1.1.2 Realita Kakao Kini, Tantangan ke Depan dan Motivasi Kakao Berkelanjutan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1.1.2 Realita Kakao Kini, Tantangan ke Depan dan Motivasi Kakao Berkelanjutan"

Transkripsi

1 Bagian Latar Belakang Spirit dan Apresiasi Petani Kakao Jembrana Kakao adalah hidup saya..., bait kalimat sederhana ini muncul dari seorang petani I Ketut Suartika, petani kakao anggota Subak Amerta Nadhi, Desa Yeh Embang ini menyampaikan apresiasi dan harapan mewakili ratusan petani di Kabupaten Jembrana yang tanpa kenal lelah berharap akan komoditi ini agar tetap berkelanjutan. Ini adalah sebuah harapan akan makna lestari dalam sektor kakao. Sederhananya, bagaimana komoditi kakao senantiasa ada dan tetap bisa menjadi bagian dari aktivitas keseharian di Bumi Mekepung Jembrana, sebagai sebuah potensi warisan kepada generasi penerus yang tidak akan punah oleh waktu. Bukan hal yang berlebihan kiranya harapan tersebut disampaikan, jika melihat potensi yang ada. Kakao dan Jembrana merupakan dua hal yang memiliki keterkaitan sangat kuat. Seiring perjalana waktu, sebuah realita yang tak terbantahkan, terbukti bahwa komoditi kakao telah memberikan banyak hal kepada masyarakat Jembrana, mulai dari pendidikan, kesehatan, hunian yang layak bahkan ketahanan pangan bagi masyarakat Realita Kakao Kini, Tantangan ke Depan dan Motivasi Kakao Berkelanjutan Produk kakao Indonesia sangat tergantung pada pasar ekspor sehingga -mau tidak mauindustri kakao kita harus beradaptasi dengan semua perkembangan yang terjadi di dunia Internasional. Sejak tingkat kesadaran konsumen meningkat, tuntutan pasar komoditi pertanian mengalami perubahan yang signifikan. 1

2 Konsumen tidak hanya mengutamakan kualitas yang baik untuk produk yang mereka beli namun juga menuntut perhatian lebih pada sustainability (untuk aspek-aspek ekonomi, sosial dan juga lingkungan) melalui manajemen rantai pasokan. Dengan kondisi demikian, sudah selayaknya para produsen dilibatkan dalam setiap program pengembangan sektor kakao menuju sustainability/berkelanjutan. Tetapi pada kenyataannya, sampai saat ini sektor kakao Indonesia hanya memiliki sebagian kecil produk yang telah bersertifikasi. Berpijak dari kendala tersebut bukan berarti tidak ada harapan bagi Indonesia untuk menembus pasar komoditi kakao berkelanjutan. Atas dasar inisiasi inilah hadir program kakao berkelanjutan atau kakao lestari dalam kerangka sertifikasi. Kerangka sertifikasi ini dipilih sebagai upaya untuk melengkapi/menyempurnakan program-program yang ada selama ini, baik yang di-inisiasi oleh pemerintah, swasta maupun pihak lainnya. Mulai tahun 2011, program ini dibangun, dijalankan dan diperkuat bersama dalam bingkai saling berbenah dan antar komponen mulai dari petani, pemerintah, koperasi, legislatif, swasta, pendamping dan pihak donor program. Aspek hulu hilir menjadi konsentrasi utama program. Selain penguatan di tingkat petani, pranata sosial Subak Abian, dan Koperasi sebagai pemegang sertifikat juga mendapatkan proses penguatan kapasitas, sehingga mampu memberikan nuansa pembelajaran akan proses pemberdayaan menjadi semakin riil dan kuat. Kerja keras dengan tantangan yang tidak mudah...kalimat ini belum cukup untuk mewakili proses yang harus dibangun dengan segala keterbatasan dan dinamika yang menyertai perjalanan program. Keterbatasan SDM, sumber pendanaan, membangun ICS sebagai sebuah system dan team, proses improvement di tingkat petani (P) dan di tingkat koperasi (C) merupakan sederetan tantangan yang menyertai perjalanan program. Semangat perubahan untuk peningkatan kwantitas, kwalitas biji kakao, proses pemberdayaan kelompok/subak Abian, membangun sistem penjualan bersama dan harapan adanya peningkatan pendapatan petani atas reward, penghargaan dalam bentuk harga premium, merupakan sederetan motivasi petani untuk mengimplementasikan program kakao berkelanjutan di Kabupaten Jembrana. Hal lain yang tidak kalah penting adalah filosofi dasar dari makna lestari/berkelanjutan dalam kerangka sertifikasi, yang menjadi media gerakan penyadaran akan penting nya komoditi ini tumbuh dan berkembang lestari di Kabupaten Jembrana. 2

3 1.1.3 Semangat Perubahan dan Proses Evaluasi Proses perbaikan senantiasa dilakukan seiring berjalannya proses sertifikasi dari tahun ke tahun. Tahun 2013, koperasi telah berhasil kembali mempertahankan sertifikat UTZ di tahun ke 2. Ini berarti tantangan semakin besar, terutama upaya membangun mekanisme pasar yang mampu menghargai kerja keras petani dalam melakukan perubahan. Proses perbaikan dan penyempurnaan tiada henti untuk dilakukan. Aspek hulu hilir yang telah dibangun senantiasa menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan. Proses pembelajaran yang telah dipetik dalam perjalanan program, semaksimal mungkin dapat dibagi kepada petani lain untuk semakin banyak menemukan local champion yang akan menjadi agen perubahan bagi petani lainnya. Inovasi, improvisasi dan kreatifitas pendamping dalam menterjemahkan prinsip-prinsip dasar Code Of Conduct yang cenderung dalam bahasa langit/tinggi harus mampu diterjemahkan, diterima dan diimplementasikan dalam bahasa yang lebih membumi oleh petani. Berbagai upaya inovatif dalam implementasi program seperti pembuatan demplot partisipatif, Good Manufacturing Practices (GMP), Good Handling Practices (GHP) dan berbagai proses peruman /diskusi intensif di tingkat subak maupun individu dilakukan secara paralel. Hasilnya mendatangkan perubahan, perbaikan dan perhatian dari beberapa subak baru yang merapat ke dalam barisan program kakao berkelanjutan untuk samasama berbagi spirit perubahan. Dari 18 subak abian akhirnya berkembang menjadi 22 subak abian dalam tahun 2014 ini. Namun seiring proses, berbagai kendala realita di lapangan mewarnai pelaksanaan program yang juga menjadi catatan tantangan. Dari 145 subak abian yang ada di Kabupaten Jembrana, hanya baru memasuki angka 22 subak yang tergabung dalam program. Alih fungsi vegetasi dari tanaman kakao ke tanaman keras, seperti sengon, jabon, jati dan tanaman keras lainnya juga marak terjadi di beberapa subak lain diluar peserta program. Tumpang tindihnya beberapa program dari berbagai dinas yang secara tidak langsung berdampak pada program, juga turut memberikan warna terhadap jalannya program. 3

4 Pemetaan lokasi untuk menunjukkan potensi penyebaran kakao di masing-masing kecamatan juga belum ada kejelasan data/informasi, lengkap dengan penyebaran dan kondisi peremajaan dan sebaran hama dan penyakit. Kondisi ini menjadi penting untuk dianalisa berkenaan dengan terjadinya pergeseran musim panen sebagai dampak dari perubahan iklim. Data ini penting kiranya untuk dijadikan rekomendasi kepada petani sehingga secara perlahan para petani dapat melakukan upaya terhadap adaptasi iklim (climate adaptation) sebagai bagian dari keberlanjutan program. Data yang tidak kalah penting lainnya adalah : informasi detail untuk mengetahui relevansi antara penerapan praktek GAP dan peningkatan produksi selama 2 tahun terakhir. Perubahan ini patut untuk direkam dalam rapid assisment kepada beberapa subak dan petani kunci di beberapa subak untuk dijadikan sebagai catatan pembelajaran penting bagi petani lainnya dalam melakukan perubahan di tingkat kebun. Semua data/informasi ini akan ditangkap dalam sebuah proses Participatory Action Research (PAR) atau Riset Aksi Partisipatif sebagai sebuah metoda, PAR merupakan penelitian yang melibatkan secara aktif semua pihak-pihak yang relevan (stakeholders) dalam mengkaji tindakan yang sedang berlangsung (dimana pengamalan mereka sendiri sebagai persoalan) dalam rangka melakukan perubahan dan perbaikan ke arah yang lebih baik. Untuk itu, komponen harus melakukan refleksi kritis terhadap konteks perjalanan program. PAR dilakukan sebagai salah satu harapan untuk mendapatkan perubahan yang diinginkan oleh semua pihak. PAR merupakan sebuah siklus yang didalamnya mencakup kegiatan intervensi (oleh karenanya dinamakan action research). Faktor penting lainnya adalah tingkat keterlibatan mitra/petani kakao, sehingga tujuan melakukan penelitian PAR (yaitu melakukan perbaikan) dapat dicapai melalui pembelajaran bersama. Semua komponen yang terlibat dalam program, dudk bersama untuk sharing dan membangun solusi bersama sehingga dapat dilakukan intervensi untuk perbaikan. Metoda PAR ini akan dipergunakan sebagai salah satu metoda dalam penggalian informasi yang terkait dengan perkembangan program kakao lestari melalui berbagai proses FGD atau pebligbagan dengan anggota subak dan beberapa komponen relevan lainnya. 4

5 1.2 Tujuan Program penggalian dan pemetaan kondisi pelaksanaan program kakao lestari melalui metoda PAR untuk menggali kebutuhan, persoalan dan perkembangan yang ada di lapangan melalui pendekatan aksi intervensi, sehingga hasil riset dapat ditindaklanjuti. 1.3 Manfaat Hasil riset dapat dipergunakan sebagai rekomendasi bagi semua komponen yang terlibat dalam program. Riset partisipasi ini juga dapat memberikan informasi perkembangan dan pemetaan program secara lebih riil. 5

6 Ide, Rencana & Aksi Perbaikan Harus dibangun dari Dalam Latar Belakang Tahapan Kegiatan Pemetaan Rencana Aksi Strategis Semangat perubahan Evaluasi dampak berbasis masyarakat Kakao lestari dan pembelajaran terus menerus/berkelanjutan (Continous Listening) Pemetaan awal & penentuan komponen riset Pemetaan Partisipatif (FGD,Diskusi Subak,Paruman) Penyusunan rencana aksi strategi Subak dan anggota subak Koperasi KSS Dinas Perkebunan Dinas Koperasi DPRD Komponen lainnya Strategi dukungan masing-masing komponen Mempertegas dukungan,peran & tugas masingmasing komponen Membangun sinergitas program secara berkelanjutan Promosi Program untuk pembelajaran Membangun & memperkuat program dengan pendekatan kesetaraan gender Rencana kerja sistematik dalam tiap 6

7 Bagian Gambaran Umum Wilayah Secara geografis Kabupaten Jembrana terletak membentang dari arah Barat ke Timur LS dan BT. Kabupaten Jembrana merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Bali yang terletak di bagian barat dengan batas wilayah sebagai berikut : Utara berbatasan dengan Kabupaten Buleleng Timur berbatasan dengan Kabupaten Tabanan Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia Barat berbatasan dengan Selat Bali Peta 1. Orientasi Wilayah Kabupaten Jembrana Sumber : Bappeda Kabupaten Jembrana 7

8 Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kelembagaan Subak Penduduk Kabupaten Jembrana yang bermata pencaharian di sektor pertanian berjumlah jiwa atau 37,34% dari jumlah angkatan kerja sebanyak orang. Kelembagaan di Tingkat Petani untuk pendukung pembangunan pertanian ada tiga macam yaitu kelompok tani/subak Abian 145 kelompok, Subak Sawah 84 Kelompok, Kelompok Wanita Tani (KWT) 26 kelompok. Khusus dalam program Kakao Lestari di Kabupaten Jembrana, peranan dan kiprah subak sangat besar dalam implementasi program. Subak sebagai lembaga sosio kultur pertanian, saat ini sudah mengalami perkembangan yang cukup signifikans. Subak telah mampu mengakomodir kebutuhan petani (krama) dari sisi ekonomi produktif. Jika dilihat dari konsep Tri Hita Karana, peran subak dari sisi palemahan dan pawongan (ekonomi produktif dan kesejahteraan anggota) sudah mulai meningkat. Khusus untuk pemberdayaan subak dalam program kakao lestari, memiliki peran yang sangat strategis (secara spesifik dapat dilihat dalam diagram tata niaga/pemasaran produk biji kakao kering UTZ Certifikasi). Subak telah terbukti mampu mewadahi kebersamaan anggotanya untuk melakukan pengolahan bersama dengan manfaat yang dapat dinikmati bersama Komoditi Kakao Indonesia adalah penghasil biji kakao ketiga terbesar di dunia setelah Ghana dan Pantai Gading. Tiga negara ini yang mendominasi lebih dari 75% pasar kakao di di dunia pada tahun Dalam lingkup nasional, Bali menempati posisi 5 besar bersama dengan NTB dan NTT. Menjadi khusus, karena Jembrana dalam hal ini Koperasi Kerta Semaya Samaniya sebagai koperasi pertama di Indonesia menjadi pemegang sertifikasi untuk komoditi kakao berkelanjutan. 8

9 Table 1. Profile Kakao Indonesia 2012 Lokasi Luas (ha) Produksi Nasional Produksi (ton) (%) 1. Sulawesi ,92% Sumatera ,47% Maluku & Papua ,42% Jawa ,51% NTT NTB Bali ,09% Kalimantan ,58% Sumber: Puslit Koka, World Cocoa Overview, 2014 Grafik 1. Profile Kakao Indonesia ,800,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000, , ,000 Total area Produksi (ton) Produktivitas (g/ha) 400, , Sumber: Puslit Koka, World Cocoa Overview,

10 Perkembangan kakao di Indonesia dilihat dari sisi pengupayaan atas lahan, budidaya kakao oleh petani (smallholder) terus mengalami peningkatan. Spirit ini terlihat secara nyata di Kabupaten Jembrana, karena hampir seluruhnya kepemilikan lahan adalah petani. Penanganan hama dan penyakit yang secara massal terjadi di beberapa sentra penghasil kakao di Indonesia, perlahan-lahan mendapatkan penanganan yang baik, meskipun jujur harus diakui belum efektif di semua tempat, tetapi minimal kondisi ini telah memberikan spirit baru di tingkat petani. Grafik peningkatan jumlah kepemilihan lahan dan pengolahan oleh petani dapat dilihat dalam grafik berikut : Grafik 2. Perkembangan kepemilikan lahan petani kakao Indonesia Series Sumber: Puslit Koka, World Cocoa Overview,

11 2.3. Kakao Lestari dan Jembrana Gambar 1. Tanaman Kakao Varietas Lindak Lokasi Kebun Pak Agus Desa Tuwed (kiri) Lokasi Kebun Pak Tawa (kanan) Kakao tidak dapat dipisahkan dari Bumi Mekepung Jembrana. Penghasil kakao terbesar di Bali adalah Kabupaten Jembrana. Kabupaten Jembrana memiliki luas areal perkebunan umum seluas ,50 ha. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 dibawah. Potensi biji kakao kering, tercatat tahun 2013 sebanyak 2.928,825 ton (sumber Statistik Dinas Perkebunan Kabupaten Jembrana, 2013) dengan jumlah petani secara keseluruhan kk yang tersebar di 145 subak abian. Luas area budidaya kakao mencapai 6.226,96 Ha dengan sebaran lahan paling luas di Kecamatan Mendoyo. Potensi ini sangat besar untuk dikembangkan secara lebih maksimal, dengan dibantu dukungan subak abian dan sentuhan kebijakan dari pemerintah, niscaya mampu membawa kakao menjadi komoditi lestari dan memberikan kebanggaan terhadap masyarakatnya. Sementara, yang baru terfasilitasi oleh program Kakao Lestari hanya 22 subak abian dengan petani. Sangat kecil memang tetapi sebagai langkah awal untuk membawa sebuah perubahan, angka ini diharapkan dapat memberikan semangat virus positif kepada petani dan subak lainnya. 11

12 Tabel 2. Luas Lahan Menurut Penggunaannya Dirinci Per Desa Kabupaten Jembrana Tahun 2012 No KECAMATAN DESA Sawah Tegal/ Perke Peka Jumlah Tambak Lainnya Jml luar Hutan Jumlah Huma bunan rangan (4+5+6) Kawasan (7+8+9) (10+11) MELAYA 1 Manistutu , , Tukadaya , , Tuwed Candikusuma Warnasari Ekasari , , Nusasari Belimbingsari , , Melaya , , , , Gilimanuk , , Jumlah 1, , , , , , , , NEGARA 1 BB Agung , Berangbang , , , , Kaliakah , , , Banyubiru Baluk , Cupel Tegal Bdng Barat Tegal Bdng Timur Pengambengan , Lelateng Banjartengah Loloan Barat Jumlah 1, , , , , , , , JEMBRANA 1 Perancak Airkuning Yehkuning Dangintukadaya , Sangkaragung Budeng Dauhwaru , , Batuagung , , Pendem , , Loloan Timur Jumlah , , , , , , , MENDOYO 1 Mendoyo Dh Tkd Mendoyo Dng Tk Pohsanten , Pergung , Tgl cangkring , , Delodbrawah Penyaringan , , , , , Yehembang Kauh , , , , , Yehembang , , Yehembang Kngn , , Jehsumbul , Jumlah 2, , , , , , , PEKUTATAN Penggunaan Lahan (HA) 1 Medewi , , Pulukan , , , , Pekutatan , , , Pangyangan Gumbrih , Pengeragoan , , , Asahduren Manggisari , Jumlah , , , , , , , T O T A L 6, , , , , , , , , Sumber : Statistik Kab Jembrana Thn 2004, kolom 11 (hutan) sumber data Dinas Hutbun 12

13 Luas areal dan produksi komoditas perkebunan di Kabupaten Jembrana dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Komoditas Perkebunan Kabupaten Jembrana Tahun 2012 LUAS AREAL ( Ha ) JUMLAH PRODUKSI JUMLAH NO KOMODITAS JUMLAH JUMLAH RATA2 PETANI T.B.M T.M TT/TR (Ton) Kg/Ha (K.K.) KELAPA DALAM , , , ,170 16,530 2 KELAPA DERES , KELAPA HIBRIDA ,381 4 KELAPA GENJAH ,053 9,539 5 KOPI ROBUSTA , ,577 6 CENGKEH , , ,659 7 PANILI ,453 8 KAKAO 1, , , , ,040 9 KAPOK LADA KEMIRI KENANGA PINANG KAPAS TEMBAKAU , ,632,000 1 Sumber : Statistik Perkebunan Jembrana, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab Jembrana Potensi kakao di Jembrana terlihat dalam Tabel 3. Berdasarkan data statistik perkebunan tersebut 36% dari luas perkebunan di Jembrana merupakan perkebunan kakao yaitu seluas 6.226,96 Ha. Sedangkan komoditas lainnya tidak mencapai 1% dan maksimal 19% dari total luas wilayah perkebunan di kabupaten Jembrana. Hal ini menunjukkan pengembangan kakao sangat berpotensi di kabupaten ini. Pada tabel 4 dibawah ini menunjukkan perkembangan produksi komoditas perkebunan selama 8 tahun terakhir, tercatat peningkatan produksi kakao yang cukup signifikan. 13

14 Tabel 4. Produksi Komoditas Perkebunan 8 (Delapan) Tahun Terakhir NO KOMODITAS Luas Areal PRODUKSI ( TON ) Rata Produksi Jlh petani 2013 ( Ha ) Th. 2013/Kg/Ha th KAKAO 6, , , , ,377 2, , , , ,040 2 KELAPA DALAM 3, , , , ,349 18, , , , ,146 16,530 3 KELAPA GENJAH ,545 4 KOPI ROBUSTA 1, ,577 5 CENGKEH 3, , ,659 6 PANILI , ,202 7 TEMBAKAU , , , PALA ,739 9 NILAM , Sumber : Statistik Komoditas Perkebunan Tahun 2013 Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Kab. Jembrana 14

15 Rata-rata produksi kakao pada tahun 2013 mencapai 630 kg/ha/th yang pada tahun sebelumnya hanya 549 kg/ha/th (tabel3). Terjadi peningkatan 12,9% dan ada petani yang terlibat didalamnya dari jumlah penduduk KK (18,33%). Hal ini menunjukkan penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak dalam perkebunan kakao dan dapat membantu peningkatan pendapatan masyarakat Jembrana. Perkembangan produksi kakao di Kabupaten Jembrana dari tahun ke tahun dapat dilihat pada grafik dibawah ini. Gambar 1. Grafik Produksi Kakao Kabupaten Jembrana GRAFIK PRODUKSI KAKAO KABUPATEN JEMBRANA 4, , , , , , , Prod uksi (Ton) PRODUKSI KAKAO TAHUN TON , , , , , , , , , Sumber : Statistik Komoditas Perkebunan Tahun 2013 Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Kab. Jembrana Mulai tahun 2005, produksi kakao mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh umur tananaman yang semakin tua dan serangan dari hama PBK (Penggerek Buah Kakao) terus menyebar. Melihat permasalahan ini pemerintah bergerak memberikan bantuan untuk meningkatkan produktivitas petani kakao di Jembrana. Kemudian meningkat pada tahun 2009, namun karena sanitasi kurang, tanaman tua dan kurang penanganan pemangkasan serangan helopeltis dan PBK semakin meluas. 15

16 Pada tahun 2011 terjadi penurunan produksi secara drastis akibat serangan PBK yang semakin meluas dan anomali iklim sejak tahun Musim kering yang berkepanjangan pada tahun 2009, kemudian disusul hujan yang tinggi pada tahun 2010 yang menyebabkan gagal bunga, kondisi kebun sangat lembab karena jarang mendapat perlakuan pemangkasan dan sanitasi lainnya, tanaman terlalu tinggi sehingga sulit terjangkau untuk ditangani. Hal ini mengakibatkan hama helopeltis dan PBK semakin menyebar luas. Mulai dari Kecamatan Melaya dan Negara yang berada di daerah dataran rendah dan memiliki karakteristik tanaman yang homogen, kemudian menyebar ke wilayah pegunungan yaitu Kecamatan Jembrana, Mendoyo dan Pekutatan. Akibat serangan hama yang merata di seluruh wilayah, seluruh stakeholder terkait untuk menjalankan berbagai program untuk peningkatan produksi kakao untuk kesejahteraan petani kakao. Program tersebut diantaranya adalah Sekolah Lapang oleh dinas kabupaten dan propinsi, menjalankan program Gertakdal (Gerakan Serentak Pengendalian) PBK, Gernas (Gerakan Nasional) Kakao dan program sertifikasi sebagai pelengkap dari seluruh tahapan proses yang telah dilakukan sebelumnya oleh komponen lain terkait. Usaha yang dilakukan untuk peningkatan mutu dan produksi sangat membantu proses recovery di setiap wilayah khusus program sertifikasi yang memiliki masa program terpanjang dibanding program lainnya. Tingkat serangan di wilayah Jembrana jika diurutkan dari yang terparah adalah Melaya, Negara, Jembrana, Mendoyo dan Pekutatan. Namun berdasarkan urutan itu juga yang memiliki proses recovery tercepat. Wilayah Melaya dan Negara berada di wilayah dataran rendah/datar, cenderung cepat mendapat penanganan dan karakteristik tanaman yang homogen mempercepat penanganan dan pemulihan dari serangan hama. Sedangkan wilayah Kecamatan Jembrana, Mendoyo dan Pekutatan merupakan dataran tinggi dan proses recovery/penanganan di wilayah ini lebih lambat. Kebun di wilayah tersebut lebih luas dan cenderung lambat ditangani karena berada di pegunungan yang sulit dijangkau dan kondisi lingkungan cenderung lebih lembab yang mendukung perkembangan PBK. Sehingga pada akhir tahun 2012 wilayah Melaya dan Negara sudah pulih dari serangan sedangkan wilayah Jembrana, Mendoyo dan Pekutatan di pertengahan tahun 2013 baru pulih. 16

17 Berbagai usaha yang dilakukan dapat memberikan manfaat berupa peningkatan produksi secara signifikan khususnya program sertifikasi yang berkelanjutan (telah berjalan selama 3 tahun berturut-turut sampai saat ini). Peningkatan produksi kakao terlihat perkembangan kakao di Kabupaten Jembrana mengalami peningkatan selama 3 tahun terakhir setelah terjadi penurunan produksi secara drastis pada tahun Serangan hama meluas di Kabupaten Jembrana sejak tahun Dengan berbagai cara pemerintah, LSM dan berbagai pihak terkait bangkit membangun Kabupaten Jembrana dari keterpurukan dengan berbagai bantuan dan pendampingan yang akhirnya dapat terlihat peningkatan produksi kakao secara signifikan. Potensi kakao ini tersebar di 5 kecamatan, masing-masing: Kecamatan Melaya 1.935,83 ha, Kecamatan Negara 514,68 ha, Kecamatan Jembrana 559,01 ha, Kecamatan Mendoyo 2.144,01 ha dan Kecamatan Pekutatan 1.073,43 ha. Pada Akhir LUAS AREA (Ha) PRODUKSI Triwulan S.D. TRIWULAN LAPORAN Pada TRW.Laporan S.D. TWR Laporan Jumlah NO KECAMATAN Lalu Jumlah Rata2 Jumlah Rata2 Petani T.B.M T.M TT/TR Ha (Ton) Kg/Ha (Ton) Kg/Ha (K.K.) MELAYA 1, , ,627 2 NEGARA ,981 3 JEMBRANA MENDOYO 2, , ,725 5 PEKUTATAN 1, ,119 JUMLAH 6, , , , , ,040 1, , ,627 Sumber : Statistik Komoditas Perkebunan Tahun 2012 Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Kab. Jembrana Tabel 6. Luas Areal dan Produksi Komoditas Perkebunan Kabupaten Jembrana Tahun 2013 Pada Akhir LUAS AREAL (Ha) PRODUKSI Triwulan S.D. TRIWULAN LAPORAN Pada TRW.Laporan S.D. TWR Laporan Jumlah NO KECAMATAN Lalu Jumlah Rata2 Jumlah Rata2 Petani T.B.M T.M TT/TR Ha (Ton) Kg/Ha (Ton) Kg/Ha (K.K.) MELAYA 1, , ,627 2 NEGARA ,981 3 JEMBRANA MENDOYO 2, , , ,725 5 PEKUTATAN 1, ,119 JUMLAH 6, , , ,040 Sumber : Statistik Komoditas Perkebunan Tahun 2013 Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Kab. Jembrana 17

18 Pada tabel 5 dan tabel 6 dapat dilihat peningkatan produksi kakao di masing-masing kecamatan di Kabupaten Jembrana pada tahun 2012 sampai Peningkatan produktifitas yang paling signifikan terlihat pada Kecamatan Mendoyo yaitu 447 kg/ha/th (2012) menjadi 623 kg/ha/th (2013) atau 28,3%. 18

19 2.4. Koperasi Kerta Semaya Samaniya dan Perjalanan Program Potensi ini harus didukung untuk mengupayakan keberlanjutan sektor kakao di Kabupaten Jembrana. Potensi ini menjadi spesifik dan memiliki peluang serta tantangan besar dengan keberadaan kelembagaan koperasi Kertha Semaya Samaniya yang telah memulai aktivitas nya dalam memfasilitasi petani kakao di Kabupaten Jembrana. Dengan segala dinamika yang mengiringi keberadaan koperasi ini, posisi dan kapasitasnya akan semakin diperkuat sebagai bagian dari rangkaian proses sertifikasi, karena posisi koperasi yang strategis sebagai pemegang sertifikat. Ini yang membuat proses sertifikasi di Kabupaten Jembrana semakin memiliki warna dan kekuatan yang berbeda dengan proses sertifikasi lainnya di Indonesia karena proses pemegang sertifikat ada pada koperasi (komunitas) bukan pada buyer (private). Fenomena ini membawa posisi koperasi bukan hanya sebagai pemegang sertifikat (di tingkat primer/petani) tetapi juga memfasilitasi sampai dengan tingkat pengolahan sekunder (produk olahan). Bukan hanya sebagai sebuah pembenaran menyebutkan bahwa proses sertifikasi ini dari hulu sampai dengan hilir dilakukan di tingkat komunitas/koperasi, sebagai yang pertama di Indonesia dan Kabupaten Jembrana adalah pilihan terbaik. Selama 3 (tiga) tahun perjalanan program Kakao Lestari di Kabupaten Jembrana, teriring berbagai cerita, dinamika dan pembelajaran yang penting dijadikan sebagai evaluasi internal maupun menjadi spirit yang akan sangat menginspirasi petani lain, jika cerita ini dibagi. 19

20 Puncak harapan dari upaya peningkatan kualitas dan posisi tawar terhadap harga, terbukti pada saat koperasi berhasil membangun komunikasi dan kerjasama pemasaran dengan PT. Papandayan Cocoa Industry Barry Callebaut. Premium price/harga premium yang selama ini hanya bisa di baca dalam COC UTZ, akhirnya menjadi nyata dan dapat diterima dalam genggaman petani. Pengiriman perdana kakao biji kering bulan agustus 2013 telah menjadi bukti bahwa petani dalam hal ini koperasi mampu mandiri dan berjuang untuk kesejahteraan anggotanya khususnya petani peserta program UTZ Sertifikasi Kakao Lestari. 30 Agustus 2013, adalah bukti bahwa karena kebersamaan dan semangat yang tanpa kenal lelah untuk berjuang telah mengantarkan pada proses pengiriman perdana Kakao Lestari UTZ Certified. Proses ini merupakan puncak dari seluruh rangkaian proses hulu hilir pendampingan program. Manfaat untuk Koperasi Kertha Semaya Samaniya sebagai pemegang sertifikat : pembenahan manajemen koperasi dilakukan secara bertahap, terencana dengan baik dan telah diatur dengan agenda program yang disusun bersama anggota koperasi (Subak Abian dalam hal ini). Pemenuhan standart-standart yang tertuang dalam COC UTZ Certified dari tahun ke tahun telah menjadi salah satu acuan dalam peningkatan peran koperasi dalam kerangka program certifikasi. Posisi tawar koperasi terhadap harga dan pilihan pasar menjadi lebih kuat. Koperasi tidak bergantung dengan hanya satu pasar. Proses seleksi pasar yang berkomitmen memberikan penghargaan dalam bentuk premi kepada petani, masih terus dan terus diperjuangkan. Koperasi saat ini telah mampu menjadi rujukan untuk tujuan studi komprehensif dari berbagai daerah di Indonesia, yang tentunya mampu memberikan semangat untuk memperbaiki sistem secara berkelanjutan. 20

21 Gambar 2. Proses penandatanganan MOU antara Bapak Bupati Jembrana dengan Marketing Manager PT. Papandayan Cocoa Industry Barry Callebaut Pelepasan perdana Kakao UTZ Certifikasi 30 Agustus

22 Peta Wilayah Program UTZ Sertifikasi Kakao Lestari Tahun

23 Tabel 7. Rekap Peserta Sertifikasi UTZ Komoditas Kakao Tahun ke 3 ( ) Kecamatan Melaya Negara Jembrana Mendoyo Pekutatan Desa Subak Abian Kode Registrasi Melaya Sari Mumbul KSS-I ,867 1,220 Nusasari Padma Sari KSS-I ,201 3,488 Candikusuma Taman Sari KSS-I ,756 3,108 // Moding Sari KSS-I ,900 12,333 8,108 // Sari Buana KSS-I ,272 4,099 Tuwed Sari Bumi KSS-I ,456 3,000 Kaliakah Carang Sari KSS-II ,500 16,661 11,526 Baler Bale Agung Manggala Sari KSS-II ,285 5,878 3,958 Kel Pendem Merta Nadi KSS-III ,025 4,401 Kel Batu Agung Sari Mertha KSS-III ,160 6,842 4,607 Poh Santen Pala Werdi KSS-IV ,950 1,200 // Dwi Mekar KSS-IV ,928 14,904 9,776 Yehembang Kauh Amerta Nadi KSS-IV ,433 54,145 36,236 // Anggrek Wangi KSS-IV ,536 8,273 5,428 // Merta Pala KSS-IV ,115 33,788 22,952 // Sekar Wangi KSS-IV ,952 23,431 15,315 // Lokasari KSS-IV ,310 21,060 13,571 Yehembang Kangin Amerta Taman Sari KSS-IV ,745 16,715 10,876 // Udiana Sari KSS-IV ,032 18,841 12,381 Pulukan Karya Dharma Bakti KSS-V ,175 6,646 4,475 Pekutatan Kerta Laksana KSS-V ,539 2,522 Gumbrih Merta Nadi KSS-V ,775 13,515 8,905 5 Kec 14 Desa 22 SA , , ,154 Sumber : Koperasi Kertha Samaya Samaniya Kab. Jembrana Jumlah Anggota Luas Lahan (Are) Σ Pohon Kakao Estimasi Produksi Kering (Kg/Tahun) 23

24 Bagian Pemetaan Awal dalam Rangkaian Program PAR Bagian dari pelaksanaan penggalian input dan evaluasi dari program yang sudah berjalan dan rencana aksi bersumber dari dalam, maka beberapa proses menuju capaian tersebut dibangun dalam kerangka tahapan PAR yang diawali dengan pelaksanaan pemetaan awal dan penentuan komponen riset. Proses pemetaan awal dengan beberapa komponen kunci yang terdiri dari : perwakilan 22 subak abian peserta program sertifikasi, Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Komisi B DPRD Kabupaten Jembrana, pengurus Koperasi Kerta Semaya Samaniya. Tema diskusi disepakati dan dibagi menjadi beberapa sub pembahasan sehingga proses perumusan komponen dasar riset menjadi lebih detail. Tema tersebut adalah sebagai berikut : 1. Menyepakati pentingnya peran PAR sebagai salah satu penentu input/masukan dalam keberlanjutan program UTZ Certifikasi Kakao karena intinya perbaikan program harus dibangun dari dalam sehingga menjadi penting proses diskusi harus partisipatif. 2. Capaian perkembangan program selama 3 tahun perjalanan program UTZ Certifikasi Kakao Lestari 3. Review fungsi dan peran masing-masing komponen yang telah terlibat dari awal dalam program UTZ Certifikasi Kakao Lestari 4. Penentuan stakeholder lain yang harus digali sumber informasinya dalam memperkuat hasil PAR 5. Kendala dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program UTZ Certifikasi Kakao Lestari 6. Harapan perbaikan pelaksanaan program sebagai bentuk aksi bersama dari pelaksanaan PAR 24

25 Untuk membangun dinamika diskusi menjadi aktif dan partisipatif, penyampaian informasi, input dan pendapat, disampaikan dalam bentuk kertas metaplan yang diisi oleh masing-masing peserta diskusi tanpa terkecuali. Untuk gambaran tentang perkembangan program saat ini dan segala tantangannya terbagi ke dalam 3 (tiga) hal yaitu : 25

26 Tabel 8 Perkembangan Capaian Program UTZ Certifikasi Kakao di Kabupaten Jembrana Selama 3 (tiga) Tahun No On Farm Off Farm Kelembagaan 1 Implementasi GAP secara intensif di tingkat petani terbukti mampu menekan serangan PBK mulai 2 tahun terakhir. Pelatihan GAP di masing-masing subak telah menjadi agenda rutin dalam program Sertifikasi Kakao Lestari dalam setiap tahunnya. GAP memberikan peran Sudah dilakukan sortasi biji basah di tingkat petani, sehingga proses fermentasi dapat dilaksanakan dengan baik Secara kelembagaan, subak dan UPH menjadi semakin kuat dan solid dalam memfasilitasi pengolahan fermentasi dan pemasaran bersama 2 Terjadi peningkatan produksi dari tahun 2012 ke tahun 2013 dari 400 kg kering/tahun/ha menjadi 670 kg kering/ha/tahun Sudah dilakukan proses pengolahan bersama di tingkat UPH (Unit Pengolahan Hasil) yang terdiri dari proses fermentasi dan sortasi biji kering tahap pertama. Beberapa subak abian belum pernah melakukan proses pengolahan bersama sebelumnya seperti : Subak Abian Merta Pala, Subak Abian Moding Sari, Subak Abian Amerta Nadi (tempek Badung). Terbangun beberapa UPH baru yang terfasilitasi secara langsung dalam program Kakao Lestari. UPH Merta Pala, Tempek Badung Subak Abian Amerta Nadi dan kemandirian subak abian Moding Sari dan Subak Abian Sari Buana, yang awalnya masih bergabung dengan subak induk Taman Sari 26

27 3 Beberapa subak sudah menerapkan system sanitasi kebun secara berkelompok, yang sebelumnya masih dilakukan secara individu (Subak Merta Nadi Gumrih, Subak Sari Buana Candikusuma). Dilakukan pemasaran bersama dengan mekanisme : anggota subak subak abian UPH Koperasi. Proses ini terbangun sejak terlaksananya program sertifikasi. Sebelumnya, proses pemasaran dilakukan secara individu dalam jumlah yang kecil sehingga posisi tawar petani terhadap harga menjadi lemah. Team ICS yang semakin kuat dan solid serta peranan beberapa PPL sebagai team ICS, terbukti riil memberikan kontribusi besar dalam melakukan pendampingan secara intensif bersama koperasi di tingkat subak. Proses pemasaran bersama terbangun, bukan saja karena merupakan bagian dari program Kakao Lestari tetapi karena spirit anggota dan koperasi untuk dapat meningkatkan posisi tawar petani terhadap kuantitas, kualitas dan harja jual. 4 Tradisi masyarakat Bali yang pada umumnya memelihara ternak di kebun (kambing, sapi, babi) sangat membantu dalam memberikan input pupuk pada tanaman kakao. Terdapat temuan menarik di beberapa subak abian (Amerta Nadi, Anggrek Wangi dan Merta Pala) dengan menempatkan kandang kambing secara Peningkatan pemahaman pengolahan pasca panen. Proses pelatihan GMP bersama dari subak abian peserta program Kakao Lestari telah memberikan dampak positif terhadap kualitas biji kakao kering yang dapat dihasilkan. Satu prestasi yang telah dibuktikan adalah semua persyaratan/spesifikasi biji kakao dari buyer telah dipenuhi denga baik, Koperasi Kerta Semaya Samaniya telah membuktikan eksistensi secara kelembagaan dalam membangun kerjasama pemasaran secara langsung. Bukti nyata dari hal ini adalah terbangunnya kerjasama antara koperasi dengan PT. Papandayan Cocoa Industry Barry Callebaut dengan pengiriman biji 27

28 berpindah-pindah di areal kebun sesuai dengan kebutuhan, sehingga efisien dari sisi pengangkutan pupuk kandang. tanpa ada claim. kakao kering perdana tanggal 30 Agustus Proses peremajaan tanaman (bagian dari program GERNAS) cukup memberikan andil dalam peningkatan produksi. Peremajaan dan kemudahan dalam sanitasi kebun merupakan bagian penting dari prinsip GAP yang selalu dikampanyekan dalam program kakao lestari Manfaat dari sisi pendapatan petani telah dinikmati secara langsung, salah satu nya dalam bentuk pemberian harga premium untuk produk kakao lestari/utz sertifikasi. Secara nyata premi yang dapat diperoleh 70 U$D/MT. 6 Pengurangan input kimia yang dipersyaratkan dalam program UTZ Sertifikasi, mampu memberikan dampak positif dalam perawatan kebun. Inovasi penerapan musuh alami seperti sarang semut, terbukti cukup efektif dalam peningkatan produksi. Sumber : Hasil Analisa 28

29 Tabel 9 Review kembali peran dan fungsi masing-masing komponen No Dinas/Instansi/Lembaga dan Komponen lainnya Peran yang telah terbangun 1 Petani kakao/anggota subak Sasaran utama program, peran yang telah diberikan : pelaksana seluruh tahapan program kakao lestari, implementasi/pelaksana proses GAP, GMP, dalam tata rantai pemasaran bersama, melakukan panen, sortir dan penyetoran biji basah ke subak/uph Melakukan proses pencatatan seluruh aktivitas kebun dan panen dituangkan dalam buku catatan kebun/farm diary Pendukung utama dan mengambil peran yang paling strategis dalam tata rantai pemasaran bersama di bawah payung kordinasi koperasi. 2 Subak dan UPH Secara kelembagaan memiliki peran strategis dalam memfasilitasi/mengorganisasi petani untuk melakukan perubahan secara bertahap maju Subak secara kelembagaan mulai berbenah terutama dari sisi peranannya dalam palemahan (ekonomi produktif), salah satu indikasi nyata adalah mulai dibangun dan diperkuat berbagai aktivitas unit usaha (koperasi, olah fermentasi ataupun unit simpan pinjam) UPH (Unit Pengolahan Hasil) memberikan kontribusi besar selama proses pelaksanaan program dalam olah fermentasi (peningkatan kualitas), proses sortasi, penguatan UPH dalam berbagai proses pelatihan dan menanamkan pondasi semangat bersama. Pelaksana kemampu telusuran di tingkat subak/uph 3 Koperasi Kerta Semaya Sebagai pemegang sertifikat (certification holder) Samaniya (KSS) Pemegang kendali seluruh administrasi/dokumen di tingkat C Sesuai fungsinya sebagai pemegang sertifikat, koperasi selama ini telah mengambil peran untuk membangun 29

30 kerjasama pemasaran langsung dengan pihak pabrik (PT. Papandayan Cocoa Industry Barry Callebaut) Memberikan informasi terkait dengan pelaksanaan program sertifikasi meliputi informasi tentang GAP, GMP, GHP dan pengolahan pasca panen yang baik dan benar Membangun komunikasi yang intensif dengan berbagai pihak eksternal (pemerintah, DPRD dan berbagai pihak lain yang relevan terhadap pelaksanaan program). 4 Dinas Perkebunan Kabupaten Jembrana Memfasilitasi pelaksanaan demplot kebun di 22 subak peserta sertifikasi Memfasilitasi berbagai pelatihan di tingkat subak dan petani Memberikan dukungan pendanaan untuk survailance untuk tahun ke 3 Membangun komunikasi yang intensif dengan dinas/instansi terkait lainnya (Bappeda, Dinas Koperasi, Ekbangsos dll) 4 Dinas Koperasi Kabupaten Jembrana Memfasilitasi masalah perijinan dan administrasi lainnya terkait dengan aspek legalitas koperasi Memberikan pelatihan terkait dengan manajemen koperasi Memfasilitasi Koperasi Kerta Semaya Samaniya dalam membangun akses perbankan/permodalan 5 Dinas Perkebunan Provinsi Bali Memfasilitasi berbagai pelatihan di tingkat petani yang berkaitan dengan GAP, GMP dan GHP Memberikan dukungan pendanaan untuk survailance di tahun ke 2 Membangun komunikasi intensif dengan Departemen Pertanian dalam pengembangan program kakao lestari secara berkelanjutan. Sumber : Hasil Analisa 30

31 Tantangan yang dihadapi selama ini dalam pelaksanaan program UTZ Sertifikasi Kakao Lestari. Berdasarkan pemetaan terkait dengan beberapa tantangan yang dihadapi oleh semua komponen peserta diskusi adalah : No Tahapan Proses Tantangan 1 GAP Jumlah petani dampingan yang cukup banyak, memberikan tantangan tersendiri untuk proses GAP di lapangan terutama sanitasi tanaman dan lingkungan (pemangkasan, pemanenan buah kakao yang hitam). Umur tanaman yang sudah kurang produktif (rata-rata di atas 20 tahun) Belum semua petani mau dan mampu melakukan sambung samping atau proses peremajaan tanaman yang sudah tua, sehingga berpengaruh terhadap hasil. Belum maksimal nya input pupuk sehingga berpengaruh pada bean count 2 Pasca Panen (khusus Rendahnya input pupuk sehingga berdampak pada kurang proses fermentasi biji maksimalnya kualitas bean count terutama pada saat kakao basah), GMP dan GHP. panen tahap akhir, sehingga hal ini berdampak pada terputusnya proses olah fermentasi di panen ke dua (akhir tahun) Belum semua produksi kakao basah dari petani dapat diolah di tingkat UPH/subak Beberapa petani masih memiliki keterikatan hutang dengan tengkulak, sehingga kakao basah belum bisa diserahkan sepenuhnya ke subak/uph Masih belum maksimalnya pemahaman petani tentang proses sortasi biji kering tahap akhir sesuai dengan standart SNI/spesifikasi pabrik. Hal ini mewajibkan koperasi harus melakukan proses control kualitas tahap akhir untuk meminimalisasi pengurangan margin. Pendanaan untuk pelaksanaan pelatihan GMP secara kontinyu setiap tahunnya untuk memastikan semua subak peserta program sertifikasi dapat memahami spesifikasi kualitas dengan baik Proses kemamputelusuran tata niaga/tata alir produk biji 31

32 kakao basah maupun kering belu dapat dilakukan secara maksimal sehingga perlu proses pendampingan dan pelatihan yang intensif 4 Kelembagaan (subak dan koperasi) Ketersediaan modal di tingkat subak dan koperasi belum maksimal untuk membeli biji kakao basah maupun kering dari petani atau subak/uph Penguatan kelembagaan Subak dan koperasi harus dilakukan secara berkelanjutan Proses kemamputelusuran tata niaga/tata alir produk biji kakao basah maupun kering belum dapat dilakukan secara maksimal sehingga perlu proses pendampingan dan pelatihan yang intensif Penguatan Subak/UPH dari sisi pengembangan ekonomi produktif (palemahan dan pawongan, jika dilihat dari Konsep Tri Hita Karana). 5 Alih fungsi vegetasi Alih fungsi vegetasi/tanaman kakao dengan tanaman keras (sengon, jati, kajimas dll) menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan program Meskipun alih fungsi vegetasi saat ini mencapai 10% dari sebaran lahan secara keseluruhan, tetapi kondisi ini patut untuk diantisipasi agar tidak meluas Terkait dengan trend alih fungsi vegetasi ini, tantangan paling besar saat ini bagaimana upaya membangun kegairahan petani kakao untuk merawat kembali kebun sebagai tabungan abadi/lestari. 6 Keterlibatan perempuan Peranan perempuan dalam proses budidaya/ on farm sampai dengan pasca panen, sangat tinggi. Tetapi peranan perempuan dalam pengambilan keputusan di tingkat subak, masih sangat rendah. Dalam struktur kepengurusan subak/uph, posisi perempuan belum menunjukkan posisi yang strategis. Eksistensi perempuan petani kakao selama ini terfasilitasi dari lembaga KWT (Kelompok Wanita Tani) yang arahnya lebih pada proses diversifikasi produk olahan, peran inilah yang harus diperkuat sehingga mampu memberikan posisi tawar keterlibatan perempuan dalam posisi yang strategis. Upaya-upaya membangun akses keterlibatan perempuan dalam team ICS dan team strategis lainnya dalam program 32

33 kakao lestari wajib untuk diperkuat 7 Membangun komunikasi yang intensif Sumber : Hasil Analisa Membangun komunikasi yang intensif antar dinas/instansi terkait perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Membangun korelasi program yang sinergis merupakan salah satu harapan dari program ini, sehingga terbangun kekuatan besar untuk memberikan dukungan yang kuat dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya komoditi kakao di Kabupaten Jembrana. Secara riil harus diakui bahwa, alih vegetasi di beberapa lahan produktif petani kakao merupakan salah satu indikasi bahwa komunikasi antar dinas teknis belum terbangun dengan baik. Beberapa catatan penting yang menjadi pembahasan utama dalam diskusi ini oleh segenap stakeholder yang hadir adalah : 1. Pentingnya keberlanjutan program kakao lestari, sehingga kebutuhan akan pendampingan juga menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjalanan program. 2. Upaya untuk melanjutkan program dengan membangun komunikasi yang intensif dengan berbagai komponen baik pemerintah, swasta, lembaga donor internasional, lembaga perbankan dan lembaga terkait lainnya. 3. Pentingnya dukungan yang berlanjut dari para pimpinan daerah (pengambil kebijakan) dalam memberikan dukungan kebijakan untuk kebelanjutan program 4. Komunikasi yang intensif harus dibangun dengan dinas/instansi terkait lainnya. Misalnya jika dilihat dalam kasus maraknya tingkat alih fungsi vegetasi dari pohon kakao ke tanaman keras lainnya, kesepahaman dan dukungan program harus dibangun secara sinergis dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Jembrana. 5. Komitmen dan dukungan dari subak abian dan petani dalam membangun keberlanjutan pemasaran bersama juga menjadi hal penting lainnya. 33

34 3.2 Pemetaan Partisipatif Pengumpulan data secara partisipatif dilakukan melalui proses FGD di tingkat subak terkait dengan perkembangan kakao lestari. Berdasarkan data-data yang berkaitan dengan non spasial dan data spasial yang terkait dengan sebaran potensi kakao dan digali kembali dalam proses FGD maka dihasilkan kesimpulan sebagai berikut : Dalam proses FGD dihasilkan transek alur perjalanan program yang disajikan dalam tabel dibawah ini. Secara umum hasil yang dibahas adalah bagaimana proses GAP dapat berjalan dengan baik sehingga harapan peningkatan hasil produksi dan pendapatan dapat meningkat secara bertahap maju. Subak Abian Dwi Mekar Proses FGD dilaksanakan dengan melibatkan perwakilan dari anggota subak dan perwakilan dari kelompok perempuan. Hasil dari masing-masingsubak terangkum dalam tabel alur perkembangan kakao dan analisa peta/spasial. Subak Abian Merta Pala Proses FGD terselenggara dengan balutan nuansa adat. Beberapa hal penting yang muncul dari proses FGD adalah : alur sejarah perkembangan komoditi kakao dan ketegasan pemerintah dalam membatasi alih fungsi lahan dan konversi tanaman kakao menjadi tanaman keras lainnya. Subak Abian Manggala Sari Diskusi yang berkembang berkaitan dengan harapan keberlanjutan program. 34

35 Merta Nadi Pendem Sebagai subak abian yang baru tergabung dalam program Kakao Lestari, diskusi/fgd banyak berkembang berkaitan dengan transek alur perkembangan kakao da harapan terkait dengan keberlanjutan program kakao lestari Pala Werdi Secara detail hasil FGD tertuang dalam tabel dan analisa peta secara spasial. Sebagai subak abian yang baru tergabung dalam program Kakao Lestari, diskusi/fgd banyak berkembang berkaitan dengan transek alur perkembangan kakao da harapan terkait dengan keberlanjutan program kakao lestari Sari Buana Sebagai subak abian yang baru tergabung dalam program Kakao Lestari, diskusi/fgd banyak berkembang berkaitan dengan transek alur perkembangan kakao da harapan terkait dengan keberlanjutan program kakao lestari Sari Bumi Tuwed Sebagai subak abian yang baru tergabung dalam program Kakao Lestari, diskusi/fgd banyak berkembang berkaitan dengan transek alur perkembangan kakao dan harapan program 35

36 Sari Merta Sebagai subak abian yang baru tergabung dalam program Kakao Lestari, diskusi/fgd banyak berkembang berkaitan dengan transek alur perkembangan kakao. 36

37 Tabel10 TRANSEK ALUR SEJARAH PERKEMBANGAN KOMODITI KAKAO DI KABUPATEN JEMBRANA Kecamatan Desa Subak Abian Perjalanan Program Melaya Sari Mumbul Nusasari Padma Sari Melaya Candikusuma Taman Sari Tuwed Sari Bumi Candikusuma Moding Sari Candikusuma Sari Buana Negara Jembrana Kaliakah Kel Pendem Carang Sari Merta Nadi Baler Bale Agung Kel Batu Agung Manggala Sari Sari Mertha Mendoyo Poh Santen Poh Santen Yehembang Kauh Yehembang Kauh Yehembang Kauh Yehembang Kauh Yehembang Kauh Yehembang Kangin Pala Werdi Dwi Mekar Amerta Nadi Anggrek Wangi Merta Pala Sekar Wangi Lokasari Amerta Taman Sari Mulai menanam kakao tahun 1980an. Pertumbuhan pesat sampai tahun 1999, serangan hama dan penyakit tidak terlalu tinggi. Kakao mencapai masa puncak pada tahun ini dan mapu memberikan sumber penghidupan yang tinggi bagi masyarakatnya. Tahun 1982, kakao dianjurkan oleh Dinas Perkebunan. Pertumbuhan sangat pesat, tidak ada serangan penyakit hingga puncaknya di tahun Memasuki tahun 2000, mulai muncul penyakit, serangan PBK. Petani masih bertahan, dibantu pihak dinas dan LSM. PBK menyerang selama ± 3 tahun berturut-turut. Semakin lama mulai ada anjuran dan pelatihan untuk melakukan pemeliharaan kakao. Sehingga tahun 2005, setelah ada pemeliharaan, produksi mulai meningkat lagi dan bertahan. Disaat diberikan pupuk, hasil lebat. Namun akibat serangan hama terus menerus, umur tanaman semakin tua dan kurang pemupukan karena kekurangan modal, tanaman belum pulih total dari penyakit dan masih rentan penyakit. Produksi menurun kembali. Sejak tahun 2009 terjadi anomali iklim, perubahan cuaca ekstrim. Musim panas yang terlalu panjang kemudian disusul hujan yang sangat tinggi. Serangan PBK semakin meluas dan banyak bakal buah yang busuk, gagal bunga. Penurunan hasil yang drastis hingga tahun Pada tahun 2011, digalakkan Gertakdal, Gernas dan program sertifikasi. Bantuan dari dinas berupa alat dan rumah semut yang akan merupakan predator alami untuk hama helopeltis dan PBK. Program sertifikasi ini program terpanjang yaitu 4 tahun berturut-turut, perbaikan cara penanganan kakao dari hulu sampai hilir dan menjamin pasar dengan harga yang tinggi sesuai kualitas hasil. Penyakit semakin berkurang ± 50 %. Peningkatan produksi berangsur meningkat secara signifikan sampai saat ini. Akibat serangan hama yang terus menerus, ada juga beberapa kelompok petani yang beralih fungsi vegetasi sejak tahun Jenis yang ditanam adalah tanaman keras seperti sengon, jimas dan jati jumlahnya ± 10 %. Biasanya daerah-daerah yang tidak cocok untuk kakao seperti daerah miring dan tidak terjangkau untuk kakao ditanami tanaman keras tersebut. Yehembang Kangin Udiana Sari Pekutatan Pulukan Pekutatan Gumbrih Karya Dharma Bakti Kerta Laksana Merta Nadi 5 Kec 14 Desa 22 SA Sumber : hasil Analisa Serangan PBK ke arah timur (Kecamatan Pekutatan) lebih lambat dibandingkan dengan wilayah barat. Beberapa faktor yang menyebabkan adalah gugusan pegunungan yang membentang ke arah Buleleng, menyebabkan iklim mikro sedikit lebih lembab. Serangan PBK cukup tinggi dan proses recovery cukup lambat di kecamatan ini. Topografi yang curam, usia tanam yang sudah tidak/tua, sangat berpengaruh terhadap upaya recovery. Rendahnya kesadaran petani untuk melaksanakan GAP dengan baik juga sebagai faktor andil akan lambatnya penanganan serangan PBK dan penyakit lainnya. 37

38 Bagian 4 Rencana Aksi Diskusi rencana aksi ini dimaksudkan untuk menyusun rencana besar Program Kakao Lestari Kabupaten Jembrana dan pembangunan perkebunan khususnya komoditas kakao di Kabupaten Jembrana. Dengan demikian siapapun nantinya yang akan meneruskan kepemimpinan Jembrana ke depan sudah memiliki arah kebijakan / direction dalam mengembangkan sektor unggulan/ komoditi unggulan Kabupaten Jembrana. Dengan demikian harapan untuk mewujudkan Kakao Lestari dan Berkelanjutan dapat tercapai, terjaga dan kongkrit terbangun kontribusi dari semua komponen Penyampaian Review Hasil Diskusi Pemetaan Awal Penyampaian beberapa hasil diskusi sebelumnya sebagai bahan untuk proses diskusi lebih lanjut sehingga terbangun kesatuan program yang sinergi. Point penting yang banyak diulas adalah tentang komitmen keberlanjutan dari semua pihak yang terlibat sejak awal program Kakao Lestari sampai dengan tahap ini. Untuk selanjutnya, sebelum melakukan dan membuat rencana aksi perlu disepakati bersama dari beberapa tema (on farm, kelembagaan, off farm serta market dan distribusi) dan table Tantangan yang dihadapi seiring perjalanan program, menjadi 2 (titik) kunci dalam pembahasan rencana aksi. 38

39 Pembagian Kelompok berdasarkan tantangan yang dihadapi (hasil diskusi pada saat pemetaan awal) : Kelompok GAP, GMP dan GHP No Tahapan Proses Tantangan 1 GAP Jumlah petani dampingan yang cukup banyak, memberikan tantangan tersendiri untuk proses GAP di lapangan terutama sanitasi tanaman dan lingkungan (pemangkasan, pemanenan buah kakao yang hitam). Umur tanaman yang sudah kurang produktif (rata-rata di atas 20 tahun) Belum semua petani mau dan mampu melakukan sambung samping atau proses peremajaan tanaman yang sudah tua, sehingga berpengaruh terhadap hasil. Belum maksimal nya input pupuk sehingga berpengaruh pada bean count 2 Pasca Panen (khusus proses fermentasi biji kakao basah), GMP dan GHP. Rendahnya input pupuk sehingga berdampak pada kurang maksimalnya kualitas bean count terutama pada saat panen tahap akhir, sehingga hal ini berdampak pada terputusnya proses olah fermentasi di panen ke dua (akhir tahun) Belum semua produksi kakao basah dari petani dapat diolah di tingkat UPH/subak Beberapa petani masih memiliki keterikatan hutang dengan tengkulak, sehingga kakao basah belum bisa diserahkan sepenuhnya ke subak/uph Masih belum maksimalnya pemahaman petani tentang proses sortasi biji kering tahap akhir sesuai dengan standart SNI/spesifikasi pabrik. Hal ini mewajibkan koperasi harus melakukan proses control kualitas tahap akhir untuk meminimalisasi pengurangan margin. Pendanaan untuk pelaksanaan pelatihan GMP secara kontinyu setiap tahunnya untuk memastikan semua subak peserta program sertifikasi dapat memahami spesifikasi kualitas dengan baik Proses kemamputelusuran tata niaga/tata alir produk biji kakao basah maupun kering belu dapat dilakukan secara maksimal sehingga perlu proses pendampingan dan pelatihan yang intensif Hasil diskusi dengan kelompok GAP di capai beberapa input/masukan menarik untuk dijalankan secara bersama-sama dalam rencana aksi. No Tantangan Rencana Aksi 1 Jumlah petani dampingan yang cukup banyak, memberikan tantangan tersendiri untuk proses GAP di lapangan terutama sanitasi tanaman dan lingkungan (pemangkasan, pemanenan buah kakao yang hitam). Optimalisasi peran ICS dan Kelihan (Ketua) Subak dalam proses pendampingan di tingkat petani Surat penegasan/penunjukkan tentang peran PPL dalam memfasilitasi program Kakao Lestari Evaluasi rutin team ICS, Dinas Perkebunan, koperasi dan pedamping, minimal aktivitas ini dilaksanakan 1 bulan sekali Mempertegas evaluasi pelaksanaan demplot agar mampu memberikan dampak riil terhadap 39

40 2 Umur tanaman yang sudah kurang produktif (rata-rata di atas 20 tahun) 3 Belum semua petani mau dan mampu melakukan sambung samping atau proses peremajaan tanaman yang sudah tua, sehingga berpengaruh terhadap hasil. 4 Belum maksimal nya input pupuk sehingga berpengaruh pada bean count minat petani untuk mengimplementasikan GAP dengan baik. Dampak demplot, secara visual dapat dilihat oleh petani lain sehingga mampu memberikan motivasi. Cara ini cukup efektif untuk menyadarkan pentingnya sanitasi untuk meningkatkan hasil (jika dikaitkan dengan COC, beberapa pasal krusial tentang sanitasi pasal 7, 12 dapat diadopsi oleh petani dengan baik). Membangun gerakan penyadaran pentingnya peremajaan tanaman melalui sambung pucuk dan sambung samping. Pentingnya pelatihan dan pendampingan yang intensif Pelatihan GAP, optimalisasi SL dan pendampingan intensif oleh semua pihak Input pupuk kandang sangat optimal dilakukan, melihat kultur petani kakao di Jembrana hampir sebagian besar memelihara ternak di areal kebun masing-masing. Pelatihan input pupuk yang benar sesuai dengan dosis yang disarankan menjadi kebutuhan penting dalam pelatihan GAP, demikian pula halnya dengan pelatihan GMP dan GHP terkait dengan upaya subak/uph dan koperasi akan melakukan kerjasama pemasaran secara berkelanjutan. 40

41 No Tahapan Proses Tantangan 1 Kelembagaan (subak dan koperasi) Ketersediaan modal di tingkat subak dan koperasi belum maksimal untuk membeli biji kakao basah maupun kering dari petani atau subak/uph Penguatan kelembagaan Subak dan koperasi harus dilakukan secara berkelanjutan Proses kemamputelusuran tata niaga/tata alir produk biji kakao basah maupun kering belum dapat dilakukan secara maksimal sehingga perlu proses pendampingan dan pelatihan yang intensif Penguatan Subak/UPH dari sisi pengembangan ekonomi produktif (palemahan dan pawongan, jika dilihat dari Konsep Tri Hita Karana). 2 Keterlibatan perempuan Peranan perempuan dalam proses budidaya/ on farm sampai dengan pasca panen, sangat tinggi. Tetapi peranan perempuan dalam pengambilan keputusan di tingkat subak, masih sangat rendah. Dalam struktur kepengurusan subak/uph, posisi perempuan belum menunjukkan posisi yang strategis. Eksistensi perempuan petani kakao selama ini terfasilitasi dari lembaga KWT (Kelompok Wanita Tani) yang arahnya lebih pada proses diversifikasi produk olahan, peran inilah yang harus diperkuat sehingga mampu memberikan posisi tawar keterlibatan perempuan dalam posisi yang strategis. Upaya-upaya membangun akses keterlibatan perempuan dalam team ICS dan team strategis lainnya dalam program kakao lestari wajib untuk diperkuat Hasil diskusi dengan kelompok kelembagaan, beberapa input/masukan menarik untuk dijalankan secara bersama-sama dalam rencana aksi. No Tantangan Rencana Aksi 1 Ketersediaan modal di tingkat subak dan koperasi belum maksimal untuk membeli biji kakao basah maupun kering dari petani atau subak/uph Penguatan kelembagaan Subak dan koperasi harus dilakukan secara berkelanjutan Proses kemamputelusuran tata niaga/tata alir produk biji kakao basah maupun kering belum dapat dilakukan secara maksimal sehingga perlu Riil sangat diperlukan pelatihan manajemen kemampu telusuran khusus untuk administrasi tingkat subak/uph dan koperasi Tahun 2014 penguatan modal dari Bank BPD untuk dukungan koperasi harus terealisasi Merger/proses penggabungan beberapa UPH yang selama ini belum efektif dan optimal dengan UPH yang stabil sehingga terjadi proses pembelajaran. 41

42 proses pendampingan dan pelatihan yang intensif Penguatan Subak/UPH dari sisi pengembangan ekonomi produktif (palemahan dan pawongan, jika dilihat dari Konsep Tri Hita Karana). 2 Peranan perempuan dalam proses budidaya/on farm sampai dengan pasca panen, sangat tinggi. Tetapi peranan perempuan dalam pengambilan keputusan di tingkat subak, masih sangat rendah. Dalam struktur kepengurusan subak/uph, posisi perempuan belum menunjukkan posisi yang strategis. Eksistensi perempuan petani kakao selama ini terfasilitasi dari lembaga KWT (Kelompok Wanita Tani) yang arahnya lebih pada proses diversifikasi produk olahan, peran inilah yang harus diperkuat sehingga mampu memberikan posisi tawar keterlibatan perempuan dalam posisi yang strategis. Upaya-upaya membangun akses keterlibatan perempuan dalam team ICS dan team strategis lainnya dalam program kakao lestari wajib untuk diperkuat Penambahan team ICS khusus perempuan, terbukti selama 3 tahun proses ditemukan beberapa local champion perempuan yang cukup tangguh dalam menyuarakan perubahan di tingkat GAP dan GMP (Bu Luh Sri Kareni, Ni Komang Nandri) Pendampingan dan pelatihan untuk peningkatan kapasitas KWT dalam pengembangan ekonomi produktif Mengembangkan kebun demplot yang dikelola sepenuhnya oleh perempuan, sebagai sebuah pembelajaran tentang keseimbangan peran Membentuk team kelompok perempuan (gabungan dari beberapa subak) untuk membentuk team perempuan penggerak perubahan strong women, strong nation. Perempuan ini akan mendapatkan akses yang sama terhadap semua pelatihan. Diskusi menarik di Subak Moding Sari telah memberikan spirit baru bahwa perempuan memerlukan pelatihan teknis seperti sambung samping dan sambung pucuk untuk dapat memberikan kontribusi riil minimal di kebun sendiri maupun berpartisipasi dalam programprogram yang lebih luas. 42

43 No Tahapan Proses Tantangan 1 Alih fungsi vegetasi Alih fungsi vegetasi/tanaman kakao dengan tanaman keras (sengon, jati, kajimas dll) menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan program Meskipun alih fungsi vegetasi saat ini mencapai 10% dari sebaran lahan secara keseluruhan, tetapi kondisi ini patut untuk diantisipasi agar tidak meluas Terkait dengan trend alih fungsi vegetasi ini, tantangan paling besar saat ini bagaimana upaya membangun kegairahan petani kakao untuk merawat kembali kebun sebagai tabungan abadi/lestari. 2 Membangun komunikasi yang intensif Membangun komunikasi yang intensif antar dinas/instansi terkait perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Membangun korelasi program yang sinergis merupakan salah satu harapan dari program ini, sehingga terbangun kekuatan besar untuk memberikan dukungan yang kuat dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya komoditi kakao di Kabupaten Jembrana. Secara riil harus diakui bahwa, alih vegetasi di beberapa lahan produktif petani kakao merupakan salah satu indikasi bahwa komunikasi antar dinas teknis belum terbangun dengan baik. Hasil diskusi dengan kelompok sinergitas program, beberapa input/masukan menarik untuk dijalankan secara bersama-sama dalam rencana aksi. No Tantangan Rencana Aksi 1 Alih fungsi vegetasi/tanaman kakao dengan tanaman keras (sengon, jati, kajimas dll) menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan program Meskipun alih fungsi vegetasi saat ini mencapai 10% dari sebaran lahan secara keseluruhan, tetapi kondisi ini patut untuk diantisipasi agar tidak meluas Terkait dengan trend alih fungsi Satu-satu nya cara untuk menekan alih fungsi lahan dan alih vegetasi adalah membuat komoditi ini menjadi bergengsi dan menarik dari sisi harga. Cara yang paling tepat adalah membangun akses pasar langsung (direct market) dengan pabrik sehingga dapat diperoleh harga tinggi. Kerjasama pasar yang sudah dibangun saat ini, wajib untuk dipertahankan dan dilanjutkan. Pengembangan klon-klon unggulan setempat 43

44 vegetasi ini, tantangan paling besar saat ini bagaimana upaya membangun kegairahan petani kakao untuk merawat kembali kebun sebagai tabungan abadi/lestari. 2 Membangun komunikasi yang intensif antar dinas/instansi terkait perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Membangun korelasi program yang sinergis merupakan salah satu harapan dari program ini, sehingga terbangun kekuatan besar untuk memberikan dukungan yang kuat dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya komoditi kakao di Kabupaten Jembrana. sangat dibutuhkan Sinkronisasi program dan kordinasi antar dinas terkait untuk membangun program yang sinergis. Komunikasi ini dapat dibangun dengan diskusi, evaluasi, kordinasi sinergitas program. Secara riil harus diakui bahwa, alih vegetasi di beberapa lahan produktif petani kakao merupakan salah satu indikasi bahwa komunikasi antar dinas teknis belum terbangun dengan baik. 44

45 Tambahan input penting lainnya yang dapat dirangkum dalam diskusi rencana aksi ini adalah : 1. Pentingnya proses pembelajaran secara terus menerus (continous learning) antara petani, antara lembaga dan antar pelaku program. 2. Pentingnya dokumentasi/publikasi sebagai bukti rekam jejak proses perjuangan petani kakao, subak, koperasi, pendamping, pemerintah dan pihak lain yang telah membantu pelaksanaan proses selama ini. Publikasi diperlukan bukan dalam rangka pamer program tetapi lebih pada semangat berbagi proses pembelajaran penting yang telah digali, dijalani dan dirasakan manfaatnya oleh petani dan koperasi selama ini (lesson learn). Ide yang tercetus dari proses tersebut adalah rencana pelaksanaan Jembrana Kakao Festival, sebuah ajang festival dari petani, oleh petani dan untuk sesama petani. Sebuah wadah dimana spirit kakao akan dibangun dan setiap insan petani kakao masih memiliki sisa kebanggaan bahkan membangun kembali kebanggaan akan komoditi kakao agar lestari di bumi Jembrana dan bumi nusantara pada umumnya. Proses perjuangan petani kakao Jembrana selama 3 (tiga) tahun perlu diapresiasi dalam momemt special namun sarat akan nuansa berbagi. 3. Terkait dengan rencana Jembrana Kakao Festival dan proses evaluasi serta pembelajaran yang terus menerus (continous learning), diperlukan metoda khusus untuk merekam dan menganalisa perubahan yang terjadi terutama pada petani kakao sebagai sasaran utama pelaksanaan program. Perubahan tersebut nyata adanya dan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk petani itu sendiri dan petani kakao lainnya. Foto atau visual secara riil menggambarkan perubahan yang dapat terekam. A Picture tells a thousand word..sebuah gambar dapat menceritakan ribuan kata. Harapan besar dengan ribuan kata dan perpaduan warna dapat memberikan inspirasi untuk petani lain dalam melakukan perubahan. Foto perubahan ini diharapkan dapat menjadi bagian dari pelaksanaan festival sehingga petani kakao dapat menjadi actor dalam kerya mereka sendiri. 45

46 Beberapa penegasan informasi dan membangun kesepakatan dan kesepahaman program terutama berkaitan dengan tata niaga/pemasaran bersama juga dibangun dalam diskusi ini. Pemahaman kemamputelusuran erat kaitannya dengan pemahaman tata alur pemasaran. Beberapa diagram dibawah ini merupakan bagian dai rencana aksi yang harus dibangun secara terus menerus dengan petani, subak maupun UPH sehingga terbangun pola pemahaman yang sama dalam memandang pelaksanaan program,. 46

47 SKEMA ALUR PROSES PRODUK KAKAO SERTIFIKASI UTZ PADA KOPERASI KERTA SEMAYA SAMANIYA DI KABUPATEN JEMBRANA Petani peserta sertifikasi UTZ kakao, menyetor hasil kakao basah ke masing-masing subak abian. Penyetoran hasil biji kakao basah dilakukan secara kolektif dengan pengaturan jadwal setor yang disesuaikan dengan jadwal pengolahan kakao fermentasi di masing-masing UUP yang ditunjuk yang dikoordinasi oleh subak abain. Biji kakao basah di sortasi untuk memilih biji kakao basah yang baik dan berkualitas. Selanjutnya Subak Abian secara kolektif menyerahkan biji kakao basah ke UUP (Unit Usaha Produktif) yang ditunjuk berdasarkan lokasi/area terdekat untuk dilaksanakan proses fermentasi. Pada Proses ini dilakukan pencatatan asal biji kakao (nama petani), kuantitas biji beserta harganya. Di UUP, proses fermentasi dilakukan dengan pengawasan yang ketat sesuai dengan standar teknis pengolahan dan code of conduct dari sertifikasi UTZ. Pada Proses inipun dilakukan pencatatan asal biji kakao basah (nama subak abian), kuantitas biji basah beserta harganya. Dan hasil biji kakao fermentasi tersebut, dicatat berdasarkan subak abian beserta kuantitasnya untuk disetor ke Koperasi Kakao Kerta Samaya Samaniya. Koperasi Kerta Samaya melakukan penimbangan, sortasi biji fermentasi dan pengemasan produk berlabel UTZ. Pada Proses ini dilakukan pencatatan asal biji kakao fermentasi (nama UUP) kuantitas kakao fermentasi beserta harganya. Proses Kakao Sertifikasi UTZ harus keluar lewat satu pintu yaitu Koperasi Kerta Samaya Samaniya selaku pemegang sertifikasi (Sertification Holders) PETANI PESERTA SERTIFIKASI UTZ PETANI PESERTA SERTIFIKASI UTZ PETANI PESERTA SERTIFIKASI UTZ PETANI PESERTA SERTIFIKASI UTZ SUBAK ABIAN A SUBAK ABIAN B UNIT USAHA PRODUKTIF (UUP) 1 Berada di subak abian yang telah memiliki usaha pengolahan fermentasi KOPERASI KAKAO KERTA SEMAYA SAMANIYA sekaligus juga berperan sebagai PETANI PESERTA SERTIFIKASI UTZ PETANI PESERTA SERTIFIKASI UTZ SUBAK ABIAN C UNIT USAHA PRODUKTIF (UUP) 2 UNIT USAHA PRODUKTIF (UUP) 3 PETANI PESERTA SERTIFIKASI UTZ SUBAK ABIAN D 47

48 SKEMA UNIT USAHA YANG DILAKUKAN KOPERASI KAKAO KERTA SEMAYA SAMANIYA PETANI PESERTA SERTIFIKASI UTZ PETANI PESERTA SERTIFIKASI UTZ PETANI PESERTA SERTIFIKASI UTZ PETANI PESERTA SERTIFIKASI UTZ SUBAK ABIAN A SUBAK ABIAN B UNIT USAHA PRODUKTIF Berada di subak abian yang telah memiliki usaha pengolahan fermentasi KOPERASI KAKAO KERTA SAMAYA SAMANIYA sekaligus juga berperan sebagai Produk Olahan Primer dengan nilai tambah yang tinggi. Kakao Fermentasi Sertifikasi UTZ di jual ke buyer dengan harga premium PETANI NON SERTIFIKASI PETANI NON SERTIFIKASI PETANI NON SERTIFIKASI PETANI NON SERTIFIKASI SUBAK ABIAN A SUBAK ABIAN B Garis pemisah produk kakao UNIT USAHA PRODUKTIF UNIT USAHA PRODUKTIF (UUP) KAKAO FERMENTASI NON SERTIFIKASI Kakao Fermentasi Non Sertifikasi di olah menjadi produk olahan sekunder. 1. Bubuk Coklat 2. Minuman Coklat 3. Aneka kue Coklat 4. Permen Coklat PETANI NON SERTIFIKASI Produk Olahan sekunder yang juga memiliki nilai tambah yang tinggi. 48

49 SKEMA EKONOMI PRODUKTIF PETANI KAKAO DESA NUSASARI KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA POTENSI SUMBER DAYA ALAM (Tanaman Perkebunan Kakao) PETANI KAKAO (Penyediaan Bahan Baku) SUBAK ABIAN PADMA SARI (Quality control kakao petani) KOPERASI KAKAO KERTA SAMAYA SAMANIYA (Proses Pengolahan Fermentasi) PENGOLAHAN PRIMER (Bahan Baku Kakao Fermentasi) Fermentasi Sertifikasi UTZ Fermentasi Non Sertifikasi UTZ Penjualan Bahan Baku Kakao Fermentasi sertifikasi UTZ dengan HARGA PREMIUM PENGEMBANGAN EKONOMI PRODUKTIF 1. Menumbuhkan semangat petani untuk meningkatkan hasil (kuantitas dan kualitas). 2. Mendapatkan harga bahan baku premium. 3. Meningkatkan pendapatan masyarakat petani kakao di Desa Nusasari. PENGOLAHAN SEKUNDER (Produk Olahan Kakao Fermentasi) PENGEMBANGAN EKONOMI PRODUKTIF 1. Pemasaran hasil produk olahan kakao. 2. Pembuatan aneka makanan/kue dan minuman berbahan baku coklat. 3. Pengembangan Desa Nusasari sebagai pusat sentra penghasil coklat, mulai dari hulu sampai hilir. Dari budidaya tanaman kakao sampai kepada produk jadi siap saji berbahan baku coklat. 4. Desa Nusasari merupakan desa penghubung dengan Desa Wana Wisata Ekasari, sehingga hal ini menjadi potensi yang besar untuk memasarkan produk kakao khas Jembrana. 5. Meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum di Desa Nusasari 49

50 SUBAK ABIAN PADMASARI (KSS.015) SUBAK ABIAN TAMAN SARI (KSS.014) SUBAK ABIAN MANGGALA SARI (KSS.013) SUBAK ABIAN CARANGSARI (KSS.018) UPH KOPERASI KSS UPH TAMAN SARI UPH CARANG SARI SUBAK ABIAN DWI MEKAR (KSS.012) SUBAK ABIAN AMERTA NADI (KSS.001) SUBAK ABIAN ANGGREK WANGI SUBAK (KSS.002) ABIAN MERTA PALA (KSS.003) SUBAK ABIAN SEKAR WANGI (KSS.004) SUBAK ABIAN LOKASARI (KSS.006) SUBAK ABIAN AMERTA SARI (KSS.007) SUBAK ABIAN NYIWI AMERTA (KSS.008) SUBAK ABIAN AMERTA TAMAN SARI (KSS.009) SUBAK ABIAN MERTA MUMBUL (KSS.010) SUBAK ABIAN UDIANA SARI (KSS.011) UPH DWI MEKAR UPH AMERTA NADI UPH MERTA PALA UPH SEKAR WANGI UPH LOKASARI SUBAK ABIAN MERTA NADI (KSS.017) SUBAK ABIAN KERTA LAKSANA (KSS.016) UPH MERTA NADI KOPERASI KAKAO KERTA SAMAYA SAMANIYA BUYERS (PEMBELI) 50

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN KAKAO KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN KAKAO KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN KAKAO KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : Mengingat : BUPATI

Lebih terperinci

5.1. Pertanian Komoditas Tanaman Pangan

5.1. Pertanian Komoditas Tanaman Pangan 5.1. Pertanian 5.1.1. Komoditas Tanaman Pangan L uasan areal yang potensial untuk pengembangan komoditas pertanian seluas 32.702 Ha atau 38,87 % dari luas wilayah Kabupaten (84.140 Ha), terdiri dari lahan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN DINAS PERKEBUNAN Jalan Perkebunan No. 7 Makassar Tujuan Penyelenggaraan Perkebunan 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG POS KESEHATAN DESA ( POSKESDES ) DI KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG POS KESEHATAN DESA ( POSKESDES ) DI KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG POS KESEHATAN DESA ( POSKESDES ) DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa dengan perkembangan kondisi Daerah

Lebih terperinci

5.1. Pertanian. Profil Kabupaten Jembrana Tahun 2012

5.1. Pertanian. Profil Kabupaten Jembrana Tahun 2012 5.1. Pertanian Temperatur udara yang berkisar antara 20-29 C, kelembaban udara berkisar antara 74-87 % serta rata-rata curah hujan 2.002 per tahun dan ketinggian tempat antara 0-600 m dpl, Kabupaten Jembrana

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Samarinda, September 2015 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Samarinda, September 2015 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah menganugerahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga buku Statistik Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014 dapat kami susun dan sajikan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Samarinda, Juli 2016 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Samarinda, Juli 2016 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah menganugerahkan Rahmat dan Hidayah- Nya, sehingga buku Statistik Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2015 dapat kami susun dan sajikan.

Lebih terperinci

Spirit Untuk Berbagi Salam dari Bali Dalam Harmony Untuk Dunia..

Spirit Untuk Berbagi Salam dari Bali Dalam Harmony Untuk Dunia.. Spirit Untuk Berbagi Salam dari Bali Dalam Harmony Untuk Dunia.. Filosofi Logo dan Maskot : Tulisan BALI pada logo dilengkapi dengan patra atau ornament yang tidak dapat dipisahkan dari kultur masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten di bagian barat dari

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten di bagian barat dari 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten di bagian barat dari Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Barat dibentuk pada tanggal

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

I. DESKRIPSI KEGIATAN

I. DESKRIPSI KEGIATAN I. DESKRIPSI KEGIATAN 1.1 JUDUL KKN PPM Manggis. 1.2 TEMA Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produksi Buah Manggis Sebagai Komoditas Ekspor Unggulan 1.3 LOKASI Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kopi adalah komoditas perkebunan yang penting bagi perekonomian Indonesia. Komoditas kopi merupakan sumber pendapatan utama bagi tidak kurang dari 1,84 juta keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia, peran tersebut antara lain adalah bahwa sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Perkebunan kakao merupakan salah satu sektor unggulan di bidang pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara dimana sekitar 52% total

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao memegang peranan penting dalam hal pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Komoditas ini memberikan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara, pengadaan lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL KABUPATEN JEMBRANA TAHUN

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL KABUPATEN JEMBRANA TAHUN BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2016-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Rencana Strategis (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Dengan memperhatikan Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

Standar waktu maksimal adalah 1 (satu) hari kerja terhitung permohonan diterima di pelayanan umum dengan persyaratan lengkap.

Standar waktu maksimal adalah 1 (satu) hari kerja terhitung permohonan diterima di pelayanan umum dengan persyaratan lengkap. Standar waktu maksimal adalah 1 (satu) hari kerja terhitung permohonan diterima di pelayanan umum dengan persyaratan lengkap. Diagram 2.2 Alur Layanan Perijinan Di Pelayanan Umum Satu Loket Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah telah memberikan tanggungjawab yang besar kepada daerah dalam mengelola pemerintahan dan sumberdaya daerah. Otonomi yang diberikan pemerintah pusat dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Menurut Ciputra

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN BERDASARKAN RPJMD TAHUN 2017 DINAS PERKEBUNAN. Indikator

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN BERDASARKAN RPJMD TAHUN 2017 DINAS PERKEBUNAN. Indikator RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN BERDASARKAN RPJMD TAHUN 2017 DINAS PERKEBUNAN Indikator TAHUN4 (2017) Tujuan : 1. Meningkatkan produktivitas 1. Produksi dan Peningkatan Produksi, produktivitas Volume Produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen kakao terbesar

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya, dan pembangunan merupakan suatu

Lebih terperinci

Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118

Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118 Pengelolaan Kakao di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur Dwi Suci Rahayu 1) dan Adi Prawoto 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl.PB.Sudirman 90 Jember 68118 Nusa Tenggara Timur (NTT) termasuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki

Lebih terperinci

DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KUPANG 09 SEPTEMBER 2013

DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KUPANG 09 SEPTEMBER 2013 DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KUPANG 09 SEPTEMBER 2013 TAHUN LUAS TANAM LUAS PANEN PROVITAS PRODUKSI 2007 294,530 217,478 23,65 514,335 2008 285,780 271,561 24,89 676,044

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. tumpang sari dengan jenis tanaman yang lainnya. Tanaman tumpangsari di daerah

BAB VI PEMBAHASAN. tumpang sari dengan jenis tanaman yang lainnya. Tanaman tumpangsari di daerah BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Sebaran Perkebunan dan Produksi 6.1.1 Perkebunan Perkebunan Kopi Arabika di Kecamatan Kintamani diusahakan secara tumpang sari dengan jenis tanaman yang lainnya. Tanaman tumpangsari

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat

Lebih terperinci

[ nama lembaga ] 2012

[ nama lembaga ] 2012 logo lembaga 1.04.02 KAJIAN INOVASI TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI MENDUKUNG SISTEM DAN MODEL PENGEMBANGAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES DI WILAYAH GERNAS KAKAO Prof. Dr. Ir. Azmi Dhalimi, SU Balai Besar Pengkajian

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI YAN FITRI SIRINGORINGO JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA di KAB. SUMBA TIMUR Perekonomian Provinsi NTT secara sektoral, masih didominasi oleh aktivitas sektor pertanian. Apabila dilihat secara lebih khusus lagi, penggerak

Lebih terperinci

Pe n g e m b a n g a n

Pe n g e m b a n g a n Potensi Ekonomi Kakao sebagai Sumber Pendapatan Petani Lya Aklimawati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 9 Jember 68118 Petani kakao akan tersenyum ketika harga biji kakao

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

Disampaikan pada: RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TAHUN 2018 Jakarta, Januari 2017

Disampaikan pada: RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TAHUN 2018 Jakarta, Januari 2017 Disampaikan pada: RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TAHUN 2018 Jakarta, 26-27 Januari 2017 Prioritas Nasional KETAHANAN PANGAN dengan 2 Program Prioritas yaitu: 1) PENINGKATAN PRODUKSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas. berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber

PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas. berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

MASTERPLAN KAWASAN PERKEBUNAN NASIONAL KOPI DAN KAKAO ACEH. Kerjasama Dinas Perkebunan Aceh dan Fakultas Pertanian Unsyiah 2015

MASTERPLAN KAWASAN PERKEBUNAN NASIONAL KOPI DAN KAKAO ACEH. Kerjasama Dinas Perkebunan Aceh dan Fakultas Pertanian Unsyiah 2015 MASTERPLAN KAWASAN PERKEBUNAN NASIONAL KOPI DAN KAKAO ACEH Kerjasama Dinas Perkebunan Aceh dan Fakultas Pertanian Unsyiah 2015 MASTERPLAN PERKEBUNAN KOPI DAN KAKAO PERKEMBANGAN TANAMAN KOPI DI KABUPATEN

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

BAB II RENCANA KINERJA DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II RENCANA KINERJA DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II RENCANA KINERJA DAN PERJANJIAN KINERJA Dinas Perkebunan Provinsi Bali dalam melaksanakan pembangunan perkebunan Sesuai dengan Pasal 15 ayat (3) UU Nomor 25 Tahun 2004, yaitu Kepala Satuan Kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya masyarakat adil dan sejahtera. Pembangunan yang ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan pertanian, dalam pemenuhan kebutuhan hidup sektor ini merupakan tumpuan sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 39 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Tanggamus Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 Januari 1997 dan pada tanggal 21 Maret 1997 resmi menjadi salah

Lebih terperinci

PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI

PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI Hasan Basri Agus Gubernur Provinsi Jambi PENDAHULUAN Provinsi Jambi dibagi dalam tiga zona kawasan yaitu: 1) Zona Timur, yang merupakan Kawasan

Lebih terperinci

BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN

BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN 68 BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN Pengorganisasian lebih dimaknai sebagai suatu kerangka menyeluruh dalam rangka memecahkan masalah ketidakadilan sekaligus membangun tatanan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN JAMBU METE TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN KAKAO RAKYAT PADA TIGA KABUPATEN SENTRA PRODUKSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS PERKEMBANGAN KAKAO RAKYAT PADA TIGA KABUPATEN SENTRA PRODUKSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS PERKEMBANGAN KAKAO RAKYAT PADA TIGA KABUPATEN SENTRA PRODUKSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA Rizal Sariamat* Edy Batara M. Siregar** Erwin Pane*** *Mahasiswa Magister Agribisnis Universitas Medan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak. ABSTRAK Ahmad Surya Jaya. NIM 1205315020. Dampak Program Simantri 245 Banteng Rene Terhadap Subak Renon di Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. I Wayan Windia, SU dan Ir.

Lebih terperinci

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA Illia Seldon Magfiroh, Ahmad Zainuddin, Rudi Wibowo Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jember Abstrak

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL Dwi Nugroho Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jember, 26 Maret 2018 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dengan ibukota

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN OLEH AMELIA 07 114 027 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 i ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada

Lebih terperinci

I B M KELOMPOK TANI KOPI RAKYAT

I B M KELOMPOK TANI KOPI RAKYAT I B M KELOMPOK TANI KOPI RAKYAT Mochamat Bintoro 1 dan Yuslaili Ningsih 2 1 Produksi Pertanian, 2 Jurusan Bahasa, Komunikasi dan Pariwisata, Politeknik Negeri Jember 1 mochamatb17@gmail.com, 2 yuslaili74@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yaitu dimana sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yaitu dimana sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yaitu dimana sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Menurut Hernanto (1991) meskipun Indonesia merupakan negara agraris,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan dibidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan potensi dari sektor pertanian di Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala bidang, yaitu bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan agama serta pertahanan dan keamanan

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS Disampaikan pada Rapat Kerja Akselerasi Industrialisasi dalam Rangka Mendukung Percepatan dan Pembangunan Ekonomi, Hotel Grand Sahid, 1 Pebruari 2012

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN

V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN A. Arah Kebijakan Jangka Panjang 2025 Untuk mencapai sasaran jangka panjang yang telah diuraikan diatas, maka kebijakan dan program yang akan ditempuh dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Masalah kesenjangan dan

BAB I PENDAHULUAN. tantangan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Masalah kesenjangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Masalah kesenjangan dan isu globalisasi berimplikasi

Lebih terperinci

DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BADUNG

DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BADUNG DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BADUNG LAKIP Mengakomodasi : RPJMD : Optimalisasi dan Pelestarian Sumber daya untuk kehidupan masa kini dan akan datang Renstra Distanbunhut Indikator

Lebih terperinci