UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1958 Tentang PENEMPATAN TENAGA KERJA ASING (Lembaran Negara No. 8 Tahun 1958) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
|
|
- Ivan Makmur
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1958 Tentang PENEMPATAN TENAGA KERJA ASING (Lembaran Negara No. 8 Tahun 1958) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : bahwa untuk menjamin bagian yang layak dari kesempatan kerja di Indonesia bagi warga Indonesia, perlu diadakan peraturan untuk mengawasi pemakaian tenaga bangsa asing di Indonesia; : Pasal-pasal 28 ayat 1 dan 89 Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia ; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; M E M U T U S K A N : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan : a. orang asing, ialah tiap orang bukan warga negara Republik Indonesia : b. pekerjaan, ialah : a) setiap pekerjaan yang dilakukan di bawah perintah orang lain dengan menerima upah atau tidak; b) pekerjaan ialah : 1. setiap pekerjaan yang dilakukan di bawah perintah orang lain dengan menerima upah atau tidak; setiap pekerjaan yang dijalankan atas dasar borongan dalam suatu perusahaan, baik oleh orang yang menjalankan pekerjaan itu sendiri maupun oleh orang yang membantu orang yang menjalankan pekerjaan itu; a. majikan, ialah setiap orang atau badan hukum, yang mempekerjakan orang lain, atau jika majikan berkedudukan di luar Indonesia wakilnya yang sah atau yang menurut kenyataan bertindak sebagai wakilnya. b. Menteri, ialah Menteri Perburuhan. Pasal 2 1. Majikan dilarang mempekerjakan orang asing tanpa izin dari Menteri 2. Menteri dapat menunjuk pejabat yang bertindak atas nama Menteri 3. Bila pada waktu Undang-Undang ini mulai berlaku, majikan mempekerjakan orang (orang) asing, mengenai orang (orang) asing ini majikan yang bersangkutan dianggap telah memperoleh izin selama waktu enam bulan. 4. Dalam hal termaksud pada ayat 3 majikan yang bersangkutan berkewajiban memberi laporan tentang orang-orang asing yang dipekerjakannya serta pekerjaan mereka masing-masing dalam waktu dan menurut contoh yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 3 1. Dalam mengambil keputusan untuk memberi izin atau tidak, Menteri atau pejabat tersebut pada pasal 2 ayat (2) berhak minta bantuan dari kalangan buruh dan majikan atau orang-orang yang dipandangnya perlu.
2 2. Izin diberikan dengan memperhatikan keadaan dan perkembangan pasar kerja serta aspirasi nasional untuk menduduki tempat-tempat yang penting dalam segala lapangan masyarakat yang disesuaikan dengan rencana pendidikan kejuruan dan rencana pembangunan yang konkrit. 3. Izin tersebut berlaku untuk waktu yang ditentukan dalam izin itu, waktu mana tiap-tiap kali dapat diperpanjang. 4. Izin tersebut dapat diberikan untuk satu atau beberapa orang yang akan menjalankan pekerjaan-pekerjaan atau untuk jabatan-jabatan tertentu. 5. Dalam izin itu dapat ditetapkan syarat-syarat tertentu. 6. Izin dapat dicabut kembali sewaktu-waktu, bilamana majikan melanggar syarat-syarat yang ditetapkan. Pasal 4 1. Terhadap penolakan permintaan izin atau permintaan untuk memperpanjang waktu berlakunya izin oleh pejabat pada pasal 2, dalam waktu 60 hari terhitung mulai tanggal surat penolakan, dapat diajukan keberatan dengan surat kepada Menteri. 2. Surat keberatan itu harus memuat alasan-alasan mengapa penolakan, dianggap tidak betul dan disertai turunan surat keputusan penolakan. Pasal 5 1. Sebelum mengambil keputusan, Menteri terlebih dahulu minta pertimbangan dari suatu dewan yang dibentuk untuk keperluan itu. 2. Dengan yang dimaksud pada ayat (1) bersifat interdepartemental dan terdiri dari wakil-wakil Kementerian Perburuhan, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Pelayaran, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Dalam Negeri. 3. Menteri dan Dewan tersebut di atas, dalam soal-soal yang bersifat sosial, kulturil dan religius harus minta pertimbangan Menteri Sosial, Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dan Menteri Agama, dengan pengertian, bahwa dalam perbedaan pendapat, soalnya harus diajukan kepada Kabinet untuk diputuskan. Pasal 6 Majikan yang mengajukan permohonan, membayar biaya-biaya yang akan ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri. Pasal 7 1. Barang siapa diminta bantuannya oleh pejabat termasuk pada pasal 2 atau dewan termaksud pada pasal 5, berkewajiban untuk memberikannya, jika perlu dibawah sumpah. 2. Mereka yang memenuhi permintaan bantuan menerima penggantian kerugian dan ongkos jalan menurut peraturan yang ditetapkan oleh Menteri.
