EVALUASI PENYULUHAN STUDI KASUS SOSIALISASI BENCANA GUNUNGAPI TALANG, SUMATRA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI PENYULUHAN STUDI KASUS SOSIALISASI BENCANA GUNUNGAPI TALANG, SUMATRA BARAT"

Transkripsi

1 EVALUASI PENYULUHAN STUDI KASUS SOSIALISASI BENCANA GUNUNGAPI TALANG, SUMATRA BARAT SUPRIYATI ANDREASTUTI Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Sosialisasi bencana gunungapi kepada masyarakat merupakan salah satu usaha mitigasibencana jangka panjang untuk menumbuhkan kesadaran terhadap resiko bencana. Konsep dan metoda yang tepat diperlukan untuk membentuk masyarakat yang mandiri dan tanggap dalam menghadapi resiko bencana. Erupsi G. Talang tangal 12 April 2005 telah memberikan pembelajaran dan menumbuhkan kesadaran baik terhadap masyarakat maupun pihak Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi untuk meningkatkan kualitas informasi, koordinasi serta mengetahui kekurangan penyelenggaraan proses evakuasi. Kesadaran masyarakat untuk melakukan pembenahan dan pelatihan kebencanaan merupakan modal yang utama dalam membentuk manajemen resiko bencana berbasis masyarakat (community based disaster risk management). Pendahuluan Penyebaran informasi merupakan faktor yang penting dalam mitigasi bencana karena berkaitan dengan keselamatan publik. Secara umum, definisi dari mitigasi bencana adalah segala usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana (korban jiwa dan kerugian harta benda). Mulyadi, dkk, (2006), membagi mitigasi bencana menjadi jangka panjang dan jangka pendek. Mitigasi jangka panjang merupakan segala usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak dari bencana dan dilakukan jauh sebelum bencana terjadi. Sedangkan mitigasi jangka pendek adalah tindakan untuk mengurangi penderitaan manusia maupun kerugian harta benda. Sebagai salah satu sarana dari proses penanggulangan bencana jangka panjang, maka penyebaran informasi kebencanaan kepada masyarakat perlu konsep dan metoda yang tepat agar informasi bersifat sistimatis, sederhana namun tepat sasaran. Beberapa unsur pokok yang perlu dipertimbangkan dalam penyebaran informasi kebencanaan kepada masyarakat adalah pemahaman karakter bencana dari daerah yang terkena atau berpotensi terkena bencana, latar belakang budaya, dan tingkat pemahaman masyarakat dalam menerima informasi. Pemahaman terhadap karakter bencana yang akan dan biasanya berulang terjadi di suatu daerah akan sangat berguna dalam melakukan antisipasi saat bencana itu terjadi. Dalam penanggulangan bencana jangka panjang disamping penyelidikan, pemantauan dan pemetaan, memahami karakteristik bencana Hal-51-

2 merupakan hal yang pokok untuk dipelajari dan dikembangkan. Dengan mengetahui kondisi geologi daerah yang bersangkutan maka dapat diperoleh gambaran tataan tektonik dari daerah tersebut. Pemahaman terhadap tataan tektonik suatu daerah adalah penting untuk mengetahui kondisi struktur dan proses geologi yang terjadi. Selanjutnya informasi ini berguna untuk memahami bencana geologi yang terjadi di suatu daerah. Sebagai contoh untuk memahami bencana erupsi gunungapi perlu mengetahui tataan tektonik di daerah tersebut karena tataan tektonik yang berbeda akan berpengaruh pada karakter erupsi dan kemungkinan faktor pemicunya. Gunungapi di Talang, daerah Sumatra Barat diketahui mengalami peningkatan sesudah terjadinya gempa tektonik di daerah tersebut. Selain itu dengan mempelajari sejarah kegiatannya dari variasi endapan yang dihasilkan maka dapat diketahui karakter erupsinya (tingkat erupsi, sifat/tipe erupsi dan jenis bahayanya). Dengan memahami karakter erupsinya maka bahaya yang ditimbulkan dapat diidentifikasi. Prosedur ini dilakukan sebelum menyiapkan sarana penanggulangan bahayanya. Dengan demikian bencana yang diakibatkan dapat dikontrol. Dalam melakukan identifikasi bahaya sangat perlu untuk melibatkan orang-orang yang potensial terkena bencana itu sendiri (OHSW, Hazard Management). Karena karakter dan perubahan yang terjadi dari masyarakat tersebut (budaya, tingkat hidup, maupun tingkat kepadatan penduduk) akan mempengaruhi mereka dalam menanggapi bencana. Sebagai contoh, sifat gotong royong dan kebersamaan merupakan salah satu karakter budaya masyarakat di sekitar G. Merapi, Jawa Tengah. Penyelenggaraan pernikahan yang melibatkan kebersamaan banyak orang di Desa Turgo, di tepi K. Boyong pada saat terjadi erupsi G. Merapi 22 November 1994 telah menyebabkan sekitar 69 orang meninggal. Penentuan zona-zona bahaya pada saat peningkatan aktivitas sangat penting dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dalam hal ini Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian yang menangani langsung aktivitas G. Merapi agar kejadian serupa tidak terulang. Faktor lain adalah kebutuhan ekonomi. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, masyarakat yang tinggal di sekitar gunungapi dalam mencari nafkah cenderung mendekati sumber bahaya. Hal ini terjadi baik dengan melakukan penggalian pasir di sepanjang sungai yang merupakan alur utama lahar atau awan panas atau dengan mencari rumput untuk ternak peliharaan di lereng atas gunungapi tersebut. Disaster Management Training Program (DMTP, PBB), menyebutkan 7 hal yang menyebabkan peningkatan dampak bencana terhadap masyarakat, yaitu kemiskinan, pertambahan penduduk yang cepat, perubahan Hal-52-

3 budaya, degradasi lingkungan, kurangnya kesadaran dan informasi, perang serta kerusuhan sipil. Karena berkaitan dengan penyebaran informasi, maka dalam artikel ini hanya satu hal yang akan dibahas, yaitu masalah peningkatan kesadaran dan penyebaran informasi kepada masyarakat dalam kaitannya dengan kebencanaan. Usaha Mitigasi Bencana melalui Penyebaran Informasi Sosialisasi kebencanaan melalui penyebaran informasi telah banyak dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terkait dengan bencana gunungapi, gempa, gerakan tanah dan tsunami. Sosialisasi kebencanaan dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyuluhan kebencanaan dilakukan secara langsung dengan memberikan informasi melalui sarana audio visual di daerah-daerah rawan bencana yang berpotensi untuk tertimpa bencana. Selain melakukan penyuluhan langsung, informasi kebencanaan juga dilakukan melalui penyebaran brosur, buku, leaflet dan sosialisasi Peta Kawasan Rawan Bencana. Artikel ini membahas khusus tentang evaluasi penyebaran informasi kebencanaan gunungapi. Untuk saat ini sosialisasi kebencanaan gunungapi ditekankan pada gunungapi yang mempunyai frekuensi erupsi yang tinggi. Penyebaran informasi yang diberikan mencakup sosialisasi tentang gunungapi terkait dengan manfaat, bahaya, dan dampak yang ditimbulkan serta cara-cara menghindari bahayanya. Saat ini aktivitas gunungapi di Indonesia dipantau oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi yang berkedudukan di Jl Diponegoro 57 Bandung. Aktivitas gunungapi dipantau dari beberapa aspek, antara lain geofisika, geokimia, geologi maupun pengamatan visual. Data-data tersebut diolah dan kemudian informasi diberikan kepada masyarakat melalui Pemerintahan Daerah (Pemda) setempat. Selain berupa gambaran aktivitas gunungapi yang bersangkutan, status gunungapi saat itu juga disampaikan. Informasi tentang aktivitas gunungapi dilakukan secara rutin oleh PVMBG kepada masyarakat melalui Pemda setempat secara tertulis satu bulan sekali dalam kondisi aktivitas gunungapi Normal, seminggu sekali pada status Waspada, setiap hari/12 jam sekali pada status Siaga dan 6 jam sekali pada status Awas. Informasi tentang aktivitas gunungapi diperoleh dari hasil pemantauan peralatan yang dipasang di sekitar gunungapi yang bersangkutan. Data yang diperoleh kemudian diolah dan diberikan kepada masyarakat melalui Pemda setempat. Secara umum alur informasi dapat dilihat pada gambar 1. Hal-53-

4 Gambar 1. Diagram Alir informasi aktivitas gunungapi. Untuk memahami makna dari status aktivitas gunungapi dan bahaya yang ditimbulkannya, maka dilakukan sosialisasi kebencanaan gunungapi pada masyarakat yang tinggal di sekitar gunungapi aktif. Aktivitas sosialisasi dilakukan pada saat status aktivitas gunungapi Normal atau Waspada. Lokasi sosialisasi kebencanaan dipilih pada daerahdaerah rawan bencana yang berpotensi terkena dampak erupsi. Kendala dalam Penyebaran Informasi Kegunungapian Secara umum terdapat beberapa kendala dalam penyampaian sosialisasi kebencanaan kepada masyarakat, antara lain lokasi penyuluhan yang tepat tidak selalu dapat didatangi, karena daerah lokasi yang akan disuluh adalah rekomendasi dari Pemda, lokasi penyuluhan yang terpencar dan mencakup gunungapi di seluruh Indonesia, sedangkan frekuensi penyuluhan terbatas, sehingga penyebaran informasi masih belum maksimal. Untuk mendapatkan lokasi yang tepat perlu koordinasi dengan Pemda setempat. Biasanya lokasi yang lebih sesuai akan diajukan setelah suatu daerah menerima sosialisasi. Problem yang lebih spesifik muncul pada kegiatan sosialisasi adalah keragaman budaya dan bahasa. Latar belakang budaya dari masyarakat setempat memegang peranan penting karena berkaitan dengan respon masyarakat terhadap pemahaman bahaya itu sendiri. Keragaman budaya yang berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lain terutama berkaitan dengan kearifan lokal. Terkadang pemahaman antara nilai-nilai budaya bertentangan dengan maksud dari penyebaran informasi. Beberapa kasus yang muncul antara lain ritual Labuhan yang dilakukan di G.Merapi dan bertujuan untuk menolak bala agar masyarakat dilindungi dari bahaya atau upacara Kesada di G. Bromo maupun upacara adat keagamaan pada saat terjadi erupsi besar di G.Agung, Bali tahun Suatu tantangan yang tidak mudah untuk menyelaraskan nilai kearifan lokal dan pemahaman bencana yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi keselamatan masyarakat. Selain itu keragaman bahasa merupakan merupakan kendala lain dalam melakukan komunikasi. Tingkat pemahaman masyarakat juga berkaitan dengan pengalaman mereka terhadap kejadian erupsi yang pernah mereka alami. Pengalaman menghadapi bahaya akan membentuk masyarakat yang bersangkutan dalam memahami resiko bencana yang dihadapi. Sebagai contoh kejadian erupsi G. Merapi pada tahun 1994 ke arah lereng selatan G. Merapi yang menyebabkann 69 orang meninggal telah Hal-54-

5 membentuk masyarakat di daerah Sleman lebih tanggap dalam menghadapi bencana. Untuk mengetahui tingkat pemahaman dan kebutuhan informasi masyarakat, dilakukan evaluasi melalui kuisioner yang disebarkan kepada peserta sosialisasi. Responden diambil dari peserta sosialisasi kebencanaan gunungapi yang dilakukan di G. Talang pada tanggal 20 Februari Peserta terdiri atas masyarakat umum, tokoh masyarakat dan unsur pelaksana penanggulangan bencana. Hasil kuisioner memperlihatkan beberapa problem yang muncul pada penyebaran informasi (Tabel 1). Alasan dilakukannya evaluasi di daerah ini, karena G. Talang mempunyai intensitas erupsi yang tinggi. Gunung ini terletak sekitar 60 km di sebelah timur Kota Padang, Sumatra Barat. Sepanjang tahun , telah terjadi beberapa kali peningkatan aktivitas di G.Talang (2597m), yaitu tahun 2001, 2003, 2005, Pada tahun 2005, gunungapi yang terletak di Kabupaten Solok, Sumatra Barat ini meletus. Peningkatan aktivitas G. Talang pada saat itu berakhir dengan erupsi yang terjadi pada tanggal 12 April Kejadian ini juga diikuti oleh pengungsian masyarakat yang tinggal di 5 kecamatan di sekitar G. Talang (Kecamatan Lembang Jaya, Danau Kembar, Bukit Sundi, Kubung, Lembah Gumanti dan Kecamatan Gunung Talang). Pengungsi saat itu berjumlah lebih dari 25,000 orang. Kejadian erupsi ini tidak hanya memberikan pelajaran bagi pihak Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi tetapi juga pelaksana penanggulanan bencana (Pemda) dan masyarakat. Sosialisasi bencana gunungapi yang dilakukan oleh Tim PVMBG pada tanggal 20 Februari 2007 terhadap masyarakat di Kabupaten Solok telah memberikan beberapa masukan yang penting baik bagi pihak PVMBG maupun Pemda setempat untuk lebih mengembangkan diri (Tabel 1). Usaha Peningkatan Pemahaman terhadap Bencana Secara umum, pemahaman kebencanaan di Kabupaten Solok cukup memadai. Namun, perlu pembaharuan dalam memberikan informasi agar dapat lebih dipahami. Beberapa solusi untuk peningkatan pemahaman masyarakat tercantum dalam Tabel 1 dan 2. Agar penyebaran informasi berjalan secara efisien, maka diperlukan beberapa persyaratan antara lain jenis materi yang disampaikan, kualitas penyuluh, cara penyampaian, bahasa yang digunakan dan sistimatika penyampaian. Materi yang disampaikan hendaknya menggunakan bahasa yang umum dipakai dan sederhana agar mudah dipahami. Selain itu juga diperlukan kualitas penyuluh yang mampu memahami peserta sosialisasi karena akan berpengaruh pada cara penyampaiannya. Susunan materi yang jelas dan disampaikan dalam bentuk dan cara yang sederhana akan lebih mengena daripada dalam bentuk ilmiah yang bahasanya sulit dimengerti. Penyampaian Hal-55-

6 informasi bencana memerlukan penyuluh yang mampu memahami karakter pendengarnya baik dari sisi budaya/kebiasaan maupun latar belakangnya. Penyampaian informasi dengan menggunakan bahasa setempat dan sesuai dengan kebiasaan/budaya setempat akan lebih mengena, karena berkaitan dengan kebiasaan sehari-hari. Materi yang dibutuhkan berkaitan dengan kebencanaan gunungapi adalah jenis dan karakteristik bahaya, dampak bencana dan cara menghindari bahaya. Karena setiap gunungapi mempunyai karakteristik yang berbeda, maka informasi yang diberikan kepada masyarakat juga berbeda tergantung lokasi gunungapi dimana mereka tinggal. Identifikasi jenis bahaya yang dihadapi oleh masyarakat sangat diperlukan dalam memberikan penyuluhan karena pemahaman akan lebih fokus sesuai yang dengan kenyataan yang akan dihadapi. Sebagai contoh, gunungapi dengan potensi letusan yang mengeluarkan abu dan awanpanas serta kemungkinan bahaya lanjutan seperti lahar, maka pemahaman tentang karakteristik bahaya tersebut dan cara menghindarinya perlu diutamakan. Tabel 1. Problem dalam sosialisasi kebencanaan gunungapi di G. Talang, Kabupaten Solok,Sumatra Barat dan solusinya. Problem Indikator Solusi/Capaian yang diinginkan Informasi kebencaanaan * Sistimatika penjelasan Materi yang disampaikan Bahasa yang digunakan Cara penyampaian Informasi yang diperlukan ** Jenis bahaya Karakteristik bahaya Dampak Cara menghindarinya Peningkatan pengetahuan * Kontinuitas informasi Pemutahiran data/informasi Peningkatan kerjasama - Penentuan jalur evakuasi Lokasi pengungsian Peningkatan kualitas sumber daya Sosialisasi dilakukan pada masyarakat umum, aparat, * manusia tokoh masyarakat, pelaksana penanggulangan bencana Pelatihan kebencanaan Melatih koordinasi antar petugas - (simulasi bencana) Mewujudkan kerjasama dan koordinasi lintas sektoral Keterangan: - Belum ada, * Kurang, ** Cukup, *** Sangat cukup Hal-56-

7 Selain informasi tentang kebencanaan gunungapi, masyarakat juga perlu memahami makna dari status aktivitas gunungapi. Informasi yang akurat dari tenaga ahli diperlukan dalam memberikan rekomendasi kepada masyarakat. Selanjutnya bagaimana menyampaikan dan menggunakan informasi tersebut kepada publik tidaklah sederhana. Konsistensi dalam memberikan informasi merupakan faktor utama untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Lebih lanjut, dalam melakukan penanggulangan bencana yang melibatkan masyarakat diperlukan pemahaman bahaya gunungapi yang disampaikan kepada masyarakat baik melalui sarana langsung (penyuluhan) ataupun melalui media (audio dan visual) serta pelatihan (gladi lapang) untuk melakukan evakuasi. Latihan proses evakuasi ini penting untuk memahami jalur-jalur dan lokasi pengungsian, karena jalur-jalur yang disiapkan berkaitan dengan karakter bahaya yang dihadapi. Dalam penyuluhan dan pelatihan perlu dikembangkan pemahaman bahaya dan cara-cara menghindari bahaya secara praktis. Sebagai contoh, bagaimana cara menghindari bahaya abu, awanpanas, gas dan lain-lain. Pengetahuan praktis ini perlu pelatihan agar masyarakat terbiasa dan terlatih dalam menghadapi bencana. Salah satu faktor penting untuk mengatasi kegagalan dalam memberikan informasi kepada masyarakat adalah akurasi data dan konsistensi dalam memberikan informasi. Tingkat akurasi data dipengaruhi oleh data yang diperoleh dari pemantauan dan pengolahannya. Hal ini selain tergantung pada kecanggihan peralatan juga keahlian dari pengolah data. Konsistensi dalam memberikan informasi bahaya yang akan dihadapi ini sangat penting agar masyarakat yang menerima informasi tersebut tidak bingung. Menyiapkan Manajemen Bencana Berbasis Masyarakat Akhir-akhir ini banyak ditekankan tentang pelatihan mitigasi bencana berbasis masyarakat. Berbagai elemen masyarakat seperti LSM, PSBA, telah bekerjasama dengan Pemda untuk mendukung program penyebaran informasi dan pelatihan bencana dalam rangka membentuk masyarakat yang mandiri dalam menghadapi bencana. Dalam beberapa lokakarya dan seminar tentang kebencanaan, tidak sedikit para ahli yang mengemukakan tentang perlunya manajemen bencana berbasis masyarakat. Untuk membentuk masyarakat yang mampu secara mandiri tanggap terhadap bahaya diperlukan beberapa hal, mencakup; pengetahuan, pemahaman, kontinuitas informasi, dan pelatihan. Pengelolaan kebencanaan yang terkonsep dan aplikasi dari strategi kebijakan yang tepat akan membentuk masyarakat yang mandiri namun tanggap dalam menghadapi bencana. Hal-57-

8 Tabel 2. Sarana untuk peningkatan pemahaman bencana dan keluarannya KEPERLUAN Tahapan sosialisasi Sarana pengungsian Sarana evakuasi Sistim peringatan dini Pembuatan peta penunjang Pengungsian Pembuatan brosur/leaflet petunjuk praktis Pembuatan Sistim Peringatan Dini KELUARAN Masyarakat tahu bencana Masyarakat memahami bencana Masyarakat sadar bencana Masyarakat tanggap terhadap bencana Jalur pengungsian Lokasi pengungsian Sarana kesehatan Air bersih, MCK Dapur umum Perbaikan jalan Sarana transportasi (kendaraan) Tradisional Berteknologi tinggi Peta Kawasan Rawan Bencana Peta Zona Resiko Tegantung dari arah erupsi (bersifat sektoral) Jenis bahaya Dampak bahaya Cara menghindari bahaya Peralatan yang dapat digunakan untuk penyampaian informasi Dalam melakukan penyebaran informasi di daerah rawan bencana perlu diarahkan pada peningkatan kualitas pemahaman dan kesadaran masyarakat secara menyeluruh, intensif dan menerus sehingga terbentuk suatu masyarakat yang mandiri, responsif namun bertanggungjawab dalam menghadapi bencana. Tahap terakhir dari proses ini adalah melibatkan masyarakat dalam proses penanggulangan bencana agar berperan aktif. Karena peningkatan kualitas pelaksana penanggulangan bencana atau tokoh masyarakat saja tidak cukup efektif untuk membentuk masyarakat yang sadar bencana. Keterlibatan masyarakat, pemahaman bencana, kesadaran serta respon yang merata dari setiap anggota masyarakat serta kerjasama dari masyarakat yang bersangkutan dalam dalam penanggulangan bencana akan menciptakan pengelolaan manajemen bencana berbasis masyarakat yang baik. Beberapa tahapan kondisi masyarakat dalam kaitannya dengan pemahaman bencana dapat dilihat pada Tabel 2 poin 1. Untuk membentuk masyarakat yang tanggap bencana perlu pemahaman dan kesadaran akan risiko bahaya yang dihadapi. Program-program pelatihan untuk membentuk masyarakat yang sadar dan tanggap bencana telah banyak dilakukan. Sebagai Hal-58-

9 contoh di daerah Sleman, lereng selatan Merapi telah diterapkan program wajib latih mulai tahun Program ini mewajibkan satu orang dari setiap keluarga untuk mengikuti wajib latih kebencanaan. Sebagai langkah awal adalah memberikan pelatihan kepada perwakilan anggota masyarakat (Training of Trainer, TOT) yang kemudian akan memberikan pelatihan lanjutan kepada masyarakat. Pemberdayaan masyarakat agar mandiri dan tanggap terhadap bencana tidak hanya dilakukan melalui kegiatan sosialisasi tetapi juga melalui pelatihan kebencanaan. Dengan pelatihan ini maka mayarakat akan memahami tindakan yang harus dilakukan pada saat terjadi bencana, diantaranya mengatasi kepanikan dan melakukan koordinasi untuk menyelamatkan diri melalui jalur-jalur evakuasi yang telah disediakan menuju lokasi pengungsian. Dengan pelatihan ini maka orang akan berusaha menolong diri sendiri dan orang lain untuk menghindari bahaya dengan benar. Selain itu perlu dipasang sistim peringatan dini untuk memudahkan dalam memberikan informasi. Sistim ini berupa sirine dan digunakan pada saat terjadi peningkatan status aktivitas dari Siaga (Level III) ke Awas (Level IV, tertinggi), yang menyatakan bahwa semua orang yang tinggal di daerah terancam bencana diharuskan mengungsi. Penentuan daerah ancaman dan jalur-jalur bahaya dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigai Bnecana Geologi. Sedangkan instruksi untuk mengungsi dilakukan oleh Pemda setempat. Status aktivitas gunungapi sendiri dibagi menjadi 4 tingkatan, dari yang terendah yaitu Normal, Waspada, Siaga dan Awas. Untuk menunjang terpasang dan bekerjanya sistim peringatan dini perlu pengecekan kondisi peralatan pada saat Status Waspada dan menjadi lebih intensif saat Status Siaga karena keadaan darurat dapat terjadi sewaktu-waktu. Pada saat krisis semacam ini konsistensi informasi dan akurasinyanya sangat penting. Sekali terjadi kesalahan informasi akan mengubah kepercayaan publik dan semua usaha tidak ada artinya. Sebagai contoh, saat terjadi bencana tsunami di Srilanka 26 Desember 2004 telah dilakukan peringatan sekitar dua setengah jam sebelum kejadian. Namun tidak konsistennya informasi yang diberikan dari pihak terkait menyebabkan tidak adanya persiapan untuk menghindari bahaya (Uda-gami, 2008) sehingga menimbulkan banyak korban. Berkaitan dengan teknologi, penerapan sistim peringatan dini sepanjang tidak ada hambatan teknologi (masalah listrik, gangguan pada sistim peralatan, dll), tidak ada masalah dengan penggunaan peralatan sebagai sarana informasi untuk peringatan dini. Namun demikian, bila terjadi hambatan teknis, tidak ada salahnya dilakukan persiapan sistim peringatan dini dengan menggunakan peralatan tradisional seperti kentongan atau bedug. Hal-59-

10 Kesimpulan Penyebaran informasi dalam upaya penanggulangan bencana telah dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi baik melalui penyuluhan, seminar, penyelenggaraan kolokium hasil penyelidikan dan pembuatan buku, brosur maupun leaflet. Selain itu juga dilakukan pembuatan Peta Kawasan Rawan Bencana dan proses sosialisasinya dalam usaha memberikan pemahaman kepada masyarakat. Penyebaran informasi agar dapat berjalan secara efektif memerlukan metoda yang tepat sesuai dengan sasaran masyarakat yang dituju. Pada masyarakat pendidik, tokoh masyarakat atau masyarakat umum atau aparat penanggulangan bencana akan berbeda metode yang disampaikan. Keberhasilan penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi bencana untuk menghasilkan pemahaman pada masyarakat tidak cukup hanya dengan memberikan penjelasan dan informasi mengenai jenis bahaya, dampak maupun cara menghindarinya, tetapi juga melalui proses pelatihan bencana/gladi lapang. Untuk melakukan pelatihan bencana/proses evakuasi ini diperlukan pemahaman yang cukup dari resiko bencana dan kesadaran serta tanggung jawab masyarakat dalam menanggapi dan menghindari bahaya itu sendiri. Sehingga proses penyelamatan diri saat evakuasi dapat berlangsung secara efektif. Proses simulasi bencana juga memberikan pelatihan dalam melakukan koordinasi antar anggota pelaksana penanggulangan bencana agar tercipta keseragaman langkah dalam melakukan fungsinya. Sikap toleransi, melayani, motivasi yang tinggi dan sikap disiplin akan memberikan kenyamanan dalam berkerjasama mencapai tujuan. Sedangkan koordinasi yang baik antar instansi tidak hanya mempelancar proses evakuasi tetapi juga menumbuhkan rasa aman dan percaya dari masyarakat dalam menghadapi bahaya. Proses evakuasi tidak hanya melibatkan satuan pelaksana penanggulangan bencana, tetapi peran aparat keamanan juga tak kalah penting. Karena pada saat evakuasi msyarakat meninggalkan harta benda baik rumah maupun ternak serta barangbarang lainnya yang tidak menutup kemungkinan akan hilangnya barang-barang tersebut akibat ulah dari sekelompok orang yang memanfaatkan situasi dalam kesulitan. Kontrol dari petugas keamanan bekerjasama dengan kelompok masyarakat yang terlibat didalam penanggulangan bencana akan sangat bermanfaat dalam mengatasi keadaan ini. Sehingga masyarakat yang tinggal di daerah bencana dengan rela akan meninggalkan darah rawan bencana tanpa diliputi rasa kuatir akan kehilangan harta bendanya. Hal-60-

11 Saran Berkaitan dengan usulan peningkatan kerjasama dan perbaikan koordinasi antar petugas pelaksana penanggulangan bencana ataupun lintas sektoral maka perlu dilakukan kerjasama penentuan jalur dan lokasi evakuasi permanen. Penentuan ini didasarkan pada Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi yang dibuat oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Penentuan ini tentunya juga mempertimbangkan perkembangkan sifat dan arah erupsi yang akan berpengaruh pada daerah ancaman. Uda-gami, N., First Responder Action, disampaikan pada Lokakarya Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat, Kerjasama IIDP-LIRNEasia, 5 Maret, Jakarta Daftar Pusatka Disaster Management Training Programme, PBB (DMTP, Modul Pelatihan Manajemen Bencana), Occupational Health, Safety and Welfare (OHSW, Hazard management), ure/hazard.asp Mulyadi, E., Abdurachman, O., Hilman, P.M., dan Priatna, 2006, Mengenal Konsep Penanganan Bencana, Bahaya Geologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Indonesia, Warta Geologi, Juni. Hal-61-

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng benua Eurasia, lempeng samudra Hindia,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014 \ 1 A. TATANAN TEKTONIK INDONESIA MITIGASI BENCANA GEOLOGI Secara geologi, Indonesia diapit oleh dua lempeng aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang subduksinya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN STATUS POTENSI BENCANA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN STATUS POTENSI BENCANA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN POTENSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui garis astronomis 93⁰BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS. Dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN SOSIALISASI ERUPSI G. SEMERU,MEI JUNI 2008

PEMANTAUAN DAN SOSIALISASI ERUPSI G. SEMERU,MEI JUNI 2008 PEMANTAUAN DAN SOSIALISASI ERUPSI G. SEMERU,MEI JUNI 2008 KRISTIANTO, HANIK HUMAIDA, KUSHENDRATNO, SAPARI DWIYONO Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Jl. Diponegoro No. 57 Bandung, 40122 Sari

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan

Lebih terperinci

Pemahaman Masyarakat Pada Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Ijen, Jawa Timur (Imam Santosa)

Pemahaman Masyarakat Pada Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Ijen, Jawa Timur (Imam Santosa) PEMAHAMAN MASYARAKAT PADA PETA KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI IJEN, JAWA TIMUR Imam Santosa Bidang Evaluasi Potensi Bencana Sari Gunungapi Ijen merupakan gunungapi tipe A di Jawa Timur yang sangat aktif.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluarkan kebijakan relokasi atas dasar pertimbangan Peta

Lebih terperinci

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB Peta Rawan : Suatu Informasi Fundamental dalam Program Pengurangan Risiko Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi atau ring of fire yang dimulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi Utara hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Secara geologi, wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM. Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi Bandung. 2.1 Sejarah Singkat Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi.

BAB II GAMBARAN UMUM. Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi Bandung. 2.1 Sejarah Singkat Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi. BAB II GAMBARAN UMUM Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi Bandung 2.1 Sejarah Singkat Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi adalah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi, yaitu erupsi letusan dan leleran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Usaha mengurangi resiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV.49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424 021-5228371

Lebih terperinci

25/02/2015. Manajemen bencana Perencanaan,kedaruratan dan pemulihan. Jenis Bencana (UU 24/2007) Terjadinya Bencana. Potensi Tsunami di Indonesia

25/02/2015. Manajemen bencana Perencanaan,kedaruratan dan pemulihan. Jenis Bencana (UU 24/2007) Terjadinya Bencana. Potensi Tsunami di Indonesia Keperawatan Medikal Bedah Fikes UMMagelang Universitas Muhammadiyah Magelang Manajemen bencana Perencanaan,kedaruratan dan pemulihan Disaster Nursing I Program studi Ilmu sarjana keperawatan Rabu, 25 Februari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter diatas permukaan laut. secara geografis terletak pada posisi 7 32.5 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Disusun oleh: Anita Megawati 3307 100 082 Dosen Pembimbing: Ir. Eddy S. Soedjono.,Dipl.SE.,MSc.,

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNSI PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada koordinat 95 0 BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah gunung berapi terbanyak di dunia, karena memiliki lebih dari 400 gunung berapi. Gunung Merapi merupakan salah satu gunung

Lebih terperinci

PERANCANGAN SOSIALISASI RUANG TANGGAP DARURAT KOTA BANDUNG MELALUI NOMOR DARURAT 113

PERANCANGAN SOSIALISASI RUANG TANGGAP DARURAT KOTA BANDUNG MELALUI NOMOR DARURAT 113 PERANCANGAN SOSIALISASI RUANG TANGGAP DARURAT KOTA BANDUNG MELALUI NOMOR DARURAT 113 Diajukan untuk memenuhi satu syarat dalam menempuh ujian sidang Tugas akhir program studi Desain Komunikasi Visual Disusun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, buku Buku Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008 ini dapat diselesaikan sebagaimana yang telah direncanakan. Buku ini menggambarkan

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bantul merupakan salah satu wilayah yang memiliki ancaman bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten Bantul telah dibuktikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, dan lempeng Pasifik. Pada daerah di sekitar batas

Lebih terperinci

BADAN GEOLOGI - ESDM

BADAN GEOLOGI - ESDM Studi Kasus Merapi 2006 : Peranan Pengukuran Deformasi dalam Prediksi Erupsi A. Ratdomopurbo Kepala BPPTK-PVMBG Sosialisasi Bidang Geologi -----------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN FUNGSI, KLASIFIKASI, PERSYARATAN ADMINISTRATIF DAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO. Oleh: Yusman Wiyatmo ABSTRAK

MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO. Oleh: Yusman Wiyatmo ABSTRAK MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO Oleh: Yusman Wiyatmo Jurdik Fisika FMIPA UNY, yusmanwiyatmo@yahoo.com, HP: 08122778263 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengetahui

Lebih terperinci

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013 1 Kebijakan Teknis Evakuasi Kebijakan teknis evakuasi merupakan bagian dari Skenario Rencana Penanggulangan Bencana Erupsi Gunungapi Merapi Menyusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

Definisi Bencana (2) (ISDR, 2004)

Definisi Bencana (2) (ISDR, 2004) Definisi Bencana Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor

Lebih terperinci

Rapid Assessment Terhadap Kerusakan Bangunan Akibat Erupsi Merapi Tahun 2010

Rapid Assessment Terhadap Kerusakan Bangunan Akibat Erupsi Merapi Tahun 2010 Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman 115 124 ISSN: 2085 1227 Rapid Assessment Terhadap Kerusakan Bangunan Akibat Erupsi Merapi Tahun 2010 Any J., 1, 2 Widodo B.,

Lebih terperinci

51 COMMUNITY BASED DISASTER MANAGEMENT

51 COMMUNITY BASED DISASTER MANAGEMENT 51 COMMUNITY BASED DISASTER MANAGEMENT Oleh : Ridwan Herianto, Soni Akhmad Nulhaqim, & Hadiyanto A. Rachim Email: heriantoridwan@gmail.com; soninulhakim@yahoo.com; hrachim@gmail.com Abstrak Urgensi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 202 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kesiapsiagaan masyarakat terhadap

Lebih terperinci

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS VI SEMESTER 2 CARA- CARA PENANGGULANGAN BENCANA ALAM A. CARA- CARA MENGHADAPI BENCANA ALAM 1. Menghadapi Peristiwa Gempa Bumi Berikut adalah upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

Telepon: , , Faksimili: ,

Telepon: , , Faksimili: , KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 4122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 1295 Telepon: 22-7212834, 5228424, 21-5228371

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 232 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Setelah data dan hasil analisis penelitian diperoleh kemudian di dukung oleh litelature penelitian yang relevan, maka tiba saatnya menberikan penafsiran dan pemaknaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam merupakan suatu kejadian alam yang dapat merugikan masyarakat yang mengalaminya dan dapat terjadi secara tiba-tiba (Kurniawan et al., 2013). Apalagi negara

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG BADAN KESATUAN BANGSA PROPINSI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV.49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424 021-5228371

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 VISI DAN MISI SKPD Visi BPBD Kabupaten Lamandau tidak terlepas dari kondisi lingkungan internal dan eksternal serta kedudukan, tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Skripsi ini menganalisis tentang partisipasi masyarakat dalam mitigasi bencana. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN 1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur.

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan non alam

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN SKPD Identifikasi permasalahan pada BPBD Kabupaten Lamandau berdasarkan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik bencana yang kompleks, karena terletak pada tiga lempengan aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia di bagian

Lebih terperinci

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2033,2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Rambu. Papan Informasi. Bencana. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG RAMBU DAN PAPAN INFORMASI BENCANA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci