ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 DAN PROGRAM ELMOD 6

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 DAN PROGRAM ELMOD 6"

Transkripsi

1 ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 DAN PROGRAM ELMOD 6 STUDI KASUS : JALAN PANTURA (RUAS : PALIMANAN JATIBARANG) Rizko Pradana Andika Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung Telp./Fax: rizkopradanaandika@gmail.com Eri SusantoHariadi Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung Telp./Fax: erisdi@yahoo.com Bambang Sugeng Subagio Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung Telp./Fax: bsugengs@si.itb.ac.id Sony Sulaksono. W Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung Telp./Fax: sonyssw@hotmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan tebal lapis tambah yang diperlukan pada Jalan Pantura ruas - menggunakan Metode AASHTO 1993 dan Program ELMOD versi 6. Analisis menggunakan metode AASHTO 1993 memakai dua asumsi perhitungan kapasitas struktural yaitu asumsi bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan terhadap perkerasan yaitu berupa pembuatan struktur baru perkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan terhadap perkerasan berupa tebal lapis tambah menggunakan AC WC tanpa melihat riwayat penanganan struktur perkerasan. Analisis menggunakan Program ELMOD versi 6 juga memakai dua asumsi struktur model perkerasan yaitu model tiga lapis dan model lima lapis. Tebal lapis tambah hasil analisis metode AASHTO 1993 menghasilkan kebutuhan lapis tambah yang hampir sama dengan tebal lapis tambah hasil perhitungan dengan Program ELMOD versi 6 dengan asumsi struktur 5 lapis. Yang berarti bahwa semakin banyak jumlah lapisan maka hasil perhitungan Program ELMOD semakin baik. Kata Kunci : Metode AASHTO 1993, Program ELMOD 6, tebal lapis tambah Abstract The purpose of this study is to analyze the different of overlay of Pantura Road Palimana- segment using AASHTO 1993 Method and ELMOD 6 computer program. Analysis using AASHTO 1993 method with two assumptions. First, they made a new pavement structure in Second, in 2007 they just made an overlay on the old pavement structure with AC WC without saw the history of handling the pavement structure. Analysis using ELMOD 6 computer program also with two assumptions. They are three and five layers. Overlay with AASHTO 1993 method needs the nearly thickness with overlay as the result of ELMOD 6 Computer Program with five layers model. It means that the increment of layers make the calculation better.. Key Words : AASHTO 1993 method, ELMOD 6 computer program, overlay 1. Pendahuluan Kawasan Koridor Pantai Utara (Pantura) Jawa mempunyai nilai ekonomis tinggi, karenaberhadapan langsung dengan Laut Jawa, yang merupakan jalur perdagangan laut baikregional, nasional maupun internasional. Kawasan ini juga dilintasi oleh jalan Arteri Primer(jalan Nasional) yang juga merupakan jalur perdagangan darat regional dan nasional. Dengan meningkatnya pertumbuhan kendaraan baik dari segi jumlah dan beban yang diangkut sehingga melebihi batas yang diijinkan, mengakibatkan kerusakan pada kondisi struktur

2 perkerasan jalan. Kerusakan pada struktur perkerasan jalan yang terjadi otomatis akan merugikan pemakai jalan karena biaya operasi kendaraan semakin tinggi dan tentu saja waktu perjalanan yang semakin meningkat. Untuk mengatasinya, diperlukan usaha-usaha pembinaan yang tepat untuk menjaga kondisi jalan tersebut tetap pada tingkat pelayanan yang diinginkan. Untuk dapat melakukan pembinaan secara tepat diperlukan data kondisi perkerasan yang nantinya digunakan untuk mengevaluasi kondisi struktural jalan terpasang. Langkah selanjutnya adalah pengambilan keputusan yaitu, perbaikan atau pemeliharaan yang tepat agar kondisi jalan yang ada tetap terjaga, dan salah satu usaha yang dilakukan adalah pelaksanaan lapis tambah (overlay)topik utama yang akan dianalisa oleh penulis adalah melakukan kajian perbandingan tebal lapis tambah (overlay) perkerasan lentur yang diperoleh dari program Evaluation of Layer Moduli and OverlayDesign (ELMOD) versi 6 berupa hasil pengukuran alat FWD dan membandingkannya dengan Metoda AASHTO Hal ini dilakukan untuk mengetahui parameter-parameter yang menyebabkan perbedaan tebal lapis tambah (overlay) dari hasil analisis dengan menggunakan kedua metoda tersebut. 2. Metodologi Metodologi penelitian yang akan dilakukan mengacu pada ruang lingkup penelitian yang digambarkan pada bagan alir pada Gambar 1 Mulai Studi Pustaka Penyusunan Metodologi Persiapan Penentuan Ruas yang Ditinjau Pengukuran Temperatur (Primer dan Sekunder) Pengukuran Lendutan (Sekunder) Perkerasan Terpasang (Sekunder) Data Lalu Lintas (Primer dan Sekunder) Pengukuran Beban Sumbu (Sekunder) Temperatur Udara dan Temperatur Perkerasan Lendutan (FWD) Struktur Perkerasan LHR Koefisien Distribusi Lajur Data WIM Pengumpulan Data Faktor Koreksi Temperatur Lendutan Terkoreksi Faktor Truk CESAL Proses Analisis Menggunakan 2 Metode Metode AASHTO 1993 ELMOD Analisis Data Menentukan SN Perkerasan Menentukan Stiffness Modulus Menentukan Tebal Lapis Tambahan dan sisa umur rencana Menentukan Tebal Lapis Tambahan dan sisa umur rencana Membandingkan dan Menganalisis Tebal Lapis Tambah dan Umur Sisa dari Kedua Metode Akhir Selesai Gambar 1. Alur Penelitian 2.1 Tahap Persiapan Pekerjaan 'dalam penelitian ini dilakukan sebelum pengumpulan data, yang dilakukan adalah sebagai berikut 1. Pengumpulan dan penyusunan studi pustaka yang berkaitan dengan topikpenelitian terutama tentang lapis tambahan (overlay), umur sisa rencana, pavement deflection, modulus elastisitas. 2. Penyusunan metodologi penelitian berdasarkan topik dan tujuan penelitianserta studi pustaka yang menunjang.

3 3. Penentuan ruas yang ditinjau, untuk penelitian ini adalah Jalan Pantura, Ruas Tahap Pengumpulan Data Data yang menunjang penelitian ini akan dicari pada instansi-instansi terkait, yaitu: Pusjatan dan Bintek Departemen PU Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta. Data-data tersebut antara lain: 1. Data struktur perkerasan (sekunder) Data yang digunakan umumnya adalah data sekunder berupa kondisi perkerasan berupa tebal lapis perkerasan tahun 2007 dan jenis material dari masing-masing lapis perkerasan yang akan didapat dari hasil penelitian PUSJATAN, Bandung. 2. Data lendutan(sekunder) Data lendutan perkerasan jalan yang diamati, berupa data sekunder dan diukur dengan menggunakan alat Falling Weight Dejlectometer (FWD) pada ruas pada tahun 2011 untuk lajur cepat dan lajur lambat. 3. Data temperatur perkerasan (primer dan sekunder) Data temperatur sekunder yang dibutuhkan didapat bersama dengan data lendutan tahun 2011 dengan alat FWD pada Jalan Pantura ruas -.Pada pengukuran lendutan sekunder tersebut, dicatat pula data temperatur udara dan temperatur perkerasan saat pengukuran. Akan tetapi bila saat pengukuran data perkerasan tidak terekam, maka akan dilakukan pengukuran secara primer pada perkerasan pada Jalan Pantura ruas - dengan menggunakan termometer. 4. Data lalu lintas (primer dan sekunder) Data lalu lintas primer akan dilakukan untuk mendapatkan data LHR tahun 2011 dan presentase kendaraan berat dalam LHR yang didapat dari survei primer selama 24 jam. Sedangkan data LHR sekunder adalah data LHR tahun 2007, 2008, 2009, dan 2010 akan diperoleh dari Direktorat Bintek Kementrian PU, Jakarta pada lokasi Jalan Pantura, ruas Data beban sumbu kendaraan (sekunder) Data beban sumbu akan didapat dari survei WIM (Weight in Motion) berupa data sekunder tahun 2006 yang dilakukan pada ruas Pamanukan-Eretankulon dan tahun 2007 pada ruas Cirebon-Losari dan akan diperoleh dari Puslitbang Jalan, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung Tahap Analisa Data Data-data yang diperoleh dari tahap pengumpulandata sebelum digunakan untukproses analisa menggunakan dua metode (AASHTO 1993 dan Program ELMOD), terlebih dahulu dianalisa dan disesuaikan dengan kebutuhan data.cntohnya, data volume lalu lintas berupa data LHR diasumsikan menjadi data volume kendaraan per tahun, yang kemudian akan menjadi input bagi overlay design pada program ELMOD. Langkah-langkah analisisnya antara lain sebagai berikut: 1. MenentukanModel Lapis Perkerasan Model lapis perkerasan ditentukan agar memberi gambaran akan lapis-lapisperkerasan yang ada dan juga mempermudah dalam perhitungandengan metode AASHTO 1993 dan terutama pada program ELMOD. Pada program ELMOD, akan dilakukan menjadi 2 model yaitu, 3 layer dan 5 layer. 2. Metode Analisis yang digunakan Pada penelitian ini digunakan dua metodeanalisis, yaitu metode ASHTO 1993 dan program komputer ELMOD. Kedua metode ini akan menghasilkan tebal overlay yang dibutuhkan dan umur sisa dari perkerasan yang ada Tahap Akhir Setelah proses analisa dengan menggunakan dua metode (AASHTO 1993 dan Program ELMOD), maka tahap selanjutnya adalah membandingkan tebal lapis tambah dan umur sisa dari perkerasan tersebu 3. Presentasi dan Analisis Data 3.1 Data Volume Lalu Lintas dan Tingkat Pertumbuhan Lalu Lintas Data lalu lintas aktual didapat dari survei primer pada 2 titik dan dilakukan selama 24 jam. Survei ini dilakukan pada tanggal Desember Hal ini dikarenakan karakteristik volume kendaraan di Pantura adalah pada hari selasa sampai kamis diperkirakan merupakan volume lalu lintas normal dan pada hari jumat sampai senin merupakan volume lalu lintas terpadat yag didominasi oleh kendaraan ringan. MKJI 1997 mensyaratkan untuk mengestimasi LHRT berdasarkan arus kendaraan rencana yang secara tipikal merupakan arus kendaraan pada jam puncak. Alasan utama digunakannya arus pada jam puncak adalah karena untuk keperluan perencanaan, sebaiknya digunakan kondisi terburuk sehingga nantinya dapat diperoleh hasil perencanaan yang maksimal. Untuk mengkonversi arus kendaraan pada jam puncak menjadi

