BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh sistem satelit merupakan salah satu alat yang bermanfaat untuk mengukur struktur dan evolusi dari obyek ataupun fenomena yang ada di permukaan bumi. Konsistensi dari pengukuran sinoptik membuat data penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengkuantifikasi, membandingkan, dan membedakan pola spasial dan penutup lahan yang ada di permukaan bumi. Akurasi dari pengukuran yang memenuhi analisis spasial, spektral, dan temporal secara kuantitatif jauh lebih memungkinkan dan murah bila dibanding pengukuran secara langsung di lapangan (Small, 2002). Perubahan iklim merupakan salah satu fenomena lingkungan yang paling menjadi perhatian di dunia saat ini. Perubahan iklim menurut United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dalam Intergovenmental Panel on Climate Change (IPCC) (2007) didefinisikan sebagai perubahan yang terjadi pada iklim akibat perubahan komposisi atmosfer baik secara langsung maupun tidak langsung yang diamati melalui variabilitas iklim periode waktu tertentu. Salahsatu penyebab dari perubahan iklim adalah pemanasan global. Pemanasan global diawali dengan pemanasan secara lokal di beberapa tempat tertentu dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya, salahsatunya adalah perubahan iklim perkotaan Perubahan penggunaan lahan (land use) atau penutup lahan (land cover) dan aktivitas manusia berpengaruh pada perubahan iklim terutama di wilayah perkotaan. Ada lima faktor iklim yang mempengaruhi kondisi suatu wilayah, yaitu cahaya, suhu, presipitasi, daya penguapan, dan angin. Salah satu unsur iklim yang sangat dipengaruhi oleh iklim yaitu suhu udara. Faktor ini memiliki arti vital karena suhu menentukan kecepatan reaksi dan kegiatan kimiawi yang ada di lingkungan sekitar kita. Suhu merupakan elemen dasar iklim yang paling mudah dirasakan perubahannya, dan merupakan resultan 1

2 dari elemen-elemen iklim yang lain, sehingga perubahan yang terjadi pada suhu udara berarti perubahan juga terjadi pada elemen iklim yang lain. Suhu juga dipengaruhi dan mempengaruhi aktivitas mahluk hidup serta kondisi lingkungan. Perubahan lingkungan yang didominasi oleh aktivitas manusia terutama perubahan penggunaan lahan atau penutup lahan menyebabkan terjadinya perubahan suhu yang cukup mencolok dan cenderung meningkat nilainya (Spencer, 1993). Permasalahan tersebut tentunya cenderung lebih terlihat pada daerah perkotaan (urban) daripada perdesaan (rural). Hal ini disebabkan karena daerah perkotaan setiap waktu dapat berubah secara dinamis. Permasalahan yang sangat penting pada area perkotaan ialah meningkatnya perubahan suhu permukaan. Perubahan ini mengakibatkan penyerapan radiasi matahari, tingkat evaporasi, simpanan panas, turbulensi angin dan dapat merubah kondisi permukaan atmosfer yang berada di atas area perkotaan secara drastis (Mallick et al., 2008). Salah satu bentuk perubahan secara langsung pada perkembangan area perkotaan dengan cepat ialah dengan adanya peningkatan area bangunan dan berkurangnya vegetasi. Perencanaan pada area perkotaan seperti pembangunan lahan terbangun berupa fasilitas infrastruktur dan transportasi menyebabkan area bervegetasi (pohon) yang dilindungi pada area perkotaan dikurangi demi terciptanya pembangunan lahan terbangun yang lebih luas. Gambar 1.1. Dampak perubahan iklim perkotaan (Sumber: Carmin, 2012) 2

3 Perkembangan perkotaan dari masa ke masa berpengaruh pada perubahan iklim perkotaan. Suhu merupakan parameter kedua yang terdampak oleh perubahan iklim perkotaan setelah bencana alam seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.1. Kondisi ini terjadi di 67 % kota di dunia di mana 40% di antaranya mengalami perubahan iklim perkotaan. (Carmin, 2012). Penambahan lahan terbangun serta aktivitas transportasi yang tinggi membuat suhu permukaan lahan perkotaan meningkat sehingga akan menurunkan tekanan udara sehingga daerah dengan tekanan rendah. Suhu permukaan lahan atau Land SurfaceTemperature (LST) dapat memberikan informasi penting tentang sifat fisik permukaan yang memegang peran penting dalam proses yang berhubungan dengan perubahan suhu permukaan pada lingkungan sekitar (Dousset dan Gourmelon, 2003 dalam Weng, 2004). Penentuan suhu permukaan daratan ini dengan melihat adanya perubahan tutupan vegetasi yang dilihat dari kerapatan vegetasi menggunakan nilai indeks vegetasi. Vegetasi dapat menjadi indikator dari dinamika suhu permukaan yang ada di area perkotaan. Semakin banyak tutupan vegetasi atau dengan tutupan vegetasi penuh maka LST akan semakin dingin ke arah daerah pinggiran kota karena daerah pinggiran kota memiliki tutupan vegetasi yang lebih banyak, sedangkan semakin jarang tutupan vegetasi maka LST semakin panas menuju ke arah perkotaan (urban). (Weng, 2004). Cara lain untuk mengetahui berapa besar perubahan dan penyebaran suhu adalah mencatat data dari stasiun pencatatan data cuaca yang ada. Tetapi salah satu yang perlu diperhatikan adalah letak stasiun yang saling berjauhan, dan tidak setiap wilayah ada stasiun (jumlah terbatas), serta adanya data yang tidak tercatat dengan lengkap. Adanya keterbatasan perolehan data suhu dari stasiun cuaca, maka diperlukan suatu metode perolehan data suhu selain data dari stasiun cuaca, yaitu dengan menggunakan citra yang direkam dengan menggunakan saluran termal, dalam berbagai waktu perekaman (multitemporal). Informasi yang diperoleh secara multi temporal dapat digunakan untuk mengetahui berapa besar selisih perbedaan pada rentang 3

4 waktu tertentu dan ditampilkan pada perubahan rona, sehingga secara spasial dapat dipetakan (Prakash, 2003). Data penginderaan jauh inframerah termal dapat memberikan informasi tentang aliran energi dan suhu permukaan lahan yang merupakan kesatuan untuk pemahaman respon dan proses bentanglahan. Ada dua cara fundamental dalam memahami proses bentanglahan sebagai kontribusi dari data termal, yaitu : 1) melalui pengukuran dari suhu permukaan lahan terkait dengan komponen bentanglahan dan biofisik 2) dengan mengaitkan suhu permukaan lahan dengan aliran energi untuk fenomena atau proses bentanglahan yang spesifik (Quattrochi and Luvall, 1999). Sensor inframerah termal atau thermal infrared (TIR) dapat memperoleh informasi kuantitatif suhu permukaan terkait dengan penggunaan lahan (land use)/penutup lahan (land cover). Terdapat beberapa sensor inframerah termal atau thermal infrared (TIR) untuk studi LST,seperti pada satelit penginderaan jauh seri Landsat, MODIS, NOAA, ASTER dengan berbagai metode ekstraksi LST yang disesuaikan dengan karakteristik jenis satelit serta sensor-sensor yang dimiliki. Satelit Landsat 8 memiliki sensor On board Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan total jumlah band sebanyak 11 buah. Di antara band-band tersebut 9 band (band 1-9) berada pada OLI dan 2 band (band 10 dan 11) pada TIRS. Resolusi spasial citra Landsat 8 adalah 30 m (untuk OLI), kecuali band pankromatik (15 m), serta 100 m untuk TIRS. Salah satu keunggulan Landsat 8 dibandingkan dengan generasi Landsat sebelumnya adalah jumlah saluran infra merah termal yang terdiri dari dua saluran, yaitu band 10 dan band 11. Adanya dua saluran tersebut, memungkinkan mendapatkan data suhu permukaan yang lebih akurat. Adanya dua saluran termal pada sensor TIRS yang dapat digunakan untuk mengekstraksi LST yang masing-masing saluran memiliki akurasi informasi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dan analisis distribusi suhu permukaan wilayah yang mengalami perubahan 4

5 penutup lahannya, serta analisis hubungannya dengan tutupan vegetasi yang juga mengalami perubahan penutupan akibat proses pengkotaan. Analisis tersebut dilakukan dengan kajian mengenai suhu permukaan daratan dari metode ekstraksi suhu permukaan daratan menggunakan data citra saluran termal. Dalam hal ini, data sangat penting untuk melihat perubahan yang ada sehingga digunakan data multitemporal, dengan harapan bahwa kurun waktu tertentu memberikan perubahan penutup lahan akibat proses pengkotaan yang cukup untuk menganalisis perubahan suhu permukaan daratan akibat perubahan tutupan vegetasi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu informasi baru mengenai saluran terbaik untuk ekstraksi LST dan dapat memberikan gambaran mengenai lingkungan klimatik wilayah penelitian berdasarkan suhu permukaan lahan. Salahsatu kawasan yang berpotensi mengalami perubahan suhu permukaan adalah daerah Perkotaan Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Perkotaan Yogyakarta merupakan daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan terus mengalami pertambahan penduduk. Daerah Perkotaan Yogyakarta meliputi seluruh Kota Yogyakarta dan sebagian Kecamatan Gamping, Mlati, dan Depok yang masuk dalam Kabupaten Sleman, serta sebagian Kecamatan Kasihan, Sewon, dan Banguntapan yang masuk ke dalam Kabupaten Bantul. Dinamika pertumbuhan jumlah penduduk di daerah Perkotaan Yogyakarta ditunjukkan oleh Tabel 1.1. Jumlah penduduk dihitung dari jumlah penduduk Kota Yogyakarta per tahun 2010 hingga 2014 ditambah dengan jumlah penduduk Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang masuk ke dalam daerah Perkotaan Yogyakarta yang ditentukan dengan metode rerata timbang. Tabel tersebut menunjukkan pertumbuhan penduduk yang positif dari tahun ke tahun. Nilai prosentase pertumbuhan penduduknya juga terus bertambah dari awalnya hanya 0.9% tahun 2011 menjadi 2.2% pada tahun 2014 hingga jumlah penduduk pada tahun ini menyentuh angka 5

6 jiwa. Luas daerah Perkotaan Yogyakarta hanya 82,58 km 2 sehingga membuat kepadatan penduduk pada tahun 2014 mencapai jiwa/km 2. Tabel 1.1. Data kependudukan daerah Perkotaan Yogyakarta tahun Laju Jumlah Kepadatan Pertumbu Tahun Penduduk Luas (km2) penduduk han (jiwa) (jiwa / km2) Penduduk , (Sumber : DIY dalam Angka, 2014) 1.2 Rumusan Masalah Perkembangan, pembangunan serta pertumbuhan kota dapat menimbulkan suatu dampak baik positif maupun negatif. Daerah yang memiliki banyak vegetasi yang mampu menahan radiasi matahari, memberi naungan atau keteduhan, serta mendinginkan udara dengan evapotranspirasi. Sebaliknya daerah dengan tanah kering terbuka atau bangunan yang padat cenderung menerima kalor pada permukaan sehingga meningkatkan suhu permukaan dan udara. Ketika suhu di dalam kota lebih tinggi dari daerah sekitarnya akibat perubahan penutup lahan maka akan memunculkan fenomena berupa pulau panas perkotaan. Untuk menghindari dan mengantisipasi masalah perubahan suhu cenderung meningkat dengan efek negatifnya, maka informasi tentang faktor penyebab, distribusi suhu, serta efeknya sangat diperlukan. Informasi tersebut dapat bermanfaat bagi perencana kota, pengelola lingkungan, dan penentu kebijaksanaan untuk mengantisipasi degradasi kualitas lingkungan. Satelit penginderaan jauh yang memiliki saluran termal dengan berbagai resolusi spasial seperti Landsat TM (120 m), Landsat ETM+ (60 m), Landsat-8 (100 m), ASTER (90 m), GOES atau AVHRR (1000 m dan 4000 m), yang juga memiliki saluran yang peka terhadap respon spektral vegetasi, 6

7 yaitu saluran merah dan inframerah yang juga mempunyai resolusi spasial yang berbeda ukurannya, memungkinkan untuk kajian suhu permukaan dan beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu penutup lahan, liputan vegetasi, dan kepadatan bangunan. Berdasarkan adanya perbedaan panjang gelombang yang terdapat pada citra Landsat 8 antara saluran termal band 10 dan band 11 dalam sistem satelit itu, maka penulis ingin mengetahui bagaimana sifat dan gambaran informasi klimatik suhu permukaan daerah penelitian dengan mengkaji keterkaitan perubahan penutupan lahan (termasuk perubahan liputan vegetasi dan kepadatan bangunan) dalam memberikan informasi suhu permukaan daratan di wilayah penelitian (perkotaan)pada band 10 dan band 11 citra Landsat 8. Dua rumusan masalah dapat disajikan sebagai berikut: 1. Pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap perubahan iklim terutama pada perubahan suhu permukaan lahan di Yogyakarta untuk cakupan regional (makro) dan khusus perkotaan (mikro) belum banyak dianalisis secara spasial dan multitemporal. 2. Data sebaran langsung suhu untuk cakupan regional sangat sulit diperoleh karena terbatasnya jumlah stasiun, sebaran, serta luas cakupan stasiun meteorologi yang tidak merata, sehingga perlu pengukuruan suhu tidak langsung. Informasi suhu permukaan pada band 10 dan band 11 Landsat 8 harus dapat dianalisis dan dicirikan berdasarkan pada penutupan lahan, sehingga evaluasi, uji akurasi dan validasi suhu permukaan obyek dan lahan berdasarkan pemrosesan digital pada saluran termal Landsat-8 sangat penting untuk dapat digunakan dalam aplikasi data penginderaan selanjutnya, khususnya terkait perubahan iklim mikro. 7

8 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji pengaruh perubahan penutup lahan terhadap variasi perubahan suhu permukaan lahan wilayah perkotaan Yogyakarta berdasarkan ekstraksi data saluran termal Landsat 8 secara multitemporal dan mengkaji pengukuran suhu permukaan daratan berdasarkan informasi suhu permukaan pada band 10 dan band 11 Landsat Menentukan indikator dari dinamika suhu permukaan yang ada di area perkotaan Yogyakarta dalam suatu analisis iklim mikro perkotaan, sehingga dapat mengindikasikan terjadinya dan terdapatnya pulau bahang (heat island) di daerah perkotaan dengan lebih cepat dan akurat, berdasarkan dinamika perubahan liputan permukaan dan suhu permukaan. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menentukan saluran terbaik dari ekstraksi suhu permukaan lahan atau land surface temperature (LST) menggunakan metode single band dari data digital satelit yang memiliki akurasi mendekati kenyataan di lapangan. 2. Dapat memberikan gambaran mengenai distribusi LST di daerah penelitian dari hasil informasi saluran terbaik LST dan perubahannya pada tahun perekaman yg berbeda. 3. Dapat memberikan gambaran mengenai hasil informasi pengukuran suhu berdasarkan band termal pada band 10 dan band 11 Landsat Keaslian Penelitian Berdasarkan kajian dan penelusuran berbagai macam penelitian, belum ada yang melakukan penelitian sejenis terutama untuk mengkaji pengaruh perbedaan ukuran resolusi spasial data perubahan penutup lahan terhadap informasi perubahan suhu permukaan daratan wilayah penelitian berdasarkan 8

9 ekstraksi data saluran termal pada data digital satelit penginderaan jauh. Sebagai bahan perbandingan, berikut disampaikan beberapa penelitian yang membahas keterkaitan saluran inframerah termal, suhu permukaraan daratan, dan perubahan penutup lahan, disajikan dalam Tabel 1.1. Berdasarkan Tabel 1.1, tampak bahwa yang akan peneliti lakukan adalah berbeda dalam hal data digital satelit sumberdaya bumi, berbeda daerah penelitian, serta berbeda dalam analisis data yang akan dilakukan, dengan peneliti-peneliti sebelumnya. 1.6 Kebaharuan Penelitian. Penelitian ini dapat memberikan temuan dalam mengkaji data digital termal dalam suhu permukaan lahan dan dalam hubungannya dengan perubahan penutup lahan di daerah perkotaan. Juga dalam hubungannya dengan berbagai data digital saluran inframerah termal. Diharapkan kaitan antara perubahan liputan penutup lahan yang berupa vegetasi dan bangunan, serta obyek lain di perkotaan, yang direkam dalam saluran inframerah termal dapat dihubungkan dengan variasi perubahan suhu permukaan daratan pada data termal, sehingga indikator suhu permukaan daratan di perkotaan dapat lebih detil dan akurat. 9