3 Pasal 8 Barang siapa yang di dalam menjalankan tugas kewajibannya berdasarkan Undang-Undang ini mengetahui sesuatu yang harus dirahasiakan wajib merahasiakannya, kecuali jika dalam menjalankan tugas kewajiban itu ia perlu memberitahukannya. Pasal 9 1. Majikan yang melanggar pasal 2 ayat (1) atau tidak memenuhi syarat-syarat termaksud pada pasal 3 ayat (5) atau tidak memenuhi kewajiban termaksud pada pasal 2 ayat (4) dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh ribu rupiah. 2. Barang siapa yang tidak memenuhi kewajiban termaksud pada pasal 7, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu bulan atau denda sebanyakbanyaknya tiga ribu rupiah. Pasal Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang dipercayakan kepadanya menurut pasal 8, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh ribu rupiah. 2. Barang siapa karena kekhilafannya menyebabkan rahasia itu terbuka, dihukum dengan hukuman kurungan setinggin-tingginya tiga bulan atau denda sebanyakbanyaknya sepuluh ribu rupiah. 3. Tidak ada tuntutan terhadap hal-hal pada ayat (1) dan (2) kecuali ada pengaduan dari yang bersangkutan. Pasal 11 Hal-hal yang diancam dengan hukuman pada pasal 9 dan 10 ayat (2) dianggap sebagai pelanggaran dan yang diancam dengan hukuman pada pasal 10 ayat (1) dianggap sebagai kejahatan. Pasal Apabila ketika diperbuat pelanggaran termaksud pada pasal 9 belum lewat waktu dua tahun semenjak yang melanggar dikenakan hukuman yang tidak dapat diubah lagi karena pelanggaran yang sama, hukuman setinggi-tingginya yang tersebut pada pasal itu dapat ditambah sepertiga. 2. Terhadap pelanggaran yang terulang untuk kedua kalinya atau seterusnya, tiap-tiap kali terjadi dalam waktu lima tahun, setelah hukuman yang terakhir tidak dapat diubah lagi, hanya dijatuhkan hukuman kurungan. Pasal Jika seuatu hal yang diancam dengan hukuman dalam Undang-Undang ini dilakukan oleh sesuatu badan hukum atau perserikatan, maka tuntutan ditujukan serta hukuman dijatuhkan terhadap pengurus atau pemimpin-pemimpin badan hukum atau perserikatan itu. 2. Jika pemimpin badan hukum atau perserikatan dipegang oleh badan hukum atau perserikatan lain, maka ketentuan pada ayat (1) berlaku bagi pengurus badan hukum atau perserikatan yang memegang pimpinan itu.
4 Pasal Selain daripada pegawai-pegawai yang pada umumnya diwajibkan mengusut perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan hukuman, diwajibkan juga mengusut perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan hukuman menurut Undang-Undang ini, pegawai-pegawai Kementerian Perburuhan yang ditunjuk oleh Menteri. 2. Pegawai-pegawai termaksud pada ayat (1) berkuasa untuk minta lihat semua suratsurat yang dipandangnya perlu untuk menjalankan tugasnya dapat diduga dijalankan hal-hal yang dapat dikenakan hukuman menurut Undang-Undang ini. 3. Jikalau pegawai-pegawai termaksud pada ayat (1) ditolak untuk memasuki tempattempat termaksud pada ayat (2), walaupun telah menunjukkan surat keterangan atau surat perintah yang berkenaan dengan tugasnya, maka mereka dapat minta bantuan polisi, agar dapat memasuki tempat-tempat tersebut. Pasal 15 Undang-Undang ini tidak berlaku untuk pegawai diplomatic dan konsuler dari perwakilan Negara Asing. Pasal 16 Undang-Undang ini disebut Undang-Undang tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
5 P E N J E L A S A N UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1958 Tentang PENEMPATAN TENAGA ASING PENJELASAN UMUM Baik untuk menjamin bagian yang layak dari kesempatan kerja bagi warga negara Indonesia, maupun untuk memenuhi hasrat bangsa Indonesia untuk menduduki tempattempat yang layak dalam pelbagai lapangan kerja yang sampai sekarang kebanyakan masih diduduki oleh orang-orang asing. Pemerintah memandang perlu untuk mengatur pekerjaan-pekerjaan yang dapat dijalankan oleh tenaga asing dengan maksud untuk membatasinya dalam hal-hal yang dipandang perlu dan dengan demikian menyediakan kesempatan kerja itu bagi warga negara Indonesia sendiri. Penempatan tenaga asing sampai sekarang tidak banyak berbeda dari pada sebelum kemerdekaan. Keadaan ini akan berlangsung terus, jika Pemerintah tidak mulai turut campur dalam penempatan tenaga itu dengan tegas. Di dalam melaksanakan penempatan tenagatenaga asing itu Pemerintah berpendapat bahwa khusus untuk menghilangkan unsur-unsur kolonial dalam struktur ekonomi negara kita dalam lapangan usaha yang vital bagai perekonomian nasional dan yang mempunyai sifat-sifat tersebut, pengawasan terhadap tenaga-tenaga asing harus diperkeras, diantaranya dengan menutup jabatan-jabatan tertentu untuk tenaga asing dan menyediakan khusus untuk tenaga-tenaga Indonesia dan antara tenaga Indonesia dan tenaga asing untuk pekerjaan yang sama sifat, nilai dan tanggungjawabnya masih terdapat diskriminasi, hal mana oleh Pemerintah tidak diingini. Sebaliknya Indonesianisasi itu pada sifatnya minta waktu karena Pemerintah harus berusaha menyediakan dan mendidik tenaga-tenaga Indonesia untuk mengganti tenagatenaga asing itu. Selama orang-orang asing yang berada di Indonesia dapat pindah bekerja atau ganti pekerjaan tanpa pengawasan dari Pemerintah, usaha-usaha Pemerintah untuk mengatur pekerjaan orang asing dengan mengatur/membatasi pemasukan orang asing pada hakekatnya tidak mungkin membawa hasil-hasil yang diharapkan. Karena itu dalam Undang-Undang ini dipergunakan system pemberian izin untuk mempekerjakan tiap-tiap orang asing. Dengan demikian, maka semua pekerjaan orang asing (vreemdelingenarbeid) dapat diawasi oleh Pemerintah. Jadi izin masuk bagi orang asing yang hendak bekerja di Indonesia harus dihubungkan dengan izin untuk mempekerjakan orang asing itu. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Dari pasal ini teranglah, bahwa diatur dalam Undang-Undang ini hanyalah pekerjaan dalam suatu hubungan kerja dengan menerima upah atau tidak dan pekerjaan borongan dalam suatu perusahaan. Jadi Undang-Undang ini tidak berlaku misalnya terhadap orangorang asing yang hendak menjalankan sendiri suatu pekerjaan bebas ( Vrije beroepen seperti pengacara, dokter, akuntan dan sebagainya). Pasal 2 Pemberian izin menurut Undang-Undang diserahkan kepada pejabat pejabat yang ditunjuk oleh Menteri baik di Pusat maupun di Daerah.
6 System izin menurut Undang Undang ini terutama berlaku buat pekerja pekerja yang dilakukan oleh orang asing sesudah berlaku Undang Undang ini. Pekerjaan yang telah dilakukan sebelum berlaku Undang Undang ini dan masih berlangsung pada waktu Undang Undang ini mulai berlaku tidak luput pula dari pengawasan Pemerintahan. Akan tetapi sebagai Peraturan peralihan dan untuk memudahkan administrasi, perlu ditetapkan, bahwa majikan yang pada waktu Undang Undang ini mulai berlaku mempekerjakan tenaga tenaga asing, dianggap telah mendapat izin untuk selama lamanya 6 bulan. Untuk memudahkan pengawasan, majikan memberi laporan tentang pekerjaan pekerjaan yang dijalankan oleh orang orang asing sebelum berlakunya Undang Undang ini. Pasal 3 Sebelum mengambil keputusan diberikan izin atau tidak pejabat yang bersangkutan berhak minta bantuan dari kalangan buruh dan kalangan majikan atau orang orang yang dipandangnya perlu. Dalam surat izin ditentukan waktu berlakunya dengan mengingat perkembangan pasar kerja. Demikian pula dapat ditetapkan syarat syarat tertentu, misalnya kewajiban majikan untuk mendidik tenaga Indonesia. Syarat syarat selanjutnya ialah tidak boleh pindah dari pekerjaan waktu mana izin itu diberikan. Pasal 4 dan 5 Bila permintaan izin ditolak oleh pejabat yang bersangkutan, maka majikan yang bersangkutan, masih dapat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan kepada Menteri sendiri, yang dapat berubah keputusan pejabat tersebut. Sebelum mengambil keputusan terakhir, Menteri berwajib minta pertimbangan dari suatu dewan yang dibentuk untuk keputusan itu. Pertimbangan dari Dewan tidak mengikat Menteri. Pasal 6 Karena permintaan untuk mempekerjakan tenaga asing langsung mengenai kepentingan pemohon, dalam Undang Undang ini ditetapkan, bahwa biaya berhubung dengan pemberian izin itu dipikul oleh majikan yang berkepentingan. Besarnya biaya ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 7 dan 8 Pasal 9 s/d 14 Pasal pasal ini yang memuat peraturan formeel berhubung dengan pelanggaran dari Undang Undang ini, tidak perlu dijelaskan lebih lanjut. Pasal 15 s/d 16 Pasal ini tidak memerlukan penjelasan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk menjamin bagian yang layak dari kesempatan kerja di Indonesia bagi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa untuk menjamin bagian yang layak dari kesempatan kerja di Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk mendjamin bagian jang lajak dari
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 16 TAHUN 1951 (16/1951) TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN
UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 16 TAHUN 1951 (16/1951) TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa sudah tiba waktunya untuk mencabut
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1951 TENTANG PERNYATAAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG PENGAWASAN PERBURUHAN TAHUN 1948 NR. 23 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S , s.d.u. dg. S terakhir s.d.u. dg. S
ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S. 1930-225, s.d.u. dg. S. 1931-168 terakhir s.d.u. dg. S. 1947-208. Pasal I Dengan mencabut Peraturan-peraturan uap yang ditetapkan berdasarkan Ordonansi tanggal
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1953 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG LARANGAN UNTUK MEMPERGUNAKAN DAN MEMASUKKAN DALAM PEREDARAN UANG PERAK LAMA, YANG DIKELUARKAN BERDASARKAN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1951 TENTANG PERNYATAAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG KERJA TAHUN 1948 NOMOR 12 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1950 TENTANG PINJAMAN DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,
UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1950 TENTANG PINJAMAN DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT, Menimbang: Bahwa perlu sekali diambil tindakan-tindakan untuk mencapai konsolidasi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1957 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1957 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN Menimbang: bahwa sudah tiba waktunya untuk mengganti Undang-undang Darurat No. 16 tahun 1951 tentang Penyelesaian
Lebih terperinciPENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG
Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1953 (1/1953) Tanggal: 7 JANUARI 1953 (JAKARTA) Sumber: LN 1953/4 Tentang: PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN
Lebih terperinciUU 1/1951, PERNYATAAN BERLAKUNYA UNDANG UNDANG KERJA TAHUN 1948 NR. 12 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA
UU 1/1951, PERNYATAAN BERLAKUNYA UNDANG UNDANG KERJA TAHUN 1948 NR. 12 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:1 TAHUN 1951 (1/1951) Tanggal:6 JANUARI 1951
Lebih terperinciPelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati
Bab II : Pidana Pasal 10 Pidana terdiri atas: a. pidana pokok: 1. pidana mati; 2. pidana penjara; 3. pidana kurungan; 4. pidana denda; 5. pidana tutupan. b. pidana tambahan 1. pencabutan hak-hak tertentu;
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1957 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1957 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa sudah tiba waktunya untuk mengganti Undang-undang Darurat No. 16 tahun 1951 tentang Penyelesaian
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah berhubung dengan keadaan dalam dan luar negeri
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 1953 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG LARANGAN UNTUK MEMPERGUNAKAN DAN MEMASUKKAN DALAM PEREDARAN UANG PERAK LAMA, YANG DIKELUARKAN BERDASARKAN " INDISCHE MUNTWET
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1951 TENTANG MENGATUR TENAGA DOKTER PARTIKULIR DALAM KEADAAN GENTING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1951 TENTANG MENGATUR TENAGA DOKTER PARTIKULIR DALAM KEADAAN GENTING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa karena amat kurangnya dokter yang bekerja
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa minyak dan gas bumi mempunyai fungsi yang amat
Lebih terperinciDengan mencabut "Regeling meldingsplict bedrijven" (Staatsblad 1949 Nr 445), menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEWAJIBAN MELAPORKAN PERUSAHAAN.
Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 23 TAHUN 1953 (23/1953) Tanggal: 25 NOPEMBER 1953 (JAKARTA) Sumber: LN 1953/70; TLN NO. 471 Tentang: Indeks: KEWAJIBAN MELAPORKAN PERUSAHAAN
Lebih terperinciBab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262] BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 38 Barang siapa karena kealpaannya : a. tidak menyampaikan Surat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa berhubung
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 17 TAHUN 1951 (17/1951) TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG. Presiden Republik Indonesia,
UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 17 TAHUN 1951 (17/1951) TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa Pemerintah berhubung dengan keadaan dalam
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SP MDF FSPMI Klari ~ Karawang PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG. Nomor: 7 TAHUN Tentang: WAJIB LAPOR KETENAGA KERJAAN DI PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang : UNDANG-UNDANG Nomor: 7 TAHUN 1981 Tentang: WAJIB LAPOR KETENAGA KERJAAN DI PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, a. bahwa dalam melaksanakan kebijaksanaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1961 TENTANG PENGELUARAN DAN PEMASUKAN TANAMAN DAN BIBIT TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1961 TENTANG PENGELUARAN DAN PEMASUKAN TANAMAN DAN BIBIT TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa dianggap perlu untuk menetapkan Undang-undang
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1955 TENTANG LARANGAN UNTUK MENGUMPULKAN UANG LOGAM YANG SAH DAN MEMPERHITUNGKAN AGIO PADA WAKTU PENUKARAN ALAT-ALAT PEMBAYARAN YANG SAH PRESIDEN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh pasal
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1956 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 4 TAHUN 1955 (LEMBARAN-NEGARA TAHUN 1955 NO. 18) TENTANG LARANGAN UNTUK MENGUMPULKAN UANG LOGAM YANG SAH DAN LARANGAN MEMPERHITUNGKAN
Lebih terperinciUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1951 TENTANG PERNYATAAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG KERJA TAHUN 1948 NR. 12 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciUU 1/1950, SUSUNAN, KEKUASAAN DAN JALAN PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG INDONESIA
UU 1/1950, SUSUNAN, KEKUASAAN DAN JALAN PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG INDONESIA Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:1 TAHUN 1950 (1/1950) Tanggal:6 MEI 1950 (JAKARTA) Tentang:SUSUNAN, KEKUASAAN DAN JALAN-PENGADILAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 9-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1983 (ADMINISTRASI. FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara
Lebih terperinciUNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1954 TENTANG. PEMAKAIAN GELAR "AKUNTAN" ("ACCOUNTANT") PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1954 TENTANG PEMAKAIAN GELAR "AKUNTAN" ("ACCOUNTANT") PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu menetapkan ketentuan ketentuan untuk mengatur
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh pasal 24
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG (UU) Nomor 1 TAHUN 1950 (1/1950) Tentang SUSUNAN, KEKUASAAN DAN JALAN-PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG INDONESIA
UNDANG-UNDANG (UU) Nomor 1 TAHUN 1950 (1/1950) Tentang SUSUNAN, KEKUASAAN DAN JALAN-PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal-pasal
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPULIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA
PERATURAN PEMERINTAH REPULIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA PRESIDEN, Menimbang : Bahwa berhubung dengan sifat tugas
Lebih terperinciPERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA
PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA Republik Indonesia dan Republik Rakyat China (dalam hal ini disebut sebagai "Para
Lebih terperinciBab XXV : Perbuatan Curang
Bab XXV : Perbuatan Curang Pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu mengadakan ketentuan-ketentuan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan aturan-aturan tentang perjanjian
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI,
PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1960 TENTANG PENCEGAHAN PEMOGOKAN DAN/ATAU PENUTUPAN (LOCK-OUT) DI PERUSAHAAN-PERUSAHAAN, JAWATAN-JAWATAN DAN BADAN-BADAN YANG VITAL
Lebih terperinciBUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan iklim
Lebih terperinciBentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1960 (7/1960) Tanggal: 26 SEPTEMBER 1960 (JAKARTA)
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1960 (7/1960) Tanggal: 26 SEPTEMBER 1960 (JAKARTA) Sumber: LN 1960/109; TLN NO. 2048 Tentang: STASTISTIK Indeks: STATISTIK Presiden
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinciPERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960
PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa perlu diadakan Peraturan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN 2002. TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dengan adanya kemajuan pembangunan dan perkembangan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1948 TENTANG MENGADAKAN PERUBAHAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2, TAHUN 1948 DARI HAL PERATURAN KECELAKAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011
PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN 1 (satu) tahun ~ pidana penjara paling lama Penanggung Jawab Alat Angkut yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia dengan alat angkutnya yang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472]
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472] BAB VIII KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 46 (1) Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu ditetapkan Peraturan Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan-peraturan penerbangan yang berlaku di wilayah Republik Indonesia pada
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG (STOOM ORDONNANTIE) VERORDENING STOOM ORDONNANTIE 1930 ATAU DENGAN KATA DALAM BAHASA INDONESIA UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930.
UNDANG-UNDANG (STOOM ORDONNANTIE) VERORDENING STOOM ORDONNANTIE 1930 ATAU DENGAN KATA DALAM BAHASA INDONESIA UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930. Pasal 1 1. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan pesawat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1948 TENTANG PERATURAN UNTUK MENJALANKAN "UNDANG-UNDANG KECELAKAAN 1947".
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1948 TENTANG PERATURAN UNTUK MENJALANKAN "UNDANG-UNDANG KECELAKAAN 1947". PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa berhubung dengan berlakunya
Lebih terperinciMengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 ; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No.
1 UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 1967 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PD. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa guna mempercepat terlaksananya pembanguna
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, sehingga
Lebih terperinciUndang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000
UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 7 TAHUN 2001 T E N T A N G LARANGAN PERBUATAN PROSTITUSI DAN TUNA SUSILA DALAM DAERAH KABUPATEN WAY KANAN
Page 1 of 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 7 TAHUN 2001 T E N T A N G LARANGAN PERBUATAN PROSTITUSI DAN TUNA SUSILA DALAM DAERAH KABUPATEN WAY KANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinci*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG (UU) 1946 No. 18 (18/1946) UANG, KEWAJIBAN MENYIMPAN UANG. Peraturan tentang kewajiban menyimpan uang dalam bank.
UNDANG-UNDANG (UU) 1946 No. 18 (18/1946) UANG, KEWAJIBAN MENYIMPAN UANG. Peraturan tentang kewajiban menyimpan uang dalam bank. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebelum uang Republik dapat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1951 TENTANG PERNYATAAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG KECELAKAAN TAHUN 1947 NR. 33, DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI
PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1960 TENTANG PENCEGAHAN PEMOGOKAN DAN/ATAU PENUTUPAN (LOCK-OUT) DIPERUSAHAAN-PERUSAHAAN, JAWATAN-JAWATAN DAN BADAN-BADAN YANG VITAL
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1948 TENTANG MENCABUT PERATURAN DEWAN PERTAHANAN NEGARA NOMOR 14 DAN MENETAPKAN PERATURAN TENTANG PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN IDZIN PEMAKAIAN SENJATA API PRESIDEN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemajuan dan peningkatan pembangunan
Lebih terperinciNOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kemajuan dan peningkatan pembangunan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2002 NOMOR : 40 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PROSEDUR PEMBERIAN TANDA DAFTAR PERUSAHAAN (TDP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1951 TENTANG PERNYATAAN BERLAKUNYA "PERATURAN KECELAKAAN TAHUN 1947" (PERATURAN PEMERINTAH NO. 2 TAHUN 1948), DARI REPUBLIK INDONESIA, SEBAGAIMANA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1985 TENTANG REFERENDUM. Presiden Republik Indonesia,
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1985 TENTANG REFERENDUM Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berketetapan untuk mempertahankan Undang-Undang Dasar 1945, tidak berkehendak
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 244, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 40 TAHUN 1950 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA (LEMBARAN-NEGARA TAHUN 1950 NO. 82), SEBAGAI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN [LN 1992/33, TLN 3474]
UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN [LN 1992/33, TLN 3474] BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 48 Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia tanpa melalui pemeriksaan oleh Pejabat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN PRESIDEN, Menimbang : 1. bahwa pada waktu-waktu menjelang dan sesudah dibatalkanhubungan Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hukum pertambangan harus merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden/Panglima
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1947 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN INDUSTRI NEGARA YANG BERKEWAJIBAN MENGURUS DAN MENGATUR PERINDUSTRIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciNOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN. PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh pasal 24 Undang-undang Dasar, perlu diadakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor: 07 TAHUN 1981. Tentang WAJIB LAPOR KETENAGA KERJAAN DI PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor: 07 TAHUN 1981 Tentang WAJIB LAPOR KETENAGA KERJAAN DI PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. Bahwa dalam melaksanakan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden Republik Indonesia Menimbang: a. bahwa untuk terwujudnya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan
Lebih terperinciBab XII : Pemalsuan Surat
Bab XII : Pemalsuan Surat Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1954 TENTANG PEMAKAIAN GELAR "AKUNTAN" ("ACCONTANT") Presiden Republik Indonesia,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1954 TENTANG PEMAKAIAN GELAR "AKUNTAN" ("ACCONTANT") Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa perlu menetapkan ketentuan-ketentuan untuk mengatur
Lebih terperinciNOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinci