PEMBUKTIAN TIDAK SEDERHANA TERHADAP KEADAAN MEMAKSA DALAM PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT. ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 13 PK/N/2002 )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUKTIAN TIDAK SEDERHANA TERHADAP KEADAAN MEMAKSA DALAM PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT. ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 13 PK/N/2002 )"

Transkripsi

1 PEMBUKTIAN TIDAK SEDERHANA TERHADAP KEADAAN MEMAKSA DALAM PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 13 PK/N/2002 ) STUDI KASUS HUKUM Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana ( Strata-1 ) pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Oleh : HAEDAR RAHMAN No. Mahasiswa : Program Studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2010

2 A. Latar Belakang Pemilihan Kasus Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang kepailitan mengatakan salah satu dari syarat perusahaan dapat diajukan pailit adalah adanya utang, yakni utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. 1 Begitu juga dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mensyaratkan adanya utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih. Syarat adanya utang yang jatuh waktu dan dapat ditagih adalah syarat kumulatif meskipun terdapat kata dapat ditagih hal ini tetap diartikan bahwa setiapa utang yang jatuh tempo memberikan hak kepada kreditor untuk menagih kepada debitor. Namun demikian, keberadaan kata dapat membutuhkan pembuktian lebih lanjut bahwa kewajiban debitor benar-benar telah sampai pada saatnya untuk ditagih oleh kreditor. 2 Seorang debitor yang digugat di depan hakim karena ia telah dikatakan melalaikan kewajibannya, dapat membela dirinya untuk menghindarkan dirinya dari penghukuman yang merugikan dengan mengajukan keadaankeadaan di luar kekuasaannya yang memaksanya hingga ia tidak dapat menepati perjanjian (overmacht). Pembelaan ini bermaksud agar ia tidak dipersalahkan tentang tidak ditepatinya perjanjian itu. 3 Untuk dapat dikatakan suatu keadaan memaksa (overmacht atau force majeur), selain keadaan itu, di luar kekuasaannya si berutang dan memaksa 1 Selanjutnya ditulis Undang-Undang Nomor 4 Tahun Undang-Undang ini diganti dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, selanjutnya ditulis Undang-Undang Nomor 37 Tahun pada 18 Oktober 2004, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Siti Anisah, Inkonsistensi Putusan-Putusan Pengadilan terhadap Dalil Keadaan Memaksa yang Diajukan oleh Debitor, Laporan Hasil Penelitian Individual. FH, UII, Yogyakarta, hlm Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Ctk Ketigapuluh Satu, Intermasa, Jakarta, 2003, hlm

3 keadaan yang telah timbul itu juga harus berupa suatu keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu perjanjian itu dibuat, setidak-tidaknya tidak dipikul resikonya oleh siberutang. Jika siberutang berhasil dalam membuktikan adanya keadaan yang demikian itu, tuntutan si berpiutang akan ditolak oleh hakim dan siberutang akan luput dari penghukuman, baik yang berupa penghukuman untuk memenuhi perjanjian, maupun penghukuman untuk membayar penggantian kerugian. 4 Dalam kasus PT Bank Niaga, Tbk, v. PT Barito Pacific Timber, Tbk., dimana PT Barito Pacific Timber, Tbk., sebagai debitor melakukan pembelaan terhadap permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh PT Bank Niaga, Tbk, karena utang yang dimiliki debitor telah jatuh tempo tetapi tidak dapat ditagih, karena keadaan memaksa (force majeur). Pada mulanya PT Barito Pacific Timber, Tbk sebagai debitor mengajukan pembelaan keadaan memaksa yang menimpanya yaitu berupa gempa bumi di pulau mangole (Maluku) pada tanggal 29 November Akibat gempa bumi tersebut menyebabkan hancurnya pabrik-pabrik milik PT Barito Pacific Timber, Tbk. dalam perkara ini Majelis Hakim berpendapat pembelaan PT Barito Pacific Timber, Tbk hanyalah bukti awal dan perlu dibuktikan lagi seberapa jauh dampak akibat kejadian keadaan memaksa tersebut dapat mempengaruhi kemampuan membayar PT Barito Pacific Timber, Tbk kepada PT Bank Niaga, Tbk, sehingga membutuhkan pembuktian yang tidak 4 Ibid., hlm 150 2

4 sederhana dan penyelesainnya harus melalui proses perdata biasa di Peradilan Umum. Hal yang menarik dari kasus ini adalah pada tingkat kasasi, dimana salah satu hakim Mahkamah Agung memberikan pendapat yang berbeda (dissenting opinion), dan dua anggota Majelis sependapat dengan putusan Penagdilan Niaga, yaitu menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh PT Bank Niaga Tbk. satu anggota Majelis yang berbeda pendapat menyatakan menerima permohonan kasasi, karena PT Barito Pacific Timber, Tbk tidak membantah bukti-bukti dipersidangan. Dengan demikian, PT Barito Pacific Timber, Tbk terbukti memiliki utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih, serta terdapat dua tau lebih kreditor, sebagai syarat untuk dapat dinyatakan pailit. Kemudian Majlis Hakim Peninjauan Kembali menyatakan menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh PT Bank Niaga, Tbk., sehingga PT Barito Pacific Timber Tbk tidak pailit. Berdasarkan kasus di atas, maka dapat dikatakan bahwa di Mahkamah Agung terdapat perbedaan pendapat dalam melihat suatu peristiwa hukum tertentu. Hakim Mahkamah Agung tidak memiliki kesamaan pendapat dalam melihat dan mempertimbangkan keadaan memaksa objektif karena keadaan memaksa yang bersifat objektif itu telah berhenti sekitar Tahun 1999 s/d Sedangkan gempa bumi di mangole ( Maluku Utara ), salah satu anak perusahaan PT Barito Pacific Timber Tbk. Telah terbukti merupakan keadaan memaksa yang bersifat objektif dan telah berhenti sekitar tahun , jauh sebelum permohonan pailit diajukan dan terdaftar di kepaniteraan 3

5 Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta pusat tanggal 29 Januari Dalam kasus PT Bank Niaga Tbk, v. PT Barito Pacific Timber Tbk, Majelis Hakim menyatakan utang debitor belum jatuh tempo dan tidak dapat ditagih, karena perlu pembuktian dipengadilan negeri terhadap dampak akibat adanya keadaan memaksa (force majeur). Untuk itu penulis akan mencoba menganalisis masalah tersebut dalam tugas akhir ini. B. Para Pihak Para pihak yang terlibat dalam permohonan pernyataan pailit PT Barito Pacific Timber, Tbk ini terdiri dari : 1. Para pihak yang berperkara Dalam kasus ini yang menjadi para pihak adalah : a. PT Bank Niaga, Tbk sebagai pemohon pailit beralamat di Graha Niaga Lt. 7, Jl. Jend. Sudirman Jakarta selatan. Dalam hal ini memberi kuasa kepada Achmad Muiszudin, SH. MH, dan K.A. Syukri, SH. Keduanya advokat yang beralamat di Jalan Tebet Timur Dalam Raya Nomor 17, Jakarta selatan, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 24 April b. PT Barito Pacific Timber Tbk, sebagai termohon pailit beralamat di Wisma Barito Pacific Tbk Lt. 9 Tower B, Jl. Letjen. S. Parman Kav jakarta Dalam hal ini memberi kuasa kepada Hotman Paris Hutapea, SH dan Marx Andryan, SH., MM., beralamat di Summitmas Tower 18 th floor, Jl. Jend. Sudirman Kav , Jakarta 12069, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 6 Mei

6 2. Pengadilan yang mengadili a. Sidang pada tingkat pertama mengenai permohonan pernyataan pailit diperiksa dan diadili oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pada sidang tingkat pertama hakim yang memeriksa dan mengadili, yaitu : 1) Tjahjono, SH, sebagai Ketua Majelis Hakim 2) Erwin Mangatas Malau, SH, sebagai Hakim anggota 3) Sirande Palayukan, SH, sebagai Hakim anggota b. Sidang pada tingkat kasasi diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pada sidang permohonan kasasi hakim yang memeriksa dan mengadili, yaitu : 1) H. Toton Suprapto, SH, sebagai Ketua Majelis Hakim 2) M. Said Harahap, SH, sebagai Hakim anggota 3) H. Tjung Abdul Mutallib, SH, sebagai Hakim anggota c. Sidang pada tingkat Peninjauan Kembali diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pada sidang permohonan peninjauan kembali hakim yang memeriksa dan mengadili, yaitu : 1) H. Taufiq, SH. MH, sebagai Ketua Majelis Hakim 2) Ny. Marianna Sutadi, SH, sebagai Hakim anggota 3) H. Soeharto, SH, sebagai Hakim anggota. 5

7 3. Tanggal putusan a. Sidang pada tingkat pertama diputus pada hari Rabu, tanggal 29 Februari b. Sidang permohonan kasasi diputus pada hari Kamis, tanggal 4 April c. Sidang permohonan peninjauan kembali diputus pada hari Kamis, tanggal 30 Mei C. Posisi Kasus PT Barito Pacific Timber, Tbk. Pada Tanggal 10 Juli 1997 telah menerbitkan obligasi atas unjuk, 5 dengan nilai nominal Rp ,- (empat ratus milyar rupiah) dengan nama obligasi PT Barito Pacific Timber, Tbk. I tahun 1997 dengan tingkat bunga tetap. Atas penerbitan obligasi tersebut debitor membuat dan menandatangani perjanjian perwalianamanat dan perubahannya yang dibuat dalam Akta No. 75 Tanggal 15 Mei 1997, dan Akta No Juli 1997 dihadapan kristianto, SH, Notaris di Jkarta, dalam Akta tersebut PT Barito Pacific Timber, Tbk telah menunjuk PT Bank Niaga, Tbk sebagai Wali Amanat dan Akta pengakuan utang pada 15 Mei 1997, yang mengakui utangnya kepada para pemegang obligasi. 5 Obligasi atas unjuk (bearer bond), adalah suatu jenis obligasi dimana pemegangnya dianggap sebagai pemilik obligasi tersebut, dan penerbit tidak mendaftar nama-nama pemilik, dan bunga dibayar berdasarkan kupon. Lihat Johar Arifin, Kamus Istilah Pasar Modal, Akutansi, Keuangan, dan Perbankan, Elex Media Komputindo, Jakarta, 1999, hal

8 Pengakuan utang ini dilakukan oleh PT Barito Pacific Timber, Tbk kepada PT Bank Niaga, Tbk yang bertindak untuk dan atas nama pemegang obligasi. Pada saat kupon bunga obligasi ketujuh jatuh tempo pada 10 Januari 2001, PT Barito Pacific Timber, Tbk tidak dapat memenuhi kewajibannya. Atas keterlambatan ini diadakan beberapa kali rapat umum pemegang obligasi, namun PT Barito Pacific Timber, Tbk tetap tidak dapat memenuhi kewajibannya. Selanjutnya PT. Bank Niaga, Tbk mengajukan pernyataan permohonan pailit. Terhadap permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh PT Bank Niaga, Tbk. Pada Tanggal 29 Januari 2002 di kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta pusat. PT Barito Pacific Timber, Tbk mengajukan pembuktian adanya keadaan memaksa (force majeur) yang menimpanya, yaitu berupa gempa bumi di pulau mangole (Maluku utara) pada 29 November 1998, yang mengakibatkan hancurnya pabrik-pabrik milik debitor. Meskipun PT Barito Pacific Timber, Tbk. Dapat membuktikan adanya keadaan memaksa yang menimpanya yaitu berupa gempa bumi di pulau mangole (Maluku) pada 29 November 1998 yang mengakibatkan hancurnya pabrik-pabrik milik debitor, namun Majelis Hakim berpendapat bahwa hal itu hanyalah bukti awal dan perlu dibuktikan lagi seberapa jauh dampak akibat kejadian keadaan memaksa tersebut dapat mempengaruhi kemampuan membayar debitor kepada kreditor, sehingga membutuhkan pembuktian yang tidak sederhana 7

9 dan harus melalui proses perdata biasa di Pengadilan Umum. Oleh karena itu permohonan pernyataan pailit ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. 6 Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi membenarkan pertimbangan hukum hakim Pengadilan Niaga yang menyatakan pembuktian keadaan memaksa (force majeur) tidak sumir (sederhana). Namun satu hakim Mahkamah Agung berbeda pendapat dengan menyatakan bahwa Pengadilan Niaga telah lalai memenuhi syarat yang diwajibkan peraturan perundangundangan yang mengancam batalnya putusan yakni kurang lengkap memberikan pertimbangan hukum, karena sengketa hukum tentang perjanjian menjadi gugur atau masih terkait sangat erat dengan gempa bumi di mangole, Maluku utara pada 29 November 1998 yang bersifat absolut (mutlak). Menurut pendapat satu Hakim Agung ini lebih lanjut, keadaan memaksa tersebut telah disepakati oleh PT Bank Niaga, Tbk. Dan PT Barito Pacific Timber, Tbk. Dalam rapat umum pemegang obligasi 19 Februari 2001 dan 27 Juni 2001, yang disetujui melalui Restrukturisasi obligasi. Gempa bumi dimaluku tersebut merupakan keadaan yang sudah diketahui secara umum, sehingga merupakan suatu keadaan yang penilaian hasil pembuktiannya tidak tunduk keadaan memaksa, dalam hal ini adalah keadaan memaksa relatif, karena keadaan itu telah berhenti sekitar 1999/2000, jauh sebelum pernyataan pailit diajukan dan terdaftar dikepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta pusat pada 29 Januari Karena keadaan memaksa bersifat relatif itulah, maka perjanjian antara PT Bank Niaga, Tbk dan PT Barito Pacific Timber, Tbk. 6 Putusan Pengadilan Niaga Nomor 03/Pailit/2002/PN.Niaga/Jkt.Pst. PT Bank Niaga, v. PT Barito Pacific Timber, Tbk. 8

10 Dianggap masih ada dan masih dapat dituntut pemenuhannya. Dengan tidak dipenuhinya kewajiban PT Barito Pacific Timber, Tbk, membuktikan bahwa PT Barito Pacific Timber Tbk, tidak mempunyai iktikad baik untuk melaksanakan perjanjiannya. Pengadilan Niaga telah melampaui batas wewenangnya, mengingat berdasarkan Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit terpenuhi. Tugas ini merupakan suatu kompetensi afbakening, 7 suatu tugas Pengadilan Niaga yang harus dipenuhi dengan seksama (tidak boleh lebih atau kurang), yang pada Asasnya Pengadilan Niaga tidak boleh mendengarkan saksi-saksi ahli dalam pemeriksaan di persidangan yang tidak berhubungan langsung dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, sehingga pembuktian sederhana dalam Pasal 6 ayat (3) Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1998 menjadi terbelah, rancu, dan kehilangan makna. 8 Mahkamah Agung pada tingkat Peninjauan Kembali mempertimbangkan bahwa keadaan memaksa (force majeur) yang dijadikan pertimbangan hukum oleh judex facti dalam memutus perkara a quo tersebut ternyata hanya bersifat sementara dan telah berhenti pada tahun Berdasarkan dalil-dalil yang telah dikemukakan maka jelas bahwa keadaan memaksa (force majeur) 7 Afbakening adalah membatasi dengan (tanda-tanda). Lihat S. Wojo Wasito, Kamus Umum Belanda Indonesia, Ichtiar Baru Van Hoeven, Jakarta, 1995, hal Putusan Mahkamah Agung. pada tingkat Kasasi Nomor 09/K/N/2002, PT Bank Niaga, Tbk, v. PT Barito Pacific Timber, Tbk. 9

11 yang dijadikan pertimbangan hukum oleh judex facti dalam memutus perkara bukan keadaan memaksa absolut hanya keadaan memaksa relatif. Oleh karena keadaan memaksa (force majeur) yang menimpa PT Mangole Timber Producer tersebut hanyalah keadaan memaksa relatif, maka perjanjian antara PT Barito Pacific Timber Tbk dengan PT Bank Niaga Tbk, selaku Wali Amanat tetap berlaku dan dapat dituntut pemenuhannya sehingga tidaklah dapat dijadikan alasan untuk tidak membayar utang kepada pemohon pailit. Majelis hakim berpendapat bahwa permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh PT Bank Niaga Tbk, tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, PT Barito Pacific Timber, Tbk. tidak dinyatakan pailit. 9 D. Ringkasan Putusan Hakim merupakan salah satu anggota dari catur wangsa penegak hukum di Indonesia. Sebagai penegak hukum, hakim mempunyai tugas pokok di bidang judisial, yaitu menerima, memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. 10 Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili. 11 Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan 9 Putusan Mahkamah Agung Nomor 09/K/N/2002. Pada Tingkat Peninjauan Kembali Antara PT Bank Niaga, Tbk. v PT Barito Pacific Timber, Tbk. 10 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum, ctk. Pertama, UII press, Yogyakarta, 2006, hlm Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun

12 bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. 12 Dalam kasus ini, sejak awal mulai sampai tingkat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung, telah dikeluarkan 3 (tiga) buah putusan, yaitu : 1. Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 03/pailit/2002/PN.Niaga.Jkt.Pst. 2. Putusan Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi Nomor 09 K/N/ Putusan Mahkamah Agung pada tingkat Peninjauan Kembali Nomor 13 PK/N/2002. Putusan-putusan tersebut dikeluarkan dengan berbagai macam pertimbangan hukum sebagai upaya untuk menyelesaikan perkara ini. Adapun isi putusan tersebut dapat diringkas sebagai berikut: 1. Putusan permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh PT Bank Niaga, Tbk selaku Wali Amanat Obligasi, pada tanggal 29 Januari 2002 di kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta pusat. yang diwakili oleh kuasa hukumnya Achmad Muiszudin, SH dan K.A. Syukri, SH., advokat pada Simon & Simon Law Firm. Oleh Pengadilan Niaga Jakarta pusat Nomor 03/pailit/2002/PN.Niaga.Jkt.Pst. Dalam putusannya, Majelis Hakim pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang telah memeriksa dan mengadili permohonan pailit tersebut dan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan termohon tidak dapat dinyatakan pailit. Selanjutnya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta 12 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, edisi keenam, Liberty,Yogyakarta, 2002, hlm

13 Pusat menghukum pemohon untuk dibebankan membayar biaya perkara yaitu sebesar Rp (lima juta rupiah). Setelah diucapkan putusan pada persidangan terbuka untuk umum oleh pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang telah memeriksa permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh PT Bank Niaga, Tbk. yang disebut sebagai pemohon pailit pada hari Rabu, Tanggal 29 Februari 2002 oleh hakim dan dibantu oleh Ibnu Sutama, SH., sebagai panitera pengganti, yang menolak permohonan pemohon dan menyatakan termohon tidak dinyatakan pailit. Akan tetapi PT Bank Niaga, Tbk, sebagai pemohon pernyataan pailit tidak sependapat dengan pertimbangan hakim yang tidak menerima dalil pemohon yang menyatakan keadaan memaksa hanyalah bukti awal dan perlu dibuktikan lagi seberapa jauh dampak akibat kejadian keadaan memaksa tersebut dapat mempengaruhi kemampuan membayar debitor kepada kreditor, sehingga membutuhkan pembuktian yang tidak sederhana dan harus melalui proses perdata biasa di pengadilan umum. Kemudian sesudah putusan pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut diucapkan atau diberitakan kepada pemohon tanggal 29 Februari 2002, pemohon melalui kuasa hukumnya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 28 Februari 2002 mengajukan permohonan kasasi secara tertulis permohonan disertai dengan memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 12

14 2. Putusan Mahkamah Agung pada tingkat kasasi Nomor 09 K/N/2002. PT Bank Niaga, Tbk. mengajukan Kasasi setelah adanya putusan yang diberikan Mahkamah Agung, yang diwakili oleh kuasa hukumnya Achmad Muiszudin, SH. MH dan K.A. Syukri. SH. Mahkamah Agung pada tingkat kasasi membenarkan pertimbangan hukum hakim Pengadilan Niaga yang menyatakan pembuktian keadaan memaksa tidak sumir (sederhana). Namun satu hakim Mahkamah Agung berbeda pendapat dengan menyatakan bahwa Pengadilan Niaga telah lalai memenuhi syarat yang diwajibkan peraturan perundang-undangan yang mengancam batalnya putusan yakni kurang lengkap memberikan pertimbangan hukum, Menurut pendapat satu Hakim Agung ini lebih lanjut, keadaan memaksa tersebut telah disepakati oleh PT Bank Niaga, Tbk. dan PT Barito Pacific Timber, Tbk. Dalam rapat umum pemegang obligasi 19 Februari 2001 dan 27 Juni 2001, yang disetujui melalui Restrukturisasi obligasi. Karena keadaan memaksa bersifat relatif itulah, maka perjanjian antara PT Bank Niaga, Tbk dan PT Barito Pacific Timber, Tbk. Dianggap masih ada dan masih dapat dituntut pemenuhannya. Dengan tidak dipenuhinya kewajiban PT Barito Pacific Timber, Tbk, membuktikan bahwa PT Barito Pacific Timber Tbk, tidak mempunyai iktikad baik untuk melaksanakan perjanjiannya. Pengadilan Niaga telah melampaui batas wewenangnya, mengingat berdasarkan pasal 6 ayat (3) undang-undang nomor 4 tahun 1998 permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan 13

15 yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit terpenuhi. Mahkamah Agung mempertimbangkan dan mengadili serta mengambil keputusan Nomor 09 K/N/2002 dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari kamis, Tanggal 4 April 2002 oleh H. Toton Suprapto, S.H. Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, M. Said Harahap, S.H. dan H. Tjung Abdul Mutallib, S.H. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, serta Asra, SH sebagai Panitera Pengganti. Sebagaimana didalam diktumnya menyatakan menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi PT Bank Niaga Tbk. Selanjutnya Mahkamah Agung dalam diktumnya menghukum pemohon kasasi untuk membayar biaya perkara pada semua tingkat peradilan, yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp ,- (lima juta rupiah). 3. Putusan Mahkamah Agung pada tingkat Peninjauan Kembali Nomor 13 PK/N/2002. PT Bank Niaga, Tbk. mengajukan kasasi setelah adanya putusan yang diberikan Mahkamah Agung, pada tingkat kasasi yang menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi. yang diwakili oleh kuasa hukumnya Achmad Muiszudin, SH. MH dan Idham Hayat, SH. Mahkamah Agung pada tingkat peninjauan kembali pun sependapat dengan putusan pengadilan Niaga Jakarta pusat, karena pembuktian utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih berkaitan dengan adanya keadaan memaksa tidak dapat dibuktikan secara sederhana. Sehingga 14

16 membutuhkan pembuktian yang tidak sederhana dan harus melalui proses perdata biasa di pengadilan umum. Mahkamah Agung mempertimbangkan dan mengadili serta mengambil keputusan Nomor 13 PK/N/2002 dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari kamis, tanggal 30 Mei 2002 oleh H.Taufih, SH., MH. Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Ny. Marianna Sutadi, SH. dan H. Soeharto, S.H. Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, serta Asra, SH sebagai Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh kedua belah pihak. Sebagaimana didalam diktumnya menyatakan menolak permohonan Peninjauan Kembali dari pemohon kasasi PT Bank Niaga Tbk. Selanjutnya Mahkamah Agung dalam diktumnya menghukum pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara pada semua tingkat peradilan, yang dalam tingkat Peninjauan Kembali ini ditetapkan sebesar Rp ,- (sepuluh juta rupiah). E. Permasalahan Hukum Dalam kasus ini terdapat perbedaan pendapat antara Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai pengadilan tingkat pertama dengan Majelis Hakim Mahkamah Agung pada tingkat kasasi mengenai keadaan memaksa (force majeur). Benarkah gempa bumi yang dijadikan alasan oleh debitor untuk tidak dinyatakan pailit pembuktiannya adalah sederhana? Selanjutnya apakah dengan adanya keadaan memaksa 15

17 (force majeur) menjadikan utang debitor yang jatuh tempo menjadi tidak dapat ditagih dan pembuktiannya sederhana? F. Pertimbangan Hukum Dalam Pasal 184 HIR dan pasal 23 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman terdapat ketentuan bahwa semua putusan harus memuat dasar-dasar yang dijadikan alasannya. 13 Segala putusan Hakim harus disertai alasan-alasan, berdasarkan alasan-alasan itulah, maka putusan mempunyai wibawa dan bukan karena Hakim tertentu yang menjatuhkannya. 14 Dasar-dasar atau alasan yang dirumuskan oleh hakim inilah yang harus dimuat dalam pertimbangan atau konsideran yang mendukung putusan sebagai pertanggungjawaban kepada masyarakat mengapa dia mengambil putusan demikian sehingga putusan mempunyai nilai objektif. 15 Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis mengenai perkara yang sedang diperiksa. Pendapat para hakim tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari putusan itu. Apabila dalam sidang permusyawaratan tidak tercapai mufakat bulat, maka pendapat Hakim yang berbeda maka wajib dimuat dalam putusan (dissenting 13 Sri Wardah, Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia, ctk. Pertama, Gama Media, 2007, hlm Sudikno Mertokusumo, op. cit., hlm Sri Wardah, loc. cit. 16

18 opinion). 16 Memang janggal apabila hakim memutus bertentangan dengan putusannya sendiri atau dengan putusan pengadilan diatasnya dengan jenis perkara yang sama karena dinilai tidak ada kepastian hukun. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mengatur tentang ketentuan dissenting opinion, dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara anggota dengan ketua majelis maka perbedaan pendapat tersebut wajib dimuat dalam putusan kasasi. 17 Dissenting opinion ini akan mendorong hakim lain mempunyai pilihan dalam menentukan putusan dalam perkara yang sama dan oleh karena itu akan mendorong lahirnya yurisprudensi tetap yang berkualitas. di lain pihak masyarakat juga harus dikondisikan untuk melakukan kajian kritis terhadap putusan itu guna menciptakan keseimbangan pendapat dan terciptanya rasa keadilan. 18 Perbedaan pendapat tersebut dapat dilihat dari putusan Majelis Hakim Niaga dengan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam memutus perkara kepailitan yang diajukan oleh PT Bank Niaga Tbk, terhadapa PT Barito Pacific Timber Tbk, berikut ini : 1. Putusan pailit yang diajukan oleh PT Bank Niaga Tbk, oleh Pengadilan Niaga Jakarta pusat Nomor 03/Pailit/2002/PN.Niaga.Jkt.Pst. Majelis Hakim menjatuhkan putusan tersebut dengan pertimbangan hukum, antara lain : a. Pada Tanggal 10 Juli 1997 PT Barito Pacific Timber, Tbk. telah menerbitkan obligasi atas unjuk dengan nilai nominal Rp ,- (Empat Ratus Milyar Rupiah) dengan nama 16 Ibid., hlm Pasal 13 Angka 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun Sri Wardah, op. cit., hlm

19 obligasi PT Barito Pacific Timber, Tbk. I Tahun 1997 dengan tingkat bunga tetap. b. Atas penerbitan obligasi tersebut debitor membuat dan menandatangani akta pengakuan utang pada 15 Mei 1997, yang mengakui utangnya kepada para pemegang obligasi. Pengakuan utang ini dilakukan oleh debitor kepada kreditor yang bertindak untuk dan atas nama pemegang obligasi. c. Pada saat kupon bunga obligasi ketujuh jatuh tempo pada 10 januari 2001, debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya. Atas keterlambatan ini diadakan beberapa kali Rapat Umum Pemegang Obligasi, namun debitor tetap tidak dapat memenuhi kewajibannya. Selanjutnya PT Bank Niaga, Tbk selaku Wali Amanat mengajukan pernyataan permohonan pailit melalui surat permohonannya tertanggal 29 Januari 2002 di kepaniteraan pengadilan negeri Jakarta Pusat Nomor 03/PAILIT/2002PN.NIAGA.JKT.PST. d. Terhadap permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh kreditornya ini, debitor mengajukan pembuktian adanya keadaan memaksa (force majeur) yang menimpanya, yaitu berupa gempa bumi di pulau mangole (Maluku utara) pada 29 November 1998, yang mengakibatkan hancurnya pabrik-pabrik milik debitor. e. Majelis Hakim berpendapat bahwa hal itu hanyalah bukti awal dan perlu dibuktikan lagi seberapa jauh dampak akibat kejadian keadaan memaksa tersebut dapat mempengaruhi kemampuan membayar 18

20 debitor kepada kreditor, sehingga membutuhkan pembuktian yang tidak sederhana dan harus melalui proses perdata biasa di Pengadilan Umum. f. Oleh karena itu permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh PT Bank Niaga Tbk, ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. 2. Putusan tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung dengan Nomor 09 K/N/2002. Pertimbangan hukum yang dijadikan alasan untuk memutus perkara ini, yaitu : a. Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi membenarkan pertimbangan hukum hakim Pengadilan Niaga yang menyatakan pembuktian keadaan memaksa (force majeur) tidak sumir (sederhana). b. Namun satu hakim Mahkamah Agung berbeda pendapat dengan menyatakan bahwa Pengadilan Niaga telah lalai memenuhi syarat yang diwajibkan peraturan perundang-undangan yang mengancam batalnya putusan yakni kurang lengkap memberikan pertimbangan hukum, karena sengketa hukum tentang perjanjian menjadi gugur atau masih terkait sangat erat dengan gempa bumi di mangole, Maluku utara pada 29 November 1998 yang bersifat absolut (mutlak). c. Gempa bumi dimaluku tersebut merupakan keadaan yang sudah diketahui secara umum, sehingga merupakan suatu keadaan yang penilaian hasil pembuktiannya tidak tunduk keadaan memaksa, dalam hal ini adalah keadaan memaksa relatif, karena keadaan itu telah berhenti sekitar 1999/2000, jauh sebelum pernyataan pailit diajukan 19

21 dan terdaftar dikepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta pusat pada 29 Januari d. Karena keadaan memaksa bersifat relatif itulah, maka perjanjian antara PT Bank Niaga, Tbk dan PT Barito Pacific Timber, Tbk. Dianggap masih ada dan masih dapat dituntut pemenuhannya. e. Dengan tidak dipenuhinya kewajiban PT Barito Pacific Timber, Tbk, membuktikan bahwa PT Barito Pacific Timber Tbk, tidak mempunyai iktikad baik untuk melaksanakan perjanjiannya. f. Berdasarkan pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 sekarang Undng-Undang Nomor 37 tahun 2004 permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit terpenuhi. 3. Putusan peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung dengan Nomor putusan 13 PK/N/2002. Pertimbangan hukum yang dijadikan alasan memutus perkara, yakni : a. Mahkamah Agung pada tingkat Peninjauan Kembali mempunyai pendapat yang sama dengan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta pusat, karena pembuktian adanya utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih, berkaitan dengan keadaan memaksa (force majeur) yang tidak dapat dibuktikan secara sederhana dan harus melalui peradilan umum. 20

22 b. Permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh PT Bank Niaga Tbk, tidak beralasan sehingga harus ditolak. c. PT Barito Pacific Timber, Tbk. tidak dinyatakan pailit. G. Analisis Hukum Untuk syarat dinyatakan pailit pada prinsipnya masih sama antara persyaratan permohonan pernyataan pailit yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun Hanya pengaturan pasalnya saja yang berubah bahwa dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 diatur dalam Pasal 2 ayat (1). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 menentukan debitor dapat dinyatakan pailit apabila tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat di tagih kepada kreditor. 19 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. 20 Pembuktian terhadap persyaratan permohonan pernyataan pailit itu dilakukan secara sederhana. Persyaratan permohonan pernyataan berkaitan dengan adanya hal-hal sebagai berikut : 1. Adanya utang. 2. Sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. 3. Adanya debitor. 19 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun

Perjanjian Pendaftaran Obligasi Di KSEI Nomor: SP- /PO/KSEI/mmyy

Perjanjian Pendaftaran Obligasi Di KSEI Nomor: SP- /PO/KSEI/mmyy Perjanjian Pendaftaran Obligasi Di KSEI Nomor: SP- /PO/KSEI/mmyy Perjanjian ini dibuat pada hari ini, , tanggal , bulan tahun (dd-mm-yyyy), antara: PT Kustodian Sentral Efek

Lebih terperinci

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perjanjian kredit, pihak kreditor perlu untuk mengantisipasi kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada kepastian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara

Lebih terperinci

Perjanjian Agen Pembayaran Nomor: SP- /AP/KSEI/mmyy

Perjanjian Agen Pembayaran Nomor: SP- /AP/KSEI/mmyy Perjanjian Agen Pembayaran Nomor: SP- /AP/KSEI/mmyy Perjanjian ini dibuat pada hari ini, , tanggal , bulan tahun (dd-mm-yyyy), antara: PT Kustodian Sentral Efek Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menentukan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan jika terdapat fakta atau keadaan yang terbukti

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 18 K/N/2000 =============================== DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG

PUTUSAN Nomor 18 K/N/2000 =============================== DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG PUTUSAN Nomor 18 K/N/2000 =============================== DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa perkara niaga dalam tingkat. kasasi telah mengalami putusan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan dengan manusia lain. Salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kewenangan Pengadilan Tinggi dalam menjatuhkan sebuah putusan akhir ternyata masih ada yang menimbulkan permasalahan. Untuk itu dalam bab tinjauan pustaka ini, penulis hendak menguraikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI DUALISME AKAD DALAM PUTUSAN MAHKAMAH. AGUNG No. 272 K/Ag/2015

BAB III DESKRIPSI DUALISME AKAD DALAM PUTUSAN MAHKAMAH. AGUNG No. 272 K/Ag/2015 BAB III DESKRIPSI DUALISME AKAD DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No. 272 K/Ag/2015 A. Gambaran Dualisme Akad Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 272 K/Ag/2015 Perkara wanprestasi dalam putusan Mahkamah Agung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H A. PENGANTAR Disaat pertama kali kita mendengar Pailit, maka yang pertama kali ada di dalam bentak kita adalah bangkrut. Bangkrut, diidentikkan dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Pengertian Utang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) menentukan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. BAB IV ANALISIS C. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. Salah satu upaya penyelamatan kebangkrutan perusahaan dapat dilakukan dengan cara yuridis

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

MAHKAMAH AGUNG. memeriksa permohonan Peninjauan kembali telah mengambil putusan sebagai berikut dalam perkara kepailitan dari;

MAHKAMAH AGUNG. memeriksa permohonan Peninjauan kembali telah mengambil putusan sebagai berikut dalam perkara kepailitan dari; PUTUSAN Nomor 16 PK/N/1999 ==================================== DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa permohonan Peninjauan kembali telah mengambil putusan sebagai

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN HUKUM KONTRAK DAN KEWENANGAN MENGGUGAT PAILIT DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI (ANALISIS PUTUSAN KASASI NO.

BAB IV PENERAPAN HUKUM KONTRAK DAN KEWENANGAN MENGGUGAT PAILIT DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI (ANALISIS PUTUSAN KASASI NO. 69 BAB IV PENERAPAN HUKUM KONTRAK DAN KEWENANGAN MENGGUGAT PAILIT DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI (ANALISIS PUTUSAN KASASI NO.022/K/N/2001) 4.1 Posisi Kasus Untuk membantu memahami kewenangan menggugat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

=================================

================================= PUTUSAN NOMOR 02 PK/N/2002 ================================= DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa perkara niaga dalam tingkat peninjauan kembali telah mengambil putusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PENGAKUAN HUTANG

CONTOH SURAT PENGAKUAN HUTANG CONTOH SURAT PENGAKUAN HUTANG Pada hari ini tanggal ( tanggal, bulan, dan tahun ) Berhadapan dengan saya, ( n a m a, SARJANA HUKUM, Notaris di ( t e m p a t ), dengan dihadiri para saksi yang telah saya,

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR: 109/PDT/ 2012/PTR.