10 Tabel 1.2 Perbandingan dengan penelitian sebelumnya No Peneliti Tujuan Analisis Hasil 1. Qihao Weng, Hua Liu, Bingqing Liang dan Dengsheng Lu (2008) Mengetahui variasi dan distribusi spasial suhu permukaan daratan di daerah urban dengan memperhatikan faktor biofisik menggunakan citra ASTER. 2. Bekele, (2002) Menginvestigasi pada kota kecil untuk menguji asumsi bahwa pulau panas perkotaan tidak hanya terdapat pada area metropolitan tetapi juga pada kota kecil. Daerah penelitian ada di Morgantown, Monongalia, Virginia barat Mengklasifikasikan penggunaan lahan dan penutup lahan untuk pengolahan Spectral Mixture Analysis (SMA). Sensor TIR untuk mengestimasi suhu permukaan daratan dengan menghitung suhu kecerahan terlebih dahulu. Kedua data citra Landsat memiliki resolusi spasial yang berbeda dalam hal resolusi. Pada citra tersebut koreksi atmosfer tidak diberlakukan dikarenakan koreksi atmosfer tidak akan mengubah nilai temperatur pada setiap citra secara signifikan. Saluran termal ( µm) sangat berguna untuk analisis efek pulau panas perkotaan pada skala kasar untuk sinyal inframerah thermal pada bagian spektrum yang diakibatkan oleh radiasi elektromagnetik yang dipancarkan dari permukaan bumi Menunjukkan bahwa variabel biofisik ialah variabel yang paling signifikan dalam menjelaskan variasi spasial suhu permukaan daratan. Pola spasial suhu permukaan daratan di Indianapolis terkarakteristik secara konsentris pada sebagian pusat kota. kaitan antara temperatur permukaan dan penutup lahan dan penutup lahan teruji, dan dapat diketahui tambang batubara menghasilkan temperatur tertinggi diikuti oleh area terbangun, padang rumput, vegetasi dan diikuti perairan/tubuh air. 3. Guobin Zhu, Fuling Bian, Mu Zhang (2008) Ekstraksi informasi vegetati perkotaan Aplikasi vegetation cover index (VCI), Klasifikasi dan segmentasi vegetasi perkotaan, menggunakan metode modiafble areal unit problem (MAUP) Hubungan antara tutupan vegetasi perkotaan dengan berbagai kenampakan dalam skala yang bervariasi. 4. Tran Thi Van, Le van trung, Hoang Thai Lan (2009 Studi suhu permukaan dan distribusinya di kota Ho Chi Minh Metode LST dan indeks vegetasi berdasarkan data ASTER dan Landsat TM Distribusi suhu permukaan perkotaan untuk studi UHI. 10

11 5 Skokovic, dkk (2014), Kalibrasi dan validasi citra landsat-8 band 10 dan band 11 6 Retnadi Hubungan antara kerapatan vegetasi dan suhu permukaan daratan perkotaan dalam berbagai variasi temporal dan spasial data termal algoritma NDVI, radiative transfer energy, penyusunan dan pembuatan data base berdasarakan radiometer, dan digunakan algoritma SWA untuk menurunkan informasi suhu berdasarkan band 10 dan band 11 Metode LST, indeks vegetasi, analisis saluran inframerah termal, analisis multispektral, multi temporal. Analisis statistik LST, LSE, transfer energi saling berhubungan, dan penyusunan database nilai suhu permukaan Hasil yang diharapkan yaitu kajian hubungan suhu permukaan daratan LST, LSE, dengan variasi dan perubahan penutupan lahan perkotaan secara multitemporal dan data termal untuk indikator skala suhu perkotaan. 11

12 Hal-hal penting yang dapat peneliti peroleh dari beberapa penelitian dalam tabel 1.2. adalah, bahwa data penginderaan jauh saluran termal dapat menurunkan informasi suhu permukaan, kerapatan dan sebaran vegetasi, yang dapat dijadikan arahan dalam menentukan karakteristik penutupan lahan perkotaan, yang pada akhirnya dapat memberikan informasi kaitan antara karakteristik penutupan lahan perkotaan dengan suhu permukaan perkotaan berdasarkan pendekatan analisis digital data penginderaan jauh. 12

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki iklim tropis, serta tidak lepas dari pengaruh angin muson barat maupun angin muson timur. Dalam kondisi normal, angin muson barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data PENGINDERAAN JAUH KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data Lanjutan Sumber tenaga * Alamiah/sistem pasif : sinar matahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksistensi Penelitian Perkembangan dan pembangunan yang terjadi di perkotaan membuat kawasan kota menjadi semakin padat. Salah satu penyebabnya adalah pertambahan jumlah

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) ANALISA RELASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN SUHU PERMUKAAN TANAH DI KOTA SURABAYA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTISPEKTRAL TAHUN 1994 2012 Dionysius Bryan S, Bangun Mulyo Sukotjo, Udiana Wahyu D Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Diah Witarsih dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir, kegiatan urbanisasi semakin meningkat, tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan berdampak dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

