Ringkasan Eksekutif. Ringkasan Eksekutif
|
|
- Susanti Tan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Ringkasan Eksekutif xi
2 halaman ini sengaja dikosongkan xii
3 Ringkasan Eksekutif Pada semester I 2015, pasar keuangan global mengalami pelemahan yang dipicu oleh ketidakpastian arah kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS). Realisasi pertumbuhan ekonomi AS yang belum mencapai titik optimal sebagaimana ekspektasi banyak pihak menyebabkan The Fed mempertimbangkan kembali waktu diterapkannya kebijakan normalisasi. Meskipun demikian, mulai membaiknya fundamental ekonomi AS memicu ekspektasi positif dari investor sehingga mendorong penguatan mata uang dollar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia. Hal ini terutama dipicu oleh perilaku dasar investor yang cenderung mencari risk adjusted return yang lebih tinggi. Sementara itu, European Central Bank (ECB) masih melanjutkan kebijakan Quantitative Easing (QE) dalam rangka mendukung tercapainya target inflasi dan pemulihan ekonominya. Kebijakan yang sama juga ditempuh oleh Bank of Japan melalui Quantitative and Qualitative Easing (QQE) yang didasari pada pertimbangan bahwa negara tersebut masih dibayangi oleh deflasi. Kebijakan di Eropa dan Jepangmenyebabkan semakin berlimpahnya likuiditas global. Pada saat yang sama, kawasan emerging market Asia mengalami perlambatan ekonomi sebagai dampak dari melemahnya ekonomi Tiongkok. Kondisi ekonomi yang tidak berimbang tersebut mengakibatkan likuiditas global mencari safe haven asset yang lebih menguntungkan. Perilaku perpindahan likuiditas dari emerging market, termasuk Indonesia, ke negara yang lebih menguntungkan tersebut akan menambah potensi kerentanan di negara emerging. Seiring dengan meningkatnya potensi kerentanan dan melemahnya fundamental ekonomi, negara-negara emerging juga dihadapkan pada meningkatnya risiko yang tercermin dari naiknya premi Credit Default Swap (CDS). Kecenderungan penguatan USD juga berdampak terhadap melemahnya harga komoditas internasional, selain karena faktor permintaan global yang masih lemah. Penguatan USD menjadikan harga komoditas menjadi relatif lebih mahal bagi pembeli di negara yang menggunakan mata uang bukan USD, sehingga mendorong pelemahan permintaan komoditas lebih lanjut. Pelemahan antara lain dialami oleh batubara, kelapa sawit, dan minyak mentah. Sentimen di pasar keuangan global yang disertai oleh pelemahan kinerja perekonomian Indonesia, berdampak terhadap meningkatnya tekanan di pasar keuangan Indonesia. Peningkatan tekanan tercermin dari menurunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia dan meningkatnya yield Surat Berharga Negara (SBN). IHSG melemah dari 5288,00 pada akhir semester II 2014 menjadi 4910,66 pada akhir semester I Penurunan indeks tersebut diikuti pula oleh meningkatnya volatilitas IHSG, termasuk volatilitas seluruh indeks sektoral, sejak pertengahan semester I Yield SBN meningkat di semua tenor, dengan peningkatan terbesar dialami oleh SBN bertenor jangka menengah yang mengindikasikan masih tingginya ketidakpastian terhadap prospek perekonomian Indonesia ke depan. Yield SBN 10 (sepuluh) tahun meningkat sebesar 51,4bps dari 7,74% pada semester II 2014 menjadi 8,26% pada semester I Peningkatan yield SBN tenor ini juga xiii
4 diikuti dengan peningkatan rata-rata volatilitas sebesar 7,9bps. Jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan, kenaikan yield SBN di tenor tersebut merupakan salah satu yang mengalami peningkatan terbesar. Di tengah tantangan eksternal dan domestik, perbankan masih memiliki ketahanan yang cukup baik, meski kinerjanya mengalami sedikit penurunan. Ketahanan perbankan tercermin dari tingkat permodalan yang relatif tetap terjaga. Capital Adequacy Ratio (CAR) meningkat dari 19,57% pada semester II 2014 menjadi 20,35% pada semester I Peningkatan CAR merupakan cerminan upaya bank untuk memperkuat struktur permodalannya sesuai dengan aturan BASEL III dan sikap kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit yang pada akhirnya berdampak pada melambatnya pertumbuhan ATMR. Rasio CAR yang tinggi tersebut menjadi bekal pengaman perbankan dalam menyerap potensi risiko yang timbul, terutama risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas. Pada semester I 2015 kinerja perbankan mengalami sedikit penurunan. Fungsi intermediasi perbankan sedikit melemah seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik. Rasio Loan to Deposit (LDR) perbankan menurun dari 89,30% pada semester II 2014 menjadi 88,62%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi di satu sisi menyebabkan melambatnya pertumbuhan kredit, sedangkan di sisi lain menyebabkan meningkatnya pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan. Kombinasi diantara keduanya mendorong penurunan LDR. Melemahnya kinerja perekonomian dan meningkatnya pesimisme pelaku ekonomi terhadap prospek ekonomi menyebabkan pelaku ekonomi berhati-hati dalam membuat keputusan ekonomi. Kehati-hatian tersebut diantaranya mendorong mereka untuk lebih memilih menyimpan dananya di perbankan daripada membiayai kegiatan usaha. Sebagai konsekuensinya, pertumbuhan DPK cenderung meningkat pada semester laporan. Sementara itu, pertumbuhan kredit yang melambat disebabkan permintaan masyarakat dan penghasilan yang menurun, sehingga baik pebisnis maupun konsumen mengurangi permintaan kreditnya. Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada umumnya disertai oleh persepsi kenaikan risiko dunia usaha, yaitu berupa kemungkinan default debitur yang semakin tinggi, sehingga mendorong perbankan untuk lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Penurunan kinerja perbankan juga tercermin dari efisiensi dan Return On Asset (ROA) yang menurun. Penurunan efisiensi industri perbankan tercermin dari peningkatan rasio beban operasional dibandingkan dengan pendapatan operasional (BOPO) dan cost to income ratio (CIR). Penurunan efisiensi tersebut menjadi penyebab penurunan keuntungan industri perbankan. ROA industri perbankan turun dari 2,85% di semester II 2014 menjadi 2,29%. Penurunan kinerja perbankan diikuti dengan meningkatnya risiko.risiko perbankan dipicu oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi, nilai tukar Rupiah yang terdepresiasi, kenaikan yield SBN, serta kenaikan harga komoditas internasional. Sumber-sumber risiko ini terutama berdampak terhadap meningkatnya risiko kredit dan risiko pasar, sementara kenaikan risiko likuiditas lebih disebabkan oleh faktor musiman hari raya keagamaan. Risiko kredit perbankan cenderung meningkat walaupun masih berada di level yang aman. Rasio Non- Performing Loan (NPL) perbankan meningkat dari 2,16% pada akhir semester II 2014 menjadi 2,56% pada akhir semester laporan. Tingkat NPL ini masih berada di bawah threshold yang ditetapkan yaitu sebesar 5%. Kenaikan NPL terjadi di seluruh sektor ekonomi seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik yang telah berlangsung sejak akhir 2011 dan penurunan harga komoditas internasional. Kelompok debitur korporasi memberikan sumbangan kenaikan NPL tertinggi yaitu dari 1,93% menjadi 2,55%. Sementara itu, NPL kelompok xiv
5 rumah tangga juga naik dari 1,48% menjadi 1,75% pada periode yang sama. Perlambatan ekonomi global dan domestik serta penurunan harga komoditas nonmigas internasional memicu peningkatan risiko kredit sektor korporasi. Berdasarkan Laporan Keuangan Emiten triwulan I 2015, kinerja korporasi yang tercatat di BEI melemah, tercermin dari penurunan Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE). Penurunan profitabilitas terjadi di hampir seluruh sektor, kecuali sektor perdagangan, jasa dan investasi. Emiten sektor pertanian dan sektor pertambangan mengalami penurunan kinerja keuangan terbesar sejalan dengan penurunan harga komoditas nonmigas. Hal yang perlu diwaspadai adalah penurunan kinerja korporasi yang berkelanjutan akan berdampak pada repayment capacity korporasi yang selanjutnya akan memengaruhi risiko kredit perbankan dan perusahaan pembiayaan. Risiko kredit pada sektor Rumah Tangga (RT) cenderung terjaga namun tetap perlu diwaspadai. Hasil Survei Konsumen menunjukkan bahwa jumlah RT dengan Debt Service Ratio (DSR) di atas 30% mengalami kenaikan pada semua kelompok pendapatan. Kondisi ini cukup berisiko di tengah ekspektasi terhadap pendapatan konsumen yang relatifstabil karena akan menimbulkan ketidakseimbangan keuangan antara pendapatan dan pengeluaran. Ketidakseimbangan ini pada akhirnya akan memengaruhi repayment capacity sektor RT di masa yang akan datang. Eksposur perbankan terhadap risiko pasar pada semester laporan relatif masih terjaga sejalan dengan perilaku perbankan yang berhati-hati.risiko pasar timbul