BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1

2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kependudukan dan pembangunan adalah dua hal yang tak terpisahkan. Penduduk merupakan penggerak roda pembangunan, dan pembangunan itu sendiri pada akhirnya mempengaruhi penduduk. Dengan kata lain, penduduk adalah subjek sekaligus objek pembangunan. Perencanaan pembangunan yang baik dan komprehensif haruslah memperhatikan penduduk dan dinamikanya. Jumlah penduduk Kota Pontianak yang sangat besar, terbanyak di Provinsi Kalimantan Barat, menimbulkan permasalahan-permasalahan yang perlu segera diatasi agar program pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pontianak dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat di kota ini. Banyaknya jumlah penduduk Kota Pontianak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kelahiran (fertilitas) dan kematian (mortalitas). Sebagai ibukota provinsi, faktor migrasi turut menyumbang besarnya jumlah penduduk di Kota Pontianak. Banyak pendatang dari kabupaten/kota lain di Provinsi Kalimantan Barat yang tinggal di Kota Pontianak. Bahkan tidak sedikit pendatang yang bermigrasi ke kota ini berasal dari provinsi lain. Umumnya mereka datang dan tinggal di Kota Pontianak karena alasan pendidikan dan pekerjaan. Namun seringkali mereka datang tanpa berbekal kemampuan yang memadai sehingga banyak yang tidak terserap ke pasar kerja. Akibatnya tidak sedikit yang menjadi pengangguran dan tidak memiliki penghasilan sehingga menambah angka kemiskinan di Kota Pontianak. Data SIAK yang dimiliki oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pontianak menyebutkan bahwa pada tahun 2013, Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK) di Kota Pontianak sebesar 54,72%. Artinya ada banyak tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja sehingga tidak terlibat dalam kegiatan produktif, sebanyak 45,28%. Data itu juga menyebutkan bahwa sebanyak jiwa, dari orang angkatan kerja (16,38%), di Kota Pontianak menganggur. Data terakhir yang dirilis oleh BPS, Kalimantan Barat dalam Angka 2015, menyebutkan bahwa kepadatan penduduk di kota ini sebanyak jiwa/km 2. 1

3 Pemerintah Kota Pontianak perlu mengantisipasi permasalahan yang mungkin timbul dari penduduk yang terlalu padat. Penduduk yang terlalu padat, ditambah dengan cukup tingginya angka pengangguran, dapat meningkatkan angka kriminalitas. Pertumbuhan ekonomi di Kota Pontianak adalah yang terbaik dibandingkan ketigabelas kabupaten/kota lainnya di Provinsi Kalimantan Barat. Secara kasat mata, pertumbuhan ekonomi yang baik ini ditandai oleh banyaknya kendaraan pribadi di Kota Pontianak. Salah satu artikel yang pernah dibuat oleh Pranowo Adi (2012) menyebutkan bahwa pada tahun 2010 terdapat unit sepeda motor baru. Angka ini meningkat menjadi unit sepeda motor baru pada tahun Data Dinas Pendapatan Daerah Kalimantan Barat juga menunjukkan bahwa pada semester pertama tahun 2012 telah tercatat sebanyak unit sepeda motor baru di Kota Pontianak. Belum lagi pertambahan jumlah kendaraan roda empat. Dengan demikian, meskipun Pemerintah Kota Pontianak terus memperbaiki dan memperlebar jalanjalan di Kota Pontianak, jalanan di kota ini tidak akan dapat menampung jumlah kendaraan yang semakin banyak akibat semakin banyaknya jumlah penduduk. Tidak tertutup kemungkinan bahwa dalam sepuluh tahun ke depan, Kota Pontianak akan sama macetnya seperti Kota Jakarta. Pembangunan jalan-jalan di Kota Pontianak juga perlu direncanakan dengan memperhatikan nasib parit, selokan dan saluran air. Mengapa? Kota Pontianak dialiri oleh sungai terpanjang di Indonesia, yaitu Sungai Kapuas, sehingga pada awal berdirinya terdapat banyak parit besar. Pergerakan penduduk Kota Pontianak dulunya sebagian besar menggunakan transportasi air. Pembangunan jalan secara langsung telah menutup sebagian parit yang ada di kota ini. Akibatnya pada saat hujan atau air pasang, terjadi banjir yang menggenangi jalanan dan rumah-rumah penduduk. Dengan demikian, perlu dibuat perencanaan pembangunan jalan yang mengakomodasi kebutuhan penyaluran air, dengan misalnya membuat goronggorong atau saluran pembuangan air di bawah jalan seperti yang ada di kota-kota besar di luar negeri. Berbagai alasan inilah yang melatarbelakangi perlunya dibuat suatu perencanaan program pembangunan yang sensitif terhadap penduduk, dinamika dan indikator-indikator kependudukan. Merencanakan pembangunan sebuah kota yang ideal tentunya tidak mudah, sebab dalam sebuah perencanaan tidak hanya 2

4 memikirkan satu aspek saja, tetapi mempertimbangkan berbagai aspek. Dengan begitu banyaknya aspek yang saling terkait, maka perlu disusun perencanaan pembangunan kota yang mempertimbangkan berbagai aspek yang senantiasa muncul dan berkembang dinamis dalam kehidupan masyarakat yang bermuara pada persoalan kependudukan. Aspek yang perlu dipertimbangkan adalah: 1) kuantitas penduduk, 2) kualitas penduduk, 3) pembangunan keluarga, 4) mobilitas penduduk, 5) kebutuhan sarana dan prasarana penduduk serta databasis kependudukan Melihat permasalahan-permasalahan kependudukan yang ada di Kota Pontianak, aspek pengendalian kuantitas penduduk perlu diprioritaskan. Rancangan pengendalian kuantitas penduduk Kota Pontianak perlu segera disusun agar dapat dijadikan acuan oleh lintas sektor yang ada di Kota Pontianak dalam menyusun perencanaan program dan kegiatan pembangunan di wilayah ini. Rancangan ini disusun untuk periode guna memudahkan para pemangku kebijakan dan pengambil keputusan dalam menentukan langkah-langkah strategis yang akan diambil Dasar Hukum Berbagai landasan hukum yang mendasari penyusunan Rancangan Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Pontianak Tahun antara lain sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945, terutama pasal 26 ayat (3); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) ; 6. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga; 8. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional; 3

5 9. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pembangunan yang Berkeadilan; 10. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ; 11. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 5 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Barat ; 12. Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 10 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Pontianak Tahun ; 13. Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 6 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Pontianak Kondisi Saat Ini Kota Pontianak memiliki karakteristik khas dibandingkan ketiga belas kabupaten/kota lainnya di Provinsi Kalimantan Barat. Kekhasan kota ini ditimbulkan oleh statusnya sebagai ibukota provinsi sehingga hanya terdiri dari daerah perkotaan. Sebagaimana lazimnya daerah perkotaan, tingkat kepadatan penduduk di Kota Pontianak sangat tinggi. Kepadatan penduduk Kota Pontianak terus beranjak naik dari tahun ke tahun. Hasil Sensus Penduduk (SP) 1990 menyebutkan bahwa kepadatan penduduk Kota Pontianak sebesar jiwa/km 2. SP 2000 menunjukkan adanya kenaikan kepadatan penduduk di kota ini menjadi sebesar jiwa/km 2. Dan dalam waktu empat tahun terakhir, kepadatan penduduk Kota Pontianak naik 402 jiwa/km 2 dari 5146 jiwa/km 2 pada tahun 2010, menjadi jiwa/km 2 di tahun 2014 (Kalimantan Barat dalam Angka 2015). Padatnya penduduk Kota Pontianak jauh melebihi kepadatan Provinsi Kalimantan Barat yang hanya 32 jiwa/km2 pada tahun 2014, sementara pada tahun yang sama terdapat jiwa/km2 di kota ini (BPS Kalimantan Barat, 2015). 4

6 Jiwa/Km2 Gambar 1.1. Kepadatan Penduduk Kota Pontianak Tahun ,000 4,381 4,889 5,146 5,249 5,341 5,438 5,548 5,000 4,000 3,679 3,000 2,000 1, Tahun Sumber: Dibuat berdasar data BPS Kota Pontianak 2014 dan BPS Provinsi Kalbar 2015 Kekhasan kedua adalah komposisi penduduk Kota Pontianak didominasi oleh penduduk usia produktif (15-64 tahun). Hal ini terjadi karena banyaknya pendatang dari kabupaten/kota lain, bahkan dari provinsi lain, ke Kota Pontianak dengan alasan melanjutkan sekolah ataupun bekerja. Perpindahan karena alasan sekolah dan bekerja ini sekaligus merupakan penyebab tingginya kepadatan penduduk di Kota Pontianak. Gambar 1.2. Piramida Penduduk Kota Pontianak Tahun ,000-30,000-20,000-10, ,000 20,000 30,000 40,000 Laki-laki Perempuan Sumber: Dibuat berdasar data BPS Kota Pontianak,

7 Gambar 1.2. diatas menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia tahun jauh lebih banyak dibanding jumlah penduduk pada kelompok umur dibawah maupun diatas tahun. Piramida penduduk tersebut juga menggambarkan terjadinya peningkatan jumlah kelahiran pada rentang waktu 5 sampai 9 tahun yang lalu, sehingga jumlah penduduk usia 5-9 tahun melebihi jumlah penduduk usia tahun. Artinya pada rentang tahun terjadi peningkatan jumlah kelahiran. Kemudian jumlah kelahiran menurun, ditandai dengan lebih sedikitnya jumlah penduduk usia 0-4 tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk merencanakan dan membatasi jumlah anak sudah mulai meningkat, sehingga menggunakan alat atau obat kontrasepsi (alokon). Buku Kota Pontianak dalam Angka 2013 (BPS Kota Pontianak 2013) menunjukkan bahwa jumlah pemakai alat kontrasepsi di Kota Pontianak terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 terdapat 68,66% Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan alokon; meningkat menjadi 68,74% pada tahun 2010, dan pada tahun 2013 terdapat 69,16% PUS di Kota Pontianak yang ber-kb. Kondisi ini juga mengisyaratkan meningkatnya kinerja pemerintah, khususnya BPMPAKB Kota Pontianak, dalam menggalakkan Program Keluarga Berencana (KB) yang bertujuan untuk mengendalikan jumlah penduduk Kota Pontianak dari segi kelahiran (fertilitas). Angka kelahiran total atau Total Fertility Rate (TFR) Kota Pontianak berdasar Sensus Penduduk 2010 adalah yang terendah kedua di Provinsi Kalimantan Barat setelah Kabupaten Melawi, sebesar 2,39 (Ichwanny 2012, hlm 26). Artinya setiap perempuan di Kota Pontianak pada tahun 2010 rata-rata akan melahirkan 2 orang anak selama masa reproduksinya apabila perempuan tersebut mengikuti pola fertilitas pada saat TFR dihitung. Sementara data SIAK Kemendagri (2014, hlm 26) menyatakan bahwa TFR Kota Pontianak pada tahun yang sama adalah 2,30. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari kedua sumber data tersebut. Berkaitan dengan banyaknya kelahiran per kelompok umur ibu (Age Specific Fertility Rate atau ASFR) di Kota Pontianak pada tahun 2010, BPS Provinsi Kalimantan Barat (dalam Ichwanny 2012, hlm 26) mengungkapkan bahwa puncak jumlah kelahiran terjadi pada ibu-ibu dalam kelompok umur tahun. Sedangkan jumlah kelahiran pada kelompok umur tahun terbilang rendah, yakni 17 kelahiran pada setiap 1000 orang perempuan usia tahun di Kota Pontianak. 6

8 Keberhasilan Pemerintah Kota Pontianak dalam mengatur dan mengendalikan kelahiran di kota ini berakibat pada menurunnya jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun). Hal ini secara langsung berimbas pada menurunnya rasio ketergantungan penduduk muda. Yang pada akhirnya mendukung terjadinya jendela peluang, atau yang lazim disebut bonus demografi, di Kota Pontianak. Peluang demografi terjadi pada saat rasio ketergantungan di suatu wilayah sangat rendah, kurang dari 50; dan mencapai puncaknya pada saat rasio ketergantungan sebesar 44. Pada saat itu, setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) hanya mensupport 44 penduduk usia nonproduktif (0-14 tahun dan 65 tahun keatas). Data BPS Kota Pontianak dan data SIAK yang dihasilkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pontianak menunjukkan bahwa prosentase penduduk usia produktif di Kota Pontianak jauh lebih besar dibanding prosentase penduduk usia nonproduktifnya, baik yang usia muda maupun lansia. Data SIAK Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pontianak semester II tahun 2013 memperlihatkan bahwa penduduk usia produktif (15-64 tahun) di Kota Pontianak adalah sebanyak 70,17%; sedangkan penduduk usia nonproduktif sebesar 29,83%, terdiri dari 24,78% penduduk usia 0-14 tahun dan 5,05% penduduk berumur 65 tahun keatas. Sementara data BPS Kota Pontianak menyatakan bahwa prosentase penduduk usia produktif di Kota Pontianak pada tahun 2012 adalah sebesar 68,07%, penduduk muda sebanyak 28,13%, dan penduduk lansia sebanyak 3,81%. Data yang sama (BPS Kota Pontianak, 2012) juga mengindikasikan bahwa rasio ketergantungan penduduk Kota Pontianak pada tahun 2012 sebesar 47. Artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif di Kota Pontianak pada tahun 2012 menanggung 47 penduduk usia nonproduktif, dimana 41 orang berusia 0-14 tahun dan 6 orang lansia (65 tahun keatas). Dengan kata lain, Kota Pontianak saat ini tengah memasuki bonus demografi. Kenyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian Wahyudi dan Luthfi pada tahun 2013 yang memproyeksikan bahwa Kota Pontianak telah mengalami bonus demografi sejak tahun 2010 silam hingga tahun 2035 mendatang. Proyeksi penduduk yang mereka buat didasarkan pada data hasil Sensus Penduduk tahun Kenyataan ini merupakan kekhasan ketiga yang dimiliki Kota Pontianak dibanding ketiga belas kabupaten/kota lainnya. Kota Pontianak merupakan kabupaten/kota di Provinsi Comme Pustaka 7

9 Kalimantan Barat yang paling awal memasuki bonus demografi, sekaligus yang paling lama mengenyam bonus demografi (selama 25 tahun). Hal lain yang wajib menjadi perhatian adalah kenyataan meningkatnya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kota Pontianak dari 0,7% per tahun pada periode , menjadi 1,8% per tahun pada periode (BPS Kota Pontianak 2013). Banyaknya jumlah penduduk usia produktif di kota ini, ditambah dengan meningkatnya LPP sangat memprihatinkan. LPP yang semakin meningkat dapat menyebabkan penduduk Kota Pontianak semakin padat. Apabila hal ini tidak diwaspadai dan diantisipasi, dikhawatirkan lingkungan Kota Pontianak tidak mampu lagi menampung dan mendukung kebutuhan penduduk yang terlalu padat. Saat ini saja sudah banyak lahan yang seharusnya menjadi daerah resapan air, beralih fungsi menjadi daerah pemukiman. Banyak parit dan saluran air yang ditutup untuk dijadikan jalan. Kalaupun dibuat gorong-gorong, kapasitasnya tidak mampu menampung air pada saat terjadi rob atau hujan deras, sehingga tidak jarang terjadi banjir. Akibatnya, tidak sedikit jalanan yang rusak karena terendam banjir. Pada musim kemarau, banyak penduduk yang mengalami kekurangan air bersih di Kota Pontianak. Kebutuhan akan air bersih tentu saja akan semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Pameo bahwa Kota Pontianak tidak memerlukan program pengendalian jumlah penduduk sangat mudah dipatahkan dengan kenyataan ini. Pemerintah Kota Pontianak harus dan wajib mengendalikan kuantitas penduduk atau harus siap menyandang beban berat dikarenakan besarnya jumlah penduduk di Kota Pontianak. Fakta bahwa Kota Pontianak tengah menghadapi bonus demografi membawa tantangan tersendiri bagi Pemerintah Kota Pontianak. Pemerintah Kota Pontianak diwajibkan menyediakan lapangan kerja dan memberikan pendidikan dan pelatihan bagi kelompok usia produktif agar dapat terserap dalam pasar kerja atau mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Banyaknya penduduk usia produktif yang tidak terserap ke dalam pasar kerja atau tidak mampu menciptakan lapangan kerja akan menjadi beban bagi Pemerintah Kota Pontianak. Banyaknya pengangguran secara tidak langsung akan meningkatkan angka kriminalitas di Kota Pontianak. 8

10 Tabel Table 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat dengan Perhitungan Metode Baru, Human Development IndeX (HDI) by Regency/City in West Kalimantan, Kabupaten/Kota IPM (1) (2) (3) (4) (5) (6) SAMBAS BENGKAYANG LANDAK MEMPAWAH SANGGAU KETAPANG SINTANG KAPUAS HULU SEKADAU MELAWI KAYONG UTARA KUBU RAYA PONTIANAK SINGKAWANG Kalimantan Barat Sumber: Kenyataan lain yang perlu mendapat perhatian adalah posisi Kota Pontianak dalam hal Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Meskipun IPM Kota Pontianak adalah yang tertinggi diantara 14 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat (76,63 pada tahun 2014), IPM Kota Pontianak berada di peringkat ke-8 dari 9 kota di Pulau Kalimantan, dan yang terakhir adalah Kota Singkawang. Sedangkan dari 98 kota di Indonesia, IPM Kota Pontianak berada di posisi ke-87 (Bappeda Kota Pontianak 2014, hlm 42). Karena itu, perlu dilakukan pengendalian kuantitas penduduk di Kota Pontianak untuk membantu Pemerintah Kota Pontianak dalam meningkatkan kualitas penduduk Kota Pontianak secara optimal dengan sumber daya yang ada. Pengendalian kuantitas penduduk Kota Pontianak merupakan suatu upaya menata dan mengelola penduduk untuk mengubah penduduk dari beban pembangunan menjadi aset pembangunan yang dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sehingga kesejahteraan masyarakat Kota Pontianak dapat terwujud. 9