SEBARAN TEMPERATUR PERMUKAAN LAHAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KOTA MALANG

SEBARAN TEMPERATUR PERMUKAAN LAHAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KOTA MALANG SEBARAN TEMPERATUR PERMUKAAN LAHAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KOTA MALANG FANITA CAHYANING ARIE Jurusan Teknik Planologi, Institut Teknologi Nasional Malang Email : fnita3pantimena@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Grafik Suhu Permukaan Global Menunjukkan Tren Pemanasan

1 BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Grafik Suhu Permukaan Global Menunjukkan Tren Pemanasan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar 1.1.1 Latar Belakang Pemanasan global selalu menjadi trending topic perbincangan hampir seluruh masyarakat di dunia. Isu-isu hangat terkait pemanasan global seakan tidak

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan posisi geografis diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang bersifat langka karena jumlahnya tidak bertambah, tetapi kebutuhan terhadap lahan selalu meningkat. Alih fungsi lahan pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kota adalah pusat pertumbuhan yang ditandai dengan perkembangan jumlah penduduk (baik karena proses alami maupun migrasi), serta pesatnya pembangunan sarana dan

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi PERBANDINGAN EKSTRAKSI BRIGHTNESS TEMPERATUR LANDSAT 8 TIRS TANPA ATMOSPHERE CORRECTION DAN DENGAN MELIBATKAN ATMOSPHERIC CORRECTION UNTUK PENDUGAAN SUHU PERMUKAAN Farid Ibrahim 1, Fiqih Atriani 2, Th.

Lebih terperinci

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 Any Zubaidah 1, Suwarsono 1, dan Rina Purwaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Lebih terperinci

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya PEMBAHASAN 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya Pemetaan Geomorfologi,NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah Pemetaan Geomorfologi

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kawasan perkotaan cenderung mengalami pertumbuhan yang dinamis (Muta ali, 2011). Pertumbuhan populasi selalu diikuti dengan pertumbuhan lahan terbangun sebagai tempat

Lebih terperinci

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL Sumber Energi Resolusi (Spasial, Spektral, Radiometrik, Temporal) Wahana Metode (visual, digital, otomatisasi) Penginderaan jauh adalah ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keputusan yang harus diambil selanjutnya. Salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keputusan yang harus diambil selanjutnya. Salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Negara berkembang, terutama negara yang memiliki jumlah penduduk banyak, harus memiliki informasi yang memadai dari berbagai sektor untuk menentukan keputusan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan Sukristiyanti et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 17 No.1 ( 2007) 1-10 1 Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan SUKRISTIYANTI a, R. SUHARYADI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur yang mendasar bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Dapat dipastikan tanpa pengembangan sumberdaya air secara konsisten peradaban manusia

Lebih terperinci

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan. FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL Erwin Hermawan Abstrak Secara umum, UHI mengacu pada peningkatan suhu udara,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA Oleh : Amelia Oktaviani dan Yarjohan Prodi Ilmu Kelautan Mahasiwa Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu *E-mail : ameliaoktaviani049@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

PERANAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DALAM MEMPERCEPAT PEROLEHAN DATA GEOGRAFIS UNTUK KEPERLUAN PEMBANGUNAN NASIONAL ABSTRAK

PERANAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DALAM MEMPERCEPAT PEROLEHAN DATA GEOGRAFIS UNTUK KEPERLUAN PEMBANGUNAN NASIONAL ABSTRAK PERANAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DALAM MEMPERCEPAT PEROLEHAN DATA GEOGRAFIS UNTUK KEPERLUAN PEMBANGUNAN NASIONAL Rokhmatuloh Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia Kampus UI Depok 16424, Tel/Fax.

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 4.1 Pengolahan Awal Citra ASTER Citra ASTER diolah menggunakan perangkat lunak ER Mapper 6.4 dan Arc GIS 9.2. Beberapa tahapan awal yang dilakukan yaitu konversi citra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jaringan jalan merupakan sistem prasarana utama yang menjadi bagian dari sistem jaringan transportasi darat. Jaringan jalan disebut juga sebagai tonggak penggerak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA) ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA) Oleh : Dawamul Arifin 3508 100 055 Jurusan Teknik Geomatika

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Teh merupakan salah satu komoditi subsektor perkebunan yang memiliki berbagai peranan dan manfaat. Teh dikenal memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1980-an para peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spasial maupun temporal. Kenaikan temperatur

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN ANALISIS TRANSFORMASI CITRA DAN PENGGUNAAN/PENUTUP LAHAN TERHADAP URBAN HEAT ISLAND BERBASIS CITRA PENGINDERAAN JAUH ISWARI NUR HIDAYATI Laboratorium Penginderaan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PEMETAAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN DAN HUBUNGANNYA TERHADAP PENUTUPAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT TM 5 (Studi Kasus: Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI Oleh : EDEN DESMOND

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah perkotaan adalah efek dari kondisi iklim artifisial, yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. daerah perkotaan adalah efek dari kondisi iklim artifisial, yang terjadi pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor tekanan lingkungan pada manusia yang tinggal di daerah perkotaan adalah efek dari kondisi iklim artifisial, yang terjadi pada lingkungan eksternal

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG Vembri Satya Nugraha vembrisatyanugraha@gmail.com Zuharnen zuharnen@ugm.ac.id Abstract This study

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016 ANALISIS FENOMENA PULAU BAHANG (URBAN HEAT ISLAND) DI KOTA SEMARANG BERDASARKAN HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DENGAN SUHU PERMUKAAN MENGGUNAKAN CITRA MULTI TEMPORAL LANDSAT Almira Delarizka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Teknik Citra Digital atau Digital Image Processing merupakan salah satu disiplin ilmu yang mempelajari mengenai teknik-teknik dalam mengolah citra. Citra yang dimaksud disini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan materi yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain serta dari bahan bahan organik yang telah

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : 3513100016 Dosen Pembimbing: Nama : Prof.Dr.Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS NIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 sebanyak 237.641.326 juta jiwa, hal ini juga menempatkan Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Data Ada 3 data utama yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang pertama adalah data citra satelit Landsat 7 ETM+ untuk daerah cekungan Bandung. Data yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI

BAB III DATA DAN METODOLOGI BAB III DATA DAN METODOLOGI 3.1 Data Dalam tugas akhir ini data yang di gunakan yaitu data meteorologi dan data citra satelit ASTER. Wilayah penelitian tugas akhir ini adalah daerah Bandung dan sekitarnya

Lebih terperinci

Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan

Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan bagian 1 : Pendekatan perhitungan Suhu udara, Damping depth dan Diffusivitas thermal Oleh : Pendahuluan Ruang terbuka hijau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI Arif Supendi, M.Si MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI STANDAR KOMPETENSI Memahami pemanfaatan citra penginderaan jauh ( PJ ) dan Sistem Informasi Geografi KOMPETENSI DASAR Menjelaskan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (Dipayana dkk, 2012; DNPI, 2009; Harvell dkk 2002; IPCC, 2007; Sudarmadji

I PENDAHULUAN. (Dipayana dkk, 2012; DNPI, 2009; Harvell dkk 2002; IPCC, 2007; Sudarmadji 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim telah dirasakan pada hampir seluruh wilayah di dunia dan salah satu dampak yang dirasakan oleh manusia adalah pemanasan global (Dipayana dkk, 2012; DNPI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan paling mendasar untuk menunjang suatu kehidupan. Sifat-sifat air menjadikannya sebagai suatu unsur yang paling penting bagi makhluk hidup. Manusia

Lebih terperinci

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission A. Satelit Landsat 8 Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk pertama kali menjadi

Lebih terperinci

PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012

PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012 PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012 Oleh : Suksesi Wicahyani 1), Setia Budi sasongko 2), Munifatul Izzati 3) 1) Mahasiswa Magister

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Suhu permukaan merupakan salah satu parameter yang utama dalam seluruh interaksi antara permukaan darat dengan atmosfer. Suhu permukaan darat merupakan contoh fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo)

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo) Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo) Nurul Aini Dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian didasarkan pada penelitian Botanri (2010) di Pulau Seram Maluku. Analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

,Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun

,Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun ,Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun 2014 2016 Safirah Timami 1, Sobirin 2, Ratna Saraswati 3 1 Mahasiswa Departemen Geografi. Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pada suatu negara dapat dijadikan sebagai tolak ukur kualitas dari pemerintahan suatu negara. Pembangunan wilayah pada suatu negara dapat

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG Pengaruh Fenomena La-Nina terhadap SPL Feny Arafah PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG 1) Feny Arafah 1) Dosen Prodi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci