BAB I PENDAHULUAN. Negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang. membagi Negara hukum ke dalam dua bentuk, yaitu : Negara hukum dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang. membagi Negara hukum ke dalam dua bentuk, yaitu : Negara hukum dalam"

Transkripsi

1 xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. 1 Hegel di dalam thesisnya membagi Negara hukum ke dalam dua bentuk, yaitu : Negara hukum dalam arti sempit, dan Negara hukum dalam arti formal. Yang menarik dari pendapat Hegel tersebut adalah pengertian dari Negara hukum dalam arti formil, yaitu Negara boleh ikut campur tangan dalam urusan kemakmuran rakyatnya, akan tetapi dibatasi dengan Undang-Undang, agar supaya Negara tidak berbuat sewenang-wenang. 2 Ciri-ciri khas Negara hukum itu sendiri adalah : 3 a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak azasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan; b. Peradilan yang bebas dari tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan atau kekuatan apapun juga; c. Legalitas dalam arti segala bentuknya. Hal yang sama mendasari sifat Negara hukum yang dianut oleh Negara Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Undang-Undang Dasar 1945, dimana di dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 terdapat indikasi terhadap Negara hukum. Pada Pembukaan UUD 1945 dijelaskan 1 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum FH UI dan CV. Sinar Bakti, Jakarta, 1988, hlm Ibid., hlm ibid., hlm. 162

2 xiii mengenai tujuan Negara Indonesia, yaitu menciptakan masyarakat adil dan makmur. Tujuan dan arah Pembangunan Nasional Indonesia tertuang kembali dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun yang menetapkan Visi Pembangunan Nasional Tahun adalah sebagai berikut: 1. Terwujudnya kehidupan masyarakat bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun, dan damai. 2. Terwujudnya kehidupan bangsa, dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan, dan Hak Asasi Manusia, serta; 3. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan Visi Pembangunan Nasional tersebut ditetapkanlah Misi Pembangunan Nasional tahun , yaitu: 1. Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai 2. Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis 3. Mewujudkan Indonesia yang sejahtera Ini membuktikan bahwa pemerintah Indonesia memberi perhatian yang sangat besar untuk menciptakan suatu Negara hukum yang ideal, dimana Negara ikut campur di dalam usahanya menciptakan kemakmuran bagi warga negaranya. Apabila kita melihat kembali ke dalam Batang Tubuh

3 xiv UUD 1945 banyak pengaturan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan Negara hukum tersebut, salah satunya terdapat di dalam Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945, yang berbunyi : 2 Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara 3 Bumi dan Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak sangat perlu diatur dan dimonopoli oleh Negara. Hal ini disebabkan, bahwa Negara Indonesia menghendaki adanya kesejahteraan dalam masyarakat, bukan kesejahteraan secara individu. Oleh sebab itu, Negara mempunyai hak lebih untuk menguasai dan mengatur seluas-luasnya untuk kepentingan masyarakat. Bumi dan air yang dimaksudkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut menggambarkan mengenai kekayaan alam yang terkandung di dalam tanah Negara, maupun tanah itu sendiri. Pemerintah sebagai agen atau organisasi pekerja Negara, memiliki peranan untuk menguasai (bukan memiliki) kekayaan alam tersebut, sepanjang kekayaan alam tersebut dipergunakan seluas-luasnya demi kepentingan hajat hidup orang banyak. Fungsi dari kekayaan alam itu sendiri adalah sebagai alat atau sarana bagi suatu organisasi Pemerintah untuk mendukung dan menunjang pelaksanaan tugas dan kewajibannya. Dalam hal ini, pemerintah perlu melakukan pengawasan dan pengaturan yang ketat mengenai kekayaan alam tersebut.

4 xv Untuk memaksimalkan pemberdayaan kekayaan alam yang dikuasai Negara tersebut, yang berupa kekayaan alam yang dapat dipergunakan bagi kepentingan hajat hidup orang banyak, maka Pemerintah menyadari perlu membentuk suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyai spesialisasi di setiap bidang usaha masing-masing. Semua Badan Usaha Milik Negara tersebut berkewajiban untuk mengusahakan setiap kekayaan alam yang dimandatkan kepada mereka, misalnya: Pertamina, berkewajiban untuk mengelola aset atau kekayaan Negara berbentuk gas dan minyak bumi (yang terdapat di bawah tanah). Pertamina diwajibkan memaksimalkan pengelolaan atas kekayaan alam tersebut untuk kepentingan hajat hidup orang banyak. Selain kekayaan alam yang berada di bawah tanah yang telah disebutkan di atas, maka terdapat juga kekayaan alam yang juga dimandatkan kepada Pemerintah untuk dipergunakan sebaik-baiknya demi kepentingan hajat hidup orang banyak salah satunya adalah tanah. Bagi bangsa Indonesia, tanah mempunyai pengaruh besar di dalam kehidupan bermasyarakat, diantaranya dipergunakan untuk prasarana permukiman, prasarana jalan dan jembatan, prasarana pendukung di bidang ekonomi, pendidikan, peribadatan, rekreasi, serta keperluan lainnya. Atas dasar ketentuan pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, mendasari Pasal 1 ayat (2) UUPA, dinyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa yang terkandung di dalam wilyah Republik Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan menjadi kekayaan nasional. Dalam

5 xvi Pasal 2 UUPA disebutkan, bahwa tanah pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Pengertian tanah negara dalam arti sempit menurut Boedi Harsono adalah : 4 Tanah yang dikuasai oleh departemen-departemen dan lembagalembaga pemerintah non departemen lainnya dengan hak pakai dan hak pengelolaan, yang merupakan aset atau bagian kekayaan negara yang penguasaannya ada pada menteri keuangan. Hal ini berarti bahwa setiap Badan Usaha Milik Negara juga memiliki bagian di dalam penguasaan tanah negara tersebut. Penguasaan atas tanah tersebut diberikan oleh Negara untuk memaksimalkan kinerja dari setiap BUMN yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Akan tetapi, banyak juga BUMN yang tidak dapat memaksimalkan aset tanah yang dimilki tersebut. Hal ini dikarenakan minimnya sumber daya modal yang dimilki oleh BUMN yang bersangkutan. Agar dapat memaksimalkan pemberdayaan dari aset tanah negara tersebut kepada masyarakat, maka berdasarkan hak menguasai yang dimiliki oleh negara, pemerintah dapat memberikan atau mengalihkan hak-hak atas tanah negara tersebut kepada seseorang, beberapa orang secara bersama-sama atau suatu badan hukum untuk diberdayakan bagi kepentingan masyarakat banyak. Pemberian hak itu berarti pemberian wewenang untuk mempergunakan tanah dalam batas-batas yang diatur dalam perundangundangan. Dalam hal ini, Hak menguasai yang dimiliki oleh negara tidak 4 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia-Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, hlm. 275

6 xvii dapat dipindahkan kepada pihak lain, melainkan hanya diberikan dengan suatu hak atas tanah negara kepada kepada pihak lain. Pemberian hak atas tanah negara kepada seseorang atau badan hukum, bukan berarti melepaskan hak menguasai tersebut dari tanah yang bersangkutan. Tanah tersebut tetap berada di dalam penguasaan Negara. Negara tidak melepaskan kewenangannya terhadap tanah yang bersangkutan. Pengalihan atas tanah negara yang dimilki oleh sebuah BUMN dapat dilakukan melalui perjanjian. Dalam hal ini, penulis mengambil bahan kajian pengalihan tanah negara yang dimiliki oleh sebuah BUMN, dalam hal ini BULOG, melalui perjanjian tukar guling yang dilakukan dengan PT. Goro Batara Sakti. Dari pihak BULOG sendiri bersedia menukar lahan yang diperuntukkan bagi BULOG dengan luas sekitar kurang lebih 50 Ha yang terdapat di kawasan Kelapa Gading, dengan tanah pengganti seluas kurang lebih 125 Ha yang dimilki oleh PT. Goro Batara Sakti. Akan tetapi di dalam pelaksanaan perjanjian tukar guling tersebut telah terjadi penyimpanganpenyimpangan, diantaranya : bahwa tanah yang ditukar guling tersebut tidak dipergunakan seluas-luasnya bagi kepentingan masyarakat, melainkan untuk kepentingan individu dan negara malah mengalami kerugian sebesar Rp setelah perjanjian tukar guling ini dilaksanakan. Kerugian yang dialami oleh negara disebabkan proses tukar menukar (ruilslag) tanah tersebut pada awalnya memang telah bertentangan dengan 5 Varia Peradilan, Tindak Pidana Korupsi Kasus Ruislaght Tanah dan Gudang BULOG, No. 183 Desember 2000, hlm. 8

7 xviii ketentuan ruilslag yang telah ditetapkan sebelumnya dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 350/KMK/03/1994. Ketentuan ruilslag yang telah dilanggar adalah proses ruilslag itu sendiri, yaitu adanya campur tangan Presiden dalam pengambil alihan aset Bulog oleh PT. Goro Batara Sakti; proses ruilslag tidak dijalankan melalui proses tender; aset yang hendak dilepas oleh Bulog telah dipergunakan terlebih dahulu oleh PT. Goro Batara Sakti; dan adanya uang Bulog yang dipakai untuk membeli tanah aset pengganti yang seharusnya disediakan oleh PT. Goro Batara Sakti. Oleh karena itu, pemerintah melalui putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 K/Pid/2000 membatalkan perjanjian tukar guling antara BULOG dan PT. Goro Batara Sakti, karena akibat dari perjanjian tukar guling tersebut negara telah dirugikan, dan para pihak baik BULOG (dalam hal ini terdakwa Beddu Amang) maupun PT. Goro Batara Sakti (dalam hal ini terdakwa Ricardo Galael dan Tomi Soeharto) telah terbukti dinyatakan melakukan tindak pidana korupsi. Didasarkan hal-hal yang diuraikan tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang Pengalihan Hak Milik Atas Kekayaan Negara Melalui Perjanjian Tukar Guling (RUILSLAG) Antara BULOG dan PT. Goro Batara Sakti Dihubungkan Dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No. 20 Tahun 2001

8 xix B. Identifikasi Masalah 1. Apakah hak milik atas kekayaan negara yang dikelola oleh BUMN dapat dialihkan atau dikuasai oleh Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) menurut peraturan hukum yang berlaku di Indonesia? 2. Bagaimana akibat hukum dibatalkannya Perjanjian Tukar Guling (ruilslag) antara BULOG dengan PT. Goro Batara Sakti? 3. Bagaimana tanggungjawab pidana pihak BULOG terhadap kerugian negara yang timbul dari Perjanjian Tukar Guling (ruilslag) tersebut dihubungkan dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui dan memahami tentang tentang pengalihan hak milik atas kekayaan negara yang dikuasai oleh BUMN atau dikuasai menurut peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. 2. Mengetahui dan memahami akibat hukum dibatalkannya Perjanjian Tukar Guling (ruilslag) antara BULOG dan PT. Goro Batara Sakti tersebut. 3. Mengetahui dan memahami tentang pertanggungjawaban pidana pihak BULOG terhadap kerugian negara yang timbul dari perjanjian tukar guling (ruilslag) tersebut dengan dihubungkan dengan Undang- Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

9 xx D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis a) Diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam berbagai upaya pengembangan ilmu hukum dan pembaharuan hukum nasional khususnya tentang Perjanjian Tukar Guling (ruilslag). b) Diharapkan dapat memberikan bahan referensi bagi kepentingan yang bersifat akademis baik dalam penelaahan hukum secara monodisipliner, maupun multidisipliner dan sebagai tambahan bagi kepustakaan. 2. Kegunaan Praktis a) Memberikan sekedar informasi bagi pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian tukar guling (ruilslag) khususnya mengenai ketentuan wanprestasi beserta eksistensi dari perjanjian tukar guling itu sendiri. b) Memberikan masukan bagi instansi pemerintah atau departemen yang terkait serta pihak swasta khususnya bagi para pihak yang sedang atau telah melakukan rangkaian proses di dalam mencapai tujuan dari tukar guling ataupun bagi para pihak yang hendak melakukan perjanjian tukar guling dikemudian hari.

10 xxi E. Kerangka Pemikiran Indonesia sebagai negara berdasarkan hukum, seperti yang termaktub di dalam UUD 1945 telah melakukan amandemen di dalam UUD Hal ini dilakukan untuk mendukung terciptanya suatu tujuan negara hukum, salah satunya adalah menciptakan masyarakat adil dan makmur. Hasil dari Amandemen tersebut diantaranya adalah : a. Adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia (dan warga negara); b. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara; c. Pemerintah di dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasarkan atas hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis; d. Adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka. Untuk menciptakan negara hukum, diperlukan adanya suatu sistem hukum. Suatu sistem hukum memiliki elemen-elemen pendukung untuk terciptanya penegakan hukum itu sendiri, diantaranya adalah : 6 a. Kelembagaan (institutional); b. Kaedah aturan (instrumental); c. Perilaku para subjek hukum yang menunjang hak dan kewajiban yang ditentukan oleh norma aturan tersebut (elemen subyektif dan kultural). Pemerintah sebagai organisasi pekerja Negara (elemen kelembagaan) memiliki peranan untuk mengatur dan menguasai seluruh kekayaan dan aset-aset negara yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, untuk dipergunakan seluas-luasnya untuk kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat April 2006, jam WIB.

