba Samosir L a n g k a t Samosir Serdang Bedagai Simalungun 99,3 99,3 99,2 99, ,7 98,3 98,1 98, ,9 97,7 96,8 96,6 96,6 96,5 96, ,8 D a i r i 95,7 Tapanuli Tengah 95,4 Pakpak Bharat 95,2 A s a h a n 94 Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa Angka Melek Huruf N i a s Nias Selatan 84, Sumatera Utara (AMH) tahun 2005 adalah 96,6, dengan AMH tertinggi adalah Padang Sidempuan (99,3) sedangkan terendah Nias Selatan (84,4). Apabila dibandingkan dengan rata-rata AMH Sumatera Utara, maka terdapat 15 kabupaten dan kota yang mempunyai AMH di atas rata-rata Sumatera Utara dan 10 Kabupaten/kota lainnya di bawah rata-rata AMH Sumatera Utara.

27 Gambar : 4.7 Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota Se Sumatera Utara, 2005 M e d a n Pem. Siantar Toba Samosir P. Sidempuan B i n j a i Tebing Tinggi S i b o l g a Samosir K a r o 9,7 9,6 9,5 9,5 9,4 9,4 8,8 10,6 10,6 Tapanuli Utara 8,7 Tapanuli Selatan 8,7 Deli Serdang 8,6 Serdang Bedagai 8,5 Humbang Hasundutan 8,5 L a n g k a t 8,5 Simalungun 8,4 Tanjung Balai 8,3 D a i r i 8,1 Labuhan Batu Berdasarkan gambar di atas menunjukkan 8bahwa Rata-rata Lama Pakpak Bharat Tapanuli Tengah 7,8 M andailing Natal 7,3 A s a h a n 7,1 N i a s 6 Nias Selatan 5, ,1 Rata-rata Sekolah Sumatera Utara (RLS) tahun 2005 adalah 8,4 tahun, dengan RLS tertinggi adalah Medan (10,6 tahun) sedangkan terendah Nias Selatan (5,9 tahun). Apabila dibandingkan dengan rata-rata RLS Sumatera Utara, maka terdapat 16 kabupaten dan kota yang mempunyai RLS di atas rata-rata Sumatera Utara dan 9 Kabupaten/kota lainnya di bawah rata-rata RLS Sumatera Utara.

28 Gambar : 4.8 Pengeluaran Riil Per Kapita Kabupaten/Kota Se Sumatera Utara, 2005 Toba Samosir 630,2 B i n j a i Tebing Tinggi Labuhan Batu Pem. Siantar M e d a n Deli Serdang A s a h a n D a i r i P. Sidempuan M andailing Natal Tapanuli Selatan S i b o l g a Samosir Tapanuli Utara 620,8 620,6 619, ,6 617,7 617,3 616,5 613,5 612,9 612,8 612,7 612,5 612,2 Simalungun 611,1 K a r o 609,9 Serdang Bedagai 606,4 Berdasarkan L a n g k a t gambar di atas menunjukkan bahwa 606,3 Pengeluaran Ril Per Tanjung Balai 606,1 Pakpak Bharat 599,4 Humbang Hasundutan 597,2 Tapanuli Tengah 595,9 N i a s 589,4 Nias Selatan 574, Pengeluaran riil per kapita Kapita Sumatera Utara (PRP) tahun 2005 adalah Rp.606,4 per bulan, dengan PRP tertinggi adalah Toba Samosir (720,2) sedangkan terendah Nias Selatan (574,1). Apabila dibandingkan dengan rata-rata PRP Sumatera Utara, maka terdapat 18 kabupaten dan kota yang mempunyai PRP di atas rata-rata Sumatera Utara dan 7 Kabupaten/kota lainnya di bawah rata-rata PRP Sumatera Utara.

29 Gambar : 4.9 Peta Penyebaran IPM Kabupaten/Kota Se Sumatera Utara, 2006 Sumber : BPS, Sumatera Utara Dalam Angka 2006

30 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut kabupaten/kota Sumatera Utara, tertinggi adalah Kota Pematang Siantar (75,1), kemudian diikuti oleh Medan (74,7), Binjai (74,0), Tebing Tinggi (74,0) dan Karo (71,9), sedangkan IPM terendah adalah Kabupaten Nias Selatan (72,1). Secara keseluruhan IPM daerah perkotaan lebih tinggi dari IPM daerah kabupaten. Hal ini disebabkan pada daerah perkotaan baik tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan per kapita secara umum lebih baik dibandingkan dengan daerah kabupaten yang sebahagian besar merupakan daerah pedesaan.

31 4.5. Perekonomian Seperti telah kita ketahui bersama, selama tahun 2004 bangsa Indonesia telah melaksanakan dua agenda besar yaitu pemilihan anggota legislative, dan pemilihan Presiden serta wakilnya secara langsung. Mengingat sistem pemilihan tersebut baru pertama kalinya diterapkan di Indonesia, maka dikhawatirkan akan dapat mengganggu stabilitas politik, dan keamanan yang sudah barang tentu akan berdampak langsung pada instabilitas sosial dan ekonomi masyarakarat baik secara nasional maupun regional. Tabel 4.9 Produk Domestik Regional Bruto Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku ( Milyar Rp. ) Lapangan Usaha Pertanian , , ,41 2. Pertambangan dan Penggalian 1.216, , ,54 3. Industri , , ,03 4. Listrik, Gas, & Air Minum 1.331, , ,08 5. Bangunan 5.671, , ,89 6. Perdagangan, Hotel & Restoran , , ,57 7. Pengangkutan & Komunikasi 8.098, , ,14 8. Keuangan, Asuransi, Usaha persewaan bangunan & tanah, Jasa Perusahaan 9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial & Perorangan 6.189, , , , , ,87 Produk Domestik Regional Bruto , , ,27 Produk Domestik Regional Bruto Tanpa Migas Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara , , ,25

32 Berdasarkan hasil penghitungan sementara, kinerja perekonomian Sumatera Utara Tahun 2004 yang diukur dengan besarnya PDRB atas dasar harga berlaku, sudah mencapai 107,5 Triliun Rupiah, atau 0,1 Triliun di bawah target 2004 yang bernilai 107,6 Triliun Rupiah. Bila angka PDRB tersebut dihitung atas dasar harga konstan, perekonomian Sumatera Utara telah mampu tumbuh sebesar 5,79 persen selama tahun 2004 yang semula diperkirakan hanya sebesar 4,77 persen. Fakta dan kinerja ini, sekaligus merupakan suatu bukti kongkrit dari partisipasi masyarakat Sumut yang senantiasa menjaga situasi dan iklim kondusif diwilayah yang kita cintai ini, sehingga roda perekonomian dapat terus berjalan sebagaimana yang diharapkan. Gambar 4.10 Perkembangan PDRB Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rp.) 140, , , , , , , , , , Selain pertumbuhan ekonomi yang menggembirakan, indikator makro ekonomi yang lain seperti tingkat inflasi dan transaksi perdagangan luar negeri juga menunjukkan arah magnitud yang sama. Tingkat inflasi selama 2004 hanya meningkat 0,30 point dari yang pernah ditargetkan dalam rapat Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), yaitu sebesar 6,50 persen (angka inflasi 2004 sebesar 6,80 persen).

33 Selanjutnya inflasi pada 2 bulan pertama 2005, mencapai besaran 1,38 persen atau 0,12 point di atas angka nasional yang mencapai 1,26 persen. Namun demikian selama Februari, perkembangan harga di Sumatera Utara (secara rata-rata) mengalami penurunan atau deflasi, yaitu sebesar 1,39 persen dibandingkan dengan harga-harga pada bulan Januari Hal ini dapat dimengerti karena Sumatera Utara selama Januari mengalami Inflasi yang cukup tinggi yaitu 2,82 persen sebagai konsekuensi tingginya demand akan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang terkana bencana tsunami. Untungnya setelah kondisi dan keadaan NAD secara berangsurangsur sudah mulai normal, geliat harga di Sumatera Utara (khususnya Medan) sudah menunjukkan arah penurunan. Selama Februari, Sumatera Utara mengalami deflasi dengan penurunan harga tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan (ikan dencis, cabe merah, tomat, sayur-sayuran, ikan gembung, ikan tongkol, bayam, daging, ayam ras, ikan selar, kacang panjang, bawang merah, dan cabe rawit), yaitu sebesar 3,78 persen. Kemudian disusul oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dengan besaran deflasi 1,17 persen.

34 Tabel 4.10 Produk Domestik Regional Bruto Sumatera Utara Menurut Sudut Penggunaan Atas Dasar Harga Berlaku ( Milyar Rp. ) Jenis Penggunaan Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga , , ,58 2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta yang Tidak Mencari Keuntungan 497,22 554,80 680,38 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 8.410, , ,49 4. Pembentukan Modal Tetap Bruto , , ,22 5. Perubahan Stok 3.985, , ,43 6. Ekspor , , ,61 7 Dikurangi Impor , , ,45 Produk Domestik Regional Bruto , , ,27 Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara Meskipun secara agregat terjadi deflasi di Sumatera Utara, namun untuk beberapa komoditi yang masuk kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, mengalami inflasi, yaitu sebesar 0,07 persen. Sementara itu, harga barang dan jasa yang masuk kelompok kesehatan, dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga, tidak mengalami perubahan harga.

35 Tabel 4.11 Kondisi Makro Sosial Ekonomi Sumatera Utara Tahun Dan Kondisi yang Diharapkan Tahun No Indikator Satuan Keadaan 2003* Keadaan 2004* Kondisi Yang Diharapkan 2005* 2006* 2007* 2008* 2009* (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1 Pertumbuhan Ekonomi Persen 4,42 5,79 5,95 6,29 6,70 6,97 7,29 2 PDRB- Berlaku 3 PDRB- Konstan 93 4 PDRB Perkapita Harga Berlaku 5 Struktur Ekonomi Triliun Rp. Triliun Rp Juta Rp 96,23 107,51 121,88 138,96 158,33 180,47 206,96 27,07 28,64 30,34 32,25 34,41 36,81 39,49 8,07 8,91 9,98 11,24 12,65 14,25 16,14 - Pertanian Persen 29,33 28,98 28,54 28,04 27,57 27,10 26,78 - Industri Pengolahan Persen 25,83 25,91 25,51 25,41 24,90 24,90 24,37 - Jasa-jasa Persen 8,08 8,15 8,31 8,49 8,69 8,69 9,11 Sumber. BPS Propinsi Sumatera Utara Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Sangat sementara e) Angka Perkiraan Kasar Selanjutnya transaksi ekspor yang datanya baru mencakup Januari-November 2004, telah mampu memasok devisa sebesar 3,86 Milyar US$ dengan volume ekspor sebesar 6,88 juta ton dengan pencapaian seperti ini prediksi ekspor Sumatera Utara 2004 senilai 3,26 Milyar US$ dengan volume 5,54 juta ton telah terlampaui. Di sisi lain, nilai impor Sumatera Utara pada periode yang sama mencapai 0,86 Milyar US$ dengan volume sebesar 2,98 juta ton.

36 Dengan demikian terjadi surplus neraca perdagangan luar negeri sebesar 3,0 Milyar US$. Dan bilamana geliat ekonomi yang sudah semakin membaik pada 2004 dapat terus berlangsung pada tahun 2005, maka kinerja perdagangan luar negeri Sumatera Utara tidak akan lebih rendah dibanding kinerja Menyoroti masalah produktivitas padi, pada sedikit peningkatan yaitu dari 41,24 kwintal per hektar pada tahun 2003 menjadi 41,39 kwintal per hektar pada tahun dengan tingkat produktivitas seperti ini, diperkirakan produksi padi Sumatera Utara akan mencapai ribu ton pada tahun 2004, dimana ribu ton berasal dari padi sawah, dan 202 ribu ton berasal dari padi ladang. Dan berdasarkan angka ramalan I, produksi padi pada tahun 2005 akan mencapai ribu ton dengan tingkat produktivitas 41,40 kwintal per hektar. Kota Tabel 4.12 Perbandingan Inflasi di Sumatera Utara dan Nasional Februari Februari (%) Kumulatif Januari Februari (%) Februari Februari Medan 0,09-1,26 0,08 1,31 7,95 2. Pematang Siantar -0,45-2,07 0,15 2,10 9,39 3. Sibolga -0,49-3,01 0,45 1,65 7,91 4. Padangsidempuan 0,31-1,20 0,65 1,11 9,49 Sumatara Utara 0,04-1,39 0,13 1,38 8,14 Nasional -0,2-0,17 0,55 1,26 7,15 Sumber. BPS Propinsi Sumatera Utara Sementara itu, produksi sektor pertanian yang berkaitan dengan komoditi palawija, seperti jagung kedele, kacang tanah, dan ketela pohon, juga menunjukkan tingkat produktivitas yang menggembirakan selama periode produksi jagung meningkat dari 687,4 ribu ton pada 2003 menjadi 712,1 ribu ton pada 2004; Kedele dari 10,5 ribu ton menjadi 12,3 ton; Kacang tanah dari 25,1 ribu ton menjadi 28,6 ribu ton;

37 dan ketela pohon dari 412,0 ribu ton menjadi 466,2 ribu ton. Peningkatan produksi tersebut berkaitan dengan meningkatnya luas panen selama tahun Selanjutnya untuk tahun 2005, berdasarkan angka ramalan I, terlihat masih ada arah peningkatan positif. Produksi ketela pohon akan mencapai 468,9 ribu ton, jagung mencapai 715,0 ribu ton, kedele dan kacang tanah masing-masing mencapai 11,1 ribu ton dan 28,9 ribu ton. Gambar 4.11 Peta Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2006 Membaiknya indikator-indikator makro ekonomi, diharapkan akan memberi dampak positif terhadap masalah pengangguran, kualitas hidup, dan kemiskinan yang merupakan issue penting, dan terus mendapat perhatian serius dari setiap penyelenggara pemerintah. Berdasarkan angka yang dikumpulkan oleh Badan Statistik atau BPS lewat Survei Ekonomi Nasional yang populer dengan Susensus 2004, Tingkat Pengangguran Terbuka atau TPT di Sumatera Utara dari hasil Susensus selama periode ,

38 masih menunjukkan angka peningkatan. Pada tahun 2004 jumlah pengangguran mencapai orang atau bertambah sebanyak orang jika dibanding dengan jumlah pengangguran tahun 2003 sebesar orang. Sejalan dengan itu tingkat pengangguran terbuka juga naik dari 7,71 pada 2003 menjadi 8,36 persen pada Dan pada 2005, angka pengangguran ini, diperkirakan akan lebih besar mengingat masih belum mantapnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, terutama sektor rill dan pemulangan tenaga kerja Indonesia dari luar negeri seperti dari Malaysia dan sebagainya ke Sumatera Utara. Tabel 4.13 Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Besar/Sedang Menurut Golongan Industri 2004 ( Unit ) Golongan Industri Perusahaan Tenaga Kerja 1. Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Tekstil, Pakaian Jadi dan Kulit Industri Kayu, Perabot Rumahtangga Industri Kertas, Percetakan dan Penerbitan Industri Kimia, Batubara, Karet dan Plastik Industri Barang Galian Bukan Logam Kecuali Minyak Bumi dan Batubara Industri Logam Dasar Industri Barang dari Logam, Mesin dan Peralatannya Industri Pengolahan Lainnya Jumlah Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara Keterangan : e) Angka Perkiraan Selanjutnya, pembangunan manusia sebagai subjek dan objek pembangunan secara keseluruhan, terus diupayakan ke arah peningkatan yang lebih baik. Berdasarkan indikator Indeks Pembangunan Manusia atau IPM selama 2003 telah terjadi peningkatan kualitas pembangunan manusia dari 68,6 pada 2002 menjadi 69,5. peningkatan IPM ini

39 tidak terlepas dari membaiknya kesehatan masyarakat sehingga mampu mendongkrak angka harapan hidup dari 67,1 tahun pada 2002 menjadi 68,0 tahun pada Sejalan dengan membaiknya IPM, persentase penduduk miskin tahun 2004 juga mengalami perbaikan. Bila pada tahun 2003, jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mencapai 1,89 juta atau 15,89 persen, namun pada tahun 2004 angka tersebut telah turun menjadi 1,8 juta atau 14,93 persen. Angka ini, sedikit lebih rendah dari yang kita perkirakan pada tahun 2004 yaitu sebesar 15,50 % Ketenagakerjaan Banyak hal mengenai kehidupan sosial di suatu negara/masyarakat dapat dijabarkan kalau kita mengetahui mengenai komposisi lapangan pekerjaan dari angkatan kerjanya, komposisi jenis pekerjaannya, dan akta-fakta lain mengenai angkatan kerja. Misalnya: apakah para penduduk muda (young population) berusia. Terlalu muda waktu memasuki angkatan kerja, hinga belum bisa mendapatkan pendidikan yang relatif cukup tingi. Kemudian berapa banyak penduduk tua (old population) dipaksa untuk tetap tinggaal dalam angkatan kerja setelah usia pensiun, hanya semata-mata karena kemiskinan. Berapa banyak wanita yang bekerja. Seberapaa jauh dan apakah pekerjaan yang dilakukan kaum wanita itu betul-betul merupakan suatu yanag mereka inginkan (secara sukarela), ataukah hanya merupakan suatu pencerminan bahwa para wanita ini belum bisa hidup layak semata-mata hanya dari pendapatan suami mereka saja. Selain itu, kita juga ingin mengetahui bidang apa saja yang dikerjakan oleh para wanita, anak-anak dan orang-orang yang sudah berusia lanjut, serta berapa jam mereka harus bekerja selama satu hari. Berapa besar pendapatan mereka dan apakah sesuai dengan jerih payah yang mereka berikan. Di negara yang sedang berkembang, seberapa jauh pekerjaan musiman dapat mempengaruhi pendapatan kekerjaan dan apakah ada kepincangan distribusi pendapatan antara golongan dalam masyarakat. Ini semua adalah pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan karakteristik angkatan kerja. Ada hubungan timbal balik antara kekuatan-kekuatan ekonomi dan kekuatankekuatan demografi. Keduanya saling mempengaaruhi. Ada pandangan yang mengatakan bahwa kejadian-kejadian demografi adalah akibat dari kejadian-kejadian ekonomi.

40 Misalnya, pada waktu keadaan ekonomi makmur maka tingkat kelahirtan akan berubah (bisa naik dan bisa turun, tergantung situasi masyarakat setempat). Juga tingkat perpindahan penduduk di suatu negara cenderung naik pula Angkatan Kerja Angkatan Kerja adalah Penduduk dalam usia kerja (15 tahun ke atas) baik yang bekerja maupun yang mencari pekerjaan pengangguran). Tabel 4.14 Banyaknya Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan (Jiwa) Jenis Kegiatan ) ) ) 2005 (1) (2) (3) (4) (5) 1. Angkatan Kerja Bekerja Mencari Kerja Bukan Angkatan Kerja Tenaga Kerja (1 + 2) Sumber: BPS-Survey Sosial Ekonomi Nasional Catatan: 1) Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas 1) Metode Baru

41 Jumlah angkatan kerja di Sumatera Utara tahun 2005 tercatat sebanyak orang, yang terdiri dari mereka yang bekerja sebanyak orang dan yang sedang mencari kerja sebanyak Keadaan ini terus mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu yang termasuk bukan angkatan kerja tercatat sebanyak orang, mereka ini adalah yang termasuk di dalamnya usia sekolah, ibu rumah tangga dan penerima penghasilan lainnya. Apabila dilihat dari kelompok umur, jumlah angkatan kerja yang terbanyak adalah pada tahun yang merupakan kelompok usia muda. Tabel 4.15 Banyaknya Angkatan Kerja Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Laki-Laki + Perempuan Total Sumber: BPS-Survey Sosial Ekonomi Nasional

42 Tabel 4.16 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Lapangan Pekerjaan Utama Berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain 16,42 17,67 2. Berusaha dibantu anggota rumah tangga/buruh tidak tetap 20,47 23,11 3. Berusaha dengan buruh tetap 2,85 2,08 4. Buruh/karyawan 33,23 28,44 5. Pekerja bebas pertanian 4,11 2,96 6. Pekerja bebas non pertanian 17,18 2,50 7. Pekerja keluarga 21,51 23,24 Sumber: BPS-Survey Angkatan KerjaNasional, 2005 Jika dilihat dari status pekerjaannya, hampir sepertiga (28,44 persen) penduduk yang bekerja di Sumatera Utara adalah buruh atau karyawan. Penduduk yang berusaha dengan dibantu anggota keluarga mencapai sekitar 23,47 persen, sedangkan penduduk yang bekerja sebagai pekerja keluarga mencapai 23,24 persen. Hanya 2,08 persen penduduk Sumatera Utara yang menjadi pengusaha yang mempekerjakan buruh tetap/bukan anggota keluarnya. Gambar 4.12 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama 2005 Berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain 2.50% 23.32% 17.65% Berusaha dibantu anggota rumah tangga Berusaha dengan buruh tetap Buruh / karyawan 2.96% 28.41% 2.08% 23.09% Pekerja bebas pertanian Pekerja bebas non pertanian Pekerja keluarga

43 Jumlah penduduk Sumatera Utara yang merupakan angkatan kerja adalah sebanyak 5,51 juta jiwa yang terdiri dari 4,76 juta jiwa terkategori bekerja dan sebesar 758 ribu jiwa terkategori mencari kerja dan tidak bekerja (pengangguran terbuka). Penduduk Sumatera Utara yang bekerja ini sebagian besar bekerja pada sektor pertanian yaitu 51,60 persen. Sektor kedua terbesar dalam menyerap tenaga kerja di Sumatera Utara adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 17,18 persen. Sektor lain yang cukup besar peranannya dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor jasa-jasa, baik jasa perorangan, jasa perusahaan, dan jasa pemerintahan yaitu sebesar 10,78 persen, sementara penduduk yang bekerja di sektor industri hanya sekitar 8,07 persen saja. Tabel 4.17 Persentase Angkatan Kerja Berumur 15 Tahun Ke atas Menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan 2005 Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki+ Perempuan 1. Tidak/Belum Tamat Sekolah 1,50 3,95 2,52 2. Tidak/Belum Tamat SD 8,35 13,37 10,44 3. Tamat SD 28,14 30,20 29,00 4. Tamat SMTP 28,49 23,51 26,42 5. Tamat SMTA 28,88 23,13 26,49 6. Diploma I/II 0,44 1,53 0,89 7. Akademi/Diploma III 1,19 1,85 1,47 8. Universitas/Diploma IV 3,00 2,46 2,78 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS-Survey Sosial Ekonomi Nasional 2005 Persentase angkatan kerja Sumatera Utara tahun 2005 menurut jenis kelamin dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah mereka yang tamat SD sebesar 29,0 % kemudian diikuti mereka yang tama SMTP (26,42 %) dan tamat SLTA (26,49 %), sedangkan mereka yang tamat universitas hanya 2,78 % dari total angkatan kerja. Apabila dilihat dari jenis kelamin menunjukkan adanya variasi dimana untuk mereka yang tamat SMTP, tamat SMTA dan Universitas jumlah laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan, sedangkan untuk mereka yang berpendidikan tidak tamat dan tamat SD jumlah perempuan lebih tinggi. Keadaan ini menunjukkan bahwa secara umum tingkat pendidikan laki-laki lebih tinggi di Sumatera

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

Provinsi Sumatera Utara: Demografi Fact Sheet 02/2015 (28 Februari 2015) Agrarian Resource Center ARC Provinsi Sumatera Utara: Demografi Provinsi Sumatera Utara adalah provinsi peringkat ke-4 di Indonesia dari sisi jumlah penduduk. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan suatu topik yang tidak pernah hilang dalam sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah istilah bagi orang yang

Lebih terperinci

Musrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

Musrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA Musrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA 1 PERTUMBUHAN EKONOMI, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN PDRB PERKAPITA EKSPOR, IMPOR

Lebih terperinci

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan. Jiwa (Ribu) Persentase (%) 13 12.5 12 11.5 11 10.5 10 9.5 9 8.5 8 12.55 11.51 11.31 11.33 10.41 10.39 9.85 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tingkat Kemiskinan Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA 39 BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA 3.1. Karakteristik Kemiskinan Propinsi Sumatera Utara Perkembangan persentase penduduk miskin di Sumatera

Lebih terperinci

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah) LAMPIRAN Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut / Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah) / 2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Nias 3.887.995 4.111.318 13.292.683.44 14. 046.053.44

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam mengatur dan mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam mengatur dan mengurus rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak berlakunya otonomi daerah sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Lebih terperinci

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 21/03/12/Th. XVIII, 2 Maret 2015 TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 29/05/12/Thn. XX, 5 Mei 2017 IPM PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 MEMASUKI KATEGORI TINGGI Pembangunan manusia di Sumatera

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana untuk mendirikan provinsi-provinsi baru di Indonesia. Pembentukan provinsi baru ini didasari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

Sumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba

Sumatera Utara. Rumah Balai Batak Toba , Laporan Provinsi 105 Sumatera Rumah Balai Batak Toba Rumah Balai Batak Toba adalah rumah adat dari daerah Sumatera. Rumah ini terbagi atas dua bagian, yaitu jabu parsakitan dan jabu bolon. Jabu parsakitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh suatu bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat. Salah satu

Lebih terperinci

DATA SOSIAL EKONOMI STRATEGIS. April 2017

DATA SOSIAL EKONOMI STRATEGIS. April 2017 DATA SOSIAL EKONOMI STRATEGIS April 2017 2 Data Sosial Ekonomi Strategis April 2017 Ringkasan Indikator Strategis Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Perdagangan Internasional Kemiskinan & Rasio Gini Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor perikanan memberikan kontribusi terhadap PDRB sektor pertanian di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 s/d 2014 mengalami peningkatan yang signifikan, dimana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015 BPS KABUPATEN ASAHAN No. 02/10/1208/Th. XIX, 24 Oktober 2016 KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015 Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Asahan tahun 2015 sebanyak 85.160 jiwa (12,09%), angka ini bertambah sebanyak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,1985). Sedangkan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II BIRO KEUANGAN SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA. pemerintahan yang bernama Gouverment van Sumatera, yang meliputi

BAB II BIRO KEUANGAN SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA. pemerintahan yang bernama Gouverment van Sumatera, yang meliputi BAB II BIRO KEUANGAN SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA A. Sejarah Ringkas Di zaman Pemerintahan Belanda, Sumatera Utara merupakan suatu pemerintahan yang bernama Gouverment van Sumatera, yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem *

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem * ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem * Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan persebaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan yang meluas merupakan tantangan terbesar dalam upaya Pembangunan (UN, International Conference on Population and Development, 1994). Proses pembangunan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi yakni sosial,

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 50/08/12/Th. XVIII, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 147.810 TON, CABAI RAWIT SEBESAR 33.896 TON,

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA Karya Tulis SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA. 2006 PROVINSI SUMATERA UTARA Murbanto Sinaga

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 1 indikator kesejahteraan DAERAH provinsi sumatera utara sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (Jiwa)

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (Jiwa) Lampiran 1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 2007 (Jiwa) No Kabupaten/kota Tahun 2005 2006 2007 Kabupaten 1 Nias 441.807 442.019 442.548 2 Mandailing natal 386.150

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA No. 01/08/53/TH.XIV, 5 AGUSTUS PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN II TUMBUH 5,21 PERSEN Pertumbuhan ekonomi NTT yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 31/05/12/Thn. XX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, mempunyai

Lebih terperinci

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kalimantan Tengah 2015 Palangka Raya, 16Desember 2015 DR. Ir. Sukardi, M.Si Kepala BPS

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA UTARA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA UTARA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir disetiap negara berkembang kemiskinan selalu menjadi trending topic yang ramai dibicarakan. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menempati urutan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KOTA GUNUNGSITOLI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM KOTA GUNUNGSITOLI TAHUN 2016 SEBESAR 66,85 No. 01/12785/06/2017, 11 Juli 2017 Pembangunan manusia di Kota Gunungsitoli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap Negara mempunyai tujuan dalam pembangunan ekonomi termasuk Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57 No. 28/05/17/VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan I-2016 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan I-2016

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015 No. 12/02/17/VI, 5 Februari 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan IV-2015 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan IV-2015 di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun

BAB I PENDAHULUAN. Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun demikian, tiap tahun penduduk yang tidak cukup makan makin banyak jumlahnya. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibandingkan jumlah kebutuhan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya

I. PENDAHULUAN. dibandingkan jumlah kebutuhan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Manusia selalu menghadapi masalah untuk bisa tetap hidup. Hal ini disebabkan karena tidak sesuainya jumlah barang dan jasa yang tersedia dibandingkan jumlah kebutuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 A. Gambaran Umum Provinsi Lampung BAB IV GAMBARAN UMUM Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung tanggal 18 Maret 1964. Secara

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2015 No. 30/05/17/V, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2015 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan I-2015 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan I-2015 di Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Secara astronomis, Indonesia terletak antara 6 08 Lintang Utara dan 11 15 Lintang Selatan dan antara 94 45 141 05 Bujur Timur dan dilalui oleh garis ekuator atau

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografis Negara Indonesia Penulis menyajikan gambaran umum yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi di 33 provinsi Indonesia. Sumber : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

Dr. Ir. Sukardi, M.Si

Dr. Ir. Sukardi, M.Si BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Disampaikan Pada Acara : Rapat Koordinasi Pengendalian (RAKORDAL) Triwulan III Tahun Anggaran 2015 Provinsi Kalimantan Tengah Di Aula Serba Guna BAPPEDA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2012

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2012 No. 50 /09/63/Th.XV, 3 September 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2012 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN AGUSTUS 2012 TURUN 0,35

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2014 No. 53/09/63/Th.XVIII, 1 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS TURUN 0,29 PERSEN Pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun

Lampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun Lampiran 1 Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2012 Kabupaten/Kota Luas Panen (ha) Produksi (ton) Rata-rata Produksi (kw/ha) Nias 9449 30645 32.43 Mandailing Natal 37590

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Publikasi Statistik Harga Produsen Sektor Pertanian tahun 1996-2000 merupakan kelanjutan dari seri publikasi sebelumnya, yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik setiap tahunnya. Mulai

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia Disparitas produk..., Raja Iskandar Rambe, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia Disparitas produk..., Raja Iskandar Rambe, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebagaimana halnya dengan pengertian pembangunan pada umumnya, pembangunan daerah juga merupakan persoalan yang multi-dimensi. Banyak aspek yang terkait,

Lebih terperinci

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN 2013 Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 Statistik Dasar UU NO. 16 TAHUN 1997 (TENTANG STATISTIK) Statistik yang pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth) merupakan awal proses pembangunan suatu negara. Pembangunan suatu negara diharapkan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 No. 15/02/63/Th.XVII, 1 Maret 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN FEBRUARI 2013 NAIK 0,35

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012 No. 32 /06/63/Th.XV, 1 Juni 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2012 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN MEI 2012 SEBESAR 108,29 ATAU

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016 No. 50/09/63/Th.XIX, 1 September 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS 2016 TURUN 0,49

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 07 November 2016

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 07 November 2016 BADAN PUSAT STATISTIK 07 November 2016 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Tengah (Produk Domestik Regional Bruto) Indeks Tendensi Konsumen 7 November 2016 BADAN PUSAT STATISTIK Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015 No. 03/01/63/Th.XX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN DESEMBER TURUN 0,41 PERSEN Pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN SEPTEMBER 2016 NAIK 0,66 PERSEN No. 54/10/63/Th.XIX, 3 Oktober

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan, pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi pembangunan negara sedang berkembang

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 No. 55/10/Th.X, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 Indeks NTP Sulawesi Tenggara pada September 2016 tercatat 100,15 atau mengalami penurunan sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan berkesinambungan yang dijalankan secara bersama-sama baik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI CQWWka BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 01/02/62/Th. IX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Bulan Januari 2015 di Kota Palangka Raya terjadi inflasi sebesar 0,79 persen. Laju

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI CQWWka BPS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 01/10/62/Th. IX, 1 Oktober PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI Bulan September di Kota Palangka Raya terjadi deflasi sebesar 0,34 persen. Laju inflasi tahun

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23 No. 67/12/34/Th.XVIII, 1 Desember 2016 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN NOVEMBER 2016 SEBESAR 104,23 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada November 2016,

Lebih terperinci

A. Sejarah Ringkas Kantor Gubernur Sumatera Utara. Di zaman pemerintahan Belanda, Sumatera merupakan suatu

A. Sejarah Ringkas Kantor Gubernur Sumatera Utara. Di zaman pemerintahan Belanda, Sumatera merupakan suatu A. Sejarah Ringkas Kantor Gubernur Sumatera Utara Di zaman pemerintahan Belanda, Sumatera merupakan suatu pemerintahan yang bernama Goverment Van Sumatera, yang meliputi seluruh Sumatera dikepalai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama dengan kegiatan perencanaan, koordinasi, dan pengawasan. Penganggaran juga merupakan komitmen resmi

Lebih terperinci

PROFIL PEMBANGUNAN SUMATERA UTARA

PROFIL PEMBANGUNAN SUMATERA UTARA 1 PROFIL PEMBANGUNAN SUMATERA UTARA A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Sumatera Utara terletak pada posisi 0º 50' LS - 4º40' LU 96º 40' - 100º 50' BT.Luas wilayah Sumatera Utara seluas 72.981,23 km

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Geografi Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sumatera

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 07/01/62/Th. XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016 Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic needs

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

Otonomi Daerah : Implementasi

Otonomi Daerah : Implementasi Otonomi Daerah : Implementasi 1 UU No. 22 Tahun 1999 ---- UU No. 32 Tahun 2004 Ada 5-6 yang menjadi urusan pemerintah pusat seperti : Pertahanan Keamanan Moneter dan Fiskal Agama Peradilan (Yustisi) Politik

Lebih terperinci