11 Selain komponen fertilitas, pengendalian kuantitas penduduk tidak lepas dari komponen mortalitas (kematian) dan migrasi atau mobilitas penduduk (perpindahan dan persebaran penduduk). Ahli demografi menyatakan bahwa pada saat angka kematian bayi tinggi, maka orangtua cenderung untuk memiliki lebih banyak anak. Sedangkan disaat kondisi kesehatan makin membaik dan anak memiliki peluang yang lebih besar untuk hidup, dengan kata lain angka kematian bayi rendah, orangtua mulai membatasi jumlah anak yang dilahirkan. Para demografer juga menyatakan bahwa penduduk pendatang cenderung memiliki anak yang lebih sedikit dibanding penduduk asli. Hasil sensus penduduk 2010 memperlihatkan bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) di Kota Pontianak relatif kecil dibandingkan keempat belas kabupaten/kota lainnya, yakni 22 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup. Dan posisi terendah dalam hal AKB ditempati oleh Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Landak dengan 21 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup (Ichwanny 2012, hlm 30-31). Angka Kematian Bayi (AKB) berbanding terbalik dengan Usia Harapan Hidup (UHH). Semakin rendah AKB, maka UHH semakin tinggi; dan sebaliknya, semakin tinggi AKB, maka UHH semakin rendah. UHH Kota Pontianak berdasar perhitungan BPS Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2010 adalah 71,36 tahun (Ichwanny 2012, hlm 33). Data Sensus Penduduk 2010 juga menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) Kota Pontianak terbilang rendah diantara 14 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat. Terdapat 205 kematian ibu; baik ibu yang sedang hamil, bersalin, maupun dalam masa nifas; per kelahiran hidup di Kota Pontianak pada tahun 2010 (Ichwanny 2012, hlm 32). Data Sensus Penduduk 2010 (BPS 2013) menyebutkan bahwa Kota Pontianak adalah kota dengan migrasi masuk risen tertinggi di Provinsi Kalimantan Barat, disusul Kabupaten Kubu Raya. Sementara untuk migrasi seumur hidup, Kota Pontianak menduduki posisi kedua setelah Kabupaten Kubu Raya. Sebanyak 7,4% penduduk Kota Pontianak adalah migran, yakni penduduk pendatang dalam lima tahun terakhir (migrasi risen). Prosentase penduduk Kota Pontianak yang berstatus 10

12 migran seumur hidup adalah 28% pada tahun Artinya ada 28% penduduk Kota Pontianak yang dilahirkan di daerah lain. Persebaran penduduk di Kota Pontianak sendiri boleh dibilang tidak merata. Hal ini ditunjukkan dengan adanya ketimpangan kepadatan penduduk di tiap kecamatan. Persebaran penduduk yang tidak merata disertai tingginya kepadatan penduduk di Kota Pontianak dapat menjadi kendala dalam proses pembangunan Kota Pontianak Kondisi yang Diinginkan Kondisi kependudukan yang ingin diwujudkan di Kota Pontianak adalah berkurangnya angka kelahiran dan kematian sehingga tercapai penduduk stabil dan antisipasi pertambahan penduduk melalui migrasi masuk. Hal ini dikarenakan kondisi Kota Pontianak sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Barat yang tinggi tingkat kepadatan penduduknya disebabkan oleh tingginya angka migrasi masuk ke kota ini dari kabupaten/kota di Kalimantan Barat maupun dari provinsi lain. TFR Kota Pontianak diharapkan akan terus menurun hingga mencapai 1,99 pada tahun 2020 dan selanjutnya jumlah bayi yang lahir diharapkan sama (seimbang) dengan jumlah kematian sehingga penduduk menjadi stasioner (tetap). Pencapaian TFR menjadi 1,99 pada tahun 2020 ini diperlukan guna mencapai Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS), dengan Net Reproduction Rate (NRR) sebesar 1 per perempuan di Kota Pontianak pada tahun yang sama. Net Reproduction Rate (NRR) sama dengan satu berarti bahwa setiap perempuan di Kota Pontianak akan memiliki satu orang anak perempuan yang dapat bertahan hidup hingga usia yang sama dengan ibunya pada saat melahirkan anak tersebut. Sehingga anak perempuan itu nantinya dapat menggantikan ibunya untuk melahirkan keturunan. TFR Kota Pontianak diharapkan terus menurun sampai sebesar 1,67 pada tahun 2035 dengan NRR dipertahankan pada posisi 1 anak perempuan per wanita. Perlu dicermati agar TFR dan NRR tidak terus menurun hingga di bawah 1,67 dan 1 supaya Kota Pontianak tidak mengalami fenomena yang terjadi di negaranegara maju (Perw. BKKBN Prov. Kalbar 2012, hlm 7). Negara-negara maju pada umumnya mengalami apa yang disebut population ageing (penduduk menua). Penduduk menua adalah suatu kondisi dimana proporsi penduduk lanjut usia (lansia) berkembang pesat sebagai akibat penurunan tingkat fertilitas. Kondisi penduduk 11

13 menua mendatangkan masalah tersendiri bagi suatu negara sebagaimana yang dialami oleh Jepang dan negara-negara di Eropa seperti Italia, Finlandia, Swedia, dan Jerman. Kemudian diharapkan agar banyaknya kelahiran per kelompok umur ibu (Age Specific Fertility Rate atau ASFR) mengalami puncaknya pada kelompok umur yang telah matang, tahun dan tahun. Diharapkan agar remaja perempuan di Kota Pontianak dapat menunda pernikahan dan persalinan pada usia dini, sehingga jumlah kelahiran per 1000 perempuan usia tahun rendah mendekati 0. Hal ini penting mengingat telah banyak kajian yang menunjukkan akibat negatif dari persalinan di usia dini (kurang dari 20 tahun) terhadap ibu yang melahirkan, anak yang dilahirkan, dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah (Ichwanny & Gunawati, 2014; Wicaksono & Mardjan, 2014). Selain itu, angka kematian di Kota Pontianak diharapkan terus menurun dan angka harapan hidup meningkat secara konsisten. Angka Kematian Bayi (AKB) di kota ini diharapkan menurun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2020, kemudian secara berlanjut menurun hingga menjadi 11,2 per 1000 kelahiran hidup pada tahun Seiring dengan menurunnya AKB, Usia Harapan Hidup (UHH) meningkat menjadi 73,2 tahun pada tahun 2020 dan mencapai 75,9 tahun pada tahun Dalam aspek migrasi, migrasi masuk ke Kota Pontianak saat ini sudah sangat tinggi. Dikhawatirkan Kota Pontianak akan memiliki jumlah penduduk yang jauh melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungannya. Oleh karena itu, diharapkan agar Pemerintah Kota Pontianak bekerja sama dengan dan mengadvokasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat agar menciptakan apa yang disebut sebagai gula pembangunan di kabupaten/kota lain di Kalimantan Barat. Hal ini dapat dilaksanakan dengan pembangunan sarana dan prasarana di kabupaten/kota lainnya sehingga dapat mengundang para investor untuk melakukan investasi di kabupaten/kota tersebut, sehingga dapat mengundang banyak semut berdatangan dan melakukan migrasi masuk ke kabupaten/kota bersangkutan (Perw. BKKBN Prov. Kalbar 2012, hlm 8). Hal ini perlu dilakukan agar persebaran penduduk di Provinsi Kalimantan Barat lebih merata dan kepadatan penduduk di Kota Pontianak dapat berkurang. 12

14 1.5. Tujuan Rancangan Pengendalian Kuantitas Penduduk Rancangan Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Pontianak Tahun ini dimaksudkan untuk: a. Memberikan arah kebijakan bagi pelaksanaan pengendalian kuantitas penduduk Pontianak ; b. Menjadi pedoman bagi penyusunan road map pengendalian kuantitas penduduk Pontianak pada periode , , dan ; c. Menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dan lintas sektor terkait dalam perencanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan di Pontianak. 13

15 BAB 2 VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 2.1. Visi Visi dari Rancangan Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Pontianak Tahun adalah terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara jumlah, struktur, dan persebaran penduduk dengan lingkungan hidup baik yang berupa daya dukung alam maupun daya tampung lingkungan, dan dengan kondisi perkembangan sosial dan budaya masyarakat untuk menjadikan Pontianak sebagai Kota Khatulistiwa Terdepan di Kalimantan Tahun Misi Misi dari Rancangan Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Pontianak adalah: a) Membangun komitmen para pemangku kepentingan dan penentu kebijakan (prime stakeholders) tentang penting dan strategisnya upaya pengendalian kuantitas penduduk bagi pembangunan berkelanjutan guna menwujudkan masyarakat yang berkualitas, berakhlak mulia, berbudaya, dan beradab; b) Membentuk atau menyempurnakan peraturan perundang-undangan dan/atau regulasi yang mendukung upaya pengendalian kuantitas penduduk Kebijakan Terdapat tiga arah kebijakan yang dirumuskan dalam Rancangan Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Pontianak , yaitu: a) Bahwa pengendalian kuantitas penduduk dilakukan melalui penetapan perkiraan angka fertilitas, mortalitas, dan migrasi penduduk; b) Bahwa pengendalian kuantitas penduduk dimaksudkan agar kuantitas penduduk sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan; c) Bahwa pengendalian kuantitas penduduk dilakukan tidak hanya pada tingkat kabupaten namun juga pada tingkat kecamatan secara berkelanjutan untuk Comme namun 14

16 meningkatkan kualitas penduduk Kota Pontianak yang terlihat dari peningkatan IPM-nya Tujuan Tujuan utama dari pengendalian kuantitas penduduk dapat dirumuskan sebagai berikut: a) Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan melalui rekayasa kondisi penduduk optimal yang berkaitan dengan jumlah, struktur/komposisi, pertumbuhan, serta persebaran penduduk; b) Mengendalikan pertumbuhan dan persebaran penduduk sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan, baik pada tingkat kota maupun tingkat kecamatan, melalui pengendalian angka kelahiran, penurunan angka kematian dan pengarahan mobilitas Sasaran Umum Pada hakekatnya, pengendalian kuantitas penduduk mempunyai tiga sasaran pokok kuantitatif yang mencakup fertilitas, mortalitas, dan persebaran penduduk. Sasaran fertilitas diarahkan pada pencapaian kondisi penduduk tumbuh seimbang (PTS) pada tahun 2020 yang ditandai dengan TFR sebesar 1,99 anak per wanita dan NRR sebesar 1 per wanita. Kondisi ini perlu secara konsisten diturunkan sehingga diharapkan sejak tahun 2035, TFR mencapai 1,67 anak per wanita usia subur. Apabila kondisi ini terus dipertahankan untuk waktu yang lama, maka diharapkan akan tercapai kondisi penduduk stabil (stationer). Dari sisi mortalitas, angka kematian bayi diharapkan terus menurun sehingga pada periode tahun menjadi sekitar 18 kematian per 1000 kelahiran hidup kemudian terus menurun menjadi sekitar 11,2 per 1000 kelahiran hidup pada kurun waktu Dari aspek persebaran penduduk, diharapkan akan terjadi persebaran yang lebih merata sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan. Persebaran penduduk yang merata diharapkan akan mempercepat penurunan TFR seiring dengan pemerataan pebangunan. Comme 15

17 2.6. Ukuran Keberhasilan Keberhasilan dari Rancangan Pengendalian Kuantitas Penduduk ini akan dilihat dari sejauh mana sasaran-sasaran kependudukan tersebut dapat dicapai pada setiap periode waktu. Misalnya pemakaian kontrasepsi, angka kelahiran total, net reproduction rate, angka kelahiran kasar, laju pertumbuhan penduduk, serta jumlah penduduk. Termasuk juga di dalamnya adalah sasaran-sasaran mortalitas seperti angka kematian bayi dan angka harapan hidup Strategi Pelaksanaan Strategi pelaksanaan Rancangan Pengendalian Kuantitas Penduduk ini berkaitan dengan: (1) Implementasi kebijakan atau program yang berkaitan dengan komponenkomponen pengendalian kuantitas penduduk; dan (2) Pelaksanaan upaya pengendalian fertilitas, penurunan mortalitas, dan pengarahan mobilitas penduduk Alur Pikir Alur pikir pengendalian kuantitas penduduk dirumuskan dalam bagan berikut: Gambar 2.1. Alur Pikir Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Pontianak KONDISI SAAT INI INTERVENSI KONDISI YANG DIINGINKAN FERTILITAS TINGGI KEBIJAKAN FERTILITAS RENDAH MORTALITAS RENDAH STRATEGI MORTALITAS RENDAH VISI & MISI PKP* NET MIGRASI NEGATIF PROGRAM NET MIGRASI NEGATIF *) PKP: Pengendalian Kuantitas Penduduk. Net Migrasi negatif berarti menambah jumlah penduduk (migrasi masuk lebih banyak dari migrasi keluar. 16

18 BAB III POKOK-POKOK PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK KOTA PONTIANAK Pengendalian kuantitas penduduk Kota Pontianak dilakukan melalui pengaturan tiga komponen utama kependudukan: (1) Pengaturan fertilitas; (2) Pengaturan mortalitas; dan (3) Pengarahan mobilitas penduduk di Kota Pontianak. Pengendalian angka kelahiran sangat penting untuk mencapai penduduk tumbuh seimbang dan memanfaatkan windows of opportunity atau yang sering disebut bonus demografi. Pengendalian angka kelahiran ini sekaligus merupakan langkah antisipatif dalam menghadapi penduduk menua (ageing population) yang lazim terjadi pasca bonus demografi Pengaturan Fertilitas di Kota Pontianak Pengaturan fertilitas (kelahiran) dilakukan melalui Program Keluarga Berencana yang mengatur tentang: (1) Usia ideal perkawinan; (2) Usia ideal melahirkan; (3) Jarak ideal melahirkan; dan (4) Jumlah anak ideal yang diinginkan (BKKBN 2011, hlm 13). Kebijakan pengaturan fertilitas melalui Program Keluarga Berencana pada hakekatnya dilaksanakan untuk membantu pasangan suami istri dalam mengambil keputusan dan memenuhi hak-hak reproduksi yang berkaitan dengan: (1) Pengaturan kehamilan yang diinginkan; (2) Penurunan angka kematian bayi dan angka kematian ibu; (3) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan; (4) Peningkatan kesertaan KB pria; dan (5) Promosi pemanfaatan air susu ibu (BKKBN 2011, hlm 13; Kemenkokesra 2012). Pengaturan fertilitas melalui Program Keluarga Berencana juga dilakukan dengan: (1) Peningkatan akses dan kualitas KIE dan pelayanan kontrasepsi di Kota Pontianak; (2) Larangan pemaksaan pelayanan KB karena bertentangan dengan HAM; (3) Pelayanan kontrasepsi dilakukan sesuai dengan norma agama, budaya, etika, dan kesehatan; dan (4) Jaminan bagi ketersediaan kontrasepsi bagi penduduk miskin (BKKBN 2011, hlm 13) Penurunan Mortalitas di Kota Pontianak 17

19 Penurunan angka kematian bertujuan untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan berkualitas pada seluruh dimensinya. Penurunan angka kematian ini diprioritaskan kepada upaya: (1) Penurunan angka kematian ibu hamil; (2) Penurunan angka kematian ibu melahirkan; (3) Penurunan angka kematian pasca melahirkan; dan (4) Penurunan angka kematian bayi dan anak (BKKBN 2011, hlm 13; Kemenkokesra 2012). Upaya penurunan angka kematian diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Pontianak dan masyarakat melalui upaya-upaya proaktif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sesuai peraturan perundang-undangan dan norma agama (BKKBN 2011, hlm 14). Di samping itu, upaya penurunan angka kematian difokuskan pada: (1) Kesamaan hak reproduksi pasangan suami istri (pasutri); (2) Keseimbangan akses dan kualitas KIE dan pelayanan; (3) Pencegahan dan pengurangan resiko kesakitan dan kematian; dan (4) Partisipasi aktif keluarga dan masyarakat (BKKBN 2011, hlm 14) Pengarahan Mobilitas Penduduk Kota Pontianak Pengarahan mobilitas penduduk bertujuan untuk mewujudkan persebaran penduduk optimal yang didasarkan pada keseimbangan jumlah penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan Penyerasian Kebijakan Pengendalian Kuantitas Penduduk Dengan laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi dan kualitas yang rendah akan sangat sulit mencapai sasaran-sasaran pembangunan seperti antara lain yang tertuang di dalam sasaran Millenium Development Goals (MDGs). Oleh karena itu, upaya untuk mengendalikan kuantitas penduduk dan meningkatkan kualitas penduduk adalah menjadi tanggung jawab semua sektor. Pengendalian kuantitas penduduk tidak mungkin dilakukan oleh satu atau beberapa lembaga saja. Namun membutuhkan dukungan dan komitmen yang besar dari semua sektor dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, setiap regulasi, kebijakan, program maupun kegiatan sektor harus selaras dengan upaya pengendalian penduduk. Melalui penyelarasan kebijakan ini diharapkan sasaran-sasaran 18

20 pengendalian kuantitas penduduk seperti tertuang dalam road map akan lebih mudah dicapai (BKKBN 2011, hlm 15) Strategi Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Pontianak Strategi pengendalian kuantitas penduduk di Kota Pontianak adalah dengan cara: 1. Revitalisasi Program KB dengan mengubah orientasinya dari supply ke demand side approach. 2. Memperkuat SDM di Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Anak, dan Keluarga Berencana Kota Pontianak sebagai pelaksana Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Kota Pontianak. 3. Memperkuat kualitas Penyuluh Keluarga Berencana (PKB/PLKB) yang ada. 4. Meningkatkan pembinaan terhadap PPKBD dan sub-ppkbd di setiap kelurahan. 5. Memperkuat komitmen para Camat, Lurah, Ketua RW dan RT terhadap pelaksanaan Program KKBPK di wilayahnya masing-masing. 6. Meningkatkan kemitraan dengan LSM yang fokus pada masalah kependudukan seperti: Koalisi Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan Provinsi Kalimantan Barat (disingkat Koalisi Kependudukan Kalimantan Barat), Koalisi Muda Kependudukan Kalimantan Barat, Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) Cabang Kalimantan Barat, Pusat Penelitian Kependudukan (PPK) Universitas Tanjungpura, dan Forum Mahasiswa Peduli Kependudukan (Formalinduk) Kalimantan Barat. 7. Melibatkan mitra kerja kependudukan dalam Musrenbang Kota Pontianak dalam berbagai tingkatannya guna mendapat masukan bagi pengendalian kuantitas penduduk Kota Pontianak. 8. Membangun kerjasama dengan tokoh agama (TOGA) dan tokoh masyarakat (TOMA) setempat dalam memberikan penyuluhan pentingnya merencanakan dan mengatur kelahiran. 9. Pelaksanaan Program Keluarga Berencana difokuskan pada masyarakat miskin dengan cara memberikan subsidi pelayanan kesehatan reproduksi dan Keluarga Berencana. 19

21 BAB IV ROADMAP PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK KOTA PONTIANAK Roadmap dapat diartikan sebagai peta penentu atau penunjuk arah mengenai tujuan, sasaran, kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang perlu dilakukan. Roadmap merupakan rencana kerja rinci yang mengintegrasikan seluruh rencana dan pelaksanaan program serta kegiatan dalam rentang waktu tertentu. Roadmap ini diharapkan menjadi acuan setiap sektor di Pemerintah Daerah Kota Pontianak dalam menyusun langkah-langkah kegiatan guna mendukung upaya pengendalian kuantitas penduduk. Roadmap pengendalian kuantitas penduduk Kota Pontianak dibuat pada setiap periode lima tahun dari tahun untuk mengetahui sejauh mana sasaransasaran pengendalian kuantitas penduduk telah dapat dicapai, baik yang mencakup fertilitas, mortalitas maupun persebaran penduduk. Dengan demikian tujuan dari roadmap ini dapat berjalan secara sistematis dan terencana sehingga dapat diketahui sasaran-sasaran yang harus dicapai pada setiap periode, serta kebijakan, strategi, dan program yang perlu dilakukan. Tahun dasar yang dipergunakan dalam menyusun roadmap adalah tahun 2010 yang bertepatan dengan dilaksanakannya Sensus Penduduk. Oleh karena itu, data yang digunakan adalah data Badan Pusat Statistik (BPS). Indikator yang digunakan adalah: Total Fertility Rate (TFR) yaitu angka kelahiran total, banyaknya anak yang dilahirkan oleh perempuan di Kota Pontianak selama masa reproduksinya apabila perempuan tersebut mengikuti pola fertilitas pada saat TFR dihitung. Net Reproduction Rate (NRR) adalah banyaknya anak perempuan yang dilahirkan oleh setiap perempuan di Kota Pontianak. NRR sama dengan satu berarti bahwa setiap perempuan di Kota Pontianak akan memiliki satu orang anak perempuan yang dapat bertahan hidup hingga usia yang sama dengan ibunya pada saat melahirkan anak tersebut. Crude Birth Rate (CBR) adalah angka kelahiran kasar. Contraceptive Prevalence Rate (CPR) yaitu persentase Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan alat atau obat kontrasepsi (alokon) untuk mengatur kelahiran. 20

22 Crude Death Rate (CDR) adalah angka kematian kasar. Data penduduk Kota Pontianak tahun 2015 adalah sebagai berikut: a. Penduduk: Jumlah penduduk total = jiwa Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 1,43% per tahun (secara rata-rata) b. Fertilitas: Total Fertility Rate (TFR) = 2,13 anak per wanita usia subur Net Reproduction Rate (NRR) = 1 Crude Birth Rate (CBR) = 19,2 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun Contraceptive Prevalence Rate (CPR) = 69,26% c. Mortalitas: Crude Death Rate (CDR) = 4,9 kematian per 1000 penduduk tengah tahun Angka Kematian Bayi (AKB) = 20,8 kematian per 1000 kelahiran hidup Usia Harapan Hidup (UHH) = 72,2 tahun Pada tahun 2020, sasaran yang hendak dicapai: a. Penduduk: Jumlah penduduk total = jiwa Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 1,16% per tahun (secara rata-rata) b. Fertilitas: Total Fertility Rate (TFR) = 1,99 anak per wanita usia subur Net Reproduction Rate (NRR) = 1 Crude Birth Rate (CBR) = 16,9 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun Contraceptive Prevalence Rate (CPR) = 70% c. Mortalitas: Crude Death Rate (CDR) = 5,2 kematian per 1000 penduduk tengah tahun Angka Kematian Bayi (AKB) = 18 kematian per 1000 kelahiran hidup Usia Harapan Hidup (UHH) = 73,2 tahun Tahun 2025 ingin mencapai sasaran sebagai berikut: a. Penduduk: Jumlah penduduk total = jiwa Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 0,90% per tahun (secara rata-rata) b. Fertilitas: Total Fertility Rate (TFR) = 1,87 anak per wanita usia subur Net Reproduction Rate (NRR) = 1 21

23 Crude Birth Rate (CBR) = 14,7 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun Contraceptive Prevalence Rate (CPR) = 70% c. Mortalitas: Crude Death Rate (CDR) = 5,7 kematian per 1000 penduduk tengah tahun Angka Kematian Bayi (AKB) = 15,6 kematian per 1000 kelahiran hidup Usia Harapan Hidup (UHH) = 74,1 tahun Pada tahun 2030, sasaran yang hendak dicapai untuk berbagai indikator kependudukan adalah: a. Penduduk: Jumlah penduduk total = jiwa Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 0,67% per tahun (secara rata-rata) b. Fertilitas: Total Fertility Rate (TFR) = 1,76 anak per wanita usia subur Net Reproduction Rate (NRR) = 1 Crude Birth Rate (CBR) = 13 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun Contraceptive Prevalence Rate (CPR) = 70% c. Mortalitas: Crude Death Rate (CDR) = 6,3 kematian per 1000 penduduk tengah tahun Angka Kematian Bayi (AKB) = 13,4 kematian per 1000 kelahiran hidup Usia Harapan Hidup (UHH) = 74,9 tahun Sasaran yang ingin diwujudkan pada tahun 2035 adalah: a. Penduduk: Jumlah penduduk total = jiwa Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 0,51% per tahun (secara rata-rata) b. Fertilitas: Total Fertility Rate (TFR) = 1,67 anak per wanita usia subur Net Reproduction Rate (NRR) = 1 Crude Birth Rate (CBR) = 12,1 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun Contraceptive Prevalence Rate (CPR) = 70% c. Mortalitas: Crude Death Rate (CDR) = 7 kematian per 1000 penduduk tengah tahun Angka Kematian Bayi (AKB) = 11,2 kematian per 1000 kelahiran hidup Usia Harapan Hidup (UHH) = 75,9 tahun 22

24 Tabel 4.1. Roadmap Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Pontianak * Indikator Penduduk Jumlah Penduduk 605, , , , ,298 LPP Fertilitas TFR NRR CBR CPR Mortalitas CDR AKB UHH *) Roadmap Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Pontianak ini diolah dari data Sensus Penduduk 2010 Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Barat dan Proyeksi Penduduk Tahun (Bappenas). 23

25 BAB V PENUTUP Kebijakan pembangunan pada hakekatnya dimaksudkan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yaitu kebijakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk saat ini, dan sekaligus juga mempertimbangkan kesejahteraan penduduk di masa mendatang. Penduduk adalah titik sentral pembangunan, karena disamping sebagai subyek (pelaku) pembangunan, penduduk sekaligus adalah obyek (penikmat) hasil pembangunan. Kebijakan pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup penduduk saat ini tidak boleh mengorbankan kesejahteraan penduduk generasi mendatang. Menyadari pentingnya masalah kependudukan ini dalam pembangunan maka pada tahun 2009 telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 52 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Sebagai tindak lanjut dari terbitnya undang-undang ini, pemerintah memandang perlu membuat Grand Design Pembangunan Kependudukan, yang mencakup lima aspek, yaitu: kuantitas, kualitas, mobilitas, data-base, serta keluarga. Dari sisi kuantitas, jumlah penduduk Kota Pontianak terlihat jelas belum dapat dikendalikan. Hasil sensus penduduk tahun 2010 yang lalu menunjukkan jumlah penduduk Kota Pontianak sebanyak jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,8%. Untuk mengatasi masalah tersebut, serta dalam rangka memberikan arah pelaksanaan pengendalian kuantitas penduduk Pontianak sampai dengan dua puluh tahun ke depan, telah disusun Rancangan Pengendalian Kuantitas Penduduk Kota Pontianak Tahun Diharapkan rancangan ini dapat memberikan arah kebijakan bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kependudukan di bidang pengendalian kuantitas. Di samping itu, rancangan ini hendaknya menjadi acuan bagi penyusunan road map pengendalian kuantitas penduduk dan sekaligus menjadi pedoman bagi Pemerintah Kota Pontianak dalam perencanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan. Dengan demikian, apa yang tertuang dalam Rancangan Pengendalian Kuantitas Penduduk ini mempunyai keterkaitan yang erat dan menjadi salah satu acuan untuk bidang kependudukan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang dirumuskan setiap lima tahun sesuai tahapan rencana pembangunan. 24

26 DAFTAR PUSTAKA Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pontianak, 2014, Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 6 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Pontianak Tahun , Bappeda, Pontianak. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Pusat Statistik (BPS), United Nations Population Fund (UNFPA) Indonesia, 2013, Proyeksi Penduduk Indonesia (Indonesia Population Projection) Tahun , Bappenas, BPS, UNFPA Indonesia, Jakarta. BKKBN, 2011, Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk , BKKBN, Jakarta. BPS Kota Pontianak, 2013, Kota Pontianak dalam Angka 2013, BPS Kota Pontianak, Pontianak. BPS Kalimantan Barat 2015, Kalimantan Barat dalam Angka 2015, BPS Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pontianak, 2014, Profil Perkembangan Kependudukan Kota Pontianak Tahun 2013, Disdukcapil Kota Pontianak, Pontianak. Ichwanny, YP 2012, Profil kependudukan Kalimantan Barat tahun 2012, Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak, ISBN Ichwanny, YP, & Gunawati, R, 2014, Studi Deskriptif Melahirkan di Usia Kurang dari 20 Tahun di BKB X dan Y Kecamatan Pontianak Tenggara, hasil penelitian kerjasama Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat dan IPADI Cabang Kalimantan Barat, Pontianak. Ichwanny, YP, Suratman, E, Meiran, P & Luthfi, M 2013, Profil pembangunan kependudukan dan KB Kalimantan Barat tahun 2013, Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak, ISBN Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2014, Implikasi Proyeksi Penduduk terhadap Perencanaan Pembangunan Daerah Tahun Kota Pontianak, Direktorat Penyerasian Kebijakan dan Perencanaan Kependudukan, Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, bekerjasama dengan Pemerintah Kota Pontianak, disampaikan dalam pertemuan November 2014 di Pontianak. Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2014, Manfaat Data Kependudukan untuk Perencanaan Pembangunan dalam Mendukung Pencapaian Bonus Demografi Tahun : Rintisan di Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, Direktorat Penyerasian Kebijakan dan Perencanaan Kependudukan, Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, disampaikan dalam pertemuan November 2014 di Pontianak. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2012, Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun , Kemenkokesra, Jakarta. Nursiyah, S, 2014, Implikasi Proyeksi Penduduk terhadap Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Memanfaatkan Bonus Demografi (Demographic Dividend) Kota Pontianak, Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian 25

27 Dalam Negeri Republik Indonesia, disampaikan dalam pertemuan November 2014 di Pontianak. Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat, 2012, Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Provinsi Kalimantan Barat Tahun , Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak. Tjiptoherijanto, P, 2013, Kependudukan Indonesia dalam Pembangunan Paska 2015, Direktorat Pemaduan Kebijakan Pengendalian Penduduk, Deputi Bidang Pengendalian Penduduk, BKKBN, Jakarta. Wicaksono, A & Mardjan, 2014, Hubungan antara Usia Ibu Saat Melahirkan dan Perkembangan Motorik Anak Berusia dibawah Tiga Tahun di Kota Pontianak, hasil penelitian kerjasama Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat dan IPADI Cabang Kalimantan Barat, Pontianak. 26

28 27

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Melawi merupakan salah satu kabupaten pemekaran dari Kabupaten Sintang sesuai dengan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 135/1213/SJ tanggal 21 Mei 2004 perihal

Lebih terperinci

Ambon, 20 Mei Drs. Djufry Assegaff Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Maluku. iii

Ambon, 20 Mei Drs. Djufry Assegaff Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Maluku. iii KATA PENGANTAR Menyatukan persepsi atau pemahaman tentang penting dan strategisnya Program Kependudukan dan Keluarga Berencana bagi kesejahteraan dan kemajuaan daerah atau bangsa di masa depan merupakan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROFIL DAN DATA KEPENDUDUKAN KABUPATEN/KOTA

PENYUSUNAN PROFIL DAN DATA KEPENDUDUKAN KABUPATEN/KOTA PENYUSUNAN PROFIL DAN DATA KEPENDUDUKAN KABUPATEN/KOTA KOALISI INDONESIA UNTUK KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan yang tepat sasaran dan

Lebih terperinci

HASIL PERTEMUAN PENDALAMAN TEKNIS DALAM PENETAPAN PARAMETER KEPENDUDUKAN PROPINSI BENGKULU TAHUN 2010 SAMPAI DENGAN 2035

HASIL PERTEMUAN PENDALAMAN TEKNIS DALAM PENETAPAN PARAMETER KEPENDUDUKAN PROPINSI BENGKULU TAHUN 2010 SAMPAI DENGAN 2035 HASIL PERTEMUAN PENDALAMAN TEKNIS DALAM PENETAPAN PARAMETER KEPENDUDUKAN PROPINSI BENGKULU TAHUN 2010 SAMPAI DENGAN 2035 I. Pendahuluan Laju pertumbuhan penduduk satu dasawarsa terakhir ini lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dengan angka fertilitas atau total fertility rate (TFR) 2,6. Indonesia masih berada

BAB 1 : PENDAHULUAN. dengan angka fertilitas atau total fertility rate (TFR) 2,6. Indonesia masih berada 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk dunia semakin meningkat. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memprediksikan tahun 2016 jumlah penduduk dunia mencapai 7,3 miliyar, tahun

Lebih terperinci

GRAND DESIGN PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

GRAND DESIGN PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GRAND DESIGN PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010-2035 PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI JAWA TENGAH Bekerjasama dengan PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

Analisis Proyeksi Penduduk Jambi Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia

Analisis Proyeksi Penduduk Jambi Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia Analisis Proyeksi Penduduk Jambi 2010-2035 Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 Perwakilan BKKBN Provinsi Jambi 2015 Analisis Proyeksi Penduduk Jambi 2010-2035 (Berdasarkan Proyeksi Penduduk

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN

PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2010 2035 Dr. Sukamdi Agus Joko Pitoyo, M.A. Eddy Kiswanto, M.Si M. Arif Fahrudin Alfana PENDAHULUAN Proyeksi penduduk merupakan cara penggambaran jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENETAPAN SEMENTARA PROYEKSI PENDUDUK PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2010 SAMPAI DENGAN 2035

PENETAPAN SEMENTARA PROYEKSI PENDUDUK PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2010 SAMPAI DENGAN 2035 PENETAPAN SEMENTARA PROYEKSI PENDUDUK PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 200 SAMPAI DENGAN 2035 I. Pendahuluan Perkembangan kependudukan dilakukan untuk mewujudkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan

Lebih terperinci

MENGGUGAH KEPEDULIAN REMAJA TERHADAP MASALAH KEPENDUDUKAN

MENGGUGAH KEPEDULIAN REMAJA TERHADAP MASALAH KEPENDUDUKAN MENGGUGAH KEPEDULIAN REMAJA TERHADAP MASALAH KEPENDUDUKAN Oleh: Wahyu Roma Ratnasari Ada cita-cita besar yang ingin diraih oleh pemerintah dalam hal pengendalian Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) hingga

Lebih terperinci

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA (Diterjemahkan dari Salim, E dkk 2015, Population Dynamics and Sustainable Development in Indonesia, UNFPA Indonesia, Jakarta) Jumlah

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG GRAND DESIGN PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK KABUPATEN BARITO KUALA TAHUN 2010-2035 BUPATI BARITO

Lebih terperinci

PEDOMAN GRAND DESIGN BIDANG PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK TINGKAT PROVINSI JAMBI TAHUN

PEDOMAN GRAND DESIGN BIDANG PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK TINGKAT PROVINSI JAMBI TAHUN LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG GRAND DESIGN PENGENDALIAN PENDUDUK PROVINSI JAMBI TAHUN 2011-2035 PEDOMAN GRAND DESIGN BIDANG PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK TINGKAT PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati oleh 191 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk dicapai pada tahun 2015 (WHO, 2013).

Lebih terperinci

] GIANI'DESICJY. Trhrff, Pcrodrtil lirhprbr Worojlrl. Trlra 201er$5. I(mlH toeacrarhr Krtnprbr W.r{lrl. kfnr 1

] GIANI'DESICJY. Trhrff, Pcrodrtil lirhprbr Worojlrl. Trlra 201er$5. I(mlH toeacrarhr Krtnprbr W.r{lrl. kfnr 1 ] GIANI'DESICJY PENGEI{DALIAIIT I(IIANIITAS PEITTIiIJDTTK IilBTIPATEN WOITOGIRI Trlra 201er$5 kfnr 1 Pcrodrtil lirhprbr Worojlrl I(mlH toeacrarhr Krtnprbr W.r{lrl Trhrff, - KATA PENGANTAR Berkat rahmat

Lebih terperinci

Potret KB DIY dan Tantangan ke Depan

Potret KB DIY dan Tantangan ke Depan Artikel Potret KB DIY dan Tantangan ke Depan Arkandini & Mardiya Tahun 2010 yang baru saja kita lewati merupakan tahun pertama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 2014. Sama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang serius. Program pembangunan termasuk pembangunan dibidang kesehatan harus didasarkan pada dinamika

Lebih terperinci

ANALISIS DATA KEPENDUDUKAN DAN KB HASIL SUSENAS

ANALISIS DATA KEPENDUDUKAN DAN KB HASIL SUSENAS ANALISIS DATA KEPENDUDUKAN DAN KB HASIL SUSENAS 2015 (Disarikan dari Hartanto, W 2016, Analisis Data Kependudukan dan KB Hasil Susenas 2015, disajikan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) BKKBN,

Lebih terperinci

ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU

ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU I. Pendahuluan Propinsi Bengkulu telah berhasil melaksanakan Program Keluarga Berencana ditandai dengan penurunan fertilitas dari 3% hasil

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BERWAWASAN KEPENDUDUKAN BAGI STAKEHOLDERS DAN MITRA KERJA DI PROVINSI BANTEN. Oleh. Riny Handayani

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BERWAWASAN KEPENDUDUKAN BAGI STAKEHOLDERS DAN MITRA KERJA DI PROVINSI BANTEN. Oleh. Riny Handayani KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BERWAWASAN KEPENDUDUKAN BAGI STAKEHOLDERS DAN MITRA KERJA DI PROVINSI BANTEN Oleh Riny Handayani gmriny@yahoo.co.id Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian terhadap penduduk terutama jumlah, struktur dan pertumbuhan dari waktu ke waktu selalu berubah. Pada zaman Yunani dan Romawi kuno aspek jumlah penduduk sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Indonesia tersebut, pada hakekatnya digolongkan menjadi dua yaitu laju

I. PENDAHULUAN. di Indonesia tersebut, pada hakekatnya digolongkan menjadi dua yaitu laju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat menjadi masalah yang membutuhkan perhatian serius dalam proses pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar yaitu dengan jumlah penduduk sebanyak 237.641.326 juta jiwa penduduk (BPS, 2010). Di tingkat

Lebih terperinci

POINTERS KEYNOTE SPEECH MENTERI KESEHATAN RI PADA RAPAT KERJA NASIONAL PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DAN KB TAHUN 2013 Jakarta, 30 Januari 2013

POINTERS KEYNOTE SPEECH MENTERI KESEHATAN RI PADA RAPAT KERJA NASIONAL PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DAN KB TAHUN 2013 Jakarta, 30 Januari 2013 POINTERS KEYNOTE SPEECH MENTERI KESEHATAN RI PADA RAPAT KERJA NASIONAL PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DAN KB TAHUN 2013 Jakarta, 30 Januari 2013 1. MASALAH KEPENDUDUKAN DI INDONESIA 3 aspek yaitu aspek kuantitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kependudukan telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia sejak ditandatanganinya deklarasi mengenai kependudukan oleh para pemimpin dunia termasuk presiden

Lebih terperinci

ASPEK KEPENDUDUKAN III. Tujuan Pembelajaran

ASPEK KEPENDUDUKAN III. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Geografi K e l a s XI ASPEK KEPENDUDUKAN III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami perhitungan angka kelahiran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia yang maju, mandiri, sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman dan takwa kepada Tuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu masalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi Indonesia di bidang kependudukan. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK DALAM PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAB/KOTA SE JAWA TENGAH

PEMANFAATAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK DALAM PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAB/KOTA SE JAWA TENGAH PEMANFAATAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK DALAM PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAB/KOTA SE JAWA TENGAH DISAMPAIKAN PADA KEGIATAN ADVOKASI PENYUSUNAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk

I. PENDAHULUAN. seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kependudukan, atau dalam hal ini adalah penduduk, merupakan pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk adalah subyek dan obyek

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1. Telaahan terhadap kebijakan Nasional Sesuai dengan arah kebijakan Pemerintah (Kabinet Kerja) 2015-2019, seluruh Kementerian/Lembaga diarahkan untuk turut

Lebih terperinci

TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU

TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU irdsall, Kelley dan Sinding eds (2001), tokoh aliran Revisionis dalam masalah demografi membawa pemikiran adanya hubungan antara perkembangan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2008, jumlah penduduk di Indonesia mencapai 229 juta jiwa. Dimana terjadi peningkatan jumlah penduduk pada tahun 2009 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari tiga perempat penduduk dunia bertempat tinggal di negara-negara sedang

I. PENDAHULUAN. dari tiga perempat penduduk dunia bertempat tinggal di negara-negara sedang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk di dunia saat ini sudah mencapai tujuh miliar dan diperkirakan akan melonjak menjadi sembilan miliar pada tahun 2035. Lebih dari tiga perempat penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya laju pertumbuhan penduduk yang terjadi merupakan suatu permasalahan yang dihadapi Indonesia, maka diperlukan perhatian serta penanganan yang sungguh sungguh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah penduduk mencapai 7.608.405 jiwa, sedangkan hasil sensus penduduk tahun 2000 mencatat jumlah

Lebih terperinci

II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu orientasi pembangunan berubah dan berkembang pada setiap urutan waktu yang berbeda. Setelah Perang Dunia Kedua (PDII), pembangunan ditujukan untuk mengejar pertumbuhan

Lebih terperinci

(S.5) SIMULASI PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA DENGAN ASUMSI TFR NAIK DAN TURUN Yayat Karyana

(S.5) SIMULASI PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA DENGAN ASUMSI TFR NAIK DAN TURUN Yayat Karyana (S.5) SIMULASI PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA DENGAN ASUMSI TFR NAIK DAN TURUN Yayat Karyana Jurusan Statistika FMIPA UNISBA E-mail : yayatkaryana@gmail.com ABSTRAK Berdasarkan hasil Sensus Penduduk dari

Lebih terperinci

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia ==================================================================================== BAB I Pendahuluan Secara harfiah kata Demografi

Lebih terperinci

MEMAHAMI ARAH PROGRAM KKBPK TAHUN

MEMAHAMI ARAH PROGRAM KKBPK TAHUN MEMAHAMI ARAH PROGRAM KKBPK TAHUN 2015-2019 Oleh: Drs. Mardiya Di era otonomi daerah, program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di tingkat Kabupaten/Kota memang menjadi kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relative tinggi. Esensi tugas program

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KEPALA BKKBD KAB.MINAHASA TENGGARA. Dr.SAUL E ARIKALANG,M.Kes. PEMBINA UTAMA MUDA NIP

KATA PENGANTAR KEPALA BKKBD KAB.MINAHASA TENGGARA. Dr.SAUL E ARIKALANG,M.Kes. PEMBINA UTAMA MUDA NIP KATA PENGANTAR Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas Kasih dan Penyertaannya, sehingga Rencana Kerja ( RENJA ) dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

TIGA PULUH DUA TAHUN PERJALANAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL DI PROPINSI BENGKULU (1972 SAMPAI DENGAN 2010)

TIGA PULUH DUA TAHUN PERJALANAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL DI PROPINSI BENGKULU (1972 SAMPAI DENGAN 2010) TIGA PULUH DUA TAHUN PERJALANAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL DI PROPINSI BENGKULU (1972 SAMPAI DENGAN 2010) BAB I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun, maka keadaan yang demikian itu menuntut Pengembangan Sistem Administrasi Kependudukan. Undang Undang

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, September Kepala BKKBN, Prof. dr. H. Fasli Jalal, PhD, SpGK. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA ii ii

SAMBUTAN. Jakarta, September Kepala BKKBN, Prof. dr. H. Fasli Jalal, PhD, SpGK. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA ii ii SAMBUTAN Sesuai amanat Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangaan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, BKKBN mengalami pengayaan muatan program, selain menangani program Keluarga Berencana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan merupakan basis utama dan fokus dari segala persoalan pembangunan. Hampir semua kegiatan pembangunan baik yang bersifat sektoral maupun lintas sektor terarah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan

Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan Author: Junaidi Junaidi Abstract Visi Indonesia 2030 yang ingin menempatkan Indonesia pada posisi ekonomi nomor lima terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fertilitas (kelahiran) sama dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda kehidupan misalnya bernafas,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara berkembang yang memiliki banyak permasalahan penduduk, salah satunya adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas Latar belakang Kabupaten Gunung Mas merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan. Dari hasil penelitian diketahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

Rencana Kerja (Renja) Perubahan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2017

Rencana Kerja (Renja) Perubahan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2017 2.3 Isu-isu Penting Penyelenggaraan Tugas dan fungsi SKPD Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan urusan Pengendalian Kependudukan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

AKSELERASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK SEMESTER II TAHUN 2016

AKSELERASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK SEMESTER II TAHUN 2016 AKSELERASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK SEMESTER II TAHUN 2016 oleh: DR. Wendy Hartanto, MA (Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN) Disampaikan pada Kegiatan Review/Telaah

Lebih terperinci

Studi Kependudukan - 1. Demografi formal. Konsep Dasar. Studi Kependudukan - 2. Pertumbuhan Penduduk. Demographic Balancing Equation

Studi Kependudukan - 1. Demografi formal. Konsep Dasar. Studi Kependudukan - 2. Pertumbuhan Penduduk. Demographic Balancing Equation Demografi formal Pengumpulan dan analisis statistik atas data demografi Dilakukan ahli matematika dan statistika Contoh : jika jumlah perempuan usia subur (15-49) berubah, apa pengaruhnya pada tingkat

Lebih terperinci

Advokasi Penyusunan Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Kabupaten/ Kota se- Bakorwil III Provinsi Jawa Tengah

Advokasi Penyusunan Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Kabupaten/ Kota se- Bakorwil III Provinsi Jawa Tengah SAMBUTAN KEPALA BIRO BINA SOSIAL SETDA PROVINSI JAWA TENGAH SEKALIGUS MEMBUKA SECARA RESMI ACARA Advokasi Penyusunan Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Kabupaten/ Kota se- Bakorwil III Provinsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian dan kesakitan pada ibu hamil dan bersalin serta bayi baru lahir sejak lama telah menjadi masalah, khususnya di negara berkembang (Saifuddin, 2005). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka wewenang pemerintahan dari Pemerintah Pusat diserahkan kepada daerah otonom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya sangat padat. Hal ini terlihat dari angka kelahiran yang terjadi di setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sampai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sampai dengan

Lebih terperinci

hampir semua negara berkembang di dunia. Perubahan penduduk dipengaruhi oleh

hampir semua negara berkembang di dunia. Perubahan penduduk dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kependudukan merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi hampir semua negara berkembang di dunia. Perubahan penduduk dipengaruhi oleh tiga komponen demografi

Lebih terperinci

Oleh; Drs. Ipin.Z.A Husni, MPA Kepala Biro Perencanaan BKKBN

Oleh; Drs. Ipin.Z.A Husni, MPA Kepala Biro Perencanaan BKKBN Oleh; Drs. Ipin.Z.A Husni, MPA Kepala Biro Perencanaan BKKBN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL Jakarta, 2 Mei 2016 KEBIJAKAN DAK T.A 2017 Mendukung implementasi Nawacita: Ketiga: membangun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun

Lebih terperinci

menikah di usia muda di Indonesia dengan usia tahun pada tahun 2010 lebih dari wanita muda berusia tahun di Indonesia sudah

menikah di usia muda di Indonesia dengan usia tahun pada tahun 2010 lebih dari wanita muda berusia tahun di Indonesia sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini bangsa Indonesia masih menghadapi berbagai masalah dalam melaksanakan pembangunan. Salah satu masalah yang dihadapi adalah masalah kependudukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera. Peran program

Lebih terperinci

Disampaikan Oleh : KEPALA BIDANG PERENCANAAN SOSIAL BUDAYA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. KALIMANTAN BARAT

Disampaikan Oleh : KEPALA BIDANG PERENCANAAN SOSIAL BUDAYA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. KALIMANTAN BARAT Disampaikan Oleh : KEPALA BIDANG PERENCANAAN SOSIAL BUDAYA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. KALIMANTAN BARAT PADA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (MUSRENBANG

Lebih terperinci

1. Tren Nasional: Peningkatan Jumlah Penduduk Disertai LPP yang Menurun

1. Tren Nasional: Peningkatan Jumlah Penduduk Disertai LPP yang Menurun PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK INDONESIA DISERTAI PENURUNAN LPP (Diterjemahkan dari Salim, E dkk 2015, Population Dynamics and Sustainable Development in Indonesia, UNFPA Indonesia, Jakarta) Indonesia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Padahal sumber data penduduk yang tersedia hanya secara periodik, yaitu Sensus Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Padahal sumber data penduduk yang tersedia hanya secara periodik, yaitu Sensus Penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Para pemakai data kependudukan, khususnya para perencana, pengambil kebijaksanaan, dan peneliti sangat membutuhkan data penduduk yang berkesinambungan dari tahun ke

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI; KB PASCA PERSALINAN, CARA EFEKTIF UNTUK PENURUNAN TFR. Oleh; Dr. Sumarjati Arjoso, SKM. Majlis Pertimbangan Organisasi PP IAKMI

KESEHATAN REPRODUKSI; KB PASCA PERSALINAN, CARA EFEKTIF UNTUK PENURUNAN TFR. Oleh; Dr. Sumarjati Arjoso, SKM. Majlis Pertimbangan Organisasi PP IAKMI www.iakmi.or.id KESEHATAN REPRODUKSI; KB PASCA PERSALINAN, CARA EFEKTIF UNTUK PENURUNAN TFR Oleh; Dr. Sumarjati Arjoso, SKM. Majlis Pertimbangan Organisasi PP IAKMI Amanat Pembukaan UUD 1945 Amanat Pendiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komitment internasional untuk mewujudkan sasaran pembangunan global telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai MDGs (Millenium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk yang sangat tinggi dan sangat padat. Di dunia, Indonesia berada pada posisi

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk yang sangat tinggi dan sangat padat. Di dunia, Indonesia berada pada posisi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara berkembang merupakan Negara dengan jumlah penduduk yang sangat tinggi dan sangat padat. Di dunia, Indonesia berada pada posisi keempat dengan

Lebih terperinci

HARGANAS, MOMENTUM STRATEGIS MEMBANGUN KELUARGA KECIL BAHAGIA SEJAHTERA

HARGANAS, MOMENTUM STRATEGIS MEMBANGUN KELUARGA KECIL BAHAGIA SEJAHTERA HARGANAS, MOMENTUM STRATEGIS MEMBANGUN KELUARGA KECIL BAHAGIA SEJAHTERA Oleh: Rr. Erny Trisusilaningsih Tidak seperti peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XV Tahun 2008 yang pelaksanaannya dipadukan

Lebih terperinci

MENGGAPAI TARGET MDGs DALAM PROGRAM KB NASIONAL. Oleh : Drs. Andang Muryanta

MENGGAPAI TARGET MDGs DALAM PROGRAM KB NASIONAL. Oleh : Drs. Andang Muryanta MENGGAPAI TARGET MDGs DALAM PROGRAM KB NASIONAL Oleh : Drs. Andang Muryanta PENDAHULUAN Banyak negara diberbagai belahan dunia telah berkomitmen secara serius dalam menggapai target MDGs (Millenium Development

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

Visi Misi Baru, Mengembalikan Kejayaan KB?

Visi Misi Baru, Mengembalikan Kejayaan KB? Artikel Visi Misi Baru, Mengembalikan Kejayaan KB? Mardiya Ada hal penting yang disampaikan Kepala BKKBN Pusat Dr. Sugiri Syarief, MPA pada saat memberi sambutan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Program

Lebih terperinci

LATIHAN ANALISIS KEPENDUDUKAN

LATIHAN ANALISIS KEPENDUDUKAN Http://arali2008.wordpress.com LATIHAN ANALISIS KEPENDUDUKAN OLEH Arsad Rahim Ali Staf Dinas Kesehatan Kab Polewali Mandar Analisa kependudukan dibatasi pada analisa distribusi jenis kelamin dan usia,

Lebih terperinci

MATERI TELAAH PROGRAM KKBPK TAHUN 2016 BIDANG KELUARGA SEJAHTERA DAN PEMBERDAYAAN KELUARGA. Jakarta, 5 September 2016

MATERI TELAAH PROGRAM KKBPK TAHUN 2016 BIDANG KELUARGA SEJAHTERA DAN PEMBERDAYAAN KELUARGA. Jakarta, 5 September 2016 MATERI TELAAH PROGRAM KKBPK TAHUN 2016 BIDANG KELUARGA SEJAHTERA DAN PEMBERDAYAAN KELUARGA A. LATAR BELAKANG Jakarta, 5 September 2016 Penduduk merupakan asset terpenting suatu bangsa, pentingnya penduduk

Lebih terperinci

BAB 7: GEOGRAFI ANTROPOSFER

BAB 7: GEOGRAFI ANTROPOSFER www.bimbinganalumniui.com 1. Pada umumnya bahan-bahan yang dikumpulkan dari sensus bersifat demografis, ekonomis, dan sosial. Bahanbahan yang bersifat demografis (1) Kewarganegaraan (2) Umur (3) Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 30 PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN

BAB 30 PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN BAB 30 PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA KECIL BERKUALITAS SERTA PEMUDA DAN OLAHRAGA Pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas merupakan langkah penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak era reformasi digulirkan, program Keluarga Berencana (KB) dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun 1967 telah terjadi penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 : keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat Setelah era reformasi yang menghasilkan adanya otonomi daerah, maka daerah administrasi di Provinsi Kalimantan Barat yang telah mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara di dunia saat ini adalah pembangunan berkelanjutan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara di dunia saat ini adalah pembangunan berkelanjutan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara di dunia saat ini adalah pembangunan berkelanjutan 1 yang bersifat menyeluruh. Pembangunan yang dilakukan tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha menyejahterakan rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA SEMINAR SEHARI OPTIMALISASI PEMANFAATAN DATA SDKI 2007 DAN HASIL SENSUS 2010 PROVINSI SULAWESI TENGAH SABTU, 26 MARET 2011 ASSALAMU

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.310, 2014 WARGA NEGARA. Kependudukan. Grand Design. Pembangunan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk dunia saat ini 7,2 milyar jiwa (menurut CIA World Factbook Tahun 2015). Indonesia menduduki urutan keempat dengan jumlah penduduk terbanyak setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam. pembangunan. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran

BAB I PENDAHULUAN. Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam. pembangunan. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam pembangunan. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan sekaligus yang menikmati

Lebih terperinci

Tabel Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam Kabupaten Temanggung

Tabel Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam Kabupaten Temanggung Tabel 2.17. Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam No Jenis Bencana Alam Kecamatan 1 Potensi Tanah Longsor Tretep, Wonoboyo, Bejen, Candiroto, Gemawang, Kandangan, Jumo, Bansari, Kledung, Kaloran, Kranggan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup cepat. Berdasarkan penelitian Noya, dkk. (2009), penduduk Indonesia pada tahun 1971 berjumlah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA UNDANG-UNDANG NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan

Lebih terperinci