11 xxii UUD 1945). Untuk itu, Negara sebagai organisasi kekuasaan bertanggungjawab untuk mengelola sumber kekayaan alam dan aset-aset tersebut (elemen instrumental). Pengelolaan atas kekayaan negara dan aset-aset tersebut dapat saja dialihkan kepada pihak swasta apabila negara (BUMN) memiliki keterbatasan sumber daya modal untuk mengelolanya, sepanjang pengalihan tersebut dilakukan untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya. Pengalihan atas hak negara untuk mengelola kekayaan dan aset-aset tersebut dapat dilakukan dengan cara membuat perjanjian, salah satunya adalah perjanjian tukar guling (ruilslag). Didasarkan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan No. 350/KMK.03/1994. tanggal 13 Juli 1994 Tentang Tukar Menukar Barang Milik atau Kekayaan Negara, Perjanjian Tukar Guling (ruilslag) adalah suatu pengalihan pemilikan dan/atau penguasaan barang tidak bergerak milik negara kepada pihak lain dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang tidak bergerak dan tidak merugikan negara. 7. Salah satu objek dari perjanjian tukar guling tersebut adalah tanah. Perjanjian tukar guling (ruilslag) merupakan perkembangan dari salah satu bentuk perjanjian yang telah diatur dalam KUH Perdata, yaitu perjanjian tukar-menukar. Pasal 1541 KUH Perdata menyebutkan, yang dimaksud dengan perjanjian Tukar Menukar adalah: suatu perjanjian, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik, sebagai gantinya suatu barang lain. 7 Munir Fuadi, Pembiayaan Perusahaan Masa Kini (Tinjauan Hukum Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 216.

12 xxiii Algra mengartikan perjanjian tukar-menukar adalah : suatu perjanjian dimana pihak-pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan benda kepada satu sama lain. 8 Selain itu, ada juga yang mendefenisikan perjanjian tukar menukar sebagai suatu perjanjian yang dibuat antara pihak yang satu dengan pihak lainnya, dalam perjanjian itu pihak yang satu berkewajiban menyerahkan barang yang ditukar, begitu juga pihak lainnya berhak menerima barang yang ditukar. 9 Unsur-unsur yang tercantum di dalam defenisi di atas adalah: Adanya subjek hukum (individu maupun badan hukum) 2. Adanya kesepakatan subjek hukum; 3. Adanya objek, yaitu barang bergerak dan tidak bergerak (tanah); 4. Masing-masing subjek hukum menerima barang yang menjadi objek tukar menukar tersebut. Didasarkan Kepmenkeu No.350/KMK.03/1994, bahwa siapapun dapat melakukan perjanjian tukar guling tersebut, baik departemendepartemen, instansi atau suatu badan usaha milik negara yang mengusai suatu tanah dapat melakukan perjanjian ini dengan pihak swasta manapun dengan ketentuan penggantian utama dalam bentuk barang tidak bergerak yang mempunyai nilai tukar yang sama, sehingga tidak menyebabkan keuangan negara mengalami kerugian. Sepanjang perjanjian tersebut dilakukan dengan ketentuan-ketentuan tersebut, maka perjanjian tukar 8 Salim H.S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm.57 9 Ibid., hlm Ibid., hlm.57

13 xxiv guling tersebut menjadi sah bagi para pihak yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian tukar guling tersebut. Lahirnya perjanjian tukar guling ini, mengacu kepada salah satu sifat yang terdapat dalam Buku III KUH Perdata, yaitu sifat terbuka. Yang dimaksud dengan sifat terbuka ini adalah para pihak diberi kebebasan untuk membuat perjanjian yang mereka inginkan, selama perjanjian tersebut tidak menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku serta nilai-nilai, dan norma-norma yang hidup dan berkembang di masyarakat. Hal ini tersirat pula di dalam Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatakan bahwa : Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu. Seperti telah disebutkan di atas di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak tersebut telah menjadi undang-undang bagi setiap pihak yang membuat perjanjian tersebut. Namun, dalam kenyataannya terjadi penyimpangan-penyimpangan atau dapat dikatakan para pihak di dalam perjanjian tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum, karena objek yang dipertukarkan dalam perjanjian tukar guling tersebut adalah milik negara dan memberikan kerugian pada negara. Perbuatan melawan hukum sendiri telah di atur di dalam Pasal 1365 KUH Perdata, dimana disebutkan :

14 xxv Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Perbuatan melawan hukum (onrechtmatigdaad) yang dikenal di dalam Hukum Perdata memiliki arti yang sama dengan pengertian perbuatan melawan hukum pada hukum Pidana (wederrechtelijkheid), seperti yang terdapat di dalam makalah yang dibuat oleh Indriyanto Seno Adji, dalam seminar tentang Asas-Asas Hukum Pidana Nasional, dikatakan oleh beliau bahwa pengertian onrechtmatigdaad Hukum Perdata mempunyai arti yang sama dengan pengertian wederrechtelijheid Hukum Pidana. 11 Perbuatan melawan hukum (wederrechtelijheid) sendiri telah dituangkan oleh pembentuk undang-undang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia. Hal ini diantaranya dapat kita lihat pada : 12 a. Pasal 406, mengartikan wederrechtelijheid sebagai tanpa hak sendiri b. Pasal 333, mengartikan wederrechtelijheid sebagai bertentangan dengan hukum obyektif c. Pasal 167 dan Pasal 522 mengartikan wederrechtelijheid sebagai bertentangan dengan hukum. Selain itu, Mahkamah Agung sendiri pernah membuat keputusan dalam suatu kasus No. 30 K/Kr/1969 tanggal 6 Juni 1970, dimana disebutkan 11 Indriyanto Seno Adji, Asas Perbuatan Melawan Hukum Materiel dan Masalahnya Dalam Perspektif Hukum Pidana di Indonesia, Azas-azas Hukum Pidana Nasional, Hotel Ciputra Semarang, 2004, hlm.1 12 Ibid., hlm. 1

15 xxvi bahwa sifat melawan hukum itu sedemikian pentingnya sehingga ditegaskan, bahwa : Dalam setiap tindak pidana selalu ada unsur sifat melawan hukum dari perbuatan-perbuatan yang dituduhkan, walaupun dalam rumusan delik tidak selalu dicantumkan. 2. Walaupun rumusan delik penadahan tidak mencantumkan unsur sifat melawan hukum, tidak berarti perbuatan (1) yang dituduhkan telah merupakan delik penadahan walaupun sifat melawan hukum tidak ada sama sekali. Jadi dalam hal ini, pembentuk undang-undang menegaskan bahwa undangundang pidana tersebut berisikan hal-hal yang tidak diperkenankan kepada setiap orang. Dan alasan dipergunakannya kata sifat melawan hukum atau wederrechtelijheid, karena pembuat undang-undang mengkhawatirkan adanya bahaya, yaitu tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ketentuan undang-undang, terutama yang bertentangan dengan undangundang pidana. Indriyanto Seno Aji di dalam seminar tentang Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia berpendapat bahwa perbuatan melawan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perbuatan melawan hukum formal dan perbuatan melawan hukum materiil. 14 Menurut beliau, yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum formil, lebih dititikberatkan pada pelanggaran terhadap pelanggaran terhadap peraturan-peraturan perundangan yang tertulis, sedangkan perbutan melawan hukum materiil, lebih dititikberatkan kepada perbuatan yang merupakan pelanggaran 13 R. Achmad S. Soema di Praja, Pengertian Serta Sifatnya Melawan Hukum Bagi Terjadinya Tindak Pidana, Armico, Bandung, 1983, hlm Indriyanto Seno Adji, op.cit

16 xxvii terhadap norma kesopanan yang lazim atau kepatutan yang hidup dalam masyarakat. Apabila kita merujuk kembali kepada pendapat Mochtar Kusumaatmadja di dalam bukunya dan telah dikutip ulang oleh Komariah Emong Sapardjaja di dalam bukunya yang berjudul Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum Pidana Indonesia, dikatakan bahwa : Selain oleh hukum, kehidupan manusia dalam masyarakat dipedomani moral manusia itu sendiri, diatur pula oleh agama, oleh kaidah-kaidah susila, kesopanan, adat kebiasaan, dan kaidah-kaidah sosial lainnya 15 Kaidah-kaidah tersebut dapat menjadi tuntunan orang untuk berperilaku atau menjadi norma-norma perilaku dan selanjutnya kaidah-kaidah tesebut ada yang dikukuhkan menjadi norma hukum oleh negara melalui pembuat undang-undang. 16 Norma hukum tersebut ada yang menjadi bagian dari hukum pidana, hukum perdata, maupun hukum administrasi. Salah satu penerapan norma tersebut dapat kita lihat di dalam perjanjian tukar guling (rischlaght) yang notabene terdapat dalam lingkup hukum perdata, karena dalam hal ini, perjanjian tukar guling tersebut termasuk ke dalam hukum perjanjian. Salah satu bentuk perbuatan melawan hukum yang secara implisit telah disebutkan pada Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah dirubah dan ditambah menjadi Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 2 ayat (1). (Selanjutnya dalam tulisan ini, penulis akan menyebut Undang- Undang tersebut sebagai Undang-Undang Korupsi). 15 Ny. Komariah Emong S., Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum Pidana Indonesia, Alumni, Bandung, 2002, hlm Ibid., hlm 2-3

17 xxviii Tindak pidana didefenisikan sebagai perilaku yang pada waktu tertentu dalam konteks suatu budaya dianggap tidak dapat ditolerir dan harus diperbaiki dengan mendayagunakan sarana-sarana yang disediakan oleh hukum. 17 Korupsi adalah suatu perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. 18 Apabila istilah tersebut digabungkan dengan kata korupsi akan membentuk tindak pidana korupsi sehingga mudah kita pahami bahwa pengertian Tindak Pidana Korupsi ialah rumusan-rumusan tentang segala perbuatan yang dilarang dalam Undang-Undang Korupsi. Undang-Undang tersebut telah merumuskan 44 (empat puluh empat) kategori perbuatan yang dapat dikategorikan ke dalam Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan dasar-dasar tertentu, tindak pidana korupsi tersebut dapat dibedakan ke dalam beberapa kelompok berdasarkan pembaginya. Salah satu pembagian Tindak Pidana Korupsi tersebut dapat dibedakan berdasarkan dapat atau tidaknya merugikan keuangan dan atau perekonomian Negara. 19 Bagian penjelasan Undang-Undang Korupsi memberikan definisi keuangan negara yang merupakan objek dari Tindak Pidana Korupsi tesebut. Keuangan negara yang dimaksud kedalam objek perbuatan korupsi adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, baik yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan. Termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: 17 Jan Remmelink, Hukum Pidana Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Chaznawi Adami, hukum Pidana materiil dan formil korupsi di Indoesia, Bayumedia, Malang, 2003, hlm. 30

18 xxix a) Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah. b) Berada dalam pengurusan, pengurusan dan pertanggung jawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal pihak ke tiga berdasarkan perjanjian dengan negara 20. Objek perjanjian ruilslag antara BULOG dan PT. Goro Batara Sakti merupakan tanah negara yang berada dalam pengurusan dan pertanggungjawaban BULOG sebagai Badan Usaha Milik Negara, dimana harus dipergunakan seluas-luasnya untuk kemakmuran rakyat. F. Metode Penelitian Metode penelitian sangat penting dalam rangka memperoleh hasil penelitian yang akurat, untuk itu penulis akan melakukan penelitian berdasarkan metode-metode sebagai berikut: 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif analisis yaitu penelitian yang bertujuan memaparkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada. Dengan demikian penelitian ini akan menggambarkan masalah hukum, fakta dengan gejala lainnya yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang terjadi di dalam perjanjian tukar guling antara BULOG dan PT. Goro Batara Sakti, kemudian menganalisanya sehingga diperoleh suatu gambaran yang utuh dan menyeluruh tentang permasalahan yang akan diteliti. 20 Indonesia, Undang-Undang No.31/1999 jo Undang-Undang No.20/2001 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bagian penjelasan.

19 xxx 2. Metode Penelitian Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan menginventarisasi, mengkaji dan meneliti data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian ini, dan bagaimana peraturan tersebut diterapkan dalam praktiknya. 3. Tahap Penelitian Penyusunan skripsi ini melalui 2 (dua) tahapan penelitian yaitu penelitian kepustakaan terhadap sumber data sekunder dan data primer untuk memperoleh fakta-fakta di lapangan melalui wawancara yang dapat menunjang hasil penelitian kepustakaan. Sumber data sekunder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan antara lain: a. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian, yaitu: 1) Undang-undang Dasar 1945; 2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi; 3) Kitab Undang-undang Hukum Perdata; 4) UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA); 5) Keputusan Menteri Keuangan No. 350/KMK.03/1994 tentang Tata Cara Penghapusan dan Pemanfaatan Barang Milik atau Kekayaan Negara.

20 xxxi b. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer antara lain adalah beberapa buku-buku serta tulisan-tulisan beberapa ahli yang berhubungan dengan perjanjian dan tindak pidana korupsi. c. Bahan hukum tersier yang menunjang penggunaan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder antara lain adalah jurnal, majalah, koran, kamus dan data yang diperoleh melalui internet. 4. Lokasi Penelitian a. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Jalan Imam Bonjol Nomor 21 Bandung; b. Perpustakaan Universitas Padjadjaran Jalan Dipati Ukur nomor 46 Bandung; c. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat; d. Kantor saksi ahli BPKP yang menangani perkara antara BULOG dan PT. Goro Batara Sakti. e. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 5. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan metode analisa kualitatif. Artinya data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah terkumpul sebagai penunjang penulisan skripsi ini akan disusun secara sistematis dan lengkap kemudian dianalisa secara kualitatif sehingga akan diperoleh suatu gambaran yang menyeluruh tentang permasalahan yang akan diteliti.

21 xxxii G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka sistematika penulisan dibagi menjadi 5 bab. Setiap bab diusahakan akan mengupas lebih dalam mengenai maksud dan tujuan dari pembahasan skripsi ini serta menggambarkan seluruh masalah yang dihadapi. Sistematika penulisan ini terdiri dari: BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan mengemukakan secara sistematis mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran dan metode penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGALIHAN HAK MILIK ATAS KEKAYAAN NEGARA Bab ini terbagi menjadi tiga sub bab. Pertama akan membahas pengertian hak milik dalam konteks negara hukum yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, kedua akan membahas mengenai hak milik dalam sistem hukum di Indonesia, ketiga membahas tindak pidana dalam pengelolahan kekayaan negara. BAB III PERJANJIAN TUKAR GULING (RUILSLAG) ANTARA BULOG DAN PT. GORO BATARA SAKTI Pada bab ini akan dibahas mengenai objek penelitian. Bab ini terbagi menjadi tiga sub bab. Pertama akan menguraikan

22 xxxiii tentang latar belakang dan terjadinya perjanjian tukar guling, kedua akan menguraikan perjanjian tukar guling antara BULOG dan PT. Goro Batara Sakti, dan yang ketiga akan membahas indikasi tindak pidana korupsi dalam perjanjian tukar guling antara BULOG dan PT. Goro Batara Sakti. BAB IV TINDAK PIDANA DALAM PENGALIHAN HAK MILIK MELALUI PERJANJIAN TUKAR GULING (RUILSLAG) ANTARA BULOG DAN PT. GORO BATARA SAKTI Bab ini terbagi menjadi dua sub bab. Pertama akan menganalisa terhadap perjanjian tukar guling antara BULOG dan PT. Goro Batara Sakti, kedua akan menganalisa terhadap indikasi tindak pidana korupsi dalam perjanjian tukar guling antara BULOG dan PT. Goro Batara Sakti. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini terbagi menjadi 2 sub bab. Pertama berupa kesimpulan, sedangkan sub bab yang kedua berupa saran.

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum pidana, ditandai oleh perubahan peraturan perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh dinamika doktrin dan ajaran-ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai konsep dasar ilmu sosial bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang dalam upaya untuk memenuhi kebutuhannya membutuhkan bantuan dari orang lain, maka terciptalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundangundangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertanahan merupakan masalah yang kompleks. Tidak berjalannya program landreform yang mengatur tentang penetapan luas pemilikan tanah mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI KONTRAK KERJA KONSTRUKSI Suatu Tinjauan Sistematik Hukum dalam Perjanjian Pekerjaan Rehabilitasi Jembatan TUGU antara Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Sragen dengan CV. Cakra Kembang S K R I P

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu BAB I PENDAHULUAN Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan, demikianlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 menetapkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa penggunaan tanah harus sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis hukum kegiatan..., Sarah Salamah, FH UI, Penerbit Buku Kompas, 2001), hal. 40.

BAB I PENDAHULUAN. Analisis hukum kegiatan..., Sarah Salamah, FH UI, Penerbit Buku Kompas, 2001), hal. 40. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) mengatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini sedang giatnya melakukan pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana diberbagai sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero (selanjutnya disebut BUMN Persero) sering terjadi. Perkara

Lebih terperinci

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI M. Afif Hasbullah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul Ulum Lamongan Jl. Airlangga 3 Sukodadi Lamongan ABSTRAK Metode pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tanah merupakan salah satu sumber daya alam bagi kehidupan manusia dan merupakan salah satu kekayaan Indonesia yang mempunyai fungsi sosial amat penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak ada suatu perkara pidana yang lepas dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu didasarkan kepada pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PENGELOLAAN ASET TANAH INSTANSI PEMERINTAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA

ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PENGELOLAAN ASET TANAH INSTANSI PEMERINTAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PENGELOLAAN ASET TANAH INSTANSI PEMERINTAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas -tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting baik untuk kehidupan maupun untuk tempat peristirahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat hidupnya. Secara kosmologis, tanah adalah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan interaksi satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan antara individuindividu yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan kodrat alam, manusia sejak lahir hingga meninggal dunia hidup bersama sama dengan manusia lain. Atau dengan kata lain manusia tidak dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI Disampaikan dalam kegiatan Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2) Hotel Yasmin - Karawaci Tangerang 25 27 April 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara agraris yang kehidupan masyarakatnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara agraris yang kehidupan masyarakatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang kehidupan masyarakatnya bergantung pada tanah. Pentingnya tanah bagi kehidupan manusia karena kehidupan manusia tidak bias terpisahkan

Lebih terperinci

Tafsir Hakim Terhadap Unsur Melawan Hukum Pasca Putusan MK Atas Pengujian UU PTPK

Tafsir Hakim Terhadap Unsur Melawan Hukum Pasca Putusan MK Atas Pengujian UU PTPK Tafsir Hakim Terhadap Unsur Melawan Hukum Pasca Putusan MK Atas Pengujian UU PTPK Abdul Latif 116 PENDAHULUAN Unsur melawan hukum dalam perkara korupsi merupakan hal yang penting dan menentukan untuk adanya

Lebih terperinci

Perbuatan Melanggar Hukum Oleh: Parwoto Wingjosumarto, SH*

Perbuatan Melanggar Hukum Oleh: Parwoto Wingjosumarto, SH* Perbuatan Melanggar Hukum Oleh: Parwoto Wingjosumarto, SH* Dalam arti Formil: Perbuatan melanggar hukum (PMH) adalah salah satu jenis kualifikasi gugatan dalam hukum perdata berdasarkan Rangkuman Jurisprudensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat sebagai tempat pembangunan dan juga tempat mata pencaharian masyarakat. Tanah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman serta pertumbuhan laju penduduk mendorong terjadinya pembangunan yang sangat pesat, baik pemabangunan yang ada di daerah maupun pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah atau wilayah provinsi dan setiap daerah atau wilayah provinsi terdiri atas

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah atau wilayah provinsi dan setiap daerah atau wilayah provinsi terdiri atas BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia yang merupakan Negara kesatuan yang berbentuk republik dalam penyelenggaraan pemerintahanya Negara Indonesia terdiri dari beberapa daerah atau wilayah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup umat manusia. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup umat manusia. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting untuk kelangsungan hidup umat manusia. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut paham nomokrasi bahkan semenjak negara Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Paham nomokrasi adalah sebuah paham yang menempatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA 1. Wewenang Jaksa menurut KUHAP Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diatur secara eksplisit atau implisit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman sekarang korupsi sudah menjadi hal yang biasa untuk diperbincangkan. Korupsi bukan lagi menjadi suatu hal yang dianggap tabu untuk dilakukan bahkan tidak

Lebih terperinci

Presiden, DPR, dan BPK.

Presiden, DPR, dan BPK. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu mempunyai berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya dimana kebutuhan tersebut kadangkala bertentangan dengan kebutuhan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa perekonomian nasional disusun berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah bahkan bukan hanya dalam. merupakan salah satu modal pembangunan yang mempunyai nilai strategis

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah bahkan bukan hanya dalam. merupakan salah satu modal pembangunan yang mempunyai nilai strategis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubunganya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk matipun manusia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk sosial yang artinya manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda, dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan mempertimbangkan dan menilai

Lebih terperinci

PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI

PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 111 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan oleh para pelaku bisnis. Berdasarkan kondisi tersebut tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan oleh para pelaku bisnis. Berdasarkan kondisi tersebut tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya,lebihlebih didukung oleh letak geografisnya yang strategis, sehingga akan sangat potensial

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hukum di Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang direncanakan tersebut jelas

Lebih terperinci

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia semakin berubah, dalam beberapa tahun terakhir perkembangan sistem telekomunikasi di Indonesia sudah demikian pesatnya memberikan dampak yang menyentuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah akad yang bersifat luhur dan suci antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual

Lebih terperinci