karena bank memiliki portofolio SBN dalam kategori trading dan Available For Sale (AFS), tagihan dan kewajiban dalam valuta asing, serta tagihan dan kewajiban yang sensitif terhadap suku bunga. Sebagai konsekuensi dari eksposur tersebut, bank akan terpengaruh terhadap perubahan harga SBN, tingkat suku bunga, dan pelemahan nilai tukar Rupiah. Pada semester laporan, risiko pasar industri perbankan relatif rendah sejalan dengan penurunan outstanding portofolio SBN trading dan AFS. Sementara itu, risiko suku bunga juga relatif masih terjaga karena suku bunga DPK cenderung menurun sehingga menurunkan kewajiban bank untuk pembayaran bunga. Sedangkan risiko pasar akibat nilai tukar cenderung moderat. Pada akhir semester I 2015, perbankan mencatat kenaikan posisi long valas dibandingkan semester lalu. Meskipun posisi long valas meningkat, rasio Posisi Devisa Neto (PDN) perbankan tercatat sebesar 2,59%, jauh di bawah ambang batas ketentuan yang ditetapkan sebesar 20%. Likuditas industri perbankan pada akhir semester I 2015 menurun dibandingkan semester sebelumnya disebabkan oleh aliran keluar uang kartal menjelang Hari Raya Idul Fitri. Kondisi likuiditas yang dicerminkan dari rasio AL terhadap NCD (AL/NCD) menurun dari 99,83% pada semester II 2014 menjadi 92,50% pada semester I 2015 dan AL/DPK yang menurun dari 20,53% menjadi 19,00% di periode yang sama. Sementara itu, seiring dengan intermediasi perbankan secara industri, penyaluran kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga tumbuh melambat disertai dengan peningkatan risiko kredit. Perlambatan ini dikarenakan pelemahan kegiatan ekonomi dan juga karena pengetatan penyaluran kredit oleh perbankan seiring dengan meningkatnya NPL kredit UMKM menjadi 4,83% pada semester I Rasio NPL tertinggi tercatat di sektor Konstruksi (9,29%), sektor Listrik, Gas & Air (7,93%) dan sektor Pertambangan & Penggalian (7,72%). Secara umum, ketahanan industri perbankan dalam menghadapi risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas masih relatif kuat. Hasil stress test risiko kredit 1 menunjukkan permodalan mengalami sedikit penurunan 1) Stress test menggunakan asumsi penurunan PDB sebesar 3% dari PDB baseline. xv
6 namun masih jauh diatas ketentuan modal minimum sebesar 8%. Sementara itu, berdasarkan hasil stress test risiko pasar 2, tingkat permodalan perbankan masih mencukupi untuk menyerap kerugian yang timbul. Hasil stress test likuiditas 3 perbankan dalam menghadapi shock capital outflow akibat kenaikan FFR masih menunjukkan posisi likuiditas yang relatif cukup kuat karena rasio likuiditas perbankan masih jauh berada di atas threshold sebesar 8,5%. Transmisi kepada likuiditas perbankan dilakukan melalui penurunan harga surat berharga yang dimiliki bank. Pada semester I 2015, kinerja Institusi Keuangan Non Bank (IKNB) terus mengalami peningkatan sebagaimana tercermin dari peningkatan aset Perusahaan Pembiayaan (PP) sebesar 4,14% dan Perusahaan Asuransi sebesar 2,89%. Peningkatan kinerja tersebut juga diikuti dengan peningkatan risiko sebagaimana tercermin dari peningkatan rasio NPF PP dan rasio klaim bruto terhadap premi bruto. Salah satu potensi risiko bagi PP adalah eksposur terhadap risiko nilai tukar karena meningkatnya tren Pinjaman Luar Negeri (PLN). Walaupun demikian, sebagian besar PP telah melakukan mitigasi risiko terhadap PLN melalui hedging. Hasil stress test ketahanan permodalan PP menunjukkan dampak pelemahan nilai tukar masih terbatas. Sementara itu, asesmen risiko interconnectedness PP dengan perbankan menunjukkan keterkaitan antara PP dan perbankan mengalami penurunan. Meski risiko usaha perusahaan asuransi mengalami peningkatan namun risiko likuiditas relatif terjaga yang tercermin dari rasio current asset terhadap current liabilities yang berada di atas threshold. Demikian halnya potensi risiko depresiasi nilai tukar dan perubahan suku bunga luar negeri relatif rendah karena ketergantungan terhadap ULN rendah. Risiko interconnectedness dengan 2 Stress test menggunakan kenaikan suku bunga sebesar 5%, penurunan harga SBN sebesar 25%, depresiasi nilai tukar sebesar 50%. 3 Menggunakan asumsi penurunan posisi surat berharga (trading, AFS dan HTM) berdasarkan pola historis QE 1, 2, dan 3. bank mengalami peningkatan bersumber dari peningkatan penempatan dana asuransi dalam bentuk DPK perbankan dan kepemilikan surat utang bank oleh perusahaan asuransi. Sebagaimana halnya yang dialami oleh sektor keuangan konvensional, kinerja sektor keuangan syariah juga mengalami perlambatan, khususnya di 2 (dua) sektor utama, yaitu perbankan dan pasar modal. Di sektor perbankan, beberapa indikator kinerja utama mengalami penurunan yang ditandai oleh melambatnya pertumbuhan aset, penghimpunan DPK, pembiayaan syariah, dan permodalan. Rasio permodalan syariah, meski menurun namun masih berada di level yang relatif aman, yaitu sekitar 14% di akhir semester I Berbeda dengan perbankan konvensional, risiko kredit perbankan syariah yang tercermin dari Non Performing Financing (NPF) justru menurun, antara lain karena adanya konsolidasi internal di perbankan syariah. Sementara itu, risiko likuiditas mengalami peningkatan tercermin dari menurunnya rasio alat likuid yang disebabkan oleh turunnya penempatan dana perbankan syariah di Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (FASBIS) 4. Kondisi yang sama juga dialami oleh sektor pasar modal syariah yang menguasai 93% total aset sektor keuangan syariah. Indeks harga saham syariah mengalami penurunan sebesar 4,93% dan pertumbuhan nilai kapitalisasi pasar mengalami penyusutan dari 15,21% pada semester II 2014 menjadi -5,08%. Dari sisi infrastruktur sistem keuangan, penyelenggaraan sistem pembayaran selama semester I 2015 berjalan aman, efisien, dan andal, sehingga antara lain mampu mendukung terjaganya stabilitas sistem keuangan. Kinerja sistem pembayaran yang baik tersebut tercermin dari terpenuhinya target beberapa indikator antara lain tingkat ketersediaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), Bank Indonesia Scripless 4 FASBIS adalah fasilitas simpanan dalam rupiah yang disediakan oleh BI kepada bank untuk menempatkan dananya di BI dalam rangka standing facilities Syariah. xvi
7 Securities Settlement System (BI-SSSS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia sesuai dengan tingkat layanan (servicelevel) yang telah ditetapkan. Sementara itu, kinerja yang baik pada sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri, ditunjukkan melalui terlaksananya transaksi pembayaran oleh masyarakat dalam volume yang relatif tinggi dibandingkan dengan laporan periode sebelumnya. Selain itu, pada semester I 2015 Bank Indonesia menempuh kebijakan guna memperkuat infrastruktur pembayaran ritel melalui implementasi SKNBI Generasi II dan meningkatkan keamanan dan kelancaran pelaksanaan transaksi dan setelmen di Pasar Modal melalui implementasi penggunaan Central Bank Money (CeBM). Risiko pada sistem pembayaran relatif terjaga selama semester I Risiko likuditas dan operasional dalam batas yang terkendali, terlihat dari kondisi saldo giro yang terjaga, serta turn over ratio dan Queue Transaction yangberada pada level yang stabil. Selain itu, risiko setelmen tercatat relatif rendah, tercermin dari rendahnya nilai dan volume transaksi pembayaran melalui Sistem BI- RTGS yang tidak dapat diselesaikan (unsettled transaction) sampai berakhirnya waktu operasional Sistem BI-RTGS (window time). Sementara itu, Bank Indonesia terus melakukan pemantauan terhadap risiko sistemik yang muncul dari keterhubungan (interconnectedness) antar peserta Sistem BI-RTGS. Pada semester I 2015, respon kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia (BI) di bidang Stabilitas Sistem Keuangan diarahkan untuk mendukung tercapainya stabilitas makroekonomi serta pertumbuhan ekonomi. Dukungan tersebut dicapai melalui pelonggaran kebijakan makroprudensial, pelaksanaan surveillance terhadap sistem keuangan dan peningkatan fleksibilitas layanan perbankan kepada pelaku ekonomi. Pelonggaran kebijakan makroprudensial dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi intermediasi perbankan. Relaksasi kebijakan ini diberlakukan baik terhadap sektor-sektor produktif maupun terhadap struktur pendanaan bank, meliputi pelonggaran ketentuan Rasio Loan to Value (LTV) atau Rasio Financing to Value (FTV)dan kebijakan GWM-Loan to Funding Ratio (GWM- LFR). Kebijakan LTV dan FTV ditujukan untuk kredit atau pembiayaan properti dan uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor, baik berbasis perbankan konvensional maupun syariah. Sedangkan kebijakan GWM LFR merupakan ketentuan GWM-Loan to Deposit Ratio (LDR) yang disesuaikan lebih lanjut dengan memasukkan komponen surat-surat berharga nonsubordinasi ke dalam perhitungan pendanaan bank. Disamping untuk mendorong pendalaman dan peningkatan aktivitas di pasar keuangan, perluasan pendanaan ini memberikan tambahan ruang intermediasi bagi perbankan. Ketentuan GWM-LFR juga dimaksudkan untuk meningkatkan akses UMKM terhadap layanan perbankan, karena GWM LFR mengaitkan penyaluran kredit atau pembiayaan UMKM dengan pemenuhan GWM melalui pemberian insentif dan disinsentifbagi perbankan. Sementara itu, kegiatan surveillance terhadap sistem keuangan ditujukan guna mengidentifikasi sumber-sumber kerentanan dan ketidakseimbangan yang dapat memicu terjadinya risiko sistemik. Surveillance terutama dilakukan terhadap Systemically Important Banks (SIB) 5. Kegiatan ini dilengkapi pula oleh pemeriksaan tematik dan kepatuhan. Pemeriksaan tematik dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan dalam melakukan asesmen 4 SIB didefinisikan sebagai suatu bank yang karena ukuran aset, modal, kewajiban, luas jaringan, atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan. Bentuk kegagalan tersebut dapat berupa operasional maupun finansial. Risiko sistemik adalah potensi instabilitas sebagai akibat terjadinya gangguan yang menular (contagion) pada sebagian atau seluruh sistem keuangan karena interaksi dari faktor ukuran (size), kompleksitas usaha (complexity), dan keterkaitan antar institusi dan/atau pasar keuangan (interconnectedness), serta kecenderungan perilaku yang berlebihan dari pelaku atau institusi keuangan untuk mengikuti siklus perekonomian (procyclicality). Definisi risiko sistemik dan SIB berdasarkan PBI No.16/11/PBI/2014 tanggal 1 Juli 2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial. xvii
8 dan penilaian terhadap potensi risiko sistemik di industri perbankan maupun sistem keuangan secara keseluruhan. Sedangkan pemeriksaan kepatuhan dilakukan untuk memastikan kepatuhan bank terhadap ketentuan makroprudensial maupun ketentuan lain yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan pemeriksaan, BI berkoordinasi dengan OJK sebagai otoritas pengaturan dan pengawasan di bidang mikroprudensial. Sementara itu, kebijakan untuk meningkatkan fleksibilitas layanan perbankan dalam rangka memfasilitasi upaya pendalaman pasar keuangan dilakukan melalui amandemen terhadap ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN). Ketentuan ini memberikan keleluasaan bagi perbankan untuk mengelola eksposur valuta asing dengan tetap berpedoman pada prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang sehat. BI juga meningkatkan koordinasi dengan otoritas lain. Selain di bidang pemeriksaan, BI juga berkoordinasi dengan OJK yang diformalkan dalam Forum Koordinasi Makro dan Mikro (FKMM). Area koordinasi antara lain meliputi implementasi Memorandum of Understanding pengawasan bank antara BI dengan OJK, information sharing, koordinasi dan penyelarasan kebijakan, termasuk pelaksanaan supervisory action terhadap bank-bank yang berpotensi menimbulkan risiko sistemik. Selain dengan OJK, peningkatan koordinasi juga dilakukan melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) khususnya dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis. xviii
RINGKASAN EKSEKUTIF. Di sisi lain, pasar keuangan domestik membaik, terutama didorong oleh besarnya modal asing yang. xvii
RINGKASAN EKSEKUTIF Stabilitas sistem keuangan pada semester I 2016 membaik walaupun risiko yang berasal dari dampak lambatnya pertumbuhan ekonomi global dan domestik masih cukup besar. Perbaikan tersebut
Lebih terperinciPERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015
PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.
Lebih terperinciMenjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi
Sambutan Gubernur Bank Indonesia Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Diskusi dan Peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Yang kami hormati, Jakarta, 10
Lebih terperinciPERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015
PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015 Otoritas Jasa Keuangan menilai bahwa secara umum kondisi sektor jasa keuangan domestik masih terjaga, dengan stabilitas yang memadai.
Lebih terperinciperlambatan ekonomi domestik serta pasar uang dan pasar modal yang masih tersegmentasi dan dangkal juga mempengaruhi kondisi pasar keuangan domestik.
RINGKASAN EKSEKUTIF Pemulihan ekonomi di negara maju yang belum merata serta melambatnya pertumbuhan emerging market economies (EMEs) khususnya Tiongkok, telah berkontribusi terhadap peningkatan risiko
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai bank sentral, Bank
Lebih terperinciANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV
ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Makroprudensial. Pengaturan. Pengawasan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 141) PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciTANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21
TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya PBI
Lebih terperinciANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV
ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis
Lebih terperinciANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III
ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.141, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Makroprudensial. Pengaturan. Pengawasan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5546) PERATURAN BANK INDONESIA
Lebih terperinciKAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 29, September 2017
RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 29, September 2017 Stabilitas sistem keuangan pada semester I 2017 relatif stabil dengan didukung oleh meningkatnya permodalan dan likuiditas perbankan
Lebih terperinciet 2018 o. 30, Mar n an G an U ke as BILIT sta an JI ka RiNGKAsAN EKsEKuTif Bank IndonesIa XVIII
Bank IndonesIa KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 30, Maret 2018 ringkasan eksekutif XVIII Pada Semester II 2017, Stabilitas Sistem Keuangan Menunjukkan Perkembangan Yang Lebih Baik Dibandingkan Dengan Periode
Lebih terperincimenyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang
TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/20/PBI/2014 TANGGAL 28 OKTOBER 2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya
Lebih terperinciFREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ) PBI NO.16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL
1. Apa latar belakang penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial? a. Pengalaman krisis keuangan global menunjukkan pentingnya untuk menjaga stabilitas sistem
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF. xvii
RINGKASAN EKSEKUTIF Sistem keuangan pada paruh kedua 2016 relatif stabil bahkan membaik sejalan dengan menurunnya risiko perekonomian domestik. Meningkatnya stabilitas sistem keuangan didukung oleh tingginya
Lebih terperinci1. Tinjauan Umum
1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang ekonomi secara global ini, menyebabkan berkembangnya
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang ekonomi secara global ini, menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian yang lebih terbuka antara negara satu dengan negara yang lain. Perekonomian
Lebih terperinciMemperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik
Sambutan Gubernur Bank Indonesia Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik Diskusi dan Peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Yang kami hormati, Jakarta,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. global dan domestik cenderung bias ke bawah yang disebabkan oleh. pertumbuhan ekonomi dunia berjalan tidak seimbang.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kondisi dunia perbankan di Indonesia mengalami banyak perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan ini selalu disebabkan dari perkembangan di luar industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga keuangan digolongkan ke dalam dua golongan besar menurut Kasmir (2012), yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Lembaga keuangan bank atau
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif. Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Eksekutif xi halaman ini sengaja dikosongkan xii Ringkasan Eksekutif Sejalan dengan kebijakan moneter global yang akomodatif, likuiditas global masih berlimpah dan telah mendorong berlanjutnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar
Lebih terperinciPERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004
Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia
Lebih terperinciSURVEILLANCE GRUP KORPORASI Seminar Sehari dan Executive Round Table Konglomerasi Jasa Keuangan di Indonesia. JAKARTA, 13 Januari 2016
SURVEILLANCE GRUP KORPORASI Seminar Sehari dan Executive Round Table Konglomerasi Jasa Keuangan di Indonesia JAKARTA, 13 Januari 2016 Latar Belakang 2 Stabilitas Sistem - Keuangan PBI No.16/11/PBI/2014
Lebih terperinciQ & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY
Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY 1. Mengapa Bank Century harus diselamatkan pada 20 November 2008? a. Kegagalan Bank Century terjadi di tengah-tengah situasi dan kondisi ekonomi dan sistem perbankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja perekonomian Indonesia dalam lima tahun terakhir, antara tahun 2008 hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan di Eropa dan Amerika,
Lebih terperinci2017, No Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (L
No.87, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum Konvensional. GWM. Rupiah. Valuta. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6047) PERATURAN
Lebih terperinciBoks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN
Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Ekonomi Global 2011 Tahun 2011 merupakan tahun dengan berbagai catatan keberhasilan, namun juga penuh dinamika dan sarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara tujuan investasi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tujuan investasi yang menguntungkan. Dengan total populasi mencapai 248,8 juta jiwa pada tahun 2013 (Sumber: Statistik Indonesia
Lebih terperinci04 Analisis dan Pembahasan Manajemen
01 Ikhtisar Data 02 Laporan 03 Profil 04 Analisis dan Pembahasan 05 Tata Kelola 06 Tanggung Jawab Sosial 07 Laporan Konsolidasian 04 Tinjauan Bisnis Pendukung Bisnis Tinjauan Tinjauan Pada tahun 2016 BCA
Lebih terperinci2 Penyesuaian dilakukan dengan memasukkan surat-surat berharga (SSB) yang diterbitkan bank dalam perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) dalam kebijak
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Giro Wajib Minimum. Rupiah. Valuta Asing. Bank Umum. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 152). PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang sangat jelas tercermin dalam Pasal 4 (empat) Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, sektor perbankan sangat berperan penting dalam memobilisasikan dana masyarakat untuk berbagai tujuan. Dahulu sektor perbankan tersebut tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas sektor perbankan dalam suatu negara memegang peranan penting dalam memajukan kehidupan masyarakatnya. Setiap orang dalam melakukan transaksi finansial yang berhubungan
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi
Lebih terperinciPERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004
Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan II 2004 1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan II 2004, Bank Indonesia Selama
Lebih terperinciANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III
ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai lembaga intermediasi antara investor atau pihak yang memiliki kelebihan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan salah satu penyokong perekonomian sebuah negara, bank sebagai lembaga intermediasi antara investor atau pihak yang memiliki kelebihan likuiditas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbankan di Indonesia memiliki peranan penting bagi pertumbuhan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Perbankan di Indonesia memiliki peranan penting bagi pertumbuhan perekonomian negara,
Lebih terperinciANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran
ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan tersebut semakin membaik pada akhir 2015 seiring dengan. semakin baik (Laporan Tahunan Perbankan, 2015).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi domestik pada tahun 2015 mengalami perlambatan, yaitu sebesar 4,79% dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 5,02% (Berita Resmi Statistik No.16/02/Th.XIX,
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Bank Umum. Valuta Asing. Rupiah. Wajib Minimum. Giro Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 174) PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di setiap negara, merupakan sebuah alat yang dapat mempengaruhi suatu pergerakan pertumbuhan
Lebih terperinciJuni 2017 RESEARCH TEAM
RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia kuartal pertama 2017 tumbuh 5,01% yoy. Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDB pada kuartal keempat 2016 sebesar 4,94%(yoy) dan kuartal ketiga 2016 sebesar 4,92%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi antara pihak pemilik dana dengan pihak yang tidak memiliki dana. Bank mengumpulkan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/14/PBI/2016 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM
Lebih terperinciP D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara
Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan
Lebih terperinciMonthly Market Update
Monthly Market Update RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melakukan berbagai transaksi bisnis dan pembayaran-pembayaran tagihan.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Salah satu fungsi dari perbankan adalah intermediasi keuangan,
Lebih terperinciKETERANGAN PERS. Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KETERANGAN PERS Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Untuk Menjaga Stabilitas Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi Jakarta, 28 Mei 2018 Pemerintah, Bank
Lebih terperinciKajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari
Penerbit: Bank Indonesia Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta Indonesia Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan kewenangan Bank Indonesia di bidang pengaturan dan pengawasan
Lebih terperinci2017, No Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jas
No.64, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Bank Sistemik. Recovery Plan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6038) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR
Lebih terperinciBanking Weekly Hotlist (04 Januari 08 Januari 2016)
Banking Weekly Hotlist (04 Januari 08 Januari 2016) Senin, 04 Januari 2016 Laba Bank Sulit Berkembang OJK menyatakan laba industri perbankan nasional pada kuartal IV/2015 mengalami penurunan dibandingkan
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciKAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 28, Maret 2017
KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 28, Maret 2017 Mitigasi Risiko Sistemik Melalui Penguatan Koordinasi Antar Institusi di Tengah Konsolidasi Perekonomian Domestik Penerbit : Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap aktivitas ekonomi memerlukan jasa perbankan untuk memudahkan transaksi keuangan. Di
Lebih terperinciPERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003
1 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2003, Bank Indonesia Sampai dengan triwulan III-2003, kondisi perekonomian Indonesia masih mengindikasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENADAHULUAN. satunya adalah agent of trust. Agent of trust berarti dalam kegiatan usahanya bank
BAB I PENADAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan lembaga intermediasi bagi pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Dimana bank memiliki beberapa fungsi, salah satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di media massa seringkali kita membaca atau mendengar beberapa indikator makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat Bank Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sebelum krisis tahun 1998 sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak dilirik oleh perbankan karena mereka menilai sektor ini tidak layak untuk dibiayai,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan perekonomian suatu negara dan tingkat kesejahteraan penduduk secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan
Lebih terperinciLAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014
LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014 Proses perbaikan ekonomi negara maju terhambat tingkat inflasi yang rendah. Kinerja ekonomi Indonesia melambat antara lain karena perlambatan ekspor dan kebijakan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/11/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik negara-negara di dunia termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis global yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat telah memberikan dampak pada memburuknya kondisi perekonomian global. Pemulihan terhadap kondisi ekonomi global
Lebih terperinci-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 3 Huruf a Perhitungan pemenuhan GWM Primer secara harian dilakukan berdasarkan posisi s
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Bank Umum Konvensional. GWM. Rupiah. Valuta. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 87) PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak lepas dari peranan sektor perbankan sebagai lembaga pembiayaan bagi sektor riil. Pembiayaan yang diberikan sektor perbankan kepada sektor riil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fungsinya sebagai lembaga intermediasi, penyelenggara transaksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perbankan memiliki peranan yang sangat strategis dalam menunjang berjalannya roda perekonomian dan pembangunan nasional mengingat fungsinya sebagai lembaga
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan kegiatan operasionalnya. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga yang berfungsi sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana kepada masyarakat. Penghimpunan dana dari masyarakat dapat dimanfaatkan sebagai sumber
Lebih terperinciAsesmen terhadap Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Propinsi Sumatera Selatan
SUPLEMEN 4 Asesmen terhadap Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Propinsi Sumatera Selatan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) menjadi topik sentral dalam beberapa tahun terakhir khususnya pasca terjadinya krisis
Lebih terperinciTriwulan II. Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia
Triwulan II 2014 Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Penyampaian Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbuh 19,7% tahun 2015, jauh lebih tinggi dari tahun triliun menjadi Rp triliun hingga akhir tahun.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan laba perbankan akan tumbuh 19,7% tahun 2015, jauh lebih tinggi dari tahun 2014 yang pertumbuhannya hanya 5%. Secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis moneter pada tahun 1998 yang terjadi di indonesia memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis moneter pada tahun 1998 yang terjadi di indonesia memberikan dampak bagi perekonomian di indonesia terutama pada struktur perbankan. Hal ini menyebabkan krisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pusat perkantoran (Rusteliana, 2014). Pertumbuhan bisnis properti ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan bisnis properti di Indonesia semakin pesat seiring dengan kemajuan perekonomian Indonesia, bisa dilihat dari banyaknya pembangunan perumahan, apartemen,
Lebih terperinciMemperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Ketidakseimbangan Eksternal
1 KSK No.22, Maret 2014 Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Ketidakseimbangan Eksternal Dr. Halim Alamsyah Deputi Gubernur Bank Indonesia Bank Indonesia 19 Mei 2014 Agenda 2 I. Stabilitas Sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia perbankan memegang peranan penting dalam pertumbuhan stabilitas ekonomi. Hal ini dapat dilihat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju dapat menyebabkan stabilitas keuangan dan sistem pembayaran terganggu. Bagi pembuat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan usahanya, bank menghadapi berbagai risiko antara lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dengan ditandai adanya krisis global di Amerika Serikat, pada tahun 2008
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dengan ditandai adanya krisis global di Amerika Serikat, pada tahun 2008 perbankan Indonesia mulai terkena dampaknya dari krisi global tersebut. Dampak langsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain yang ditopang oleh bank tersebut. Fungsi bank sebagai perantara (financial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, sektor riil memperoleh bantuan pembiayaan dari lembaga keuangan bank untuk menunjang proses bisnisnya. Dana tersebut akan membantu berlangsungnya proses
Lebih terperinciKETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN SEMINAR MAJALAH INVESTOR
Keynote Speech KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN SEMINAR MAJALAH INVESTOR Dengan tema Outlook Ekonomi dan Pasar Modal 2016 Balroom Hotel JW Marriot, Jakarta, 19 November 2015 Assalamu alaikum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keemasan yang puncaknya ditandai dengan keberhasilan beberapa bank besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan adanya krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang menyebabkan merosotnya nilai rupiah hingga terjadinya krisis keuangan
Lebih terperinciBAB 8 Kebijakan Makroprudensial
BAB Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif yang ditujukan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan.
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2 /POJK.03/2018 TENTANG PENETAPAN BANK SISTEMIK DAN CAPITAL SURCHARGE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2 /POJK.03/2018 TENTANG PENETAPAN BANK SISTEMIK DAN CAPITAL SURCHARGE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akuntansi. Pengukuran ini perlu diketahui pihak yang berkepentingan untuk
18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Masalah nilai dan pengukuran sudah lama menjadi isu ekonomi khususnya akuntansi. Pengukuran ini perlu diketahui pihak yang berkepentingan untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi sebagai intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat. masyarakat yang kekurangan dana (Ismail,2010:13).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan seperti perbankan memiliki peran yang cukup penting bagi perkembangan ekonomi di suatu negara, hal itu terbukti karena perbankan memiliki fungsi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi. Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah
1 A. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Di negara seperti Indonesia, bank memegang peranan penting dalam pembangunan karena bukan hanya sebagai sumber pembiayaan untuk kredit investasi kecil,
Lebih terperinciRingkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia
Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998 bahwa yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
Lebih terperinciMengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro
Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,
Lebih terperinci