BAB I PENDAHULUAN. dengan normal, bahkan ada kata-kata bijak bahwa kekayaan tidak berarti

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dengan normal, bahkan ada kata-kata bijak bahwa kekayaan tidak berarti"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia karena tanpa kesehatan manusia tidak dapat beraktivitas dengan normal, bahkan ada kata-kata bijak bahwa kekayaan tidak berarti tanpa kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam rangka mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan kesehatan. Dalam rangka peningkatan derajat kesehataan tersebut perlu adanya hukum kesehatan yaitu rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang mengatur pelayanan medis dan sarana medis. Berkaitan dengan hal tersebut jaminan akan kesehatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menggantikan Undang-Undang Nomor No 23 tahun Dalam Undang- Undang Kesehatan yang baru tersebut terdapat perubahan paradigma upaya

2 2 pembangunan kesehatan yaitu dari paradigma sakit yang begitu kental pada Undang-Undang Kesehatan sebelumnya bergeser menjadi paradigma sehat yakni paradigma kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Usaha pelayanan kesehatan dapat ditempuh dengan cara ilmiah yaitu melalui pengobatan kedokteran modern maupun pengobatan tradisional yang bersumber dari berbagai latar belakang, seperti tradisional, keagamaan, kepercayaan, atau berbagai cara yang belum terbukti secara ilmiah dengan berbagai teknik dan perangkat pengobatan. Pengobatan tradisional tersebut masih banyak yang belum memiliki dasar ilmiah, sehingga sulit untuk menentukan parameter yang objektif dan penilaiannya. Dengan banyaknya tenaga pengobatan tradisional yang tidak memiliki standar kompetensi dalam menangani pasien dimungkinkan akan merugikan masyarakat. Kontroversi pengobatan tradisional yang akhir-akhir ini sedang marak, yaitu munculnya Ponari yang menarik perhatian ribuan pasien yang berobat. Pengelola pengobatan Ponari ini dilakukan sejak 11 Januari Selama ini pro dan kontra bermunculan dimana orang-orang yang bisa berfikir rasional menginginkan aparat bertindak tegas menutup pengelola pengobatan dengan media batu itu. Apalagi pengelola itu secara langsung maupun tidak langsung telah mengakibatkan lima orang meninggal dunia dan tidak sedikit dari mereka yang berobat justru penyakitnya bertambah parah. Disisi lain banyak juga elemen masyarakat yang menginginkan pengelola pengobatan Ponari

3 3 tidak ditutup, karena dipercaya bahwa Ponari mampu menyembuhkan keluhan penyakit yang diderita pasien. Berdasar pada pertimbangan kerugian yang diderita oleh masyarakat akibat pengobatan tradisional tersebut Muspida dan Kapolres baru Jombang, AKBP Tomsi Tohir mengambil tidakan tegas menutup secara resmi pengelola pengobatan tradisional Ponari. ( html). Standar kompetensi dalam melayani kesehatan masyarakat merupakan hal yang harus dipenuhi bagi penyelenggara pelayanan kesehatan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat harus memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat yang dibutuhkan. Pada pengobatan kedokteran modern, telah dilakukan pengaturan, standarisasi, dan pengawasan oleh pemerintah melalui Pasal 182 Undang- Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa Menteri melakukan pengawasan terhadap masyarakat dan setiap penyelenggara kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya di bidang kesehatan dan upaya kesehatan. Sedangkan pada pengobatan tradisional belum banyak pengaturan dan standarisasi yang diatur dalam perundang-undangan. Pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah hanya sebatas pada pendaftaran saja.

4 4 Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas tanggal 25 Juni 2009 terlihat masih banyak sarana atau tenaga pengobatan tradisional yang tidak terdaftar di Dinas Kesehatan yakni sejumlah 27 pengobatan tradisional (Wawancara dengan staff Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas). Dengan tidak adanya pengaturan standarisasi, dan pengawasan yang memadai dari Pemerintah terhadap pengelola pengobatan tradisional menyebabkan tidak adanya perlindungan hukum yang memadai bagi para penggunanya jika terdapat penyimpangan. Pada dasarnya hukum diadakan berfungsi untuk menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul. Dalam kaitannya fungsi hukum sebagai sarana penunjang perkembangan modernisasi dan pembangunan yang menyeluruh dapat dilakukan dengan cara : 1. Peningkatan dan penyempurnaan hukum nasional. 2. Menertibkan fungsi lembaga-lembaga hukum menurut proporsinya masing-masing. 3. Peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak-penegak hukum. 4. Memupuk kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintahan ke arah penegak hukum, keadilan terhadap perlindungan harkat dan martabat manusia, dan ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar (C.S.T Kansil,1986:547).

5 5 Bertolak dari langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka fungsi hukum sebagai sarana penunjang perkembangan modernisasi dan pembangunan yang menyeluruh khususnya pada poin ke empat di atas, maka dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan kesadaran hukum dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan khususnya bagi pengelola pengobatan tradisional. Tingkat kesadaran hukum pengelola pengobatan tradisional akan mempengaruhi penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Semakin tinggi tingkat kesadaran hukumnya maka akan semakin baik pula pemberian pelayanan kepada pasien. Sehingga di dalam pelayanan yang baik akan terdapat jaminan perlindungan hukum bagi pasien. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dinyatakan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal tersebut diuraiakan bahwa mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan yang setinggi-tingginya mungkin dapat dicapai pada suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yang nyata dari setiap orang atau masyarakat. Upaya kesehatan harus selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus agar masyarakat

6 6 yang sehat sebagai investasi dalam pembangunan dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Di dalam undang-undang kesehatan tersebut juga mengatur tentang kewajiban bagi siapapun untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dinyatakan bahwa Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan. Peningkatan kesehatan masyarakat tidak lepas dari peranan hukum, karena hukum mengatur tata cara dalam palayanan kesehatan. Di dalam hukum sendiri terdapat kesadaran hukum yang merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Sebenarnya yang ditekankan adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian hukum terhadap kejadian-kejadian yang konkrit dalam masyarakat yang bersangkutan (Soerjono Soekanto, 1977:152). Ada 4 (empat) indikator kesadaran hukum, yaitu pengetahuan hukum, pemahaman hukum, perilaku hukum, dan sikap hukum. Masalah kesadaran hukum masyarakat berkaitan dengan berfungsinya hukum itu dalam masyarakat. Oleh karena itu di dalam pelaksanaan hukum tersebut masyarakat dituntut untuk sadar terhadap hukum, sehingga dapat diketahui efektivitas hukum itu bagi masyarakat.