P U T U S A N NOMOR: 109/PDT/ 2012/PTR. P U T U S A N NOMOR: 109/PDT/ 2012/PTR. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Pekanbaru, yang memeriksa dan mengadili perkara - perkara perdata dalam Tingkat Banding, dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB VII PERADILAN PAJAK

BAB VII PERADILAN PAJAK BAB VII PERADILAN PAJAK A. Peradilan Pajak 1. Pengertian Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

PERJANJIAN TENTANG REKENING EFEK Nomor: SP- /RE/KSEI/mmyy

PERJANJIAN TENTANG REKENING EFEK Nomor: SP- /RE/KSEI/mmyy PERJANJIAN TENTANG REKENING EFEK Nomor: SP- /RE/KSEI/mmyy Perjanjian ini dibuat pada hari ini, , tanggal , bulan tahun (dd-mm-yyyy), antara: PT Kustodian Sentral Efek Indonesia,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU; 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 160/Pdt/2014/PT BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 160/Pdt/2014/PT BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 160/Pdt/2014/PT BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 231/PDT/2014/PT.BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. sebagai berikut dibawah ini dalam perkara antara :

P U T U S A N NOMOR : 231/PDT/2014/PT.BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. sebagai berikut dibawah ini dalam perkara antara : P U T U S A N NOMOR : 231/PDT/2014/PT.BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata dalam peradilan tingkat banding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga Putusan pernyataan pailit adalah putusan yang diberikan oleh pengadilan niaga atas permohonan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik

Lebih terperinci

Hal. 2 dari 8 hal. Put. No. 194 K/AG/2007.

Hal. 2 dari 8 hal. Put. No. 194 K/AG/2007. 1. Tergugat telah berselingkuh dengan wanita lain bernama Xxx dan telah dikawin sirri tanpa seizin Penggugat ; 2. Tergugat sering menyakiti badan Penggugat dengan tanpa alasan ; 3. Sejak April 2004 Tergugat

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam hukum perdata formil. Hukum perdata formil bertujuan memelihara dan mempertahankan hukum perdata materiil. Jadi, secara

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 149/Pdt/2014/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. sebagai berikut dibawah ini dalam perkara antara :

P U T U S A N Nomor 149/Pdt/2014/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. sebagai berikut dibawah ini dalam perkara antara : P U T U S A N Nomor 149/Pdt/2014/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata dalam peradilan tingkat banding

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 72/Pdt/2015/PT. BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 72/Pdt/2015/PT. BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 72/Pdt/2015/PT. BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara Perdata dalam tingkat banding telah

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT ( Putusan Pengadilan Niaga Jak.Pst Nomor : 1 / PKPU / 2006. JO Nomor : 42 / PAILIT /2005 ) STUDI KASUS HUKUM Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

=================================

================================= PUTUSAN Nomor 014 PK/N/2002 ================================= DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa perkara niaga dalam permohonan peninjauan kembali telah mengambil

Lebih terperinci

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR

BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR 3.1. Upaya Hukum dalam Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Dalam penyelesaian permasalahan utang

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN Nomor 793 K/Pdt/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI BANDUNG yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam peradilan tingkat banding,

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak )

PERJANJIAN PINJAMAN. (Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman selanjutnya secara bersama disebut sebagai Para Pihak ) PERJANJIAN PINJAMAN Perjanjian pinjaman ini ( Perjanjian ) dibuat pada hari dan tanggal yang disebutkan dalam Lampiran I Perjanjian ini, oleh dan antara: 1. Koperasi Sahabat Sejahtera Anda, suatu koperasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari bahasa Belanda yaitu Faiyit yang mempunyai arti ganda

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 28/Pdt/2014/PT. BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 138/PDT/2015/PT.Bdg. perkara perdata dalam Peradilan Tingkat Banding, telah menjatuhkan putusan. Islam, pekerjaan Wiraswasta ;

P U T U S A N Nomor : 138/PDT/2015/PT.Bdg. perkara perdata dalam Peradilan Tingkat Banding, telah menjatuhkan putusan. Islam, pekerjaan Wiraswasta ; P U T U S A N Nomor : 138/PDT/2015/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI BANDUNG di Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam Peradilan Tingkat Banding,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor: 018 K/N/1999 ================================================= DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor: 018 K/N/1999 ================================================= DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor: 018 K/N/1999 ================================================= DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG Memeriksa perkara Niaga dalam tingkat kasasi telah mengambil

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 256/PDT/2013/PT-MDN

P U T U S A N Nomor : 256/PDT/2013/PT-MDN P U T U S A N Nomor : 256/PDT/2013/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ---- PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili Perkara-perkara Perdata dalam Tingkat Banding telah

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR: 46 K/AG/2006

P U T U S A N NOMOR: 46 K/AG/2006 P U T U S A N NOMOR: 46 K/AG/2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 23 PK/N/1999 ============================= DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 23 PK/N/1999 ============================= DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor 23 PK/N/1999 ============================= DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa permohonan Peninjauan Kembali perkara niaga telah mengambil putusan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 126/PDT/2014/PT.PBR DEMI KEADIILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 126/PDT/2014/PT.PBR DEMI KEADIILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 126/PDT/2014/PT.PBR DEMI KEADIILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkara perkara perdata dalam tingkat banding, telah

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

PERJANJIAN PENGGUNAAN C-BEST UNTUK POST TRADE PROCESSING Nomor: SP-000/MI/KSEI/mmyy

PERJANJIAN PENGGUNAAN C-BEST UNTUK POST TRADE PROCESSING Nomor: SP-000/MI/KSEI/mmyy PERJANJIAN PENGGUNAAN C-BEST UNTUK POST TRADE PROCESSING Nomor: SP-000/MI/KSEI/mmyy Perjanjian ini dibuat pada hari ini, , tanggal , bulan tahun (dd-mm-yyyy), antara: PT

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 000/Pdt.G/2015/PTA.Btn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 000/Pdt.G/2015/PTA.Btn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 000/Pdt.G/2015/PTA.Btn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Banten yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat banding, dalam persidangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci