Perubahan Jenis/Bidang Usaha Yang Tertutup dan Terbuka Dengan Persyaratan (Daftar Negatif Investasi) Revisi Pepres No. 39/2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perubahan Jenis/Bidang Usaha Yang Tertutup dan Terbuka Dengan Persyaratan (Daftar Negatif Investasi) Revisi Pepres No. 39/2014"

Transkripsi

1 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Perubahan Jenis/Bidang Usaha Yang Tertutup dan Terbuka Dengan Persyaratan (Daftar Negatif Investasi) Revisi Pepres No. Jum at, 12 Februari 2016

2 Latar Belakang Perubahan DNI 1. Peningkatan investasi sangat penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabil, inklusif, dan berkelanjutan, serta mendorong Indonesia menjadi basis produksi dan sentra logistik dalam menyesuaikan posisi Indonesia memanfaatkan perluasan pasar dalam MEA dan global supply chain. 2. Kebijakan investasi perlu mendorong penyebaran investasi ke seluruh Indonesia terutama di luar Jawa yang porsi saat ini berkisar 42%, komposisi investasi dengan dominasi di sektor sekunder dan tidak banyak tersinergi berdasarkan value chain, dan hanya mendapatkan 19% dari potensi investasi dunia yang masuk ke ASEAN (USD 136,2 M tahun 2014), dengan negara asal yang masih konvensional, seperti: Singapura, Jepang, Malaysia, Belanda, Inggris, dst. 3. Untuk mempercepat dan meningkatkan investasi, belakangan ini Pemerintah cukup banyak membuat kebijakan-kebijakan deregulasi/debirokratisasi, seperti: Kemudahan tempat pengurusan perizinan investasi di pusat (PTSP) dan di daerah (Badan Penanaman Modal dan PTSP); Memperlancar arus barang ekspor impor, terutama penurunan dwelling time di pelabuhan; Memberikan kemudahan investasi kilang minyak, listrik, dan proyek-proyek strategis lainnya; Memberikan perluasan tax holiday, tax allowance, dan berbagai insentif lainnya; Memperluas cakupan pemberian KUR dengan tingkat bunga yang lebih rendah untuk mendorong perluasan kegiatan usaha ekonomi masyarakat; Izin Investasi 3 Jam; Pusat Logistik Berikat; Kawasan Industri yang lebih atraktif; Sistem pengupahan yang terus meningkat dan terproyeksi; Memberikan insentif di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); Menciptakan fasilitas perdagangan dalam negeri (Inland FTA); Meningkatkan daya saing logistik terutama dalam mengembangkan konektivitas ekonomi desa, kota, dan pasar global. 2

3 Prinsip-prinsip Penyusunan DNI (1/3) 1. DNI merupakan salah satu kelengkapan ketentuan-ketentuan standar yang menjadi Pedoman pelaksanaan kebijakan Penanaman Modal (UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal), seperti: a) Rencana Umum Penanaman Modal; b) Fasilitas Penanaman Modal berupa insentif (fiskal dan non-fiskal) dan kemudahan; c) Kriteria dan Persyaratan Bidang Usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan; d) Tatacara Pelaksanaan Palayanan Terpadu; e) Norma, standar, dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal; f) Peta Penanaman Modal Indonesia; g) Kebijakan Penanaman Modal Tersendiri di Kawasan Ekonomi Khusus oleh Pemerintah, dsb. 2. Pada dasarnya jenis/ bidang usaha investasi terbuka luas, dan hanya sebagian kecil yang diatur dalam DNI atau Daftar Jenis/ Bidang Usaha yang terbuka dan tertutup (Pasal 12 Ayat (4) UU No 25 Tahun 2007), yaitu pada tahun 2014 hanya mengatur: 15 jenis usaha (mencakup 20 bidang usaha) sebagai investasi yang tertutup; serta 216 jenis usaha yang terbuka dengan persyaratan (mencakup 652 bidang usaha dalam 755 nomor Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia/KBLI). 3. Penyusunan DNI didasarkan pada: a) asas dan tujuan kebijakan penanaman modal; b) kebijakan dasar penanaman modal; c) dasar pertimbangan kriteria bidang usaha yang tertutup dan terbuka; serta d) persyaratan bidang usaha yang terbuka. 4. Perubahan... 3

4 Prinsip-prinsip Penyusunan DNI (2/3) 4. Perubahan DNI mempertimbangkan, bahwa: a) mekanisme pasar tidak efektif dalam mencapai tujuan; b) kepentingan nasional tidak dapat dilindungi dengan lebih baik melalui instrumen kebijakan lain; c) mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan adalah efektif untuk melindungi kepentingan nasional; d) mekanisme bidang usaha yang terututup dan terbuka dengan persyaratan adalah konsisten dengan keperluan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi pengusaha nasional dalam kaitan dengan PMA dan/atau masalah yang dihadapi pengusaha kecil dalam kaitan dengan penanaman modal besar secara umum, dan e) manfaat pelaksanaan mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan melebihi biaya yang ditimbulkan bagi ekonomi Indonesia. 5. Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal terdiri dari: a) tertutup untuk PMA, yaitu produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; b) bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang; dan c) bidang usaha yang tertutup berdasarkan. 6. Dalam menentukan bidang usaha yang tertutup, yang ditetapkan secara dinamis dalam (DNI) harus memperhatikan KRITERIA: a) kesehatan; b) moral; c) kebudayaan, d) lingkungan hidup; e) pertahanan dan keamanan nasional, serta f) kepentingan nasional lainnya. 7. Dalam... 4

5 Prinsip-prinsip Penyusunan DNI (3/3) 7. Dalam menentukan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan dalam (DNI) harus memperhatikan KRITERIA kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah. 8. PERSYARATAN untuk jenis/bidang usaha yang terbuka terdiri dari: a) Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan perlindungan dan pengembangan terhadap UMKMK; b) Bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan; c) Bidang usaha yang terbuka berdasarkan kepemilikan modal; d) Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan lokasi tertentu; dan e) Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan perizinan khusus. 5

6 Pengaturan DNI Berdasarkan 39 Tahun 2014 (1/2) 1. Jumlah jenis/bidang usaha yang diatur dalam DNI hanyalah sebagian kecil, yaitu: Tertutup sebanyak 7 sektor dengan 15 jenis usaha yang meliputi 20 bidang usaha; dan Terbuka Dengan Persyaratan sebanyak 16 Sektor dengan 216 jenis usaha yang meliputi 641 bidang usaha dalam 755 nomor Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia/KBLI. 2. Sektor dan jenis/bidang usaha yang tertutup, adalah: Pertanian (budi daya ganja) Kehutanan (penangkapan spesies ikan yang dilarang diperdagangkan menurut CITES, dan pemanfaatan karang/koral dari alam) Perindustrian (bahan kimia yang dapat merusak lingkungan, bahan kimia sebagai senjata, dan minuman mengandung alkohol) Perhubungan (terminal penumpang angkutan darat, penimbangan kendaraan bermotor, telekomunikasi/sarana bantu navigasi pelayaran dan vessel traffic information system, pelayanan navigasi penerbangan, dan pengujian tipe kendaraan bermotor) Komunikasi dan Informatika (stasiun monitoring spektrum frekuensi radio dan orbit satelit) Pendidikan dan Kebudayaan (museum Pemerintah, dan peninggalan sejarah dan purbakala) Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (perjudian/kasino) 3. Dalam 16 Sektor yang terbuka dengan persyaratan, terdiri dari: Pertanian, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, ESDM, Perindustrian, Hankam, Pekerjaan Umum, Perdagangan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, Keuangan, Perbankan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kesehatan. 4. Persyaratan... 6

7 Pengaturan DNI Berdasarkan 39 tahun 2014 (2/2) 4. Persyaratan yang ditentukan dalam jenis/bidang usaha yang terbuka dalam DNI, terdiri dari: a) dicadangkan untuk UMKMK sebanyak 139 bidang usaha, b) kemitraan sebanyak 48 bidang usaha, c) kepemikan modal asing sebanyak 193 bidang usaha, d) lokasi tertentu sebanyak 1 bidang usaha, e) perizinan khusus sebanyak 41 bidang usaha, f) modal dalam negeri 100% sebanyak 94 bidang usaha, g) kepemilikan modal asing serta lokasi sebanyak 26 bidang usaha, h) perizinan khusus dan kepemilikan modal asing sebanyak 92 bidang usaha, i) modal dalam negeri 100% dan perizinan khusus sebanyak 7 bidang usaha, j) persyaratan kepemilikan modal asing dan/atau lokasi bagi penanam modal dari negara-negara ASEAN sebanyak 11 bidang usaha. 7

8 Pokok-pokok Perubahan No. 39 Tahun 2014 (1/5) 1. Memperkuat efektivitas pelaksanaan kebijakan DNI dengan menambah ketentuan: (1) Menegaskan definisi kemitraan sesuai dengan sektor, seperti 20% plasma; (2) Peningkatan kepastian usaha (grand father clause), seperti mengawasai pelaksanaan bidang usaha yang telah disetujui investasinya tetap berjalan meskipun terjadi perubahan Daftar Negatif Investasi (DNI); (3) Peningkatan kepatuhan kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan Daftar Negatif Investasi (DNI); dan (4) Memberikan saluran penyelesaian cepat permasalahan pelaksanaan Daftar Negatif Investasi (DNI) melalui Tim Nasional Peningkatan Investasi dan Peningkatan Ekspor. 2. Dikeluarkan dari Daftar Negatif Investasi, yaitu sebanyak 35 bidang usaha, antara lain: industri crumb rubber; cold storage; pariwisata (restoran; bar; cafe; usaha rekreasi, seni, dan hiburan: gelanggang olah raga); industri perfilman; penyelenggara transaksi perdagangan secara elektronik (market place) yang bernilai Rp.100 milyar ke atas; pembentukan lembaga pengujian perangkat telekomunikasi; pengusahaan jalan tol; pengelolaan dan pembuangan sampah yang tidak berbahaya; industri bahan baku obat. 3. Jenis/Bidang Usaha yang tertutup: a. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, bidang usaha yang tertutup terdiri dari: (1) tertutup untuk Penanaman Modal Asing (PMA), yaitu produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; (2) bidang usaha yang secara tegas dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang; dan (3) bidang usaha yang tertutup berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun b. Saat ini dalam... 8

9 Pokok-pokok Perubahan No. 39 Tahun 2014 (2/5) b. Saat ini dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) terdapat 20 bidang usaha yang tertutup untuk semua penanaman modal, seperti: budi daya ganja, penangkapan spesies ikan yang dilarang berdasarkan peraturan internasional (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES), bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan keamanan, perjudian/kasino. c. Di dalam Daftar Negatif Inevstasi (DNI) yang baru ditambah lagi 1 bidang usaha yang tertutup dengan alasan kelestarian lingkungan, yaitu pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan bangunan/kapur/kalsium, akuarium, dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati dari alam. 4. Perlindungan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK): a. Dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) sebelumnya bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK), sebanyak 139 bidang usaha, seperti antara lain: usaha budi daya tanaman pangan pokok dengan luas kurang dari 25 ha, usaha pembenihan perkebunan dengan luas kurang dari 25 ha, usaha pengolahan hasil perikanan secara terpadu dengan penangkapan ikan di perairan umum, agen perjalanan wisata. b. Dalam Daftar Negatif Inevstasi (DNI) baru bertambah 19 bidang usaha yang tercakup dalam kegiatan jenis usaha jasa bisnis/jasa konsultasi konstruksi yang menggunakan teknologi sederhana/madya dan/atau resiko kecil/sedang dan/atau nilai pekerjaan dibawah Rp 10 milyar, yang sebelumnya dipersyaratkan saham asing sebesar 55%, seperti jasa pra design dan konsultasi, jasa design arsitektur, jasa administrasi kontrak, jasa arsitektur lainnya. c. Selain itu terdapat... 9

10 Pokok-pokok Perubahan No. 39 Tahun 2014 (3/5) c. Selain itu terdapat 39 bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) ditingkatkan nilai pekerjaanya dari semula sampai dengan Rp 1 milyar menjadi sampai dengan Rp 50 milyar, yaitu kegiatan yang tercakup dalam jenis usaha jasa konstruksi, seperti pekerjaan konstruksi untuk bangunan komersial, pekerjaan konstruksi untuk bangunan sarana kesehatan, pekerjaan konstruksi lainnya, dsb. d. Untuk memperluas kegiatan usaha Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) dilakukan reklasifikasi yang menyederhanakan bidang usaha, misalnya 19 bidang usaha jasa bisnis/jasa konsultasi konstruksi dijadikan 1 jenis usaha yang dapat dilakukan oleh Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) untuk 19 bidang kegiatan. Oleh karena itu jenis/bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) menjadi lebih sederhana dari 139 menjadi 93 kegiatan usaha. e. Kemitraan yang ditujukan agar Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing bekerja sama dengan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) yang semula 48 bidang usaha, bertambah 3 bidang usaha sehingga menjadi 51 bidang usaha, yaitu antara lain: usaha perbenihan perkebunan dengan luas 25 Ha atau lebih, perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet. f. Disamping yang tegas diatur untuk perlindungan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) melalui cadangan investasi dan kemitraan, maka Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) juga tetap dapat melakukan penanaman modal, baik yang tidak diatur dalam Daftar Negatif Investasi maupun bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan lainnya. 5. Kelonggaran investasi:... 10

11 Pokok-pokok Perubahan No. 39 Tahun 2014 (4/5) 5. Kelonggaran investasi: a. Hilangnya rekomendasi, sebanyak 82 bidang usaha antara lain untuk: Hotel (Non Bintang, Bintang Satu, Bintang Dua); Motel; Usaha Rekreasi, Seni, dan Hiburan: Biliar, Bowling, Lapangan Golf. b. Penyatuan bidang usaha menjadi 1 jenis usaha untuk mempermudah perizinan investasi, misalnya 39 bidang usaha seperti: membangun gudang, membuat bangunan, reparasi bangunan menjadi 1 jenis usaha, yaitu Jasa Konstruksi. 6. Peningkatan besaran modal asing: a. Dalam DNI komposisi saham PMA adalah: 30% sebanyak 32 bidang usaha, yaitu antara lain budi daya hortikultura, perbenihan hortikulutura, dan sebagainya, tetapi tidak berubah karena UU. 33% sebanyak 3 bidang usaha, yaitu distributor dan pergudangan meningkat menjadi 67%, serta cold storage meningkat menjadi 100%. 49% sebanyak 57 bidang usaha, dimana 14 bidang usaha meningkat menjadi 67% (seperti: pelatihan kerja, biro perjalanan wisata, lapangan golf, jasa penunjang angkutan udara, dsb); dan 9 bidang usaha meningkat menjadi 100% (seperti: sport center, laboratorium pengolahan film, industri crumb rubber, dsb); serta 34 bidang usaha tetap 49%, seperti fasilitas pelayanan akupuntur. 51% sebanyak... 11

12 Pokok-pokok Perubahan No. 39 Tahun 2014 (5/5) 51% sebanyak 14 bidang usaha, dimana 10 bidang usaha meningkat menjadi 67% (seperti: museum swasta, jasa boga, jasa konvensi, pameran dan perjalanan insentif, dsb); dan 1 bidang usaha meningkat menajdi 100%, yaitu restoran; serta 3 bidang usaha tetap 51%, seperti pengusahaan pariwisata alam. 55% sebanyak 1 bidang usaha, yang meningkat menjadi 67%, yaitu jasa bisnis/jasa konsultansi konstruksi dengan nilai pekerjaan diatas Rp ,00. 65% sebanyak 2 bidang usaha, dimana 2 bidang usaha meningkat menjadi 67%, seperti penyelenggaraan jaringan komunikasi, penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang terintegrasi dengan jasa telekomunikasi, dsb. 85% sebanyak 4 bidang usaha, dimana 1 bidang usaha meningkat menjadi 100%, yaitu industri bahan baku obat; dan 3 bidang usaha lainnya tetap karena UU, seperti sewa guna usaha, dsb. 95% sebanyak 19 bidang usaha, dimana 5 bidang usaha meningkat menjadi 100% (seperti: pengusahaan jalan tol, pembentukan lembaga pengujian perangkat telekomunikasi/tes laboratorium, dsb); dan 14 bidang usaha tetap 95% karena UU seperti usaha perkebunan dengan luas 25 ha atau lebih yang teritegrasi dengan unit pengolahan dengan kapasitas sama atau melebihi kapasitas tertentu, dsb. b. Dari Penanaman Modal Dalam Negeri 100% menjadi dibolehkannya asing dengan besaran saham tertentu sebanyak 20 bidang usaha, yaitu antara lain: instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan tinggi/ekstra tinggi (49%); angkutan orang dengan moda darat (49%); jasa pelayanan penunjang kesehatan (67%); industri perfilman termasuk peredaran film (100%). 12

13 LAMPIRAN

14 REKAPITULASI USULAN PERUBAHAN DNI (REVISI PERPRES ) No Sektor Terbuka dengan Tertutup Terbuka dengan Persyaratan Persyaratan Total dan Revisi (UMKMK) Lampiran I a b a b c d e f g h Total Rasio (%) 3,0% 21,0% 7,3% 29,2% 0,2% 6,2% 14,2% 3,9% 13,9% 1,1% 1,7% Total Revisi Rasio (%) 4,0% 18,2% 9,8% 42,7% 0,2% 6,7% 13,8% 0,2% 2,9% 1,5% 3,1% 1 Pertanian Revisi Kehutanan Revisi Kelautan dan Perikanan Revisi Energi dan Sumber Daya Mineral Revisi Perindustrian Revisi Pertahanan dan Keamanan Revisi Pekerjaan Umum Revisi Perdagangan Revisi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Revisi Perhubungan Revisi Komunikasi dan Informatika Revisi Keuangan Revisi Perbankan Revisi Tenaga Kerja Revisi Pendidikan dan Kebudayaan Revisi Kesehatan Revisi *) Bidang usaha yang dikeluarakan dari DNI sebanyak 35 dan terdapat 42 bidang usaha baru, penggabungan, reklasifikasi, dan pemisahan. : a. Dicadangkan untuk UMKMK b. Kemitraan a. Kepemilikan modal asing b. Lokasi tertentu c. Perizinan khusus d. Modal dalam negeri 100% e. Kepemilikan modal asing serta lokasi f. Perizinan khusus dan kepemilikan modal asing g. Modal dalam negeri 100% dan perizinan khusus h. Persyaratan kepemilikan modal asing dan/atau lokasi bagi penanam modal dari negara ASEAN 14

15 PENJELASAN SEKTOR PERTANIAN Bidang Usaha dan Revisi Total Tertutup Terbuka dengan Persyaratan Lampiran a b a b c d e f G H Pertanian Revisi ) 76 2) -78 3) KETERANGAN: 1) (a): Reklasifikasi 3 bidang usaha pada jenis usaha industri pengolahan hasil perkebunan dibawah kapasitas tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu (a) Industri Pengupasan, Pembersihan dan Sortasi Kopi; (b) Industri Pengupasan, Pembersihan dan Pengeringan Kakao; dan (c) Industri Pengupasan dan Pembersihan Biji-bijian selain Kopi dan Kakao, menjadi 1 bidang usaha yaitu Industri Pengupasan, Pembersihan, Pengeringan, dan Sortasi Hasil Perkebunan; 2) (a): Tambahan 76 di (a) berasal dari 78 bidang usaha yang ada di (f), dimana dari 78 bidang usaha tersebut terdapat reklasifikasi 3 bidang usaha menjadi 1 bidang usaha. 3) (f): Reklasifikasi 3 bidang usaha pada jenis usaha industri pengolahan hasil perkebunana dengan kapasitas sama atau melebihi kapasitas tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu (a) Industri Pengupasan, Pembersihan dan Sortasi Kopi, (b) Industri Pengupasan, Pembersihan dan Pengeringan Kakao, dan (c) Industri Pengupasan dan Pembersihan Biji-bijian selain Kopi dan Kakao menjadi 1 bidang usaha yaitu Perkebunan Kopi dan Industri Pengupasan, Pembersihan dan Sortasi. 15

16 PENJELASAN SEKTOR KEHUTANAN Bidang Usaha dan Revisi Kehutanan Tertutup Terbuka dengan Persyaratan Total Lampiran I a b a b c d e f g h Revisi * -1 1) -1 2) -3 3) -3 4) 1 5) KETERANGAN: 1) Lampiran I: Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam pindah ke Sektor Kelautan dan Perikanan (Tertutup) 2) (a): Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) dari Habitat Alam kecuali reptil (ular, biawak, kura-kura, labi-labi dan buaya) pindah ke (g) dengan nomeklatur bidang usaha penangkapan dan peredaran TSL dari habitat alam. 3) (a): Reklasifikasi 4 bidang usaha yaitu Pengusahaan Pariwisata Alam berupa Pengusahaan Sarana, Kegiatan, dan Jasa Ekowisata di Dalam Kawasan Hutan: (1) Wisata Tirta, (2) Wisata Petualangan alam, (3) Wisata gua, dan (4) Wisata minat usaha lainnya menjadi 1 bidang usaha yaitu Pengusahaan Pariwisata Alam berupa Pengusahaan Sarana, Kegiatan dan Jasa Ekowisata di dalam Kawasan Hutan meliputi Wisata Tirta, Wisata Petualangan Alam, dan Wisata Gua di (a) dan ditambah (h)*. 4) (c): Pemindahan 2 bidang usaha yaitu (1) Pemanfaatan (pengambilan) dan peredaran: Koral/karang hias dari alam untuk akuarium dan (2) Koral/karang untuk koral mati (recent death coral) dari hasil transplantasi/propagasi menjadi tertutup dan pindah ke Sektor Kelautan dan Perikanan; Penangkapan dan Peredaran reptil (ular, biawak, kura-kura, labi-labi dan buaya) dari habitat alam menjadi Penangkapan dan Peredaran TSL dari habitat alam dengan (g) 5) (g): Penangkapan dan Peredaran TSL dari habitat alam yang semula berasal dari (a) 16

17 Bidang Usaha dan Revisi Kelautan dan Perikanan PENJELASAN SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN Tertutup Terbuka dengan Persyaratan Total Lampiran I a b a b c d e f g h Revisi ) -2 2) 1 3) -3 4) -1 5) 1 6) KETERANGAN: 1) Lampiran I: Pengangkatan Benda Berharga asal Muatan Kapal yang Tenggelam semula (c) Penggabungan 2 bidang usaha dari sektor kehutanan menjadi 1 bidang usaha Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam 2) (a): Penggabungan dan perubahan persyaratan 2 bidang usaha yaitu: (1) Perikanan Tangkap Dengan Menggunakan Kapal Penangkap Ikan Berukuran Sampai Dengan 30 GT dan (2) Usaha Pengolahan Hasil Perikanan yang Dilakukan Secara Terpadu dengan Penangkapan Ikan di Perairan Umum menjadi Perikanan Tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan di wilayah perairan Indonesia dan laut lepas di (g) 3) (b): Pemisahan 1 bidang usaha yaitu: Usaha Pengolahan Hasil Perikanan (UPI) Peragian, Fermentasi, Pereduksian/Pengekstaksian, Pengolahan Surimi, dan Jelly Ikan menjadi 2 bidang usaha yaitu: (1) Usaha Pengolahan Hasil Perikanan (UPI): Industri Peragian/Fermentasi Ikan dan Produk Masak Lainnya (untuk usaha ekstraksi dan jelly ikan) dan (2) Usaha Pengolahan Hasil Perikanan (UPI): Industri berbasis Daging Lumatan dan Surimi 4) (c): Penggabungan dan perubahan persyaratan 2 bidang usaha yaitu: (1) Usaha Perikanan Tangkap menggunakan kapal penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di wilayah penangkapan ZEEI dan (2) Usaha Perikanan Tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran 100 GT dan/atau lebih besar di wilayah penangkapan laut lepas menjadi 1 bidang usaha yaitu: Perikanan Tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan di wilayah perairan Indonesia dan laut lepas di (g) Pengangkatan Benda Berharga asal Muatan Kapal yang Tenggelam menjadi tertutup; Perubahan nomenklatur 1 bidang usaha, yaitu Pemanfaatan (pengambilan) dan peredaran: Koral/karang hias dari alam untuk akuarium yang semula sudah diatur di Sektor KKP dan berubah menjadi Budi daya koral/karang hias. 5) (d): Perubahan persyaratan dan nomenklatur yaitu: Usaha Perikanan Tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan berukuran di atas 30 GT di wilayah perairan di atas 12 mil menjadi Perikanan Tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan di wilayah perairan Indonesia dan laut lepas dengan (g) 6) (g) Perikanan Tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan di wilayah perairan Indonesia dan laut lepas 17

18 PENJELASAN SEKTOR ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Bidang Usaha Energi dan Sumber Daya Mineral dan Total Tertutup Lampiran I Terbuka dengan Persyaratan a b a B c d e f g h Revisi ) -1 2) KETERANGAN: 1) (a) 1 usulan bidang usaha baru, yaitu Pembangkit Listrik Energi Baru Terbarukan (EBT); Penambahan 1 bidang usaha, yaitu Instalasi pemanfaatan tenaga listrik: tegangan tinggi/ekstra tinggi dari (d) Penambahan 1 bidang usaha yaitu: Pemeriksaan dan pengujian instalasi tenaga listrik atas instalasi pemanfaatan tenaga listrik: Tegangan tinggi/ekstra Tinggi dari (d) Penggabungan 2 bidang usaha, yaitu: (a) Jasa Survei: Geologi dan Geofisika dan (b) Jasa Survei Panas Bumi menjadi 1 bidang usaha yaitu Jasa Survei Geologi dan Geofisika dan Panas Bumi 2) (d) Penggabungan 2 bidang usaha yaitu (1) Tangki Horisontal/Vertikal dan (2) Instalasi Penyimpanan dan Pemasaran Minyak dan Gas Bumi di Darat menjadi 1 bidang usaha yaitu Tangki Horisontal/Vertikal, Instalasi Penyimpanan dan Pemasaran Minyak dan Gas Bumi di Darat Dalam pembahasan, (1) bidang usaha instalasi pemanfaatan tenaga listrik dibagi menjadi 2 bidang usaha yaitu tegangan tinggi/ekstra tinggi dan rendah/menengah, serta (2) bidang usaha pemeriksaan dan pengujian instalasi tenaga listrik atas instalasi pemanfaatan tenaga listrik dibagi menjadi 2 bidang usaha yaitu tegangan tinggi/ekstra tinggi dan rendah/menengah 18

19 PENJELASAN SEKTOR PERINDUSTRIAN Bidang Usaha dan Total Tertutup Terbuka dengan Persyaratan Lampiran a b a b c d e f g h Perindustrian Revisi ) 1 2) -1 3) -1 4) KETERANGAN: 1) (a): Industri penggaraman/pengeringan ikan dan biota perairan lainnya dipindahkan ke Sektor Kelautan dan Perikanan. 2) (b): Perpindahan bidang usaha Industri gula pasir (gula kristal putih, gula kristal rafinasi, dan gula kristal mentah) semula (f) 3) (f): Perpindahan persyaratan bidang usaha Industri gula pasir (gula kristal putih, gula kristal rafinasi, dan gula kristal mentah) menjadi (b) 4) (g): Industri Crumb Rubber menjadi kepemilikan modal asing 100% (dikeluarkan) 19

20 PENJELASAN SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN Bidang Usaha Pertahanan Keamanan dan Total Tertutup Terbuka dengan Persyaratan Lampiran a b a b c d e f g h Revisi ) KETERANGAN: 1) (f): Penggabungan 3 bidang usaha yaitu: (a) Penyediaan Tenaga Keamanan; (b) Kawal Angkut Uang dan Barang Berharga; dan (c) Penyediaan Jasa Keamanan Hewan/Satwa menjadi 1 bidang usaha yaitu Penyediaan Tenaga Keamanan, Kawal Angkut Uang dan Barang Berharga, Penyediaan Jasa Keamanan Menggunakan Hewan/Satwa Perubahan nomenklatur 1 bidang usaha, yaitu industri bahan peledak dan komponennya menjadi (1) Industri Komponen: komponen utama dan/atau penunjang; (2) Industri Komponen: komponen dan/atau pendukung (perbekalan) 20

21 PENJELASAN SEKTOR PEKERJAAN UMUM Bidang Usaha Pekerjaan Umum dan Revisi Total Tertutup Lampiran I Terbuka dengan Persyaratan a b a b c d e f g h Revisi * -37 1) -54 2) KETERANGAN: 1) (a): Penggabungan 39 bidang usaha pada jenis usaha Jasa Konstruksi (Jasa Pelaksana Konstruksi) yang Menggunakan Teknologi Sederhana dan Madya dan/atau Resiko Kecil dan Sedang dan/atau Nilai Pekerjaan Sampai dengan Rp ,00 menjadi 1 bidang usaha; Penggabungan 19 bidang usaha pada jenis usaha Jasa Bisnis/Jasa Konsultasi Konstruksi yang menggunakan Teknologi Sederhana/Madya dan/atau Resiko Kecil/Sedang dan/atau Nilai Pekerjaan Kurang Dari Rp ,00 menjadi 1 bidang usaha; 2) (a): Penyederhanaan 36 bidang usaha pada jenis usaha Jasa Konstruksi (Jasa Pelaksana Konstruksi) yang Menggunakan Teknologi Tinggi dan/atau Resiko Tinggi dan/atau Nilai Pekerjaan lebih dari Rp ,00 menjadi 1 jenis usaha dengan KBLI 00000; Penyederhanaan 19 Jenis Bidang Usaha pada Jasa Bisnis/Jasa Konsultasi Konstruksi yang menggunakan Teknologi Tinggi dan/atau Resiko Tinggi dan/atau Nilai Pekerjaan Lebih Dari Rp ,00 menjadi 1 jenis usaha dengan KBLI 00000; Pengusahaan Air Minum tetap; Pengusahaan Jalan Tol menjadi kepemilikan modal asing 100%; Pengelolaan dan pembuangan sampah yang tidak berbahaya menjadi kepemilikan modal asing 100% Usulan baru 1 bidang usaha yaitu Pengusahaan air baku 3) (h): Jasa bisnis/jasa konsultasi konstruksi yang menggunakan Teknologi Tinggi dan/atau Resiko Tinggi dan/atau Nilai Pekerjaan Lebih Dari Rp ,00 21

22 PENJELASAN SEKTOR PERDAGANGAN Bidang Usaha Perdagangan dan Revisi Total Tertutup Lampiran I Terbuka dengan Persyaratan a b a B c d e f g h * Revisi * 1 1) -2 2) -1 3) -1 4) KETERANGAN: 1) (b): Perdagangan eceran melalui pemesanan pos atau internet (KBLI ) semula (d) 2) (a): Penjualan langsung melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan mitra usaha(direct Selling) menjadi kepemilikan modal asing 100% (dikeluarkan); Pialang berjangka menjadi kepemilikan modal asing 100% (dikeluarkan); 3) (d): Jasa survey: survei mengenai tanah/lapisan tanah (batu-batuan) dan survey mengenai air di permukaan maupun di dalam bumi (geographical/geological survey) pindah ke sektor ESDM 4) (e): Cold Storage menjadi kepemilikan modal asing 100% (dikeluarkan) 22

23 Bidang Usaha Pariwisata dan Ekonomi dan PENJELASAN SEKTOR PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF Total Tertutup Lampiran Terbuka dengan Persyaratan a b a b c d e f g h * Revisi * 12 1) -7 2) -16 3) 3* 4) KETERANGAN: 1) (a): Penambahan bidang usaha semula (e) sebanyak 16 bidang usaha yaitu: (1) museum swasta; (2) peninggalan sejarah yang dikelola swasta; (3) biro perjalanan wisata; (4) jasa boga/catering; (5) restoran; (6) bar; (7) café; (8) hotel bintang dua; (9) hotel bintang satu; (10) hotel non bintang; (11 motel; (12) gelanggang olah raga (biliar, bowling, golf); (13) jasa impresariat bidang seni; (14) singing room/karaoke; (15) ketangkaasan; (jasa konvensi, pameran, dan perjalanan insentif; dan (16) SPA (Sante Par Aqua). 4 bidang usaha yaitu (1) studio pengambilan gambar film, (2) laboratorium pengolahan film, (3) sarana pengisian suara film, dan (4) sarana percetakan dan/atau penggandaan film menjadi kepemilikan asing 100% (dikeluarkan). 2) (d): 7 bidang usaha yaitu (1) sarana pengambilan gambar film, (2) sarana penyuntingan film, (3) sarana pemberian teks film, (4) pembuatan film, (5) pertunjukan film, (6) studio rekaman (cassette, VCD, DVD, dll), (7) pengedaran film menjadi kepemilikan asing 100% (dikeluarkan). 3) (e): 16 bidang usaha pindah ke (a) yaitu: (1) museum swasta; (2) peninggalan sejarah yang dikelola swasta; (3) biro perjalanan wisata; (4) jasa boga/catering; (5) restoran; (6) bar; (7) café; (8) hotel bintang dua; (9) hotel bintang satu; (10) hotel non bintang; (11 motel; (12) gelanggang olah raga (biliar, bowling, golf); (13) jasa impresariat bidang seni; (14) singing room/karaoke; (15) ketangkaasan; (jasa konvensi, pameran, dan perjalanan insentif; dan (16) SPA (Sante Par Aqua). 4) (h): Penambahan 3 bidang usaha yaitu: (1) Jasa Boga/Catering; (2) Penyelenggaraan Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konferensi, dan Pameran (MICE); dan (3) SPA (Sante Par Aqua). 23

24 Bidang Usaha dan Total PENJELASAN SEKTOR PERHUBUNGAN Tertutup Terbuka dengan Persyaratan Lampiran a b a b c d e f g h Perhubungan Revisi ) -2 2) -2 3) 2 4) KETERANGAN 1) (a) Penggabungan 5 bidang usaha yaitu (1) Angkutan barang berbahaya, (2) Angkutan barang alat berat, (3) Angkutan barang peti kemas, (4) Angkutan barang berbentuk curah, cair dan gas, dan (5) Angkutan barang tumbuhan dan hewan hidup menjadi angkutan barang khusus dengan persyaratan kepemilikan modal asing maksimal 49%; Jasa salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air (PBA), kepemilikan modal asing maksimal 49% menjadi persyaratan (f) dengan kepemilikan modal asing 100%; 2 bidang usaha yaitu: (1) Penyediaan dan pengusahaan pelabuhan penyeberangan, dan (2) Penyediaan dan pengusahaan pelabuhan sungai dan danau) semula persyaratan (c) 2 bidang usaha yaitu: Angkutan Orang Dengan Moda Darat: (1) Dalam Trayek dan (2) Tidak Dalam Trayek, semula persyaratan (d) 1 bidang usaha yaitu: Penyediaan fasilitas pelabuhan (dermaga, gedung, penundaan kapal terminal peti kemas, terminal curah cair, terminal curah kering dan terminal Ro-Ro), menjadi persyaratan (f); 2) (c) 2 bidang usaha yaitu: (1) Penyediaan dan pengusahaan pelabuhan penyeberangan, dan (2) Penyediaan dan pengusahaan pelabuhan sungai dan danau) menjadi (a) 3) (d) 2 bidang usaha yaitu: Angkutan Orang Dengan Moda Darat: (1) Dalam Trayek dan (2) Tidak Dalam Trayek, menjadi (a) 4) (f) Jasa salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air (PBA), kepemilikan modal asing maksimal 49% semula (a) 1 bidang usaha yaitu: Penyediaan fasilitas pelabuhan (dermaga, gedung, penundaan kapal terminal peti kemas, terminal curah cair, terminal curah kering dan terminal Ro-Ro), semula (a) 24

25 PENJELASAN SEKTOR KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Bidang Usaha Komunikasi Informatika Revisi Total Tertutup Lampiran I Terbuka dengan Persyaratan a b a b c d e f g h Revisi ) 1 2) -1 3) KETERANGAN: 1) (a): Warung telekomunikasi menjadi kepemilikan modal asing 100% (dikeluarkan) 2) (a): Penyelenggara Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (Market Place, Daily Deals, Price Grabber) dengan nilai investasi kurang dari Rp ,00 pindah dari Sektor Perdagangan Penyelenggara Pos semula (f) Pembentukan Lembaga Pengujian Perangkat Telekomunikasi (tes laboratorium) menjadi kepemilikan modal asing 100% 3) (f): Penyelenggara Pos menjadi (f) 25

26 Bidang Usaha Keuangan dan PENJELASAN SEKTOR KEUANGAN Tertutup Terbuka dengan Persyaratan Total Lampiran I a b a b c d e f g h Revisi ) 1 2) - 3) KETERANGAN: 1) (a): Usulan baru Bidang Usaha Penjaminan; Penggabungan 4 Bidang Usaha yaitu: Pembiayaan Nonleasing: (1) Konsumen, (2) Kartu Kredit, (3) Nonleasing lainnya, dan (4) Anjak Piutang menjadi 3 Bidang Usaha yaitu Pembiayaan Non Leasing: (1) Multiguna, (2) Investasi, (3) Modal Kerja. 2) (c) Perusahaan pialang pasar uang semula dari Sektor Perbankan 3) (d): Pedagang valuta asing nonbank pindah dari semula Sektor Perbankan Dana Pensiun dihapus 26

27 PENJELASAN SEKTOR PERBANKAN Bidang Usaha Perbankan Revisi Total Tertutup Lampiran I Terbuka dengan Persyaratan a b a b c d e f g h Revisi ) -1 2) KETERANGAN: 1) (c): Penggabungan 2 bidang usaha yaitu (1) Bank: Bank Nondevisa, (2) Bank: Bank Devisa menjadi 1 bidang usaha yaitu Bank: Bank Konvensional Perusahaan pialang pasar uang pindah ke Sektor Keuangan 2) (d): Bidang usaha Pedagang valuta asing hilang karena sudah termasuk ke dalam Jenis Usaha Bank 27

28 PENJELASAN SEKTOR KETENAGAKERJAAN Bidang Usaha Tenaga Kerja Transmigrasi dan Total Tertutup Terbuka dengan Persyaratan Lampiran a b a b c d e f g h Revisi ) KETERANGAN: 1) (c): Kegiatan Usaha Pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan) dan Perikanan di Kawasan Transmigrasi menjadi dihapus dari DNI 28

29 SEKTOR PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Bidang Usaha Pendidikan Kebudayaan dan Total Tertutup Terbuka dengan Persyaratan Lampiran a b a b c d e f g h Revisi ) KETERANGAN: 1) (a) Penggabungan 4 bidang usaha yaitu Pendidikan Nonformal: (1) Jasa Pendidikan Komputer, (2) Jasa Pendidikan Bahasa Swasta, (3) Jasa Pendidikan Kecantikan dan Kepribadian Swasta; dan (4) Jasa Pendidikan Keterampilan Swasta Lainnya menjadi Bidang Usaha Pelatihan Kerja pada Sektor Tenaga Kerja 29

30 SEKTOR KESEHATAN Bidang Usaha Kesehatan dan Total Tertutup Terbuka dengan Persyaratan Lampiran a b a b c d e f g h * Revisi * 4 1) 4 2) -9 3) -8 3) 2 4) Keterangan: 1) (a) 2 bidang usaha yaitu: (1) Usaha Industri Farmasi Bahan Baku Obat Jadi; dan (2) Jasa konsulasi Bisnis dan Manajemen dan/atau jasa Manajemen Rumah Sakit menjadi kepemilikan modal asing 100% (dikeluarkan) Penggabungan 1 bidang usaha yaitu (1) Jasa pelayanan penunjang kesehatan (Jasa asistensi dalam evakuasi pertolongan kesehatan dan evakuasi pasien dalam keadaan darurat) ke dalam 2 bidang usaha yaitu: (1) Jasa pelayanan penunjang kesehatan: pelayanan pest control/fumigasi; dan (2) Jasa pelayanan penunjang kesehatan: pelayanan evakuasi medik dan ambulantory Penambahan 1 bidang usaha Rumah Sakit dari semula (e); Penambahan 4 bidang usaha yaitu Klinik Utama: (1) Klinik Kedokteran Spesialis, (2) Klinik Kedokteran gigi spesialis, (3) Jasa Keperawatan Spesialis (semula (e) dan persyaratan (h)), dan (4) Jasa Rumah Sakit Lainnya semula (e). 2) (c) Usulan 4 bidang usaha baru yaitu: Industri Alat Kesehatan: (1) Kelas B (Masker bedah, jarum suntik, pasien monitor, kondom, surgical gloves, cairan hemodialisa, PACS, surgical knives); (2) Kelas C (IV Catheter, X Ray, ECG, Patient Monitor, Inplan Orthopedy, Contact Lens, Oxymeter, Densitometer); (3) Kelas D (CT Scan, MRI, Catheter Jantung, Stent Jantung, HIV Test, Pacemaker, Dormal Filler, Ablation Catheter); dan (4) Bank dan Laboratorium Jaringan dan Sel; 3) (d) Pusat/Balai Stasiun Penelitian Kesehatan menjadi kepemilikan modal asing 100% (dikeluarkan); 5 bidang usaha yaitu: Praktik Perorangan Tenaga Kesehatan: (1) Praktek dokter umum; (2) Praktek dokter spesialis; (3) Praktek dokter gigi; (4) Jasa pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh paramedis; dan (5) Jasa pelayanan kesehatan tradisional menjadi dikeluarkan; Penggabungan 2 bidang usaha yaitu: Apotik: (1) Praktik profesi apoteker dan (2) Toko obat/apotek rakyat menjadi 1 bidang usaha yaitu: Apotek, toko obat, toko alat kesehatan, dan optik Jasa pelayanan penunjang kesehatan: (1) pelayanan pest control/fumigasi; dan (2) pelayanan evakuasi medik dan ambulantory menjadi (a) 4) (e) 4 bidang usaha yaitu: Klinik Utama: (1) Klinik Kedokteran Spesialis, (2) Klinik Kedokteran gigi spesialis, (3) Jasa Keperawatan Spesialis semula persyaratan (e) dan persyaratan (h), dan (4) Jasa Rumah Sakit Lainnya menjadi persyaratan (a). 1 bidang usaha yaitu Rumah sakit menjadi persyaratan (a) 3 bidang usaha yaitu (1) Jasa pelayanan penunjang kesehatan (penyewaan peralatan medik), Jasa Pelayanan Penunjang Kesehatan: (2) Laboratorium Klinik dan (3) Clinic Medical Check Up menjadi kepemilikan modal asing 100% (dikeluarkan) 5) (f) Usulan baru 2 bidang usaha yaitu: (1) Penyalur alat kesehatan dan (2) Industri Alat Kesehatan Kelas A (kapas, pembalut, kasa, tongkat, tiang infus, pembalut wanita, popk dewasa, tempat tidur pasien, kursi roda) 30

31 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-ii Februari 2016 (Tahap X)

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-ii Februari 2016 (Tahap X) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-ii Februari 2016 (Tahap X) Jakarta, 11 Februari 2016 2 Memperlonggar Investasi Dengan Meningkatkan Perlindungan Bagi Usaha

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi X

Paket Kebijakan Ekonomi X Paket Kebijakan Ekonomi X Pemerintah menambah 19 bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar

Lebih terperinci

PMA MENJADI 67% SEMULA (%) Kehutanan 51 NO JENIS/BIDANG USAHA SEKTOR KETERANGAN

PMA MENJADI 67% SEMULA (%) Kehutanan 51 NO JENIS/BIDANG USAHA SEKTOR KETERANGAN PMA MENJADI 67% 1 Pengusahaan pariwisata alam berupa pengusahaan sarana, kegiatan dan jasa ekowisata di dalam kawasan hutan (wisata tirta, petualangan alam, wisata goa, wisata minat usaha lainnya) Kehutanan

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 111 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 77 TAHUN 2007 TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BAKU LAPANGAN USAHA INDONESIA 1997

KLASIFIKASI BAKU LAPANGAN USAHA INDONESIA 1997 KLASIFIKASI BAKU LAPANGAN USAHA INDONESIA 1997 KODE KETERANGAN 000 KEGIATAN YANG BELUM JELAS BATASANNYA 011 PERTANIAN TANAMAN PANGAN, TANAMAN PERKEBUNAN, DAN HORTIKULTURA 012 PETERNAKAN 013 KOMBINASI PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG TAHUN PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 67 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

NO. BIDANG JENIS IZIN / NON IZIN

NO. BIDANG JENIS IZIN / NON IZIN LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 67 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI

Lebih terperinci

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS FREQUENTLY ASKED QUESTIONS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 17/11 1 11/DKSP TANGGAL 1 JUNI 2015 PERIHAL KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA A. UMUM 1. Apa saja pertimbangan

Lebih terperinci

KEPALA DINAS BIDANG PENDIDIKAN DASAR SEKSI PENGEMBANGAN DATA PENDIDIKAN SEKSI TAMAN KANAK-KANAK SEKSI SEKOLAH MENENGAH ATAS SEKSI SEKOLAH DASAR

KEPALA DINAS BIDANG PENDIDIKAN DASAR SEKSI PENGEMBANGAN DATA PENDIDIKAN SEKSI TAMAN KANAK-KANAK SEKSI SEKOLAH MENENGAH ATAS SEKSI SEKOLAH DASAR LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH BAGAN SUSUNAN ORGANISASI DINAS PENDIDIKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH UMUM, PENGEMBANGAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN PENDIDIKAN DASAR PENDIDIKAN MENENGAH

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN PEMBERIAN IZIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN PEMBERIAN IZIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN PEMBERIAN IZIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya Pemerintah Daerah dalam rangka mengendalikan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5768 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

RINCIAN KEWENANGAN PEMERINTAH YANG DILIMPAHKAN KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG

RINCIAN KEWENANGAN PEMERINTAH YANG DILIMPAHKAN KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG RINCIAN KEWENANGAN PEMERINTAH YANG DILIMPAHKAN KEPADA DEWAN KAWASAN SABANG LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 83 TAHUN 2010 TANGGAL : 20 Desember 2010 1. Perdagangan 1) Penerbitan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Laporan Perkembangan Deregulasi 2015 Jakarta, 22 September 2015 A. RPP Tempat Penimbunan Berikat, (D1) B. RPP Perubahan PP Nomor 23 Tahun 2010, (F3) C. RPerpres

Lebih terperinci

JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK LAMPIRAN IIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TANGGAL 7 JULI 1997 TENTANG JENIS DAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (1) JENIS- YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN LUAR NEGERI

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi 9: Pemerataan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan stabilisasi harga daging hingga ke desa

Paket Kebijakan Ekonomi 9: Pemerataan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan stabilisasi harga daging hingga ke desa Paket Kebijakan Ekonomi 9: Pemerataan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan stabilisasi harga daging hingga ke desa Pemerintah baru saja mengeluarkan paket kebijakan ekonomi IX. Fokusnya mempercepat pembangunan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

NO JABATAN TUGAS 3. Sub Bagian Umum dan Keuangan

NO JABATAN TUGAS 3. Sub Bagian Umum dan Keuangan URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENANAMAN MODAL, PELAYANAN TERPADU SATU PINTU, KOPERASI DAN USAHA MIKRO KOTA MADIUN 1. Kepala Dinas Memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan urusan Penanaman

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH. PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 10 "A TAI-lUri c2.017 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH. PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 10 A TAI-lUri c2.017 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 10 "A TAI-lUri c2.017 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PERIZINAN DAN NONPERIZINAN YANG MENJADI URUSAN PEMERINTAH DAERAH KEPADA DINAS

Lebih terperinci

N O M O R 5 0 T A H U N 2015 M O D A L K E P A D A K E P A L A B A D A N P E N A N A M A N M O D A L D A N PERIZINAN

N O M O R 5 0 T A H U N 2015 M O D A L K E P A D A K E P A L A B A D A N P E N A N A M A N M O D A L D A N PERIZINAN PROVINSI J A W A T E N G A H P E R A T U R A N BUPATI B A T A N G N O M O R 5 0 T A H U N 2015 T E N T A N G P E R U B A H A N K E D U A ATAS P E R A T U R A N B U P A T I B A T A N G N O M O R 82 T A

Lebih terperinci

KEPALA DINAS BIDANG PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN BIDANG TANAMAN PANGAN BIDANG TANAMAN HORTIKULTURA BIDANG PETERNAKAN

KEPALA DINAS BIDANG PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN BIDANG TANAMAN PANGAN BIDANG TANAMAN HORTIKULTURA BIDANG PETERNAKAN DINAS PERTANIAN KEPEG DAN KEU TANAMAN PANGAN TANAMAN HORTIKULTURA PETERNAKAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN SARANA PRASARANA TANAMAN PANGAN SARANA PRASARANA TANAMAN HORTIKULTURA SARANA PRASARANA

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMASI PUBLIK DINAS PENANAMAN MODAL DAN PTSP PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

DAFTAR INFORMASI PUBLIK DINAS PENANAMAN MODAL DAN PTSP PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DAFTAR INFORMASI PUBLIK DINAS PENANAMAN MODAL DAN PTSP PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BIDANG PELAYANAN PERIZIANAN TERPADU NO 1 DIUMUMKAN SECARA BERKALA DIUMUMKAN SECARA SERTA MERTA DOKUMENTASI DAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 570-8 - 2013 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PENANDATANGANAN PERIZINAN DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI

Lebih terperinci

BAGAN STRUKTUR DINAS PENDIDIKAN DASAR DAN KEBUDAYAN KABUPATEN MIMIKA

BAGAN STRUKTUR DINAS PENDIDIKAN DASAR DAN KEBUDAYAN KABUPATEN MIMIKA LAMPIRAN I Peraturan Daerah Kabupaten Mimika BAGAN STRUKTUR DINAS PENDIDIKAN DASAR DAN KEBUDAYAN KABUPATEN MIMIKA PENDIDIKAN USIA DINI (PAUD) DAN SEKOLAH DASAR PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TENAGA

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 317 TAHUN

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 317 TAHUN BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 317 TAHUN 2013 2012 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG BUPATI KEPADA KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN TERPADU DALAM PENYELENGGARAAN PERIZINAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

No. 17/ 11 /DKSP Jakarta, 1 Juni 2015 SURAT EDARAN. Perihal : Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

No. 17/ 11 /DKSP Jakarta, 1 Juni 2015 SURAT EDARAN. Perihal : Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia No. 17/ 11 /DKSP Jakarta, 1 Juni 2015 SURAT EDARAN Perihal : Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data Tabel Input-Output Propinsi Kalimantan Timur tahun 2009 klasifikasi lima puluh

Lebih terperinci

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN INTAN JAYA KEPALA DINAS U P T D. Untuk salinan yang sah sesuai dengan yang asli

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN INTAN JAYA KEPALA DINAS U P T D. Untuk salinan yang sah sesuai dengan yang asli DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN INTAN JAYA LAMPIRAN I : Peraturan Daerah Kabupaten Intan Jaya PENDIDIKAN DASAR PENDIDIKAN MENENGAH PERTAMA PENDIDIKAN MENENGAH ATAS PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH KURIKULUM DAN TENAGA

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI,TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN P ELAYANAN TERPADU SATU

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 20 TAHUN 2011 SERI : D NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 20 TAHUN 2011 SERI : D NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 20 TAHUN 2011 SERI : D NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 13

Lebih terperinci

BUPATI PULANG PISAU PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 19 TAHUN 2015

BUPATI PULANG PISAU PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 19 TAHUN 2015 1 BUPATI PULANG PISAU PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENERBITAN DAN PENANDATANGANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN I: PENGUKURAN KINERJA TAHUN 2015

LAMPIRAN I: PENGUKURAN KINERJA TAHUN 2015 LAMPIRAN I: PENGUKURAN KINERJA TAHUN 2015 PROVINSI : NUSA TENGGARA TIMUR SKPD : KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU (KPPTSP ) PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Sasaran Strategis Indikator Kinerja

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BKPM NO. 5 TAHUN 2013 JO. PERATURAN KEPALA BKPM NO. 12 TAHUN 2013

PERATURAN KEPALA BKPM NO. 5 TAHUN 2013 JO. PERATURAN KEPALA BKPM NO. 12 TAHUN 2013 PERATURAN KEPALA BKPM NO. 5 TAHUN 2013 JO. PERATURAN KEPALA BKPM NO. 12 TAHUN 2013 CHECK LIST IZIN USAHA BARU/ PERLUASAN/ ALIH STATUS/ PENGGABUNGAN *) *) pilih salah satu Menunjukan dokumen asli Fotokopi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. 7. Bidang Pekerjaan Umum. No. Bidang Usaha KBLI. Keterangan. a b c d e f g h i j c d e

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. 7. Bidang Pekerjaan Umum. No. Bidang Usaha KBLI. Keterangan. a b c d e f g h i j c d e 46 7. Bidang Pekerjaan Umum 1. Jasa Konstruksi (Jasa Pelaksana Konstruksi) yang Menggunakan Teknologi Sederhana dan/atau Risiko Rendah dan/atau Nilai Pekerjaan s/d Rp. 1.000.000.000,: Pekerjaan Pembersihan

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 67 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 67 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 67 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN PENYELENGGARAAN PERIZINAN DAN

Lebih terperinci

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DINAS PENDIDIKAN

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DINAS PENDIDIKAN BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DINAS PENDIDIKAN LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU DINAS PENDIDIKAN PROGRAM UMUM PENDIDIKAN DASAR PENDIDIKAN MENENGAH PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN FORMAL

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG DARI GUBERNUR KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

Lebih terperinci

PERPRES NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN

PERPRES NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN PERPRES NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN 2013 by Indonesian Investment Coordina6ng Board. All rights reserved Outline Peraturan

Lebih terperinci

BIDANG USAHA, JENIS USAHA DAN SUB-JENIS USAHA BIDANG USAHA JENIS USAHA SUB-JENIS USAHA

BIDANG USAHA, JENIS USAHA DAN SUB-JENIS USAHA BIDANG USAHA JENIS USAHA SUB-JENIS USAHA BIDANG USAHA, JENIS USAHA DAN SUBJENIS USAHA BIDANG USAHA JENIS USAHA SUBJENIS USAHA 1. Daya Tarik Wisata No. PM. 90/ HK. 2. Kawasan Pariwisata No. PM. 88/HK. 501/MKP/ 2010) 3. Jasa Transportasi Wisata

Lebih terperinci

PERPRES NO 39 TAHUN 2014 TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN

PERPRES NO 39 TAHUN 2014 TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN 2013 by Indonesian Investment Coordinating Board. All rights reserved PERPRES NO 39 TAHUN 2014 TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN Disampaikan pada

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN PENYELENGGARAAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 2 0 T A H U N TANGGAL :

LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 2 0 T A H U N TANGGAL : STRUKTUR ORGANISASI DINAS PENDIDIKAN LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH PENDIDIKAN TK DAN SD PENDIDIKAN SMP DAN SM TENAGA PENDIDIKAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH PENGAJARAN TK DAN SD PENGAJARAN SMP DAN SM TENAGA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-321/PJ/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-

Lebih terperinci

S A L I N A N LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN UTARA NOMOR 21 TAHUN 2016

S A L I N A N LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN UTARA NOMOR 21 TAHUN 2016 DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN (TIPE A) LAMPIRAN I NOMOR 21 TAHUN 2016 LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH TENTANG NOMOR : PERENCANAAN, DAN BMD PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PEMBINAAN SMA PEMBINAAN SMK PEMBINAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN PUBLIK BIDANG PERIZINAN

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN PUBLIK BIDANG PERIZINAN BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN PUBLIK BIDANG PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan kepastian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

2 4. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di bidang Pariwisata (Lembaran Negara Republik Indo

2 4. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di bidang Pariwisata (Lembaran Negara Republik Indo BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1035, 2015 KEMENPAR. Standar Kompetensi. Kerja Nasional Indonesia. Pariwisata. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

2018, No Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Pariwisata; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 T

2018, No Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Pariwisata; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2018 KEMENPAR. SKKNI bidang Pariwisata. Perubahan. PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PARIWISATA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA BIDANG PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

REPUBLIK DEMOKRASI RAKYAT LAOS JADWAL KOMITMEN SPESIFIK

REPUBLIK DEMOKRASI RAKYAT LAOS JADWAL KOMITMEN SPESIFIK I. KOMITMEN HORISONTAL SEMUA SEKTOR YANG DICAKUP DALAM JADWAL INI 3) Kehadiran komersial pemasok jasa asing dapat berbentuk sebagai berikut : - Suatu usaha patungan dengan satu atau lebih penanam modal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 I. UMUM

Lebih terperinci

KEPALA DINAS KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SEKRETARIS SUB BAGIAN KEUANGAN DAN PROGRAM SUB BAGIAN UMUM BIDANG PENDAFTARAN BIDANG PENETAPAN

KEPALA DINAS KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SEKRETARIS SUB BAGIAN KEUANGAN DAN PROGRAM SUB BAGIAN UMUM BIDANG PENDAFTARAN BIDANG PENETAPAN BAGAN STRUKTUR ORGANISASI LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOVEN DIGOEL DINAS PENDAPATAN DAERAH NOMOR : 22 TAHUN 2005 PENDAFTARAN PENETAPAN PEMBUKUAN PENAGIHAN PENDAFTARAN DAN PENYULUHAN PERHITUNGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR PROVINSI KALIMANTAN UTARA

GUBERNUR PROVINSI KALIMANTAN UTARA 1 GUBERNUR PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI KALIMANTAN UTARA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.279, 2015 KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768). PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG UNIT ORGANISASI DAN TUGAS ESELON I KEMENTERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG UNIT ORGANISASI DAN TUGAS ESELON I KEMENTERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG UNIT ORGANISASI DAN TUGAS ESELON I KEMENTERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA UTARA

GUBERNUR SUMATERA UTARA GUBERNUR SUMATERA UTARA PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PELAYANAN PERIJINAN KEPADA BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN I. UMUM Perusahaan Pembiayaan telah terbukti berperan penting dalam pendistribusian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2016 EKONOMI. Penyediaan Infrastruktur. Prioritas. Percepatan. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 67 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 67 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 67 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN KETAPANG PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN KETAPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PROVINSIJAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PACITAN PROVINSIJAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI PACITAN PROVINSIJAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PENGELOLAAN BIDANG PERIZINAN DAN NON PERIZINAN KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN

Lebih terperinci

KEPALA DINAS. Subbag Penyusunan Program dan Pelaporan. Bidang Perlindungan Tanaman dan Pembinaan Usaha. Seksi Identifikasi dan Pengendalian OPT

KEPALA DINAS. Subbag Penyusunan Program dan Pelaporan. Bidang Perlindungan Tanaman dan Pembinaan Usaha. Seksi Identifikasi dan Pengendalian OPT SUSUNAN ORGANISASI DANTATA KERJA DINAS PERKEBUNAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH Bidang Prasarana dan Sarana Bidang Produksi Bidang Perlindungan Tanaman dan Pembinaan Usaha Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN KEPADA KANTOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPALA BADAN BIDANG PAUD DAN PK-PLK SEKSI KURIKULUM SEKSI TENAGA PENDIDIK & KEPENDIDIKAN SEKSI SARANA PRASARANA U P T

KEPALA BADAN BIDANG PAUD DAN PK-PLK SEKSI KURIKULUM SEKSI TENAGA PENDIDIK & KEPENDIDIKAN SEKSI SARANA PRASARANA U P T 104 105 LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA KEPALA BADAN TK / SD SMP / SMA / SMK PAUD DAN PK-PLK PENDIDIKAN INFORMAL & FORMAL PEMUDA OLAH RAGA KURIKULUM

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. telekomunikasi dan jaringan di wilayah indonesia. Secara umum kegiatan utama

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. telekomunikasi dan jaringan di wilayah indonesia. Secara umum kegiatan utama BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 3.1. PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Telkom merupakan BUMN yang bergerak di bidang jasa layanan telekomunikasi dan jaringan di wilayah indonesia. Secara umum kegiatan

Lebih terperinci

LAPORAN STATISTIK KINERJA INDUSTRI INDONESIA 2018

LAPORAN STATISTIK KINERJA INDUSTRI INDONESIA 2018 LAPORAN STATISTIK KINERJA INDUSTRI INDONESIA 2018 METODOLOGI STATISTICAL REPORT iii BAB I PERTUMBUHAN INDUSTRI 1 BAB II PERTUMBUHAN INVESTASI 37 BAB III PERTUMBUHAN EKSPOR - IMPOR HASIL PERTANIAN 58 BAB

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1 No.335, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. KEK Arun Lhokseumawe. Pendelagasian Kewenangan Penerbitan Pendaftaran Penanaman Modal dan Izin Usaha Penanaman Moda. PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Deskripsi Perusahaan Perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia diklasifikasikan kedalam sembilan sektor industri yang telah ditetapkan oleh JASICA (

Lebih terperinci

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1 RINCIAN ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS Halaman : 1 001 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 21.106.197 305.536.058 24.747.625 0 351.389.880 13.550.500

Lebih terperinci

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2007 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH )

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2007 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) RINCIAN ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2007 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS Halaman : 1 001 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 81.406.623 88.821.300 25.893.402 0 196.121.325 14.349.217

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 105) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN TENTANG SERTIFIKASI KOMPETENSI

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN

GUBERNUR SULAWESI SELATAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 2076/X/TAHUN 2016 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PENANDATANGANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN KEPADA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

KEPALA DINAS. Subbagian Perencanaan Program. Bidang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus. Seksi. Kurikulum dan Pembelajaran

KEPALA DINAS. Subbagian Perencanaan Program. Bidang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus. Seksi. Kurikulum dan Pembelajaran DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI RIAU 1 : PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU PAUD dan Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Non

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2008 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH )

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2008 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) RINCIAN ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2008 MENURUT BAGIAN ANGGARAN, UNIT ORGANISASI DAN JENIS Halaman : 1 001 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 79.185.200 117.232.724 20.703.396 0 217.121.320 13.993.473

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

DAFTAR NEGATIF INVESTASI PASCA DIUNDANGKANNYA PERPRES NOMOR 39 TAHUN 2014 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

DAFTAR NEGATIF INVESTASI PASCA DIUNDANGKANNYA PERPRES NOMOR 39 TAHUN 2014 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 2013 by Indonesian Investment Coordinating Board. All rights reserved DAFTAR NEGATIF INVESTASI PASCA DIUNDANGKANNYA PERPRES NOMOR 39 TAHUN 2014 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Jakarta, 17 Juni 2014 MEKANISME

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 49/PJ/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 49/PJ/2011 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 49/PJ/2011 TENTANG TEMPAT PENDAFTARAN DAN PELAPORAN USAHA BAGI WAJIB PAJAK PADA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN 1 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN I. UMUM Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan berupa sumber daya yang

Lebih terperinci

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (U MKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan

Lebih terperinci