PERANAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PENCABUTAN GIGI YANG BERUMUR 6-12 TAHUN DI PUSKESMAS NARAS TAHUN 2013

Transkripsi

1 1 PERANAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PENCABUTAN GIGI YANG BERUMUR 6-12 TAHUN DI PUSKESMAS NARAS TAHUN 2013 Aljufri, Eka Sukanti, Yustina Sriani (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) ABSTRACT The purpose of the study to determine the role of therapeutic communication to the patient's level of anxiety tooth extraction 6-12 years old. The study design is a cross sectional analytic approach. The population in this study were all patients who visited the health center dental Poly Naras with a sample of children aged 6-12 years to extract a tooth with 30 people. Data collected by distributing questionnaires to the respondents. Analysis of the data used to use the " r " product moment correlation. The results showed that the target number of therapeutic communication gets better as many as 19 people and 11 people quite therapeutic communication. The results were analyzed using SPSS to determine the correlation of two variables with the formula " r " product moment, the result " r " = stating therapeutic communication does not reduce the level of anxiety tooth extraction patients aged 6-12 years. The results of this study it can be concluded that there is no relationship between therapeutic communication with the patient's anxiety tooth extraction. Nurses are expected to improve therapeutic communication to patients tooth extraction to reduce the level of patient anxiety. Keywords : Therapeutic Communication, Anxiety, Dental Revocation PENDAHULUAN Komunikasi merupakan inti dari kehidupan sosial manusia dan merupakan komponen dasar dari hubungan antar manusia. Banyak permasalahan yang menyangkut manusia dapat diidentifikasi dan dipecahkan melalui komunikasi, tetapi banyak pula hal-hal kecil dalam kehidupan manusia menjadi permasalahan besar karena komunikasi (Suryani, 2005: 2). Hubungan yang terapeutik antara perawat dan klien akan merupakan pengalaman belajar dan juga merupakan pengalaman koreksi terhadap emosi klien. Perawat sebagai penolong haruslah terapeutik dan kunci untuk terapeutik adalah dengan penggunaan diri secara terapeutik. Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalah (Arwani, 2002: 50). Komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya (Musliha dan Fatmawati, 2009: 26) Menurut Freud (1933/1964) kecemasan adalah suatu keadaan perasaan afektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan

2 2 sensasi fisik yang memperingatkan seseorang dengan bahaya yang akan datang. Keadaan yang tidak menyenangkan itu sering kabur dan sulit menunjuk dengan tepat, tetapi kecemasan itu sendiri sering dirasakan (Freud cit. Semiun 2006: 87). Kecemasan merupakan pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan mengenai kekhawatiran atau ketegangan berupa perasaan cemas, tegang, dan emosi yang dialami seseorang.. Secara umum faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kecemasan adalah faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal meliputi tingkat religiusitas yang rendah, rasa pesimis, takut gagal, pengalaman negatif masa lalu, dan pikiran yang tidak rasional. Sementara faktor eksternal seperti kurangnya dukungan sosial (Ghufron dan Risnawati, 2011: 147). Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di Puskesmas Naras, bahwa perawat melakukan komunikasi terapeutik pada pasien pencabutan gigi METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional studi. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Naras Kecamatan Pariaman Utara Kota Pariaman pada bulan Agustus Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang berkunjung ke Poli gigi Puskesmas Naras dengan teknik yang pengambilan sampel adalah accidental sampling. Pengumpulan data HASIL PENELITIAN Menurut servei yang dilakukan penulis, kebanyakan anak usia 6-12 tahun cenderung merasa cemas sewaktu melakukan pencabutan gigi. Observasi yang telah penulis lakukan di Puskesmas Naras dari 10 orang pasien yang melakukan tindakan pencabutan gigi banyak yang merasa cemas sewaktu ingin melakukan pencabutan gigi, khususnya anak usia 6-12 tahun, karena pada anak usia 6-12 tahun cenderung merasa cemas sewaktu melihat alat-alat yang ada pada Dental Unit, apalagi sewaktu melakukan tindakan pencabutan gigi. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang Peranan Komunikasi Terapeutik terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pencabutan Gigi yang Berumur 6-12 Tahun di Puskesmas Naras. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pencabutan gigi yang berumur 6-12 tahun di Puskesmas Naras. yang dilakukan peneliti yaitu dengan kuesioner yang ditujukan kepada responden yang berkunjung ke Poli gigi Puskesmas Naras berumur 6-12 tahun dengan tindakan pencabutan gigi. Data yang terkumpul diolah dengan prosedur pengecekan data, pengkodean data dan penskoran. Analisa data yang dilakukan secara bivariat untuk mengetahui korelasi antara dua variabel melalui analisis r product moment correlation.

