REWARD DAN PUNISHMENT
|
|
- Lanny Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV REWARD DAN PUNISHMENT MENURUT IBN MISKAWAIH DAN ABDULLAH NASHIH ULWAN SEBAGI METODE PENDIDIKAN AKHLAK A. Persamaan dan Perbedaan Konsep Reward dan Punishment Menurut Ibn Miskawaih dan Abdullah Nashih Ulwan a. Persamaan Ulwan menggunakan istilah targhib dan tarhib yang maknanya selaras dengan reward dan punisment dalam konsep pendidikan modern. Ia juga menambahkan dengan uqubah atau iqab yang lebih tegas, keras, dan bersifat fisik. Konsep ini hampir sama dengan yang diajukan oleh Ibn Miskawaih juga menggunakan istilah uqub dan targhib. Konsep ini dipraktikan ketika anak menunjukkan perbuatan baik dan buruk. 1 Dengan demikian aspek psikologis sangat diperhatikan dalam menggunakan konsep ini. Karena secara naluriah, manusia memiliki pembawaan semisal membutuhkan sesuatu yang menyenangkan, di samping terkadang akan merasa jera karena adanya ketakutan di dalam dirinya. Ketika anak didik mengekspresikan sesuatu yang baik, kejadian itu tidak belalu begitu saja, akan tetapi orang tua atau pendidik menyimak dengan perhatian berupa pemberian rasa hormat dan dorongan agar mereka bersemangat dan mau mengulanginya lagi. 2 Tujuannya dari cara atau jalan yang dilakukan oleh orang tua atau pendidik dalam rangka supaya anak didik menjalankan syariat agama dan menumbuhkan kesadaran untuk berbuat baik. Dengan demikian yang ingin 1 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyah al-aulad fi al-islam, Jilid II, (Beirut: Dar al-salam, 1983), hlm Ibid. 91
2 92 dicapai adalah untuk menanamkan perilaku yang baik dan menetralisasi perbuatan jelek. Mengenai bentuk-bentuknya, Ibn Miskawaih dan Abdullah Nashih Ulwan sepakat dapat berupa verbal dan non-verbal, atau fisik dan nonfisik. Semisal pujian, janji kepada kebaikan, hadiah berupa benda, celaan, peringatan, ancaman, pelototan, dan sebagainya. Keduanya juga memberikan syarat batasan dan syarat yang ketat. Menurut Ibn Miskawaih, seorang pendidik dalam menjatuhkan hukuman hendaknya memposisikan sebagai seorang dokter. Lebih rinci lagi, Ulwan menyarankan agar dalam memberikan hukuman dengan cara lemah lembut dan kasih sayang, menjaga tabiat anak yang salah, dan bertahap dari yang lunak sampai yang keras. Menjaga tabiat anak yang salah amat diperlukan dalam memberikan hukuman. Seperti menurut Ibn Miskawaih dalam mencerca kesalahan anak, jangan secara langsung mencerca, apalagi di hadapan orang banyak. Karena anak didik belum memiliki pengetahuan seperti orang dewasa, jiwanya masih sederhana. Tetapi pertama-tama yang dilakukan adalah berpura-pura tidak memperhatikannya, membuat seolaholah itu bukan kehendak dari anak didik yang melakukan kesalahan. Lalu memberikan peringatan dan penjelasan bahwa perbuatanya amatlah fatal. Tidak menutup kemungkinan, perbuatan salah itu mengandung unsur ketidakpuasan atas apa yang diterimanya. Anak didik merupakan refleksi orang tua atau pendidik, akhlak mereka baik atau buruk adalah hasil dari pendidikan yang telah dilakukan. Pendapat ini seakan memberikan pandangan bahwa seorang pendidik bukan seorang hakim melihat perbuatan anak didik hanya dari sisi hitam-putih semata. Seharusnya mereka melihat akan keterbatasan yang dimiliki anak. Bisa jadi kesalahan itu timbul akibat keterbatasan pengetahuannya, atau mungkin karena kesalahpahaman yang tidak dimengerti.
3 93 Kadang yang dilakukan sebaliknya, mereka hanya memperbanyak cercaan dan hujatan tanpa ilustrasi verbal akan penanaman pengertian kepada anak didik bahwa perbuatannya itu salah dan berakibat tidak baik. Ucapan verbal yang mereka lontarkan acap kali tidak rasional, hanya atas dasar amarah semata, seperti jangan lakukan itu tidak baik, atau kadang hanya mitos yang menjadi alasan kuat, tidak boleh begitu, pamali 3. Penjelasan yang terlalu simple dan tidak tepat pendidik hanya akan memunculkan respon balik yang tidak baik dari anak didik. Pada gilirannya hanya akan menanamkan sikap tidak logis, hanya kepercayaan kepada mitos yang diturunkan. Padahal mereka menuntut lebih dari itu, mereka membutuhkan penjelasan yang dapat dimengerti dan diterima menurut ukuran mereka sendiri. b. Perbedaan Secara umum, mengenai konsep yang selaras dengan reward dan punishment menurut Ibn Miskawaih dan Abdullah Nashih Ulwan tidak memiliki perbedaan yang berarti. Sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa Ibn Miskawaih sebagai seorang filusuf etika yang akrab dengan budaya Yunani, kebanyakan konsep-konsepnya merupakan turunan dari filusuf Yunani dan muslim yang terpengaruh oleh pemikiran ilmuan Yunani, tanpa terkecuali dengan konsep reward dan punishment. Menurutnya akhlak dapat berubah dengan jalan pendidikan, dengan mengutip pendapat Aristoteles. Selanjutnya usaha pendidikan tersebut dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, salah satunya dengan al-siasah al-jayyidah. Dari sinilah kemudian timbul konsep uqub dan targhib. Walaupun Ibn Miskawaih tidak menyebutkan secara tegas membahas mengenai kedua istilah tersebut, hanya menyebutkan bentuk-bentuknya, tetapi keduaanya merupakan usaha yang dilaksanakan dalam rangka memberikan dorongan, penguatan dan perbaikan terhadap perbuatan baik dan tercela. 3 Ungkapan turun-temurun dari orang Sunda terhadap sesuatu yang dianggap tabu dan memiliki akibat karma di lain waktu. Kesimpulan mereka hanya atas dasar percontohan terhadap orang terdahulu (nenek moyang) yang telah melakukannya.
4 94 Berbeda dengan Ulwan, konsep yang selaras reward dan punishment diturunkan dari konsep al-qur an dan hadits. Potret pendidikan yang telah dicontohkan oleh Rasul saw. harus direfleksikan oleh pendidik. Ulwan memunculkan konsep targhib (pemberian stimulus dengan pujian atau sesuatu yang menyenangkan) dan tarhib (pemberian stimulus berupa peringatan atau sesuatu yang menyakitkan). Jika kedua istilah tersebut diformulasikan dalam pendidikan modern, maka akan memiliki kesesuaian dengan konsep reward dan punishment. Di samping itu, Al-Qur an memunculkan dua konsep hudud dan ta zir, sedang dari hadits berupa modelling praktek pendidikan yang telah dilakukan oleh Rasulullah yang merupakan bentuk dari uqub. Hukuman yang lebih tegas dan lebih menjurus ke arah hukuman fisik. Ibn Miskawaih dan Ulwan, memang menjadikan pukulan (hukuman fisik) sebagai jalan dan cara terakhir yang ditempuh dalam mendisiplinkan perilaku anak didik, akan tetapi Ulwan mengilustrasikan syarat dan prinsip-prinsip yang tegas dan jelas dalam menjatuhkan pukulan. Dengan demikian, secara praktis seolah-olah Ulwan menanggalkan hukuman fisik, selagi jalan dan cara lain masih bisa ditempuh dalam mendidik perilaku anak didik yang menyimpang. B. Reward dan Punishment dalam Perspektif Pendidikan Islam a. Mengembangkan Kasih Sayang Kalau diteliti lebih seksama, rasa kasih sayang merupakan kebutuhan psikis yang paling mendasar dalam hidup dan kehidupan manusia. Pengembangan kasih sayang dengan bijak sebagai kunci utama dan pertama dalam menangani, melayani, dan memenuhi kebutuhan anak didik yang dalam masa perkembangan. Apabila mereka miskin akan
5 95 penerimaan kasih sayang dari orang tuanya, maka tidak ayal lagi akan menimbulkan penderitaan batin. 4 Kasih sayang dalam bentuknya bermacam, bisa berupa apa saja yang dapat mencerminkan rasa senang, suka, hormat terhadap objek tertentu. Merupakan kelaziman, orang tua selalu berusaha mengungkapkan perasaan sayang terhadap anaknya. Kemampuan atau tata cara orang tua terhadap anak, juga merupakan refleksi dari kasih sayang itu sendiri. Al-Qur an dalam mengajak umat manusia selalu mengedepankan tata cara yang paling terbaik, sehingga kedatangan Islam mudah diterima di kalangan umat manusia dan mendapatkan respon positif. اد ع ا لى س ب يل ر ب ك ب ا لح كم ة و ا لم و ع ظة ا لح س ن ة و ج اد له م ب ا لت ي ه ي ا ح س ن ا ن ر ب ك ه و ا ع لم ب م ن ض ل ع ن س ب يل ه و ه و ا ع لم ب ا لم ه ت د ي ن (النحل: ١٢۵) Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bntahlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-nya dan Dialah yang lebih mengetahui orangorang yang mendapatkan petunjuk. (al-nahl: 125) Ayat ini terlihat feminim, dalam mengajak kepada jalan Allah (agama Islam), Rasul saw. diperintahkan dengan kata-kata al-hikmah alhasanah, al-lati (ism maushul yang menunjukkan mu annats), dan dikuti dengan lafal ahsan. Kata-kata tersebut jika dikelompokkan ditujukkan untuk mu annats. Mu annats sendiri syarat dengan kelembutan, halus, dan kasih sayang, dengan menyandarkan kepada keumuman sifat yang dimiliki oleh perempuan. Jika dilihat dalam kacamata pendidikan, ayat ini mengajarkan untuk selalu mengedepankan kelembutan, kasih-sayang, atau dengan jalan yang terbaik dalam proses mendidik anak didik. Kata walyatalaththaf dalam surat al-kahfi ayat 19 kata yang berada di tengah dalam kitab suci al-qur an. Kata ini bermakna perintah, amr, yang mencerminkan akan kelemah-lembutan, kasih sayang. Dengan 4 Nur aeni, Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah, Cet. 1, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm dan Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Perkembangan Jiwa anak, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hlm. 63.
6 96 demikian, Islam tidak menganjurkan cara-cara kekerasan dalam mengajak umat manusia menuju jalan yang ditunjukinya. Reward dan punishment dalam pendidikan Islam tidak lepas dari konsep tujuan pendidikan itu sendiri. Pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertakwa adalah esensi dari tujuan pendidikan Islam. Rasulullah adalah seorang cermin manusia yang bertakwa, insan kamil. Dengan demikian sikap-sikap Nabi, dan cara-cara beliau dalam mendidik umat Islam merupakan rujukan penting setelah al-qur an. Dalam menjalankan tugasnya sebagai rasul, Nabi saw. selalu mengedepankan akhlak, kasih sayang, tidak didasari dengan kekerasan hati. Hakikat pengutusan Nabi saw. sendiri adalah dalam rangka penyempurnaan akhlak. Dengan melihat setting budaya umat terdahulu, sebelum Islam datang, umat Islam sekarang dapat menjadi bukti keberhasilan Nabi saw. dalam mendidik umat. Praktik pendidikan yang diberikan olehnya senantiasa diwarnai dengan dorongan akan kebaikan dan ancaman akan siksaan. Posisi Nabi sebagai pembawa kabar gembira, basyir, dalam proses pendidikan Islam tampak lebih dominan dan signifikan. Sebagai basyir yakni tokoh yang membawa berita gembira dan keselamatan lahir batin, Nabi tidak menawarkan reward dalam bentuk materi, melainkan merangsang kecerdasan para murid, memperluas budi pekerti, serta mempertajam spiritual keagamaan mereka. 5 Ulwan menganjurkan nasehat, perhatian, serta memotivasi tingkah laku baik yang dilakukan anak didik, sebagai bentuk targhib, sekaligus ekspresi kasih sayang orang tua atau pendidik. Dalam menerapkan hukuman pun harus senantiasa mengedepankan lemah lembut dan kasih sayang, menjaga tabiat anak, dan bertahap dari yang paling ringan hingga yang paling keras. 5 Abdurrahman Mas ud, Reward dan Punishment dalam Pendidikan Islam, Media, Edisi 28/th. VI /Nov. /1997, hlm
7 97 Sebagaimana Ulwan, Ibn Miskawaih memberikan pujian dan rasa hormat atas penunnjukkan sikap baik dalam rangka mendorong terulangnya kembali perilaku tersebut. Ibn Miskawaih mengilustrasikan bagaimana cara dalam menghadapi kesalahan anak didik. Cercaan langsung bukan tindakan yang dibenarkan, namun dengan pura-pura tidak memperhatikannya, seolah-olah dia tidak sengaja melakukan hal itu, atau bahkan dengan mengatakan sebetulnya hal itu bukan kehendaknya. Adapun ketika kesalahan itu terulang kembali, usaha dalam menindak lanjutinya adalah dengan celaan secara diam-diam dan menanamkan kesadaran akan akibat kesalahan tersebut. Kesemuanya merupakan serangkaian usaha mendidik tingkah laku anak didik dengan mengedepankan tata cara yang mengandung kasih sayang agar tumbuh dengan memiliki akhlak mulia. Azyumardi Azra memaparkan, rumah atau sekolah sebagai school of love, sekolah kasih sayang. 6 Dengan demikian lingkungan keluarga bisa menjadi tempat menyemaikan pendidikan nilai. Oleh karena itu, kondisi keluarga senantiasa harus dihiasi dengan budaya kasih sayang. b. Mendahulukan Reward dan Menghindari Hukuman Fisik Dalam dunia pendidikan ada teori umum yang perlu dipertimbangkan bahwa sistem reward dan punishment yang paling efektif adalah jika pelaksanaan punishment dikurangi atau dihindarkan, dan konsep reward ditekankan pelaksanaannya. 7 Orang terdahulu sudah mengenal hukuman fisik dengan macam dan bentuknya yang amat mengerikan, dalam sudut pandang moral menjijikan. Jika tradisi ini terus dilanjutkan dengan kondisi budaya manusia sekarang, amat jauh dari kata relevan. 6 Redaktur Suara Merdeka, Kognitif Dikedepankan Nilai Terabaikan, Suara Merdeka, Semarang, 2 Mei 2005, hlm. XIX. 7 Abdurrahman Mas ud, Reward and Punishment in Islamic Education, dalam Abdurrahman Mas ud (eds.), Journal Ihya Ulum al-din, Vol. 2, no. 1, (Semarang: The State Institute for Islamic Studies, 2000), hlm. 94.
8 98 Merupakan hal yang wajar, ketika kekerasan berkembang di saat budaya manusia masih sederhana, primitif. Sebaliknya, manakala budaya kekerasaan tersebut masih ada dan dipelihara eksistensinya, tentunya ini kontradiktif dengan kemajuan manusia yang telah dicapai itu sendiri. Islam agama rahmat li al alamin melarang tata cara kekerasan. Fakta ini terekam dalam praktek pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah. Beliau selalu menunjukkan akhlak mulia dalam berperilaku di hadapan umatnya. Sikap kasih sayang yang beliau tunjukkan adalah bukti pengutusannya sebagai penyempurna akhlak. Dalam memutuskan hukuman biliau selalu menghindarkan hukuman fisik, bahkan memberikan reward sebagi alternatif dari hukuman. Karena hukuman fisik hanya akan menimbulkan tekanan batin, ketakutan, dan trauma bahkan sikap berontak dari si terhukum. Maka alih-alih memperbaiki akhlak malah mengotorinya. Dengan kata lain, hanya menghitung daftar kesalahan, menimbulkan masalah di atas masalah semata. Hukuman yang fisik kadang juga masih terjadi di lembaga pendidikan semisal dilakukan oleh guru terhadap siswa, atau dilakukan senior terhadap yunior. Kondisi pendidikan yang militeristik seperti itu merupakan warisan Orde Baru yang sudah usang, konservatif dan mencederai nilai-nilai kemanusiaan. Selain masalah hukuman fisik, budaya militeristik yang sudah tidak sesuai dan tidak mendidik lagi juga ditemukan di lembaga pendidikan dalam bentuk upacara dan baris berbaris. Hukuman fisik hanya bisa diterapkan di kalangan militer yang terbatas, sama sekali tidak tidak cocok untuk diberlakukan di kalangan sipil. Apalagi terhadap anak didik yang baru mekar-mekarnya menghirup kehidupan. Budaya militeristik sudah
9 99 selayaknya dilawan karena bersifat otoriter, kaku, tidak demokratis, dan menindas harkat dan martabat kemanusiaan yang luhur. 8 Hukuman fisik hanya bisa dibenarkan kalau si anak masih dianggap sama dengan hewan kecil. Kalau begitu, masalahnya bukan soal pendidikan, melainkan pelatihan. Pendek kata, cara menghukum seperti itu harus dilarang. Dalam keluarga, akibat-akibat buruk masih mudah diperhalus dan dinetralisasi dalam hubungan kelembutan dan cinta yang tidak henti-hentinya antara orang tua dan anak-anaknya, dan dengan keakraban hidup yang bisa mengurangi arti kekerasan semacam itu. Demikian juga di sekolah, tidak ada apapun yang dapat memperlunak kekerasan tersebut, hukuman dikenakan secara impersonal. Bagaimana pun juga menyakiti secara fisik, yang secara moral jelas sangat menjijikan, tidak mempunyai suatu cara apapun untuk memperluasnya, inilah sebabnya mengapa hal itu harus dihindarkan sama sekali. 9 Ibn Miskawaih memandang cara yang tepat menghukum anak adalah dengan memposisikan diri sebagai seorang dokter. Langkah pertama yang dilakukan yaitu mengetahui sebab-sebabnya, karena bisa jadi itu terjadi karena tidak sengaja, ketidaktahuan, atau kelalaian. Jika perbuatan jelek tersebut tanpa alasan yang dapat dimaafkan, dimaklumi, maka hukuman dijatuhkan secara bertahap, dari yang lunak terlebih dahulu. Selanjutnya ketika perilaku anak didik belum menunjukkan perubahan, diberikan hukuman setingkat agak keras dari yang pertama, hingga seterusnya sampai hukuman yang paling keras. Dalam menjatuhkan hukuman, Ulwan mengilustrasikan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik, yaitu: lemah lembut dan kasih sayang, menjaga tabiat anak, dalam upaya pembenahan, hendaknya dilakukan secara bertahap dari yang paling 8 M. Arief Hakim, Mendidik Anak Secara Bijak: Panduan Keluarga Muslim Modern, Cet. 1, (Bandung: Marja, 2002), hlm Emile Durkheim, Pendidikan Moral: Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi pendidikan, terj. Lukas Ginting, (Jakarta: Erlangga, 1990), hlm. 132.
10 100 ringan hingga yang paling keras. 10 Dengan prinsip-prinsip ini maka tindakan kekerasan dalam pendidikan tidak popular. suatu hukuman diberikan ialah untuk memperbaiki moral yang dimanifestasikan melalui bentuk yang nyata yaitu perbuatan. Suatu hukaman tidak langsung diberikan begitu saja, apalagi langsung memberikan suatu hukuman yang paling represif. Hukuman merupakan tindakan yang tegas, sekaligus terakhir diberikan ketika cara lain sudah tidak dapat lagi. Apabila tidak berpengaruh, selanjutnya baru hukuman yang agak keras dan seterusnya, sampai bila perlu diadakan operasi. Sebagaimana pendapat Ulwan, pemberian hukuman harus dilakukan secara bertahap serta dengan mengedepankan prinsip kasih sayang dan menjaga tabiat anak. C. Reward dan Punishment dalam Pembentukkan Akhlak Merunut konsensus para ahli di bidang akhlak, inti dari akhlak adalah sifat yang kostan dan tertanam dalam jiwa. Namun, sebagaimana pendapat Ibn Miskawaih akhlak dapat diubah dan dikembangkan dengan jalan pendidikan. Proses pembentukkan karakter muslim lebih didasari pada suatu pandangan bahwa jiwa manusia tidak dapat berkembang tanpa pendidikan. Menurut al-mawardi, jika jiwa mempunyai kecenderungan alami untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk. Menyadari adanya unsur negatif pada jiwa yang berupa nafsu (al-hawa, al-syahwah), maka jalan yang terbaik untuk melawan nafsu tersebut adalah pelatihan diri. 11 Proses pelatihan tersebut menjadi efektif jika pembimbing dapat mengarahkan dan mengoreksi berbagai kekeliruan yang dilakukan oleh anak didik. Bahkan bukan hanya kekeliruan, tetapi juga memelihara dan terus mengembangkan perilaku positif dari anak didik. Mengarahkan dan mengoreksi serta mengembangkan (dalam praktik terus mengulangi 10 Abdullah Nashih Ulwan, op. cit., hlm Suparman, Etika Religius, Cet. 1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 309.
11 101 perbuatan baik dan mengembangkannya) dapat dilakukan dengan memberikan reward dan punishment. karena reward dan punishment keduanya datang dari luar dan berdasarkan hal-hal yang eksternal sebagai stimulus, maka ia tidak menyentuh sumber kehidupan moral secara langsung. Akan tetapi perbuatan yang merupakan refleksi dari akhlak, walaupun tidak secara mutlak, dapat dikembangkan dan dikoreksi. Ibaratnya perbuatan merupakan buah dari akhlak, 12 akarnya (dasarnya) adalah akhlak sendiri. Dalam membentuk akhlak yang baik, tidak bisa langsung melalui akar, justru dalam akhlak terbalik, yang terlihat dan dapat diamati adalah buahnya (perbuatan). Oleh karena itu, ketika reward dan punishment dijadikan sebagai suatu metode dalam mendidik anak didik menjadi manusia yang berakhlak mulia, harus menimbulkan bentuk kesadaran pada diri individu untuk berakhlak yang menjadi puncak dari tingkatannya. a. Internalisasi Nilai Anak didik adalah manusia yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan, berbeda dengan orang dewasa yang telah mengalami kemapanan. Adakalanya ia belum memiliki pengetahuan terhadap sesuatu yang dinginkan dalam lingkungannya. Karena menghukum dan mengganjar adalah mengajarkan nilainilai dan kecakapan yang diperlukan anak agar berhasil dalam menjalani hidup. 13 Ibn Miskawaih mengajarkan untuk menberikan penjelasan akan akibat dari perilaku yang telah diperbuat anak. Tidak sering menakutnakuti anak kecil, tetapi memberikan semangat. Serta memberikan mereka hadiah kalau mereka berbuat baik, agar anak tidak memintaminta pada temannya. 12 Mushthafa al-ghulayaini, Idhah al-nasyi in, (Pekalongan: Rajamurah, 1953), hlm Maurice J. Elias, et. al., Cara-cara Efektif Mengasah EQ Remaja: Mengasuh dengan Cinta, Canda, dan Disiplin, terj. Ari Nilandari, (Bandung: Khaifa, 2003), hlm. 70.
12 102 Pendapat ini diamini oleh Ulwan, ketika orang tua melihat sesuatu yang baik, dihormati, maka doronglah sang anak untuk melakukannya. Dan jika melihat sesuatu yang jahat, cegahlah mereka, berilah peringatan dan jelaskanlah akibat yang membinasakan dan membahayakan. 14 Dari sini ada penjelasan yang diberikan manakala terjadi penjatuhan hukuman agar anak dapat memahami akan perbuatannya yang tidak baik dan untuk meninggalkannya. Ketika anak berbuat sesuatu yang baik, kemudian ia mendapatkan reward, sebaliknya berbuat sesuatu yang buruk, lalu punishment yang diterimanya. Dengan pengalaman itu, anak dapat belajar mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan demikian orang tua atau guru dapat menanamkan nilainilai yang diinginkan kepada anak melalui bantuan reward dan punishment. Menurut Kohlberg, efek reward dan punishment hanya menyentuh tingkat prakonvensional moral. Pada tingkatan ini perbuatan anak hanya berorientasi atas sesuatu dari luar dirinya yang mengandung hukuman dan ganjaran. 15 Namun, bukan berarti pendapat ini membuat kesimpulan bahwa reward dan punishment hanya menyentuh tingkat moral yang paling dasar, dangkal. Biasanya hal ini terjadi ketika anak belum masih kecil, pemahaman mereka masih kurang tentang tindakan dan nilai yang diinginkan dalam lingkungannya. Akan tetapi, reward dan punisment yang bagaimana dan apa bentuknya tidak menjelaskan oleh Kohlberg. Anak kecil sendiri mengorientasikan perilakunya atas otoritas kongkrit, maka reward dan punishment yang mereka kenal dan efektif diberikan adalah berbentuk materiil dan fisik. 14 Abdullah Nashih Ulwan, op. cit Frans Magnis Suseno, 12 Tokoh Etika Abad ke-20, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), Cet. 5, hlm. 153.
13 103 Oleh karena itu, ketika orang tua dan guru memiliki kemampuan untuk mengembangkan reward dan punishment ke dalam bentuk-bentuk lain yang lebih relevan dengan perkembangan anak, maka reward dan punishment bukan hanya untuk anak kecil dan menyentuh tingkatan moral yang dangkal. b. Mengembangkan Rasa Bersalah dan Malu Salah satu pokok dalam belajar menjadi orang yang bermoral adalah pengembangan shame culture dan guilt culture. Namun, bagaimana cara agar kedunya menjadi suatu respon evaluatif yang muncul dari dalam diri individu. Ketika orang tua atau guru menjatuhan hukuman, cukuplah hukuman itu menimbulkan sense of guilty dan sense of shame pada diri anak. Dan tentunya dengan cara-cara edukatif dan Islami. Untuk itulah kenapa Ibn Miskawaih dan Ulwan tidak menganjurkan untuk menakut-nakuti anak, tetapi menganjurkan untuk selalu memotivasi dan mendorongnya. Karena perilaku yang timbul atas dasar rasa takut hanya timbul karena keterpaksaan, jauh dari kesadaran diri. Begitu juga, ketakutan bukan satu-satunya respon yang muncul akibat dari suatu hukuman, karena ketakukan bukan bagian dari hukuman itu sendiri. Maka ketika hukuman dimaksudkan untuk mengajarkan nilai-nilai yang baik, maka cara-cara yang dilakukan akan lebih halus dan lebih mendidik. c. Penghargaan Diri Anak memiliki keinginan mendapatkan pengakuan bahwa ia memiliki tempat tertentu di dalam lingkungannya. Maka ketika mendapatkan perlakuan yang tidak seimbangan dengan posisinya, harga dirinya akan merasa direndahkan. Reward dan punishment merupakan perhatian dan pengakuan akan eksistensi anak dalam lingkungannya. Ketika anak berbuat baik,
14 104 maka orang tua jangan sampai mengabaikannya, sebaliknya mereka harus memberikan penghargaan atas perilaku anaknya. Akan tetapi, hal itu tidak sampai menanamkan pemahaman pada diri anak bahwa mereka akan berbuat baik hanya ketika ada hadiah dibaliknya. Maka nilai reward di sini hanya pelicin, suap, semata. Oleh karena itu, menurut Ibn Miskawaih suatu pemberian yang mengandung kesenangan diberikan hanya ketika anak menunjukkan moral atau perilaku yang baik. Dengan demikian hal-hal yang biasa dan wajar dari anak tidak perlu diberikan. Ulwan juga menganjurkan agar tidak selalu berbentuk hadiah, materi, karena hanya akan menimbulkan sikap materialistis pada diri anak. d. Motivasi Pengulangan Reward menimbulkan rasa senang dan kepuasaan terhadap si penerima. Biasanya orang yang menemukan kesenangan dan kepuasaan terhadap sesuatu cenderung akan mengulanginya. Karena ia merasa diuntungkan dengan sesuatu itu. Ketika anak mendapatkan reward atas perbuatan yang telah dilakukannya, ia akan termotivasi untuk mengulanginya. Sebalikya, ketika punishment menimbulkan rasa takut (yang lebih baik cukup dengan mengembangkan rasa bersalah), anak akan menjauhi dan meninggalkan hal yang mendatangkan punishment tersebut. Menurut Ibn Miskawaih, apabila kejadian ini dibiasakan berlangsung terus menerus, maka hal ini akan tertanam dan menjadi karakter pada dirinya. 16 e. Rekonstruksi Perilaku 16 Ibn Miswaih, Tahdzib al-akhlaq, Cet. 1, (Mesir: al-mathbah al-husainiyyah, 1329 H.), hlm. 25.
15 105 Secara a priori pun dapat dipahami bahwa punishment merupakan suatu cara sederhana untuk mencegah berbagai pelanggaran terhadap peraturan. Asosiasi mental membuktikan, penderitaan dan rasa takut terhadap penderitaan akan mencegah terulangnya tindakan-tindakan yang dilarang. Dengan kata lain, fungsi hukuman pada dasarnya bersifat preventif. 17 Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, reward dapat memotivasi pengulangan perilaku baik, sebaliknya punishment dapat menghalangi pengulangan perilaku buruk. Maka dengan reward perilaku baik akan meningkat, sedangkan dengan punishment perbuatan buruk diusahakan untuk dinetralisasi dan memperbaikinya. Dengan demikian, ada perubahan yang terjadi dengan perilaku sebelumnya. Anak dapat meningkatkan perilaku baik yang telah dilakukan dan memperbaiki kesalahan sebelumnya. Melihat esensi akan tujuan, fungsi, dan prinsip-prinsip yang telah dikemukakan, reward dan punishment memiliki kelayakan dijadikan sebagai suatu jalan, cara, metode dalam pendidikan akhlak. Mahmud Yunus mendeskripsikan asas umum bagi metode pendidikan modern, yaitu mementingkan kecenderungan minat dan bakat anak didik, melibatkan anak didik dalam kegiatan belajar menurut keinginannya, mendidik melalui permainan, membuat urutan-urutan dalam belajar, menarik minat anak didik untuk mencintai pekerjaannya, memelihara lingkungan belajar anak didik, menciptakan semangat kerjasama, menanamkan kepercayaan anak didik untuk belajar secara mandiri, dan mengoptimalkan fungsi-fungsi panca indera. 18 Relevansinya dengan reward dan punishment yang memberikan motivasi, semangat, keinginan, aspek-aspek psikologi lainnya. Maka ketika pendidikan akhlak dilakukan dengan menggunakan reward dan 17 Emile Durkheim, op. cit., hlm Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidayat Agung, 1978), hlm. 95.
16 106 punishment sangat relevan dan memiliki derajat kegunaan yang tinggi. Karena akhlak sangat terkait dengan perbuatan yang dikeluarkannya, yaitu berupa kebaikan atau kejelakan. Metode pendidikan menjadi penting, karena materi pendidikan tidak dapat dipelajari dengan baik tanpa penafsiran peran metode secara sadar dalam proses pendidikan dan pengajaran akan menghambat keberhasilan aktivitas pendidikan tidak hanya dipandang sebagai cara atau jalan, akan tetapi upaya perbaikan komprehensif dari semua elemen pendidikan. Sehingga menjadi sebuah iklim kondusif yang mengandung tercapainya tujuan yang dicita-citakan. 19 Dengan demikian metode tidak terikat hanya dalam lingkup materi pelajaran tertentu, akan tetapi intinya dari metode merupakan suatu usaha dengan suatu cara, jalan yang dilakukan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Ibn Miskawaih, tujuan pendidikan akhlak sendiri harus diarahkan dalam rangka mewujudkan sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbutan yang bernilai baik sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna. 20 Melihat redaksi dan inti dari tujuan yang agung ini, maka reward dan punishment diprosedurkan dalam rangka mencapai tujuan mewujudkan sikap batin (karakter, akhlak) dengan indikasi timbulnya perbuatan-perbuatan baik dan ternetralisasinya perbuatan tercela. 19 Moh. Slamet Untung, Muhammad Sang Pendidik, (Semarang: Pustaka Rizki, 2005), hlm Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), Ed. 1 Cet. 1, hlm. 11.
BAB V PENUTUP. pengumpulan data yang menunjang dalam rangka menjawab tiga permasalahan
114 BAB V PENUTUP A. Simpulan Setelah melakukan penelusuran melalui mendiskripsikan teori dan pengumpulan data yang menunjang dalam rangka menjawab tiga permasalahan yang telah diajukan oleh penulis, dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendasar dalam mewujudkan pembangunan yang berkualitas baik jasmaniah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian serta kemampuan peserta didik di sekolah maupun di luar sekolah. Oleh karena
Lebih terperinciBAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN
BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN A. Perbandingan Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. PT Rineka Cipta, 2000), hlm S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Bumi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah memandang bahwa guru merupakan media yang sangat penting, artinya dalam kerangka pembinaan dan pengembangan bangsa. Guru mengemban tugas-tugas sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan pendidikan, manusia akan lebih berpengetahuan luas dan menjadi lebih bijaksana dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kementrian Agama RI, Modul Bahan Ajar Pendidikan Dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) Guru Kelas RA, Jakarta, 2014, hlm. 112.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan Anak Usia Dini merupakan bagian integral dalam sistem pendidikan nasional yang saat ini mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah. PAUD dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kepribadian merupakan sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain. 1 Kepribadian ini sangat berpengaruh terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan pada dasarnya. tidak hanya menyampaikan dan memberi hafalan. Pendidikan yang ideal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi kehidupan manusia saat ini, pendidikan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan pada dasarnya membimbing, mendidik, dan mengarahkan ke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pendidikan. Dalam ajaran Islam, pendidikan adalah merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang universal, yang mengajarkan kepada manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi. Salah satu di antara ajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses pendidikan Islam, metode memiliki kedudukan yang sangat signifikan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Bahkan metode sebagai seni dalam mentransfer
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat menghadapi segala tantangan yang akan timbul, lebih-lebih dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah fundamental dalam pembangunan bangsa dan merupakan bekal yang harus dimiliki oleh setiap generasi muda agar kelak dapat menghadapi
Lebih terperinci2010), hlm. 57. Khayyal, Membangun keluarga Qur ani, (Jakarta : Amzah, 2005), hlm 3. 1 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk
Lebih terperinciKONSEP MENUTUP AURAT DALAM AL-QUR AN SURAT AL-NŪR AYAT DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
KONSEP MENUTUP AURAT DALAM AL-QUR AN SURAT AL-NŪR AYAT 30-31 DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan secara mendasar, karena membawa kepada perubahan individu sampai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada umumnya merupakan sarana untuk mengadakan perubahan secara mendasar, karena membawa kepada perubahan individu sampai ke akar-akarnya. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2005, Hlm, 28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses untuk mendewasakan manusia. Atau dengan kata lain pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Melalui pendidikan manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara efektif mengembangkan potensi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI NARAPIDANA MENURUT PERMEN NO.M.2.PK.
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI NARAPIDANA MENURUT PERMEN NO.M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 A. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Penetapan 2/3 Masa Pidana Minimal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, sampai kapan dan dimanapun ia berada. sebagaimana sabda
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan (dalam konteks menuntut ilmu) untuk kehidupannya, sampai kapan dan dimanapun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang ditopang oleh empat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekecil apapun ilmu yang didapat, kita harus selalu berusaha untuk menyampaikannya kepada yang lain. Karena setiap individu berhak untuk dididik dan mendidik, berhak
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN MAQA>S}ID AL-SHARI> AH TERHADAP TAMBAHAN HUKUMAN KEBIRI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PEDOPHILIA
BAB IV TINJAUAN MAQA>S}ID AL-SHARI> AH TERHADAP TAMBAHAN HUKUMAN KEBIRI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PEDOPHILIA A. Analisis Tambahan Hukuman Kebiri bagi Pelaku Tindak Pidana Pedophilia Hukuman kebiri dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa Islam sangat memperhatikan arti pendidikan. Karena pendidikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah merupakan usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian serta kemampuan peserta didik di sekolah maupun di luar sekolah. Oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa, berbudi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. posisi itu selalu didambakan oleh semua orang yang benar dan orang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghafal Al-Qur an merupakan suatu keutamaan yang besar dan posisi itu selalu didambakan oleh semua orang yang benar dan orang yang bercita-cita tulus, serta berharap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu aspek penting dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan, bahkan termuat dalam undang-undang pendidikan nasional, karena pendidikan agama mutlak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh kualitas sumber daya manusianya. Untuk meningkatkan kualitas manusianya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, tetapi sangat ditentukan oleh kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan diri murid secara optimal. Pendidikan adalah proses merubah. pengajaran dan pelatihan (Suryani, 2012: 8).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengaktualisasikan kemampuan diri murid secara optimal. Pendidikan adalah proses merubah perilaku dan sikap murid dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cipta, 2005), hlm Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Raja Graffindo
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia dalam kehidupanya membutuhkan hubungan dengan sesamanya ketika sesuatu yang dilakukan tidak dapat dikerjakan seorang diri. Kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. politik, sosial, dan lain sebagainya. Permasalahan-permasalahanan tersebut kerap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya permasalahan kehidupan telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian besar masyarakat Indonesia seperti permasalahan ekonomi, politik, sosial, dan lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai. keterampilan-keterampilan pada siswa. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan
Lebih terperinciAdab makan berkaitan dengan apa yang dilakukan sebelum makan, sedang makan dan sesudah makan.
ADAB ISLAMI : ADAB SEBELUM MAKAN Manusia tidak mungkin hidup tanpa makan. Dengan makan manusia dapat menjaga kesinambungan hidupnya, memelihara kesehatan, dan menjaga kekuatannya. Baik manusia tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Di Indonesia, pendidikan dilakukan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa
Lebih terperinciPERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi 2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai manusia pertama, sebagaimana al-qur an menyatakan. berkembang sesuai dengan kondisi dan konteks lingkungannya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan lahir bersamaan dengan diciptakannya Nabi Adam As sebagai manusia pertama, sebagaimana al-qur an menyatakan Adam berdialog dengan Allah SWT. 1 Dialog
Lebih terperinciBAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.
BAB IV ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM PENGADILAN NEGERI MEULABOH DALAM PUTUSAN No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO TENTANG TINDAK PIDANA PEMBAKARAN LAHAN PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM A. Pertimbangan Hakim Pengadilan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disisi Tuhan-Nya, dan untuk berpacu menjadi hamba-nya yang menang di
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran agama Islam merupakan tuntunan yang sangat penting dan mendasar yang merupakan tujuan untuk mengatur setiap sikap dan tingkah laku manusia, terutama kaum muslimin,
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. kehidupan manusia, baik terhadap aktivitas jasmaniahnya, pikiran-pikirannya,
BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Pendidikan yaitu mengajarkan segala sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik terhadap aktivitas jasmaniahnya, pikiran-pikirannya, maupun terhadap ketajaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan teknologi dan kesenian. Tugas utama siswa di sekolah adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menumbuhkan dan mengamalkan sikap dalam kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai pengetahuan dan keterampilan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara akan dapat memasuki era globalisasi ini dengan tegas dan jelas apabila
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses globalisasi merupakan keharusan sejarah yang tidak mungkin dihindari. Tentunya dengan segala dampak positif dan negatifnya, bangsa dan negara akan dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh pendidikan formal informal dan non-formal. Penerapan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dan perkembangan pendidikan sejalan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga perubahan akhlak pada anak sangat dipengaruhi oleh pendidikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. proses pembelajaran kepada siswa (manusia) dalam upaya mencerdaskan dan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam pengertian yang lebih luas dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran kepada siswa (manusia) dalam upaya mencerdaskan dan mendewasakan siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tingkat kemampuannya. Pada waktu yang lampau perhatian pemerintah telah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mencerdaskan bangsa melalui pendidikan adalah tugas kita semua. Di dalam ungkapan tersebut tercakup semua usaha untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada
Lebih terperinciANAK KITA MASA DEPAN DUNIA DAN AKHIRAT. Nur Rochmah K.
ANAK KITA MASA DEPAN DUNIA DAN AKHIRAT Nur Rochmah K. Anak dalam Islam Apabila manusia telah mati, terputuslah amalannya kecuali tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk merubah tingkah laku ke arah yang baik. Tingkah laku
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan adalah suatu usaha yang di sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kehidupannya sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemajuan dalam masyarakat. Aspek perubahan meliputi: sosial, politik, ekonomi,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman pada era globalisasi mengakibatkan perubahan dan kemajuan dalam masyarakat. Aspek perubahan meliputi: sosial, politik, ekonomi, industri,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA
71 BAB IV ANALISIS DATA A. Upacara Tradisi Manganan dalam Perspektif Teologi Islam Islam adalah agama yang sempurna, yaitu suatu agama yang mengatur segala aspek kehidupan manusia yang diturunkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia ini sangat dinamis dalam arti perjalanan kehidupan seorang manusia dipengaruhi oleh apa yang terjadi di sekelilingnya dan manusia belajar apa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara sistematis dan terencana dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kualitas manusia yang dalam pelaksanaanya merupakan suatu proses yang berkesinambungan pada setiap jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai agama pembawa rahmat bagi seluruh alam, Islam hadir dengan ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan manusia. Islam tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat adalah orang-orang dewasa, orang-orang yang. dan para pemimpin formal maupun informal.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan pendidikan. Pendidikan dalam lingkungan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENDAPAT TOKOH NU SIDOARJO TENTANG MEMPRODUKSI RAMBUT PALSU
BAB IV ANALISIS PENDAPAT TOKOH NU SIDOARJO TENTANG MEMPRODUKSI RAMBUT PALSU A. Analisis Pendapat Tokoh NU Sidoarjo Tentang Memproduksi Rambut Palsu Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya maka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Tatang, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm Ibid., hlm
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala potensinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Guru adalah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru adalah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan.
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO Setelah memberikan gambaran tentang praktik pengupahan kulit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi dasar untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan berupaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar untuk memajukan dan mengembangkan potensi intelektual, emosional, dan spiritual. Tinggi rendahnya perkembangan dan pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pesantren), (Semarang: Walisongo Press, 2009), hlm. 19. hlm. 359.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disiplin merupakan salah satu alat pendidikan yang digunakan oleh seorang pendidik dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan yang diharapkan. Penerapan metode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Shalat merupakan salah satu dari rukun Islam. Bahkan shalat merupakan tiangnya agama, artinya barangsiapa yang mendirikan shalat maka telah mendirikan agama
Lebih terperinciBulan Penuh Rahmat itu Telah Meninggalkan Kita. Written by Mudjia Rahardjo Friday, 15 November :41 -
Sebuah bulan yang didambakan kehadirannya oleh setiap muslim, yakni bulan Ramadan 1432 H, telah meninggalkan kita dan insya Allah kikta akan bertemu lagi 11 bulan yang akan datang jika Allah memberi kita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah akan senantiasa meninggikan derajat bagi orang-orang yang beriman dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menuntut ilmu merupakan hal yang wajib dilakukan oleh umat Islam, karena Allah akan senantiasa meninggikan derajat bagi orang-orang yang beriman dan berilmu. Dalam menuntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan itu Allah Swt berfirman dalam Alquran surah At-Tahrim
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diperoleh melalui jalur sekolah dan luar sekolah, salah satu jalur pendidikan luar sekolah adalah keluarga. Keluarga merupakan penanggung jawab pertama
Lebih terperinciPelanggaran terhadap nilai-nilai kesopanan yang terjadi dalam suatu. masyarakat, serta menjadikan anak-anak sebagai obyek seksualnya merupakan
BAB IV ANALISIS SANKSI PIDANA PEDOPHILIA DALAM PASAL 82 UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK MENURUT PERSPEKTIF MAQA>S}ID AL- SYARI>`AH A. Analisis Pasal 82 Undang-Undang no. 23
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dirumuskan itu bersifat abstrak sampai pada rumusan-rumusan yang dibentuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan dan peradapan manusia yang terus berkembang. Hal ini sejalan dengan pembawaan manusia yang memiliki potensi kreatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mundurnya pendidikan di negara itu. Pendidikan dalam pengertiannya yaitu:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan ini. Pendidikan sama sekali tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia, baik dalam keluarga,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering diterjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan. 1 Istilah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam bahasa arab sering diterjemahkan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok manusia dapat berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 1. dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman dan bertaqwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah Usaha sadar yang dengan sengaja dirancang dan direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kontemporer), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hal. 7.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha investasi manusia yang sangat berharga bagi pembina dan kelangsungan bangsa dan negara. Pendidikan sesungguhnya merupakan pembibitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepribadian dan kemampuan menuju kedewasaan serta pembentukan manusia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan menuju kedewasaan serta pembentukan manusia seutuhnya.
Lebih terperinciMODEL PELAKSANAAN TA ZIR PADA SANTRI PONDOK PESANTREN FUTUHIYYAH SUBURAN BARAT MRANGGEN DEMAK
MODEL PELAKSANAAN TA ZIR PADA SANTRI PONDOK PESANTREN FUTUHIYYAH SUBURAN BARAT MRANGGEN DEMAK SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana S1 dalam Ilmu Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di masa sekarang dan masa mendatang sangat dipengaruhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan di masa sekarang dan masa mendatang sangat dipengaruhi oleh sektor pendidikan, sebab dengan bantuan pendidikan setiap individu berharap bisa maju
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memungkinkan untuk dikembangkan (Ali, 2000: 13). Dalam hal ini,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk bergelar khalifah yang merupakan ciptaan Allah SWT dengan bentuk dan susuan sempurna yang terdiri atas jasmani dan rohani ini, manusia memiliki berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam berinteraksi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam arti sederhana sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan bagi setiap orang tua adalah memiliki anak-anak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kebanggaan bagi setiap orang tua adalah memiliki anak-anak yang mandiri. Kemandirian yang diharapkan oleh orang tua untuk anaknya yaitu kemandirian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan peserta didik agar meraih cita-citanya dimasa yang akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan oleh setiap manusia baik itu dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Pendidikan dapat diperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecerdasan emosional dalam prestasi didunia kerja. emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, empati dan kecakapan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya banyak orang berpendapat bahwa anak yang memiliki IQ tinggi pasti akan sukses dalam menjalani kehidupannya, terutama dalam kehidupan akademik. Anggapan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS JARI<MAH TA ZI<R TERHADAP SANKSI HUKUM MERUSAK ATAU MENGHILANGKAN TANDA TANDA BATAS NEGARA DI INDONESIA
BAB IV ANALISIS JARI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Definisi Operasional. membudayakan manusia. Melalui pendidikan segala potensi sumber daya manusia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Definisi Operasional 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar bertujuan yang pada hakikatnya adalah membudayakan manusia. Melalui pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dicontohkan oleh Rasulullah SAW, karena dengan akhlak-nya yang mulia beliau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ajaran agama Islam tidak hanya mengajarkan agar seseorang cerdas dari segi pendidikan namun juga harus memiliki akhlak terpuji seperti yang dicontohkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kualitas akhlak seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi iman dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas akhlak seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi iman dalam kehidupan masyarakat. Ahli psikologi pada umumnya sependapat bahwa dasar pembentukan akhlak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Edukatif (Suatu Pendekatan Teoretis Psikologis), (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm Cemerlang, 2009), hlm.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukuman adalah salah satu alat pendidikan yang juga diperlukan dalam pendidikan. Hukuman diberikan sebagai akibat dari pelanggaran, kejahatan, atau kesalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara. 1 Di atas sudah jelas bahwa pendidikan hendaknya direncanakan agar
negara. 1 Di atas sudah jelas bahwa pendidikan hendaknya direncanakan agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki perundang-undangan sebagai kitab hukumnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Islam. Akhlak dapat merubah kepribadian muslim menjadi orang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhlak dan kepribadian merupakan kebutuhan penting yang harus ditanamkan pada diri manusia. Akhlak mendapat derajat yang tinggi dalam Islam. Akhlak dapat merubah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di tingkat Madrasah Ibtidaiyah merupakan lembaga pendidikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di tingkat Madrasah Ibtidaiyah merupakan lembaga pendidikan formal pada jenjang dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia pendidikan menjadi salah satu program utama dalam pembangunan nasional. Maju dan berkembangnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh keadaan pendidikan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan yang berlangsung saat ini dan mungkin di saat yang akan datang berlangsung cepat, beragam, dinamis dan sukar diramalkan. Agar bisa mengikuti, mensucikan
Lebih terperinciIman dan Pengaruhnya dalam Kehidupan
Iman dan Pengaruhnya dalam Kehidupan Kelompok E ; Syayid Nurrofik Bahriyan Setiaji Bilhuda Fauzu Yusuf Pengertian Iman Dalam bahasa Arab, iman berarti pengetahuan (knowledge), percayaa (belief), dan yakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. guru harus memiliki kemampuan profisional. Salah satu kemampuan profesional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan guru mempunyai arti penting dalam pendidikan, arti penting itu bertolak dari tugas dan tanggung jawab guru yang cukup berat untuk mencerdaskan anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sifatnya menembangkan pola hidup yang menyimpang dari norma. perikehidupan dan perkembangan remaja.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang serba modern ini, telah banyak menyebabkan perubahan pada kemajuan manusia itu sendiri dalam menyesuaikan diri (adjustment)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama merupakan segi pendidikan yang utama yang mendasari semua segi pendidikan lainnya. Betapa pentingnya pendidikan agama itu bagi setiap warga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Abdul Kholiq, dkk. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Modernisasi pendidikan Islam yang dilakukan dengan jalan mengadopsi sistem pendidikan Barat ternyata menimbulkan krisis dalam masyarakat Islam, yakni umat Islam
Lebih terperinciIslam adalah satu-satunya agama yang haq dan diridhoi Alloh SWT yang. disampaikan melalui nabi Muhammad SAW kepada seluruh umat manusia agar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah satu-satunya agama yang haq dan diridhoi Alloh SWT yang disampaikan melalui nabi Muhammad SAW kepada seluruh umat manusia agar dijadikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akhlakul karimah, pembiasaan-pembiasaan atau keterampilan siswa sebagai bekal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 yang berbunyi:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. lingkungan masyarakat atau dalam istilah lain yaitu jalur pendidikan sekolah dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Pendidikan merupakan satu proses yang panjang dan diselenggarakan di berbagai bentuk lingkungan, yaitu dari proses lingkungan keluarga, sekolah
Lebih terperinciBAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PENDIDIKAN AKHLAK PRESPEKTIF PARA AHLI DAN KH. HASYIM ASY ARI DALAM KITAB ADABUL ALIM WAL MUTA ALLIM
BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PENDIDIKAN AKHLAK PRESPEKTIF PARA AHLI DAN KH. HASYIM ASY ARI DALAM KITAB ADABUL ALIM WAL MUTA ALLIM A. Persamaan Konsep Pendidikan Akhlak Prespektif Para Ahli dengan KH.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai dampak arti perkembangan teknologi, kadang-kadang terasa sebagai pergeseran nilai dalam masyarakat, tak terkecuali dampak terhadap hubungan orang tua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketakwaaan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selanjutnya mampu membekali
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sebuah lembaga tempat anak didik memperoleh pendidikan dan pelajaran yang diberikan guru. Sekolah mempersiapkan anak didik memperoleh ilmu
Lebih terperinciMAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA
MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA Jama ah Jum at rahimakumullah Setiap muslim pasti bersaksi, mengakui bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasulullah, tapi tidak semua muslim memahami hakikat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan, kehidupan bangsa dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan, kehidupan bangsa dan diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Perkembangan ilmu pengetahuan
Lebih terperinci