7 7 Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam masalah tersebut dan merumuskan dalam judul Pengobatan Tradisional (Studi Tentang Kesadaran Hukum Pengelola Pengobatan Tradisional Terhadap Standarisasi Pelayanan Kesehatan Di Kabupaten Banyumas). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah yang akan dikaji adalah : 1. Bagaimana tingkat kesadaran hukum pengelola pengobatan tradisional terhadap standarisasi pelayanan di Kabupaten Banyumas? 2. Mengapa kesadaran hukum pengelola pengobatan tradisional di Kabupaten Banyumas diperlukan standarisasi pelayanan? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum Pengelola pengobatan tradisional terhadap standarisasi pelayanan di Kabupaten Banyumas. 2. Untuk menjelaskan kesadaran hukum pengelola pengobatan tradisional di Kabupaten Banyumas memerlukan standarisasi pelayanan. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan tingkat kesadaran hukum Pengelola pengobatan tradisional terhadap standarisasi pelayanan.

8 8 b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian sejenis yang akan datang sekaligus sebagai pembanding terhadap penelitian-penelitian sejenis yang telah ada sebelumnya. 2. Kegunaan Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan-bahan pertimbangan dalam rangka pemupukan kesadaran hukum pada Pengelola pengobatan khususnya yang berkaitan dengan Pengelola pengobatan tradisional. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pada instansi yang berwenang dalam rangka pembinaan dan pengawasan Pengelola pengobatan tradisional.

9 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum 1. Definisi Hukum Hukum tidak hanya berfungsi sebagai sarana penyelesaian sengketa, tetapi juga mengatur kehidupan manusia secara luas. Baik dalam lapangan yang sifatnya individual (privat) maupun yang sifatnya komunal/umum (public). Hukum adalah seperangkat aturan/norma yang memiliki kekuatan sanksi yang pelaksanaannya dapat dipaksakan oleh Negara/aparat penyelenggara Negara. Hukum berisi seperangkat aturan yang mengatur kehidupan manusia. Hukum diciptakan untuk melindungi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai penghormatan atas jiwa, tubuh, harta, kehormatan dan kemerdekaan. Hal ini akan berdampak pada semangat dan kesadaran masyarakat untuk mentaati hukum. Tanpa adanya kesadaran masyarakat, maka hukum hanya akan menjadi aturan semata dan tidak akan berfungsi sempurna dalam masyarakat. Permasalahan mengenai berfungsi tidaknya hukum dalam masyarakatat adalah permasalahan mengenai kesadaran hukum masyarakat.

10 10 Hukum diartikan oleh Aristoteles adalah particular law is that which each community lays down and aplies to its own member. Universal law is the law of nature. Sedangkan Grotius mengartikan hukum sebagai Law of moral action obliging to that which is right (CST Kansil, 1989 : 14). Menurut Leon Duguit: hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaanya pada saat tertentu di indahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu. Sedangkan menurut Prof. Mr. E. M Meyers dalam bukunya De Algemene Bgrippen van het Burgerlijk Recht memberikan definisi hukum sebagai berikut hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman bagi penguasapenguasa negara dalam melakukan tugasnya. (C. S.T Kansil, 1986:36). Hukum adalah seperangkat aturan atau norma yang memiliki kekuatan sanksi yang pelaksanaanya dapat dipaksakan oleh negara/aparat penyelenggara negara. Hukum berisi seperangkat aturan yang mengatur sebagian besar kehidupan manusia. Hukum terdiri dari hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Hukum tertulis dituangkan dalam bentuk pasal-pasal, dalam undang-undang yang disusun secara sistematis dalam lembaran negara, sedangkan hukum tidak tertulis bersandarkan pada nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

11 11 Hukum diciptakan untuk melindungi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai penghormatan atas jiwa, tubuh, harta, kehormatan dan kemerdekaan. Kegiatan manusia amat banyak dan hukum itu sendiri sudah dipastikan tidak mampu untuk mengakomodir atau melindungi dan mengatur seluruh kegiatan manusia ini. Menurut Max Weber untuk berlakunya suatu hukum harus terdapat alat pemaksa dalam hukum karena alat pemaksa menentukan bagi adanya hukum. Prof. Van Apeldoorn mengatakan bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai, hukum menghendaki perdamaian. Perdamaian di antara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda terhadap pihak yang merugikannya. Kepentingan perseorangan selalu bertentangan dengan kepentingan golongan-golongan manusia, pertentangan kepentingan ini dapat menjadi pertikaian bahkan dapat menjadi peperangan, seandainya hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk mempertahankan perdamaian. (C. S. T Kansil, 1986:42). Kusumadi Pudjosewojo menggambarkan bahwa hukum pertalian dengan adanya manusia dan manusia merupakan kesatuan yang melakukan tindakan-tindakan untuk memenuhi segala apa yang berharga bagi hidupnya karena dorongan batin. Menurut Lon Fuller menyatakan bahwa

12 12 hukum itu sebagai usaha untuk tujuan tertentu. Penekanan disini adalah pada usaha, maka dengan sendirinya mereka mengandung resiko kegagalan. Keberhasilan usaha tersebut tergantung pada energi, wawasan, intelegensi, dan kejujuran dari mereka yang harus menjalankan hukum itu (Raharjo, 1986 : 22). 2. Fungsi hukum Salah satu fungsi hukum adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Di samping itu maka hukum sebagai tata kaidah dapat berfungsi sebagai sarana untuk menyalurkan arah kegiatan-kegiatan warga-warga masyarakat ketujuan yang dikehendaki oleh perubahan yang terencana tersebut. Dari hal tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa hukum sebagai alat perubahan masyarakat (a tool of sosial engineering). Dari pendapat tersebut juga dapat disimpulkan bahwa hukum adalah pengendali utama kegiatan masyarakat dalam suatu negara hukum. Fungsi hukum sebagai pedoman atau pengarah perilaku, kiranya tidak memerlukan banyak keterangan, mengingat bahwa hukum telah disifatkan sebagai kaedah, yaitu pedoman perilaku, yang menyiratkan perilaku yang seyogiannya atau diharapakan diwujudkan oleh masyarakat apabila warga masyarakat melakukan sesuatu kegiatan yang diatur oleh hukum (Ishaq, 2007:11).

13 13 Fungsi hukum menurut Lawrence M. Friedman, yaitu: 1. Pengawasan/pengendalian sosial (social control) 2. Penyelesaian sengketa (dispute settlement) 3. Rekayasa sosial (social engineering) Thoe Huijbers, menyatakan bahwa fungsi hukum ialah memelihara kepentingan umum dalam masyarakat, menjaga hak-hak manusia, mewujudkan keadilan dalam hidup bersama. Peters sebagaimana dikutip oleh Ronny Hanityo Soemitro, bahwa fungsi hukum itu terdapat tiga perspektif, yaitu: a. Perspektif kontrol sosial daripada hukum. Tujuan ini disebut tujuan dari sudut pandang seorang polisi terhadap hukum (the policemen view of the law). b. Perspektif sosial engineering merupakan tinjauan yang dipergunakan oleh para pejabat (the officials perspective of the law) dan karena pusat perhatiannya adalah apa yang diperbuat oleh pejabat/penguasa dengan hukum. c. Perspektif emansipasi masyarakat daripada hukum. Perspektif ini merupakan tinjauan dari bawah terhadap hukum (the bottom s up view of the law).

14 14 Berdasarkan uraian fungsi hukum oleh para pakar hukum di atas, dapat disusun fungsi-fungsi hukum sebagai berikut: 1. Memberikan pedoman atau pengarahan pada warga masyarakat untuk berperilaku. 2. pengawasan atau pengendalian sosial (social control). 3. penyelesaian sengketa (dispute setllement). 4. rekayasa sosial (social engineering). (Ishaq, 2002:11). Pengendalian sosial dari hukum, pada dasarnya dapat diartikan suatu sistem yang mendidik, mengajak bahkan memaksa warga masyarakat agar berperilaku sesuai dengan hukum. Dengan kata lain, dari sudut sifatnya dapat dikatakan bahwa pengendalian sosial dapat bersifat preventif maupun represif. Preventif merupakan suatu usaha untuk mencegah terjadinya perilaku menyimpang, sedang represif bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang terganggu. Hukum sebagai sarana penyelesaian sengketa. Persengketaan atau perselisihan dapat terjadi dalam masyarakat antara keluarga yang dapat meretakkan hubungan keluarga, antara mereka dalam suatu urusan bersama, yang dapat membubarkan kerjasama. Sengketa dapat mengenai perkawinan atau waris, kontrak, tentang batas tanah, dan sebagainya. Sengketa atau perselisihan itu perlu diselesaikan, adapun cara penyelesaian sengketa dalam suatu masyarakat ada yang diselesaikan melalui lembaga formal yang disebut pengadilan dan ada juga yang diselesaiakan sendiri

15 15 oleh orang-orang yang bersangkutan dengan mendapat bantuan orang yang ada di sekitarnya. Hukum sebagai sarana rekayasa sosial. Menurut Satjipto Rahardjo, tidak saja digunakan untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengerahkan pada tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Dengan demikian hukum dijadikan sebagai sarana untuk melakukan perubahan masyarakat. (Ishaq, 2002:12). 3. Kesadaran Hukum Paham kesadaran hukum sebenarnya berkisar pada diri wargawarga masyarakat merupakan suatu faktor yang menentukan bagi sahnya hukum. Pada awalnya masalah kesadaran hukum timbul di dalam proses penerapan daripada hukum positif tertulis. Di dalam kerangka proses tersebut timbul masalah, oleh karena adanya ketidaksesuaian antara dasar sahnya hukum (yaitu pengendalian sosial dari penguasa atau kesadaran warga masyarakat) dengan kenyataan-kenyataan dipatuhinya (atau tidak ditaatinya) hukum positif tertulis tersebut. Merupakan suatu keadaan yang dicita-citakan atau dikehendaki bahwa ada keserasian proporsional antara pengendalian sosial oleh penguasa, kesadaran warga masyarakat dan kenyataan dipatuhinya hukum positif tertulis (Soerjono Soekanto, 1977:145).

16 16 Masalah yang sama juga terungkapkan oleh ajaran-ajaran yang berpendapat pokok, bahwa sahnya hukum ditentukan oleh kesadaran kelompok sosial. Apa yang penting adalah kesungguhan daripada tekanantekanan sosial yang ada di belakang peraturan-peraturan, hal mana menyebabkan timbulnya faktor ketaatan terhadapnya. Bahkan kemudian dinyatakan, bahwa pembentukan hukum harus didasarkan pada tata kelakuan yang ada dan agar pembentukan hukum mempunyai kekuatan, maka proses tersebut harus konsisten dengan tata kelakuan tersebut. Apabila pembentuk hukum menerbitkan peraturan-peraturan yang tidak cocok dengan kesadaran atau perasaan masyarakat, maka diharapkan akan timbul reaksi-reaksi yang negatif dari masyarakat. Semakin besar pertentangan antara peraturan dengan kesadaran tersebut, semakin sulit untuk menerapkannya. Menurut Soerjono Soekanto, kesadaran hukum adalah konsepsi abstrak dalam diri manusia tentang keserasian antara ketertiban dengan ketentraman yang dikehendaki atau yang sepantasnya (Soerjono Soekanto, 1982:159). Indikator kesadaran hukum meliputi : a. Pengetahuan Hukum Pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku yang diatur oleh hukum. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang maupun perilaku yang

17 17 diperbolehkan oleh hukum sebagaimana dapat dilihat dalam masyarakat bahwa seseorang mengetahui membunuh, mencuri, dan seterusnya dilarang oleh hukum. Pengetahuan tersebut erat kaitannya dengan asumsi bahwa masyarakat dianggap mengetahui isi suatu peraturan manakala peraturan tersebut di undangkan (Otje Salman, 1993:40). b. Pemahaman Hukum Pemahaman hukum dalam arti disini adalah sebanyak informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu. Dengan kata lain pemahaman hukum merupakan suatu pengertian terhadap isi dan tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu, tertulis maupun tidak tertulis, serta manfaatnya bagi pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut (Otje Salman, 1993:41). Kebanyakan warga masyarakat tidak mengetahui adanya suatu peraturan, akan tetapi mengetahui isinya dengan sistem nilai-nilai yang berlaku halmana disebabkan karena adanya proses internalisasi. Di dalam hal ini seseorang mematuhi kaedah-kaedah hukum oleh karena secara intrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan, yang hasilnya adalah suatu konformitas yang didasarkan pada motivasi secara intrinsik yang pusat kekuatannya terletak pada kepercayaan warga masyarakat terhadap tujuan kaedah-kaedah hukum bersangkutan (Soerjono Soekanto, 1977:241).

18 18 c. Perilaku Hukum Pola perilaku hukum merupakan hal utama dalam kesadaran hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturaan berlaku atau tidak dalam masyarakat. Dengan demikian sampai seberapa jauh kesadaran hukum masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku hukum dalam masyarakat (Otje Salman, 1993:42). Perikelakuan hukum merupakan setiap perikelakuan teratur yang bertujuan untuk mencapai keserasian antara ketertiban dengan kebebasan. Dapat diduga bahwa setiap perikelakuan yang sesuai dengan hukum merupakan salah satu kriteria akan adanya kepatuhan atau ketaatan hukum yang cukup tinggi, sehingga pola perikelakuan hukum merupakan hal yang identik dengan kepatuhan hukum. Pola perikelakuan hukum merupakan kriterium kepatuhan apabila warga masyarakat berperikelakuan demikian, oleh karena proses internalisasi di mana hukum ternyata sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh para warga masyarakat tersebut (Soerjono Soekanto, 1977:247). d. Sikap Hukum Suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya suatu penghargaan terhadap hukum sebagai seseuatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum ditaati. Sebagaimana terlihat disini bahwa kesadaran hukum berkaitan dengan nilai-nilai yang terdapat di masyarakat (Otje Salman, 1993:42).

19 19 Pola perilaku hukum merupakan hal utama dalam kesadaran hukum, karena disini dapat dilihat apakah suatu peraturaan berlaku atau tidak dalam masyarakat. Dengan demikian sampai seberapa jauh kesadaran hukum masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku hukum dalam masyarakat (Otje Salman, 1993:42). B. Pengobatan Tradisional 1. Definisi Pengobatan Tradisional Sehat menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah keadaan baik seluruh badan serta bagian-bagiannya (bebas dari rasa sakit); waras. Menurut World Health Organization (WHO) definisi sehat adalah a state of completely physical, mental, and social well being and not merly the absent of disease or infirmity (Suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan) ( 70). Definisi WHO tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep sehat yang positif : 1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh. 2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal. 3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup. (

20 20 Sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat setiap warga Negara dan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia maka pembangunan bidang kesehatan harus dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama taraf kesehatannya. Pengobatan tradisional tidak lepas dari peranan dalam meningkatkan taraf kesehatan. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terdapat 3 (tiga) pasal yang mengatur Pelayanan Tentang Kesehatan Tradisional, yaitu : Pasal Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi : a. pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan; dan b. pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan. 2. Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibina dan diawasi oleh Pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama. 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan jenis pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

21 21 Pasal Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang berwenang. 2. Penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat. Pasal Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. 2. Pemerintah mengatur dan mengawasi pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan didasarkan pada keamanan, kepentingan, dan perlindungan masyarakat. Untuk mencapai pengobatan tradisional yang memiliki kualitas maka perlu diadakannya standarisasi. Standarisasi tersebut meliputi standar pemberian pelayanan, standar tenaga medis dan perizinan.

22 22 2. Mutu Pelayanan Kesehatan Dalam menyelenggarakan program pelayanan kesehatan perlu dipahami apa yang dimaksud mutu pelayanan kesehatan. Untuk ini banyak batasan yang dikenal. Beberapa diantaranya yang dipandang cukup penting adalah sebagai berikut: a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dan penampilan sesuatu yang diamati. b. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program. c. Mutu adalah totalitas dan wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna. d. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (YPB Sarwono Prawirohardjo, 2002 : 21). Dari keempat batasan ini, untuk pelayanan kesehatan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian. Dalam praktek sehari-hari melakukan penilaian ini tidaklah mudah. Penyebab utamanya adalah karena mutu pelayanan kesehatan tersebut bersifat multi dimensional. Tiap orang, tergantung latar belakang dan kepentingan masing-masing, dapat saja melakukan penilaian dan dimensi yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Roberts dan Prevost telah berhasil membuktikan adanya perbedaan dimensi tersebut: a. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan

23 23 lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien, keperihatinan serta keramahtamahan petugas dalam melayani pasien, dan atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien. b. Bagi penyelenggara kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan atau otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien (YPB Sarwono Prawirohardjo. 2002:21). Mengatasi perbedaan dimensi ini telah diperoleh kesepakatan bahwa dalam membicarakan mutu pelayanan kesehatan, pedoman yang dipakai adalah hakekat dasar dari diselenggarakannya pelayanan kesehatan tersebut. Untuk ini mudah dipahami bahwa hakekat dasar yang dimaksud tidak lain adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan para pemakai jasa pelayanan kesehatan, yang apabila berhasil dipenuhi akan menimbulkan rasa puas terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Dengan kesepakatan ini, disebutkan dengan mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas terhadap pasien. Semakin sempurna kepuasan tersebut, semakin baik pula mutu pelayanan kesehatan.

24 24 Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan kepuasan telah diterima secara luas, namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut hanya bersifat subyektif. Tiap orang, tergantung dan latar belakang yang dimiliki dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda. Disamping itu sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang telah memuaskan pasien, namun karena penyelenggaraanya tidak sesuai dengan standar sulit disebut sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu. Mengatasi masalah ini, telah disepakati bahwa pembahasan tentang kepuasan pasien yang diakitkan dengan mutu pelayanan kesehatan, bukanlah pembahasan yang bersifat luas melainkan mengenal dua pembatasan: a. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien. Untuk menghindari subyektifitas ditetapkanlah bahwa yang dimaksud kepuasan disini, sekalipun orientasinya tetap individual, tetapi ukuran yang dipakai adalah kepuasan rata-rata penduduk. Dalam perkataan lain, suatu pelayanan kesehatan dinilai bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut memuaskan pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk. b. Pembatasan pada upaya yang dilakukan. Untuk melindungi kepentingan pemakai jasa pelayanan kesehatan yang

25 25 pada umumnya awam terhadap tindakan kedokteran, dilakukanlah upaya untuk menimbulkan kepuasan tersebut harus sesuai dengan standar pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan, sekalipun dapat memuaskan pasien, tetapi apabila diselenggarakannya tidak sesuai dengan standar pelayanan, bukanlah pelayanan kesehatan bermutu. Bertitik tolak dari adanya dua pembatasan ini, dapatlah dirumuskan apa yang disebut mutu pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. 3. Standarisasi Kesehatan Telah disebutkan bahwa masalah mutu akan muncul apabila ditemukan penyimpangan terhadap standarisasi yang telah ditetapkan. Dengan demikian untuk dapat melaksanakan mutu pelayanan kesehatan yang baik perlu dipahami lebih lanjut mengenai standar tersebut. Untuk mencapai pengobatan tradisional yang memiliki kualitas maka perlu diadakannya standarisasi. Pengertian mengenai sandarisasi kesehatan diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang

26 26 menyatakan bahwa standarisasi kesehatan adalah batasan-batasan yang harus dipenuhi untuk mencapai penyelenggaraan kesehatan yang optimal. Standarisasi tersebut meliputi standar pemberian pelayanan, standar tenaga medis dan perizinan. Yang dimaksud dengan standar adalah : a. Keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan. b. Kisaran variasi yang masih dapat diterima. c. Spesifikasi dan fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan kesehatan agar pemakai jasa pelayanan kesehatan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. d. Rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan (YPB Sarwono Prawirohardjo, 2002 : 22). Jika diperhatikan keempat batasan ini sekalipun rumusannya berbeda, namun pengertian yang terkandung didalamnnya adalah sama. Standar menunjuk pada tingkat ideal tercapai yang diinginkan. Lazimnya ukuran tingkat ideal tercapai tersebut tidaklah disusun terlalu kaku, melainkan dalam bentuk maksimal atau minimal (range). Penyimpangan yang terjadi, tetapi masih dalam batas-batas yang dibenarkan disebut dengan nama toleransi.

27 27 Memandu para pelaksana pelayanan kesehatan agar tetap berpedoman pada standar yang telah ditetapkan, disusunlah protokol. Protokol (pedoman, petunjuk pelaksanaan) adalah suatu pernyataan tertulis yang disusun secara sistematis dan yang dipakai sebagai pedoman pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Semakin dipatuhi protokol tersebut, semakin tercapai standar yang telah ditetapkan. Untuk mengukur tercapai atau tidaknya standar, dipergunakanlah indikator. Indikator (tolok ukur) menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Semakin sesuai sesuatu yang diukur dengan indikator, semakin sesuai pula keadaannya dengan standar yang telah ditetapkan (Sarwono Prawirohardjo, 2002 : 23). 4. Ketentuan Pidana Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dalam rangka menunjang peningkatan kesehatan yang cukup aman, bermutu, perlu adanya sanksi tegas yang mengatur pengelola pengobatan tradisional. Salah satu pasal yang mengatur mengenai praktek pengelolaan pengobatan tradisional yaitu Pasal 191 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan : Setiap orang yang tanpa izin melakukan pengelola pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp ,00 (seratus juta rupiah).

28 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian hukum sosiologis mengikuti penelitian ilmu-ilmu sosial yang lain berusaha melakukan theory building, yaitu menemukan middle range theories dan membangun grand theories. Penelitian hukum sosiologis memberikan arti penting pada langkah-langkah observasi dan analisis yang bersifat empiris kuantitatif (Ronny Hanitijo Soemitro, 1988 : 35). Pendekatan kuantitatif antara aktifitas pengumpulan data dengan aktifitas analisis benar-benar dituntut pilahnya secara jelas. Pada pendekatan ini dilakukan pembakuan instrument, sehingga pemisahan subyek peneliti dengan subyek responden merupakan keharusan (Noeng Muhadjir, 1996 : 29). Pada pendekatan kualitatif data yang disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka. Data dalam kata verbal sering muncul dalam kata yang berbeda dengan maksud yang sama atau sebaliknya. Data kata verbal yang beragam tersebut perlu diolah agar menjadi ringkas dan sistematis. Olahan tersebut mulai dari menuliskan hasil observasi, wawancara, atau rekaman, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi, dan menyajikan (Noeng Muhadjir, 1996 : 32).

29 29 B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif, yang berusaha untuk menggambarkan secara rinci fenomena sosial melalui perhitungan secara statistik. Deskripsi disini bukan dalam arti sempit karena akan memberi gambaran tentang fenomena yang ada yang dilakukan sesuai dengan metode penelitian dan fakta-fakta yang ada digambarkan dengan suatu interpretasi, evaluasi, dan pengetahuan karena fakta tidak akan mempunyai arti tanpa interpretasi, evaluasi, dan pengetahuan umum. C. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Pengelola pengobatan tradisional yang ada di Kabupaten Banyumas. D. Sumber Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua data agar tercapai kelengkapan dan keterpaduan data, yaitu: a. Data Primer Data primer adalah data yang dapat memberikan informasi secara langsung mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini data primer berasal dari informasi yang diperoleh dari penyelenggara Pengelola pengobatan tradisional di Kabupaten Banyumas melalui angket dan wawancara.

30 30 b. Data Sekunder Data sekunder adalah bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer. Bahan ini diperlukan untuk melengkapi bahan hukum primer, adalah : 1. Rancangan peraturan perundang-undangan 2. Hasil karya ilmiah para sarjana 3. Hasil-hasil penelitian Data sekunder ini terdiri dari: 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang memiliki suatu otoritas mutlak dan mengikat. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan dasar, peraturan perundangan, catatan resmi lembar Negara penjelasan, putusan hakim dan yurisprudensi. Pada penelitian ini digunakan bahan hukum yang berkaitan yaitu Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, terdiri dari studi pustaka dan hasil penelitian di bidang ilmu hukum, literatur-literatur, surat edaran, dan sumber lain yang akan diteliti. 3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (Ronny Hanitijo Soemitro, 1988 : 12).

31 31 E. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen yang Digunakan Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan metode sebagai berikut: a. Data primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode angket dan wawancara. Angket berupa blanko daftar pertanyaan yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Untuk melengkapi data dilakukan wawancara secara mendalam (depth interview) terhadap informan. a. Data sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan terhadap bahan hukum primer, sekunder dan tertier yang berhubungan dengan objek yang diteliti. F. Metode Pengambilan Sampel Sampel diambil menggunakan metode Probability Sampling dengan metode Simple Random Sampling yaitu bahwa semua elemen dalam populasi mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi sampel (Burhan Ashofa, 2004:80). Dalam penelitian ini sampel dipilih dari pengelola pengobatan alternatif yang terdapat di kabupaten Banyumas sebanyak 50 buah. Dari jumlah tersebut kemudian diambil sampel sabanyak 30 responden. Untuk menentukan sampel berdasarkan tujuan tertentu haruslah dipenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri utama populasi

32 32 b. Subyek yang diambil sebagai sampel harus benar-benar merupakan subyek yang paling banyak mengandung cirri-ciri yang terdapat pada populasi c. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan teliti dalam studi pendahuluan (Ronny Hanitijo Soemitro, 1988 : 51). G. Metode Pengolahan Data Dalam penelitian ini akan digunakan metode pengolahan data dengan tekhnik sebagai berikut : 1. Editing artinya memerilsa atau meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah sudah dapat dipertanggung jawabkan. 2. Coding artinya mengkategorikan data dengan cara memberikan kode-kode atau simbol-simbol menurut kriteria yang diperlukan. 3. Tabulasi artunya memindahkan data dari daftar pertanyaan ke dalam tabeltabel yang telah dipersiapkan. H. Metode Penyajian Data Dalam penelitian ini diajukan beberapa pertanyaan kesadaran hukum, pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum, perilaku hukum. Dari setiap pertanyaan diberikan nilai 1-3 berdasarkan jawaban yang diperoleh responden, kemudian setelah diketahui nilai masing-masing indikator kesadaran hukum maka dicarilah interval kelas dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Nazir, 2005 : 23) : I = R K

33 33 I = besarnya interval kelas R = range (nilai tertinggi nilai terendah) K = jumlah kelas yang dikehendaki Sedangkan pada data kuantitatif atas karakteristik datanya yang kata verbal menjadi memerlukan olahan mulai dari mengedit sampai menyajikan dalam keadaan ringkas, dan dikerjakan di lapangan. Dalam hal ini data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi sederhana untuk menampilkan tingkat kesadaran hukum pengelola pengobatan tradisional terhadap standarisasi pelayanan di Kabupaten Banyumas, adapun penyajian data kualitatif berbentuk tabel matrik guna menguraikan alasan dari pengelola pengobatan tradisional menggunakan standarisasi pelayanan yang sesuai. Kedua data yang diperoleh akan disajikan secara sistematis dan terperinci, sehingga dapat menggambarkan secara jelas pokok penelitian secara utuh dan menyeluruh. I. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif kualitatif melalui proses analisis yang meliputi : 1. Reduksi data atau ringkasan data, yaitu proses pemilihan penyederhanaan kemudian pengambilan inti dari data kasar yang muncul dari catatan di lapangan. 2. Sajian data, yaitu penyajian data secara tertulis berdasarkan data-data yang berhasil dikumpulkan dari penelitian dalam bentuk teks naratif untuk

34 34 menjadi informasi yang bermakna dan disajikan dalam bentuk uraianuraian yang sistematis, logis, rasional sesuai dengan alur permasalahan yang diteliti. 3. Menarik kesimpulan atau verifikasi Penarikan kesimpulan atas pola keteraturan yang ada, dibuat prediksiprediksi atas kemungkinan pengembangan selanjutnya.

35 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tingkat Kesadaran Hukum Pengelola pengobatan Tradisional Terhadap Standarisasi Pelayanan di Kabupaten Banyumas. Soerjono Soekanto menyatakan bahwa kesadaran hukum adalah konsepsi-konsepsi abstrak didalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dengan ketentraman yang dikehendaki atau yang sepantasnya (Soerjono Soekanto, 1982:159). Tingkat kesadaran hukum seseorang menurut Soerjono Soekanto dapat dilihat dari empat indikator, indikator dari kesadaran hukum tersebut adalah ( Soerjono Soekanto, 1982:2 29) : 1. Pengetahuan hukum, artinya bahwa seseorang mengetahui perilaku tertentu diatur oleh hukum. 2. Pemahaman hukum, artinya bahwa seseorang mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, terutama mengenai isinya. 3. Sikap hukum, artinya bahwa seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum. 4. Perilaku hukum, artinya bahwa seseorang berprilaku sesuai dengan hukum yang berlaku. Tingkat kesadaran hukum manusia dalam kehidupannya dapat dicontohkan dalam standarisasi pelayanan kesehatan. Kebanyakan masyarakat Indonesia sering mengabaikan standarisasi pelayanan kesehatan yang telah diatur oleh undang-undang. Banyak kasus yang terjadi karena tidak standarnya pelayanan kesehatan maka menimbulkan permasalahan seperti mal praktek dan masalah lainnya. Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 36 Tahun

36 Tentang Kesehatan bahwa pengobatan tradisional perlu adanya pembinaan pengawasan untuk diarahkan agar dapat menjadi pengobatan dan atau perawatan cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. Pengobatan tradisional yang sudah dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan untuk digunakan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat sehingga diharapkan dengan adanya pembinaan dan pengawasan yang memadai maka pengobatan tradisional tidak akan merugikan masyarakat. Dalam penelitian ini untuk mengetahuai tingkat kesadaran hukum penyedia Pengelola pengobatan tradisional (responden) terhadap standarisasi pelayanan di Kabupaten Banyumas dapat diketahui dengan mengetahui tingkat masing-masing indikator kesadaran hukum yaitu: 1. Pengetahuan hukum responden terhadap peraturan kesehatan, terutama pengetahuan mengenai kualifikasi tenaga medis, penggunaan obat tradisional, dan pengetahuan mengenai tanggung jawab tenaga kesehatan yang terdapat dalam ketentuan tentang standarisasi pelayanan kesehatan yang termaktub dalam Undang-Undang 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, jadi berdasarkan hal tersebut akan diketahui tingkat pengetahuan hukum responden yang didasarkan pada jawaban responden. 2. Pemahaman hukum responden terhadap peraturan kesehatan, terutama pemahaman mengenai kualifikasi tenaga medis, penggunaan obat tradisional, dan pemahaman mengenai tanggung jawab tenaga kesehatan yang terdapat

37 37 dalam ketentuan standarisasi pelayanan kesehatan yang termaktub dalam Undang-Undang 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, jadi berdasarkan hal tersebut akan diketahui tingkat pemahaman hukum responden yang didasarkan pada jawaban responden. 3. Sikap hukum responden terhadap peraturan kesehatan terutama sikap terhadap adanya peraturan yang mengatur mengenai standarisasi pelayanan kesehatan, sikap terhadap pengenaan sanksi pada pelanggaran peraturan kesehatan, sikap terhadap ketentuan-ketentuan penggunaan alat dan obat tradisional, dan sikap terhadap ketentuan izin praktek yang terdapat dalam ketentuan tentang standarisasi pelayanan kesehatan yang termaktub dalam Undang-Undang 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, jadi berdasarkan hal tersebut akan diketahui tingkat sikap hukum responden yang didasarkan pada jawaban responden. 4. Perilaku hukum terhadap peraturan kesehatan terutama kesesuaian perilaku dengan ketentuan yang mengatur tentang standarisasi kesehatan, kesesuaian perilaku dengan ketentuan yang mengatur tentang penggunaan alat dan obat tradisional, kesesuaian perilaku dengan ketentuan yang mengatur tentang perizinan praktek dan kesesuaian perilaku dengan ketentuan yang mengatur tentang tanggung jawab pelaku medis terhadap pasien yang terdapat dalam Undang-Undang 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, jadi berdasarkan hal tersebut akan diketahui tingkat perilaku hukum responden yang didasarkan pada jawaban responden.

38 38 Tingkat masing-masing indikator kesadaran hukum tersebut dapat diketahui dengan mengajukan pertanyaan kepada seluruh responden. Adapun pertanyaan yang diajukan kepada responden sebanyak 40 pertanyaan tentang kesadaran hukum yang terdiri dari unsur pengetahuan hukum sebanyak 10 pertanyaan, unsur pemahaman hukum sebanyak 10 pertanyaan, unsur sikap hukum sebanyak 10 pertanyaan dan unsur perilaku hukum sebanyak 10 pertanyaan. Dari setiap pertanyaan akan diberikan nilai antara 1-3 berdasarkan jawaban yang diberikan oleh responden. Nilai dari masing-masing indikator kesadaran hukum dan nilai kesadaran hukum dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

39 39 Tabel 1. Distribusi Nilai Masing-masing Indikator Kesadaran Hukum dan Nilai Kesadaran Hukum No Pengetahuan Hukum Pemahaman Hukum Sikap Hukum Perilaku Hukum Kesadaran Hukum

40 Sumber : Data primer yang diolah Setelah diketahui nilai masing-masing indikator kesadaran hukum dan nilai kesadaran hukum, maka tingkat masing-masing indikator kesadaran hukum dan tingkat kesadaran hukum dapat diketahui dengan terlebih dahulu menentukan interval klas. I = R K I = Besarnya interval klas R = Range (nilai tertinggi nilai terendah ) K = Jumlah klas yang dikehendaki Tabel 1 kolom 1 di atas memperlihatkan dalam unsur pengetahuan hukum dalam Pengelola pengobatan tradisional terhadap standarisasi pelayanan

41 41 responden, nilai tertinggi yang diperoleh responden adalah 15 dan yang terendah adalah 9. Apabila jumlah klas yang ditetapkan sebanyak 3 tingkat, yaitu pengetahuan hukum responden dalam Pengelola pengobatan tradisional terhadap standarisasi pelayanan tinggi, pengetahuan hukum responden Pengelola pengobatan tradisional terhadap standarisasi pelayanan sedang, dan pengetahuan hukum responden dalam standarisasi pelayanan dalam peraktek pengobatan tradisional rendah, maka interval klasnya dapat dihitung dengan rumus tersebut diatas sebagai berikut : i = i = Dengan demikian besarnya interval klas tingkat pengetahuan hukum responden dalam standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional adalah 2, sehingga dapat dikategorikan unsur pengetahuan hukum sebagai berikut: 1. Pengetahuan hukum responden dalam standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional rendah, intervalnya antara nilai Pengetahuan hukum responden dalam standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional sedang, intervalnya antara nilai Pengetahuan hukum responden dalam standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional tinggi, intervalnya adalah >15. Tabel 1 kolom 2 di atas memperlihatkan dalam unsur pemahaman hukum responden dalam standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional, nilai tertinggi di peroleh responden adalah 30 dan nilai terendah yang diperoleh

42 42 responden adalah 20. Apabila jumlah klas yang ditetapkan sebanyak 3 tingkat, yaitu pemahaman hukum responden dalam standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional tinggi, pemahaman hukum responden dalam standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional sedang, dan pemahaman hukum responden dalam standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional rendah, maka interval kelasnya dapat dihitung dengan rumus tersebut diatas sebagai berikut: i = i = 3,33 dibulatkan menjadi 3 Dengan demikian besarnya interval klas tingkat pemahaman hukum responden dalam standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional adalah 3, sehingga dapat dikategorikan unsur pemahaman hukum responden dalam standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional sebagai berikut: 1. Pemahaman hukum responden dalam standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional rendah, interval antara nilai Pemahaman hukum responden dalam standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional sedang, interval antara nilai Pemahaman hukum responden dalam standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional tinggi, interval antara nilai Tabel 1 kolom 3 di atas memperlihatkan dalam unsur sikap hukum responden terhadap standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional, nilai

43 43 tertinggi yang di peroleh responden adalah 30 dan nilai terendah yang diperoleh responden adalah 23. Apabila jumlah kelas yang ditetapkan sebanyak 3 tingkat yaitu sikap setuju terhadap standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional, sikap kurang setuju terhadap standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional, dan sikap tidak setuju terhadap standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional, maka interval klasnya dapat dihitung dengan rumus diatas sebagai berikut: i = i= 2,33 dibulatkan menjadi 2 Dengan demikian besarnya interval klas tingkat sikap hukum responden terhadap standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional adalah 2, sehingga dapat dikategorikan unsur sikap hukum responden terhadap standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional adalah sebagai berikut: 1. Sikap tidak setuju terhadap standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional, interval antara nilai Sikap kurang setuju terhadap standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional, interval antara nilai Sikap setuju terhadap standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional, interval antara nilai Tabel 1 kolom 4 di atas memperlihatkan dalam unsur perilaku hukum responden terhadap standarisasi pelayanan Pengelola pengobatan tradisional nilai

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

FUNGSI HUKUM PERTEMUAN - 06

FUNGSI HUKUM PERTEMUAN - 06 FUNGSI HUKUM PERTEMUAN - 06 Fungsi Hukum menurut R. Soeroso Seperti diketahui bahwa di dalam setiap masyarakat senantiasa terdapat berbagai kepentingan dari warganya. Di antara kepentingan itu ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lain yang diperlukan. orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan serta pelayanan sosial lain yang diperlukan. orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bantu pengawasan ini dapat menunjang terwujudnya proses pengawasan yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. bantu pengawasan ini dapat menunjang terwujudnya proses pengawasan yang sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi memiliki perancangan proses pengawasan, yang berguna untuk merencanakan secara sistematis dan terstruktur agar proses pengawasan berjalan sesuai dengan apa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemajuan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pendapat Ta adi, Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. (On-line),  (29 Oktober 2016). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang

I. PENDAHULUAN. semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang kehidupan masyarakat, telah memungkinkan para pelaku usaha untuk memproduksi berbagai macam barang dan atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana. Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum dan Penegakan Hukum pidana 1. Penegakan hukum Penegakan hukum adalah proses di lakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah menentukan cita-cita dan

BAB I PENDAHULUAN. Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah menentukan cita-cita dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sebagai bangsa merdeka dan berdaulat yang telah diproklamirkan pada Tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah menentukan cita-cita dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-1 Hakikat Perlindungan dan Penegakkan Hukum

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-1 Hakikat Perlindungan dan Penegakkan Hukum PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-1 Hakikat Perlindungan dan Penegakkan Hukum MAKNA KATA HUKUM Asal-usul hukum, kata hukum berasal dari bahasan Arab hukmun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma yang pada hakekatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, sehingga pembangunan tersebut harus mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia termasuk membangun generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan, diperlukan merupakan suatu usaha yang mana. maupun non-fisik. Dalam rangka mencapai hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan, diperlukan merupakan suatu usaha yang mana. maupun non-fisik. Dalam rangka mencapai hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan merupakan hal terpenting yang diperlukan oleh tubuh manusia. Dalam upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan, diperlukan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Dalam 12 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Dalam kondisi sehat, orang dapat berpikir dan melakukan segala aktifitasnya secara optimal dan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI Disampaikan dalam kegiatan Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2) Hotel Yasmin - Karawaci Tangerang 25 27 April 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E Pelaksanaan peradilan tindak pidana penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota TNI ( studi kasus di pengadilan militer II 11 Yogyakarta ) Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E.0004107 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa suatu negara pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah atau sebidang tanah dalam bahasa latin disebut ager. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat) BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tertuang di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu.

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian dan penegakan hukum yang tepat dapat mencegah dan menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. Terjadinya peredaran rokok ilegal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi untuk melakukanperpindahan orang dan/atau barang dari satu

BAB I PENDAHULUAN. transportasi untuk melakukanperpindahan orang dan/atau barang dari satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk sosial mempunyai banyak kebutuhan yangharusdipenuh untuk kesejahteraan hidupnya. Kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhidalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum sebagai pedoman tingkah laku masyarakat. Aturan atau kaidah hukum tersebut berlaku bagi seluruh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak dalam upaya menciptakan kehidupan bangsa Indonesia yang aman, damai dan sejahtera. Tanpa adanya penegakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tujuan lain adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD

I. PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI PERDA IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA GORONTALO. Erman, I. Rahim Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo

KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI PERDA IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA GORONTALO. Erman, I. Rahim Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo KAJIAN TENTANG IMPLEMENTASI PERDA IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI KOTA GORONTALO Erman, I. Rahim Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo Abstrak: Secara operasional Peraturan Daerah 18 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Pengertian penegakan hukum. Mengenai pengertian dari penegakan hukum menunjuk pada batasan pengertian dari para sarjana. Identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa di dalam Pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Secara substansial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di dalam sistem hukum. Penegakan hukum pidana dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya. Bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang

BAB I PENDAHULUAN. haknya. Bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan merdeka dan sama dalam martabat dan hak haknya. Bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Dalam melakukan penelitian untuk memperoleh bahan penulisan skripsi ini, maka penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1) Kriteria-kriteria pelanggaran hukum dalam promosi produk digital yang

BAB V PENUTUP. 1) Kriteria-kriteria pelanggaran hukum dalam promosi produk digital yang BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan 1) Kriteria-kriteria pelanggaran hukum dalam promosi produk digital yang berpotensi merugikan orang ketiga (masyarakat) yaitu iklan yang: a) Melanggar nilai-nilai agama, moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup adalah pengetahuan dasar tentang bagaimana makhluk hidup berfungsi dan bagaimana merreka berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan mereka.

Lebih terperinci

ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S

ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S ESENSI HUKUMAN DISIPLIN BAGI PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN WONOGIRI T E S I S oleh : RETNO PUSPITO RINI NIM : R. 100030055 Program Studi : Magister Ilmu Hukum Konsentrasi : Hukum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan hidup manusia dimasyarakat yang diwujudkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN KLAIM DALAM ASURANSI JIWA PADA PT. ASURANSI WANA ARTHA LIFE SURAKARTA

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN KLAIM DALAM ASURANSI JIWA PADA PT. ASURANSI WANA ARTHA LIFE SURAKARTA TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN KLAIM DALAM ASURANSI JIWA PADA PT. ASURANSI WANA ARTHA LIFE SURAKARTA Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S-1) Pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal I

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal I Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Konsep negara hukum telah membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa luput dari masalah hukum yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa luput dari masalah hukum yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa luput dari masalah hukum yang terjadi dalam masyarakat, hakikat keadilan dan hukum dapat dialami baik oleh ahli hukum maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas. kepentingan keagamaan, seperti pembangunan rumah ibadah maupun kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas. kepentingan keagamaan, seperti pembangunan rumah ibadah maupun kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, oleh karena itu dalam masyarakat yang demikian ini memiliki kebiasaan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah di amandemen menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih sayang sebagai sebuah rahmat dari-nya. Dimana semua itu bertujuan agar manusia dapat saling berkasih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, oleh karenanya manusia tidak bisa terlepas dari tanah. Tanah sangat dibutuhkan oleh setiap

Lebih terperinci

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Dengan kekayaan yang melimpah tersebut, seharusnya semua kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar dalam pohon, dimana akar tersebut dijadikan sebagai penopang dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. akar dalam pohon, dimana akar tersebut dijadikan sebagai penopang dasar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komunikasi merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan oleh setiap individu untuk dapat mempertahankan hidupnya. Komunikasi mempunyai peran yang besar dalam kehidupan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBERIAN SANTUNAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PT, JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PEKALONGAN SKRIPSI

PELAKSANAAN PEMBERIAN SANTUNAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PT, JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PEKALONGAN SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN SANTUNAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS PADA PT, JASA RAHARJA (PERSERO) CABANG PEKALONGAN SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang besar dan pulau yang kecil. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang besar dan pulau yang kecil. Sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai wilayah yang terbentang luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang besar dan pulau yang kecil. Sebagai Negara yang

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Environmental Law Enforcement in Accordance With the Act Number 32, 2009 regarding

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007

TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007 TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007 SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN VCD (VIDEO COMPACT DISK) ILEGAL ABSTRAKSI

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN VCD (VIDEO COMPACT DISK) ILEGAL ABSTRAKSI 1 KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN VCD (VIDEO COMPACT DISK) ILEGAL ABSTRAKSI A. LATAR BELAKANG Faktor yang menyebabkan tindak pidana Hak Cipta pada dasarnya memang berkisar pada keinginan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini. Kemajuan tersebut antara lain dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah pelanggaran norma hukum saja, tetapi juga melanggar norma-norma

BAB I PENDAHULUAN. masalah pelanggaran norma hukum saja, tetapi juga melanggar norma-norma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan timbul sejak manusia ada dan akan selalu ada selama manusia hidup dan mendiami bumi ini. Masalah kejahatan bukan hanya menyangkut masalah pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang ada di sekitarmya, seperti aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, bahkan juga faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati yang sangat indah dan beragam, yang terlihat pada setiap penjuru pulau di Indonesia banyak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.

III. METODE PENELITIAN. konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL-SOAL UTS HUKUM ADAT

KUMPULAN SOAL-SOAL UTS HUKUM ADAT KUMPULAN SOAL-SOAL UTS HUKUM ADAT 1. Menurut pendapat anda, apa yang dimaksud dengan : a. Adat : aturan, norma dan hukum, kebiasaan yang lazim dalam kehidupan suatu masyarakat. Adat ini dijadikan acuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi lalu lintas di jalan raya semakin padat, bahkan bisa dibilang menjadi sumber kekacauan dan tempat yang paling banyak meregang nyawa dengan sia-sia. Kecelakaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu

III. METODE PENELITIAN. dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu 33 III. METODE PENELITIAN A. Metode dan Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif, artinya suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak diartikan sebagai pungutan yang di lakukan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU MEMUTUSKAN: WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 07 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia oleh bangsa ini sudah mulai dilaksanakan sejak Indonesia merdeka. Pembaharuan hukum pidana yang diterapkan dan hendak dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi dewasa ini sudah semakin berkembang baik dilihat dari jenis, pelaku maupun dari modus operandinya. Masalah korupsi bukan hanya menjadi masalah nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang Notaris harus memiliki integritas dan bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan hukum Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagaimana yang tercantum

Lebih terperinci