SURVEI INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI PILAR BATAS NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN NEGARA REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SURVEI INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI PILAR BATAS NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN NEGARA REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE"

Transkripsi

1 SURVEI INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI PILAR BATAS NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN NEGARA REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE 3.1 Sejarah Delineasi Perbatasan Timor Sejarah delineasi perbatasan Timor Barat dan Timor Timur diawali dari perebutan wilayah antara Portugis dan Belanda dalam memperebutkan dominasi perdagangan kayu cendana di Pulau Timor yang berlangsung mulai 1701 hingga tahun Pada tahun 1755 terbentuk kesepakatan Contract of Paravinici antara Belanda dan Portugis yang membagi Pulau Timor menjadi dua bagian yaitu bagian Barat yang berpusat di Kupang menjadi milik Belanda dan bagian Timur yang berpusat di Dili menjadi milik Portugis. Perundingan lanjutan tahun 1846, Portugis menukarkan wilayah Flores yang sebelumnya dikuasai Portugis dengan sebuah enclave di pantai utara yang kini dikenal sebagai daerah Oecusse dan dua pulau kecil dilepas pantai utara yaitu Atauro dan Jaco.Sejak saat itu, Flores dikuasai oleh Belanda dan Oecusse menjadi milik Portugis. Pada 1 Oktober 1904 sebuah konvensi bernama A Convention for The Demarcation of Portuguese and Dutch Dominions on the Islands of Timor ditandatangani oleh kedua belah pihak di Den Haag, yang kemudian dilanjutkan proses ratifikasi secara serentak oleh pihak Portugis dan Belanda pada tanggal 29 Agustus Konvensi ini dianggap sebagai perjanjian yang legal dan telah menyelesaikan berbagai masalah perbatasan antara Belanda dan Portugis, khususnya di Pulau Timor. Beberapa tahun kemudian beberapa daerah yang tidak sempat di survei (termasuk daerah Oecusse), masih dibicarakan oleh tim yang dibentuk Belanda dan Portugis. Pada tahun 1909, komisi perbatasan yang dibentuk oleh pemerintah Belanda dan Portugis gagal mencapai kesepakatan dalam menentukan tapal batas 22

2 di wilayah Oecusse (termasuk daerah sungai Noel Meto).Kegagalan ini membawa Belanda dan Portugis ke Peradilan Internasional.Pada tanggal 3 April 1913 Belanda dan portugis menandatangani konvensi berisi tentang kesepakatan yang membawa kasus sengketa perbatasan ke Permanent Court of Arbitration (pengadilan arbitrasi) di Paris.Dalam keputusannya pada 26 Juni 1914, pengadilan arbitrasi memutuskan memenangkan klaim Belanda atas daerahdaerah yang masih dipersengketakan. Ketika Timor Timur merupakan bagian dari Republik Indonesia (tahun 1976 tahun 1999), perbatasan Timor Barat dan Timor Timor menjadi tidak relevan lagi. Masyarakat di sekitar wilayah perbatasan yang pada dasarnya memiliki keeratan hubungan sosial-budaya menjadi bebas untuk saling berhubungan dan melakukan transaksi ekonomi.pembukaan perbatasan pada masa itu telah mengubah secara substansial aspek sosial-ekonomi masyarakat setempat. Pada tahun 1999, Timor Leste merdeka dan terlepas dari wilayah kedaulatan Republik Indonesia.Masalah perbatasan menjadi hal yang penting untuk dibicarakan antara pemerintah Indonesia maupun Timor Leste.Langkah awal yang dilakukan adalah menyepakati kembali tapal batas yang pernah ada antara Timor Barat dan Timor Timur. Pada 2 Pebruari 2002, Menteri Luar Negeri RI Hasan Wirayuda dan pimpinan UNTAET, Sergio Vierra de Mello, menandatangani kesepakatan untuk mengatur prinsip uti posideti juris, yaitu memakai Konvensi 1904 yang telah ditandatangani Portugis dan Belanda serta hasil keputusan Permanent Court of Arbitration 1914, sebagai dasar hukum yang mengatur perbatasan RI-RDTL. Indonesia dan Timor Leste telah menandatangani perjanjian sementara (provisional agreement) pada 8 April 2005 yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Hasan Wirayuda dan Menteri Luar Negeri Republik Demokratik Timor Leste, Ramos Horta. Perjanjian ini menyepakati 907 koordinat titik batas atau sekitar 96% dari total garis batas darat. Ada beberapa segmen di wilayah perbatasan yang masih mengganjal tercapainya kesepakatan 23

3 akhir (final agreement) antara kedua negara yang berpotensi untuk memicu konflik perbatasan antara kedua negara. Walaupun sudah tercapai kesepakatan, tetapi masih ada beberapa daerah dan segmen yang masih menjadi permasalahan. Adapun daerah-daerah dan segmen yang masih menjadi masalah antara lain [Laksamana TNI T.H. Soesetyo] : 1. Noel Besi, Pihak RI menginginkan Noel Besi sebagai batas wilayah sesuai toponimi, sedangkan RDTL mengiginkan sungai Nono Noemna berdasarkan azimuth kompas 30 o 47 NW kearah P. Batek. 2. Manusasi/Bijael Sunan, Pihak RI menginginkan garis batas dipindahkan ke arah utara sungai Miomafo ditarik dari pilar yang dibuat tahun 1966, menyusuri punggung bukit. 3. Dilumil/Memo, ada river island seluas + 58 hektar, pihak RI menginginkan batas berada di sebelah timur river island sedangkan RDTL di sebelah baratnya. 3.2 Penetapan dan Penegasan Garis Batas Darat Negara RI-RDTL Perbatasan Republik Indonesia dengan Republik Demokratik Timor Leste disepakati pada tanggal 8 April 2005 di Dili. Saat itu, kedua belah pihak sepakat dengan 907 titik dari 5000 titik rencana koordinat sebagai batas kedaulatan masing-masing negara. Perbatasan Republik Indonesia dengan Timor Leste terbentang sekitar 270 kilometer.sepanjang 152 kilometer garis perbatasan itu berada di bagian darat sisi timur membentang dari daerah Motaain sampai daerah Motamasin antara wilayah kabupaten Belu, provinsi Nusa Tenggara Timur.Sisanya yaitu 118 kilometer terbentang di wilayah Republik Indonesia yang berada di kawasan enclave (Oecusse). Peta perbatasan RI-RDTL tampak seperti gambar 3.1 sebagai berikut : 24

4 Gambar 3.1 Peta Batas Darat RI-RDTL (Bakosurtanal) Perbatasan Timor Leste dan Indonesia memang sedikit berbeda dengan tapal batas Indonesia dengan negara lainnya.timor Leste memiliki wilayah negara yang berada di kawasan Republik Indonesia yang disebut enclave.oecusse, wilayah Timor Leste yang berada di tengah kawasan Indonesia atau enclave, berbatasan dengan kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara (TTU).Timor Leste juga berbatasan dengan Kabupaten Belu, provinsi Nusa Tenggara Timur.Demarkasi pilar batas di mulai dari tahun 2005, dan pembangunannya dilakukan secara bertahap. Hingga saat ini masih 103 pilar batas yang telah dibangun, yaitu 50 pilar dibangun pada tahun 2005 dan 53 pilar dibangun pada tahun Untuk survei penegasan batas, pelaksanaan di lapangan menggunakan survei terestris dan melalui sedikitnya enam tahapan. Tahapan-tahapan tersebut antara lain [Majalah Surveyor, 2011]: 25

5 1. Reconnaisance, yaitu tahap pencarian batas di lapangan. 2. Clearing atau rintisan, yang merupakan tahap pembersihan jalur batas yang akan ditanami patok batas. Biasanya, ini dilakukan dengan cara membersihkan semak-semak atau menebang pohon. 3. Boundary markers planted, penanaman tugu atau patok batas. 4. Achymatric atau pengukuran situasi. Tahap keempat ini dilakukan untuk mendapatkan data situasi dengan mengukur arah dan jarak dari tugu ke arah depan dan belakang, juga arah samping kanan dan kiri maksimal 50 meter. 5. Demarcation atau pengukuran poligon. Tahap ini untuk mendapatkan data arah dan jarak antara dua patok batas dengan alat ukur elektronik untuk mendapatkan koordinat dan tinggi tugu batas. 6. Traverse-heigh plan dan field plan. Tahap ini untuk menggambarkan situasi daerah sepanjang batas yang memuat data tinggi dan letak patok batas dan situasi medan selebar 50 meter ke kiri dan 50 meter ke kanan. Dari survei penegasan batas wilayah negara ini akan dihasilkan peta kerja hasil plotting, penggambaran data pengukuran poligon (demarcation), dan pengukuran situasi sepanjang perbatasan. Selain itu, diterbitkan buku berisi daftar patok batas yang ditanam di sepanjang perbatasan. Biasanya, setelah survei penegasan batas, untuk menjaga keajekan garis batas wilayah negara, secara bertahap dilakukan survei pemetaan Investigation Refixation and Maintenance atau dikenal dengan survei IRM.Untuk perbatasan Republik Indonesia dengan Republik Demokratik Timor Leste, survei IRM ini dilakukan sejak tahun 2010.Tujuan survei IRM adalah untuk melakukan penelitian ulang, pemeliharaan, perbaikan, dan perencanaan untuk penanaman kembali pilar-pilar batas yang rusak, tergeser atau bergeser, maupun pilar-pilar yang hilang. 26

6 3.3 Inventarisasi dan Identifikasi Pilar Batas Darat Negara RI-RDTL Dalam rangka pemeliharaan dan pengelolaan batas darat wilayah negara dan kawasan perbatasan secara umum, salah satu program strategis adalah pelaksanaaninventarisasi dan identifikasi pilar batas wilayah negara yang akan dilakukan di salah satu batas wilayah negara yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kegiatan inventarisasi dan identifikasi ini dapat dikatakan sebagai bagian dari kegiatan Investigation, Refixation, and Maintenance (IRM), namun tidak harus melibatkan kedua negara.investigasi yang dilakukan hanya untuk mengetahui kondisi pilar tanda batas dan pemeliharaan pilar-pilar yang dilaksanakan oleh pihak RI saja, tanpa melibatkan pihak RDTL. Pada dasarnya, pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi pilar-pilar batasri-rdtl hanya meliputi pemeriksaan pilar-pilar batas darat, yaitu : 1. Pemeriksaan, perbaikan, dan pemeliharaan pilar-pilar batas yang ada di lapangan dandokumentasi terhadap titik-titik yang diperiksa. 2. Pengambilan data terhadaptitik-titik pilar, berupa data posisi pilar dan data tracking jalur menggunakan alat GPS navigasi handheld Landasan Yuridis Dalam pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi batas darat negara Republik Indonesia (RI) dengan negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) didasarkan pada landasan yuridis sebagai berikut : 1. Undang Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Pasal 3, Pasal 10, Pasal 15, dan Pasal 19); 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia; 3. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan; 27

7 4. Peraturan BNPP Nomor 1 Tentang Grand Desain Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan dan Peraturan BNPP Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan; 5. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tujuan Survei Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa inventarisasi dan identifikasi merupakan bagian dari kegiatan Investigation, Refixation, and Maintenance (IRM).Survei ini dilaksanakan dalam rangka melakukan penelitian ulang, pemeliharaan, perbaikan, dan perencanaan untuk penanaman kembali pilar-pilar batas yang rusak, tergeser atau bergeser, maupun pilar-pilar yang hilang.inventarisasi dan identifikasi pilar batas adalah langkah awal dalam rangka menjaga kedaulatan wilayah Republik Indonesia yang selanjutnya akan dilakukan pengelolaan terhadap kawasan perbatasan dan pengembangan wilayah di sekitar perbatasan Metodologi Pelaksanaan Survei Metodologi pelaksanaan kegiatan yang digunakan pada survei ini adalah : 1. Persiapan. 2. Pengumpulan data awal. 3. Rapat teknis persiapan pelaksanaan. 4. Survei dan identifikasi awal 5. Pelaksanaan identifikasi dan pemeliharan pilar-pilar batas wilayah negara Persiapan Tahap persiapan merupakan pekerjaan awal yang perlu dilakukan sebelum pekerjaan utama dilaksanakan. Tahap persiapan dapat dirinci sebagai berikut: 28

8 1. Persiapan bahan yang diperlukan dalam kegiatan survei inventarisasi dan identifikasi pilar-pilar batas, bahan-bahan tersebut antara lain : Buku ukur. Foto copy blanko kegiatan dan field plan. Alat tulis dan kertas. CD RW. Kertas milimeter blok. Obat-obatan. Cat putih. 2. Persiapan personil dan perencanaan pembagian tugas meliputi pembuatan draft Surat Tugas Panitia dan Tim Kerja/Teknis yang meliputi : Tim survei batas RI-RDTL. Panitia pelaksanaan dan fasilitasi survei Pengumpulan Data Awal Pengumpulan data awal meliputi data-data dari Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Luar Negeri, Kementrian Pertahanan, Mabes TNI, Bakosurtanal dan Dittop TNI-ADyang diperlukan dalam kegiatan. Data tersebut antara lain : 1. Peta batas wilayah RI-RDTL. 2. Deskripsi pilar batas yang dibangun pada tahun Berbagai informasi spasial untuk mendukung informasi yang diperlukan. Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan menugaskan staf BNPP ke kantor instansi yang terkait Rapat Teknis Persiapan Pelaksanaan Koordinasi teknis dengan Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Luar Negeri, Kementrian Pertahanan, Mabes TNI, Bakosurtanal, Dittop TNI-AD, dan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur melalui rapat dalam rangka 29

9 pembahasan inventarisasi dan identifikasi pilar batas RI-RDTL. Adapun materi yang dibahas dalam rapat tersebut adalah : Rencana pencapaian lokasi pilar batas. Kondisi keamanan di wilayah perbatasan. Keadaan medan/topografi. Keadaan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat setempat. Hasil dari pertemuan ini berupa dokumen-dokumen survei dan identifikasi awal kondisi pilar-pilar batas wilayah negara Survei dan Identifikasi Awal Survei dan identifikasi awal dimaksudkan untuk mendapatkan kepastian posisi atau lokasi rencana pemeliharaan pilar batas RI-RDTL. Kegiatan peninjauan lapangan dilakukan dengan memberangkatkan lima orang staf BNPP ke Provinsi Nusa Tenggara Timur selama 5 (lima) hari. Beberapa hal yang yang harus disiapkan meliputi : 1. Peralatan yang akan digunakan pada survei dan identifikasi awal pilar batas darat. Peralatan tersebut adalah sebagai berikut : GPS navigasi (tipe handheld). Kamera digital. Peta kerja. 2. Data yang disiapkan, antara lain : Data koordinat yang direkam dalam GPS navigasi. Gambaran umum lokasi rencana pemeliharaan pilar batas (letak wilayah: Desa, Kecamatan, Kabupaten, dan Provinsi). Kenampakan yang menonjol di lokasi rencana pemeliharaan pilar batas. Sketsa lokasi rencana pemeliharaan pilar batas. 30

10 Cara pencapaian ke lokasi rencana pemeliharaan pilar batas. Tahapan pelaksananaan kegiatan survei dan identifikasi awal pilar-pilar batas wilayah RI-RDTL meliputi : 1. Koordinasi dengan Topdam Udayana dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2. Pengumpulan data pilar-pilar batas darat dari Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur. 3. Pengecekan data point 1 s.d. 2 ke lapangan. Hasil dari kegiatan ini akan digunakan untuk menyempurnakan rencana kerja Surveiidentifikasi dan pemeliharaan pilar-pilar batas wilayah RI-RDTL Pelaksanaan Survei Personil pelaksanaaninventarisasi dan identifikasi pilar batas darat negara RI- RDTL terdiri dari Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Luar Negeri, Kementrian Pertahanan, Mabes TNI, Bakosurtanal, Dittop TNI-ADdan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur, ITB, dan pakar yang terkait. Pelaksanaan survei ini dilaksanakan setelah survei dan identifikasi awal, dan menggunakan panduan data dari hasil survei dan identifikasi awal. Struktur organisasi pelaksanaan survei untuk fasilitasi survei identifikasi sebagaimana yang telah dibuat oleh Badan Nasional Pengelola Perbataasan adalah sebagai berikut : 31

11 Pengguna Anggaran Kuasa Pengguna Anggaran Pejabat Pembuat Komiten Pejabat SPM Gugus Kerja Penanggung Jawab Kegiatan Bendaharawan Pengeluaran Satker Tim Penguji Koordinator Kegiatan Ketua Tim Survei IM RI-RDTL Tim Survei Daerah Tim Survei Pusat Gambar 3.2 Struktur Organisasi Pelaksanaan Survei [BNPP, 2010] Inventarisasi pilar-pilar batas darat terkait dengan pengadaan terhadap data-data kewilayahan.inventarisasi data-data tentang pilar-pilar batas dapat menjelaskan dan menunjukkan titik-titik tapal batas, serta area wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan inventarisasi pilar batas RI- RDTL antara lain : 1. Persoalan-persoalan yang terkait dengan wilayah perbatasan, misalnya adalah pelanggaran wilayah, penyelundupan, perompakan, dan lain-lain. 2. Pemanfaatan sumber daya alam, terutama minyak bumi dan gas. 3. Data ekonomi, sosial, dan budaya di kawasan perbatasan. 4. Data pendukung lainnya. 32

12 Data-data yang terkait dengan hal-hal tersebut di atas berupa peta perbatasan, dan data sebaran titik-titik pilar batas yang dibangun pada tapal batas RI-RDTL, selain itu juga termasuk data-data jenis tugu dan jumlah tugu yang telah dibangun. Dari data-data ini, akan direncanakan survei identifikasi terhadap pilarpilar batas tersebut. Perencanaan ini terkait erat dengan strategi survei yang akan dilaksanakan, dan estimasi waktu survei yang dibutuhkan. Identifikasi pilar-pilar batas adalah melakukan pemeriksaan pilar-pilar batas dengan mendatangi secara langsung pilar-pilar batas di lapangan yang telah dibangun sebanyak 103 pilar sesuai pada data yang telah didapat sebelumnya.rencana estimasi waktu yang dibutuhkan untuk memeriksa semua pilar tersebut adalah 40 hari kerja. Dalam melaksanakan proses pemeriksaan pilar-pilar di lapangan, tim survei dibantu oleh tentara Satgas PamTas dan penduduk setempat sebagai pendamping. Adapun kegiatan-kegiatan dalam survei identifikasi pilar batas antara lain : 1. Perbaikan pilar batas hingga memenuhi ukuran dan bentuk semula. 2. Mengecat pilar batas sesuai dengan warna semula. 3. Pembersihan lokasi pilar hingga radius 20 meter. 4. Mengukur posisi titik pilar dengan GPS navigasi (tipe handheld). 5. Memotret pilar batas dari lima arah (utara, selatan, timur, barat, dan atas). 6. Pembuatan sketsa dan deskripsi pilar. Perbaikan pilar dilakukan jika ada kerusakan terhadap bentuk fisik pilar, misalkan jika ada kerusakan pada sisi pilar yang sumbing, atau bentuk fisik pilar yang tidak sesuai maka akan dilakukan perbaikan dengan menggunakan campuran semen dan pasir. Jika ada pilar yang rusak berat, misalkan hancur total, maka tidak dibenarkan untuk melakukan perbaikan atau membangun kembali pilar tersebut, karena akan mengubah posisi pilar tersebut. Jika ada pilar yang hancur total, maka pembangunan kembali harus diukur dan dibangun secara bersama oleh wakil dari kedua negara. 33

13 Setelah dilakukan perbaikan terhadap pilar, maka dilakukan pengecatan pilar sesuai dengan warna semula dan pembersihan terhadap pilar.pembersihan lokasi pilar ditekankan untuk menjaga keapikan pilar dari semak-semak yang mengganggu visualisasi pilar. Pembersihan lokasi pilar dilakukan dengan cara membersihkan semak-semak yang tumbuh disekitar pilar dengan alat berupa sabit dan cangkul untuk membersihkan semak-semak hingga sampai ke akarnya. Pengukuran posisi dengan GPS navigasi handheld dilakukan untuk mendapatkan nilai posisi dan data tracking dari pilar-pilar yang telah didatangi.nilai posisi ini tidak dapat digunakan sebagai posisi absolut pilar-pilar batas darat, karena ketelitian posisi dari GPS navigasi handheld sangat kecil. Pemotretan pilar batas dari lima arah (view) dilakukan sebelum dan sesudah perbaikan pilar, pengecatan ulang pilar, danpembersihan lokasi di sekitar pilar. Pemotretean pilar sebelum dan sesudah perbaikan pilar ini dimaksudkan untuk memberikan bukti bahwa pilar-pilar tersebut benar-benar telah diperbaiki, dibersihkan, dan dicat ulang. Pemotretan pilar disertai dengan nama/nomor pilar dan penanda arah yang tertulis pada papan berukuran 30x23 cm. Penulisan nama/nomor pilar dan penanda arah harus jelas agar tampak pada foto. Contoh foto pilar sebelum dan sesudah tampak pada gambar 3.3 dan 3.4berikut : Gambar 3.3 Pilar T (Sebelum) Gambar 3.4 Pilar T (Sesudah) 34

14 Dalam kegiatan survei ini, ditemukan beberapa titik pilar yang hancur total.menurut informasi dari TNI PamTas dan penduduk setempat bahwa pilar tersebut dihancurkan oleh manusia, hancur karena abrasi oleh aliran sungai, dan atau karena longsoran tanah.untuk pilar yang hancur total, demarkasi dan pembangunan ulang harus diukur dan dilaksanakan secara bersama-sama antara kedua negara, dalam hal ini adalah negara Republik Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste. Contoh pilar yang hancur total dapat dilihat pada gambar 3.5 berikut ini : Gambar 3.5 Pilar Hancur Total Selain itu, terdapat beberapa pilar yang mempunyai spesifikasi bentuk bras tablet yang berbeda. Perbedaan bentuk bras tablet ini secara spesifik dibedakan dari kenampakan penanda batas. Pada penanda batas alami misalnya adalah sungai, pilar batas terdapat di sebelah kanan dan kiri sungai dengan bras tablet lambang bendera kedua negara terdapat pada salah satu sisi pilar saja, dan garis batas terletak di antara kedua pilar tersebut. Contoh pilar yang berada pada tepi sungai tampak pada gambar 3.6 sebagai berikut : 35

15 Gambar 3.6 Pilar Batas Pada Batas Alami (Sungai) Untuk pilar yang berada di daerah perbukitan, lambang bendera kedua negara berada pada sisi depan dan sisi belakang pilar. Garis batas pada daerah perbukitan adalah garis yang menghubungkan antar pilar-pilar tersebut. Gambar 3.7 Pilar Batas Pada Punggungan Bukit 36

16 Deskripsi dan spesifikasi garis batas pada penanda batas alami dan daerah perbukitan dapat dilihat pada gambar 3.8 dan 3.9berikut : Gambar 3.8 Garis Batas Pada Sungai Gambar 3.9 Garis Batas Pada Daerah Perbukitan Pembuatan sketsa lapangan penting dilakukan, sketsa harus dibuat secara baik, jelas, memiliki orientasi arah, dan terdapat patokan lokasi secara khusus agar sketsa lokasi pilar mudah dimengerti dan mudah dibaca. Pembuatan sketsa dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi situasi daerah di sepanjang perbatasan yang memuat data tinggi dan letak patok batas dan situasi medan. 37

17 Sebagai contoh, ilustrasi sketsa lokasi pilar dapat dilihat pada gambar 3.10 sebagai berikut : Gambar 3.10 Contoh Sketsa Titik T Dari contoh sketsa dapat dilihat keterangan bahwa dari garis-garis konturnya, titik T terletak di puncak bukit, dan cukup dekat dengan pos PamTas di desa Lookeu. Disamping pembuatan sketsa, juga dilakukan perekaman data tracking dengan menggunakan alat berupa GPS navigasi handheld.rekaman data tracking dari GPS navigasi handheldini digunakan sebagai deskripsi akses jalan terdekat dari pos pengaman perbatasan untuk menuju ke lokasi pilar-pilar batas.rekaman datatracking juga menunjukkan semua titik-titik yang telah disurvei dan dapat dijadikan sebagai laporan kegiatan pelaksanaan survei identifikasi. Contoh rekaman data tracking dapat dilihat pada gambar 3.11 sebagai berikut : 38

18 Gambar 3.11 Contoh Rekaman Data Tracking GPS Hasil Survei Inventarisasi dan Identifikasi Pilar Batas RI-RDTL Hasil kegiatan survei inventarisasi dan identifikasi pilar-pilar batas RI-RDTL antara lain : 1. Koordinat pilar-pilar batas yang diukur dengan GPS navigasi handheld (Terlampir pada lampiran). 2. Foto dokumentasi pilar-pilar batas sebelum dan sesudah diperbaiki. 3. Deskripsi pilar batas. 4. Peta lokasi pilar batas. 5. Dokumen hasil inventarisasi data wilayah sekitar pilar batas. 6. Peta sebaran titik-titik pilar batas darat dari hasil tracking GPS navigasi handheld. Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi pilar-pilar batas RI-RDTL dihadapkan pada kondisi lapangan yang sulit karena wilayah batas negara terletak di kawasan terpencil dan kondisi geografis yang sulit dijangkau.meskipun dengan berbagai 39

19 tantangan yang berat, batas wilayah negara tetap harus dipantau secara langsung demi menjaga dan memelihara keamanan perbatasan serta kedaulatan NKRI. 3.4 Pertimbangan-Pertimbangan Kegiatan Survei Identification, Refixation, and Maintenance (IRM) Kegiatan survei IRM hendaknya dilakukan secara rutin dan konsisten, tetapi mengingat besarnya dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan survei IRM, maka perlu adanya pertimbangan mengenai kondisi pilar-pilar batas yang mengharuskan dilaksanakannya survei IRM. Mengingat tujuan survei IRM adalah melakukan penelitian ulang, pemeliharaan, perbaikan, dan penanaman kembali pilar-pilar batas yang rusak, tergeser atau bergeser, maupun pilar-pilar yang hilang. Adapun pertimbangan-pertimbangan dilaksanakannya survei IRM antara lain : 1. Pertimbangan konstruksi pilar, ketahanan cat, dan lokasi pilar 2. Pertimbangan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi yang dapat menggeser posisi pilar, merusak pilar, dan menghancurkan pilar, seperti faktor alami/bencana alam dan faktor manusia Pertimbangan Konstruksi Pilar, Ketahanan Cat, dan Lokasi Pilar Faktor ini menjadi pertimbangan utama dilaksanakannya survei IRM.Ketahanan konstruksi pilar harusnya diperhitungkan pada saat pembuatan dan penanaman pilar.model konstruksi beton pilar harus didesain sebaik mungkin agar mampu bertahan lama dan kuat.kedalaman penanaman pilar juga harus direncanakan sebaik mungkin sehingga pilar tidak mudah roboh. Contoh desain konstruksi dan dimensi pilar dapat dilihat pada gambar 3.12 sebagai berikut : 40

20 Gambar 3.12 Contoh Desain Konstruksi dan Dimensi Pilar Disamping itu, ketahanan cat juga harus diperhitungkan.ketahanan cat menjadi pertimbangan utama karena warna pilar harus tetap mencolok dan terlihat jelas, karena pilar digunakan sebagai batas yang harus terlihat dengan jelas dan secara deskriptif mudah dikenali sebagai pilar tanda batas darat antar negara.pemilihan cat dengan ketahanan warna yang lebih lama adalah solusi untuk mengatasi cepat pudarnya warna pilar. Selain itu, faktor lokasi pilar juga menjadi pertimbangan yang utama.rencana lokasi penanaman pilar harus memiliki akses dengan jalan yang baik, agar mudah dijangkau, mudah diawasi, dirawat, dan dibersihkan dari rumput dan ilalang yang tumbuh disekitar pilar. 41

21 Gambar 3.13 Pembersihan Lokasi Sekitar Pilar Disamping itu, pembuatan pos pengaman perbatasan juga harus mempunyai akses yang mudah untuk menuju ke kawasan perbatasan dalam rangka patroli rutin pengamanan perbatasan. Gambar 3.14 Pos PamTas Fatubesi Atas 42

22 3.4.2 Pertimbangan Faktor Alami, Bencana Alam, dan Faktor Manusia Faktor alami seperti longsor atau abrasi tanah oleh air hujan secara terus-menerus dan bencana alam seperti gempa bumi dapat mengakibatkan bergesernya posisi pilar batas ataupun dapat menghancurkan pilar tersebut, maka harus sesegera mungkin dilakukan survei identifikasi pilar batas untuk mengetahui berapa besar perubahan posisinya dan seberapa parah kerusakannya. Jika pilar bergeser ke arah wilayah Republik Indonesia, maka akan menjadi suatu kerugian terhadap luas wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Solusinya adalah melakukan pengukuran kembali dan membangun kembali pilar-pilar pada titik yang telah disepakati sebelumnya yang dilakukan bersama-sama oleh wakil dari kedua negara, yakni Republik Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste. Selain faktor alam yang dapat merusak, menghancurkan, dan menggeser posisi pilar perbatasan, ada juga faktor karena ulah manusia, yaitu berusaha merusak pilar-pilar yang menjadi batas negara. Penduduk sekitar perbatasan menganggap bahwa jika ada pilar batas, maka mobilisasi mereka untuk mencari makanan, berburu, mencari kayu bakar, dan hasil-hasil alam lainnya akan terbatas, sehingga mereka berusaha merusak pilar-pilar perbatasan agar mobilisasi mereka di sekitar perbatasan menjadi leluasa. Selain itu, penduduk sekitar juga banyak yang ingin berusaha mencuri lempengan bras tablet yang terbuat dari logam tembaga. 43

BAB I PENDAHULUAN. Setelah selama dua puluh empat tahun menjadi bagian dari wilayah kedaulatan NKRI,

BAB I PENDAHULUAN. Setelah selama dua puluh empat tahun menjadi bagian dari wilayah kedaulatan NKRI, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah selama dua puluh empat tahun menjadi bagian dari wilayah kedaulatan NKRI, wilayah Timor Leste akhirnya memilih berpisah dan menyatakan merdeka pada tahun

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG KAJIAN TENTANG INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI PILAR BATAS YANG TELAH TERBANGUN PADA TAPAL BATAS NEGARA REPUBLIK INDONESIA (R.I) DENGAN NEGARA REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE (R.D.T.L) TUGAS AKHIR Karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbatasan sebuah negara (state s border) dapat dipandang dalam konsep batas negara sebagai sebuah ruang geografis (geographical space) dan sebagai ruang sosial-budaya

Lebih terperinci

BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, pekerjaan penetapan dan penegasan batas daerah di laut akan mencakup dua kegiatan

Lebih terperinci

Survei Batas Negara, Butuh Lebih dari Sekedar Surveyor. Andriyana Lailissaum, ST Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Informasi Geospasial

Survei Batas Negara, Butuh Lebih dari Sekedar Surveyor. Andriyana Lailissaum, ST Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Informasi Geospasial Survei Batas Negara, Butuh Lebih dari Sekedar Surveyor Andriyana Lailissaum, ST Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Informasi Geospasial Pada bulan Mei 2014 yang lalu, Pusat Pemetaan Batas Wilayah (PPBW)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Timor-Timur atau yang sekarang lebih dikenal dengan Republica. Democratica de Timor-Leste yang selanjutnya disebut RDTL sebelumnya

BAB I PENDAHULUAN. Timor-Timur atau yang sekarang lebih dikenal dengan Republica. Democratica de Timor-Leste yang selanjutnya disebut RDTL sebelumnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Timor-Timur atau yang sekarang lebih dikenal dengan Republica Democratica de Timor-Leste yang selanjutnya disebut RDTL sebelumnya merupakan bagian dari Negara Kesatuan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb No.580, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengamanan Perbatasan. Pengerahan Tentara Nasional Indonesia. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGERAHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 44/Menhut-II/2012 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 44/Menhut-II/2012 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 44/Menhut-II/2012 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1242, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Pengukuhan. Standar. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 44/Menhut-II/2012 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1050, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Batas Areal Kerja. KPH. KJDTK. Penataan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.43/Menhut-II/2013 TENTANG

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA. Muthia Septarina. Abstrak

SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA. Muthia Septarina. Abstrak SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA Muthia Septarina Abstrak Sengketa perbatasan antar negara merupakan suatu ancaman yang konstan bagi keamanan dan perdamaian bukan hanya secara nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN AUDIT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom No.1513, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Audit Tata Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1252, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Wilayah Batas Daerah. Penegasan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Papan nama sungai ICS 93.140 Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 18 menetapkan bahwa wilayah daerah provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.43/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.43/Menhut-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.43/Menhut-II/2013 TENTANG PENATAAN BATAS AREAL KERJA IZIN PEMANFAATAN HUTAN, PERSETUJUAN PRINSIP PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN, PERSETUJUAN PRINSIP PELEPASAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN)

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN) LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN) 1 2 3 4 5 1. INDONESIA MALAYSIA. Garis batas laut dan 1. Departemen Pertahanan (Action - Anggaran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1298, 2014 KEMENAKERTRANS. Hak Atas Tanah. Transmigran. Pengurusan. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGURUSAN

Lebih terperinci

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan. Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan www.arissubagiyo.com Latar belakang Kekayaan alam yang melimpah untuk kesejahterakan rakyat. Pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan peraturan serta untuk

Lebih terperinci

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 SKOUW WUTUNG. A. Sejarah

BAB 1 SKOUW WUTUNG. A. Sejarah BAB 1 SKOUW WUTUNG Peta Pulau Papua A. Sejarah Provinsi Papua dulunya mencakup seluruh Pulau Papua bagian barat. Pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 32/Kpts-II/2001 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 32/Kpts-II/2001 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 32/Kpts-II/2001 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA BARAT NOMOR : ^0 - TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA BARAT NOMOR : ^0 - TAHUN 2015 TENTANG ./ BUPATIMALUKU TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA BARAT NOMOR : ^0 - TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PARTISIPATIF PILAR TITIK REFERENSI (TR) PADA PULAU-PULAU KECIL TERLUAR (PPKT) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L No.1163, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPP. PTR. Pengelolaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN PILAR TITIK REFERENSI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2011, No Mengingat Pengukuran dan Penataan Batas Areal Kerja Hak Pengusahaan di Bidang Kehutanan perlu disesuaikan dengan ketentuan perundang-un

2011, No Mengingat Pengukuran dan Penataan Batas Areal Kerja Hak Pengusahaan di Bidang Kehutanan perlu disesuaikan dengan ketentuan perundang-un BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.192. 2011 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Batas Areal Kerja. Izin Pemanfaatan Hutan. Penataan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 19/Menhut-II/2011 TENTANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2009 TENTANG WILAYAH KERJA DAN WILAYAH PENGOPERASIAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PRIGI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) Abstrak Daerah (propinsi, kabupaten, dan kota) mempunyai wewenang yang relatif

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 399/Kpts-II/1990 TENTANG PEDOMAN PENGUKUHAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 399/Kpts-II/1990 TENTANG PEDOMAN PENGUKUHAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 399/Kpts-II/1990 TENTANG PEDOMAN PENGUKUHAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.12/MEN/2009 TENTANG WILAYAH KERJA DAN WILAYAH PENGOPERASIAN PELABUHAN PERIKANAN PANTAI SUNGAILIAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.08/MEN/2009 TENTANG WILAYAH KERJA DAN WILAYAH PENGOPERASIAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PEKALONGAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Bab III KAJIAN TEKNIS

Bab III KAJIAN TEKNIS Bab III KAJIAN TEKNIS 3.1 Persiapan Penelitian diawali dengan melaksanakan studi literatur. Studi literatur dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan: a. Konsep batas daerah b. Perundang-undangan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1996 TENTANG PENGUKURAN DAN PEMETAAN UNTUK PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lintang Selatan dan Bujur Timur merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Lintang Selatan dan Bujur Timur merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terletak di selatan katulistiwa pada posisi 8 0 12 0 Lintang Selatan dan 118 0 125 0 Bujur Timur merupakan salah satu propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan United Nations Missions In east Timor (UNAMET). Kemudian

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan United Nations Missions In east Timor (UNAMET). Kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemlihan Judul Timor-Timur lepas dari Negara Kedaulatan Republik Indonesia dan secara resmi menjadi negara sendiri yakni Negara Republik Demokratik TimorLeste (RDTL) setelah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

PERANAN STRATEGIS PETADALAM PENETAPAN BATAS WILAYAH DESA

PERANAN STRATEGIS PETADALAM PENETAPAN BATAS WILAYAH DESA PERANAN STRATEGIS PETADALAM PENETAPAN BATAS WILAYAH DESA Antara lain membahas: Peta dan Batas Wilayah Batas Wilayah Desa Karakteristik Peta Jenis-jenis Peta Batas Wilayah Peran Strategis Peta dan Batas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting

Lebih terperinci

xvii MARITIM-YL DAFTAR ISI

xvii MARITIM-YL DAFTAR ISI xvii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... vii SAMBUTAN... x UCAPAN TERIMA KASIH... xiii DAFTAR ISI... xvii DAFTAR GAMBAR... xxii BAB 1 DELIMITASI BATAS MARITIM: SEBUAH PENGANTAR... 1 BAB 2 MENGENAL DELIMITASI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2010 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Tunjangan Operasi Pengamanan. Petugas. Pulau Kecil. Terluar.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2010 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Tunjangan Operasi Pengamanan. Petugas. Pulau Kecil. Terluar. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2010 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Tunjangan Operasi Pengamanan. Petugas. Pulau Kecil. Terluar. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGURUSAN HAK ATAS TANAH TRANSMIGRAN

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGURUSAN HAK ATAS TANAH TRANSMIGRAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGURUSAN HAK ATAS TANAH TRANSMIGRAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN BARAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Pekerjaan Persiapan dan pengumpulan Data 3.1.1 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan yang harus dipersiapkan guna memperlancar jalannya pelaksanaan pekerjaan Perencanaan Teknis dan

Lebih terperinci

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Edisi : I Tahun 2003 KERJASAMA ANTARA DEPARTEMEN DALAM NEGERI DENGAN BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAAN NASIONAL Cibogo, April 2003 MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Oleh:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.403, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHAN. Pengamanan. Wilayah Perbatasan. Kebijakan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGAMANAN WILAYAH

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.10/MEN/2009 TENTANG WILAYAH KERJA DAN WILAYAH PENGOPERASIAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIKUM NAVIGASI DARAT

PANDUAN PRAKTIKUM NAVIGASI DARAT PANDUAN PRAKTIKUM NAVIGASI DARAT Disampaikan Pada Acara Kunjungan Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) I Bandung Ke Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia Pada Hari Sabtu Tanggal 5 Juli

Lebih terperinci

BAB II DATA PROYEK DATA UMUM PROYEK

BAB II DATA PROYEK DATA UMUM PROYEK BAB II DATA PROYEK 2.1 DATA UMUM PROYEK Pembangunan Pumping Station Island 2A Pantai Indah Kapuk di Kapuk Muara Jakarta Utara adalah merupakan rancangan penanggulangan banjir yang berfungsi memindahkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 19/Menhut-II/2011 TENTANG PENATAAN BATAS AREAL KERJA IZIN PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 19/Menhut-II/2011 TENTANG PENATAAN BATAS AREAL KERJA IZIN PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 19/Menhut-II/2011 TENTANG PENATAAN BATAS AREAL KERJA IZIN PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4,

2015, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1585, 2015 KEMEN-ESDM. Izin Usaha Pertambangan. Mineral. Batubara. Wilayah. Pemasangan Tanda Batas. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS Standard Operating Procedures tentang Perundingan Teknis Batas Negara

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS Standard Operating Procedures tentang Perundingan Teknis Batas Negara LAMPIRAN 4 KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL DASAR BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS 2012 Standard Operating Procedures tentang Perundingan Teknis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika Tugas 1 Survei Konstruksi Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB Krisna Andhika - 15109050 TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan bakau / mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut (pesisir). Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan

Lebih terperinci

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),

Lebih terperinci

Rambu evakuasi tsunami

Rambu evakuasi tsunami Standar Nasional Indonesia Rambu evakuasi tsunami ICS 13.200 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: P.50/Menhut-II/2011 P. /Menhut II/2011 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: P.50/Menhut-II/2011 P. /Menhut II/2011 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: P.50/Menhut-II/2011 P. /Menhut II/2011 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 5 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Tetap Badan Nasion

2017, No Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 5 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Tetap Badan Nasion No.1204, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPP. Monumen Kawasan Perbatasan Negara. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG MONUMEN KAWASAN PERBATASAN NEGARA

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLA PERBATASAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA

MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba

2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1038, 2016 KEMENDAGRI. Batas Desa. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 32/Kpts-II/2001. Tentang : Kriteria Dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 32/Kpts-II/2001. Tentang : Kriteria Dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 32/Kpts-II/2001 Tentang : Kriteria Dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Prosedur Permohonan Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah Hasil pengukuran dan pemetaan bidang tanah adalah peta bidang tanah, yang di dalamnya memuat tentang batas, luas

Lebih terperinci

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI Program PPSP 2015

MEMORANDUM PROGRAM SANITASI Program PPSP 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Tolitoli merupakan suatu tahapan antara, yaitu setelah penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Tolitoli (SSK)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.62/Menhut-II/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.62/Menhut-II/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR Menimbang : Mengingat : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.62/Menhut-II/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.44/MENHUT-II/2012 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN

Lebih terperinci

BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA. Hasanuddin Z. Abidin

BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA. Hasanuddin Z. Abidin BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA Hasanuddin Z. Abidin Jurusan Teknik Geodesi, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 e-mail : hzabidin@gd.itb.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Timor Leste atau Timor Timur (sebelum merdeka) yang bernama resmi Republik

BAB I PENDAHULUAN. Timor Leste atau Timor Timur (sebelum merdeka) yang bernama resmi Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timor Leste atau Timor Timur (sebelum merdeka) yang bernama resmi Republik Demokratik de Timor Leste (juga disebut Timor Lorosa e) adalah sebuah negara di Asia

Lebih terperinci

PENGENALAN DAN PENGETAHUAN PEMETAAN

PENGENALAN DAN PENGETAHUAN PEMETAAN PENGENALAN DAN PENGETAHUAN PEMETAAN dalam rangka Bimbingan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Wilayah Dr. Sri Handoyo Cisarua Bogor, 30 Nov s/d 4 Des 2008 * Apa itu PETA? Peta adalah penggambaran kembali

Lebih terperinci

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BNPP NOMOR : 3 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Aksi (Renaksi)

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; PERATURAN BERSAMA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : PER-23/MENIXI/2007 NOMOR : P.52 IVIENHUT-II/2007 TENTANG PELEPASAN KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 32/Menhut -II/2010 TENTANG TUKAR MENUKAR KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 32/Menhut -II/2010 TENTANG TUKAR MENUKAR KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 32/Menhut -II/2010 TENTANG TUKAR MENUKAR KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.11/MEN/2009 TENTANG WILAYAH KERJA DAN WILAYAH PENGOPERASIAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH 2.1 Dasar Hukum Penetapan Batas Laut Daerah Agar pelaksanaan penetapan batas laut berhasil dilakukan dengan baik, maka kegiatan tersebut harus mengacu kepada peraturan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komputer dalam suatu pekerjaan. Teknologi komputer sangat membantu user dalam

BAB I PENDAHULUAN. komputer dalam suatu pekerjaan. Teknologi komputer sangat membantu user dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada jaman moderen ini dunia teknologi berperan sangat penting di bidang komputer dalam suatu pekerjaan. Teknologi komputer sangat membantu user dalam melakukan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Pemerintah pusat memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk dapat mengelola daerahnya masing masing setelah dikeluarkannya UU No. 22 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pengelolaan sumber daya air adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pengelolaan sumber daya air adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Menurut Peraturan Pemerinah Republik Indonesia No.38 Tahun 2011, Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.376, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Tukar Menukar.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.376, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Tukar Menukar. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.376, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Tukar Menukar. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 32 /Menhut -II/2010 TENTANG TUKAR MENUKAR KAWASAN

Lebih terperinci