16 Media SainS, Volume 4 Nomor 1, April 2012 ISSN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "16 Media SainS, Volume 4 Nomor 1, April 2012 ISSN 2085-3548"

Transkripsi

1 16 PENGARUH BESAR ARUS TEMPER BEAD WELDING TERHADAP KETANGGUHAN HASIL LAS SMAW PADA BAJA ST37 (Effect Large Current of Temper Bead Welding Against Toughness of SMAW Welding Results ST37 Steel) Ahmadil Amin Jurusan Teknik Mesin Politeknik Kotabaru Jl. Raya Stagen Km. 9,5 Kotabaru. Kalsel ahmadilamin@yahoo.co.id ABSTRACT The purpose of this study was to determine the effect of temper bead welding current to the toughness of steel ST37 SMAW welds. Independent variables used are large currents of temper bead welding (70/70: 70/80: 80/70) Ampere, while the dependent variable is the HAZ and weld metal toughness. The results showed that the HAZ toughness high of joule and of impact strength HAZ high of J/mm 2. Both are obtained through a big temper bead welding with 70/70 ampere currents. The highest toughness of the weld metal is joule, occurs at temper bead welding with a large current 70/70 ampere and the highest impact strength of weld metal is J/mm 2 occur on a large temper bead welding with current 70/70 and 80/70 amperage ampere. Toughness and impact strength are influenced by changes in the microstructure formed in the weld. Temper bead welding with a large current 70/70 ampere allows the formation of a more homogeneous structure in the HAZ. While in the weld metal allows the formation of columnar structure and the structure of the affected re-heating (reheat). Columnar structure showed that the structure is dominated by accicular ferrite () and a bit of Widmanstatten structure () and grain boundary ferrite (). Keywords: Large current, Temper Bead Welding, Toughness, SMAW, ST37. PENDAHULUAN Panas yang terjadi pada proses pengelasan sangat mempengaruhi distribusi suhu, tegangan sisa (residual stress), dan distorsi. Selain itu panas juga mempengaruhi transformasi fasa yang selanjutnya berpengaruh pada struktur mikro dan sifat-sifat fisik dan mekanik las (Suharno ). Selanjutnya menurut Suharno (2008) jika masukan panas besar maka laju pendinginan proses pengelasan menjadi lambat, akibatnya struktur yang terbentuk didominasi oleh ferit batas butir yang bersifat lunak. Sedangkan pada kecepatan pendinginan yang tinggi, struktur akhir yang terjadi mengarah pada pembentukan martensit, sehingga jika ini terjadi jelas bahwa hasil pengelasan menjadi lebih keras dan getas. Struktur logam pada HAZ berubah secara berangsur dari struktur logam induk ke struktur logam las. Pada daerah HAZ yang dekat dengan garis lebur, kristal tumbuh dengan cepat dan membentuk butir-butir kasar, dimana daerah tersebut dinamakan batas las. Batas las adalah daerah yang butir-butirnya sangat kasar, sehingga logam menjadi sangat getas. Keadaan ini disebut penggetasan batas las. Umumnya penggetasan batas las dapat diturunkan dengan memperbaiki struktur daerah batas las (Wiryosumarto, H. dan Okumura, T. 1994). Berbagai metode untuk memperbaiki struktur daerah batas las telah dilakukan para peneliti terdahulu (Anang Setiawan dkk. 2006, Arianto Leman S. dkk. 2004, Suharno. 2008, Cleiton C. Silva et all 2009), yang pada prinsipnya metode untuk memperbaiki struktur daerah batas las adalah dengan pembatasan masukan panas. Metode lain dilakukan oleh peneliti (Abdulkareem S. Aloraiera, et all) yaitu dengan cara pemanasan kembali melalui panas las. Melalui temper bead welding sebenarnya secara tidak langsung telah dilakukan usaha penurunan penggetasan. Dalam hal ini lapisan las yang ada di bawah dipanaskan oleh lapisan diatasnya sehingga dicapai temperatur di atas titik transformasi Ac 3 yang menyebabkan terbentuknya butir-butir kristal yang halus. Hasil penelitian menunjukkan

2 17 bahwa ada perbaikan yang signifikan pada mikrostruktur, ukuran HAZ dan pengurangan kekerasan sebagai akibat dari lapisan tumpang tindih temper bead. Dengan melakukan pemanasan kembali melalui panas las diharapkan terjadi perbaikan struktur yang menyebabkan terbentuknya butirbutir kristal yang halus dan dapat menurunkan penggetasan batas las. Dalam penelitian ini akan mengembangkan teknik pembatasan masukan panas melalui temper bead welding dengan variasi besar arus yaitu : P1= 70/70 Amper; P2= 70/80 Amper; P3= 80/70 Amper. Metode usulan diharapkan dapat mengurangi penggetasan batas las yang terjadi pada pengelasan SMAW yang dapat menyebabkan timbulnya cacat pengelasan, sehingga akan diperoleh sambungan las yang memiliki ketangguhan yang optimum. Bagaimana pengaruh besar arus temper bead welding terhadap ketangguhan hasil las SMAW menjadi suatu hal yang sangat menarik untuk dipelajari. METODE PENELITIAN Variabel bebas yang digunakan adalah besar arus temper bead welding, sedangkan variabel terikat yang diamati adalah ketangguhan dan kekuatan impak hasil las. Kondisi pengelasan yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada gambar 1. HAZ HAZ Logam induk Lapisan 1 Lapisan 2 Gambar 1. Ilustrasi kondisi pengelasan Parameter pengelasan untuk proses pelapisan pada bagian permukaan kampuh las dapat dilihat pada tabel 1. Setiap dua potongan plat kemudian disambung dengan melakukan track weld pada kedua ujung bakal kampuh, selanjutnya dilakukan proses pelapisan. Parameter pengelasan untuk pengisian kampuh las dilakukan menurut parameter pengelasan pada tabel 2. Tabel 1. Parameter pengelasan untuk proses pelapisan Kode perlakuan P1 P2 P3 Lapisan Arus Listrik (Amper) Diameter Elektroda Tabel 2. Parameter pengelasan pengisian kampuh las Parameter Pengelasan Pengisian Kampuh Arus listrik (Amper) 90 Potensial listrik (Volt) 18 Diameter Elektroda (mm) 3,2 Polaritas DCEP

3 18 Bahan penelitian adalah baja karbon rendah (ST 37) dengan ukuran panjang 100 mm, lebar 45 mm dan tebal 10 mm. Komposisi kimia bahan penelitian dapat dilihat pada tabel 3. Bentuk kampuh las V tunggal dengan sudut Selanjutnya dilakukan pengelasan berlapis pada bagian permukaan kampuh las menurut perlakuan yang telah ditentukan. Pengelasan dilakukan di Universitas Brawijaya Malang menggunakan las busur listrik jenis SMAW dengan variasi besar arus antar lapisan yaitu : P1= 70/70 Amper ; P2=70/80 Amper, P3=80/70 Amper. Elektroda yang digunakan adalah E Tabel 3. Komposisi kimia baja ST37 (Wiryosumarto, H, 1994) Unsur C Si Mn P S Komposisi (% berat) Untuk mengetahui pengaruh besar arus pada temper bead welding terhadap ketangguhan dilakukan melalui uji impak pada hasil lasan. Uji impak dilaksanakan di Lab ilmu logam Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, spesimen menurut standar ASTM E seperti pada gambar 2. Dari pengujian impak Charpy dapat diperoleh nilai : Kekuatan Impak = Tenaga. patah Joule (1) Luas. penampang. patah 2 mm G x R = Tenaga. patah (2) cos cos Gambar 2. Spesimen uji impak standar ASTM E23-96 Hasil pengujian impak Charpy diperkuat dengan foto mikro yang dilaksanakan di lab Pengujian bahan Universitas Brawijaya Malang. Analisis data dilakukan melalui analisis struktur mikro (metallografi) yang dilaksanakan di Lab ilmu bahan Universitas Brawijaya Malang. Melalui analisa struktur mikro daerah las dapat diketahui pengaruh besar arus temper bead welding terhadap ketangguhan hasil las SMAW. HASIL DAN PEMBAHASAN Daerah HAZ Data ketangguhan dan kekuatan impak HAZ dapat dilihat pada gambar 3 dan gambar 4. Pada gambar 3 dapat dilihat perbandingan harga ketangguhan pada masing-masing perlakuan. Sebagai pembanding terdapat pula data harga ketangguhan spesimen tanpa perlakuan (TP). Spesimen yang memberikan harga ketangguhan HAZ paling tinggi terjadi pada perlakuan P1H (perlakuan dengan perbandingan besar arus antara lapisan 70/70 Amper) yaitu 57,367 joule. Spesimen dengan perlakuan P2H ( perlakuan dengan perbandingan besar arus antara lapisan 70/80 Amper) memberikan harga ketangguhan yang lebih rendah yaitu 56,949 joule. Untuk spesimen yang memberikan harga ketangguhan paling rendah terjadi pada perlakuan P3H ( perlakuan dengan perbandingan besar arus antara lapisan 80/70 Amper) yaitu 53,571 joule. Spesimen tanpa perlakuan memberikan harga ketangguhan sedikit dibawah harga ketangguhan spesimen dengan perlakuan P2H yaitu 56,904 joule. Fenomena diatas memperlihatkan terjadi peningkatan harga ketangguhan yang paling baik pada spesimen dengan perlakuan P1H.

4 19 Gambar 3. Perbandingan harga ketangguhan pada HAZ Jika dibandingkan dengan harga ketangguhan spesimen tanpa perlakuan (TP) terjadi peningkatan harga ketangguhan sebesar 0,463 Joule. Penurunan harga ketangguhan paling besar terjadi pada spesimen dengan perlakuan P3H, jika dibandingkan dengan harga ketangguhan spesimen tanpa perlakuan (TP) terjadi penurunan harga ketangguhan sebesar 3,333 Joule. Gambar 4. Perbandingan harga kekuatan impak pada HAZ Pada gambar 4 dapat dilihat perbandingan kekuatan impak untuk spesimen dengan perlakuan P1H, P2H dan P3H. Sebagai pembanding digunakan data spesimen tanpa perlakuan (TP). Spesimen yang memberikan kekuatan impak HAZ paling tinggi terjadi pada perlakuan P1H yaitu 0,716 joule/mm 2, sedangkan spesimen yang memberikan kekuatan impak paling rendah terjadi pada perlakuan P3H yaitu 0,699 joule/mm 2. Untuk spesimen dengan perlakuan P2H memberikan kekuatan impak yang sama dengan spesimen tanpa perlakuan (TP) yaitu 0,711 joule/mm 2. Fenomena di atas memperlihatkan terjadi peningkatan kekuatan impak pada spesimen dengan perlakuan P1H. Jika dibandingkan dengan kekuatan impak spesimen tanpa perlakuan (TP) terjadi peningkatan kekuatan impak sebesar 0,005 joule/mm 2. Penurunan kekuatan impak terjadi pada spesimen dengan perlakuan P3H, jika dibandingkan dengan kekuatan impak spesimen tanpa perlakuan (TP) terjadi penurunan kekuatan impak sebesar 0,012 joule/mm 2. Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa spesimen dengan perlakuan P1H (besar arus antar lapisan 70/70 Amper) dapat memberikan peningkatan ketangguhan dan kekuatan impak dari pada spesimen tanpa perlakuan yang dijadikan sebagai pembanding. Melalui temper bead welding secara tidak langsung telah dilakukan usaha penurunan penggetasan melalui perbaikan struktur mikro yang terjadi dengan cara pemanasan kembali menggunakan panas las. Dalam hal ini lapisan las yang ada di bawah dipanaskan oleh lapisan diatasnya sehingga dicapai temperatur di atas titik transformasi Ac 3 yang menyebabkan terbentuknya butir-butir kristal yang halus. Dilihat dari besarnya masukan panas pengelasan, perlakuan P1H memberikan masukan

5 20 panas yang paling kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perubahan ketangguhan dan kekuatan impak diatas terjadi akibat dari perubahan struktur mikro yang terjadi pada HAZ. Menurut Kou (1999), struktur mikro pada logam las yang terbentuk pada saat transformasi fasa dari austenit ke ferit dipengaruhi oleh banyak faktor seperti komposisi kimia logam pengisi (filler) dan logam induk, inklusi, masukan panas, dan laju pendinginan. Menurut Suharno (2008), jika masukan panas besar maka laju pendinginan proses pengelasan menjadi lambat, akibatnya struktur yang terbentuk didominasi oleh ferit batas butir yang bersifat lunak. Semakin tinggi masukan panas, maka jumlah layer yang ditunjukkan oleh jumlah siklus termal selama proses pengelasan semakin sedikit. Artinya masukan panas yang rendah menghasilkan temperatur puncak yang rendah dengan jumlah layer yang banyak. Jumlah siklus termal yang banyak dengan temperatur puncak las yang rendah memungkinkan HAZ pada benda kerja mengalami pemanasan berulang yang lebih banyak juga, dengan temperatur pemanasan yang lebih rendah. Pemanasan yang berulang-ulang dengan temperatur rendah pada HAZ memungkinkan terbentuk struktur yang lebih homogen. Hal ini dapat dilihat pada hasil foto mikrostruktur spesimen pada daerah HAZ. Perbandingan struktur mikro spesimen dengan perlakuan P1H, P2H, P3H, dan TP dapat dilihat pada gambar 5. Foto mikrostruktur spesimen pada gambar 5 memperlihatkan mikrostruktur daerah HAZ yang mengalami pengkasaran butiran. Pada spesimen dengan perlakuan P3H terlihat memiliki butiran paling kasar diantara perlakuan lainnya. spesimen dengan perlakuan P2H dan TP terlihat memiliki besar butir yang sama dan lebih besar dari butiran yang terdapat pada spesimen dengan perlakuan P1H. spesimen dengan perlakuan P1H terlihat memiliki butiran yang lebih homogen dari pada spesimen dengan perlakuan P2H dan TP. Kondisi ini dapat menjelaskan mengapa spesimen pada daerah HAZ dengan perlakuan P1H memiliki ketangguhan dan kekuatan impak yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya serta pembanding yang ada. a) P1H (b) P2H (c) P3H (d) TP Gambar 5. Foto mikrostruktur daerah HAZ

6 Daerah logam las Gambar 6. Perbandingan ketangguhan logam las Pada gambar 6 dapat dilihat grafik perbandingan ketangguhan pada logam las. Terlihat peningkatan ketangguhan spesimen pada semua perlakuan dibandingkan spesimen tanpa perlakuan. Spesimen yang memberikan ketangguhan logam las tertinggi terjadi pada perlakuan P1 yaitu sebesar 57,593 joule. Spesimen dengan perlakuan P3 memberikan ketangguhan sedikit lebih rendah yaitu 57,472 joule. Spesimen yang memberikan ketangguhan terendah terjadi pada perlakuan P2 yaitu 57,374 joule. Spesimen tanpa perlakuan memberikan ketangguhan yang lebih rendah dibandingkan dengan ketangguhan spesimen pada semua perlakuan. Spesimen tanpa perlakuan (TP) hanya memberikan ketangguhan sebesar 57,072 joule. Gambar 7. Perbandingan kekuatan impak logam las Pada gambar 7 dapat dilihat perbandingan kekuatan impak logam las untuk spesimen dengan perlakuan P1, P2 dan P3. Sebagai pembanding digunakan data spesimen tanpa perlakuan (TP). Pada logam las terlihat peningkatan kekuatan impak spesimen pada semua perlakuan dibandingkan spesimen tanpa perlakuan. Spesimen yang memberikan kekuatan impak logam las paling tinggi terjadi pada perlakuan P1 dan P3 yaitu sama-sama 0,718 joule/mm 2, sedangkan spesimen yang memberikan kekuatan impak paling rendah terjadi pada perlakuan P2 yaitu 0,717 joule/mm 2. Untuk spesimen tanpa perlakuan (TP) memberikan kekuatan impak yang lebih rendah dibandingkan dengan kekuatan impak spesimen pada semua perlakuan. spesimen tanpa perlakuan (TP) hanya memberikan kekuatan impak sebesar 0,713 joule/mm 2. Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa spesimen dengan perlakuan P1 (besar arus antar lapisan 70/70 Amper) memberikan peningkatan ketangguhan dan kekuatan impak dibandingkan spesimen tanpa perlakuan (TP) yang dijadikan sebagai pembanding. Melalui temper bead

7 22 welding secara tidak langsung telah dilakukan usaha penurunan penggetasan melalui perbaikan struktur mikro yang terjadi dengan cara pemanasan kembali menggunakan panas las. Dalam hal ini lapisan las yang ada di bawah dipanaskan oleh lapisan diatasnya sehingga dicapai temperatur di atas titik transformasi Ac 3 yang menyebabkan terbentuknya butir-butir kristal yang halus. Perubahan ketangguhan dan kekuatan impak diatas berkorelasi dengan perubahan struktur mikro yang terjadi pada logam las. Pemanasan yang berulang-ulang pada logam las memungkinkan terbentuknya struktur columnar dan struktur yang terkena pemanasan kembali (reheat). Perbandingan mikrostruktur pada untuk spesimen dengan perlakuan P1, P2, P3, dan TP dapat dilihat pada gambar 8, terlihat adanya struktur columnar pada logam las. Spesimen dengan perlakuan P1 memperlihatkan struktur yang didominasi oleh accicular ferrite () dan sedikit struktur Widmanstatten () dan Grain boundary ferrite (). Sebaliknya pada spesimen dengan perlakuan P3, struktur yang terbentuk didominasi oleh Grain boundary Ferrite () serta Ferrite Widmanstatten () dan sedikit Accicular Ferrite (). Menurut suharno (2008) cepat lambatnya laju pendinginan turut menentukan prosentasi terbentuknya accicular ferrite, yang mana pada laju pendinginan lebih lambat akan terbentuk accicular ferrite yang lebih banyak. Accicular ferrite ini merupakan struktur yang diharapkan dari setiap proses pengelasan karena memiliki properties yang lebih tangguh dan berfungsi a) Besar arus antar lapisan 70/70 A (P1) (b) Besar arus antar lapisan 70/80 A (P2) (c) Besar arus antar lapisan 80/70 A (P3) d) tanpa perlakuan Gambar 8. Foto Mikrostruktur logam las sebagai interlocking structure. Accicular ferrite berbentuk seperti needle yang tersusun acak. Sedangkan struktur widmanstatten ferrite memiliki bentuk fisik seperti plat-plat sejajar dengan lapisan carbida didalamnya, sehingga mudah terjadi perambatan retak. Selanjutnya

8 23 grain boundary ferrite memiliki properties ductile, dimana proses terbentuknya berlangsung secara difusi karbon. Struktur accicular ferrite () yang terbentuk dapat dilihat pada gambar µm Gambar 9. Struktur mikro accicular ferrite () pembesaran 400x KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengelasan temper bead welding dengan arus pengelasan antar lapisan yang rendah (70/70 Amper) memungkinkan terbentuknya struktur yang lebih homogen pada HAZ. Pada logam las, temper bead welding dengan arus pengelasan 70/70 amper memungkinkan terbentuknya struktur columnar dan struktur yang terkena pemanasan kembali (reheat). Struktur columnar memperlihatkan struktur yang didominasi oleh accicular ferrite () dan sedikit struktur Widmanstatten () dan Grain boundary ferrite (). Sebaliknya pada logam las tanpa perlakuan struktur yang terbentuk didominasi oleh Grain boundary Ferrite () serta Ferrite Widmanstatten () dan sedikit Accicular Ferrite (). 2. Pengkasaran butiran pada HAZ dan penurunan jumlah struktur accicular ferrit () yang terbentuk pada logam las menyebabkan terjadinya penurunan ketangguhan dan kekuatan impak. Perlakuan yang memberikan ketangguhan HAZ tertinggi pada perlakuan P1H dengan besar arus 70/70 amper yaitu 57,367 joule dan terendah adalah 53,571 joule pada perlakuan P3H dengan besar arus 80/70 amper. Perlakuan yang memberikan kekuatan impak HAZ tertinggi pada perlakuan P1H dengan besar arus 70/70 amper yaitu 0,716 J/mm 2 dan terendah yaitu 0,699 joule/mm 2 pada perlakuan P3H. Perlakuan yang memberikan ketangguhan logam las tertinggi yaitu 57,593 joule pada perlakuan P1 (besar arus 70/70 amper) dan terendah pada perlakuan P2 (besar arus 70/80 amper) yaitu 57,374 joule. Perlakuan yang memberikan kekuatan impak logam las paling tinggi terjadi pada perlakuan P1 (besar arus 70/70 amper) dan P3 (besar arus 80/70 amper) yaitu samasama 0,718 joule/mm 2 dan terendah pada perlakuan P2 (besar arus 70/80 amper) yaitu 0,717 joule/mm 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat diajukan sebagai berikut : 1. Pengelasan dengan metode temper bead welding sebaiknya dilakukan dengan arus pengelasan antar lapisan yang rendah (70/70 amper). 2. Sebaiknya dilakukan juga analisa fraktografi untuk mengetahui pengaruh ketangguhan terhadap jenis patahan yang terjadi. 3. Penelitian berikutnya diharapkan dapat mengembangkan metode temper bead welding dengan besar arus yang berbeda serta menambah variabel lain seperti suhu interpass. DTAR PUSTAKA Abdulkareem S. Aloraiera, Suraj Joshib, Mahyar Asadic, Rubicel G. Alenac, John A. Goldakd Microstructural and hardness modeling: Effect of multiple bead deposition in temper bead welding technique,

9 24 International Journal of Energy & Technology 2 (16) ISSN X. Anang Setiawan dan Yusa Asra Yuli Wardana Analisa Ketangguhan dan Struktur Mikro pada Daerah Las dan HAZ Hasil Pengelasan Sumerged Arc Welding pada Baja SM 490. Jurnal Teknik Mesin Vol.8, No.2(10). Arianto Leman S. dan Suharno Pengaruh kecepatan pengelasan pada SAW baja SM 490 terhadap ketangguhan beban impak. Jurnal Teknik Mesin Vol.6, No.2(10). Kou S Welding Metallurgy. John Wiley & Son. New York Suharno Prinsip-Prinsip Teknologi dan Metalurgi Pengelasan Logam. UNS Press. Surakarta. Suharno Struktur Mikro Las Baja C-Mn Hasil Pengelasan Busur Terendam dengan Variasi Masukan Panas. Jurnal Teknik Mesin Vol.10. No.1 (4). Wiryosumarto, H. dan Okumura, T Teknologi Pengelasan Logam, PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Persentasi Tugas Akhir

Persentasi Tugas Akhir Persentasi Tugas Akhir OLEH: MUHAMMAD RENDRA ROSMAWAN 2107 030 007 Pembimbing : Ir. Hari Subiyanto,MSc Program Studi Diploma III Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

PENENTUAN KOROSI BAT AS BUTIR DAN MEKANIK PADA PIP A KELUARAN PANAS (HOT LEG) REAKTOR DAY A

PENENTUAN KOROSI BAT AS BUTIR DAN MEKANIK PADA PIP A KELUARAN PANAS (HOT LEG) REAKTOR DAY A Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Dcscmbcr 2003 ISSN 1693-7902 PENENTUAN KOROSI BAT AS BUTIR DAN MEKANIK PADA PIP A KELUARAN PANAS (HOT LEG) REAKTOR DAY A Johny Wahyu Adi

Lebih terperinci

Sifat Sifat Material

Sifat Sifat Material Sifat Sifat Material Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat sifat itu akan mendasari dalam

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. Disusun Oleh : YOGIK DWI MUSTOPO NIM. I 1404033

SKRIPSI. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. Disusun Oleh : YOGIK DWI MUSTOPO NIM. I 1404033 digilib.uns.ac.id PENGARUH WAKTU TERHADAP KETEBALAN DAN ADHESIVITAS LAPISAN PADA PROSES ELEKTROPLATING KHROM DEKORATIF TANPA LAPISAN DASAR, DENGAN LAPISAN DASAR TEMBAGA DAN TEMBAGA-NIKEL SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 26 September 2012

PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 26 September 2012 PENGARUH PROSES ANIL TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DENDRITIK KE EQUIAXIAL DAN KEKERASAN PADA BAJA TAHAN KARAT AUSTENIT YANG MENGANDUNG UNSUR TITANIUM DAN YTTRIUM SEBAGAI BAHAN KOMPONEN REAKTOR DAYA

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Alat Penukar Kalor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Alat Penukar Kalor BAB II DASAR TEORI 2.1 Alat Penukar Kalor Alat penukar kalor adalah suatu alat yang memungkinkan perpindahan panas dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya, medium pemanas

Lebih terperinci

yang tinggi, dengan pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat.

yang tinggi, dengan pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat. 10: HARDENABILITY 10.1 Hardenability Mampu keras merujuk kepada sifat baja yang menentukan dalamnya pengerasan sebagai akibat proses quench dari temperatur austenisasinya. Mampu keras tidak dikaitkan dengan

Lebih terperinci

Bab 4 Sifat Material 50

Bab 4 Sifat Material 50 4 SIFAT MATERIAL Banyak material yang terdapat di sekitar kita, dan telah menjadi bagian dari pola berpikir manusia bahkan telah menyatu dengan keberadaan kita. Apakah hakikat bahan atau material itu?

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Proses Permesinan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Proses Permesinan BAB II DASAR TEORI 2.1 Proses Permesinan Dalam industri manufaktur proses permesinan merupakan salah satu cara untuk menghasilkan produk dalam jumlah banyak dengan waktu relatif singkat. Banyak sekali

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS GENTENG BETON DENGAN BAHAN TAMBAH SERAT IJUK DAN PENGURANGAN PASIR

ANALISIS KUALITAS GENTENG BETON DENGAN BAHAN TAMBAH SERAT IJUK DAN PENGURANGAN PASIR ANALISIS KUALITAS GENTENG BETON DENGAN BAHAN TAMBAH SERAT IJUK DAN PENGURANGAN PASIR PROYEK AKHIR Diajukan kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Guna Memenuhi sebagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PANJANG PENYALURAN BAJA TULANGAN ULIR (DEFORMED) DENGAN BENGKOKAN TERHADAP KUAT LEKAT ANTARA BETON DAN BAJA TULANGAN.

PENGARUH PANJANG PENYALURAN BAJA TULANGAN ULIR (DEFORMED) DENGAN BENGKOKAN TERHADAP KUAT LEKAT ANTARA BETON DAN BAJA TULANGAN. PENGARUH PANJANG PENYALURAN BAJA TULANGAN ULIR (DEFORMED) DENGAN BENGKOKAN TERHADAP KUAT LEKAT ANTARA BETON DAN BAJA TULANGAN. Arif Wahyudin Pendidikan Teknik Bangunan, Fakultas Teknik, Universitas Negeri

Lebih terperinci

PENGARUH FAS PADA BETON TERHADAP TEGANGAN LEKAT BAJA TULANGAN POLOS (BJTP) DENGAN PENGANGKERAN LURUS DAN KAIT STANDAR

PENGARUH FAS PADA BETON TERHADAP TEGANGAN LEKAT BAJA TULANGAN POLOS (BJTP) DENGAN PENGANGKERAN LURUS DAN KAIT STANDAR PENGARUH FAS PADA BETON TERHADAP TEGANGAN LEKAT BAJA TULANGAN POLOS (BJTP) DENGAN PENGANGKERAN LURUS DAN KAIT STANDAR Jhonson A. Harianja 1) 1) Jurusan Teknik Spil Fakultas Teknik UKRIM Yogyakarta Abstract

Lebih terperinci

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM Sebagian besar transformasi bahan padat tidak terjadi terus menerus sebab ada hambatan yang menghalangi jalannya reaksi dan bergantung terhadap waktu. Contoh : umumnya

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS KEKUATAN LAS BERBAHAN ALUMINIUM MAMPU LAS TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

TUGAS AKHIR ANALISIS KEKUATAN LAS BERBAHAN ALUMINIUM MAMPU LAS TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISIS KEKUATAN LAS BERBAHAN ALUMINIUM MAMPU LAS TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

STUDI SIFAT-SIFAT REOLOGI ASPAL YANG DIMODIFIKASI LIMBAH TAS PLASTIK

STUDI SIFAT-SIFAT REOLOGI ASPAL YANG DIMODIFIKASI LIMBAH TAS PLASTIK STUDI SIFAT-SIFAT REOLOGI ASPAL YANG DIMODIFIKASI LIMBAH TAS PLASTIK Rezza Permana, ST. Peneliti Institut Teknologi Nasional Jl. PHH Mustapa 23 Bandung Telp. 022 727 2215 ; Facs 022 7202892 E-mail : edelweiss_pirates@yahoo.co.id

Lebih terperinci

LABORATORIUM BAHAN BANGUNAN KUAT LEKAT DAN PANJANG PENYALURAN BAJA POLOS PADA BETON RINGAN DENGAN BERBAGAI VARIASI KAIT SKRIPSI

LABORATORIUM BAHAN BANGUNAN KUAT LEKAT DAN PANJANG PENYALURAN BAJA POLOS PADA BETON RINGAN DENGAN BERBAGAI VARIASI KAIT SKRIPSI KUAT LEKAT DAN PANJANG PENYALURAN BAJA POLOS PADA BETON RINGAN DENGAN BERBAGAI VARIASI KAIT The Bond Strength and Development Length Observation of Bar Reinforcement of Lightweight Concrete with Various

Lebih terperinci

BETON TULANGAN BAMBU SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI BALOK DAN KASAU DARI KAYU

BETON TULANGAN BAMBU SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI BALOK DAN KASAU DARI KAYU BETON TULANGAN BAMBU SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI BALOK DAN KASAU DARI KAYU F.X. Gunarsa Irianta Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang Jln. Prof. Soedarto, S.H., Tembalang Semarang 50275 Sipil.polines@yahoo.co.id

Lebih terperinci

METODA UJI SMALL PUNCH UNTUK STUDI AWAL SIFAT MEKANIK DAN PATAHAN MATERIAL

METODA UJI SMALL PUNCH UNTUK STUDI AWAL SIFAT MEKANIK DAN PATAHAN MATERIAL Sri Nitiswati ISSN 0216-3128 89- METODA UJI SMALL PUNCH UNTUK STUDI AWAL SIFAT MEKANIK DAN PATAHAN MATERIAL Sri Nitiswati Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nukli r- SATAN ABSTRAK METODA WI SMALL

Lebih terperinci

ANALISA SIFAT MEKANIK KOMPOSIT BAHAN KAMPAS REM DENGAN PENGUAT FLY ASH BATUBARA

ANALISA SIFAT MEKANIK KOMPOSIT BAHAN KAMPAS REM DENGAN PENGUAT FLY ASH BATUBARA i TUGAS AKHIR ANALISA SIFAT MEKANIK KOMPOSIT BAHAN KAMPAS REM DENGAN PENGUAT FLY ASH BATUBARA OLEH: PRATAMA D21105069 JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011 ii LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENGUNAAN BAHAN TAMBAH BERBASIS HYDROCARBON TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL PORUS

PENGARUH PENGUNAAN BAHAN TAMBAH BERBASIS HYDROCARBON TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL PORUS PENGARUH PENGUNAAN BAHAN TAMBAH BERBASIS HYDROCARBON TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL PORUS EFFECT OF THE USE OF HYDROCARBON BASED ADDITIVE MATERIAL ON POROUS ASPHALT CHARACTERISTICS Dedy rachman gani, M.Wihardi

Lebih terperinci

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN Annealing adalah : sebuah perlakukan panas dimana material dipanaskan pada temperatur tertentu dan waktu tertentu dan kemudian dengan perlahan didinginkan. Annealing

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KETEBALAN PADA KUALITAS DAN MAMPU BENTUK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI PADA PROSES INJECTION MOLDING (STUDI KASUS: MODEL GELAS)

KAJIAN PENGARUH KETEBALAN PADA KUALITAS DAN MAMPU BENTUK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI PADA PROSES INJECTION MOLDING (STUDI KASUS: MODEL GELAS) KAJIAN PENGARUH KETEBALAN PADA KUALITAS DAN MAMPU BENTUK DENGAN MENGGUNAKAN SIMULASI PADA PROSES INJECTION MOLDING (STUDI KASUS: MODEL GELAS) Amelia Sugondo Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra

Lebih terperinci

Pengaruh Inflasi Dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Return Saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk

Pengaruh Inflasi Dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Return Saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk Pengaruh Inflasi Dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Return Saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk Erni Indah Sari (erni.is.01@gmail.com) Ervita Safitri (ervitasafitri@gmail.com) Ratna Juwita (ratnaj@stmik-mdp.net)

Lebih terperinci

DIKTAT KULIAH PROSES PRODUKSI

DIKTAT KULIAH PROSES PRODUKSI DIKTAT KULIAH PROSES PRODUKSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2008 DIKTAT KULIAH PROSES PRODUKSI Disusun : ASYARI DARYUS Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Darma Persada Jakarta.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DAMDEX SEBAGAI BAHAN TAMBAH PADA CAMPURAN BETON

PENGGUNAAN DAMDEX SEBAGAI BAHAN TAMBAH PADA CAMPURAN BETON PENGGUNAAN DAMDEX SEBAGAI BAHAN TAMBAH PADA CAMPURAN BETON Jhonson A. Harianja 1), Efraim Barus 2) 1) Jurusan Teknik Spil Fakultas Teknik UKRIM Yogyakarta 2) Jurusan Teknik Spil Fakultas Teknik UKRIM Yogyakarta

Lebih terperinci

KOMPARASI PENGARUH GRADASI AGREGAT BATAS BAWAH DENGAN BERGRADASI BATAS ATAS TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL PADA BETON ASPAL CAMPURAN PANAS.

KOMPARASI PENGARUH GRADASI AGREGAT BATAS BAWAH DENGAN BERGRADASI BATAS ATAS TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL PADA BETON ASPAL CAMPURAN PANAS. KOMPARASI PENGARUH GRADASI AGREGAT BATAS BAWAH DENGAN BERGRADASI BATAS ATAS TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL PADA BETON ASPAL CAMPURAN PANAS Kusdiyono Jurusan Sipil Politeknik Negeri Semarang Jln. Prof.

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER STATISTIK BUTIRAN SEDIMEN DASAR PADA SUNGAI ALAMIAH (Studi Kasus Sungai Krasak Yogyakarta)

ANALISIS PARAMETER STATISTIK BUTIRAN SEDIMEN DASAR PADA SUNGAI ALAMIAH (Studi Kasus Sungai Krasak Yogyakarta) ANALISIS PARAMETER STATISTIK BUTIRAN SEDIMEN DASAR PADA SUNGAI ALAMIAH (Studi Kasus Sungai Krasak Yogyakarta) Junaidi 1), Restu Wigati 2) 1) Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang Jln. Prof. H.Soedarto,

Lebih terperinci

Pengaruh UMP, Ekspor, dan Kurs Dollar Terhadap Investasi Asing Langsung di Indonesia Periode 2007-2012

Pengaruh UMP, Ekspor, dan Kurs Dollar Terhadap Investasi Asing Langsung di Indonesia Periode 2007-2012 Pengaruh UMP, Ekspor, dan Kurs Dollar Terhadap Investasi Asing Langsung di Indonesia Periode 2007-2012 Frederica (fredericakwang@gmail.com) Ratna Juwita (ratna@stie-mdp.ac.id) Jurusan Manajemen STIE MDP

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKUATAN TRANSVERSA DARI TIGA JENIS RESIN BASIS GIGITIRUAN PADA BEBERAPA KETEBALAN SKRIPSI IDA AYU SARI PUTRI J 111 10 144

PERBANDINGAN KEKUATAN TRANSVERSA DARI TIGA JENIS RESIN BASIS GIGITIRUAN PADA BEBERAPA KETEBALAN SKRIPSI IDA AYU SARI PUTRI J 111 10 144 PERBANDINGAN KEKUATAN TRANSVERSA DARI TIGA JENIS RESIN BASIS GIGITIRUAN PADA BEBERAPA KETEBALAN SKRIPSI Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN INDUSTRI (PKLI)

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN INDUSTRI (PKLI) LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN INDUSTRI (PKLI) PEMBUATAN HANGER BEARING C/W BRONZE BUSHING UNTUK SCREW CONVEYOR PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM DI CV. KINABALU Oleh: AKFADITA DIKA PARIRA

Lebih terperinci