4 LHRT diperlukan faktor k. Faktor k adalah rasio antara arus jam rencana (dalam hal ini adalah arus pada jam puncak) dan LHRT yang dirumuskan : Kemudian semua data lalu lintas dari IRMS tahun dan hasil perhitungan LHRT tahun 2001 direkapitulasi data volume lalu lintas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Rekapitulasi Perhitungan LHRT Tahun Total Kendaraan * Sumber : IRMS 2007, 2008, 2009 dan 2010 *merupakan hasil survei primer Setelah itu dihitung tingkat pertumbuhan lalu lintas rata-rata menggunakan persamaan : Hasil perhitungan menunjukkan tingkat pertumbuhan rata-rata untuk ruas - sebesar 4,5%. 3.2 Perhitungan Prosentase Kendaraan per Lajur Dilakukan perhitungan prosentase distribusi kendaraan per golongan per lajur per arah pada volume lalu lintas tahun Hasil ini kemudian akan didistribusikan pada LHRT pada tahun yang berasal dari data sekunder IRMS Tabel 2 Perhitungan Prosentase Distribusi Kendaran per Golongan Kendaraan Golongan Kendaraan Kendaraan Ringan Lajur Cepat Arah Lajur Lambat Arah Lajur Cepat Arah Lajur Cepat Arah Total 13% 35% 12% 40% 100% 5A 47% 12% 31% 10% 100% 5B 34% 16% 38% 12% 100% 6A 16% 24% 46% 15% 100% 6B 22% 32% 34% 12% 100% 7A 36% 4% 45% 15% 100% 7B1 2% 1% 2% 1% 7B2 22% 0% 55% 17% 100% 7C1 20% 1% 10% 3% 7C2 9% 1% 5% 2% 100% 7C3 14% 3% 25% 7% Sumber : survei volume lalu lintas primer tahun Data WIM, Faktor Truk, dan Perhitungan Kumulatif ESAL Nilai Faktor Truk diambil dari data WIM ruas Pamanukan-Eretankulon tahun 2006 untuk golongan kendaraan ringan, 5A dan 5B dan dapat dilihat pada Tabel 2

5 Tabel 3 Nilai Faktor Truk Ruas Pamanukan-Eretankulon Golongan Kendaraan Tipe Sumbu Faktor Truk Arah Pamanukan Faktor Truk Arah Ciasem Golongan ,0021 0,0061 Golongan ,0021 0,0061 Golongan ,0021 0,0061 Golongan 5A 1.1 1,1070 1,7800 Golongan 5B 1.2 3,7417 2,4396 Sumber : Ridwan, Frisky. A. M. C (2012) Nilai Faktor Truk yang akan digunakan merupakan nilai Faktor Truk wakil yang ditentukan dengan analisis statistik yaitu dengan membuat distribusi pada data tiap golongan 6B, 7A, 7C-1, 7C-2 dan 7C-3 menjadi data yang berdistribusi normal. Edwards, B (1980) memberikan ciri fungsi kurva komulatif distribusi normal, yaitu kecenderungan mendekati linier. Untuk itu, penentuan data yang berdistribusi normal adalah dengan memotong kurva pada titik belok sebagai bentuk batas atas dan batas bawah dari data yang berdistribusi normal. Hasil perhitungan Faktor Truk dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai Faktor Truk Aktual Ruas Cirebon-Losari Golongan Kendaraan Jumlah Data Jumlah Data Terdistribusi Normal Nilai Ratarata Faktor Truk Standar Deviasi Min. Maks. Nilai Faktor Truk Rencana Rata-rata Golongan 6B ,932 18, , , ,93 Golongan 7A ,532 17, , , ,53 Golongan 7C ,717 17,6207 7, , ,72 Golongan 7C ,066 26, , , ,07 Golongan 7C ,327 18, , , ,33 Sumber : Puslitbang (2007) Sedangkan nilai Faktor Truk golongan kendaraan 6A dan 7B secara khusus ditentukan dengan perbandingan antara nilai Faktor Truk Standar golongan 6A atau 7B yang diberikan oleh H. B. Setyawan (2008) dengan nilai hasil perhitungan Faktor Truk Aktual hasil survei WIM tahun 2007 golongan 6B atau 7A. Hasil perhitungan Faktor Truk dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 5 Rekapitulasi Perhitungan Nilai Faktor Truk Golongan 6A dan 7B Golongan Kendaraan Faktor Truk Golongan 6A 2,90 Golongan 7B1 dan 7B2 67,47 Perhitungan kumulatif ESAL dilakukan berdasarkan 2 asumsi yaitupada tahun 2007dilakukan penanganan terhadap perkerasan yaitu berupa pembuatan struktur baru perkerasan diatas lapis pondasipondasi yang telah rusakdan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan terhadap perkerasan berupa tebal lapis tambah menggunakan AC WC tanpa melihat riwayat penanganan struktur perkerasan. Rekapitulasi perhitungan ESAL Aktual tahun 2008 sampai 2013 dapat dilihat pada Tabel 6.

6 . Tabel 6 Rekapitulasi Perhitungan ESAL Aktual per Lajur Tahun Lajur Cepat Arah Lajur Lambat Arah Lajur Cepat Arah Lajur Lambat Arah Tahun Untuk menghitung ESAL rencana pada tahun 2012 dan 2013, digunakan nilai ESAL aktual per lajur per arah pada tahun Kemudian untuk mendapatkan ESAL aktual per lajur per arah tahun 2012 dan 2013, digunakan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 4,5% per tahun. Rekapitulasi perhitungan ESAL per lajur per arah tahun dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rekapitulasi Perhitungan ESAL Rencana per Lajur Tahun Lajur Cepat Arah Lajur Lambat Arah Lajur Cepat Arah Lajur Lambat Arah Tahun Kemudian dilakukan perhitungan kumulatif ESAL per lajur per arah dimulai dari tahun yang rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 8. Tahun Tabel 8 Rekapitulasi Perhitungan CESAL Tahun Lajur Cepat Arah Lajur Lambat Arah Lajur Cepat Arah Lajur Lambat Arah Data Lendutan Data lendutan perkerasan diperoleh dari survey menggunakan alat FWD tahun Data yang akan digunakan untuk analisis pada metoda AASHTO 1993 adalah data lendutan pada pusat beban dan data lendutan pada jarak terjauh. Namun, sebelumnya dilakukan segmentasi untuk memudahkan perhitungan dan data yang mengalami outlier dapat dihilangkan dengan Faktor Keseragaman sebesar 30% dengan menggunakan persamaan : ( ) ( ) ( ) Dimana, FK = Faktor Keseragaman FK ijin = Faktor Keseragaman yang diijinkan, Dimana, (0-10%, keseragaman sangat baik) (11-20%, keseragaman baik) (21-30%, keseragaman cukup baik)

7 dr s d N = Lendutan rata-rata = Standar deviasi = Lendutan pada suatu titik = Jumlah lendutan dalam 1 ruas Faktor Keseragaman pada diatas menyatakan bahwa semakin kecil nilainya, maka semakin homogen data lendutan yang akan disegmentasikan. Dipilih FK dengan range nilai 21-30% untuk menyederhanakan banyaknya data lendutan yang ada serta perbedaan nilai data lendutan yang cukup heterogen agar 1 lajur hanya mempunyai 1 segmen. Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah dengan Metode Lendutan, penentuan lendutan wakil adalah sebagai berikut. ; untuk jalan arteri/tol dengan tingkat kepercayaan 98% ; untuk jalan kolektor dengan tingkat kepercayaan 95% ; untuk jalan lokal dengan tingkat kepercayaan 90% Dipilih rumus untuk menentukan lendutan wakil. Definisi dari rumus ini adalah dengan tingkat kepercayaan 98% maka nilai Dwakil terletak antara sampai. Untuk keperluan desain, sebaiknya diambil batas atas karena semakin tinggi lendutan, maka semakin tinggi pula tebal lapis tambah yang diperlukan.sebagai contoh data lendutan di pusat beban dapat dilihat pada Gambar 3. Lajur Cepat Arah Lendutan (µm) Lendutan d1 38,750 37,750 36,750 35,750 34,750 33,750 32,750 31,750 30,750 29,250 28,250 26,750 25,750 24,750 23,750 22,750 21,750 21,000 0 KM Sumber : Subdit Teknik Jalan KPU 2011 Gambar 2 Lendutan di Pusat Beban Lajur Cepat Arah 3.5 Data Tebal Perkerasan dan Suhu Perkerasan Berdasarkan hasil pengambilan contoh dilapangan dan pengujian yang dilakukan dilaboratorium pada tahun 2007, data perkerasan berupa data sekunder didapat dengan tebal lapisan dan jenis material yang berbeda untuk lajur cepat dan lajur lambat. Data suhu perkerasan merupakan data primer dimana suhu diambil menggunakan termometer dengan cara melubangkan perkerasan menggunakan paku beton sedalam 5-10 cm, kemudian diisi pasir secukupnya, dan termometer dibiarkan didalam lubang selama 5-10 menit. Data ini diambil hanya 3 titik mengingat kondisi lalu lintas yang cukup padat. Data yang didapat antara lain sebesar : 39,70C, 38,30C, dan 40,10C. Kemudian diambil nilai rata-rata sebesar 39,40C. Contoh data tebal perkerasan dapat dilihat pada Gambar 3.

8 Sumber : Subdit Teknik Jalan KPU 2011 Gambar 3Struktur Perkerasan Lajur Lambat dan Cepat Ruas 4. Analisis Data 4.1 Analisis Menggunakan Metode AASHTO 1993 Sebelum menghitung tebal lapis tambah perkerasan dan umur sisa menggunakan Metode AASHTO 1993, terlebih dahulu dilakukan pengambilan asumsi awal sebagai berikut. a. Dilakukan penggabungan lapisan AC WC, AC BC, CMRFB dan CTRB. b. Tebal perkerasan dibawah lapisan CTRB diasumsikan sebagai perkerasan lama yang telah rusak. Jadi lapisan yang ada dibawah lapisan CTRB diasumsikan menjadi lapisan subgrade. c. Analisis menggunakan metode AASHTO menggunakan permodelan 2 layer dengan 2 asumsi perhitungan kapasitas struktural, yaitu asumsi bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan terhadap perkerasan yaitu berupa pembuatan struktur baru perkerasan diatas lapis pondasi yang telah rusak dan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan terhadap perkerasan berupa tebal lapis tambah menggunakan AC WC tanpa melihat riwayat penanganan struktur perkerasan. Asumsi tebal yang akan digunakan untuk analisis lapis tambah metode AASHTO 1993 ruas - dapat dilihat pada Gambar 4 Gambar 4 Asumsi Model Struktur Perkerasan Lajur Lambat dan Cepat Ruas Untuk menghitung Modulus Resilien perkerasan yang telah terpasang, dilakukan dengan menggunakan lendutan terjauh yaitu lendutan D9 yaitu lendutan yang diasumsikan bahwa D9 merupakan lendutan yang menjangkau pada tanah dasar, beban pada drop 2 yang diambil beban wakilnya dan nilai r berupa jarak geophone D9 yang merupakan jarak geophone terjauh dari pusat beban. Modulus Elastisitas perkerasan terpasang dihitung secara trial and error dimana tebal lapis perkerasan adalah berupa penggabungan lapis AC WC, AC BC, CMRFB, dan CTRB. Lalu diketahui pula jari-jari pelat beban sebesar 150 mm, dan beban yang digunakan pun merupakan beban wakil pada drop 2. Setelah menghitung Modulus Elastisitas perkerasan terpasang, dilanjutkan pengecekan syarat bahwa radius terhadap lendutan yang diukur harus lebih besar atau sama dengan 0,7 dikalikan jari-jari cekungan tegangan terhadap subgrade dan hasilnya bahwa radius terhadap jari-jari cekungan tegangan terhadap tanah dasar. Kapasitas Struktural Awal, yaitu memperkirakan kapasitas struktural pada saat awal perkerasan direncanakan yaitu pada tahun 2007 dengan asumsi bahwa koefisien tiap lapis perkerasan masih dalam kondisi 100%.Dalam perhitungan ditetapkan untuk lapis permukaan (AC WC dan AC BC), nilai koefisien material sebesar 0,4. Untuk lapis pondasi (CMRFB), nilai koefisien material sebesar 0,35. Untuk lapis pondasi bawah (CTRB), nilai koefisien material sebesar 0,25. Berdasarkan perhitungan, nilai SNo mempunyai kesamaan antar lajur cepat dan lajur lambat pada kedua arah pun mempunyai nilai SNo yang sama. Hal ini dikarenakan penentuan nilai SNo berupa asumsi dan data tebal perkerasan untuk kedua lajur yang arahnya sama mempunyai kesamaan. Umur sisa, yaitu memperkirakan umur sisa dari perkerasan yang telah terpasang dengan menggunakan beban repetisi yaitu komulatif ESAL dari tiap kendaraan yang melewati atau membebani perkerasan tersebut.umur sisa dengan menggunakan metode AASHTO 1993 berupa prosentase, dimana menunjukkan kondisi perkerasan pada saat evaluasi sampai akhir umur perencanaan berdasarkan beban CESAL. Kapasitas Struktural Efektif Perkerasan, yaitu sebuah nilai yang mencerminkan keadaan perkerasan saat dilakukan analisis. Perhitungan Kapasitas Struktural Efektif ini dihitung menggunakan 3 persamaan dan dipilih nilai terkecil dari hasil perhitungan tersebut. SN eff -1 melihat faktor kondisi beban repetisi pada saat dilakukannya analisis. SN eff -2 melihat nilai lendutan hasil pengukuran menggunakan alat FWD. SN eff -3 melihat ditentukan dengan memprediksi baik buruknya kondisi struktur perkerasan saat analisis yang ditunjukkan dengan pemilihan koefisien material dari tiap lapis perkerasan

9 Kapasitas struktural pada masa yang akan datang ditunjukkan dengan SNf dan dilakukan pengambilan beberapa asumsi untuk menentukan nilai Zr, So, dan PSI. Ditetapkan nilai Reability sebesar 95% sehingga nilai Zr sebesar -1,645, So sebesar 0,5 dan PSI sebesar 1,7 (PSI awal sebesar 4,2 dan PSI akhir sebesar 2,5. Nilai lapis tambah dihitung berdasarkan perbandingan antara nilai kapasitas struktural pada tahun 2013 dan 2008 dibagi dengan nilai koefisien struktural AC yang akan terpasang yaitu sebesar 0,4. Nilai SNeff didapat berdasarkan nilai terkecil dari 3 perhitungan dan dipakai nilai SNeff dari penentuan asumsi nilai SNeff pada tahun Rekapitulasi perhitungan tebal lapis tambah menggunakan Metode AASTHO 1993 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Rekapitulasi Perhitungan Tebal Lapis Tambah Menggunakan Metode AASTHO 1993 Station CESAL D1 (µm) D9 (µm) Mr (psi) Ep (psi) SNeff SNf SNf-SNeff aol Overlay (cm) ,280 8,571 2,291 0,4 14, ,821 8,072 2,251 0,4 14, ,280 8,754 2,474 0,4 15, ,821 7,523 1,702 0,4 10,8 Kemudian dilakukan perhitungan kapasitas struktural tebal lapis tambah berdasarkan asumsi kedua bahwa pada tahun 2007 dilakukan penanganan terhadap perkerasan berupa tebal lapis tambah menggunakan AC WC tanpa melihat riwayat penanganan struktur perkerasan Kemudian dengan melihat PersamaanLog (W18) yang merupakan fungsi dari Mr, SN, Reability dan PSI. SN menyatakan kapasitas struktural pada masa yang akan datang dengan W18 yang dihitung dimulai dari perkerasan dibuka. Berdasarkan konsep ini, asumsi penanganan pada tahun 2007 berupa tebal lapis tambah menggunakan AC WC tanpa melihat riwayat penanganan struktur perkerasan, maka PersamaanLog (W18) dapat dimodifikasi menjadi { } ( ) ( ) ( ) ( ) PersamaanLog (W18) ini akan merubahparameter perhitungan nilai kapasitas struktural, yaitu : a. Tebal lapis tambah merupakan lapis perkerasan (Ep) dalam model struktur AASHTO b. Modulus lapis perkerasan merupakan modulus resilien dikarenakan dalam model struktur AASHTO 1993, dibawah lapis perkerasan merupakan tanah dasar. c. Perhitungan CESAL dilakukan sejak tahun 2011 sampai dengan d. Kapasitas struktural yang dihitung merupakan nilai kapasitas struktural tebal lapis tambah. Perhitungan kapasitas struktural tdan ebal lapis tambah dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Nilai Kapasitas Struktural Tebal Lapis Tambah Station Zr So PSI Log (W18) SNoverlay -1,645 0,5 1,7 MR = EP (psi) (W18) ,170 2, ,645 0,5 1, ,971 1, ,333 1, ,852 1, ,645 0,5 1, ,645 0,5 1, Analisis Perbandingan Tebal Lapis Tambah Metode AASHTO 1993 dengan 2 Asumsi Analisis perbandingan tebal lapis tambah dengan kedua asumsi dapat dibandingkan berdasarkan parameterparameter perhitungan. 1. Bila dilihat dari parameter nilai Modulus Resilien, maka pada umumnya tebal lapis tambah pada asumsi pertama lebih besar dikarenakan nilai Modulus Resilien pada asumsi pertama lebih kecil dari asumsi kedua. Pada asumsi kedua, nilai Modulus Resilien merupakan nilai Modulus Lapis Perkerasan hasil penggabungan lapis AC, CMRFB danctrb yang nilainya sangat besar sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kekuatan tanah dasar pada asumsi ini sangat kuat sehingga tebal lapis tambah yang dihasilkan lebih tipis. 2. Beban CESAL rencana untuk pada asumsi pertama merupakan kumulatif ESAL yang dihitung dari tahun sejak perkerasan dibuka yaitu tahun 2007 sampai dengan umur rencana yaitu tahun 2013 sehingga pada umumnya menghasilkan nilai tebal lapis tambah yang lebih besar, sedangkan beban CESAL rencana pada asumsi kedua merupakan kumulatif ESAL yang dihitung sejak dievaluasinya

10 perkerasan yaitu tahun 2011 sampai dengan umur rencana yaitu tahun 2013 sehingga pada umumnya menghasilkan tebal lapis tambah yang lebih tipis. 3. Tebal lapis tambah merupakan fungsi dari kapasitas struktural tebal lapis tambah dan koefisien material nilai AC. Pada perhitungan ini, nilai koefisien yang akan dipakai yaitu 0,4 untuk kedua asumsi. Perhitungan kapasitas struktural lapis tambah dengan asumsi 1 memperhitungkan nilai SNf dan SNeff dimana nilai SNf bergantung pada beban CESAL rencana dan nilai Modulus Resilien dan nilai SNeff dipilih dari hasi perhitungan terkecil dari parameter kapasitas struktural awal, Modulus Lapis Perkerasan dan estimasi nilai kapasitas struktural terpasang. Sedangkan pada asumsi kedua, nilai kapasitas struktural tebal lapis tambah hanya melihat parameter nilai nilai Mr yang merupakan nilai Ep dari struktur terpasang dan beban CESAL rencana. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa dengan nilai beban CESAL rencana yang lebih besar dibandingkan asumsi kedua, nilai Mr yang lebih kecil dibandingkan asumsi kedua, dengan memperhitungkan kapasitas struktural perkerasan terpasang, maka nilai kapasitas struktural tebal lapis tambah pada asumsi pertama lebih besar daripada asumsi kedua. Namun, pada lajur lambat arah tebal lapis tambah lebih besar karena kapasitas struktural perkerasan terpasang dan Modulus Resilien dibawah tebal lapis tambah pada lajur cepat sedikit lebih kuat dalam menahan beban CESAL rencana pada asumsi pertama dibandingkan Modulus Resilien yang bernilai besar pada asumsi kedua. 4.3 Analisis Menggunakan Program ELMOD 6 Analisis menggunakan Program ELMOD versi 6 itu juga menggunakan asumsi sebagai berikut. a. Dilakukan analisis dengan menggunakan permodelan sebanyak 3 layer. Layer-layer pada analisis ini adalah sebagai berikut. Layer pertama adalah penggabungan tebal AC WC dan AC BC sebagai surface yang diasumsikan bahwa nilai modulus kedua layer tersebut sama. Layer kedua adalah penggabungan tebal CMRFB, CTRB dan Subbase yang diasumsikan bahwa ketiga layer tersebut berperilaku sebagai lapis pondasi dari lapis permukaan. Layer ketiga merupakan Subgrade yang diasumsikan sebagai lapis tanah dasar pada perkerasan. b. Dilakukan analisis menggunakan permodelan sebanyak 5 layer dengan penentuan layer sebagai berikut. Layer pertama merupakan surface dengan penggabungan tebal AC WC dan AC BC yang diasumsikan bahwa nilai modulus kedua layer tersebut sama. Layer kedua merupakan CMRFB yang diasumsikan berperilaku sebagai lapis pondasi perkerasan. Layer ketiga merupakan CTRB yang diasumsikan berperilaku sebagai lapis pondasi perkerasan. Layer keempat merupakan subbase yang jenis perkerasannya berupa graular. Layer kelima merupakan Subgrade yang diasumsikan sebagai lapis tanah dasar pada perkerasan. c. Sejak tahun 2007, tidak ada pekerjaan untuk memperbaiki lapis perkerasan secara struktural ataupun fungsional sampai diambilnya nilai lendutan menggunakan alat FWD untuk keperluan evaluasi Analisis Menggunakan Model 3 Layer Analisis dengan asumsi struktur 3 layer dilakukan dengan menggabungkan beberapa layer menjadi 1 antara lain lapis permukaan yang merupakan gabungan lapis AC WC dan AC BC dan lapis pondasi yang merupakan gabungan lapis CMRFB, CTRB. Asumsi model untuk 3 lapis dapat dilihat pada Gambar 5

11 Gambar 5 Struktur Perkerasan Lajur Lambat dan Lajur Cepat Ruas - Model 3 Lapis Setelah dilakukan proses run, maka akan nilai Modulus rata-rata, umur sisa, dan tebal lapis tambah per lajur per arah sebagai berikut Tabel 11 Rekapitulasi Perhitungan Modulus, Umur Sisa dan Tebal Overlay Model 3 Lapis Lokasi Umur Sisa (tahun) AC Pondasi Tanah Dasar Tebal Lapis Tambah (cm) Lajur Cepat Arah 0,18 0,17 560,10 26 Lajur Lambat Arah 0,58 4, ,65 21 Lajur Cepat arah 0,15 0, ,74 20 Lajur Lambat Arah 0,90 6, , Analisis Menggunakan Model 5 Layer Analisis dengan asumsi struktur 5 layer dilakukan dengan menggabungkan lapis permukaan menjadi 1 yaitu gabungan lapis AC WC dan AC BC. Asumsi model untuk 3 lapis dapat dilihat pada Gambar 6 Gambar 6 Struktur Perkerasan Lajur Lambat dan Lajur Cepat Ruas - Model 5 Lapis Setelah dilakukan proses run, maka akan didapat nilai Modulus rata-rata, umur sisa, dan tebal lapis tambah per lajur per arah sebagai berikut Tabel 12Rekapitulasi Perhitungan Modulus, Umur Sisa dan Tebal Overlay Model 5 Layer Station E1 (MPa) E2 (MPa) Modulus Umur Sisa Tebal E3 E4 E5 U1 U2 U3 U4 Lapis (MPa) (MPa) (MPa) (tahun) (tahun) (tahun) (tahun) Tambah ,209E , ,992E , ,143E , ,618E ,4 4.4 Analisis Perbandingan Metode AASHTO 1993 dan Program ELMOD 6 Berdasarkan analisis lapis tambah menggunakan metode AASHTO 1993 dan Program ELMOD 6, didapat dilihat pada Tabel 9

12 Tabel 9 Perbandingan Metode AASHTO 1993 dan Program ELMOD 6 No Parameter AASHTO 1993 Program ELMOD Input : Lendutan, temperatur dan beban lalu lintas Time Frame Evaluasi Model Lapis Perkerasan Lendutan wakil D1 dan D9 yang dikoreksi dengan TAF, beban lalu lintas dikonversikan ke ESAL melalui Faktor Truk Perlu ditentukan untuk menentukan asumsi nilai SN 2 lapis yaitu Lapis Perkerasan Beraspal (Ep) dan Modulus Resilien (Mr) Semua data lendutan, data temperatur, beban lalu lintas bisa berupa data LHRT ataupun ESAL 4 Metodologi Analitis Empiris Analitis 5 Umur Sisa Berupa prosentase kualitas perkerasan sampai umur rencana Tidak perlu dilakukan 3 dan 5 Lapis; 3 lapis yaitu AC, Pondasi, Tanah dasar; 5 Lapis yaitu AC, CMRFB, CTRB, Pondasi, tanah dasar Umurnya per lapis dan bersatuan tahun 6 Tebal Lapis Tambah Faktor utama yang mempengaruhi adalah parameter seperti penentuan lendutan wakil D1, besarnya lalu lintas, tingkat pertumbuhan kendaraan, penentuan nilai SNeff. Sangat bergantung pada asumsi banyaknya lapisan perkerasan dan penentuan jenis material pada tiap lapisan. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dalam studi ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Analisis data lalu lintas memberikan hasil:. a. Hasil pengamatan survei primer 1x24 jam tahun 2011 dan perhitungan proporsi kendaraan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan volume kendaraan berat di ruas -. b. Berdasarkan analisis pada data IRMS tahun dan data volume LHRT hasil survei primer tahun 2011, tingkat pertumbuhan lalu lintas rata-rata pada ruas - sebesar 4,5%. 2. Analisis data WIM dan Kumulatif ESAL memberikan hasil: a. Berdasarkan hasil perhitungan data WIM tahun 2007, nilai Faktor Truk yang sangat besar mengindikasikan bahwa overloading telah terjadi pada ruas -. Hal ini mungkin disebabkan oleh pendistribusian barang dari pabrik yang melewati Jalan Pantura mengalami peningkatan. Selain itu truk-truk untuk pendistribusian barang telah banyak mengalami modifikasi. b. Berdasarkan perhitungan kumulatif ESAL, Terjadi peningkatan nilai CESAL dikarenakan nilai ESAL pada tahun 2011 yang sangat besar. Hal ini telah dijelaskan diatas yaitu jumlah kendaraan berat hasil distribusi kendaraan seperti golongan 5B, 6B dan 7A (lihat Lampiran) sangat besar dibandingkan jumlah kendaraan pada tahun sebelumnya. Selain itu nilai Faktor Truk untuk golongan 6B dan 7A juga sangat besar yang merupakan hasil perhitungan data WIM tahun Analisis data lendutan memberikan hasil : a. Pembagian segmen dalam analisis dilakukan berdasarkan data lendutan maksimu (D1) hasil alat FWD dimana semua lajur terbagi atas satu segmen yang diwakili oleh satu nilai lendutan wakil. Nilai keseragaman dalam segmen ini harus kurang dari suatu Faktor Keseragaman (<30%). Hal ini mengingat untuk kemudahan analisis dan nilai outlier dibuang dan diperlukan penanganan khusus.

13 4. Analisis menggunakan Metode AASHTO 1993 memberikan hasil : a. Umur sisa hasil analisis menunjukkan ruas - sudah dalam kondisi kritis pada saat evaluasi dilakukan. Terutama pada lajur cepat arah yang tebal lapis tambahnya paling besar. b. Berdasarkan analisis menggunakan metode AASHTO 1993 dengan asumsi pertama dan kedua, dapat disimpulkan bahwa tebal lapis tambah dengan asumsi pertama cenderung lebih besar dibandingkan dengan asumsi kedua. Hali ini dikarenakan pada asumsi pertama, dengan nilai Mr cenderung lebih kecil dibandingkan dengan nilai Mr pada asumsi kedua. Kemudian bila dilihat dari CESAL, dengan rentang waktu sejak perkerasan dibuka sampai dengan saat evaluasi menghasilkan nilai yang lebih besar yang berpengaruh terhadap penentuan nilai kapasitas struktural. Namun bila dilihat kondisi tebal lapis tambah pada lajur lambat arah, dimana tebal lapis tambah dengan asumsi kedua lebih besar daripada asumsi pertama, maka kapasitas struktural tebal lapis tambah lebih kecil daripada kapasitas struktural lapis tambah dengan asumsi kedua. 5. Analisis menggunakan Program ELMOD 6 memberikan hasil : a. Program ELMOD 6model 3 layer mengasumsikan tebal lapis pondasi yang sangat tebal. Bila dilihat secara teoritis, nilai modulus rata-ratanya menunjukkan bahwa lapis pondasi ini sangat mantap. Namun perilakunya sebagai lapis pondasi berjenis granular tidak mampu menahan beban CESAL rencana sehingga menghasilkan nilai tebal lapis tambah yang lebih besar dibandingkan dengan model 5 layer. Sedangkan pada model 5 layer, pemisahan lapis pondasi yang sesuai dengan jenis material per layer menghasilkan nilai modulus per layer yang menunujukkan kualitas material per layer. Hasil perhitungan balik menunjukkan bahwa lapis CTRB yang telah rusak dapat dilihat dari nilai Modulus rata-ratanya (nilai Modulus rata-rata 2000 Mpa) yang jauh dari nilai Modulus teoritis (4000 Mpa). b. Umur sisa hasil Program ELMOD 6 merupakan umur sisa per lapis dan dipilih nilai minimum dari setiap lapis pada tiap titik hasil survei lendutan. Kemudian dirata-ratakan dan nilai hasil ratarata dijustifikasi oleh Program ELMOD 6 sebagai nilai umur sisa perkerasan tersebut. 6. Perbandingan antara analisis metode AASHTO 1993 dengan analisis program ELMOD 6 adalah sebagai berikut. a. Input pada analisis menggunakan metode AASHTO 1993 yaitu berupa lendutan wakil dari D1 dan D9, yang akan digunakan untuk menghitung Modulus Resilien dan Modulus Elastisitas perkerasan berasal. Beban lalu lintas sebagai input merupakan prediksi lalu lintas aktual pada tahun dimana perkerasan dianalisis yaitu tahun 2011 dan juga prediksi untuk lalu lintas yang akan terjadi pada akhir tahun rencana yaitu tahun 2013 yang nilainya tergantung dari penentuan tingkat pertumbuhan rata-rata kendaraan per tahun. Sedangkan pada Program ELMOD 6, dalam menentukan beban lalu lintas bisa berupa beban lalu lintas aktual pada tahun dimana perkerasan dianalisis ataupun beban lalu lintas rencana pada akhir umur perkerasan. b. Rentang waktu beban CESAL untuk metode AASHTO harus ditentukan terlebih dahuu. Sedangkan Program ELMOD 6,rentang waktu beban CESALnya dihitung sejak perkerasan pertama kali dibuka. c. Tebal perkerasan yang digunakan dalam analisis menggunakan metode AASHTO 1993 sebanyak 2 lapis sedangkan pada Program ELMOD bisa berupa 2 sampai dengan 5 lapis. Semakin banyak asumsi tebal lapisan pada Program ELMOD 6, maka semakin tinggi tingkat ketelitian analisis dalam penentuan tebal lapis tambah. d. Prisip dasar dari metode AASHTO 1993 adalah Metode Analitis-Empiris. Sedangkan pada Program ELMOD 6, merupakan Metode Analitis. e. Hasil analisis umur sisa perkerasan menggunakan metode AASHTO 1993 berbentuk prosentase dari perbandingan antara beban CESAL aktual dan beban CESAL rencana. Sedangkan pada Program ELMOD 6, hasil analisis berupa nilai umur sisa yang dinyatakan dalam tahun. f. Tebal lapis tambah hasil analisis dari metode AASHTO 1993 adalah hampir sama dengan tebal lapis tambah hasil perhitungan dari Program ELMOD 6 untuk asumsi struktur 5 lapis. Hal ini menunjukkan tingkat ketelitian perhitungan yang sejalan dengan meningkatnya jumlah lapisan. 5.2 Saran 1. Diperlukan survei WIM secara rutin sesuai tipe sumbu kendaraan dan survei lalu lintas primer secara periodik minimal 1 tahun sekali selama 24 jam untuk mengantisipasi jenis dan beban kendaraan yang melewati Jalan Pantura.

14 2. Disarankan untuk mencoba metode perhitungan balik selain deflection bowl pada Program ELMOD 6, yaitu metode Radius of Curvature dan MET. 3. Program ELMOD sebaiknya tidak hanya menganalisis Jalan tol Jakarta ataupun di Jalan Pantura, karena Indonesia memiliki kondisi dan jenis tanah yang beragam seperti overloadingakibat beban berlebih. Daftar Pustaka AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structure, AASHTO. Direktorat Bina Teknik Kementrian Pekerjaan Umum 2011., Data IRMS 2007, 2008, 2009, 2010, Jakarta Edwards, B The Readable Maths and Statistics Book Firdaus, R, (2006), PerbandinganEvaluasi Kinerja Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metode AASHTO 1993 dan Program ELMODpadaJalanTol Jakarta-CikampekruasBekasi Barat-BekasiTimur, ITB, Bandung. H, Djoko dan R. Anwar Yamin (2008), Penggunaan Foam Bitumen untuk Daur Ulang Perkerasan Jalan, Puslitbang Jalan dan Jembatan Kementrian Pekerjaan Umum 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Mardiah, S. (2004), Kinerja Struktural Perkerasan Menggunakan Metode AASHTO 1993 dan Program Komputer ELMOD pada Jalan Tol Jakarta-Cikampek Ruas Cikarang-Karawang Barat,ITB, Bandung. Marditama, A. (2009), Evaluasi Kinerja Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Program EVERSERIES dengan Metode Bina Marga (RSNI 2004) pada Jalan Tol Jagorawi Ruas Sentul Utara-Sentul Selatan, ITB, Bandung. Puslitbang JalanKementrian Pekerjaan Umum 2007, Data WIM ruas Cirebon-Losari 2007, Bandung. Puslitbang Jalan Kementrian Pekerjaan Umum 2007, Tebal Perkerasan ruas -, Bandung. Ridwan, Frisky A, M, C (2012), Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metode AASHTO 1993, ITB, Bandung. S. Subagio, B; S. S. Wibowo; Ferdian, T; S. Sufanir, A. Mahadika, Perbandingan Desain Tebal Lapis tambah Menggunakan Program EVERSERIES dan Metode AASHTO 1993, ITB, Bandung. Subdit Teknik Jalan Kementrian Pekerjaan Umum 2011, Data Lendutan, Jakarta. Tambun, L (2010), Perbandingan Desain tebal Lapis Tambah Menggunakan Program ELMOD dan Metode AASHTO 1993 pada Jalan Tol Jagorawi Ruas Bogor-Ciawi, ITB, Bandung. Widiana, A. S, (2010), Kajian Perbandingan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur antara Metoda AASHTO 1993 dan Program ELMOD, ITB, Bandung.

Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993 Studi Kasus: Ruas Ciasem-Pamanukan (Pantura)

Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993 Studi Kasus: Ruas Ciasem-Pamanukan (Pantura) Care, dkk. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja struktural dari perkerasan lentur yang terletak di Jalan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Adapun rencana tahap penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasikan masalah yang dilakukan

BAB 3 METODOLOGI. Adapun rencana tahap penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasikan masalah yang dilakukan BAB 3 METODOLOGI 3.1 Tahapan Penelitian Adapun rencana tahap penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasikan masalah yang dilakukan terkait dengan topik pembahasan penelitian

Lebih terperinci

EVALUASI STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 DAN AUSTROADS 2011 (STUDI KASUS : JALINTIM, TEMPINO - BATAS SUMSEL)

EVALUASI STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 DAN AUSTROADS 2011 (STUDI KASUS : JALINTIM, TEMPINO - BATAS SUMSEL) EVALUASI STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 DAN AUSTROADS 2011 (STUDI KASUS : JALINTIM, TEMPINO - BATAS SUMSEL) Dwi Pardiarini Program Magister Sistem Teknik dan Jalan Raya Fakultas

Lebih terperinci

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda Jurnal Rekayasa Hijau No.1 Vol. I ISSN 2550-1070 Maret 2017 Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda Rahmi Zurni, Welly Pradipta,

Lebih terperinci

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 Reka Racana Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN Nomor 02/M/BM/2013 FAHRIZAL,

Lebih terperinci

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL 63 Bab V Analisa Data V.1. Pendahuluan Dengan melihat kepada data data yang didapatkan dari data sekunder dan primer baik dari PT. Jasa Marga maupun dari berbagai sumber dan data-data hasil olahan pada

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta ANALISIS PENGARUH KONDISI BONDING PADA PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODA AUSTROADS (Studi Kasus : Ruas Jalan Jatibarang Palimanan) Linda Aisyah 1,Eri Susanto

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta ANALISIS PERBANDINGAN TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODA AASHTO 1993 DAN PROGRAM EVERSERIES Faisal Gerardo 1, Bambang Sugeng Subagio 2 Program Studi Magister Sistem Teknik Jalan Raya,

Lebih terperinci

Analisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek

Analisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek Ferdian, dkk. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Analisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta -

Lebih terperinci

Evaluasi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metode AASHTO 1993 dan Metode Bina Marga 2013 Studi Kasus: Jalan Nasional Losari - Cirebon

Evaluasi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metode AASHTO 1993 dan Metode Bina Marga 2013 Studi Kasus: Jalan Nasional Losari - Cirebon Aji, dkk. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Evaluasi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metode AASHTO 1993 dan Metode Bina Marga 2013 Studi Kasus: Jalan Nasional Losari

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 30 Bab III Metodologi Penelitian III.1. Tahapan Penelitian Tahapan penilitian dalam penyusunan Proposal tesis ini, kami tampilkan dalam bentuk bagan alir seperti Gambar III.1 dibawah ini. Gambar III.1.

Lebih terperinci

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing Irawan, dkk. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Abstrak Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

Lebih terperinci

1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA

1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA ANALISIS PERENCANAAN PELAPISAN TAMBAH PADA PERKERASAN LENTUR BERDASARKAN METODE SNI 1732-1989-F DAN AASHTO 1993 STUDI KASUS : RUAS CIASEM- PAMANUKAN (PANTURA) 1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA 1 Teknik

Lebih terperinci

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011 Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah ADITYA, HANGGA E 1., PRASETYANTO, DWI 2 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan prasarana transportasi yang memiliki peran penting dalam mendukung perkembangan di sektor ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metode desain tebal lapis tambah (overlay) terkinimenggunakan. lendutan/defleksi ini menjadi lebih kecil dari lendutan ijin.

BAB I PENDAHULUAN. Metode desain tebal lapis tambah (overlay) terkinimenggunakan. lendutan/defleksi ini menjadi lebih kecil dari lendutan ijin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode desain tebal lapis tambah (overlay) terkinimenggunakan pengukuran lendutan permukaan sebagai input. Apabila kondisi suatu struktur perkerasan lentur semakin

Lebih terperinci

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang 1316 Km, ruas jalan Pantai Utara Jawa (Pantura) merupakan urat nadi perekonomian nasional yang menghubungkan lima provinsi yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) METODE PD T B DAN METODE SDPJL PADA RUAS JALAN KLATEN-PRAMBANAN

PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) METODE PD T B DAN METODE SDPJL PADA RUAS JALAN KLATEN-PRAMBANAN PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) METODE PD T-05-2005-B DAN METODE SDPJL PADA RUAS JALAN KLATEN-PRAMBANAN Edo Rizkiawan 1), Ary Setiawan 2), Slamet Jauhari Legowo 3) 1)Mahasiswa Program S1 Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PERKERASAN KAKU (RIGID PA VEMENT) DENGAN PROGRAM ELCON DAN METODE ASPHALT INSTITUTE TESIS

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PERKERASAN KAKU (RIGID PA VEMENT) DENGAN PROGRAM ELCON DAN METODE ASPHALT INSTITUTE TESIS ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PERKERASAN KAKU (RIGID PA VEMENT) DENGAN PROGRAM ELCON DAN METODE ASPHALT INSTITUTE (STUDI KASUS : JALAN TOL PADALARANG - CILEUNYI) TESIS Karya tulis sebagai

Lebih terperinci

EVALUASI FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR PADA JALAN NASIONAL BANDUNG-PURWAKARTA DENGAN METODE AUSTROADS 2011

EVALUASI FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR PADA JALAN NASIONAL BANDUNG-PURWAKARTA DENGAN METODE AUSTROADS 2011 EVALUASI FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR PADA JALAN NASIONAL BANDUNG-PURWAKARTA DENGAN METODE AUSTROADS 2011 Seno Saputro Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

M. Yoga Mandala Putra

M. Yoga Mandala Putra Putra, dkk. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Evaluasi Kondisi Fungsional dan Struktural Menggunakan Metode Bina Marga dan AASHTO 1993 Sebagai Dasar dalam Penanganan Perkerasan

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013 ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013 Ricky Theo K. Sendow, Freddy Jansen Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi Email:

Lebih terperinci

Dosen Program Studi Teknik Sipil D-3 Fakultas Teknik Universitas riau

Dosen Program Studi Teknik Sipil D-3 Fakultas Teknik Universitas riau PENGARUH FAKTOR KESERAGAMAN (FK) TERHADAP VARIASI TEBAL OVERLAY PADA JALAN LINTAS DESA LABUHAN TANGGA BESAR-LABUHAN TANGGA KECIL KABUPATEN ROKAN HILIR Oleh: Elianora (*) Email: elianora@lecturer.unri.ac.id

Lebih terperinci

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO 199 1 Siegfried 2 & Sri Atmaja P. Rosyidi 1. Metoda AASHTO 9 Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering

Lebih terperinci

urnal 1. Pendahuluan TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 September Djunaedi Kosasih 1) Abstrak

urnal 1. Pendahuluan TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 September Djunaedi Kosasih 1) Abstrak Kosasih Vol..14 No. 3 September 2007 urnal TEKNIK SIPIL Analisis Metoda AASHTO 93 dalam Disain Tebal Lapisan Tambahan pada Struktur Perkerasan Lentur yang Dimodelkan Hanya Berdasarkan Lapisan Campuran

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993 Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2015 Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993 PRATAMA,

Lebih terperinci

Djunaedi Kosasih 1 ABSTRAK. Kata kunci: disain tebal lapisan tambahan, metoda analitis, modulus perkerasan, proses back calculation ABSTRACT

Djunaedi Kosasih 1 ABSTRAK. Kata kunci: disain tebal lapisan tambahan, metoda analitis, modulus perkerasan, proses back calculation ABSTRACT ANALISIS METODA AASHTO 93 DALAM DISAIN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN PADA STRUKTUR PERKERASAN LENTUR YANG DIMODELKAN HANYA BERDASARKAN LAPISAN CAMPURAN BERASPAL Djunaedi Kosasih 1 ABSTRAK Penerapan metoda analitis

Lebih terperinci

Analisis Struktur Perkerasan Multi-Layer Menggunakan Program Komputer ELMOD Studi Kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek

Analisis Struktur Perkerasan Multi-Layer Menggunakan Program Komputer ELMOD Studi Kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek Subagio, Vol. 10 No. dkk. 3 Juli 2003 urnal TEKNIK SIPIL Analisis Struktur Perkerasan Multi-Layer Menggunakan Program Komputer ELMOD Studi Kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek Bambang Sugeng Subagio 1)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga 1987 1. Data Perencanaan Tebal Perkerasan Data perencanaan tebal perkerasan yang digunakan dapat

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Bagan Alir Penelitian Pada penelitian ini komponen biaya yang dikaji difokuskan pada biaya tidak tetap (pemeliharaan jalan) yang didefinisikan bahwa penambahan pengguna

Lebih terperinci

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Agustus 2014 Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Tebal Perkerasan Menggunakan Metode Manual Desain Perkerasan Jalan 2013 1. Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Baru a. Umur Rencana Penentuan umur rencana

Lebih terperinci

BINA MARGA PT T B

BINA MARGA PT T B BINA MARGA PT T- 01-2002-B SUSUNAN LAPISAN PERKERASAN 2 KRITERIA PERENCANAAN Beban Lalu lintas Klasifikasi Jalan Realibilitas Kekuatan bahan Daya Dukung Tanah Faktor Lingkungan 3 RUMUS DASAR Rumus AASHTO

Lebih terperinci

VARIAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) BERDASARKAN FAKTOR KESERAGAMAN (FK) PADA JALAN KELAKAP TUJUH DUMAI-RIAU

VARIAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) BERDASARKAN FAKTOR KESERAGAMAN (FK) PADA JALAN KELAKAP TUJUH DUMAI-RIAU Varian Tebal Lapis Tambah (Overlay)... (Elianora dkk.) VARIAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) BERDASARKAN FAKTOR KESERAGAMAN (FK) PADA JALAN KELAKAP TUJUH DUMAI-RIAU Elianora *,Ermiyati, Rian Trikomara Iriana

Lebih terperinci

Sumber : SNI 2416, 2011) Gambar 3.1 Rangkaian Alat Benkelman Beam

Sumber : SNI 2416, 2011) Gambar 3.1 Rangkaian Alat Benkelman Beam BAB III LANDASAN TEORI A. Benkelman Beam (BB) Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan Pd. T-05-2005-B, tebal lapis tambah (overlay) merupakan lapis perkerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemeliharaan dan rehabilitasi. Saat ini, pemeliharaan dan rehabilitasi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemeliharaan dan rehabilitasi. Saat ini, pemeliharaan dan rehabilitasi di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pekerjaan perbaikan perkerasan jalan, dikenal dua istilah yaitu pemeliharaan dan rehabilitasi. Saat ini, pemeliharaan dan rehabilitasi di Indonesia belum dapat

Lebih terperinci

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016 70 B. Metode AASHTO 1993 1. LHR 2016 dan LHR 2026 Tipe Kendaraan Tabel 5.9 LHR 2016 dan LHR 2026 LHR 2016 (Smp/2Arah/Hari) Pertumbuhan Lalulintas % LHR 2026 Smp/2arah/hari Mobil Penumpang (2 Ton) 195 17,3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, pertumbuhan ekonomi di suatu daerah juga semakin meningkat. Hal ini menuntut adanya infrastruktur yang cukup memadai

Lebih terperinci

Kajian Pengaruh Temperatur dan Beban Survai Terhadap Modulus Elastisitas Lapisan Beraspal Perkerasan Lentur Jalan

Kajian Pengaruh Temperatur dan Beban Survai Terhadap Modulus Elastisitas Lapisan Beraspal Perkerasan Lentur Jalan Kajian Pengaruh Temperatur dan Beban Survai Terhadap Modulus Elastisitas Lapisan Beraspal Perkerasan Lentur Jalan Djunaedi Kosasih Jurusan Teknik Sipil, FTSL-ITB, Jln. Ganesha 10, Bandung Siegfried Puslitbang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB IV METODE PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: BAB IV METODE PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG Reza Wandes Aviantara NRP : 0721058 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

Grandy Hellyantoro*), Mohammad Faldi Fauzi*) Dr. Bagus Hario Setiadji ST., MT., **), Ir. Wahyudi Kusharjoko MT., **)

Grandy Hellyantoro*), Mohammad Faldi Fauzi*) Dr. Bagus Hario Setiadji ST., MT., **), Ir. Wahyudi Kusharjoko MT., **) EVALUASI TEBAL PERKERASAN LAPIS TAMBAH DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM EVERSERIES DAN METODE BINA MARGA Studi kasus : Jalan Tol JAGORAWI ruas Jalan TMII - Cibubur Grandy Hellyantoro*), Mohammad Faldi Fauzi*)

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Pada penelitian ini mengambil studi kasus pada ruas Jalan Goa Selarong, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan ruas jalan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISIS. Analisis LHR

LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISIS. Analisis LHR 57 LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISIS A1. Data hasil analisis lalu lintas. No Golongan Kendaraan Jenis LHR 2017 LHR 2018 LHR 2020 LHR 2028 1 1 Sepeda Motor, Skuter, & Kendaraan Roda Tiga 33367 34535 36995

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN: ANALISIS PERHITUNGAN TEBAL LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PERKERASAN LENTUR DENGAN MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN 2013 (STUDI KASUS : RUAS JALAN KAIRAGI MAPANGET) Theresia Dwiriani Romauli Joice

Lebih terperinci

Wita Meutia Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil S1 Fakultas Teknik Universitas Riau Tel , Pekanbaru Riau,

Wita Meutia Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil S1 Fakultas Teknik Universitas Riau Tel , Pekanbaru Riau, EVALUASI STRUKTUR PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN DATA BERAT BEBAN KENDARAAN DARI JEMBATAN TIMBANG (Studi Kasus pada Ruas Jalan Siberida-Batas Jambi km 255+150 s/d km 256+150) Wita Meutia Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU)

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU) PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU) Jenis Perkerasan Kaku Perkerasan Beton Semen Bersambung Tanpa tulangan Perkerasan Beton Semen Bersambung dengan tulangan Perkerasan Beton

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil penelitian yang dapat disimpulkan setelah dilakukan analisis dan pembahasan dengan metoda PCI, metoda AASHTO (1993) dan metoda Bina Marga (2005), adalah:

Lebih terperinci

Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam. DR. Ir. Imam Aschuri, MSc

Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam. DR. Ir. Imam Aschuri, MSc Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam DR. Ir. Imam Aschuri, MSc RUANG LINGKUP Standar uji ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian perkerasan lentur jalan dengan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008 PERENCANAAN TEBAL LAPIS TAMBAHAN PADA PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN PROGRAM EVERSERIES STUDI KASUS : JALAN TOL JAKARTA-CIKAMPEK RUAS BEKASI BARAT-BEKASI TIMUR TUGAS AKHIR Diajukan sebagai syarat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Sebelum tahun 1920-an, desain perkerasan pada dasarnya adalah penentuan ketebalan bahan berlapis yang akan memberikan kekuatan dan perlindungan untuk tanah dasar

Lebih terperinci

Bab IV Penyajian Data

Bab IV Penyajian Data Bab IV Penyajian Data IV.1 Umum Sistem pendanaan pemeliharaan jalan saat ini mulai berubah dengan dikembangkan dengan pola penanganan dengan menggunakan sistem kontrak. Jenis-jenis kontrak dalam penerapannya

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Setelah dilakukan analisis dan pembahasan pada bab bab sebelumnya penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan dalam beberapa hal sebagai berikut : 1. Penentuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Jalan Jalan merupakan suatu akses penghubung asal tujuan, untuk mengangkut atau memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Infrastrukur jalan di Indonesia

Lebih terperinci

EVALUASI UMUR SISA DAN TEBAL OVERLAY STRUKTUR PERKERASAN LENTUR JALAN TOL JAKARTA CIKAMPEK (STUDI KASUS: RUAS CIBITUNG-CIKARANG) TESIS

EVALUASI UMUR SISA DAN TEBAL OVERLAY STRUKTUR PERKERASAN LENTUR JALAN TOL JAKARTA CIKAMPEK (STUDI KASUS: RUAS CIBITUNG-CIKARANG) TESIS EVALUASI UMUR SISA DAN TEBAL OVERLAY STRUKTUR PERKERASAN LENTUR JALAN TOL JAKARTA CIKAMPEK (STUDI KASUS: RUAS CIBITUNG-CIKARANG) TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengumpulan Data Sekunder. Rekapitulasi Data. Pengolahan Data.

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengumpulan Data Sekunder. Rekapitulasi Data. Pengolahan Data. BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Secara umum, tahapan-tahapan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bagan alir dibawah ini. Identifikasi Masalah Studi Literatur Pengumpulan Data Sekunder

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Falling Weight Deflectometer (FWD) Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan Pd. T-05-2005-B, tebal lapis tambah (overlay) merupakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain BAB III LANDASAN TEORI A. Parameter Desain Dalam perencanaan perkerasan jalan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu berdasarkan fungsi jalan, umur rencana, lalu lintas, sifat tanah dasar, kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan ruas jalan raya yang nyaman merupakan suatu hal yang mutlak dipenuhi, maka dalam perencanaan dan pelaksanaannya harus mempertimbangkan beberapa faktor.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013 ANALISIS PENGARUH BEBAN BERLEBIH KENDARAAN TERHADAP PEMBEBANAN BIAYA PEMELIHARAAN JALAN (Studi Kasus: Bagian Ruas Jalan Lintas Timur Sumatera, Kayu Agung- Palembang) Syaifullah 1), I Putu Artama Wiguna

Lebih terperinci

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI 1732-1989-F DAN Pt T-01-2002-B Pradithya Chandra Kusuma NRP : 0621023 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN Eka Prasetia 1)., Sutarto YM 2)., Eti Sulandari 2) ABSTRAK Jalan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR 1.1 Umum Overlay merupakan lapis perkerasan tambahan yang dipasang di ataskonstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan meningkatkan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH TEMPERATUR DAN BEBAN SURVAI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS LAPISAN BERASPAL PERKERASAN LENTUR JALAN

KAJIAN PENGARUH TEMPERATUR DAN BEBAN SURVAI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS LAPISAN BERASPAL PERKERASAN LENTUR JALAN KAJIAN PENGARUH TEMPERATUR DAN BEBAN SURVAI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS LAPISAN BERASPAL PERKERASAN LENTUR JALAN Djunaedi Kosasih Jurusan Teknik Sipil, FTSL-ITB, Jln. Ganesha 10, Bandung Siegfried Puslitbang

Lebih terperinci

Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku

Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku Reka Racana Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2014 Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku SURYO W., SATRIO 1., PRASETYANTO, DWI

Lebih terperinci

KOMPARASI PERENCANAAN OVERLAY DENGAN METODE BINA MARGA SKBI 1987, AASHTO

KOMPARASI PERENCANAAN OVERLAY DENGAN METODE BINA MARGA SKBI 1987, AASHTO KOMPARASI PERENCANAAN OVERLAY DENGAN METODE BINA MARGA SKBI 1987, AASHTO 1972 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP NILAI EKONOMIS (STUDI KASUS RUAS JALAN SUKOHARJO WONOGIRI KM 10 + 000 KM18 + 000 ) NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

Muhammad Nauval Araka Aris, Gerson Simbolan, Bagus Hario Setiadji *), Supriyono *)

Muhammad Nauval Araka Aris, Gerson Simbolan, Bagus Hario Setiadji *), Supriyono *) JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 380 393 JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 380 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR - RC

TUGAS AKHIR - RC TUGAS AKHIR RC09 1380 EVALUASI PARAMETER KOEFISIEN DISTRIBUSI KENDARAAN (C) UNTUK JALAN TIPE 4/2UD UNTUK PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR CARA BINA MARGA (Studi Kasus : Jl. Yogyakarta Magelang Km 21

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan pembangunan Nasional, mengingat sifatnya sebagai penggerak, pendorong serta perekat kesenjangan antar

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Mulai Identifikasi Masalah Peninjauan Pustaka Validasi Program KENPAVE Manual Sistem Lapis Banyak Program KENPAVE Perencanaan Tebal Perkerasan Studi

Lebih terperinci

PERENCANAAN LAPIS TAMBAHAN PERKERASAN JALAN DENGAN METODE HRODI (RUAS JALAN MELOLO WAIJELU) Andi Kumalawati *) ABSTRACT

PERENCANAAN LAPIS TAMBAHAN PERKERASAN JALAN DENGAN METODE HRODI (RUAS JALAN MELOLO WAIJELU) Andi Kumalawati *) ABSTRACT PERENCANAAN LAPIS TAMBAHAN PERKERASAN JALAN DENGAN METODE HRODI (RUAS JALAN MELOLO WAIJELU) Andi Kumalawati *) ABSTRACT The condition of street damage at route of Melolo waijelu (Km 53+130, Km 68+133)

Lebih terperinci

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016 70 B. Metode AASHTO 1993 1. LHR 2016 dan LHR 2026 Tipe Kendaraan Tabel 5.9 LHR 2016 dan LHR 2026 LHR 2016 (Smp/2Arah/Hari) Pertumbuhan Lalulintas % LHR 2026 Smp/2arah/hari Mobil Penumpang (2 Ton) 195 17,3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Perkerasan dan struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana fungsinya untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, kebutuhan akan mobilitas manusia, barang, dan jasa semakin meningkat. Akibatnya, terjadi peningkatan volume lalu lintas yang berpengaruh besar tehadap kondisi

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODA AASHTO 93 DALAM DISAIN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN UNTUK MODEL STRUKTUR SISTEM 3-LAPISAN

MODIFIKASI METODA AASHTO 93 DALAM DISAIN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN UNTUK MODEL STRUKTUR SISTEM 3-LAPISAN MODIFIKASI METODA AASHTO 93 DALAM DISAIN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN UNTUK MODEL STRUKTUR SISTEM 3-LAPISAN Djunaedi Kosasih 1 ABSTRAK Salah satu metoda analitis dalam disain tebal lapisan tambahan untuk struktur

Lebih terperinci

SKRIPSI KAJIAN PENENTUAN SEGMEN JALAN BERDASARKAN Pd T B, AASHTO (1986), DAN THOMAS (2003)

SKRIPSI KAJIAN PENENTUAN SEGMEN JALAN BERDASARKAN Pd T B, AASHTO (1986), DAN THOMAS (2003) SKRIPSI KAJIAN PENENTUAN SEGMEN JALAN BERDASARKAN Pd T-05-2005-B, AASHTO (1986), DAN THOMAS (2003) ALBIRRA DITO ISMAIL NPM : 2012410137 PEMBIMBING : Aloysius Tjan, Ph.D. UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

Lebih terperinci

PENCAPAIAN TEBAL PERKERASAN JALAN KAKU ANTARA BEBAN AKTUAL DAN STANDAR

PENCAPAIAN TEBAL PERKERASAN JALAN KAKU ANTARA BEBAN AKTUAL DAN STANDAR 139, Inovtek, Volume 3, Nomor 1, Juni 2013, hlm. 139-24 PENCAPAIAN TEBAL PERKERASAN JALAN KAKU ANTARA BEBAN AKTUAL DAN STANDAR Muhammad Idham Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bengkalis Jl. Bathin

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Menurut Sukirman (1999), perencanaan tebal perkerasan lentur jalan baru umumnya dapat dibedakan atas 2 metode yaitu : 1. Metode Empiris Metode ini dikembangkan berdasarkan

Lebih terperinci

Fitria Yuliati

Fitria Yuliati EVALUASI PARAMETER KOEFISIEN DISTRIBUSI KENDARAAN (C) UNTUK JALAN TIPE 4/2UD UNTUK PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR CARA BINA MARGA (Studi Kasus: Jl. Yogyakarta Magelang Km 21 22 dan JL. Ahmad Yani

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN. Yasruddin¹)

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN. Yasruddin¹) 73 INFO TEKNIK, Volume 12 No. 1, Juli 2011 PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN Yasruddin¹) Abstrak Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan umum Jalan memiliki umur layan atau umur rencana. Jika umur layan telah terlampaui, maka perlu adanya suatu lapisan tambahan (overlay) untuk meremajakan struktur perkerasan.

Lebih terperinci

KOMPARASI TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA

KOMPARASI TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA KOMPARASI TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA Wesli 1), Said Jalalul Akbar 2) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: 1) ir_wesli@yahoo.co.id,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(www.thefreedictionary.com/underpass;

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(www.thefreedictionary.com/underpass; BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Underpass Underpass adalah tembusan di bawah sesuatu terutama bagian dari jalan atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(www.thefreedictionary.com/underpass; 2014). Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Penelitian ini disusun dalam lima tahap penelitian utama Gambar 4.1. Awalnya perencanaan tebal perkerasan jalan menggunakan Metode Analisa Komponen dari Bina

Lebih terperinci

Selamat Datang. Tak kenal maka tak sayang Sudah kenal maka tambah sayang

Selamat Datang. Tak kenal maka tak sayang Sudah kenal maka tambah sayang Selamat Datang Tak kenal maka tak sayang Sudah kenal maka tambah sayang OPTIMALISASI PENGGUNAAN MATERIAL HASIL COLD MILLING UNTUK CAMPURAN LAPISAN BASE COURSE DENGAN METODE CEMENT TREATED RECYCLED BASE

Lebih terperinci

Jalan Ir. Sutami No. 36A Surakarta Telp:

Jalan Ir. Sutami No. 36A Surakarta Telp: EVALUASI NILAI KONDISI PERKERASAN JALAN NASIONAL DENGAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) DAN METODE FALLING WEIGHT DEFLECTOMETER (FWD) (Studi Kasus: Ruas Jalan Klaten-Prambanan) Daniel Aviyanto Pratama

Lebih terperinci

VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU

VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 216 ISSN: 2459-9727 VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU Muhammad Shalahuddin Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau Email : mhdshalahuddin@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH DAN UMUR SISA PERKERASAN AKIBAT BEBAN BERLEBIH KENDARAAN (STUDI KASUS RUAS JALAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT)

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH DAN UMUR SISA PERKERASAN AKIBAT BEBAN BERLEBIH KENDARAAN (STUDI KASUS RUAS JALAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT) ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH DAN UMUR SISA PERKERASAN AKIBAT BEBAN BERLEBIH KENDARAAN (STUDI KASUS RUAS JALAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT) Suriyatno 1, Purnawan 2, dan Elsa Eka Putri 3 1,2, dan

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

BIAYA PENANGANAN JALAN NASIONAL BERDASARKAN KONDISI KERUSAKAN JALAN DAN MODULUS EFEKTIF PERKERASAN PADA RUAS JALAN NASIONAL DI DEMAK

BIAYA PENANGANAN JALAN NASIONAL BERDASARKAN KONDISI KERUSAKAN JALAN DAN MODULUS EFEKTIF PERKERASAN PADA RUAS JALAN NASIONAL DI DEMAK BIAYA PENANGANAN JALAN NASIONAL BERDASARKAN KONDISI KERUSAKAN JALAN DAN MODULUS EFEKTIF PERKERASAN PADA RUAS JALAN NASIONAL DI DEMAK Femy Arizona MSTT JTSL Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB III METODE PERENCANAAN START

BAB III METODE PERENCANAAN START BAB III METODE PERENCANAAN START Jl RE Martadinata Permasalahan: - Klasifikasi jalan Arteri, kelas 1 - Identifikasi kondisi jalan - Identifikasi beban lalu-lintas - Genangan air pada badan jalan Standar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii ABSTRAK iii KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN viii DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ix BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 LATAR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH

BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH BAB III METODOLOGI 3.1 PENDEKATAN MASALAH Penyusunan garis besar langkah kerja merupakan suatu tahapan kegiatan dengan menggunakan metodologi. Metodologi pendekatan analisis dilakukan dengan penyederhanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan suatu wilayah dipengaruhi oleh sistem transportasi yang ada di wilayah tersebut. Sistem transportasi nasional apabila dikelola dengan baik akan menunjang

Lebih terperinci

KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '93 DAN METODE Pd T PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG

KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '93 DAN METODE Pd T PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '9 DAN METODE Pd T-- PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG Lodofikus Dumin, Ferdinan Nikson Liem, Andreas S. S. Maridi Abstrak

Lebih terperinci