BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi adalah kegiatan menjalankan perusahaan. Setiap kegiatan ekonomi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi adalah kegiatan menjalankan perusahaan. Setiap kegiatan ekonomi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan ekonomi adalah kegiatan menjalankan perusahaan. Setiap kegiatan ekonomi atau kegiatan menjalankan perusahaan harus memenuhi unsur dan syarat-syarat: dilakukan secara terus menerus, dilakukan secara terang-terangan, dan bertujuan mencari keuntungan. 1 Perusahaan atau sering juga disebut korporasi merupakan bagian dari kegiatan ekonomi, atau lebih tepatnya sebagai salah satu pelaku ekonomi.korporasi atau perusahaan memegang peranan penting dalam perputaran roda perekonomian. Memahami perusahaan juga seharusnya menggunakan metode pendekatan mikro dan metode pendekatan makro, sehingga pemahaman mengenai perusahaan akan utuh. Melalui pendekatan mikro dikaji hubungan antara para pihak dalam perusahaan (internal) dan juga antara perusahaan dengan pihak ketiga (eksternal). Dengan melakukan pendekatan makro akan diperoleh gambaran yang utuh mengenai pemahaman perusahaan, karena dalam pendekatan makro dikaji mengenai campur tangan negara dalam kegiatan perusahaan sehingga tercipta suatu masyarakat ekonomi yang sehat dan wajar, begitu juga tentang perusahaan dari berbagai sudut pandang seperti sosiologis, ekonomi, atau pun manajemen. 2 Perusahaan atau korporasi dalam menjalankan kegiatannya wajib memperhatikan berbagai aspek disekitarnya, termasuk aspek yang berkaitan dengan lingkungan hidup. 1 Sri Redjeki Hartono, Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia,(Malang: Bayumedia, 2007), hlm 15 2 Yonathan A. Pahlevi, Aspek Hukum Perseroan Terbatas (Struktur dan Legalitasnya), 1

2 Lingkungan hidup sebagai sumber daya merupakan asset yang sangat diperlukan untuk menyejahterakan masyarakat. Konstitusi (UUD 1945) sebagai hukum tertinggi yang menjadi sumber hukum formil maupun materiil telah diamandemen sebanyak 4 (empat) kali. Sejatinya perubahan tersebut dimaksudkan untuk merespon perkembangan dan dinamika zaman. Secara umum perubahan tersebut mengarah kepada bidang politik, hukum, sosial dan lain-lain. Dibidang hukum antara lain menyangkut pemilihan presiden secara langsung (direct democracy), pembatasan kekuasaan presiden dan lain-lain. Dibidang hukum amandemen UUD 1945 menyangkut lahirnya lembaga Negara baru (Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial dan lain-lain). 3 Salah satu aspek penting dari amandemen UUD 1945 adalah lahirnya suatu gagasan tentang pentingnya lingkungan hidup (ecocracy) yang sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Hal ini kemudian dinormakan dalam UUD Secara jelas dalam Pasal 28 H ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Adanya ketentuan hak asasi bagi setiap orang sebagaimana dimaksud diatas mengharuskan negara untuk menjamin terpenuhinya hak tersebut. Disisi lain kita sebagai warga Negara mempunyai kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.disamping diatur dalam Pasal 28 H ayat 1, pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai juga diatur dalam ketentuan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 4 3 Kementrian Lingkungan Hidup, Nuansa Hijau Konstitusi Kita, 4 Ibid 2

3 Pengaturan lingkungan hidup yang pada awalnya dimuat dalam Undang-Undang kemudian diangkat dalam UUD merupakan suatu upaya serius yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin keberlangsungan fungsi lingkungan hidup agar dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Konsekuensi dari diaturnya lingkungan hidup ke dalam UUD 1945 adalah kebijakan, rencana dan/atau program yang dilaksanakan oleh pemerintah harus melihat aspek keberlanjutan lingkungan hidup.dengan demikian kebijakan, rencana dan/atau program yang tertuang dalam bentuk UU, Perpu, PP, Perda tidak boleh bertentangan dengan ketentuan konstitusional yang pro-lingkungan. 5 Roda perekonomian dalam mendukung pembangunan diharapkan tetap menjaga lingkungan hidup, sehingga proses pembangunan yang berkelanjutan diharapkan dapat berjalan dengan maksimal. Lebih dari 30 tahun, Indonesia telah menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai indikator keberhasilan. Dengan paradigma pembangunan yang dianut, pertumbuhan ekonomi, paling tidak sebelum terjadi krisis ekonomi, melaju dengan tingkat pertumbuhan hampir mencapai 8% per-tahun. 6 Namun demikian, sangat disayangkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi tersebut harus ditebus dengan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan yang hebat. Kerusakan lingkungan (atau faktor yang mempunyai potensi menimbulkan kerusakan lingkungan) tidak menurun bahkan cenderung meningkat. Hal ini terlihat pada beberapa sektor strategis di dalam pembangunan Indonesia seperti sektor kehutanan, pertanian dan perikanan maupun pertambangan. Hal ini sebagai akibat pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang cenderung mengarah pada pola pengelolaan yang berorientasi jangka pendek. 7 5 Ibid Kementrian Lingkungan Hidup, Dewan Pembangunan Nasional Berkelanjutan, 7 Ibid 3

4 Melihat pentingnya lingkungan hidup maka keberadaannya memang harus selalu dijaga. Namun dalam kenyataannya lingkungan hidup itu sendiri tidak selalu dijaga. Berbagai masalah berkaitan dengan pencemaran atau kerusakan lingkungan banyak terjadi dan pada akhirnya membawa kerugian bagi masyarakat banyak. Masalah kerusakan lingkungan hidup merupakan hal yang penting. Menurut penyebabnya perusakan lingkungan hidup dapat disebabkan oleh alam dan faktor manusia. 8 Pengertian manusia dalam hal ini adalah termasuk yang dilakukan melalui korporasi atau perusahaan. Perbuatan korporasi yang merusak lingkungan sudah pasti merupakan perbuatan melawan hukum. Kekuatan korporasi baik secara modal maupun jumlah sumber daya manusianya bersifat besar, sehingga tindakan perusakan lingkungan yang dilakukan oleh korporasi sudah pasti akan membawa dampak yang lebih besar daripada tindakan perusakan lingkungan yang dilakukan oleh orang secara pribadi. Pada awalnya korporasi atau badan hukum (rechtpersoon) adalah subjek yang hanya dikenal di dalam hukum perdata. Apa yang dinamakan badan hukum itu sebenarnya adalah ciptaan hukum, yaitu dengan menunjuk kepada adanya suatu badan yang diberi status sebagai subjek hukum, di samping subjek hukum yang berwujud manusia alamiah (natuurlijk persoon). Dengan berjalannya waktu, pesatnya pertumbuhan ekonomi dunia yang mengarah ke globalisasi dimana memberikan peluang yang besar akan tumbuhnya perusahaan-perusahaan transnasional, maka peran dari korporasi makin sering kita rasakan bahkan banyak mempengaruhi sektor-sektor kehidupan manusia. Dampak yang kita rasakan menurut sifatnya ada dua yaitu dampak positif 8 Lingkunganhidup.com, Kerusakan Lingkungan Karena Peristiwa Bencana Alam, 4

5 dan dampak negatif.untuk yang berdampak positif, semua sependapat bahwa dampak positif itu tidak menjadi masalah namun yang berdampak negatif inilah yang saat ini sering dirasakan. 9 Mengingat korporasi dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan maka korporasi harus dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban korporasi pada dasarnya dapat dilakukan secara administrasi, pidana maupun perdata, termasuk dalam kaitannya dengan lingkungan hidup. Pertanggungjawaban korporasi secara perdata dalam perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerusakan lingkungan merupakan suatu hal yang penting. Hal ini terlihat dari beberapa kasus yang terjadi. Salah satunya adalah kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh Lapindo Brantas Inc yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi masyarakat. Lapindo Brantas, Inc (Lapindo) bergerak di bidang usaha eksplorasi dan produksi migas di Indonesia yang beroperasi melalui skema Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di blok Brantas, Jawa Timur. Lapindo melakukan eksplorasi secara komersil di 2 Wilayah Kerja (WK) di darat dan 3 WK lepas pantai dan saat ini total luas WK Blok Brantas secara keseluruhan adalah 3.042km 2. Komposisi jumlah Penyertaan Saham (Participating Interest) perusahaan terdiri dari Lapindo Brantas Inc. (Bakrie Group) sebagai operator sebesar 50%, PT Prakarsa Brantas sebesar 32% dan Minarak Labuan Co. Ltd (MLC) sebesar 18%. Dari kepemilikan sebelumnya, walaupun perizinan usaha Lapindo terdaftar berdasarkan hukum negara bagian Delaware di Amerika Serikat, namun saat ini 100% sahamnya dimiliki oleh pengusaha nasional. 10 Dari berbagai kegiatan eksplorasi yang dilakukan, Lapindo telah menemukan cadangan-cadangan migas yang berpotensi sangat baik, antara lain di lapangan Wunut yang 9 Wikipedia, Pertanggungjawaban Korporasi, 10 Lapindo Brantas, Company Profile: Profil Kita, 5

6 terletak di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Lapangan Wunut dinyatakan komersial dan mulai berproduksi pada bulan Januari Kemudian disusul oleh lapangan Carat di Kabupaten Mojokerto juga yang telah dinyatakan komersial pada tahun 2006, lalu lapangan Tanggulangin yang mulai dinyatakan komersial pada bulan Juni Untuk memajukan usahanya, Lapindo didukung oleh 77 orang karyawan tetap dan kontrak, ditambah 142 orang dari kontrak pihak ketiga. 11 Seiring dengan upaya pemenuhan perbaikan kuantitas dan kualitas SDM, Lapindo telah menjalankan serangkaian program guna menunjang pelaksanaan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Berbasis Kompetensi secara konsisten. Sistem tersebut diterapkan sejalan dengan inisiatif Lapindo untuk memperbarui strategi-strategi SDM dan strategi pengembangan bisnis secara keseluruhan melalui meningkatkan kemampuan karyawan kami. Dalam rangka memantapkan dan menunjang semangat, etos, motivasi dan produktivitas kerja, perusahaan senantiasa mengupayakan peningkatan kesejahteraan pegawainya dengan memberlakukan kenaikan upah setiap tahunnya yang jatuh pada bulan April dengan menerapkan merit increase, berdasarkan hasil kinerja (performance rating) yang dihasilkan dari online performnace management system (PMS). Di samping itu, untuk menciptakan lingkungan kerja yang hormonis serta menjunjung tinggi kerja sama tim, perusahaan selalu mengedepankan kesetaraan kesempatan bagi seluruh karyawan perusahaan. 12 Jika diperhatikan visi misi dan tindakan internal yang dilakukan Lapindo memang cukup baik terutama terhadap karyawan. Namun sebagai sebuah korporasi, Lapindo juga terikat tanggung jawab terhadap seluruh pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan tersebut (stakeholder), termasuk atas pencemaran yang telah dilakukan. 11 Ibid 12 Ibid 6

7 Pada tanggal 29 Mei2006, lumpur panas menyembur dari rekahan tanah yang jaraknya kurang lebih 200 meter dari sumur Banjar Panji-1 milik PT. Lapindo Brantas di desa Renokenongo, kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo provinsi Jawa Timur, Indonesia. 13 Dimana kebocoran gas tersebut berupa semburan asap putih dari rekahan tanah, membumbung tinggi sekitar 10 meter. Semburan gas tersebut disertai keluarnya cairan lumpur dan meluber kelahan warga. Semburan lumpur panas di kabupaten Sidoarjo sampai saat ini belum juga bisa teratasi. Semburan yang akhirnya membentuk kubangan lumpur panas ini telah memporakporandakan sumber-sumber penghidupan warga setempat dan sekitarnya. Banyak pabrik yang terpaksa harus tutup, puluhan hektar sawah dan pemukiman penduduk tak bisa digunakan dan ditempati lagi, begitu pula dengan tambak-tambak bandeng, belum lagi jalan tol Surabaya- Gempol yang harus ditutup karena semua tergenang lumpur panas. Pelanggaran korporasi yang dilakukan dan mengakibatkan banjir Lumpur Lapindo masuk dalam ranah hukum administrasi, perdata dan pidana, yang mana merujuk pada kelalaian yang dilakukan oleh Perusaahan yang menyebabkan kerusakan pada lingkungan yang ada di Porong Sidoarjo. Kerusakan lingkungan akibat kelalalaian perusahaan yang tidak sengaja melakukan pengeboran di tempat yang tidak semestinya aman dilakukan akibat salah perhitungan, membawa dampak kerugian bagi para warga masyarakat Porong.Tindakan tersebut mengakibatkan tergenangnya harta benda mereka termasuk tanah dan tempat tinggalnya. Selain itu pemerintah juga menanggung kerugian dengan mengalokasikan dana dari APBN untuk menanggulangi bencana lumpur Lapindo tersebut.pertanggungjawaban korporasi dalam kasus bencana Lumpur Lapindo, berdasarkan rencana awal penyelidikan yang dilakukan oleh Polda Jawa Timur mengarah pada korporasi sebagai pembuat, maka Pengurus yang bertanggung jawab, sedangkan secara perdata telah diajukan gugatan oleh YLBHI kepada Pengadilan Negeri 13 Wikipedia, Lapindo Brantas Inc, 7

8 Jakarta Pusat. Selain itu organisasi Walhi juga telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Upaya hukum sudah dilakukan namun hingga saat ini pertanggungjawaban Lapindo secara perdata tidak pernah jelas. Lapindo tidak memberikan ganti rugi yang semestinya kepada pihak-pihak yang dirugikan. Pemerintahpun akhirnya menyatakan Lapindo dinyatakan tidak mampu membayar ganti rugi dan memberikan dana talangan Rp. 781 milyar. 14 Dengan alasan kemanusiaan dan mencoba menyelesaikan kasus yang telah berjalan berlarut-larut, pemerintah memang ingin segera menyelesaikan masalah ini melalui dana talangan. Hal ini tidak berarti Lapindo terbebas dari tanggung jawabnya. Tindakan yang dilakukan oleh Lapindo tentu mengandung unsur kesalahan dan membawa kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat. Sebagai korporasi Lapindo tetap harus bertanggungjawab atas tindakan yang telah dilakukan. Apalagi tindakan tersebut membawa kerugian masyarakat yang tidak sedikit. Kasus Lapindo merupakan salah satu contoh kasus yang menunjukkan bagaimana seharusnya korporasi harus bertanggung jawab secara perdata dalam kasus pencemaran atau perusakan lingkungan hidup. Kasus ini sudah menjadi perhatian berbagai pihak karena upaya penyelesaiannya yang tidak segera dilakukan. Disamping itu penderitaan yang dialami masyarakat yang terkena lumpur juga sudah berlangsung lama. Sudah saatnya masyarakat yang dirugikan kembali kehidupan yang semula. Untuk itu diperlukan pertanggungjawaban dari Lapindo sebagai korporasi. Berdasarkan hal-hal sebagaimana diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan penulisan tesis berkaitan dengan masalah tanggung jawab korporasi 14 Tribunnews, Lapindo Dinyatakan Tak Mampu Bayar Ganti Rugi, Pemerintah Talangi Rp. 781 Milyar, 8

9 yang berjudul Pertanggungjawaban Korporasi secara Perdata dalam Perbuatan Melawan Hukum yang Mengakibatkan Kerusakan Lingkungan oleh PT Lapindo Brantas. B. Perumusan Masalah Permasalahan penelitian dalam tesis ini berkaitan dengan pertanggungjawaban korporasi dalam hal terjadi kerusakan lingkungan. Berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban secara perdata yang dapat dikenakan kepada PT Lapindo Brantas dalam Melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang mengakibatkan kerusakan lingkungan? 2. Bagaimanakah batas tanggung jawab antara korporasi dan direksi selaku pengurus dalam suatu Perbuatan Melawan Hukum yang mengakibatkan kerusakan lingkungan? C. Tujuan dan Kegunaan/Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini tidak hanya sebagai salah satu syarat kelulusan dari program Magister Ilmu Hukum tetapi diharapkan juga: 1. Untuk mengetahui dan memahami secara mendalam bentuk pertanggungjawaban secara perdata yang dapat dikenakan kepada PT Lapindo Brantas dalam melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. 2. Untuk mengetahui dan memahami secara mendalam batas tanggung jawab antara korporasi dan direksi selaku pengurus dalam suatu perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. 9

10 2. Kegunaan/Manfaat Penelitian Kegunaan/manfaat penelitian ini pada dasarnya bersifat teoritis dan praktis, sebagai berikut: 1. Kegunaan/manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi kalangan akademisi dalam mengembangkan ilmu hukum, khususnya hukum korporasi dan lingkungan. 2. Kegunaan/manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang dapat disampaikan kepada lembaga-lembaga negara yang berwenang membentuk undang-undang, mengubah undang-undang atau memperbaharui undang-undang. Selain itu penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi masukan bagi para pengambil keputusan atau kalangan praktisi di bidang korporasi dan lingkungan hidup. D. Kerangka Teori Hukum pada dasarnya dapat dilihat dari berbagai segi. Salah satunya adalah memandang hukum sebagai kaidah dimana di dalamnya terdapat sanksi yang tegas. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa sanksi tidak lain merupakan reaksi, akibat atau konsekuensi pelanggaran kaidah sosial. 15 Achmad Ali menyatakan bahwa sanksi hukum pada dasarnya dibedakan atas: Sanksi privat 2. Sanksi publik 15 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta: PT Toko Gunung Agung Tbk, 2002), hlm Ibid 10

11 Sanksi privat seringkali disebut juga sanksi perdata. 17 Sanksi ini diterapkan pada semua pihak baik yang bersifat perorangan dan korporasi atau perusahaan. Korporasi adalah suatu badan hasil ciptaan hukum. Badan yang diciptakannya itu terdiri dari corpus, yaitu struktur fisiknya dan ke dalamnya hukum memasukkan unsur animus yang menurut badan itu mempunyai kepribadian. Oleh karenanya badan hukum itu merupakan ciptaan hukum maka kecuali penciptaannya, kematiannyapun juga ditentukan oleh hukum 18. Korporasi seringkali disebut sebagai perusahaan dan pada dasarnya dapat berupa badan hukum dan bukan badan hukum. Munir Fuady menyatakan secara hukum, tanggung jawab yang normal dari sebuah perusahaan dapat dibedakan sebagai berikut: Tanggung jawab hukum dari suatu perusahaan yang tidak berbentuk badan hukum. Manakala suatu perusahaan tidak berbentuk badan hukum, semisal perusahaan dalam bentuk firma, usaha dagang biasa (sole proprietorship), maka tidak ada harta yang terpisah yang merupakan harta perseroan tersebut. Yang ada hanyalah harta dari pemilik perusahaannya,karena itu, secara hukum, tanggung jawab hukumnya juga tidak terpisah antara tanggung jawab perseroan dengan tangung jawab pribadi pemilik perusahaan. Dengan demikian, jika suatu kegiatan yang dilakukan oleh atau atas nama perseroan (yang bukan badan hukum), dan terjadi kerugian bagi pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat meminta pemilik perusahaan untuk bertanggungjawab secara hukum, termasuk meminta agar harta benda pribadi dari pemiliknya tersebut disita dan dilelang. Hal ini sebagai konsekuensi dari ketentuan hukum yang menyatakan bahwa seluruh harta 17 Istilah sanksi privat tidak terlepas dari istilah hukum perdata. Istilah hukum perdata sering juga disebut hukum sipil atau hukum privat. 18 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: Alumni, 1986), hlm Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), hlm

12 benda seseorang menjadi tanggungan bagi hutang-hutangnya. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Tanggung jawab hukum dari suatu perusahaan yang berbentuk badan hukum. Bagi perseroan yang berbentuk badan hukum seperti perseroan terbatas, koperasi, dan lain-lain, maka secara hukum pada prinsipnya harta bendanya terpisah dari harta benda pendirinya/pemiliknya. Oleh karena itu, tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik perusahaan yang berbentuk badan hukum tersebut. Jadi, misalnya suatu perseroan terbatas melakukan suatu perbuatan dengan pihak lain, yang bertanggung jawab adalah perseroan tersebut dan tanggung jawabnya sebatas harta benda yang dimiliki oleh perseroan tersebut. Harta benda pribadi pemilik perseroan/pemegang sahamnya tidak dapat disita atau digugat untuk dibebankan tanggung jawab perseroan tersebut. Ini adalah prinsip yang berlaku umum dalam keadaan normal. Suatu korporasi dianggap sebagai orang dan pada dasarnya dapat melakukan berbagai kegiatan. Dengan demikian dapat pula dimintakan pertanggungjawabannya atas perbuatannya itu termasuk dalam hal ini adalah perbuatan yang melawan hukum. Istilah Perbuatan Melawan Hukum diberikan oleh para ahli. Salah satunya adalah Keeton yang mengartikan perbuatan melawan hukum adalah suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku berbahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat. 20 Pengaturan Perbuatan Melawan Hukum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata disebutkan bahwa setiap perbuatan 2005), hlm 3 20 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 12

13 yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian itu. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum dalam hal ini bukan merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam hukum pidana (delik pidana). Pengertian Perbuatan Melawan Hukum dalam hal ini juga merupakan suatu tindakan perdata yang bukan merupakan wanprestasi terhadap pelaksanaan perjanjian. Perbuatan Melanggar Hukum dalam hal ini perbuatan yang melanggar ketentuan hukum termasuk dalam hal ini adalah lingkungan hidup. Perbuatan Melawan Hukum dalam kasus lingkungan hidup berkaitan dengan tindakan perusakan lingkungan yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi termasuk dalam hal ini adalah badan hukum. Sebenarnya banyak upaya hukum dapat dilakukan bagi para pelaku pencemaran atau perusakan lingkungan karena penyelesaian sengketa dalam bidang lingkungan hidup pada dasarnya dapat dilakukan secara hukum administrasi, pidana maupun perdata. Penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan tanpa melalui proses ke pengadilan. Penyelesaian sengketa lingkungan melalui instrumen hukum perdata menurut Mas Ahmad Santosa untuk menentukan seseorang atau badan hukum bertanggung jawab terhadap kerugian yang diakibatkan oleh pencemaran atau perusakan lingkungan, penggugat dituntut membuktikan adanya pencemaran, serta kaitan antara pencemaran dan kerugian yang diderita. 21 Memahami masalah pertanggungjawaban dalam gugatan perdata tidak terlepas dari pemahaman teori-teori yang dikenal dalam ilmu hukum. Pertanggungjawaban dalam gugatan perdata pada dasarnya berkaitan dengan teori-teori pertanggungjawaban sebagai berikut: Market Share Liability 21 Supriadi, Hukum Lingkungan Indonesia Sebuah Pengantar, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm Ibid, hlm

14 Teori ini pada intinya dimaksudkan untuk mengatasi persoalan dimana penggugat menderita kerugian akibat pencemaran oleh sejumlah industri (banyak). Dalam menerapkan teori ini, penggugat diharuskan menghadirkan sejumlah industri sebagai pihak yang diduga sebagai contributor substansial(substansial share) zat-zat pencemar. Beban pembuktian (burden of proof) menurut teori ini berpindah pada tergugat untuk membuktikan bahwa tergugat tidak melepaskan zat-zat pencemar seperti yang dituduhkan ke dalam lingkungan penerima (misalnya sungai atau danau). Apabila tergugat gagal membuktikan, tergugat bertanggungjawab atas presentase tertentu dari kerugian penggugat berdasarkan jumlah kontribusi zat-zat kimia ke dalam lingkungan penerima (market share) Risk Contribution Tujuan dari pengembangan teori ini tidak berbeda dengan maksud dan tujuan dari perkembangan teori market share liability, yaitu mengatasi permasalahan dimana penggugat mengalami kerugian yang disebabkan pencemaran, akan tetapi tidak dapat diidentifikasi secara pasti penyebab kerugian tersebut. Penggugat hanya berhasil melakukan identifikasi zat-zat pencemaran serta kadar yang dikondisikan penggugat melalui air (minuman) dan makanan Concert of Action Teori ini muncul dan berkembang sebagai jawaban terhadap kemungkinan terlibatnya pihakpihak lain yang membantu dan bekerja sama dengan pencemaran sehingga perbuatan pencemaran dapat terlaksana dengan sempurna Alternative Liability 23 Ibid, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm

15 Teori ini muncul dilandasi suatu prinsip bahwa sangatlah tidak adil apabila tergugat mesti dibebaskan hanya karena penggugat tidak dapat membuktikan secara pasti satu dari sekian banyak pihak yang bertanggungung jawab atas perbuatan yang minimbulkan kerugian bagi orang lain Enterprise Liability Teori pertanggungjawab ini sesungguhnya merupakan perluasan pengertian dari teori market share liability. Teori ini diterapkan dalam situasi ketika penggugat tidak dapat secara spesifik menunjuk pelaku pencemaran dari sekian banyak perusahaan yang potensial menjadi penyebab yang ternyata telah mengikuti atau mematuhi standar dan petunjuk yang ditentukan. 27 E. Kerangka Konseptual Untuk menghindari kesalahan pemahaman atau makna dari batasan yang digunakan dalam penelitian ini, maka kerangka konseptual yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Pertanggungjawaban berasal dari kata tanggung jawab yang berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). 28 b. Perdata atau hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain di dalam masyarakat yang menitikberatkan pada kepentingan perseorangan (pribadi) Ibid, hlm Ibid, hlm WJS Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 2000), hlm 2 15

16 c. Korporasi adalah suatu badan hasil ciptaan hukum. Badan yang diciptakannya itu terdiri dari corpus, yaitu struktur fisiknya dan ke dalamnya hukum memasukkan unsur animus yang menurut badan itu mempunyai kepribadian. Oleh karenanya badan hukum itu merupakan ciptaan hukum maka kecuali penciptaannya, kematiannyapun juga ditentukan oleh hukum. 30 d. Perbuatan Melawan Hukum adalah setiap perbuatan yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian itu. 31 e. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. 32 f. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. 33 g. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. 34 h. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup Satjipto Rahardjo,op.cit, hlm Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 32 Pasal 1 angka 1 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 33 Pasal 1 angka 16 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 34 Pasal 1 angka 16 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 35 Pasal 1 angka 17 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 16

17 F. Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terdiri dari 5 (lima) bab yang masing-masing diuraikan lagi menjadi sub bab sebagai berikut. BAB I PENDAHULUAN Bagian ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat dilakukannya penelitian. Selanjutnya diuraikan kerangka teori dan kerangka konseptual. Dalam kerangka teori diuraikan untuk menggambarkan kerangka teori-teori, asas-asas dan ketentuan-ketentuan, sedangkan dalam kerangka konseptual merupakan arti dari definisi-definisi yang berkaitan dengan istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk mempermudah pembahasan, pada bagian akhir Bab ini diuraikan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TANGGUNG JAWAB KORPORASI, PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP Bagian ini menguraikan mengenai pengertian, teori-teori dan pengaturan hukum atau dasar hukum tentang tanggung jawab perseroan, perbuatan melawan hukum dan kerusakan lingkungan. Dalam tanggung jawab perseroan akan dibahas juga tentang tanggung jawab direksi dalam hal perseroan melakukan perbuatan melawan hukum. BAB III METODE PENELITIAN 17

18 Bagian ini menguraikan mengenai tipe penelitian yang digunakan pada penelitian ini. Selanjutnya diuraikan mengenai pendekatan penelitian sebagai penelitian yuridis normatif yang mengutamakan pembahasan data-data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Lebih lanjut diuraikan mengenai pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini termasuk analisis dan pemaparan yang digunakan dalam penelitian dan penulisan tesis ini. BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI SECARA PERDATA DALAM PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG MENGAKIBATKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN OLEH PT LAPINDO BRANTAS Bab ini berisi analisa dari permasalahan yaitu bentuk pertanggungjawaban secara perdata yang dapat dikenakan kepada PT Lapindo Brantas dalam melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan batas tanggung jawab antara korporasi dan direksi selaku pengurus dalam suatu Perbuatan Melawan Hukum yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dalam analisis ini juga dikaitkan dengan hasil putusan pengadilan yang berkaitan dengan gugatan kasus lumpur Lapindo oleh organisasi-organisasi seperti WALHI dan YBLHI baik ke pengadilan negeri maupun Mahkamah Konstitusi. BAB V PENUTUP Bagian ini merupakan bab terakhir atau penutup dari penulisan tesis ini. Bab ini terdiri dari kesimpulan-kesimpulan dan saran. Kesimpulan-kesimpulan dihasilkan dari analisis terhadap permasalahan yang dibahas atau diteliti. Saran ditujukan kepada pihak-pihak yang relevan atau terkait dengan penelitian yang dilakukan. 18

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Undang-undang Dasar Negara Tahun 1945 yang tercantum dalam batang tubuh Pasal 33 ayat (3) sebagai dasar konstitusional negara kita telah mengamanatkan, bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero (selanjutnya disebut BUMN Persero) sering terjadi. Perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh

Lebih terperinci

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PEMILIK BENDA JAMINAN A. Tanggung Jawab Pengurus Koperasi atas Pengalihan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN 392 LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 393 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN I. PARA PEMOHON Mohamad Yusuf Hasibuan dan Reiza Aribowo, selanjutnya disebut Pemohon II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.217, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Panas Bumi. {enyelenggaraan. Pemanfaatan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5585) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan Pasal 1 angka 1 UUPT, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun I. PEMOHON Harris Simanjuntak II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA p PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA A. Penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam Perseroan Terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Panas Bumi merupakan sumber daya alam terbarukan

Lebih terperinci

PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN. Oleh : Nopyandri 1. Abstrak

PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN. Oleh : Nopyandri 1. Abstrak PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN Oleh : Nopyandri 1 Abstrak Dalam hukum administrasi negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Pidana Islam tentang Kejahatan Korporasi Sebagaimana Diatur

BAB IV. A. Analisis Hukum Pidana Islam tentang Kejahatan Korporasi Sebagaimana Diatur 80 BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DENGAN PENERAPAN PRINSIP STRICT LIABILITY DALAM KASUS KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP A. Analisis Hukum Pidana Islam tentang Kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh masyarakat khususnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh masyarakat khususnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan lingkungan di Indonesia saat ini sangat penting diperhatikan oleh seluruh masyarakat khususnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di kalangan pebisnis atau pelaku usaha. Kebutuhan akan barang modal

BAB I PENDAHULUAN. terutama di kalangan pebisnis atau pelaku usaha. Kebutuhan akan barang modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Sewa guna usaha sudah sering terdengar di masyarakat umum terutama di kalangan pebisnis atau pelaku usaha. Kebutuhan akan barang modal sebagai sarana utama penunjang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Panas Bumi merupakan sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 20, 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah penting bagi perusahaan yang akan melakukan ekspansi untuk membesarkan bisnisnya. Ada perusahaan yang

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI Disampaikan dalam kegiatan Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2) Hotel Yasmin - Karawaci Tangerang 25 27 April 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara hukum, dimana menurut Logemann Negara merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya yang mengatur serta menyelenggarakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-Undang No. 40

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Perkembangan asuransi di Indonesia tentunya tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dan teknologi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIV/2016 Frasa dapat merugikan keuangan negara dan Frasa atau orang lain atau suatu korporasi Sebagai Ketentuan Menjatuhkan Hukuman Pidana Bagi Tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ekonomi terutama dalam sektor perdagangan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ekonomi terutama dalam sektor perdagangan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ekonomi terutama dalam sektor perdagangan sangat mempengaruhi kegiatan bisnis di dunia, tidak terkecuali Indonesia sebagai negara yang ingin mencapai tujuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm Page 1 of 16 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Negara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Negara RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Negara I. PEMOHON 1. Pimpinan Pusat Muhammadiyah, diwakili oleh Prof. Dr. H. M Din Syamsuddin, MA dalam kedudukannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum yang berbeda dengan negara sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang hidup bagi manusia dan makluk hidup lainnya demi kelangsungan dan

BAB I PENDAHULUAN. penunjang hidup bagi manusia dan makluk hidup lainnya demi kelangsungan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup merupakan Anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber penunjang hidup bagi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern ini, persaingan ekonomi di dunia sangatlah ketat. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkembang pesatnya makro dan mikro seiring dengan pertumbuhan unit-unit

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termuat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945).

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. eksplorasi gas di Porong Sidoarjo oleh PT. Lapindo Brantas Inc., mulai dari

BAB V PENUTUP. eksplorasi gas di Porong Sidoarjo oleh PT. Lapindo Brantas Inc., mulai dari BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Bahasan-bahasan dalam Tesis ini memberikan gambaran mengenai eksplorasi gas di Porong Sidoarjo oleh PT. Lapindo Brantas Inc., mulai dari kronologis, penyebab, dampak kerusakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. hukum dagang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan secara tegas bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Maka

Lebih terperinci

BENCANA LINGKUNGAN PASCA TAMBANG

BENCANA LINGKUNGAN PASCA TAMBANG BENCANA LINGKUNGAN PASCA TAMBANG (ANALISIS KASUS EKS LUBANG TAMBANG BATUBARA KALIMANTAN TIMUR) Luluk Nurul Jannah, SH., MH (Staf Sub Bidang Tindak Lanjut P3E Kalimantan) Era desentralisasi membuka peluang

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/68; TLN NO.3699 Tentang: PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan I. PEMOHON E. Fernando M. Manullang. II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian formil dan pengujian materil

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN Hukum merupakan sebuah instrumen yang dibentuk oleh pemerintah yang berwenang, yang berisikan aturan, larangan, dan sanksi yang bertujuan untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Judul "Permukiman Tumbuh di atas Lahan Bencana Lumpur Lapindo Dengan Prinsip Metabolisme"

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Judul Permukiman Tumbuh di atas Lahan Bencana Lumpur Lapindo Dengan Prinsip Metabolisme BAB I PENDAHULUAN I.1 Judul "Permukiman Tumbuh di atas Lahan Bencana Lumpur Lapindo Dengan Prinsip Metabolisme" I.2 Esensi Judul I.2.1 Permukiman Pengertian dasar permukiman dalam UU No.1 tahun 2011 adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dengan baik agar dapat menjadi sumber penghidupan bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dengan baik agar dapat menjadi sumber penghidupan bagi manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak ternilai harganya, sehingga harus senantiasa dijaga, dikelola, dan dikembangkan dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia 120 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari seluruh penjelasan dan uraian yang diberikan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

KORBAN SEMBURAN LUMPUR PANAS DI SIDOARJO: KEPADA SIAPA MEREKA MENUNTUT GANTI RUGI. Oleh: Sudiyono, SH., M.Hum *

KORBAN SEMBURAN LUMPUR PANAS DI SIDOARJO: KEPADA SIAPA MEREKA MENUNTUT GANTI RUGI. Oleh: Sudiyono, SH., M.Hum * KORBAN SEMBURAN LUMPUR PANAS DI SIDOARJO: KEPADA SIAPA MEREKA MENUNTUT GANTI RUGI Oleh: Sudiyono, SH., M.Hum * Abstrak Tulisan ini merupakan bedah disertasi yang ditulis oleh Abdul Rokhim dengan judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir lumpur panas Sidoarjo, dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo atau

BAB I PENDAHULUAN. Banjir lumpur panas Sidoarjo, dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir lumpur panas Sidoarjo, dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH 30 Juni 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa pengaturan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otomatis terkait dengan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. otomatis terkait dengan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha untuk mendapatkan derajat kesehatan pada masyarakat yang tinggi dewasa ini diupayakan oleh pemerintah maupun swasta. Salah satu langkah yang ditempuh adalah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa

BAB I PENGANTAR. ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertambangan 1 merupakan industri yang dapat memberikan manfaat ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa mineral 2 dan batubara 3 mampu memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat ketat, hal itu juga berdampak pada perubahan tingkat kesadaran masyarakat mengenai perkembangan

Lebih terperinci

RINGKASAN. vii. Ringkasan

RINGKASAN. vii. Ringkasan RINGKASAN Politik hukum pengelolaan lingkungan menunjukkan arah kebijakan hukum tentang pengelolaan lingkungan yang akan dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum, merupakan badan usaha yang banyak dipilih oleh masyarakat dalam menjalankan kegiatan usaha. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

eksplorasi sebesar US$ 3,84 miliar, administrasi US$ 1,6 miliar, pengembangan US$

eksplorasi sebesar US$ 3,84 miliar, administrasi US$ 1,6 miliar, pengembangan US$ 2 eksplorasi sebesar US$ 3,84 miliar, administrasi US$ 1,6 miliar, pengembangan US$ 5,3 miliar, dan produksi sebanyak US$ 14,9 miliar. Investasi di sektor hulu migas menunjukkan tren meningkat beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat (memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi), sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat (memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi), sedangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran korporasi dalam era globalisasi dan perekonomian bebas dewasa ini dapat diibaratkan seperti pedang bermata dua. Disatu sisi dapat bermanfaat

Lebih terperinci