3 3 Tabel 1 Distribusi Frekuensi berdasarkan Umur Pasien yang Berkunjung ke Puskesmas Naras Tahun 2013 Umur f % 6 Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Total Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat subyek penelitian yang paling banyak adalah berumur 6 tahun, sebanyak 9 orang (30%). Tabel 2 Peranan Komunikasi Terapeutik terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pencabutan Gigi pada Subyek Penelitian di Puskesmas Naras Tahun 2013 Variabel Dependent Kecemasan Tidak Sedang Total Variabel Independent Komunikasi Terapeutik Baik Komunikasi Terapeutik Cukup Total Bersasarkan tabel 2 dapat dilihat peranan komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pencabutan gigi yang ditampilkan dalam bentuk tabulasi silang adalah subyek penelitian yang mendapat komunikasi terapeutik kriteria baik sebanyak 19 orang dengan tingkat kecemasan baik 15 orang dan tingkat kecemasan ringan sebanyak 4 orang, sedangkan yang mendapat komunikasi terapeutik kriteria cukup sebanyak 11 orang dengan tingkat kecemasan baik sebanyak 7 orang dan tingkat kecemasan ringan sebanyak 4 orang. Tabel 3. Korelasi Komunikasi Terapeutik terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pencabutan Gigi pada Subyek Penelitian di Puskesmas Naras Tahun 2013 KOMUNIKASI TERAPEUTIK KECEMASAN PASIEN Komunikasi Terapeutik Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Tingkat Kecemasan Correlation Coefficient

4 4 Sig. (2-tailed) N Data diperoleh dengan menggunakan analisis r product moment dengan menggunakan nilai p (probability) = 0.05 sementara nilai r = > 0.05, artinya peranan komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pencabutan gigi merupakan hubungan yang lemah atau tidak ada hubungan. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian tentang peranan komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien pencabutan gigi yang berumur 6-12 tahun terhadap 30 orang subyek penelitian diperoleh sebanyak 9 orang (30%) umur 6 tahun yang tingkat kecemasan sedang, sedangkan subyek penelitian yang paling sedikit berumur tahun (6.7%) dengan tingkat kecemasan baik. Piaget membagi perkembangan anak usia 6-12 tahun kedalam tiga tahap. Anak yang berusia 6-7 tahun termasuk pada tahap pertama biasanya sedang dalam tahap perkembangan kognitif praoperasional. Sehingga ia memiliki beberapa ciri khas yang cukup kentara yaitu, a) memusatan pada akibat-akibat perbuatan; b) aturan selalu dipandang dengan statis tidak bisa berubah; c) hukuman terhadap pelanggaran kerap dinilai bersifat otomatis (Piaget cit. Anak yang berumur antara 6-12 tahun biasanya memperlihatkan penyesuaian diri yang luar biasa terhadap lingkungan sosialnya yang selalu berubah. Pada umur 6 tahun anak tersebut mengalami kebingungan karena taraf kesadaran sosial dan kemampuaannya untuk menyesuaikan diri dengan pola sosial yang diterima disekolah berbeda dengan pengalaman yang diterima sebelumnya seperti tingkat perkembangan fisiknya, tingkat ketajaman mental tipenya (Febriana, 2012). Anak usia 6 tahun tingkat kecemasannya lebih tinggi dari pada anak usia 12 tahun, karena anak usia 6 tahun lebih cenderung takut untuk melihat atau mengenal alat-alat yang baru dilihat terutama alat kedokteran gigi. Komunikasi terapeutik pada anak usia 6 tahun lebih dilakukan dengan baik sesuai dengan tahapantahapannya, guna mengurangi rasa cemas yang dialami anak sewaktu melakukan tindakan pencabutan gigi. Hasil penelitian Tarihifsafvi (2013) menunjukkan bahwa sebanyak 84,6% responden mengalami kecemasan ringan dan 15,4% mengalami kecemasan sedang dan tidak ada pasien dengan kecemasan berat maupun panik sebelum pelaksanaan

5 5 treatment (komunikasi terapeutik). Setelah pelaksanaan komunikasi terapeutik 92,3% pasien preoperasi tingkat kecemasannya menjadi ringan dan hanya 7,7% tingkat kecemasannya menjadi sedang. Hasil ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Tarihifsafvi (2013) menunjukkan bahwa setelah pelaksanaan komunikasi terapeutik 92,3% pasien preoperasi tingkat kecemasannya menjadi ringan dan hanya 7,7% tingkat kecemasannya menjadi sedang.. Penelitian Tarihifsafvi melihat secara langsung perawat yang melakukan komunikasi terapeutik sedangkan untuk kecemasan menggunakan kuesioner tingkat kecemasan yang diadopsi dari Costello Comrey dan Anxiety Scale (CCDAS), sedangkan peneliti menggunakan kuesioner untuk komunikasi terapeutik dan kecemasan dengan kuesioner yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan tinjauan pustaka. Oleh sebab itu hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Tarihifsafvi (2013). Bertolak belakang juga hasil penelitian dengan pendapat Tamsuri (2006) yaitu komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam proses pemberian asuhan keperawatan. Komunikasi yang terjalin baik akan menimbulkan kepercayaan sehingga terjadi hubungan yang lebih hangat dan mendalam. Kehangatan suatu hubungan akan mendorong pengungkapan beban perasaan dan pikiran yang dirasakan selama hospitalisasasi yang dapat menjadi jembatan dalam menurunkan tingkat kecemasan yang terjadi. Tamsuri dalam penelitian ini melihat langsung komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat dan untuk tingkat kecemasan melakukan wawancara menggunakan kuesioner, oleh sebab itu hasil penelitian Tamsuri bertolak belakang dengan hasil penelitian ini karena alat ukur yang digunakan berbeda. KESIMPULAN DAN SARAN Komunikasi terapeutik tidak mengurangi tingkat kecemasan pasien pencabutan gigi usia 6-12 tahun, karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara komunikasi terapeutik terhadap kecemasan pasien. Komunikasi terapeutik juga tidak berperan terhadap tingkat kecemasan pasien pencabutan gigi usia 6-12 tahun, karena tidak ada hubungan antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien

6 6 pencabutan gigi pada anak usia 6-12 tahun di Puskesmas Naras. Perawat perlu melihat kondisi pasien dan bekomunikasi sesuai dengan psikologis pasien, dengan itu bisa membuat pasien merasa lebih nyaman dan tenang. Komunikasi terapeutik yang dilakukan sewaktu melakukan tindakan pencabutan gigi khususnya pada anak usia 6-12 tahun lebih ditingkatkan dengan tujuan mengurangi tingkat kecemasan pasien. DAFTAR PUSTAKA Arwani Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC Ghufron, M. Nur dan Risnawita, Rini S Teori-Teori Psikologis. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Gunarsa, Singgih D. dan Dra. Ny. Y. Singgih D. Gunarsa Psikologis. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulya Jurnal Keperawatan vol. 1 no. 2, Susanto dan Nurkolis, Maret 2008 Musliha dan Fatmawati, Siti Komunikasi Keperawatan plus Komunikasi Terapeutik. Yogyakarta: Nuha Medika Ramaiah, Savitri Kecemasan. Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor Semiun, Yustinus, OFM Teori Kepribadian dan Terapi Psikonalitik Freud. Yogyakarta: Kanisius Suryani Komunikasi Terpeutik. Jakarta: EGC