BAB 2 KRITERIA PERENCANAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 KRITERIA PERENCANAAN"

Transkripsi

1 BAB 2 KRITERIA PERENCANAAN 2.1 TATA LETAK DAN SIRKULASI RUANG KEGIATAN BANDARA Sistem Lapangan Terbang Rancangan sebuah lapangan terbang (bandara), adalah suatu proses yang rumit saling kait-mengait, sehingga analisis dari satu kegiatan tanpa memperhatikan pengaruhnya terhadap kegiatan yang lain, bukan merupakan pemecahan yang memuaskan. Sebuah bandara melingkupi kegiatan yang sangat luas, yang mempunyai kebutuhan yang berbeda, bahkan kadang-kadang berlawanan, seperti misalnya kegiatan keamanan membatasi sesedikit mungkin hubungan (pintu-pintu) antara land side dan air side, sedangkan kegiatan pelayanan memerlukan sebanyak mungkin pintu terbuka dari land side ke air side agar pelayanan berjalan lancar. Sistem bandara dibagi dua: - Land side, dan - Air side. Keduanya dibatasi oleh terminal. Dalam sistem bandara, sifat-sifat kendaraan darat dan udara mempunyai pengaruh yang kuat kepada rancangan. Penumpang dan pengirim barang, berkepentingan terhadap waktu yang dijalani mulai dari keluar rumah sampai ke tempat tujuan, mereka tidak berkepentingan pada lamanya waktu perjalanan darat maupun udara. Dengan alasan lain, jalan masuk menuju bandara, perlu mendapat perhatian dalam pembuatan rancangannya. Sebuah bandara dalam menyusun tata ruangnya dapat menggunakan standar-standar berikut: - FAR Part 77 - ICAO Annex Jalan Masuk Jalan masuk ke bandara bukan saja diperlukan oleh penumpang pesawat, tetapi juga oleh pemakai-pemakai bandara lainnya, seperti karyawan, pengunjung, truk-truk pengangkut barang dan kegiatan lain sehubungan dengan penghuni bandara. Semua moda angkutan darat harus dipertimbangkan. 2-1

2 Statistik menunjukkan bahwa mobil pribadi adalah kendaraan terbanyak yang dipakai masuk ke bandara, termasuk di dalamnya penumpang dan karyawan. Kecenderungan ini akan terus berlanjut di masa depan, walaupun telah tersedia angkutan massal. Meskipun barang yang diangkut pesawat berkembang cepat, lalu lintas truk ternyata bukan penyumbang utama bagi kepadatan lalu lintas. Pada beberapa bandara perjalanan yang dilakukan oleh karyawan bandara bahkan lebih besar dari lalu lintas mobil yang dikendarai oleh penumpang pesawat. Hal ini tergantung ukuran dan fasilitas perawatan pada bandara itu. Langkah awal untuk memperkirakan lalu lintas darat oleh penumpang pesawat adalah ramalan perjalanan udara di masa depan. Itulah sebabnya dibutuhkan sekali adanya ramalan distribusi harian dari jumlah penumpang yang dibagi ke dalam arus masuk dan arus keluar terutama pada jam sibuk setiap harinya. Langkah berikutnya memperkirakan Modal Split (memecahnya kebutuhan angkutan) di antara moda-moda angkutan darat yang tersedia yaitu mobil pribadi, taksi, bus mini, dan angkutan massal. Sesudah memperkirakan modal split perlu memperkirakan tingkat pengisian (occupancy) tiap-tiap jenis angkutan itu (misalnya 1,5 penumpang per mobil pribadi). Setelah itu, dapat ditentukan jumlah kendaraan yang dibutuhkan oleh jumlah pesawat. Dari jumlah kendaraan yang dibutuhkan, bisa direncanakan dimensi/ukuran jalan masuk ke bandara dengan menggunakan standar yang berlaku. Sebagai tambahan bisa dimasukkan jumlah pengunjung bandara kepada jumlah penumpang pesawat tadi, dalam beberapa bandara jumlahnya antara 15-25% kali lalu lintas penumpang pesawat. Hitungan pendekatan lainnya dengan korelasi kegiatan penumpang pesawat jam demi jam, berkaitan dengan kegiatan di darat, dengan menggunakan MULTIPLE REGRESSION ANALYSIS. Model Regression termasuk di dalamnya anggapan bahwa hubungan lalu lintas darat dan udara waktu sekarang akan dipertahankan sampai masa depan. Anggapan ini mungkin tidak betul bila tersedia moda transportasi massal Kereta Api. Dengan alasan ini pendekatan regresi sangat memuaskan untuk hitungan pendekatan awal, selanjutnya pengetahuan yang lebih mendalam dari berbagai faktor yang menurunkan lalu lintas darat harus diketahui untuk mendapatkan kebutuhan angkutan darat di masa depan yang lebih teliti. Sebagaimana diterangkan di depan, lalu lintas darat yang disebabkan oleh karyawan sepanjang jam-jam sibuk dapat melebihi yang dihasilkan oleh penumpang dan 2-2

3 pengunjung. Rupanya ini bisa dipertimbangkan untuk membuat jalan masuk bagi karyawan terpisah dari jalan masuk penumpang. Karyawan biasanya mempunyai pattern (pola) asal dan tujuan yang berbeda dengan penumpang, hal ini berpengaruh kepada kebutuhan jalan masuk. Analisa menunjukkan bahwa tidak timbul hubungan yang konsisten antara jumlah karyawan bandara dan jumlah tahunan penumpang pesawat. Ketika jumlah lalu lintas memasuki bandara telah diketahui, sangat perlu untuk merancang sirkulasi lalu lintas kendaraan di areal bangunan terminal dengan baik, apabila tidak menghendaki kemacetan. Sirkulasi lalu lintas kendaraan di bandara secara umum diatur dengan lalu lintas satu arah, putaran arah jarum jam (karena stir mobil di kanan) dengan penempatan bangunan terminal di kiri pengemudi. Jalan harus cukup lebar agar mobil bisa mendahului bila yang lain sedang menurunkan penumpang. Petunjuk arah untuk mencapai terminal penumpang yang datang dan berangkat dan fasilitas lain harus cukup besar, jelas, dan jumlahnya cukup, serta mengundang perhatian. Rute pejalan kaki harus langsung, tidak berputar, ditandai dengan jelas dan terang. Lebih baik bila dibuat gang-gang yang beratap bagi pejalan kaki dari tempat parkir ke pintu masuk dan sebaliknya. 2.2 PARKIR Umum Parkir merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari suatu proses perjalanan dengan menggunakan kendaraan, dan setelah mencapai tempat tersebut kendaraan harus diparkir, sementara pengendaranya melakukan beberapa urusan, misalnya urusan pribadi, keperluan umum, rekreasi, atau pelayanan. Kebutuhan akan parkir ditimbulkan oleh adanya penghentian kendaraan selama penumpang melakukan berbagai kegiatan di luar kendaraan. Maka ketersediaan ruang untuk parkir sangat penting untuk dapat memberikan kelancaran proses perjalanan tersebut. Kebutuhan lahan parkir sangat dipengaruhi oleh jumlah kepemilikan kendaraan pribadi. Dengan meningkatnya kepemilikan kendaraan pribadi akan meningkatkan kebutuhan lahan parkir. Pengelolaan parkir sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan parkir yang semakin meningkat, namun hal ini sering dibatasi oleh ketersediaan lahan untuk parkir. Pengelolaan parkir yang baik tidak hanya terpaku pada penyediaan lahan parkir kendaraan, tetapi juga kepentingan terhadap jaminan 2-3

4 keamanan kendaraan, agar pemilik kendaraan merasa aman dan nyaman dalam menggunakan fasilitas parkir. Bandara biasanya terletak dalam sebuah kawasan khusus yang hanya memiliki fungsi khusus dan terkadang jauh dari wilayah komersial lainnya. Sebagai sebuah tempat kegiatan, bandara harus memiliki ruang parkir yang mampu memenuhi kebutuhan agar memberikan kelancaran bagi pengendara dalam beraktivitas di sana sehingga kapasitas dan letak parkir bandara harus direncanakan dengan baik agar ketersediaan lahan parkir mencukupi permintaan ruang parkir Parkir Kendaraan di Bandara Setiap perjalanan yang menggunakan kendaraan diawali dan diakhiri di tempat parkir, oleh karena itu kebutuhan ruang parkir dipenuhi dengan cara: parkir di pinggir jalan (on-street parking) atau di pelataran/bangunan parkir (off-street parking). Tersedianya tempat parkir bagi mobil penumpang sangat penting untuk bandara. Walaupun penggunaan angkutan umum ke dan dari bandara dikembangkan, namun pemakaian kendaraan pribadi akan masih tetap berarti di masa depan. Di sebagian besar bandara pada dewasa ini, kebutuhan akan parkir mobil menjadi persoalan yang penting dan membutuhkan pemikiran yang dominan dalam membuat rancangan bandara. Pertimbangan utama di dalam merencanakan lokasi parkir kendaraan untuk penumpang pesawat adalah jarak jalan kaki sedemikian rupa hingga sependek mungkin, maka penempatan mobil sedekat mungkin ke pesawat. Volume dan karakteristik pemakai lahan parkir, memainkan peran penting di dalam merencanakan fasilitas lahan parkir. Setiap kelas masyarakat pemakai lahan parkir mempunyai kebutuhan yang berbeda. Tergantung kepada tingkatan dan kepentingannya di bandara. Lahan parkir di bandara digunakan untuk: a. Penumpang pesawat dan VVIP. b. Pengunjung yang menemani penumpang. c. Pengunjung bandara untuk rekreasi. d. Karyawan bandara. e. Taksi. f. Orang yang berkepentingan dengan usaha di bandara. Bagi karyawan bandara sebaiknya lapangan parkir disendirikan. Parkirnya ditempatkan pada lokasi sedekat mungkin dengan fasilitas tempat dia bekerja. 2-4

5 Parkir untuk persewaan mobil tidak perlu dekat dengan bangunan terminal, tetapi harus disediakan ruangan bagi mobil yang telah dipesan di dekat pintu keluar. Lapangan parkir umum disediakan untuk penumpang, penjemput, dan orang-orang yang rekreasi di bandara (penonton). Survey yang diadakan di bandara-bandara di AS menunjukkan bahwa hampir 80% pemarkir kendaraan memarkir 3 jam atau kurang. Parkir kurang dari 3 jam dikategorikan sebagai parkir short term, lebih dari itu disebut long term. Dalam perencanaan bandara prioritas diberikan kepada parkir short term, sehingga tidak diperlukan lapangan parkir yang luas. Proyeksi-proyeksi kebutuhan lapangan parkir di masa depan pada umumnya dibuat dengan metode korelasi terhadap proyeksi pertumbuhan lalu lintas udara, biasanya penumpang pesawat. Rata-rata luas ruang parkir untuk satu mobil adalah lebar 2,6 m dan panjang 5,5 m. Pemilihan konfigurasi parkir tentu dipertimbangkan terhadap luas tanah yang tersedia Parkir di Luar Jalan (Off-Street Parking) Parkir di luar jalan dapat berupa parkir tidak bertingkat (pelataran) atau bangunan (gedung) menggunakan beton bertulang atau baja, dan dapat di atas atau di bawah tanah. Lokasi dan rancangan dari parkir di luar jalan harus dapat menimbulkan perhatian khusus bagi pemarkir yang akan menggunakannya dalam bentuk kemudahan akses, sirkulasi, parkir, jarak berjalan dan kembali, serta jalan keluarnya. Selain menyediakan ruang parkir, tempat parkir di luar jalan akan menawarkan suatu keamanan dari kerusakan dan pencurian. Dalam rangka mengantisipasi dan untuk menghindarkan timbulnya tempat-tempat parkir liar di luar jalan, dalam setiap membangun gedung, baik berupa gedung pemerintahan maupun swasta khususnya maka diwajibkan menyediakan ruang parkir yang memadai sesuai standard yang telah ditentukan berdasarkan luas dan lebar lantai bangunan yang tersedia. Ukuran-ukuran yang baik dan kemudahan sirkulasi adalah lebih penting daripada mencoba untuk memaksa menyelipkan sedikit tambahan ruang parkir ke dalamnya. Ukuran-ukuran dan topografi daerah sering akan menentukan rancangan yang terbaik untuk tempat parkir tersebut, khususnya jalan masuk dan keluar yang disediakan. Petunjuk desain yang utama adalah mengenai: 1. Ukuran ruang parkir, celukan, dan lebar gang parkir: Prinsipnya adalah sama seperti untuk parkir di jalan; pada prakteknya ruang parkir sejajar adalah jarang digunakan mengingat hal ini akan menggunakan ruang yang lebih banyak 2-5

6 daripada parkir bersudut, tetapi pemilihan terhadap pengaturan tersebut akan tergantung pada dimensi-dimensi yang tersedia pada daerah tersebut. 2. Sistem sirkulasi, lebar jalan landai, kelandaian, radius belokan, ruang bebas atas: ruang sirkulasi tidak boleh digunakan untuk parkir dan harus diperkecil. Kecepatan dan kapasitas dapat diperkirakan dari pertimbanganpertimbangan praktis; kapasitas rencana harus tergantung pada arus yang dihasilkan dari volume parkir dan lamanya parkir. Petunjuk desain untuk sistem sirkulasi adalah: Kendaraan-kendaraan harus berjalan menurut arah jarum jam, mengingat hal ini akan memberikan garis pandangan yang terbaik kepada pengemudi karena letak duduk pengemudi berada di sisi kanan. Sistem satu arah memperkecil konflik dan menghindarkan terjadinya kemacetan. Lebar gang parkir tergantung pada sudut parkir, yang selanjutnya tergantung pada ukuran daerah, topografi, dan lokasi jalan masuk dan keluar yang dihasilkan. Gang parkir dua arah dapat disetujui, bila ruang parkir memiliki sudut masuk sebesar 90 ; untuk sudut masuk kurang dari 90, maka gang parkir 1- arah adalah lebih dipilih. Celukan tidak boleh memiliki lebih dari 30 ruang parkir tanpa adanya suatu gang parkir yang memotong. Radius belokan harus kecil, tetapi harus diingat bahwa apabila ada satu kendaraan saja yang mogok, maka hal ini akan menimbulkan persoalan yang besar. Ruang bebas atas biasanya dibatasi hingga 2,25 m. Rambu peringatan dan portal harus diletakkan pada titik-titik masuk. Sistem elevator dapat digunakan, tetapi hanya akan efektif bila keterbatasan ruang tinggi dan lamanya parkir cukup panjang. 3. Pengaturan masuk & keluar, karcis dan pembayaran: Pintu masuk dan keluar harus ditempatkan sejauh mungkin dari persimpangan-persimpangan jalan, dan harus memiliki jarak pandangan yang memadai. Daerah masuk dan keluar membutuhkan desain yang hati-hati untuk kapasitas dan geometrik, khususnya jika suatu parkir kendaraan cepat menjadi penuh atau menjadi kosong. Jalan masuk ke tempat parkir biasanya termasuk penyerahan karcis parkir yang dicetak waktunya. Hal ini dapat dikerjakan secara manual atau dengan pintu penghalang otomatis. Pada saat meninggalkan tempat parkir tersebut, karcis tersebut diserahkan ke suatu gardu parkir (booth) dan biaya parkirnya dibayarkan. Jika biaya tersebut tetap, tidak peduli berapa lamanya parkir, maka hal ini dapat dibayarkan pada gardu pintu masuk saja dan gardu pintu keluar menjadi tidak diperlukan. Gardu karcis harus ditempatkan sedemikian rupa untuk menghindari kendaraan-kendaraan agar tidak menunggu pada jalan umum. Panjang antrian dapat diramalkan dan panjang daerah antrian 2-6

7 yang cukup memadai di luar jalan harus disediakan. Suatu jumlah gardu masuk dan keluar yang memadai harus disediakan untuk mengimbangi kapasitas arus yang diperlukan. Prinsip dari desain gardu adalah sangat mirip dengan gardu yang digunakan pada jalan-jalan tol. Pintu masuk dan keluar harus mengikutsertakan perhitungan jumlah kendaraan, sehingga tidak ada kendaraan lain diperbolehkan masuk apabila ruang parkir tersebut telah penuh. 4. Akses pejalan kaki: Biasanya disediakan oleh lift dan hal ini merupakan faktor yang penting dalam hal waktu berjalan dan keinginan. 5. Penerangan: Penerangan yang cukup memadai sangat penting, baik untuk para pengemudi maupun untuk alasan-alasan keamanan yang umum. 6. Rambu dan marka: Diperlukan untuk memperlihatkan: arah sirkulasi jalan keluar kendaraan celukan parkir dan daerah-daerah yang tidak diizinkan untuk parkir lokasi parkir khusus, misalnya untuk orang-orang cacat pintu masuk dan keluar bagi pejalan kaki; tangga, lift. Rambu-rambu harus ditempatkan dengan memperhatikan garis pandangan dan penerangannya. Rambu tersebut harus mudah terlihat oleh para pengemudi Gedung Parkir Mobil Bertingkat Banyak Dengan meningkatnya harga tanah, lebih banyak mobil perlu dapat diparkir pada suatu area. Parkir mobil gedung bertingkat terdiri dari beberapa lantai yang didukung oleh kolom-kolom, yang diberi jarak tertentu untuk memungkinkan suatu susunan tempat parkir yang efisien dan gang-gang untuk para pejalan kaki. Bangunan-bangunan parkir dapat dirancang dari segi tampak luarnya berdasarkan alasan estetika atau untuk memungkinkan perubahan penggunaan di masa depan. Desain yang baik memungkinkan mobil dapat diparkir secara efisien, dengan luas lantai minimum per mobil dan dapat mempercepat keluar dan masuknya kendaraan dan memudahkan gerakan parkir sehingga mengurangi tundaan dengan cara yang aman dan menyenangkan Sistem Ramp dan Lantai Ramp sebagai jalan masuk dapat dibangun dengan kemiringan maksimum 12%, tetapi pada umumnya kemiringan ini tidak lebih dari 10% jika jalannya lurus, dan 8% jika melengkung dengan radius putaran dalam minimum 5,5 m. Lantai-lantai berselang-seling dapat digunakan untuk mengurangi perbedaan antar tinggi lantai yang biasa menjadi setengahnya, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1. Ada 2-7

8 beberapa macam desain lantai bertingkat yang memungkinkan lalu lintas dua arah pada lantai dan ramp, atau gerakan-gerakan terpisah langsung pada ramp. Pada macam yang lain, pemisahan arah sepenuhnya dilakukan baik pada lantai maupun pada ramp. Dalam hal pemendekan ramp ini, kemiringan dapat dipercuram hingga maksimum 14%, tapi permukaan ramp harus diselesaikan dengan baik. Ramp searah lebih disenangi dan lebar minimumnya harus 3 m. Ramp dua arah, jika dipilih, perlu diberi pemisah antar arus, terutama pada tempat-tempat belokan atau melengkung, untuk mencegah tabrakan antara pengendara yang menyerobot jalur lawan arah pada sudut-sudut atau belokan. 1. Lantai datar dengan ramp arus satu arah 2. Lantai naik setengah tingkat dengan ramp, arus dua arah 3. Lantai naik setengah tingkat dengan ramp, arus satu arah 4. Lantai naik setengah tingkat dengan sirkulasi konsentris 5. Lantai datar dengan ramp putar, lokasi terpisah antara naik dan turun 6. Lantai datar dengan ramp kembar putar, lokasi sama untuk naik dan turun (arah sama) 7. Lantai datar dengan ramp kembar putar, lokasi sama untuk naik dan turun (arah berlawanan) 8. Lantai miring menerus dengan arus dua arah 9. Lantai miring menerus dengan arus searah 10. Lantai miring dengan ramp memusat lurus 11. Lantai miring dengan ramp putar memusat Gambar 2.1 Tatanan lantai dan ramp pada gedung parkir bertingkat banyak 2-8

9 Salah satu alternatif untuk macam ramp yang normal ialah lantai-lantai miring, dalam bentuk spiral penuh, dari tingkat bawah sampai ke atap, atau lantai-lantai yang terbagi, seperti tampak pada Gambar 2.1. Lantai semacam ini membentuk deretan parkir sepanjang sisi-sisi ramp yang juga berfungsi sebagai jalan masuk. Luas ruang parkir per mobil lebih sempit dengan parkir di ramp tetapi keuntungan ini harus dibayar dengan tundaan-tundaan yang disebabkan oleh sirkulasi kendaraan karena gerakan-gerakan parkir, dan juga jarak perjalanan tambahan yang harus ditempuh. Kemiringan lantai harus tidak lebih dari 5% dan lebih datar adalah lebih baik. Tinggi ruang harus dibatasi hingga 2,25 m agar memperoleh panjang ramp minimum, tetapi pada lantai bawah sebaiknya disediakan tinggi 3,75 m untuk mewadahi kendaraan yang tinggi dan memungkinkan penggunaan untuk tujuantujuan lain. Jenis lantai datar tanpa balok (flat slab) mengurangi kerugian ruang karena adanya balok-balok, dan metode konstruksi lantai-angkat (lift-slab) memungkinkan untuk dipakai pada bangunan parkir. Garasi swaparkir (self-parking) perlu dibatasi lima tingkat saja karena pertimbangan lama waktu perjalanan ekstra dan ketidaknyamanan bagi pelanggan. Pada sistem parkir dengan bantuan petugas parkir (valet parking), pengendara meninggalkan kendaraannya di tempat penerimaan dan dari sana kendaraan dikemudikan oleh petugas ke tempat parkir. Sistem parkir bantuan petugas ini memungkinkan lebar gang jalan masuk menjadi lebih sempit, tempat parkir lebih sempit dan jalan tangga tanjakan dapat dibuat lebih curam, dengan demikian mengurangi luas lantai keseluruhan. Garasi semacam ini dapat dibangun melebihi 5 tingkat tetapi memiliki kerugian utama yaitu upah tenaga kerja tambahan yang diakibatkan pengoperasian sistem tersebut, dan tempat-tempat penampungan parkir diperlukan sebagai tempat parkir sementara pada ruang penerimaan tempat para pelanggan meninggalkan dan mengambil kendaraannya. Jika permintaan parkir sangat banyak maka sistem ini menguntungkan. Hal lain, beberapa pelanggan tidak suka memberikan kendaraannya kepada petugas parkir Ukuran (Dimensi) Komponen untuk Parkir Mobil Dalam proses desain terdapat satu tahap untuk menentukan ukuran komponen sistem. Hal ini dipengaruhi oleh tipe parkir yang dibutuhkan. Ukuran komponen sistem parkir biasanya ditentukan dengan menggunakan buku desain, standard yang layak, atau peraturan lokal. 2-9

10 Di Australia, desain parkir di luar jalan dinyatakan dalam AS (Standards Association of Australia (SAA) 1986). Ukuran ruang parkir berhubungan dengan dimensi dasar kendaraan, tipe penggunaan lahan, dan karakteristik pengguna. Dimensi dasar kendaraan dari desain kendaraan menyediakan titik awal untuk menentukan ukuran ruang parkir. Jarak bebas kemudian ditambahkan ke dalam dimensi dasar untuk mempertimbangkan pergantian parkir dan tipe guna lahan yang dilayani komponen parkir. SAA 1986 (Ref. 18) membagi jaringan parkir ke dalam empat elemen dasar. Standard tersebut adalah jalan sirkulasi, gang sirkulasi, gang, dan petak parkir. Ukuran petak parkir ditentukan menggunakan persentile ke 85 kendaraan dan tipe kendaraan yang menggunakan tempat parkir. Pengguna tempat parkir terbagi atas empat kelas, yaitu: Pemarkir jangka panjang atau sepanjang hari Kombinasi pemarkir jangka panjang dan pendek Pemarkir singkat Parkir orang cacat Dimensi ukuran yang digunakan untuk kebutuhan ruang parkir disesuikan dengan kendaraan yang ada. Lebar minimum untuk sudut parkir 90 ditunjukkan pada Tabel 2.2. Standard minimum untuk panjangnya adalah 5,4 m. Lebar gang yang digunakan bisa untuk sirkulasi satu dan dua arah. Manuver kendaraan ketika masuk dan keluar menjadi bahan pertimbangan untuk merencanakan desain lebar gang. Tipikal untuk parkir bersudut 90 adalah 6,2 m, sedangkan untuk parkir bersudut dan tipe lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.3, 2.4, dan 2.5. Tabel 2.1 Klasifikasi Kode Pengguna Tempat Parkir (SAA 1986) 2-10

11 Tabel 2.2 Lebar Ruang Parkir Minimum (SAA 1986) * Class code dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.3 Kombinasi Lebar Ruang Parkir dan Lebar Gang Minimum - Parkir 90 (SAA 1986) Tabel 2.4 Lebar Ruang Parkir dan Lebar Gang Minimum - Parkir Bersudut (SAA 1986) Tabel 2.5 Kombinasi Panjang Ruang dan Lebar Gang Minimum untuk Manuver Parkir Paralel (SAA 1986) Tabel 2.6 Jalan Sirkulasi (SAA 1986) Perbedaan antara jalan sirkulasi dan gang bergantung penggunaannya. Umumnya panjang gang tidak lebih besar dari 100 m dan ketika melayani lebih dari 50 mobil (25 pada setiap sisi gang) harus didesain sebagai jalan sirkulasi. Tabel 2.6 menunjukkan dimensi untuk jalan sirkulasi. Jalan sirkulasi merupakan distribusi lalu lintas utama yang membawa kendaraan dari pintu masuk tempat parkir ke gang untuk parkir. Jalan ini didesain menggunakan desain kendaraan yang merepresentasikan 99,9 persentil armada kendaraan. Di Australia, jarak bebas minimum untuk tinggi ditentukan menggunakan 99 persentil kendaraan, yaitu 2,4 m. Sedangkan di USA setinggi 2,25 m. Selain SAA 1986, ada pula aturan lain yang mengatur ukuran komponen untuk parkir mobil. Chrest (1989) (Ref. 5) menyebutkan rekomendasi-rekomendasi lain 2-11

12 mengenai parameter desain parkir mobil, diantaranya dapat dilihat pada Tabel 2.8 dan 2.9. Tabel 2.7 Kriteria Tingkat Pelayanan (Level Of Service - LOS) Tingkat Pelayanan Pertimbangan Desain Faktor Utama D C B A Radius putaran, kemiringan ramp, dll Kebebasan bergerak Karyawan Pengunjung Jarak tempuh, jumlah belokan, dll Waktu tempuh Pengunjung Karyawan Geometrik Kebebasan bergerak Karyawan Pengunjung Kapasitas arus Rasio v/c Karyawan Pengunjung Pintu masuk-keluar Rata-rata tundaan Pengunjung Karyawan Tabel 2.8 Rekomendasi Parameter Desain Standard desain untuk LOS D LOS C LOS B LOS A Radius putaran 24' 30' 36' 42' Jarak bebas dari lajur* 1'6" 2'0" 2'6" 3'0" Lebar gang putaran (1-arah) 16'0" 17'6" 19'0" 20'6" Kemiringan ramp Tertutup 14% 12% 10% 8% Terbuka 12% 10% 8% 6% Panjang transisi 10' 11' 12' 13' Tinggi bebas 7' 8' 9' 10' * Terhadap dinding, kolom, atau halangan lain menurut AASHTO 1984 Tabel 2.9 Rekomendasi Lebar Petak dan Modul (dalam feet) Mobil kecil* Sudut LOS D LOS C LOS B LOS A Parkir Petak Modul Petak Modul Petak Modul Petak Modul 45 7,25 41,25 7,50 42,25 7,75 43,25 8,00 44, ,25 45,17 7,50 46,17 7,75 47,17 8,00 48, ,25 48,17 7,50 49,17 7,75 50,17 8,00 51, ,25 50,00 7,50 51,00 7,75 52,00 8,00 53,00 * Menurut dimensi mobil di USA Umumnya untuk alasan efisiensi, tempat parkir sebaiknya berbentuk persegi dengan mobil parkir di kedua sisi gang. Ini merupakan layout geometrik yang paling efisien kecuali ukuran petak dan gang membuatnya susah. Parkir 90 dengan gang 2-arah memberikan fleksibilitas besar dalam pemilihan rute oleh pemarkir, juga memberikan jarak tempat yang baik pada persimpangan gang dan lebih sedikit gang. Bagaimanapun juga, gang 1-arah lebih diminati. Pada kasus khusus gang 1- arah, sudut 90 dapat menimbulkan sedikit salah arah bagi pengemudi. Hal ini dapat diatasi dengan cara membuat sudut parkir kurang dari

13 2.2.5 Alat Pengendali Parkir LAPORAN TUGAS AKHIR Pembatasan-pembatasan parkir khususnya di jalan biasanya menurut lokasi dan waktunya, tetapi hal ini memerlukan penegakan hukum dan penindakan yang tegas. Metode-metode pengendalian yang utama dan umum dilakukan dengan: 1. Alat pengukur parkir (parking meter): Terdiri atas jam stop watch yang berfungsi untuk mengukur lamanya parkir tersebut. Jarum jam berputar sesuai dengan jumlah uang yang dimasukkan. Jadi seolah-olah si pemarkir membeli waktu pada ruang parkir tersebut. Alat pengukur tersebut disamping memperlihatkan pembatasan waktu, sekaligus mengumpulkan uang pula. 2. Sistem kartu dan disk: Meminta suatu kendaraan untuk memperagakan kartu atau disk yang memperlihatkan waktu kedatangan kendaraan pada ruang parkir. Peraturan setempat akan menentukan batas waktu kendaraan tersebut diizinkan menunggu (parkir). Kartu dan disk harus disediakan di toko-toko setempat yang dapat diperoleh dengan membeli atau tanpa dipungut biaya. Sistem kartu tersebut meminta kepada pengemudi untuk membolongi waktu, hari, bulan, dan tahun; harga setiap kartu sesuai dengan ketentuan pemerintah daerah dan hanya dapat digunakan satu kali. 3. Sistem karcis: Para pengemudi memarkir kendaraannya dan membeli karcis untuk suatu lama parkir yang diperlukan, lalu menunjukkannya dari dalam kaca mobil. Pada saat mesin karcis tersebut mengeluarkan karcis, maka mesin tersebut juga mencetak waktunya. 4. Surat izin parkir perumahan: Surat izin ini umumnya berbentuk stiker yang ditempel pada bagian depan dan belakang kaca kendaraan yang menunjukkan identitas dari penghuni perumahan yang dihuni, hal ini di samping berguna untuk menghindarkan adanya parkir liar juga untuk pengendalian dan keperluan keamanan penghuni perumahan atau kompleks tertentu. 2.3 STRUKTUR ATAS Pembebanan Struktur Beban merupakan faktor utama yang mempengaruhi perencanaan struktur suatu bangunan. Beban yang mungkin terjadi harus benar-benar diperhatikan, sebab kesalahan perhitungan beban akan menyebabkan konstruksi gedung akan mengalami kegagalan (runtuh) bila yang terjadi melebihi dari yang direncanakan. Pada perencanaan struktur, digunakan peraturan-peraturan berikut sebagai acuan: SNI : Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung 2-13

14 SNI : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung SKBI : Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung Beban Mati Beban mati adalah beban yang selamanya akan terus ada dan bekerja pada struktur bangunan. Yang termasuk beban mati adalah berat sendiri bangunan, berat peralatan mekanikal elektrikal, dan inventaris-inventaris berat yang diproyeksikan tidak akan berpindah tempat (contohnya mesin lift dan liftnya, water tank pada roof bangunan, dll). Perhitungan beban mati dapat dilakukan sebagai berikut : Berat sendiri struktur Berat sendiri struktur ini merupakan berat dari bahan bangunan dan komponen gedung. Berat sendiri berbagai jenis komponen struktur ditampilkan dalam tabel berikut. Tabel 2.10 Berat sendiri berbagai jenis komponen struktur (Ref. 8) bahan bangunan baja 7850 kg/m 3 batu alam 2600 kg/m 3 batu belah, bulat, batu gunung 1500 kg/m 3 batu karang 700 kg/m 3 batu pecah 1450 kg/m 3 besi tuang 7250 kg/m 3 beton 2200 kg/m 3 beton bertulang 2400 kg/m 3 kayu (kelas1) 1000 kg/m 3 kerikil, koral 1650 kg/m 3 pasangan bata merah 1700 kg/m 3 pasangan batu belah, bulat, batu gunung 2200 kg/m 3 pasangan batu cetak 2200 kg/m 3 pasangan batu karang 1450 kg/m 3 pasir (kering) 1600 kg/m 3 pasir (jenuh air) 1800 kg/m 3 pasir kerikikl, koral 1850 kg/m 3 tanah lempung, lanau (kering) 1700 kg/m 3 tanah lempung, lanau (basah) 2000 kg/m 3 timbal kg/m 3 semen portland 1250 kg/m

15 Beban mati Super Imposed Dead Load (SIDL). Beban tersebut merupakan beban tambahan yang dikenakan pada struktur. Berikut tabel komponen gedung: Tabel 2.11 Berat sendiri berbagai jenis beban SIDL (Ref. 8) komponen gedung Adukan, per cm tebal a. dari semen 21 kg/m 3 b. dari kapur, semen merah, tras 17 kg/m 3 Aspal, termasuk mineral penambah per cm tebal 14 kg/m 3 Dinding pasangan bata merah a. satu batu 450 kg/m 3 b. setengah batu 250 kg/m 3 Dinding pasangan batako berlubang: a. tebal dinding 20 cm (HB20) 200 kg/m 3 b. tebal dinding 10 cm (HB10) 120 kg/m 3 tanpa lubang: a. tebal dinding 15 cm 300 kg/m 3 b. tebal dinding 10 cm 200 kg/m 3 Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk tanpa penggantung dan pengaku) a. semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis) dg tebal maks 4mm 11 kg/m 3 b. kaca, dengan tebal 3-5 mm 10 kg/m 3 Lantai kayu sederhana dg balok kayu, tanpa langit2 dg bentang maks 5m 40 kg/m 3 dan untuk beban hidup maks 200 kg/m 3 Penggantung langit2 dari kayu dg bentang maks 5m & jarak sks min 0.8 min 7 kg/m 3 Penutup atap genting dengan reng dan usuk per m 2 bidang atap 50 kg/m 3 Penutup atas sirap dg reng dan usuk/kaso per m 2 bidang atap 40 kg/m 3 Penutup atas seng gelombang tanpa gordeng 10 kg/m 3 Penutup lantai dr ubin semen portland, teraso dan beton tanpa adukan/cm tebal 24 kg/m 3 Semen asbes gelombang (tebal 5mm) 11 kg/m Beban Hidup (Live Load) Beban hidup adalah beban yang terjadi secara temporer dan tidak permanen. Yang termasuk ke dalam beban hidup adalah beban manusia yang menggunakan bangunan, beban perabotan yang dapat berpindah-pindah, beban kendaraan pada basement, dan lain-lain. Beban hidup dimasukkan berdasarkan kombinasi papan catur. Kombinasi beban hidup 1 dimasukkan pada semua pelat. Kombinasi beban hidup 2 dimasukkan dengan prinsip isi kosong. Kombinasi beban hidup 3 dimasukkan dengan prinsip kosong isi. 2-15

16 Sehingga atap memiliki 3 kombinasi beban hidup demikian juga lantai memiliki 3 kombinasi beban hidup Beban Hujan / Beban Air Beban hujan atau beban air merupakan beban yang bekerja pada pada bagian atap, ataupun pada bagian penutup suatu struktur yang besarnya diperoleh sebagai berikut: H = α 20 kg/m 2 dengan: α = Kemiringan atap Beban Angin (Wind Load) Beban angin disebabkan oleh angin yang bertiup menerpa bangunan. Besar dan arah angin tentu saja tidak sama, jadi harus dicari data pencatatan angin pada daerah yang akan dibangun. Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (hisap) yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. 1. Untuk tekanan tiup diambil sebesar 25 kg/m 2 2. Tekanan tiup dilaut dan ditepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m 2 3. untuk daerah dekat laut dan daerah tertentu dimana memungkinkan menghasilkan tekanan tiup lebih besar dari point 1 dan 2 harus dihitung dengan rumus: p = (v 2 /16) kg/m 2 dimana: v adalah kecepatan angin dalam m/det yang ditentukan oleh instansi yang berwenang. 4. pada cerobong tekanan tiup harus ditentukan dengan rumus (42,5 + 0,6 h), h adalah tinggi cerobong dalam m 5. apabila dapat dijamin suatu gedung terlindung efektif terhadap angin dari suatu jurusan tertentu oleh gedung lain, hutang pelindung atau penghalang lain, maka tekanan tiup harus direduksi sebesar 0,5 Untuk koefisien Angin dengan dinding vertikal: Di pihak angin +0.9 Di belakang angin -0.4 Sejajar dengan arah angin

17 Adapun cara input beban angin pada bangunan adalah dengan metode tributary area, yaitu beban angin dijadikan beban titik dengan mengalikan beban angin per satuan luas dengan luas daerah pengaruh nya Beban Gempa Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa disini adalah gaya-gaya didalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa tersebut. 1. Gempa dinamik Adapun tahap-tahap yang dilakukan untuk analisis beban gempa (Analisis Dinamik) yaitu: a. Define Respon Spectrum Function Yaitu mendefenisikan fungsi ke program dengan input C dan T sesuai dengan wilayah gempa lokasi. Namun besarnya C harus di kali I (1) dan dibagi R (8.5) terlebih dahulu. Gambar 2.2 Respon Spectrum b. Define Respon Spectrum Function Case Yaitu untuk mendefenisikan respon spectrum dari beban gempa baik arah -X dan arah -Y. Pendefenisian ini nantinya berguna saat melakukan Load Combination. Untuk sumbu -X = U1 diberi fungsi Respon Spectrum, faktor skala 9.8 (percepatan gravitasi) Untuk sumbu -Y = U2 diberi fungsi Respon Spectrum, faktor skala 9.8 (percepatan gravitasi) 2-17

18 2. Gempa statik Adapun Perhitungan Beban Gempa Statik Ekivalen untuk Gedung apartemen ini adalah menggunakan rumus sebagai berikut : C I V = Wt R Dimana : V = Gaya geser pada dasar bangunan akibat gempa (Base Shear). C = Faktor Tanggap Gempa, yang tergantung pada Waktu Geser Alami (T) dan jenis tanah Kombinasi Pembebanan Pada perencanaan struktur, beban-beban yang ada harus dikombinasikan dengan faktor-faktor tertentu sehingga akan menghasilkan beban ultimate sebagai dasar perencanaan. Kombinasi pembebanan yang diterapkan pada analisis struktur adalah sebagai berikut : Keterangan: DL; dead load LL; live load LR; reduce live load Ex; beban gempa arah x Ey; beban gempa arah y Wx; beban angin arah x Wy; beban angin arah y 1. 1,4 DL 2. 1,2 DL+ 1,6 LL 3a. 1,2 DL + 1,0 LL + 1,0 Ex + 0,3Ey 3b. 1,2 DL + 1,0 LL + 1,0 Ex - 0,3Ey 3c. 1,2 DL + 1,0 LL - 1,0 Ex + 0,3Ey 3d. 1,2 DL + 1,0 LL - 1,0 Ex - 0,3Ey 3e. 1,2 DL + 1,0 LL + 0,3 Ex + 1,0Ey 3f. 1,2 DL + 1,0 LL + 0,3 Ex - 1,0Ey 3g. 1,2 DL + 1,0 LL - 0,3 Ex + 1,0Ey 3h. 1,2 DL + 1,0 LL - 0,3 Ex - 1,0Ey 2-18

19 4a. 1,2 DL + 1,0 LL + 0,9 Wx + 0,4Wy + 0,5 LR 4b. 1,2 DL + 1,0 LL + 0,9 Wx - 0,4 Wy + 0,5 LR 4c. 1,2 DL + 1,0 LL 0,9 Wx + 0,4Wy + 0,5 LR 4d. 1,2 DL + 1,0 LL 0,9 Wx - 0,4 Wy + 0,5 LR 4e. 1,2 DL + 1,0 LL + 0,4 Wx + 0,9 Wy + 0,5 LR 4f. 1,2 DL + 1,0 LL + 0,4 Wx 0,9 Wy + 0,5 LR 4g. 1,2 DL + 1,0 LL 0,4 Wx + 0,9Wy + 0,5 LR 4h. 1,2 DL + 1,0 LL - 0,4 Wx 0,9 Wy + 0,5 LR Pemodelan Struktur Untuk pengerjaannya dilakukan dengan bantuan software analisis struktur seperti SAP, ETABS, dan program komputer dengan fungsi sejenis yang tersedia. 2.4 STRUKTUR BAWAH (PONDASI) Perencanaan pondasi struktur (gedung, jembatan, bendungan, dan lain-lain) umumnya membutuhkan pengetahuan meliputi: (a) beban yang akan diteruskan struktur atas ke sistem pondasi, (b) peraturan pembangunan lokal, (c) perilaku dan deformasi akibat tekanan pada tanah yang akan mendukung sistem pondasi, dan (d) pertimbangan kondisi geologi tanah. Ketika ingin memutuskan pondasi mana yang lebih ekonomis, perekayasa harus mempertimbangkan beban struktur atas, kondisi tanah di bawah pondasi, dan toleransi penurunan yang diinginkan. Secara umum, pondasi gedung dan jembatan terbagi atas dua kategori utama: (1) pondasi dangkal dan (2) pondasi dalam. Pada kebanyakan pondasi dangkal, kedalamannya bisa menyamai atau kurang dari 3-4 kali lebarnya. Pondasi dalam digunakan bila lapisan tanah atas memiliki kapasitas tahanan beban yang rendah dan apabila digunakan pondasi dangkal dapat menimbulkan kerusakan struktural atau instabilitas. Pada bangunan tinggi (seperti gedung bertingkat), bila digunakan pondasi dangkal akan muncul masalah yaitu daya dukung tanah yang menurun dan penurunan tanah (settlement) yang meningkat. Maka, untuk pembangunan gedung bertingkat digunakan pondasi dalam. Yang termasuk ke dalam pondasi dalam adalah pondasi tiang pancang (driven pile) dan tiang bor (bored pile). Keduanya berbeda dalam hal metode konstruksinya dan memiliki karakteristik khas masingmasing. 2-19

20 2.4.1 Pondasi Tiang Pancang (Driven Pile) Tiang merupakan anggota struktur yang terbuat dari baja, beton, dan/atau kayu. Tiang tersebut digunakan untuk membuat pondasi tiang pancang dengan kedalaman dan biaya konstruksi yang lebih dibandingkan dengan pondasi dangkal. Selain itu, penggunaan tiang pancang penting untuk memastikan keamanan struktur. Berikut adalah daftar identifikasi beberapa kondisi mengapa dibutuhkan pondasi tiang pancang (Vesic, 1977) (Ref.10): 1. Ketika lapisan tanah atas sangat lemah untuk menopang beban yang disalurkan oleh struktur atas, tiang pancang digunakan untuk menyalurkan beban ke lapisan batuan atau tanah keras yang ada di lapisan bawah. Bila lapisan batuan tidak ditemukan hingga kedalaman yang rasional, tiang digunakan untuk menyalurkan beban struktur ke tanah secara bertahap. Dalam kasus ini, dimanfaatkan tahanan friksi antara permukaan tiang dengan tanah. 2. Ketika terdapat gaya horizontal, tiang pancang mampu menahan tekukan sehingga tetap mampu menahan beban struktur. Situasi ini biasanya dipakai untuk konstruksi bangunan tinggi yang dirancang untuk angin kencang dan kekuatan gempa bumi. 3. Dalam banyak kasus, tanah dapat mengalami penyusutan atau pengembangan. Tiang pancang dapat dipertimbangkan untuk digunakan apabila panjang tiang mencapai zona aktif tanah yang menyusut atau mengembang. 4. Pada pondasi beberapa struktur, seperti menara transmisi, bangunan lepas pantai, dan ruangan bawah tanah, yang berada di bawah muka air tanah, akan mengalami gaya angkat. Tiang pancang digunakan untuk menahan gaya angkat tersebut. 5. Antisipasi terhadap hilangnya kapasitas tahanan akibat erosi tanah pada lapisan tanah atas. Bila digunakan pondasi dangkal, tentu akan berbahaya Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) Pondasi tiang bor merupakan pondasi tiang yang dibuat secara in-situ dengan terlebih dahulu mengebor tanah untuk tempat berdirinya, memiliki diameter sekitar 750 mm atau lebih, dengan/tanpa baja tulangan dan dengan/tanpa pembesaran pada ujung pondasi. Terkadang diameternya bisa sekecil 350 mm. Pada tiang bor, lubang dibor atau digali sampai bawah struktur pondasi, lalu diisi beton. Selubung pelindung (casing) kadang digunakan untuk mencegah keruntuhan tanah sekitar lubang selama konstruksi berlangsung. Penggunaan pondasi tiang bor memiliki beberapa keuntungan: 1. Satu lubang bor dapat digunakan sebagai pengganti grup tiang dan penutupnya (pile cap). 2-20

21 2. Konstruksi tiang bor pada lapisan tebal tanah dan kerikil lebih mudah dibandingkan dengan tiang pancang. 3. Tiang bor bisa dilaksanakan sebelum menyelesaikan perataan tanah (grading operations). 4. Ketika tiang dipancang dengan palu, getarannya dapat merusak struktur yang ada di dekatnya. Dengan tiang bor, hal tersebut dapat dihindari. 5. Pemancangan tiang pada tanah lempung dapat menyebabkan tiang bergerak ke arah lateral, sedangkan tiang bor tidak. 6. Tidak ada suara berisik dari palu yang digunakan untuk memancang. 7. Dasar tiang bor dapat diperluas sehingga dapat memberikan tahanan lebih besar terhadap gaya angkat. 8. Permukaan lubang bor hingga dasar dapat dikontrol secara visual. 9. Konstruksi tiang bor umumnya menggunakan peralatan yang dapat mudah dipindahkan, yang pada kondisi tanah jelek lebih ekonomis daripada metode konstruksi tiang pancang. 10. Tiang bor memiliki tahanan tinggi terhadap beban lateral. Kekurangannya, operasi pengecoran dapat tertunda akibat cuaca buruk dan biasanya membutuhkan pengawasan yang tertutup Perhitungan Daya Dukung Pondasi Tiang Kapasitas Aksial Tiang Tunggal Secara umum kapasitas ultimate pondasi tiang terhadap beban aksial dapat dihitung dengan persamaan sederhana yang merupakan penjumlahan tahanan keliling dengan tahanan ujung, yaitu: Q = Q + Q u dengan, Qu Qp Qs s p = kapasitas ultimate tiang terhadap beban aksial = kapasitas ultimate tahanan ujung (end bearing) = kapasitas ultimate geser selimut (skin friction) Tahanan Geser Selimut (Skin Friction) Tahanan geser selimut tiang pada tanah c-φ dapat dinyatakan dengan persamaan: Q = Q + Q s dengan, Qs sc sφ = kapasitas keliling tiang ultimate 2-21

22 Qsc Qsφ LAPORAN TUGAS AKHIR = kontribusi kohesi tanah, c = kontribusi sudut geser dalam tanah, φ Kontribusi dari kohesi tanah dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut: Q sc n = α c i= 1 u i l i p dengan, Qsc = kontribusi kohesi tanah, c, terhadap kapasitas geser selimut α = faktor adhesi antara selimut tiang pancang dan tanah c u-i = kohesi undrained tanah pada lapisan -i l i = panjang tiang pada lapisan -i p = keliling tiang Sedangkan kontribusi sudut geser dalam, φ, pada tanah pasiran dinyatakan dengan persamaan berikut: Q sφ dengan, Qsφ n i i= 1 = f l i p = kontribusi sudut geser dalam tanah, φ, terhadap kapasitas geser selimut ' 2 f i = Ko i σ v i tan( φi ) 3 Ko-i = koefisien tekanan lateral tanah σ v-i = tekanan vertikal efektif pada tengah-tengah lapisan-i φ i = sudut geser dalam pada lapisan-i l i = panjang tiang yang tertanam pada lapisan-i p = keliling tiang Faktor Adhesi pada Tanah Kohesif A. Tiang Pancang (Driven Pile) Ada beberapa metode yang umum digunakan untuk menentukan besarnya faktor adhesi, yang antara lain adalah sebagai berikut: 1. America Petroleum Institute - API (1986) Faktor adhesi untuk tiang pancang menurut API Metode-2 (1986). 2-22

23 Gambar 2.3 Faktor adhesi φ menurut API Metode-2 (1986) 2. Tomlinson (1977) Tomlinson mengajukan cara penentuan faktor adhesi (α) dengan meninjau profil kekuatan dan kekakuan tanah disepanjang tiang sebagaimana dapat dilihat dalam gambar berikut. Gambar 2.4 Faktor adhesi α pada tanah lempung menurut Tomlinson 2-23

24 B. Tiang Bor (Bored Pile) Berikut ini adalah beberapa metode untuk menentukan faktor adhesi α tiang bor di tanah kohesif. 1. Reese & Wright (1977) Berdasarkan hasil penyelidikan tanah yang dilakukan oleh Reese & Wright (1977), besarnya nilai faktor adhesi α untuk tiang bor adalah 0, Kulhawy (1977) Dalam metode ini, besarnya nilai faktor adhesi tergantung dari harga kuat geser tanah undrained (c u ). Variasi harga α berdasarkan c u ini dapat dilihat dalam Gambar (kn/m ) Adhesion factor ( ) α Tomlinson, 1957 (concrete piles) Shafts in uplift Data group 1 Data group 2 Data group 3 Shafts in compression Data group 1 Data group 2 Data group 3 65 U 8 41 C load tests α = p a /s u (<1) Undrained Shearing Resistance, s (tsf) Gambar 2.5 Faktor adhesi α menurut Kulhawy (1984) u 3. Reese dan O Neill (1988) Berdasarkan Reese dan O Neill (1988), besarnya nilai faktor adhesi α dapat dilihat dalam Tabel 2.12 dibawah ini. Tabel 2.12 Faktor adhesi α menurut Reese dan O Neil (1988) Undrained Shear Strength, S u < 2 tsf 2 3 tsf 3 4 tsf 4 5 tsf 5 6 tsf 6 7 tsf 7 8 tsf 8 9 tsf > 9 tsf Value of α Treat as Rock 2-24

25 Berikut ini adalah perbandingan harga α dari beberapa metode yang digunakan dalam perhitungan geser selimut pondasi tiang bor untuk pondasi jembatan di Jawa Tengah dan Jawa Barat adhesion factor Kulhawy Design =( Kulhawy + Reese)/2 Reese Core Team Su (kn/m 2 ) Gambar 2.6 Perbandingan Harga α Berdasarkan Beberapa Metoda Untuk tanah kohesif (cohesif soil/silt clay) faktor adhesi α yang menurut penulis paling cocok untuk perhitungan geser selimut untuk tiang bor adalah dari Kulhawy seperti ditunjukkan dalam grafik di Gambar 2.6 di atas. C. Penentuan Kuat Geser Tanah C u dari harga N-SPT Besarnya undrained shear strength tanah kohesif dapat dihitung berdasarkan korelasi empiris dari N-SPT (Standard Pentration Test) dari hasil investigasi lapangan sebagaimana terlihat dalam Gambar /3 N Gambar 2.7 Hubungan antara N-SPT dengan C u (Terzaghi) 2-25

26 Dari gambar di atas, besarnya Cu dapat diperoleh dari harga N-SPT yang umumnya diambil sebesar berikut ini: C u = 2/3 * N SPT Harga N-SPT di atas adalah harga N-SPT yang efisiensi energi hammer-nya sudah dikoreksi atau dikalibrasikan dengan energi hammer free falling. Faktor koreksi efisiensi energi untuk SPT dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 2.13 Koreksi nilai N-SPT Countr Hammer Typ e Hammer Release Estimated Rod Energy (%) Correction Factor fo r 60% Rod Energy Donut Free Fall 78 78/60 = 1.30 Japan Donut Rope an Pulley with 67 67/60 = 1.12 special throw release Safety Rope and Pulley 60 60/60 = 1.00 US Donut Rope and Pulley 45 45/60 = 0.75 Argentina Donut Rope and Pulley 45 45/60 = 0.75 Donut Free Fall 60 60/60 = 1.00 China Donut Rope and Pulley 50 50/60 = 0.83 Geser Selimut Pada Tanah Pasiran Kontribusi dari sudut geser dalam tanah, φ, dari tanah pasiran terhadap geser selimut dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Q sφ = n i= 1 f l i i p dengan: f i = K o-i. σ v-i. tan ( 2/3 φ i ) K o-i = koefisien tekanan tanah lateral pada lapisan ke-i = 1 sin φ σ v-i = tegangan vertikal efektif pada tengah lapisan ke-i φ i = sudut geser dalam tanah pada lapisan ke-i l i = panjang tiang pada lapisan ke-i p = keliling tiang Karena kesulitan yang timbul dalam menentukan besarnya harga sudut geser dalam, φ, di lapangan, maka untuk perhitungan tahanan geser selimut digunakan beberapa metoda berdasarkan nilai N-SPT. Berikut 2-26

27 ini adalah beberapa metoda untuk menentukan tahanan geser selimut tiang tanah berpasir berdasarkan N-SPT: A. Tiang Pancang Berdasarkan Meyerhoff dan NovDoc, besarnya tahanan geser pada tanah pasiran untuk tiang pancang adalah sebagai berikut: N 2 f s = tsf = 0.2Nt / m f l 50 dengan: N = nilai rata-rata standard penetration test sepanjang selimut tiang f s = tahanan gesek selimut ultimate, untuk tiang pancang dalam tsf = batas tahanan selimut, untuk tiang pancang f l = 1 tsf f l B. Tiang Bor Pada tanah non-kohesif biasanya digunakan hasil untuk menentukan kekuatan geser tanah. Berikut ini adalah beberapa metoda perhitungan tahanan geser selimut tiang bor berdasarkan nilai N- SPT. Tabel Beberapa metoda untuk menentukan tahanan geser selimut tiang bor (=27.5 t/m2) = 0.11 N (t/m 2 ) = 0.28 N (t/m2) =0.32 N (t/m2) N < 53 Z=depth below ground surface 2-27

28 Sedangkan menurut NovDoc, besarnya tahanan geser pada tanah pasiran untuk tiang bor adalah 50 persen dari tahanan geser untuk tiang pancang pada tanah pasiran, yaitu: f s = N/100 (tsf) = 0.10 N (t/m 2 ) dengan: N = nilai rata-rata SPT sepanjang selimut tiang f s = tahanan gesek selimut ultimate, untuk tiang pancang dalam tsf Tahanan Ujung (End Bearing) Secara umum daya dukung ujung tiang pancang maupun tiang bor pada lapisan tanah c-φ dapat dinyatakan sebagai berikut: Qp = Ap ( c Nc* + q Nq*) dengan, Qp = daya dukung ujung tiang ultimate Ap = luas ujung tiang c = kohesi tanah tempat ujung tiang tertanam q = tekanan vertikal efektif tanah pada ujung tiang Nc*, Nq = faktor-faktor daya dukung pondasi Di bawah ini adalah beberapa metode untuk penentuan faktor daya dukung pondasi untuk perhitungan daya dukung ujung pondasi tiang pancang dan tiang bor. Berdasarkan Nilai φ dan C u A. Meyerhof (1976) Variasi harga maksimum dari Nc* dan Nq* berdasarkan sudut geser dalam tanah, φ, dapat dilihat dalam Gambar

29 d an Soil friction angle, Ø (deg) Gambar 2.8 Variasi harga N c * dan N q * berdasarkan φ menurut Meyerhof (1976) B. Vesic (1977) Vesic (1977) mengusulkan suatu metoda untuk menghitung besarnya kapasitas daya dukung tiang berdasarkan teori expansion of cavities. Menurut teori ini, berdasarkan parameter tegangan efektif maka daya dukung dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut: Qp = Ap (c Nc* + q Nq*) dengan: q = tegangan normal efektif tanah pada ujung tiang 1+ 2K0 = q' 3 K o = koefisien tekanan tanah lateral = 1 sin φ N c *, N q * = faktor daya dukung Besarnya harga N c * dapat ditentukan berdasarkan persamaan sebagai berikut: Nc* = (Nq* - 1) cot 2-29

30 Menurut Vesic: N q * = f (I rr ) dengan: I r I rr = 1+ I Δ Irr r = index pengurang kekakuan tanah Ir = index kekakuan = Es G = 2 q ( 1+ μ )( c + q' tanφ ) c + ' tanφ s s Es = modulus Young tanah μs = Pois son s ratio tanah Gs = modulus geser tanah Δ = volumetric strain rata-rata pada zona plastis dibawah ujung tiang Untuk kondisi tidak terjadi perubahan volume (misal pada pasir padat atau lempung jenuh), Δ = 0. Sehingga: I r = I rr Untuk φ = 0 (kondisi undrained) N q * = 4/3 ln (I rr + 1) + π/2 +1 Nilai I r dapat dihitung berdasarkan pengujian konsolidasi dan triaxial di laboratorium. Sedangkan untuk penentuan awal dari nilai I r dapat direkomendasikan penggunaan nilai seperti yang terlihat pada Tabel 2.15 berikut ini: Tabel 2.15 Rekomendasi nilai I r dari Vesic (1977) Soil type I r Sand Silts and clays (drained condition) Clay s (undrained condition) C. Janbu (1976) Janbu (1976) mengusulkan metoda untuk menghitung kapasitas daya dukung ujung sebagai berikut: Q p = A p (c N c * + q N q *) Faktor kapasitas daya dukung N c * dan N q * dihitung dengan menggunakan asumsi bahwa bidang runtuh dari tanah pada ujung tiang adalah sama, seperti yang terlihat pada Gambar 2.9. Faktor 2-30

31 daya dukung dapat diuraikan seperti yang terlihat pada persamaan sebagai berikut: * N q = 2 2 2η 'tanφ ( tanφ + 1+ tan φ ) e Besarnya sudut η dapat dilihat pada Gambar 6. Nc* = (Nq* - 1)cot φ Gambar 6 menunjukan variasi dari N c* dan N q * terhadap φ dan η. Sudut η dapat bervariasi mulai dari 70 0 untuk lempung lunak hingga untuk tanah pasiran and Soil friction angle, Ø (deg) Gambar 2.9 Faktor daya dukung menurut Janbu D. Faktor Daya Dukung Nq untuk Pondasi Tiang Bor Gambar berikut ini memperlihatkan besarnya faktor daya dukung Nq untuk untuk pondasi tiang bor. 2-31

32 Qb = σ v.nq.ab Gambar 2.10 Faktor daya dukung ujung Nq untuk pondasi tiang bor Berdasarkan harga C u untuk Tanah Kohesif Tahanan ujung pada tiang dihitung berdasarkan nilai undrained shear strength C u. Harga Cu ini dapat diperoleh baik dari test laboratorium triaxial ataupun korelasi dari test lapangan seperti N-SPT maupun q c sondir. Dengan menggunakan data dari Nilai SPT. Besarnya tahanan ujung tiang untuk tiang pancang maupun tiang bor adalah sama untuk tanah kohesif. A. Tanah Kohesif (sama untuk Tiang Pancang maupun Tiang Bor) Untuk tanah kohesif, besarnya tahan ujung untuk tiang pancang maupun tiang bor dihitung dengan mengasumsikan φ = 0 pada rumus-rumus di atas. Besarnya tahanan ujung tiang pancang pada tanah kohesif adalah: Q p =9 x C u x Ap dengan, Q p = daya dukung ujung tiang ultimate Ap = luas ujung tiang C u = nilai undrained shear strength tanah di ujung tiang 2-32

3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN. Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian

3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN. Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian 3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian 7 3.2. Data Yang Diperlukan Untuk kelancaran penelitian maka diperlukan beberapa data yang digunakan sebagai sarana

Lebih terperinci

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung - 1983 Kombinasi Pembebanan Pembebanan Tetap Pembebanan Sementara Pembebanan Khusus dengan, M H A G K = Beban Mati, DL (Dead Load) = Beban Hidup, LL

Lebih terperinci

Interpretasi dan penggunaan nilai/angka koefisien dan keterangan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna.

Interpretasi dan penggunaan nilai/angka koefisien dan keterangan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna. DISCLAIMER Seluruh nilai/angka koefisien dan keterangan pada tabel dalam file ini didasarkan atas Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987), dengan hanya mencantumkan nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 IDENTIFIKASI MASALAH

BAB 3 METODOLOGI 3.1 IDENTIFIKASI MASALAH BAB 3 METODOLOGI Tempat parkir memegang peranan cukup penting dalam pengoperasian terminal. Keinginan untuk membuat gedung parkir pada Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Majalengka perlu ditanggapi

Lebih terperinci

PERATURAN MUATAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1.0 Pengertian muatan 1. Muatan mati (muatan tetap) ialah semua muatan yang berasal dari berat bangunan

PERATURAN MUATAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1.0 Pengertian muatan 1. Muatan mati (muatan tetap) ialah semua muatan yang berasal dari berat bangunan PERATURAN MUATAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1.0 Pengertian muatan 1. Muatan mati (muatan tetap) ialah semua muatan yang berasal dari berat bangunan dan atau unsur bangunan, termasuk segala unsur tambahan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan 3 BAB DASAR TEORI.1. Dasar Perencanaan.1.1. Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Dasar Perencanaan 2.1.1 Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2 DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii KATA PENGANTAR iv ABSTRAK vi ABSTRACT vii DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xiii DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xiv BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

1- PENDAHULUAN. Baja Sebagai Bahan Bangunan

1- PENDAHULUAN. Baja Sebagai Bahan Bangunan 1- PENDAHULUAN Baja Sebagai Bahan Bangunan Sejak permulaan sejarah, manusia telah berusaha mencari bahan yang tepat untuk membangun tempat tinggalnya, jembatan untuk menyeberangi sungai dan membuat peralatan-peralatan

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN PONDASI. Dalam perencanaan pondasi ini akan dihitung menggunakan dua tipe pondasi

BAB IV PERENCANAAN PONDASI. Dalam perencanaan pondasi ini akan dihitung menggunakan dua tipe pondasi BAB IV PERENCANAAN PONDASI Dalam perencanaan pondasi ini akan dihitung menggunakan dua tipe pondasi yaitu pondasi tiang pancang dan pondasi tiang bor dengan material beton bertulang. Pondasi tersebut akan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS KAPASITAS DUKUNG FONDASI TIANG BOR

BAB V ANALISIS KAPASITAS DUKUNG FONDASI TIANG BOR 31 BAB V ANALISIS KAPASITAS DUKUNG FONDASI TIANG BOR 5.1 DATA STRUKTUR Apartemen Vivo terletak di seturan, Yogyakarta. Gedung ini direncanakan terdiri dari 9 lantai. Lokasi proyek lebih jelas dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 8 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 TANAH Tanah adalah bagian terluar dari kulit bumi yang biasanya dalam keadaan lepas - lepas, lapisannya bisa sangat tipis dan bisa sangat tebal, perbedaannya dengan lapisan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier.

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier. ABSTRAK Dalam perencanaan pondasi tiang harus memperhatikan karakteristik tanah di lapangan serta beban struktur atas bangunan karena hal ini akan mempengaruhi desain pondasi yang akan digunakan. Metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pondasi Dalam Pondasi dalam adalah pondasi yang dipakai pada bangunan di atas tanah yang lembek. Pondasi ini umumnya dipakai pada bangunan dengan bentangan yang cukup lebar, salah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fondasi Tiang Setiap bangunan sipil, seperti gedung, jenbatan, jalan raya, terowongan, dinding penahan, menara, dan sebagainya harus mempunyai fondasi yang dapat mendukungnya.

Lebih terperinci

BAB 4 PERENCANAAN PERPARKIRAN DAN SIRKULASI BANDARA

BAB 4 PERENCANAAN PERPARKIRAN DAN SIRKULASI BANDARA BAB 4 PERENCANAAN PERPARKIRAN DAN SIRKULASI BANDARA 4.1 PERENCANAAN PERPARKIRAN 4.1.1 Data Proyeksi Penumpang Sesuai dengan metodologi yang telah dibuat, tahap pertama dari perencanaan perparkiran adalah

Lebih terperinci

Perhitungan Struktur Bab IV

Perhitungan Struktur Bab IV Permodelan Struktur Bored pile Perhitungan bore pile dibuat dengan bantuan software SAP2000, dimensi yang diinput sesuai dengan rencana dimensi bore pile yaitu diameter 100 cm dan panjang 20 m. Beban yang

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Klasifikasi Tiang Di dalam rekayasa pondasi dikenal beberapa klasifikasi pondasi tiang. Pembagian klasifikasi pondasi tiang ini dibuat berdasarkan jenis material yang digunakan,

Lebih terperinci

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan BAB III METEDOLOGI PENELITIAN 3.1 Prosedur Penelitian Pada penelitian ini, perencanaan struktur gedung bangunan bertingkat dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan perhitungan,

Lebih terperinci

STUDI STABILITAS DAN DESAIN PERKUATAN FONDASI JEMBATAN IR. SOEKARNO DI MANADO

STUDI STABILITAS DAN DESAIN PERKUATAN FONDASI JEMBATAN IR. SOEKARNO DI MANADO STUDI STABILITAS DAN DESAIN PERKUATAN FONDASI JEMBATAN IR. SOEKARNO DI MANADO TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL oleh LIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan sarana infrastruktur dalam dunia teknik sipil mengalami perkembangan yang cukup pesat, meningkatnya populasi manusia dan terbatasnya lahan merangsang

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tiang Di dalam rekayasa pondasi dikenal beberapa klasifikasi pondasi tiang, pembagian klasifikasi tiang ini dibuat berdasarkan jenis material yang digunakan kekakuan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PONDASI TIANG BOR PADA PROYEK CIKINI GOLD CENTER

PERENCANAAN PONDASI TIANG BOR PADA PROYEK CIKINI GOLD CENTER PERENCANAAN PONDASI TIANG BOR PADA PROYEK CIKINI GOLD CENTER Ega Julia Fajarsari 1 Sri Wulandari 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma 1 ega_julia@student.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Struktur bangunan bertingkat tinggi memiliki tantangan tersendiri dalam desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang memiliki faktor resiko

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 Umum Dalam mendesain suatu pondasi bored pile, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Langkah pertama adalah menentukan jenis pondasi yang akan digunakan. Dalam mengambil

Lebih terperinci

1. Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI ) 3. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI-1983)

1. Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI ) 3. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI-1983) 7 1. Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1727-1989) 2. Perencaaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan Gedung SNI-03-1726-2002 3. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI-1983)

Lebih terperinci

STRUKTUR PELAT. 1. Definisi

STRUKTUR PELAT. 1. Definisi STRUKTUR PELAT 1. Definisi Pelat adalah elemen horizontal struktur yang mendukung beban mati maupun beban hidup dan menyalurkannya ke rangka vertikal dari sistem struktur 2. Tinjauan Umum Pelat Pelat merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Kendaraan tidak mungkin bergerak terus-menerus, akan ada waktunya kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau biasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II A. Konsep Pemilihan Jenis Struktur Pemilihan jenis struktur atas (upper structure) mempunyai hubungan yang erat dengan sistem fungsional gedung. Dalam proses desain struktur perlu dicari kedekatan

Lebih terperinci

2. Bentuk geometri pondasi yaitu : bentuk, dimensi, dan elevasi 3. Beban Pondasi

2. Bentuk geometri pondasi yaitu : bentuk, dimensi, dan elevasi 3. Beban Pondasi BAB II STUDI PUSTAKA Pondasi adalah suatu konstruksi bagian dasar bangunan (substructure) yang berfungsi meneruskan beban dari struktur atas ke lapisan tanah di bawahnya. Tiang (pile) adalah suatu bagian

Lebih terperinci

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN 4.1 Perencanaan Awal (Preliminary Design) Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi rencana struktur, yaitu pelat, balok dan kolom agar diperoleh

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( )

BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( ) BAB 4 STUDI KASUS Struktur rangka baja ringan yang akan dianalisis berupa model standard yang biasa digunakan oleh perusahaan konstruksi rangka baja ringan. Model tersebut dianggap memiliki performa yang

Lebih terperinci

BAB III DASAR PERENCANAAN. Martadinata perhitungan berdasarkan spesifikasi pembebanan dibawah ini. Dan data pembebanan dapat dilihat pada lampiran.

BAB III DASAR PERENCANAAN. Martadinata perhitungan berdasarkan spesifikasi pembebanan dibawah ini. Dan data pembebanan dapat dilihat pada lampiran. BAB III DASAR PERENCANAAN 3.1 Data-data Fisik dan Pembebanan Untuk data-data pembebanan pada struktur atas jembatan layang Jl. RE Martadinata perhitungan berdasarkan spesifikasi pembebanan dibawah ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk tiap tahunnya, maka secara langsung kebutuhan akan lahan sebagai penunjang kehidupan pun semakin besar. Pada kota-kota

Lebih terperinci

DINDING DINDING BATU BUATAN

DINDING DINDING BATU BUATAN DINDING Dinding merupakan salah satu elemen bangunan yang berfungsi memisahkan/ membentuk ruang. Ditinjau dari segi struktur dan konstruksi, dinding ada yang berupa dinding partisi/ pengisi (tidak menahan

Lebih terperinci

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. : Perancangan Struktur Beton. Pondasi. Pertemuan 12,13,14

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. : Perancangan Struktur Beton. Pondasi. Pertemuan 12,13,14 Mata Kuliah Kode SKS : Perancangan Struktur Beton : CIV-204 : 3 SKS Pondasi Pertemuan 12,13,14 Sub Pokok Bahasan : Pengantar Rekayasa Pondasi Jenis dan Tipe-Tipe Pondasi Daya Dukung Tanah Pondasi Telapak

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER MAKALAH TUGAS AKHIR PS 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER FERRY INDRAHARJA NRP 3108 100 612 Dosen Pembimbing Ir. SOEWARDOYO, M.Sc. Ir.

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 4

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 4 Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Pondasi Pertemuan - 4 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK : Mahasiswa dapat mendesain penampang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif ruas jalan dengan melakukan pembukaan jalan lingkar luar (outer ring road).

BAB I PENDAHULUAN. alternatif ruas jalan dengan melakukan pembukaan jalan lingkar luar (outer ring road). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai Program Pemerintah untuk meluaskan suatu daerah serta memberikan alternatif ruas jalan dengan melakukan pembukaan jalan lingkar luar (outer ring road). Dan dengan

Lebih terperinci

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB III DATA PERENCANAAN BAB III DATA PERENCANAAN 3.1 Umum Perencanaan pondasi tiang mencakup beberapa tahapan pekerjaan. Sebagai tahap awal adalah interpretasi data tanah dan data pembebanan gedung hasil dari analisa struktur

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR BAB IV PEMODELAN STRUKTUR Pada bagian ini akan dilakukan proses pemodelan struktur bangunan balok kolom dan flat slab dengan menggunakan acuan Peraturan SNI 03-2847-2002 dan dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS DAN STRUKTUR BAWAH GEDUNG BERTINGKAT 25 LANTAI + 3 BASEMENT DI JAKARTA Disusun oleh : HERDI SUTANTO (NIM : 41110120016) JELITA RATNA WIJAYANTI (NIM : 41110120017)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemilihan Struktur Desain struktur harus memperhatikan beberapa aspek, diantaranya : Aspek Struktural ( kekuatan dan kekakuan struktur) Aspek ini merupakan aspek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua bangunan yang didesain bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. Semua bangunan yang didesain bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Semua bangunan yang didesain bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu pondasi. Pondasi adalah bagian dari suatu sistem desain yang bertugas untuk meneruskan beban dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Pondasi Tiang digunakan untuk mendukung bangunan yang lapisan tanah kuatnya terletak sangat dalam, dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i Lembar Pengesahan... ii Kata Pengantar... iii Abstrak... iv Daftar Isi... v Daftar Tabel... x Daftar Gambar...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i Lembar Pengesahan... ii Kata Pengantar... iii Abstrak... iv Daftar Isi... v Daftar Tabel... x Daftar Gambar... DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan.... ii Kata Pengantar..... iii Abstrak.......... iv Daftar Isi.... v Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...... 1

Lebih terperinci

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 4.1 Permodelan Elemen Struktur Di dalam tugas akhir ini permodelan struktur dilakukan dalam 2 model yaitu model untuk pengecekan kondisi eksisting di lapangan dan

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN PONDASI. Berdasarkan hasil data pengujian di lapangan dan di laboratorium, maka

BAB IV PERENCANAAN PONDASI. Berdasarkan hasil data pengujian di lapangan dan di laboratorium, maka BAB IV PERENCANAAN PONDASI Berdasarkan hasil data pengujian di lapangan dan di laboratorium, maka perencanaan pondasi untuk gedung 16 lantai menggunakan pondasi dalam, yaitu pondasi tiang karena tanah

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR BAB IV ANALISA STRUKTUR 4.1 Data-data Struktur Pada bab ini akan membahas tentang analisa struktur dari struktur bangunan yang direncanakan serta spesifikasi dan material yang digunakan. 1. Bangunan direncanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara sedang berhenti dengan pengemudi tidak meninggalkan kendaraannya (Direktorat Jendral

Lebih terperinci

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS BAB III STUDI KASUS Pada bagian ini dilakukan 2 pemodelan yakni : pemodelan struktur dan juga pemodelan beban lateral sebagai beban gempa yang bekerja. Pada dasarnya struktur yang ditinjau adalah struktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan batu buatan yang terbuat dari campuran agregat kasar, agregat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan batu buatan yang terbuat dari campuran agregat kasar, agregat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Beton Bertulang Beton merupakan batu buatan yang terbuat dari campuran agregat kasar, agregat halus, perekat hidrolis (semen) dan air. Campuran tersebut akan mengeras

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERKUATAN PONDASI JEMBATAN CABLE STAYED MENADO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM GROUP 5.0 DAN PLAXIS 3 DIMENSI

PERENCANAAN PERKUATAN PONDASI JEMBATAN CABLE STAYED MENADO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM GROUP 5.0 DAN PLAXIS 3 DIMENSI PERENCANAAN PERKUATAN PONDASI JEMBATAN CABLE STAYED MENADO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM GROUP 5.0 DAN PLAXIS 3 DIMENSI TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta penurunan pondasi yang berlebihan. Dengan demikian, perencanaan pondasi

BAB I PENDAHULUAN. serta penurunan pondasi yang berlebihan. Dengan demikian, perencanaan pondasi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pondasi merupakan suatu konstruksi pada bagian dasar struktur yang berfungsi meneruskan beban dari bagian atas struktur ke lapisan tanah di bawahnya tanpa mengakibatkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Abutmen merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai penahan tanah. Adapun fungsi abutmen ini antara lain : Sebagai perletakan

Lebih terperinci

3.4.1 Fondasi Tiang Pancang Menurut Pemakaian Bahan dan Karakteristik Strukturnya Alat Pancang Tiang Tiang Pancang dalam Tanah

3.4.1 Fondasi Tiang Pancang Menurut Pemakaian Bahan dan Karakteristik Strukturnya Alat Pancang Tiang Tiang Pancang dalam Tanah DAFTAR ISI SAMPUL... i PENGESAHAN PROPOSAL PROYEK AKHIR... iii PERNYATAAN KEASLIAN... iv LEMBAR HAK CIPTA DAN STATUS... v MOTTO DAN PERSEMBAHAN... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii INTISARI... ix ABSTRACT...

Lebih terperinci

KAPASITAS DUKUNG TIANG

KAPASITAS DUKUNG TIANG PONDASI TIANG - Pondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam, mendukung bangunan yang menahan gaya angkat ke atas, dan bangunan dermaga. - Pondasi tiang

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI KELOMPOK TIANG BOR AKIBAT BEBAN AKSIAL PADA PROYEK GRHA WIDYA MARANATHA

ANALISIS KAPASITAS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI KELOMPOK TIANG BOR AKIBAT BEBAN AKSIAL PADA PROYEK GRHA WIDYA MARANATHA ANALISIS KAPASITAS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI KELOMPOK TIANG BOR AKIBAT BEBAN AKSIAL PADA PROYEK GRHA WIDYA MARANATHA Rolan Rolando NRP : 0021132 Pembimbing Tugas Akhir: Herianto Wibowo,Ir.,MT FAKULTAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... BERITA ACARA TUGAS AKHIR... MOTO DAN LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... BERITA ACARA TUGAS AKHIR... MOTO DAN LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... BERITA ACARA TUGAS AKHIR... MOTO DAN LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR TABEL... ABSTRAK...

Lebih terperinci

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL OLEH

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI a BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Pada pelaksanaan Tugas Akhir ini, kami menggunakan software PLAXIS 3D Tunnel 1.2 dan Group 5.0 sebagai alat bantu perhitungan. Kedua hasil perhitungan software ini akan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Uraian Singkat Jembatan Kereta Api Lintas Semarang-Bojonegoro Pembangunan Jembatan Kereta Api Lintas Semarang-Bojonegoro, merupakan proyek pembangunan Track dan Jalur

Lebih terperinci

2.5.1 Pengujian Lapangan Pengujian Laboratorium... 24

2.5.1 Pengujian Lapangan Pengujian Laboratorium... 24 DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISTILAH... DAFTAR NOTASI... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pondasi adalah bagian terbawah dari suatu struktur yang berfungsi menyalurkan beban dari struktur diatasnya ke lapisan tanah pendukung. Pondasi sendiri jenisnya ada

Lebih terperinci

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi DAFTAR SIMBOL a tinggi balok tegangan persegi ekuivalen pada diagram tegangan suatu penampang beton bertulang A b luas penampang bruto A c luas penampang beton yang menahan penyaluran geser A cp luasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir Berdasarkan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor : 272/HK.105/DJRD/96 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir menyebutkan parkir adalah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR KONSULTASI MAGANG... iv. PERNYATAAN... v. PERSEMBAHAN... vi. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR KONSULTASI MAGANG... iv. PERNYATAAN... v. PERSEMBAHAN... vi. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR KONSULTASI MAGANG... iv PERNYATAAN... v PERSEMBAHAN... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. II. KONSEP DESAIN A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. Beban yang bekerja pada struktur bangunan dapat bersifat permanen (tetap)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proyek pembangunan gedung Laboratorium Akademi Teknik Keselamatan

BAB I PENDAHULUAN. Proyek pembangunan gedung Laboratorium Akademi Teknik Keselamatan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Proyek pembangunan gedung Laboratorium Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan Medan terdiri dari 3 lantai. Dalam pembangunan gedung laboratorium tersebut diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi berdasarkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( )

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN SECANT PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH BASEMENT DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS v8.2 (Proyek Apartemen, Jl. Intan Ujung - Jakarta Selatan) Diajukan sebagai syarat untuk meraih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT RENDAH DENGAN SOFTWARE ETABS V.9.6.0

ANALISIS STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT RENDAH DENGAN SOFTWARE ETABS V.9.6.0 ANALISIS STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT RENDAH DENGAN SOFTWARE ETABS V.9.6.0 Muhammad Haykal, S.T. Akan Ahli Struktur Halaman 1 Table Of Contents 1.1 DATA STRUKTUR. 3 1.2 METODE ANALISIS.. 3 1.3 PERATURAN

Lebih terperinci

PENGANTAR PONDASI DALAM

PENGANTAR PONDASI DALAM PENGANTAR PONDASI Disusun oleh : DALAM 1. Robi Arianta Sembiring (08 0404 066) 2. M. Hafiz (08 0404 081) 3. Ibnu Syifa H. (08 0404 125) 4. Andy Kurniawan (08 0404 159) 5. Fahrurrozie (08 0404 161) Pengantar

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN Diajukan oleh : ABDUL MUIS 09.11.1001.7311.046 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

METODE PENYELIDIKAN DAN PENGUJIAN TANAH

METODE PENYELIDIKAN DAN PENGUJIAN TANAH METODE PENYELIDIKAN DAN PENGUJIAN TANAH PENYELIDIKAN TANAH LAPANGAN PENGUJIAN LABORATORIUM KORELASI EMPIRIS DATA SONDIR DAN N-SPT ANTAR PARAMETER TANAH PENYELIDIKAN TANAH LAPANGAN TUJUAN Mengetahui keadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir dan Pedestrian Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) yang menyatakan bahwa parkir adalah suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penulisan penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dimana cara

BAB III METODE PENELITIAN. Penulisan penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dimana cara BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penulisan penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dimana cara (metode) pengumpulan data, analisis data, dan interprestasi hasil analisis untuk mendapatkan

Lebih terperinci

Jl. Banyumas Wonosobo

Jl. Banyumas Wonosobo Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-Gorong Jl. Banyumas Wonosobo Oleh : Nasyiin Faqih, ST. MT. Engineering CIVIL Design Juli 2016 Juli 2016 Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-gorong

Lebih terperinci

PEMILIHAN JENIS DAN SPESIFIKASI PONDASI (STUDI KASUS: FLYOVER PETERONGAN, JOMBANG, JAWA TIMUR) Abstrak

PEMILIHAN JENIS DAN SPESIFIKASI PONDASI (STUDI KASUS: FLYOVER PETERONGAN, JOMBANG, JAWA TIMUR) Abstrak PEMILIHAN JENIS DAN SPESIFIKASI PONDASI (STUDI KASUS: FLYOVER PETERONGAN, JOMBANG, JAWA TIMUR) Hendriawan Kurniadi, Tommy Ilyas Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Univeritas Indonesia Abstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan taraf pembangunan,

I. PENDAHULUAN. Sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan taraf pembangunan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan taraf pembangunan, sebagai mana diketahui pada dewasa ini di negara-negara yang sedang berkembang. Bandar

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL 3.1 PENDAHULUAN Proyek jembatan Ir. Soekarno berada di sebelah utara kota Manado. Keterangan mengenai project plan jembatan Soekarno ini dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAB IV ALTERNATIF DESAIN DAN ANALISIS PERKUATAN FONDASI

BAB IV ALTERNATIF DESAIN DAN ANALISIS PERKUATAN FONDASI BAB IV ALTERNATIF DESAIN DAN ANALISIS PERKUATAN FONDASI 4.1 ALTERNATIF PERKUATAN FONDASI CAISSON Dari hasil bab sebelumnya, didapatkan kondisi tiang-tiang sekunder dari secant pile yang membentuk fondasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN III.. Gambaran umum Metodologi perencanaan desain struktur atas pada proyek gedung perkantoran yang kami lakukan adalah dengan mempelajari data-data yang ada seperti gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan tipe pondasi ini didasarkan atas :

BAB I PENDAHULUAN. beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan tipe pondasi ini didasarkan atas : BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam merencanakan pondasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan tipe pondasi ini didasarkan atas : 1. Fungsi bangunan atas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik masing-masing kendaraan dengan disain dan lokasi parkir. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik masing-masing kendaraan dengan disain dan lokasi parkir. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum Setiap perjalanan yang menggunakan kendaraan diawali dan diakhiri di tempat parkir. Kebutuhan tempat parkir untuk kendaraan, baik kendaraan pribadi, angkutan

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : GO, DERMAWAN

Lebih terperinci

Modifikasi Perencanaan Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Dengan Metode Pracetak

Modifikasi Perencanaan Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Dengan Metode Pracetak JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-19 Modifikasi Perencanaan Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Dengan Metode Pracetak Trie Sony Kusumowibowo dan

Lebih terperinci

Evaluasi Data Uji Lapangan dan Laboratorium Terhadap Daya Dukung Fondasi Tiang Bor

Evaluasi Data Uji Lapangan dan Laboratorium Terhadap Daya Dukung Fondasi Tiang Bor Evaluasi Data Uji Lapangan dan Laboratorium Terhadap Daya Dukung Fondasi Tiang Bor U. JUSI 1*, H. MAIZIR 2, dan J. H. GULTOM 1,2, Program Studi Teknik Sipil, Sekolah Tinggi Teknologi Pekanbaru, Jalan Arengka

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 3.1. Pemodelan Struktur Pada tugas akhir ini, struktur dimodelkan tiga dimensi sebagai portal terbuka dengan penahan gaya lateral (gempa) menggunakan 2 tipe sistem

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STRUKTUR BOX CULVERT

PERHITUNGAN STRUKTUR BOX CULVERT A. DATA BOX CULVERT h1 ta c ts d H h2 h3 L DIMENSI BOX CULVERT 1. Lebar Box L = 5,00 M 2. Tinggi Box H = 3,00 M 3. Tebal Plat Lantai h1 = 0,40 M 4. Tebal Plat Dinding h2 = 0,35 M 5. Tebal Plat Pondasi

Lebih terperinci