BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uji Kompetensi Pengertian Uji Kompetensi Uji kompetensi adalah bentuk standarisasi lulusan kedokteran sebelum mahasiswa lulus dan menyandang gelar dokter. Bentuk standarisasi ini berupa uji pengetahuan dan uji keterampilan untuk mendapatkan mahasiswa yang berkompeten berdasarkan nilai batas kelulusan. Soal atau materi yang diujikan tidak berasal dari masing-masing fakultas kedokteran, tetapi sudah distandarisasi dan seragam untuk tingkat nasional (Dikti, 2013). Uji kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap tenaga kesehatan sesuai dengan standar propesi (Primadi, 2012). Dengan adanya uji kompetensi ini diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas yang bertujuan untuk meningkatkan mutu tenaga kesehatan baik dibidang kognitif, afektif, maupun psikomotor. Merujuk pada Surat Ederan ketua AIPKI, pentingnya untuk mempertahankan academic professional environtment, dan pengalaman baik dari pelaksanaan UKDI selama ini, maka dapat diketahui bahwa uji kompetensi dapat dilaksanakan pada akhir pendidikan sebelum dilakukan sumpah dokter sebagai exit exam. Implementasi uji kompetensi sebagai exit exam akan mengurangi dampak negative dari banyaknya jumlah peserta yang belum lulus (retaker) saat ini, karena persiapan uji kompetensi serta pembinaan retaker akan dilakukan langsung dibawah tanggung jawab fakultas kedokteran atau program studi pendidikan dokter. Dengan demikian langkah pencegahan terhadap praktik dokter secara illegal (tanpa Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik) dapat diwujudkan, sehingga kualitas pelayanan semakin meningkat. Kebijakan uji kompetensi sebagai exit exam, tercantum pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Nomor 88/E/DT/2013 pada Februari Pada surat itu dinyatakan bahwa dalam

2 5 rangka penjaminan mutu kelulusan pendidikan tinggi khususnya pendidikan tinggi kedokteran secara merata, maka diperlukan standarisasi lulusan melalui uji kompetensi. Untuk itu, perlu diimplementasikan uji kompetensi yang merupakan bagian dari proses evaluasi pembelajaran yang terintegrasi dalam sistem pendidikan, sehingga pelaksanaan uji kompetensi dilaksanakan sebelum kelulusan peserta didik. Sehubungan dengan itu, terhitung mulai periode Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) I tahun 2013 (periode Februari 2013), diberlakukan ketentuan sebagai berikut : a) Bidang Kedokteran memerlukan uji kompetensi dengan standar nasional sebagai bagian dari sistem pejaminan mutu yang bertujuan pada penjaminan keselamatan pasien b) Uji kompetensi dilaksanakan pada tahap akhir pendidikan profesi sebagai exit exam, dengan mempertimbangkan : Pentingnya academic professional environment. Peran uji kompetensi sebagai feedback mutu proses pembelajaran Mendukung integrasi sistem pendidikan-pelayaran c) Uji kompetensi memerlukan metode yang tepat dalam menguji attitude, knowledge, dan skill, melalui Computer Based Testing (CBT) dan Objective Structured Clinical Examination (OSCE). d) Uji kompetensi dengan metode CBT dan OSCE berlaku sejak Periode UKDI I Tahun 2013 (Februari 2013). Bagi peserta uji kompetensi yang belum lulus sebelum tahun 2013, hanya diwajibkan mengikuti uji kompetensi dengan metode CBT. Sedangkan untuk para peserta uji yang belum lulus pada uji kompetensi Periode I tahun 2013, wajib mengulang uji kompetensi (dengan metode CBT dan OSCE) pada periode uji selanjutnya hingga dinyatakan lulus. Pada peserta UKDI I dan II 2013 (Februari dan Mei), OSCE masih bersifat formatif. Bagi peserta didik yang telah lulus uji kompetensi berhak mendapatkan ijazah dan sertifikat kompetensi. e) Pembiayaan uji kompetensi masuk dalam pembiayaan pendidikan.

3 6 f) Hasil uji kompetensi akan dipublikasikan sebagai bentuk akuntabilitas publik serta memberikan umpan balik bagi institusi pendidikan dalam perbaikan proses pembelajaran. Jadi dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa uji kompetensi adalah kebutuhan akan standarisasi lulusan kedokteran, sehingga dengan dilaksanakannya uji kompetensi sebagai uji nasional pada tahap akhir program pendidikan sebelum mengambil sumpah sebagai dokter maka pengetahuan dan keterampilan lulusan dokter akan terstandar secara nasional Maksud dan Tujuan Uji Kompetensi Maksud dan tujuan dilaksanakan uji kompetensi pada Surat Edaran Dirjen Dikti No.88/E/DT/2013 untuk lulusan pendidikan tinggi kesehatan adalah : 1) Uji kompetensi ditujukan untuk menjamin lulusan pendidikan tinggi kesehatan yang berkompeten dan terstandar secara nasional sehingga bisa melindungi masyarakat. 2) Uji kompetensi untuk menguji pengetahuan dan keterampilan sebagai dasar untuk praktik kedokteran dan mendorong pembelajaran sepanjang ayat. 3) Uji kompetensi sebagai asesmen kompetensi dalam pengelolaan pasien yang aman dan efektif Uji Kompetensi sebagai Uji Nasional Uji kompetensi sebagai uji nasional dilaksanakan pada tahap akhir program pendidikan. Uji kompetensi sebagai sistem penjaminan mutu lulusan dokter telah diatur secara tersurat dalam Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran, yang menjelaskan tentang sertifikat kompetensi sebagai tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi yang dikeluarkan oleh kolegium terkait (Dikti,2013).

4 7 Uji kompetensi sebagai uji kelulusan akhir program pendidikan profesi dokter dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut : 1) Uji kompetensi dilaksanakan pada tahap akhir pendidikan sebelum dilakukan sumpah dokter. 2) Uji kompetensi dilaksanakan secara nasional oleh Panitia Nasional yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi. 3) Uji kompetensi dilaksanakan berdasarkan blueprint yang mengacu pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia. 4) Uji kompetensi dilaksanakan dengan melibatkan fakultas kedokteran atau program studi pendidikan dokter sebagai kompartemen ujian sebagaimana diatur dalam pedoman pelaksanaan CBT dan OSCE. 5) Soal ujian disiapkan oleh Panitia Nasional dan akan dibawa oleh petugas khusus yang telah ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Ketua Panitia Nasional. 6) Panitia Nasional uji kompetensi tahun 2013 adalah Panitia Uji Kompetensi IDI-KDPI-AIPKI, hingga terbentuknya lembaga nasional yang berwenang. 7) Penentuan kelulusan uji kompetensi melalui proses standard setting secara nasional dan hasilnya disampaikan kepada peserta melalui fakultas kedokteran atau program studi pendidikan dokter masingmasing Persyaratan Peserta dan Batasan Keikutsertaan Uji kompetensi berlaku setiap calon lulusan pendidikan profesi dokter dengan persyaratan sebagai berikut (Dikti,2013) : 1) Mahasiswa pendidikan profesi dokter yang telah menyelesaikan dan lulus tahap kepaniteraan klinik dibuktikan dengan surat keterangan oleh Dekan/Ketua Program Studi Profesi Dokter. 2) Memenuhi persyaratan administratif sebagaimana ditetapkan oleh Panitia Nasional. 3) Persyaratan khusus bagi peserta retaker:

5 8 a) Telah mengikuti program remediasi yang dibuktikan dengan Surat Keterangan dari institusi pendidikan pelaksana program remediasi. b) Belum melampaui batas maksimal keikutsertaan uji kompetensi. Sedangkan batasan keikutsertaan semua calon lulusan pendidikan dokter dengan ketentuan : 1) Calon lulusan dokter yang belum lulus pada uji kompetensi pada periode uji tertentu tidak diperkenankan untuk mendapatkan sertifikat kompetensi ataupun melakukan sumpah dokter. 2) Calon lulusan pendidikan dokter yang belum lulus pada uji kompetensi pada periode uji tertentu diwajibkan mengikuti uji kompetensi pada periode uji selanjutnya hingga dinyatakan lulus. 3) Calon lulusan pendidikan dokter dapat mengikuti uji kompetensi maksimal hingga 2 (dua) kali masa studi pendidikan profesi normal sesuai dengan peraturan akademik yang berlaku pada masing-masing institusi Materi dan Metode Uji Kompetensi Materi uji kompetensi merujuk pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Uji kompetensi dilaksanakan dengan menggunakan metode yang tepat dalam menguji sikap (attitude), pengetahuan (knowledge), dan keahlian (skills). Materi uji kompetensi disusun berdasarkan cetak biru (blueprint). Masingmasing metode baik untuk metode uji CBT maupun uji OSCE memiliki blueprint yang selanjutnya menjadi dasar dalam pelaksanaan uji kompetensi dokter (Dikti, 2013). 1) Blueprint Uji CBT dibagi dalm 7 (tujuh) tinjauan sebagai berikut: a) Tinjauan 1: Standar Kompetensi Profesi Dokter Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: Ketrampilan dasar klinis

6 9 Aplikasi biomedis, behavior, clinical, & epidemiologi pada kedokteran keluarga Komunikasi efektif Manajemen masalah kesehatan primer Penelusuran, kritisi, dan manajemen informasi Profesionalisme, moral, dan etika praktik kedokteran Kesadaran, pemeliharaan, dan pengembangan personal b) Tinjauan 2: Kognitif, Psikomotor, Konatif Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: Kognitif Procedural knowledge Konatif c) Tinjauan 3: Recall & Application Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: Recall Reasoning d) Tinjauan 4: Aspek perjalanan penyakit Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: Saraf dan perilaku Kepala dan leher Endokrin dan Metabolisme Saluran cerna, hepatobilier, dan pancreas Saluran pernapasan Ginjal dan saluran kemih Jantung, pembuluh darah dan sistem limfatik Darah dan sistem kekebalan tubuh Kulit, otot, tulang dan jaringan lunak Reproduksi e) Tinjauan 5: Organ sistem/struktur organ

7 10 Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai patogenesis penyakit meliputi: Pertumbuhan, perkembangan, dan degenerasi Kelainan genetik dan congenital Penyakit Infeksi dan Imunologi Penyakit neoplasma Penyakit akibat trauma atau kecelakaan f) Tinjauan 6: Tindakan layanan kesehatan yang dilakukan Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit Penapisan/Diagnosis Manajemen/Terapi Rehabilitasi Aspek hukum dan etika g) Tinjauan 7: Tingkat layanan kesehatan yang dilakukan Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: Individu Keluarga Masyarakat 2) Blueprint OSCE Secara garis besar blueprint terdiri atas 2 (dua) tinjauan meliputi: a) Berdasarkan kompetensi Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: Anamnesis Pemeriksaan fisik Melakukan tes/prosedur klinik atau interpretasi data untuk menunjang diagnosis banding/diagnosis Menentukan diagnosis atau diagnosis banding Tatalaksana non farmakoterapi dan farmakoterapi Komunikasi dan edukasi pasien

8 11 Perilaku professional b) Berdasarkan sistem organ dan lokasi tubuh Dalam tinjauan ini aspek yang dinilai meliputi: Endokrin dan metabolism Hematologi dan onkologi Psikiatri Sistem gastrointestinal Sistem kardiovaskuler Sistem musculoskeletal Sistem genitourinaria Sistem pengindraan Sistem reproduksi Sistem respirasi Sistem saraf Kepala leher Lain-lain Pelaksanaan UKDI menggunakan metode Computed Based Testing (CBT) dan Objective Structured Clinical Examination (OSCE). Metode CBT untuk menguji pengetahuan berupa pertanyaan sedangkan OSCE digunakan untuk menguji keterampilan klinik Waktu Pelaksanaan dan Pembiayaan Uji Kompetensi Uji kompetensi dilaksanakan secara periodik sebanyak 4 (empat) kali dalam setahun, yaitu pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Untuk tanggal yang pasti, dapat kita lihat di internet (Dikti, 2013). Sedangkan pembiayaan uji kompetensi sudah menjadi bagian dari pembiayaan pendidikan yang berlaku sejak periode uji kompetensi tahun 2014 dan masuk dalam biaya pendidikan untuk ajaran tahun 2013/2014 (Dikti, 2013).

9 12 Besarnya biaya uji kompetensi yang dikelola oleh Panitia Nasional untuk uji kompetensi tahun 2013 sebesar : CBT : Rp per peserta ujian. OSCE : Rp per peserta ujian. Biaya yang dikelola oleh Panitia Nasional untuk uji kompetensi ini meliputi biaya dalam metode uji CBT dan metode uji OSCE Tindak Lanjut Uji Kompetensi Hasil uji kompetensi akan diumumkan secara terbuka dapat dilihat pengumumannya dalam bentuk online melalui website Panitia Nasional yang akan tercantum nama dan institusi serta hasil ujian dan diumumkan 1 (satu) bulan setelah pelaksanaan uji kompetensi. Ini berguna untuk diketahui masyarakat dan sebagai umpan balik bagi institusi pendidikan terutama untuk evaluasi dan perbaikan dalam proses pendidikan (Dikti, 2013). Peserta uji kompetensi yang belum lulus dalam ujian tersebut akan diberlakukan program penanganan retaker yang menjadi tanggung jawab institusi pendidikan dan wajib mengikuti program remediasi. Dalam pelaksanaan program remediasi, retakerakan dibimbing oleh pembimbing dengan rasio pembimbing dan retaker maksimal 1:5 (satu berbanding lima) dan sama-sama harus mengisi buku log sesuai dengan panduannya secara lengkap dan pengisian buku log harus bisa mencerminkan tahapan kegiatan dan kemajuan proses remediasi pembelajaran retaker. Frekuensi bimbingan minimal 1 (satu) minggu 1 (satu) kali. Pada akhir proses bimbingan remediasi, keseluruhan instrument yang telah diisi dikumpulkan kepada koordinator pembimbingan yang akan dibuat laporan hasil kegiatan kepada dekan. Dekan akan menyampaikan hasil laporan pembimbingan kepada AIPKI Wilayah serta membuat surat pengantar yang menyatakan retaker tersebut telah menyelesaikan program remediasi sehingga bisa mengikuti uji pada periode terkait.

10 Perilaku Pengertian Perilaku Menurut Skiner (1938) dalam buku Notoatmodjo (2010) merumuskan bahwa motivasi merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus lalu mempengaruhi organisme dan diakhiri dengan bentuk respon, sehingga teori Skiner ini disebut teori S-O-R (stimulus-organismerespon). Berdasarkan teori S-O-R tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokan menjadi dua, yakni: a. Perilaku tertutup (covert behavior) Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk perilaku yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. Contoh : Mahasiswa FK tahu uji kompetensi diadakan sebelum sumpah dokter, yang merupakan pengetahuan (knowledge). Kemudian mahasiswa tersebut bertanya kepada dosen tentang perihal uji kompetensi itu, yang selanjutnya disebut sikap. b. Perilaku terbuka (overt behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar. Contoh : seseorang mahasiswa melihat contoh-contoh soal uji kompetensi, dalam bentuk tindakan atau praktik. Aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Secara singkat aktivitas manusia tersebut dikelompokkan menjadi 2 (dua) yakni: a) Aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain, misalnya: berjalan, bernyanyi, tertawa, dan sebagaimana. b) Aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya: berpikir, berfantasi, bersikap, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

11 14 Menurut MdM (2009), pengetahuan adalah seperangkat pemahaman, pengetahuan, dan ilmu pengetahuan, lalu sikap adalah posisi yang terpusat kepada kecenderungan dan yang terakhir praktek adalah perilaku yang diamati atau tindakan individu dalam menanggapi stimulus Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku. Dari uraian-uraian sebelumnya telah disebutkan bahwa perilaku itu terbentuk didalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni stimulus merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan respon merupakan faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan (faktor internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah merupakan faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, dan nonfisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal yang paling besar perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan budaya dimana seseorang tersebut berada. Misalnya seorang dosen memberikan suatu arahan tentang bagaimana persiapan menghadapi uji kompetensi. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang itu memberi respon terhadap stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan sebagainya. Misalnya mahasiswa akan memperhatikan dosennya apabila diberikan arahan tentang uji kompetensi (Notoatmodjo, 2010) Aspek perilaku Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku tertutup (covert), maupun perilaku terbuka (overt) seperti telah diuraikan sebelumnya, tetapi sebenarnya perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, perilaku adalah merupakan keseluruhan pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal tersebut (Notoatmodjo, 2010). Notoatmodjo membagi perilaku menjadi 3 tingkat yaitu:

12 Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindaraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda Sikap Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baiktidak baik dan sebagainya). Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain Tindakan atau Praktik (Practice) Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Seorang mahasiswa sudah tahu bahwa uji kompetensi merupakan syarat kelulusan dalam pendidikan fakultas kedokteran maka mahasiswa itu ada niat (sikap) untuk lebih giat belajar. Agar sikap ini meningkat menjadi tindakan, maka mahasiswa itu belajar sungguh-sungguh serta melatih diri agar siap dalam uji kompetensi tersebut.

13 Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar Motivasi dalam bahasa latin disebut motivum. Artinya, alasan yang meyebabkan sesuatu bergerak. Menurut Woolfolk (2007) menyebutkan bahwa motivasi adalah suatu keadaan internal yang dapat membangkitkan semangat, mengarahkan dan memelihara suatu prilaku. Motivasi belajar adalah keinginan, perhatian, kemauan individu dalam belajar. Wloodkowski (2007) menyebutkan bahwa motivasi belajar adalah arah dan tercermin melalui ketekunan yang tidak mudah goyah untuk mencapai sukses, meskipun dihadang banyak kesulitan. Komponen utama motivasi belajar adalah kebutuhan, dorongan dan tujuan belajar. Kebutuhan belajar terjadi bila individu merasakan ketidakseimbangan antara yang dimiliki dan yang diharapkan. Dorongan belajar merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan dalam belajar. Dorongan berorientasi pada tujuan belajar. Tujuan belajar inilah yang menjadi inti motivasi belajar. Tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh sesorang individu. Tujuan belajar mengarahkan perilaku belajar individu. Motivasi mahasiswa dapat dilihat dari perilakunya. Seorang mahasiswa yang memiliki motivasi yang tinggi dapat dilihat dari minat, perhatian, dan kemauan yang kuat untuk ikut serta dalam proses belajar. Sedangkan mahasiswa yang memiliki motivasi yang rendah malah sebaliknya, kurang minat, kurang perhatian, dan kurang kemauan untuk ikut serta dalam proses belajar itu. Uno (2003) menjelaskan lebih jauh bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Motivasi belajar adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk

14 17 mencapai tujuan (Mc Donald dalam Milfayetty, 2014). Dalam rumusan tersebut ada tiga unsur yang saling berkaitan, sebagai berikut: a) Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi. Perubahan tersebut terjadi disebabkan oleh perubahan tertentu pada sistem neurofisiologis dalam organ manusia, misalnya mahasiswa yang sedang belajar tiba-tiba merasa lapar, maka ia akan langsung mencari makanan. b) Motivasi ditandai oleh timbulnya perasaan (affective arousal). Mula-mula berupa ketegangan psikologis, lalu berupa suasana emosi. Suasana emosi ini menimbulkan tingkah laku yang sebagai dorongan. Perubahan ini dapat diamati pada perbuatannya. Contohnya pada sesorang mahasiswa terlibat dalam suatu diskusi, dia tertarik pada masalah yang sedang dibicarakan, maka dia akan bersuara/mengemukakan pendapatnya. c) Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Pribadi yang termotivasi memberikan respon-respon kearah suatu tujuan tertentu. Respon-respon itu berfungsi mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perubahan energi dalam dirinya. Contohnya apabila mahasiswa ingin dapat lulus uji kompetensi, maka harus lebih giat lagi belajar Aspek-Aspek Motivasi Aspek-aspek motivasi menurut Santrock (2006) terdiri atas 2 (dua) macam yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik yaitu menujukkan penentuan nasib sendiri dengan melakukan sesuatu untuk kepentingan sendiri. Berarti, motivasi instrinsik ini dipengaruhi oleh keputusan diri sendiri untuk memenuhi kebutuhan demi kepentingan pribadi dalam belajar. Motivasi ini sering disebut motivasi murni atau motivasi yang sebenarnya (Hama, 2008), yang berasal dari dalam diri sendiri atau internal, misalnya keinginan untuk mendapatkan keterampilan tertentu, menambah pengetahuan, pemahaman dan

15 18 mengembangkan sikap, untuk mendapatkan status sosial yang baik, agar dapat diterima oleh orang lain, dan sebagainya. Meningkatnya motivasi instrinsik apabila mereka diberikan beberapa pilihan pribadi. Jadi berarti diri sendirilah yang menentukan seberapa besar tingkat motivasi yang berasal dari dalam diri tersebut terhadap kebutuhan yang diinginkan. Dalam hal ini, motivasi instrinsik tidak dipengaruhi dengan adanya pujian/hadiah dan hukuman. Motivasi ekstrinsik yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain. Berarti, motivasi ekstrinsik ini dipengaruhi oleh faktorfaktor dari luar situasi belajar seperti dengan adanya pujian/hadiah dan hukuman. Dengan adanya pujian/hadiah, maka seseorang akan terdorong atau termotivasi untuk mendapatkan itu. Begitu pula sebaliknya agar menghindari hukuman, maka seseorang akan berusaha untuk menghindai hukuman itu. Contohnya saja pada seseorang mahasiswa yang tidak tahu jawaban atas pertanyaan dosennya, sehingga dosennya menyuruh untuk mencari jawaban tersebut dan besoknya akan ditanya kembali oleh dosennya, apabila tidak dapat jawaban, maka tidak akan diperbolehkan untuk ikut ujian. Maka dari contoh diatas mahasiswa tersebut akan termotivasi untuk mencari jawaban agar terhindar dari hukuman tersebut. Motivasi ekstrinsik ini adalah dorongan terhadap perilaku individu yang bersumber dari luar dirinya atau eksternal. Motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik biasanya dapat bersamaan.dalam situasi tertentu. Dalam motivasi ekstrinsik biasanya dapat berubah menjadi motivasi instrinsik. Perbedaan esensial motivasi instrinsik dan motivasi seseorang adalah alasan orang tersebut bertindak. Artinya, apakah letak penyebab tindakan itu berada didalam dan diluar dirinya. Bila letaknya internal, motivasinya instrinsik dan bila letaknya eksternal maka motivasinya ekstrinsik. Maka dari itu, keduanya sangat saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam proses belajar baik itu berupa motivasi extrinsik maupun motivasi yang instrinsik.

16 19 Pada penelitian yang dilakukan oleh Lepper (2005) mengatakan bahwa hubungan motivasi pada anak baik instrinsik maupun ekstrinsik menghasilkan korelasi yang negatif yang artinya saling bertentangan Komponen-Komponen Motivasi Belajar Keller dan kopp mengemukakan empat komponen motivasi belajar yang disebutnya sebagai model ARCS. Yaitu, attention (perhatian), relevansi (relevansi), confidence (kepercayaan diri) dan satisfaction (kepuasan) (Milfayetty, 2014). (a) Attention (perhatian) pelajar terhadap pelajaran didorong oleh rasa ingin tahu. (b) Relevansi, menunjukan adanya hubungan materi pelajaraan dengan kondisi pelajar. Motivasi belajar akan terpelihara apabila mereka menganggap pelajaran yang dipelajarinya akan memenuhi kebutuhan pribadinya, bermanfaat untuk dirinya serta sesuai dengan nilai yang dianutnya. (c) Confidence (percaya diri) yaitu perasaan mampu dalam diri mahasiswa yang merupakan potensi untuk dapat berinteraksi secara positif dengan lingkungannya. Hal ini berhubungan dengan keyakinan pelajar bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu agar mencapai keberhasilan. Motivasi ini akan meningkat seiring dengan meningkatnya harapan untuk berhasil. Harapan ini dipengaruhi oleh pengalaman sukses dimasa lalu. (d) Satisfaction (kepuasan). Usaha belajar yang dilakukan pelajar dipengaruhi hasil yang diterimanya. Hasil yang diterima sesuai dengan tingkat usaha dan ketekunan pelajar yang memberikan kepuasan. Selanjutnya kepuasan ini menjadi dorongan dan termotivasi untuk mendapatkan hasil yang serupa. Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa attention (perhatian), relevansi (relenvansi), confidence (kepercayaan diri), dan

17 20 satisfaction (kepuasan) adalah komponen penting yang berpengaruh terhadap motivasi belajar Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Mahasiswa Motivasi belajar merupakan faktor psikologis yang mengalami perkembangan, dipengaruhi kondisi fisiologis serta kematangan psikologis mahasiswa. Beberapa unsur yang mempengaruhinya menurut Dimyati (2002) dalam buku psikologi pendidikan adalah cita-cita atau aspirasi mahasiswa, kemampuan mahasiswa, kondisi mahasiswa, kondisi lingkungan mahasiswa, unsur-unsur dianamis dalam belajar dan pembelajaran serta upaya dosen dalam membelajarkan mahasiswa. 1) Cita-cita atau aspirasi mahasiswa untuk menjadi seseorang akan memperkuat semangat belajar dan mengarahkan prilaku belajar. Seorang mahasiswa fakultas kedokteran untuk menjadi dokter akanberusaha untuk rajin membaca buku kedokteran, melatih skill, sering bertanya ke dosen, diskusi, dan tekun belajar. Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar instrinsik dan ekstrinsik. 2) Kemampuan mahasiswa berpengaruh terhadap motivasi belajar. Seorang mahasiswa yang percaya akan kemampuannya akan dengan senang hati belajar karena sudah dari dalam diri merasa mampu agar mendapatkan pujian. Sedangkan mahasiswa yang kemampuan masih kurang, juga akan termotivasi untuk meningkatkan kemampuan, dalam hal ini untuk menghindari hukuman. 3) Kondisi mahasiswa yang meliputi kesehatan jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi mahasiswa. Mahasiswa yang sedang sakit, akan sulit untuk belajar. Mahasiswa yang marah akan sulit untuk memusatkan perhatiannya dalam belajar. 4) Kondisi lingkungan mahasiswa seperti keadaan alam, tempat tinggal, pergaulan sebaya, kehidupan masyarakat, organisasi sekolah yang diikuti mahasiswa juga mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa.

18 21 Lingkungan yang aman, tentram, nyaman, tertib, indah akan memperkuat semangat dan motivasi belajar mahasiswa. 5) Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran Banyak yang mempengaruhi dalam belajar salah satunya yaitu unsur dinamis seperti perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, dan pikiran mahasiswa yang akan mengalami perubahan dalam proses belajar. Jika seseorang merasa senang dalam pembelajaran itu, maka akan lebih mudah untuk belajar, sedangkan mahasiswa yang banyak yang dipikirkannya, maka susah untuk memusatkan perhatian kepelajaran. 6) Upaya dosen dalam pembelajaran mahasiswa. Dengan adanya dosen, maka sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar mahasiswa. Upaya dosen dalam pembelajaran mahasiswa akan memberi pengaruh terhadap motivasi belajar mahasiswa. Dengan adanya pembinaan dari dosen, pengawasan, penyelenggaraan tata tertib dan peraturan sekolah maka mahasiswa secara tidak langsung diajarkan untuk termotivasi dalam kegiatan pembelajaran. Dari uraian diatas, diketahui bahwa banyak aspek-aspek yang berpengaruh terhadap motivasi belajar baik motivasi ektrinsik maupun instrinsik. Aspek-aspek ini sangat berpengaruh pada mahasiswa yang dapat dilihat dari perilaku dan usaha-usaha yang dilakukan mahasiswa untuk mencapai tujuan belajar Pentingnya Motivasi Belajar Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, motivasi belajar penting bagi mahasiswa dan dosen (Dimyati, 2002). Bagi mahasiswa motivasi belajar sangat penting sebagai upaya awal kegiatan pembelajaran agar terwujud apa yang menjadi tujuan. Selain itu motivasi belajar pada mahasiswa dapat menginformasikan tentang perbandingan kekuatan motivasi dalam belajar dengan teman sebaya. Informasi ini dapat digunakan untuk mengarahkan kegiatan belajar, membesarkan semangat belajar dan menyadarkan tentang

19 22 adanya perjalanan belajar dan usaha belajar yang berkesinambungan (Wilfayetty, 2014). Motivasi dianggap penting dalam upaya belajar dan pembelajaran dilihat dari segi fungsi dan nilainya atau manfaatnya. Uraian diatas menunjukan bahwa motivasi mendorong timbulnya tingkah laku dan mempengaruhi serta mengubah tingkah laku. Fungsi motivasi adalah: 1) Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar. 2) Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan 3) Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukanh cepat atau lambatnya suatu pekerjaan Perilaku dan Motivasi Belajar Mahasiswa FK Menghadapi Uji Kompetensi Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa perilaku itu terbentuk didalam diri seseorang dari dua fakor utama yakni stimulus dan respon. Jadi uji kompetensi disini sebagai stimulus atau rangsangan kepada mahasiswa yang akan memberikan respon terhadap uji kompetensi tersebut baik dalam bentuk pengetahuan, sikap, maupun tindakan. Perilaku yang dilihat tentu saja akan berbeda-beda tiap masing-masing pribadi dan diharapkan dengan adanya uji kompetensi tersebut dapat mempengaruhi perilaku mahasiswa kedokteran. Motivasi terdiri atas dua aspek yaitu motivasi intrinsik yang berasal dari dalam diri dan motivasi ekstrinsik yang berasal dari luar diri. Uji kompetensi termasuk kedalam aspek motivasi ekstrinsik karena ujian kompetensi ini sebagai pemicu motivasi yang berasal dari luar diri dan secara tidak langsung merangsang mahasiswa fakultas kedokteran untuk belajar lebih giat.

20 23 Uji kompetensi ini sangat penting untuk mahasiswa kedokteran yang mana untuk dinyatakan lulus dari institusi pendidikan maka mahasiswa harus lulus dalam uji kompetensi itu, dalam artian uji kompetensi itu adalah ujian terakhir atau ujian kelulusan (exit exam) pada pendidikan profesi. Jika mereka tidak lulus, maka mereka tidak dapat melakukan sumpah dokter dan tidak akan menerima sertifikat kompetensi sebagai persyaratan registrasi. Demi mencapai cita cita menjadi dokter dan dengan adanya peserta dari tahun-tahun sebelumnya yang banyak tidak lulus, maka dapat mempengaruhi perilaku mahasiswa baik pengetahuan, sikap dan tindakan serta dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa untuk mempersiapkan diri menghadapi uji kompetensi itu, agar dapat lulus pada uji kompetensi itu. Ujian kompetensi ini merangsang mahasiswa untuk mengetahui apaapa saja yang akan dipersiapkan untuk ujian itu, baik bidang yang akan diujikan, maupun pengetahuan dan keterampilan yang akan dipersiapkan. Salah satunya dengan cara bertanya pada dosen. Dengan bertanya pada dosen maka secara langsung sudah merangsang mahasiswa dalam bentuk ketertarikan. Apabila dosen tersebut membangkitkan semangat mahasiswa, maka motivasi mahasiswa terhadap uji kompetensi itu akan meningkat. Mahasiswa akan mencari informasi tentang ujian itu dengan cara bertanya kepada peserta yang telah ikut ujian itu, dan membaca buku-buku tentang uji kompetensi beserta kumpulan soal-soalnya yang merupakan tindakan dalam berperilaku.. Dari sana akan mempengaruhi pikiran, sikap dan tindakan mahasiswa terhadap uji kompetensi itu dan akhirnya uji kompetensi itu menjadi kebutuhan bagi mahasiswa tersebut. Motivasi ekstrinsik dapat berubah menjadi motivasi instrinsik. Dengan adanya unsur-unsur diluar diri seperti adanya uji kompetensi sebagai pemicu dan dengan adanya konsekuensi terhadap ujian tersebut, maka akan menimbulkan motivasi ekstrinsik sedangkan ketertarikan akan menimbulkan motivasi instrinsik yang berupa perilaku dalam menanggapi uji kompetensi tersebut. Berarti, motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik dapat berjalan bersamaan dalam situasi tertentu.

21 24 Ronald M. Epstein (2007) mengatakan dalam jurnalnya yang berjudul Assessment in Medical Education yakni kompetensi bukanlah prestasi melainkan kebiasaan untuk belajar seumur hidup. Kompetensi adalah konstektual yang mencerminkan hubungan antara kemampuan seseorang dan tugas dia sebagai dokter dalam situasi tertentu di dunia. Kompetensi juga merupakan perkembangan, kebiasaan dalam berpikir dan berprilaku, dan praktek dapat diperoleh melalui praktek yang disengaja maupun refleksi dari pengalaman. Mahasiswa lulusan diharapkan dapat berkompetensi, tapi jika kompetensi itu pada dokter yang belum berpengalaman, mungkin sangat rentan terhadap pengaruh stress.

HUBUNGAN ANTARA INDEKS PRESTASI KUMULATIF DAN NILAI UJI KOMPETENSI DOKTER INDONESIA PADA DOKTER LULUSAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

HUBUNGAN ANTARA INDEKS PRESTASI KUMULATIF DAN NILAI UJI KOMPETENSI DOKTER INDONESIA PADA DOKTER LULUSAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA Jurnal Visi Ilmu Pendidikan halaman 664 HUBUNGAN ANTARA INDEKS PRESTASI KUMULATIF DAN NILAI UJI KOMPETENSI DOKTER INDONESIA PADA DOKTER LULUSAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA Oleh : Arif Wicaksono 1, Abstrak

Lebih terperinci

Kerangka Hasil Ujian

Kerangka Hasil Ujian Standard Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) sebagai Dasar Uji Kompetensi Dokter Indonesia Setiawan KB UKDI Kerangka Hasil Ujian Item Peserta Hasil Ujian 1 Kerangka Hasil Ujian Item Peserta Hasil Ujian

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN PERILAKU DAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA FK USU TAHUN ANGKATAN DALAM MENGHADAPI UJI KOMPETENSI.

KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN PERILAKU DAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA FK USU TAHUN ANGKATAN DALAM MENGHADAPI UJI KOMPETENSI. KARYA TULIS ILMIAH GAMBARAN PERILAKU DAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA FK USU TAHUN ANGKATAN 2009-2014 DALAM MENGHADAPI UJI KOMPETENSI Oleh : DIO SYAHERMA 110100292 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang

BAB II KAJIAN TEORETIS. Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang artinya daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. seorang perawat harus memiliki sertifikat kompetensi (DEPKES, 2014).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. seorang perawat harus memiliki sertifikat kompetensi (DEPKES, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk dapat menjalankan praktik keperawatan, seorang perawat wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). Sedangkan untuk mendapatkan STR, seorang perawat harus memiliki

Lebih terperinci

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun

adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi menurut Irwanto, et al (dalam Rangkuti & Anggaraeni, 2005), adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai

Lebih terperinci

Standard Operating Procedure. PELAKSANAAN Objective Structured Clinical Examination (OSCE) NASIONAL

Standard Operating Procedure. PELAKSANAAN Objective Structured Clinical Examination (OSCE) NASIONAL Standard Operating Procedure PELAKSANAAN Objective Structured Clinical Examination (OSCE) NASIONAL PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017 0 LEMBAR

Lebih terperinci

Dr. dr. Ratna Sitompul, Sp.M(K) Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Dr. dr. Ratna Sitompul, Sp.M(K) Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr. dr. Ratna Sitompul, Sp.M(K) Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1. Menjalankan amanah UUPK untuk STR 2. Memetakan output sbg cermin Output-proses BM institusi kurangi gap output antar institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam masa globalisasi, suatu negara dianggap maju apabila memiliki kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum setiap individu membutuhkan pendidikan. Tahapan. pendidikan formal yang ditempuh setiap individu adalah TK-SD-SMP-SMA-

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum setiap individu membutuhkan pendidikan. Tahapan. pendidikan formal yang ditempuh setiap individu adalah TK-SD-SMP-SMA- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum setiap individu membutuhkan pendidikan. Tahapan pendidikan formal yang ditempuh setiap individu adalah TK-SD-SMP-SMA- Perguruan Tinggi. Perguruan

Lebih terperinci

Sertifikat Kompetensi diterbitkan oleh Kolegium (Dokter Gigi Indonesia) melalui Uji Kompetensi

Sertifikat Kompetensi diterbitkan oleh Kolegium (Dokter Gigi Indonesia) melalui Uji Kompetensi Kolegium Dokter Gigi Indonesia Pelaksanaan Uji Kompetensi Dokter Gigi April 2007 Januari 2010 Undang-Undang RI Nomor: 29 Tahun 2004 BAB I Pasal 1Ayat 13 Kolegium (Dokter Gigi Indonesia) Badan yang dibentuk

Lebih terperinci

Sistematika Presentasi

Sistematika Presentasi PRAKTIK BAIK UJI KOMPETENSI DOKTER INDONESIA Dwi Agustian KB UKDI Makassar, 13 14 Maret 2010 Workshop Nasional Kesepakatan Sistem Ujian Komponen 2 HPEQ Project Sistematika Presentasi Pengembangan Perangkat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN 2014 SILABUS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN 2014 SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN 2014 SILABUS Program Studi : Pendidikan Dokter Kode Blok : Blok : THT Bobot : 4 SKS Semester : V Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu: - Menjelaskan organ

Lebih terperinci

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA TENTANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA TENTANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENERBITAN REKOMENDASI PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan seseorang berbuat sesuatu (Purwanto, 1998). Motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan seseorang berbuat sesuatu (Purwanto, 1998). Motivasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang berarti semua penggerak, alasan-alasan, dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan

Lebih terperinci

Daftar Pokok Bahasan. Lampiran 4 SKDI. Pokja Standar Pendidikan Dokter Indonesia. Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia

Daftar Pokok Bahasan. Lampiran 4 SKDI. Pokja Standar Pendidikan Dokter Indonesia. Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia Daftar Pokok Bahasan Lampiran 4 SKDI Pokja Standar Pendidikan Dokter Indonesia Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia 2012 Pendahuluan Lampiran 4 Daftar Pokok Bahasan Standar Kompetensi Dokter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun yang mengalami masa keemasan dimana anak mulai peka dan sensistif untuk menerima berbagai

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. lebih kompetitif (http://www.depdiknas.go.id). Pemerintah Indonesia khususnya

BAB I. Pendahuluan. lebih kompetitif (http://www.depdiknas.go.id). Pemerintah Indonesia khususnya BAB I Pendahuluan 1.2 Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, maka standarisasi pendidikan nasional menjadi lebih tinggi, mutu dan daya saing bangsa menjadi lebih kompetitif

Lebih terperinci

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB V EVALUASI KEBERHASILAN

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB V EVALUASI KEBERHASILAN BAB V EVALUASI KEBERHASILAN Evaluasi dalam kurikulum berbasis kompetensi dengan metode PBL ini meliputi elemen hasil pembelajaran yaitu pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh oleh mahasiswa), proses

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap.

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap. BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Karakteristik Siswa 2.1.1.1 Pengertian Karakteristik Siswa Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti

Lebih terperinci

Kolegium Dokter Gigi Indonesia Rencana Pengembangan

Kolegium Dokter Gigi Indonesia Rencana Pengembangan Kolegium Dokter Gigi Indonesia Rencana Pengembangan Uji Kompetensi Dokter Gigi - Jalur Ujian 1 Uji Kompetensi Dokter Gigi untuk sertifikasi kompetensi Ujian Nasional untuk Standarisasi lulusan (mahasiswa)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran merupakan konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk memperoleh suatu kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Apoteker Indonesia 1. Standar Kompetensi Sarjana Farmasi Standar Kompetensi Sarjana Farmasi merupakan standar nasional yang harus dicapai lulusan pendidikan S1 Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap terjun

Lebih terperinci

PANDUAN PENDAFTARAN UJI KOMPETENSI SEBAGAI EXIT EXAM

PANDUAN PENDAFTARAN UJI KOMPETENSI SEBAGAI EXIT EXAM PANDUAN PENDAFTARAN UJI KOMPETENSI SEBAGAI EXIT EXAM Proses Pendaftaran dilakukan secara online di http://uk.aipki-kdpi.org klik menu Registrasi Online kemudian klik menu Pendaftaran Ujian SYARAT PENDAFTARAN

Lebih terperinci

RTL Pendidikan Dokter Indonesia

RTL Pendidikan Dokter Indonesia RTL Pendidikan Dokter Indonesia Berlaku untuk Dokter Pendidik Klinik di RSP Utama (Vertikal) dari Kemkes dapat diusulkan jabatan fungsional akademik untuk LK dan GB. Mekanisme: pengusulan dari Fakultas-

Lebih terperinci

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U No.132, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENDIDIKAN. Kedokteran. Akademik. Profesi. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5434) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN UJI KOMPETENSI

Lebih terperinci

LAPORAN WORKSHOP ITEM REVIEW OSCE KEDOKTERAN

LAPORAN WORKSHOP ITEM REVIEW OSCE KEDOKTERAN LAPORAN WORKSHOP ITEM REVIEW OSCE KEDOKTERAN Sheraton Mustika Yogyakarta, 22 23 Agustus 2011 Direktorat Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional WORKSHOP KOMPONEN

Lebih terperinci

Hubungan Bimbingan Belajar UKMPPD dengan Kelulusan UKMPPD Computer Bassed Test Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Periode Mei 2017

Hubungan Bimbingan Belajar UKMPPD dengan Kelulusan UKMPPD Computer Bassed Test Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Periode Mei 2017 Available online at http://jurnal.abulyatama.ac.id/dedikasi ISSN 2548-8848 (Online) Universitas Abulyatama Jurnal Dedikasi Pendidikan Hubungan Bimbingan Belajar UKMPPD dengan Kelulusan UKMPPD Computer

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL I. DEFINISI Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme koping adalah suatu cara yang digunakan individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme koping adalah suatu cara yang digunakan individu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mekanisme koping adalah suatu cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. mencapai sesuatu yang dicita - citakan.. Hal ini menggambarkan bahwa seseorang

BAB II KAJIAN TEORETIS. mencapai sesuatu yang dicita - citakan.. Hal ini menggambarkan bahwa seseorang BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1. Pentingnya Minat Belajar Kata minat dalam bahasa Inggris disebut interest yang berarti menarik atau tertarik. Minat adalah keinginan jiwa terhadap sesuatu

Lebih terperinci

Evaluasi Uji Coba OSCE UKDI. Forum Dekan AIPKI HPEQ Project Komponen 2 31 Agustus 1 September 2012

Evaluasi Uji Coba OSCE UKDI. Forum Dekan AIPKI HPEQ Project Komponen 2 31 Agustus 1 September 2012 Evaluasi Uji Coba OSCE UKDI Forum Dekan AIPKI HPEQ Project Komponen 2 31 Agustus 1 September 2012 Road Map Try Out OSCE UKDI April 2012 Sept & Nov 2012 Juli 2011 Oktober 2011 I: Ujud Pelaksanaan OSCE II:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan dan reaksi untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2006 dan telah digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2006 dan telah digunakan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dokter adalah seorang tenaga kesehatan yang menjadi tujuan pertama bagi pasien atau masyarakat dalam menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi tanpa memandang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat di Indonesia (KKI, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat di Indonesia (KKI, 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan nasional mencakup berbagai bidang, salah satunya adalah pendidikan kedokteran. Penentu utama kualitas pelayanan asuhan medis kepada masyarakat dipegang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu kata yang tidak asing lagi bagi semua orang terutama bagi para pelajar. Kegiatan belajar merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. UU Nomor 29 Tahun 2004 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan pemerintah Tanggal 6 Oktober Tahun 2004. Undang-undang ini menyebutkan bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Harga Diri 1.1. Pengertian harga diri Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi

Lebih terperinci

PERATURAN AKADEMIK PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERATURAN AKADEMIK PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN PERATURAN AKADEMIK PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN BAB I KETENTUAN UMUM PASAL 1 Dalam Peraturan Akademik ini yang dimaksud dengan : (1) Pendidikan Profesi Dokter adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada saat ini, tuntutan masyarakat akan kompetensi dokter semakin berkembang. Masyarakat menuntut institusi pendidikan kedokteran untuk mempersiapkan lulusannya

Lebih terperinci

LAPORAN WORKSHOP REGIONAL PASIEN STANDAR KEDOKTERAN WILAYAH I KOMPONEN 2 PROYEK HPEQ

LAPORAN WORKSHOP REGIONAL PASIEN STANDAR KEDOKTERAN WILAYAH I KOMPONEN 2 PROYEK HPEQ LAPORAN WORKSHOP REGIONAL PASIEN STANDAR KEDOKTERAN WILAYAH I KOMPONEN 2 PROYEK HPEQ Hotel Aryaduta Medan, 20 21 September 2011 Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN REMEDIASI PEMBELAJARAN RETAKER UKDI

PEDOMAN PELAKSANAAN REMEDIASI PEMBELAJARAN RETAKER UKDI Permasalahan PEDOMAN PELAKSANAAN REMEDIASI PEMBELAJARAN RETAKER UKDI KBUKDI Jumlah retaker meningkat Standar nilai meningkat Kompleksitas pasca lulus Kredibilitas institusi Inefisiensi pemanfaatan dokter

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Kerja. Pelatihan Pembimbing Retaker UKDI

Kerangka Acuan Kerja. Pelatihan Pembimbing Retaker UKDI Kerangka Acuan Kerja Pelatihan Pembimbing Retaker UKDI Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Wilayah IV Semarang, 21 Agustus 2013 I. Pendahuluan Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI), sebagai uji penapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting terutama bagi generasi muda agar dapat menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Pada setiap jenjang pendidikan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN UJI KOMPETENSI MAHASISWA PROGRAM PROFESI DOKTER ATAU DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi 2, yakni :

suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi 2, yakni : 1. Hakekat Perilaku 1. Pengertian Perilaku suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi 2, yakni : 1) dalam bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit)

Lebih terperinci

KERANGKA SISTEM UJI KOMPETENSI DOKTER INDONESIA. Komite Bersama Uji Kompetensi Dokter Indonesia

KERANGKA SISTEM UJI KOMPETENSI DOKTER INDONESIA. Komite Bersama Uji Kompetensi Dokter Indonesia KERANGKA SISTEM UJI KOMPETENSI DOKTER INDONESIA Komite Bersama Uji Kompetensi Dokter Indonesia Latar Belakang UU No 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 20 ayat 3 berbunyi : Perguruan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN ILMU FARMASI KEDOKTERAN DI FK UNIVERSITAS TARUMANAGARA DENGAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI. Oentarini Tjandra

PEMBELAJARAN ILMU FARMASI KEDOKTERAN DI FK UNIVERSITAS TARUMANAGARA DENGAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI. Oentarini Tjandra PEMBELAJARAN ILMU FARMASI KEDOKTERAN DI FK UNIVERSITAS TARUMANAGARA DENGAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI Oentarini Tjandra Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara ABSTRAK Seiring dengan diterapkannya

Lebih terperinci

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. afektif. Kompetensi kognitif, keterampilan, dan afektif harus diuji dengan

BAB I PENDAHULUAN. afektif. Kompetensi kognitif, keterampilan, dan afektif harus diuji dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kedokteran yang berdasarkan pada kompetensi mencakup tiga ranah (domain) yang saling terintegrasi yaitu kognitif, keterampilan, dan afektif. Kompetensi

Lebih terperinci

Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. Meilantifa

Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. Meilantifa 26 INOVASI, Volume XX, Nomor 1, Januari 2018 Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Meilantifa Email : meilantifa@gmail.com Program Studi Pendidikan Matematika,

Lebih terperinci

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II TINJAUAN PUSTAKA Bab II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Interprofessional Education (IPE) a. Definisi IPE Menurut the Center for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 1997), IPE adalah dua atau

Lebih terperinci

STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF

STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF KOLEGIUM BEDAH SARAF INDONESIA ( K.B.S.I. ) STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF Jakarta : Februari 2007 DAFTAR SINGKATAN IPDS KBSI KPS KKI PBL PPDS RS Pendidikan RS Jejaring WFME Institusi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Konsumen Motivasi berasal dari kata latin mavere yang berarti dorongan/daya penggerak. Yang berarti adalah kekuatan penggerak dalam diri konsumen yang memaksa bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kedokteran merupakan ilmu yang mempelajari penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesegaran Jasmani 2.1.1 Pengertian Kesegaran jasmani sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam bidang keolahragaan. Kesegaran jasmani biasa diucapkan dengan

Lebih terperinci

SISTEM REGISTRASI DAN PERIJINAN

SISTEM REGISTRASI DAN PERIJINAN SISTEM REGISTRASI DAN PERIJINAN Dr. dr. Fachmi Idris, M.Kes Dosen FK UNSRI BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT KEDOKTERAN KOMUNITAS (IKM/IKK) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA, PALEMBANG 2006 Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sumber daya manusia yang baik dan berkualitas diperoleh dari tubuh yang sehat. Kesehatan sendiri merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN ` RUU Tentang Pendidikan Kedokteran RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN KOMISI X DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 2012 1 RUU Tentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Motivasi Belajar 2.1.1. Pengertian Motivasi Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif/daya menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai

Lebih terperinci

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT EDISI 1 EFEKTIF TANGGAL 1 JANUARI 2018

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT EDISI 1 EFEKTIF TANGGAL 1 JANUARI 2018 INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT EDISI 1 EFEKTIF TANGGAL 1 JANUARI 2018 REFERENSI UU no 44 tahun 2009 ttg rumah sakit pasal 21-22

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Minat 1. Pengertian Minat yaitu suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciriciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginankeinginan atau kebutuhan-kebutuhannya

Lebih terperinci

Sub-komponen pada Komponen 2

Sub-komponen pada Komponen 2 Komponen 2 HPEQ Project: Standarisasi Lulusan Profesi Kesehatan dengan Ujian Nasional Health Professional Education Quality Project Bandung, 14 September 2011 Sub-komponen pada Komponen 2 Sub-Komponen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan keluarga menurut Friedman (2010) adalah sikap, tindakan penerimaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan keluarga menurut Friedman (2010) adalah sikap, tindakan penerimaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dukungan Keluarga 2.1.1 Definisi Dukungan Keluarga Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang melindungi seseorang dari efek stress yang buruk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan sangat penting maka pemerintah Indonesia memberikan perhatian berupa subsidi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception berasal dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception berasal dari bahasa Latin perception; dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran dengan teman sebaya (Peer-Assisted Learning; selanjutnya disingkat PAL) sudah cukup populer dan sejak lama digunakan dalam pendidikan kedokteran. Jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perilaku Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan

Lebih terperinci

Setiawan Komite Bersama Uji Kompetensi Dokter Indonesia

Setiawan Komite Bersama Uji Kompetensi Dokter Indonesia Kompetensi pada Pendidikan Dokter Setiawan Komite Bersama Uji Kompetensi Dokter Indonesia sebuah Sistem Ujian Standarisasi Nasional Benchmarking Regional Sistem Ujian Institusi - Implementasi KB - 80%

Lebih terperinci

Metodologi Asuhan Keperawatan

Metodologi Asuhan Keperawatan Metodologi Asuhan Keperawatan A. Pendahuluan Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI A. PENDAHULUAN Pada masa sekarang ini peningkatan produktifitas dan kualitas

Lebih terperinci

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg No.226, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Wajib Kerja Dokter Spesialis. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS

Lebih terperinci

NASKAH AKADEMIK UJI KOMPETENSI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA

NASKAH AKADEMIK UJI KOMPETENSI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA NASKAH AKADEMIK UJI KOMPETENSI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA DKI JAKARTA 2014 1 Tim Penyusun: 1. Dr. Ridwan M. Thaha, MSc 2. Dr. drg. Indang Trihandini, M.Kes 3. Dr. drg. Ella Nurlaela Hadi, M.Kes

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Teori dan Kerangka Pemikiran

BAB II. Kajian Teori dan Kerangka Pemikiran BAB II Kajian Teori dan Kerangka Pemikiran A. Kajian Teori 1. PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) Menurut buku panduan PPL FKIP UNPAS (2017, h. 1) PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) merupakan kegiatan akademik

Lebih terperinci

Materi Uji Kompetensi. Endang W. Jakarta,

Materi Uji Kompetensi. Endang W. Jakarta, Materi Uji Kompetensi Endang W. Jakarta, 6-06-2017 Pengantar Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan Upaya standardisasi kompetensi tenaga kesehatan Menguji kompetensi calon lulusan dalam rangka memperoleh sertifikat

Lebih terperinci

Prinsip dalam Pembelajaran

Prinsip dalam Pembelajaran Prinsip dalam Pembelajaran Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu membedakan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran Indikator: Mahasiswa mampu memahami prinsip kesiapan dalam pembelajaran

Lebih terperinci

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN Kegiatan pembelajaran di Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan menekankan

Lebih terperinci

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP)

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) V INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) Gambaran Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tingkat Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu dari seseorang setelah menggunakan panca indera baik itu indra penglihatan, pendengaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ujian merupakan suatu rangkaian persoalan, pertanyaan-pertanyaan,

BAB I PENDAHULUAN. Ujian merupakan suatu rangkaian persoalan, pertanyaan-pertanyaan, 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ujian merupakan suatu rangkaian persoalan, pertanyaan-pertanyaan, latihan-latihan untuk menentukan tingkat pengetahuan, kemampuan, bakat atau kualifikasi seseorang

Lebih terperinci

LEMBAGA PENGEMBANGAN UJI KOMPETENSI (LPUK)

LEMBAGA PENGEMBANGAN UJI KOMPETENSI (LPUK) LEMBAGA PENGEMBANGAN UJI KOMPETENSI (LPUK) Komponen 2 Health Professional Education Quality Project (HPEQ Project) HPEQ: 1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang paripurna Penerapan beberapa aturan hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin hak setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Asisted Learning (PAL). PAL merupakan tindakan atau proses. a. Peer Teaching and Learning (belajar dan saling mengajari

BAB II LANDASAN TEORI. Asisted Learning (PAL). PAL merupakan tindakan atau proses. a. Peer Teaching and Learning (belajar dan saling mengajari BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kegiatan Asistensi Seperti yang telah disebut di atas, asistensi istilah lainnya yaitu Peer Asisted Learning (PAL). PAL merupakan tindakan atau proses memperoleh

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN AFEKTIF

PERKEMBANGAN AFEKTIF PERKEMBANGAN AFEKTIF PTIK PENGERTIAN AFEKTIF Afektif menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan rasa takut atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, mempunyai gaya atau makna yang

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI Proses Keredensial (Credentialing): Proses Re- Kewenangan klinis (clinical privilege) : Surat Penugasan (clinical Appointment) Tenaga

BAB I DEFINISI Proses Keredensial (Credentialing): Proses Re- Kewenangan klinis (clinical privilege) : Surat Penugasan (clinical Appointment) Tenaga BAB I DEFINISI 1. Proses Keredensial (Credentialing): proses evaluasi suatu rumah sakit terhadap seorang untuk menentukan apakah yang bersangkutan layak diberi kewenangan klinis (kewenagan klinis (clinical

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Dosen 1.1 Definisi Dosen Menurut Undang-undang Nomor 14 (2005 dalam Dikti, 2010) mengenai Guru dan Dosen dijelaskan bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuan dengan tugas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN 2014 SILABUS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN 2014 SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN 2014 SILABUS Program Studi : Pendidikan Dokter Kode Blok : Blok : REPRODUKSI Bobot : 4 SKS Semester : IV Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu: - Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Kesiapan Kerja 2.1.1 Pengertian kesiapan kerja Menurut Anoraga (2009) kerja merupakan bagian yang paling mendasar atau esensial dari kehidupan manusia. Sebagai bagian yang

Lebih terperinci

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UMS SKRIPSI

HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UMS SKRIPSI HUBUNGAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN UMS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 131 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Keterampilan sosial dalam pembelajaran IPS aspek perilaku yang berhubungan

Lebih terperinci

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENERBITAN REKOMENDASI PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN PROGRAM STUDI DOKTER

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENERBITAN REKOMENDASI PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN PROGRAM STUDI DOKTER PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENERBITAN REKOMENDASI PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN PROGRAM STUDI DOKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBIMBINGAN DARI INSTITUSI DAN LEMBAGA BIMBINGAN TERHADAP KELULUSAN UJIAN COMPUTER BASED TEST

HUBUNGAN PEMBIMBINGAN DARI INSTITUSI DAN LEMBAGA BIMBINGAN TERHADAP KELULUSAN UJIAN COMPUTER BASED TEST HUBUNGAN PEMBIMBINGAN DARI INSTITUSI DAN LEMBAGA BIMBINGAN TERHADAP KELULUSAN UJIAN COMPUTER BASED TEST (CBT) UJI KOMPETENSI MAHASISWA PROGRAM PROFESI DOKTER (UKMPPD) NASIONAL MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci