BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1 Pendahuluan Rangkaian kegiatan dalam suatu proyek, dimulai dari lahirnya suatu gagasan karena adanya suatu kebutuhan (need), yang dapat berasal dari beberapa sumber seperti : rencana pemerintah, permintaan pasar, dari dalam perusahaan yang bersangkutan, kegiatan penelitian dan pengembangan dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan dengan studi kelayakan (feasibility study), membuat penjabaran yang lebih rinci tentang rumusan kebutuhan tersebut dan menuangkan dalam bentuk rancangan (design), melakukan persiapan administrasi untuk pelaksanaan pembangunan dengan memilih calon pelaksana (procurement), melaksanakan pembangunan di lokasi yang telah disediakan (construction), mempersiapkan penggunaan bangunan tersebut (start up), operasi dan pemeliharaan (operation and maintenance), selanjutnya penyelesaian dari seluruh fasilitas untuk siap digunakan (disposal of facility). Rangkaian kegiatan tersebut oleh Hendrickson (2003) dalam the perspective of an owner dapat dijelaskan seperti Gambar II.1 berikut : Market Demands or Perceived Needs Conceptual Planning and Feasibility Studi Design and Engineering Procurement and Construction Startup for Occupancy Operation anda Maintenance Disposal of Facility Definition of Project Objective and Scope Conceptual Plan or Preliminary Design Construction Plans and Specification Completion of Construction Acceptance of Facility Fulfillment of Useful Life Gambar II.1 The Project Life Cycle of a Constructed Facility (Hendrickson, 2003) 12

2 Rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan mencakup pekerjaan-pekerjaan seperti arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan, masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Tahap implementasi atau tahap pelaksanaan (construction) adalah tahap untuk mewujudkan suatu rencana menjadi suatu bentuk fisik. Tahap ini umumnya merupakan tahap yang paling banyak menyita pembiayaan, tenaga dan waktu, serta melibatkan berbagai pihak serta sumberdaya yang cukup besar, dibandingkan tahap lainnya. II.1.1 Aspek-Aspek dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi Keberhasilan pelaksanaan suatu proyek konstruksi secara garis besar dapat ditinjau dari dua aspek yaitu, effective aspect dan efficiency aspect (Paulson, 1984) 1 Effective aspect Effective aspect adalah upaya-upaya koordinasi dan pengendalian yang dilakukan oleh seluruh fungsi manajemen atau berbagai pihak yang terlibat dengan tanggung jawab yang jelas, tegas dan obyektif sehingga dapat mencegah keraguan dalam pelaksanaan pembangunan dan dapat meminimalisasi uncertain events yang kemungkinan dapat terjadi untuk tercapainya keberhasilan pelaksanaan proyek. 2. Efficiency Aspect Efficiency Aspect adalah upaya-upaya yang harus dilakukan agar keberhasilan pelaksanaan proyek yang terjadi, tepat sesuai tujuan yaitu tepat biaya, waktu dan kualitas (triple constraint). Tercapainya ke dua aspek di atas bergantung pada hubungan ke tiga kriteria di atas yaitu kriteria waktu, biaya dan mutu pekerjaan (triple constraint) yang membentuk tata hubungan saling ketergantungan serta berpengaruh sangat kuat dengan kepekaan yang tinggi. Jika salah satu kriteria berubah sedikit saja maka akan langsung berdampak pada kriteria yang lainnya. Dengan demikian 13

3 pelaksanaan proyek konstruksi selalu ditujukan untuk menghasilkan suatu bangunan yang bermutu, diwujudkan dalam rentang waktu yang terbatas dengan pembiayaan sesuai anggaran. Ketiga kriteria di atas akan tercapai, apabila didukung oleh faktor-faktor penunjang yang memadai yaitu : - Perencanaan lingkup proyek dan penyusunan Work Breakdown Structure (WBS) dengan urutan yang logis dan cukup rinci. - Rencana metode pelaksanaan yang efektif dan efisien. - Rancangan organisasi yang akan menangani proyek dan pengisian personil meliputi : hirarkhi, wewenang, tugas, tanggung jawab masing-masing dan mekanisme koordinasi - Proyeksi keperluan sumber daya dan cara pengadaannya meliputi : tenaga kerja, material dan peralatan. - Rencana jadwal kegiatan dan jadwal alokasi sumber daya - Perkiraan biaya atau anggaran - Standar mutu dan lain-lain. II.1.2 Pihak Pihak yang Terlibat dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi Berbagai pihak yang turut berkontribusi dalam pelaksanaan proyek selain berasal dari lingkungan internal proyek yang bertanggung jawab langsung terhadap proses kegiatan proyek, berasal juga dari lingkungan eksternal proyek. Pihak-pihak dari eksternal proyek antara lain, pemerintah sebagai regulator dengan berbagai peraturan dan undang-undang yang berpengaruh bagi kelangsungan proyek, institusi keuangan, masyarakat dan alam lingkungannya. Pihak-pihak yang terlibat di dalam lingkungan internal proyek atau merupakan tim internal proyek adalah: pemilik proyek, konsultan perencana, konsultan pengawas, kontraktor dan subkontraktor, supplier, beserta tenaga kerja. Pihak-pihak yang terlibat tersebut akan berkontribusi secara berbeda-beda sesuai dengan fungsinya. Dalam pelaksanaan proyek, perlu disusun kesepakatan tentang peran dan tanggung jawab di antara semua pihak yang terlibat. Tujuan sasaran dan strategi proyek perlu dinyatakan secara jelas dan terinci dengan menciptakan mekanisme 14

4 yang handal untuk memonitor mengkoordinasi, mengendalikan dan mengawasi setiap pelaksanaan seluruh tugas dan tanggung jawab. Ketidakpastian mengenai hubungan dasar antara pihak-pihak yang terlibat dalam proyek tersebut seperti ambiguitas, konflik dan kendala-kendala sosial serta pengalaman-pengalaman masa lalu yang tidak sepenuhnya dapat ditransfer ke proyek-proyek yang baru perlu diminimisasi. 1. Pemberi Tugas atau Pemilik Proyek Pemberi Tugas atau Pemilik Proyek yang adalah perorangan atau institusi, sebagai pemrakarsa proyek dapat berasal dari kalangan swasta atau pejabat yang mewakili kepentingan pemerintah. Pemberi Tugas dari kalangan swasta, dapat selaku pemakai atau pemilik bangunan atau dapat pula mewakili pihak pengembang (developer). Sedangkan pada proyek proyek pemerintah, Pemberi Tugas bertindak selaku Pemimpin Proyek (Pimpro) yang terikat oleh berbagai peraturan dan tatanan yang mekanismenya diatur sesuai dengan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara melalui Keputusan Presiden. Kedudukan Pemberi Tugas berada di dalam sistem yang berfungsi sebagai fasilitator, motivator dan katalisator dalam penyelenggaraan proyek sehingga dapat menghasilkan keluaran-keluaran yang efektif dan efisien sesuai tujuan fungsional proyek. Pemberi Tugas juga dapat berperan sebagai stabilisator dalam menyelesaikan perselisihan yang dapat saja muncul selama siklus proyek. Di Indonesia pengaturan pelaksanaan proyek berpedoman pada UU Jasa Konstruksi No.18 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 2000 yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Di samping itu Pemberi Tugas mempunyai fungsi untuk menyediakan lahan proyek, dana yang diperlukan proyek dan menetapkan sasaran (fungsi dan kualitas) serta jadwal proyek. 15

5 2. Konsultan Seiring dengan perkembangan dalam pelaksanaan proses konstruksi, Pemberi Tugas memerlukan jasa seseorang atau lembaga yang secara profesional dapat memberikan rekomendasi serta jasa konsultasi. Konsultan pada tahap konseptual adalah Konsultan Perencana yang bertugas memberikan dan menuangkan pemikiran-pemikiran, gagasan untuk memenuhi kebutuhan agar hasil pembangunan benar-benar dapat berfungsi dengan struktur bangunan yang memenuhi syarat (suitable) dan layak untuk melayani aktivitas tertentu. Dalam tahap pelaksanaan, konsultan adalah organisasi yang ditunjuk dan diberi kuasa oleh pemilik proyek sebagai pengawas pekerjaan yang melakukan tugas koordinasi dan memberi bimbingan tentang pelaksanaan konstruksi, melakukan pengawasan teknis pekerjaan selama siklus pelaksanaan serta memantau laju kemajuan pekerjaan para kontraktor agar sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. 3. Kontraktor Kontraktor pada hakekatnya adalah pelaksana konstruksi yang bertugas memberikan idea dan ketrampilan untuk mentransformasikan sumber daya sumber daya konstruksi (input) dengan berlatar belakang kekayaan pengalaman secara terintegrasi dalam suatu proses produksi sehingga menghasilkan bangunan dalam bentuk fisik (output) sesuai syarat syarat yang tertuang dalam kontrak. Di samping itu kontraktor sebagai pelaksana konstruksi dapat saja memberikan penilaian tentang kelayakan dokumen perencanaan dalam rangka mewujudkannya dalam bentuk fisik. Oleh karena itu kontraktor diwajibkan membuat shop drawings secara terperinci sebelum melaksanakan konstruksi. Pemberi Tugas, Konsultan dan Kontraktor membentuk suatu mekanisme pengelolaan proyek yaitu proses pengendalian dan evaluasi pekerjaan terus menerus untuk mengantisipasi setiap ketidakpastian yang dapat menimbulkan risiko terhadap setiap kegiatan untuk mencapai suatu tujuan yang sama sepanjang siklus proyek. 16

6 4. Subkontraktor Berbagai tipe proyek memerlukan berbagai tipe keahlian khusus. Dengan demikian untuk mendapatkan kualitas kerja yang lebih baik, maka pengadaan subkontraktor spesialis sudah menjadi fenomena yang lazim dalam kegiatan pelaksanaan proyek konstruksi. Dengan adanya perbedaan pada masing masing tipe proyek, kompleksitas teknologi yang digunakan dengan berbagai peralatan, serta metode dan tenaga kerja khusus yang diperlukan untuk mengaplikasikan rencana maka pola kombinasi keahlian subkontraktor yang diperlukan akan berbeda beda pula. Di lain pihak dengan adanya subkontraktor, kontraktor tidak perlu mengalokasikan dana untuk pelatihan atau pendidikan secara khusus. Hal yang juga penting adalah, kontraktor dapat dengan mudah melakukan pengendalian biaya, karena umumnya kontrak yang disepakati antara kontraktor dan subkontraktor adalah kontrak harga tetap (fixed price) serta pengalihan risiko akibat ketidakpastian yang dapat terjadi pada item pekerjaan yang dilakukan subkontraktor. 5. Pemasok Material dan Peralatan (Supplier) Pengadaan dalam arti luas mencakup pembelian peralatan, perlengkapan, material, tenaga kerja dan segala macam bentuk jasa yang diperlukan untuk proses konstruksi. Pengadaan sumber daya seperti material dan peralatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi merupakan bagian terpenting. Pemakaian material (material permanen dan material habis pakai) mempunyai persentasi yang cukup besar dari total biaya proyek. Sedangkan ketersediaan peralatan dengan berbagai ukuran dan jenis yang akan digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Oleh karena itu dalam proses pemilihan pemasok material dan peralatan, kontraktor harus menentukan beberapa kriteria selain berdasarkan harga terendah, yaitu : keandalan pemasok, pelayanan yang ditawarkan, syarat pembayaran yang disepakati, kualitas dan kemampuan menyediakan kebutuhan dalam keadaan yang tidak terjadwal. Agar proses alokasi material dan peralatan dapat dilakukan secara efektif dan efisien maka segala sesuatu yang berkaitan dengan sumberdaya tersebut harus secara tegas dijelaskan dalam kontrak. 17

7 6. Tenaga Kerja Sumber daya yang sangat penting dalam kegiatan pelaksanaan proyek adalah sumber daya manusia dengan tingkat ketrampilan yang harus dikelola secara cermat untuk mendapatkan performa bangunan yang diinginkan, serta berfungsi dalam pengoperasiannya. Beberapa faktor yang penting dalam mengelola sumber daya manusia/tenaga kerja menurut Anderson dan Woodhead (1981) adalah : hubungan manusia (human relations), pengelolaan pribadi tenaga kerja (personal management of labor), pengelolaan tenaga kerja secara umum (impersonal management of labor), serta hubungan industri (industrial relations). Pengelolaan terhadap tenaga kerja bertujuan untuk mencapai hasil kerja yang berkualitas tinggi karena andilnya yang besar terhadap keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan suatu proyek. Di Indonesia, pengerahan tenaga kerja untuk proyek konstruksi umumnya masih menggunakan cara tradisional yaitu melalui jasa perantara mandor borong. Mandor bertugas mendatangkan sejumlah tenaga kerja sesuai kualifikasi yang diperlukan (kelompok tukang batu,besi, kayu dan sebagainya) dan sekaligus memimpin dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan. Dengan demikian mandor dituntut untuk mengendalikan kualitas hasil pekerjaan agar sesuai dengan ketentuan spesifikasi teknis dan gambar-gambar perencanaan. Kontraktor melakukan pengawasan dan pengendalian secara menyeluruh terhadap setiap pekerjaan yang dilakukan tenaga kerja karena kegagalan dan keberhasilan dalam pelaksanaan merupakan tanggung jawab dari kontraktor. 7. Pemerintah (Regulator) Dalam kegiatan jasa konstruksi, pemerintah sebagai regulator berperan penting dalam rangka penciptaan iklim usaha jasa konstruksi secara adil dan merata, struktrur usaha yang kokoh dan efisien, dengan dikeluarkannya UU Jasa Konstruksi No.18 tahun 1999 dan PP No.29 tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Dengan demikian kesenjangan-kesenjangan yang selama ini 18

8 terjadi antara pemberi tugas dan kontraktor pada pelaksanaan proyek konstruksi diharapkan dapat diatasi. Di samping itu, kebijakan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi iklim ekonomi dalam negara dan sistem politik turut mempengaruhi kegiatan pelaksanaan proyek konstruksi pada saat yang bersamaan, misalnya peraturan-peraturan tentang kenaikan harga harga kebutuhan pokok yang berdampak pada kenaikan biaya konstruksi. 8. Institusi Keuangan Bank, lembaga keuangan non bank, perusahaan leasing dan asuransi adalah institusi keuangan di luar industri jasa konstruksi yang terlibat juga dalam kegiatan industri jasa konstruksi. Dalam kegiatan pelaksanaan proyek, perusahaan asuransi merupakan suatu institusi keuangan yang bertindak sebagai alat sosial dan bertujuan untuk menangani proses pengalihan risiko. Menurut Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Republik Indonesia, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberi penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Dengan demikian perusahaan asuransi dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengalihan risiko risiko tertentu oleh kontraktor. Di samping itu, jaminan juga merupakan salah satu bentuk pengalihan risiko akibat ketidakpastian dalam pelaksanaan proyek konstruksi yang dapat ditempuh oleh kontraktor. Namun berbeda dengan asuransi khususnya Asuransi Contractor s All Risks (CAR) yang hanya memberikan perlindungan terhadap jenis kerugian tertentu, maka jaminan dapat memberikan perlindungan terhadap segala bentuk kerugian. Masing-masing pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi mempunyai tujuan dan motivasi yang sama yaitu keberhasilan pelaksanaan proyek. Namun pada 19

9 kenyataannya, proyek konstruksi memiliki ciri-ciri yang kompleks dan unik, sehingga proyek konstruksi memiliki tingkat ketidakpastian (uncertainty) yang cukup tinggi. Ketidakpastian (uncertainty) tersebut akan menghasilkan keluaran berupa peluang maupun risiko dan mempengaruhi setiap aspek dalam pelaksanaan proyek maupun pihak pihak yang terlibat. Risiko proyek adalah kumpulan efek dari segala peristiwa yang mungkin terjadi yang akan mengakibatkan terjadinya penyimpangan terhadap kesepakatankesepakatan yang telah diatur dalam kontrak menyangkut dua aspek di atas yang dapat menimbulkan kerugian sehingga berdampak pada meningkatnya biaya pelaksanaan. Dengan demikian perusahaan-perusahaan kontarktor harus dapat mengidentifikasi sejak awal peristiwa yang mengandung ketidapastian (uncertain events) yang berpotensi ada selama pelaksanaan konstruksi yang menimbulkan kerugian dan dapat mempengaruhi output yang diharapkan. Hal ini dikarenakan pengalaman-pengalaman dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi membuktikan bahwa tanpa memperhitungkan uncertain events, perusahaan-perusahaan kontraktor sering mengalami kerugian dengan meningkatnya biaya pelaksanaan akibat timbulnya risiko yang tidak diperhitungkan sebelumnya. Dalam rangka mengantisipasi uncertain events tersebut, kontraktor harus mengidentifikasi, mengklasifikasi, serta memperhitungkan hubungan dari masingmasing peristiwa yang berdampak pada biaya pelaksanaan dan merespon hal-hal tersebut serta menentukan suatu nilai biaya kontinjensi yaitu sejumlah biaya yang dicadangkan dan diperhitungkan di dalam estimasi biaya sebagai usaha mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak terduga. II.2 Ketidakpastian dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi Dalam pelaksanaan proyek konstruksi, ketidakpastian (uncertainty) dan risiko (risk) selalu melekat dalam setiap kegiatan terlepas dari apakah menyangkut ukuran proyek, kompleksitas proyek, lokasi proyek, atau lainnya. Namun demikian, sebelum kita dapat melakukan apapun untuk mengelola risiko tersebut, maka terlebih dahulu harus ada definisi mengenai apa yang disebut oleh 20

10 kontraktor sebagai risiko. Tanpa itu para kontraktor tidak akan dapat memperoleh metode yang sistematis untuk mengidentifikasi risiko. Risiko adalah sebuah kata yang cukup sederhana untuk memahaminya tetapi sulit untuk mendefinisikannya. Untuk itu akan ditinjau beberapa definisi dari risiko yang telah dikemukakan dalam beberapa literatur. Walaupun kadangkadang istilah ketidakpastian dan risiko dipergunakan dengan makna yang sama, namun ada perbedaan dalam makna formal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2002), risiko adalah akibat yang kurang menyenangkan, merugikan, membahayakan dari suatu perbuatan atau tindakan. Sedangkan ketidakpastian adalah keadaan yang tidak diketahui atau tidak pasti. Dalam beberapa literatur, oleh beberapa pengarang kata risiko (risk) didefinisikan sebagai suatu kondisi yang akan menimbulkan kerugian, kerusakan atau kehilangan (Kerzner, 1995 ; Flanagan dan Norman, 1993; Palmer, 1996 didokumentasi oleh Muttaqin, 2002). Sedangkan Al-Bahar dan Crandall, (1990) mendefinisikan risiko sebagai peluang timbulnya suatu kejadian, baik yang memberikan dampak positif maupun negatif, yang dapat mempengaruhi tujuan proyek sebagai akibat adanya ketidakpastian. Walaupun di satu sisi Al-Bahar (1990) melihat dari dua segi yaitu kerugian maupun keuntungan dengan memberikan suatu contoh yaitu pada risiko foreign currency fluctuation, bahwa apabila risiko tersebut terjadi, bisa menimbulkan kerugian atau bisa mendatangkan keuntungan tergantung dari besar exchange rate yang ditetapkan sebelumnya. Lowe. J, 1996 mendefinisikan risiko sebagai peristiwa-peristiwa dengan probabilitas yang dapat diperkirakan sehingga dapat dimodelkan secara statistik. Sedangkan ketidakpastian (uncertainty) adalah berkaitan dengan peristiwaperistiwa yang tidak diketahui, yang tidak dapat diramalkan secara meyakinkan dan teknik-teknik matematika yang dipergunakan untuk memperkirakan pengaruhnya adalah didasarkan pada skenario kemungkinan yang paling baik atau paling buruk. Cost Engineering Note book (1992), seperti yang didokumentasikan oleh 21

11 Partawijaya, (2001) mendefinisikan ketidakpastian sebagai hal-hal yang tidak dapat diduga secara pasti (unforeseeable), atau yang tidak dapat dinyatakan secara jelas (intangible) atau tidak dapat diramalkan (unforseen). Dalam hal ini definisi dari Lowe (1996) dapat diadopsi untuk kebutuhan definisi risiko pada penelitian yang akan dilakukan. Risiko dilihat dari sisi negatifnya, karena sisi positif bagi kontraktor bukan suatu masalah tetapi merupakan suatu peluang bagi perusahaan kontraktor tersebut. Oleh karena itu dalam penelitian yang dilakukan risiko pelaksanaan proyek konstruksi dapat didefinisikan sebagai Kombinasikombinasi dari peristiwa yang mengandung ketidakpastian (uncertain events) yang memiliki dampak buruk dan dapat mempengaruhi pelaksanaan proyek sehingga mendatangkan kerugian pada aspek finansial (meningkatnya biaya pelaksanaan). Uncertain events tersebut dapat diperkirakan probabilitas terjadinya sehingga dapat dimodelkan secara kuantitatif. Dengan demikian di dalam penelitian ini ada tiga hal pokok yang dapat diuraikan menyangkut ketidakpastian, risiko dan dampak dari risiko sebagai berikut : - Ada peristiwa-peristiwa pada pelaksanaan proyek yang tidak pasti dan dapat terjadi (uncertain events). - Risiko adalah akibat adanya uncertain events - Kerugian adalah keadaan yang terjadi dengan adanya risiko. II.2.1 Identifikasi uncertain events di dalam pelaksanaan proyek konstruksi Penelitian-penelitian terhadap risiko akibat ketidakpastian (uncertainty) pada proyek konstruksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Hasil-hasil penelitian tersebut akan diidentifikasi dengan melakukan studi terhadap literatur-literatur terkait dan studi terhadap pasal-pasal dalam kontrak kerja yang digunakan dalam proyek konstruksi di Indonesia sebagai dasar/landasan untuk melakukan identifikasi melalui pengamatan langsung dilapangan (survey) nantinya. Proses identifikasi ini adalah proses yang sangat penting karena keakuratan dalam proses selanjutnya bergantung dari seberapa baik pengidentifikasian uncertain events dalam pelaksanaan proyek konstruksi. 22

12 Menurut Al-Bahar (1990), proses analisis risiko dan manajemen respons, dapat dilaksanakan hanya terhadap risiko-risiko yang telah teridentifikasi. Apabila tidak ada risiko yang diidentifikasi, maka tidak ada yang perlu dievaluasi dan dikelola. Hal yang paling buruk dapat terjadi apabila risiko yang tidak teridentifikasi adalah yang cenderung berakibat yang paling buruk. Akibat-akibat seperti ini disebabkan munculnya risiko-risiko yang tidak teridentifikasi karena dianggap memiliki probabilitas kemunculan yang rendah. Untuk itu dalam penelitian ini proses identifikasi dilakukan secara mendalam dan hanya dibatasi pada uncertain events dalam tahap pelaksanaan proyek konstruksi. 1. Penelitian-penelitian terdahulu mengenai ketidakpastian dan risiko di dalam proyek konstruksi Penelitian yang dilakukan oleh Burcu (1998), difokuskan pada faktor-faktor risiko yang berakibat pada cost overburden yang terdiri dari faktor-faktor risiko yang dapat dikontrol dan yang tidak dapat dikontrol. Risiko yang dapat dikontrol dianggap dapat ditanggulangi oleh kontraktor. Sedangkan risiko yang tidak dapat dikontrol diteliti dengan pendekatan sebatas mengidentifikasi sumber-sumber risiko melalui wawancara dan selanjutnya memetakan risiko-risiko yang mengakibatkan cost overburden. Faktor-faktor risiko tersebut dibagi dalam beberapa kelompok yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi perkiraan biaya seperti: kesalahan estimasi; faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan konstruksi seperti: lingkungan,ekonomi dan keuangan; faktor-faktor yang mempengaruhi kontrak seperti: tipe kontrak, konteks kontrak (lihat Tabel II-1). Al-Bahar (1990) meneliti tentang pendekatan sistem manajemen risiko untuk proyek konstruksi dengan studi kasus pada pembangunan Jembatan Jamuna- Bangladesh. Proses manajemen risiko yang diterapkan adalah model Construction Risk Management System (CRMS). CRMS adalah model yang memberikan suatu frame work tentang identifikasi risiko, analisis risiko dan evaluasi, manajemen respons risiko serta siatem administrasi dalam proyek konstruksi. Hasil identifikasi risiko-risiko pada pelaksanaan proyek Jembatan Jamuna dikelompokkan dalam 5 kategori risiko konstruksi. Risiko-risiko hasil identifikasi Al-Bahar akan diadopsi ke dalam penelitian yang dilakukan dengan melakukan 23

13 penyesuaian sesuai peristiwa-peristiwa yang mengandung ketidakpastian dalam pelaksanaan proyek konstruksi di Indonesia (telah diadopsi oleh Azwar, 2003). Selanjutnya Lowe dan Withworth (1996) melakukan kajian literatur tentang manajemen risiko dalam proyek-proyek konstruksi yang besar dengan ilustrasi pelaksanaan sebuah proyek konstruksi yang besar yaitu Channel Tunnel di Inggris United Kingdom. Menurut Lowe proyek-proyek besar sangat rentan terhadap risiko-risiko tertentu. Sebagai contoh, suatu proyek yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyelesaiannya, kemungkinan akan menghadapi sekurang-kurangnya satu kali inflasi yang cukup tinggi yang dapat mengakibatkan peningkatan biaya. Identifikasi risiko dengan ilustrasi contoh proyek di atas menemukan sebelas faktor risiko yang terjadi pada masa pelaksanaannya. Namun karena proyek ini didukung oleh Pemerintah, maka tidak langsung mengalami kebangkrutan (insolvency). Karena didasarkan pada sebuah proyek konstruksi yang besar, dengan jangka waktu pelaksanaan yang panjang, maka ke sebelas faktor risiko yang diidentifikasi (Lihat Tabel II-1) mungkin belum mengakomodir risiko-risiko akibat peristiwa-peristiwa yang mengandung ketidakpastian pada saat proyek tersebut dilaksanakan. Penelitian yang dilakukan oleh Smith dan Bohn (1999) dengan cara studi literatur dan wawancara terhadap beberapa kontraktor kecil sampai menengah menghasilkan 8 kategori risiko serta klasifikasinya yaitu sebagai risiko internal dan risiko eksternal. Risiko-risiko internal adalah risiko-risiko yang ditemukan dalam proyek dan merupakan risiko yang mungkin dikontrol. Sedangkan risiko eksternal adalah risiko yang berasal dari luar proyek dan umumnya bukan merupakan risiko yang dapat dikontrol. Sementara itu beberapa text book yang telah membahas tentang manajemen risiko proyek konstruksi dan menjelaskan berbagai faktor risiko yang berpengaruh dalam pelaksanaan proyek konstruksi antara lain adalah yang ditulis oleh Niwa (1989), Flanagan (1993), Raftery (1994), dan Kerzner (1995). 24

14 Masalah-masalah dalam proyek konstruksi yang menimbulkan risiko dipetakan oleh Niwa (1989) berdasarkan tahap-tahap dalam rangkaian kegiatan proyek konstruksi yaitu tahap kontraktual, tahap disain, tahap pengadaan, tahap transportasi, tahap konstruksi dan tahap uji coba. Dalam tahap pelaksanaan konstruksi (construction), masalah yang dianggap sebagai risiko adalah : keterlambatan pekerjaan (contoh, pekerjaan pengelasan), pemogokan tenaga kerja dan kegagalan para engineers disebabkan kesenjangan komunikasi dengan tenaga kerja-tenaga kerja lokal. Pemetaan risiko yang dilakukan Niwa masih terbatas, sementara kegiatan pelaksanaan proyek sebenarnya sangat kompleks dan unik sehingga mengandung banyak ketidakpastian. Selanjutnya, Flanagan (1993) menyatakan bahwa identifikasi risiko adalah bagaimana melihat peristiwa-peristiwa dengan jelas, sumber dari risiko serta dampak dari peristiwa tersebut. Ada risiko yang dapat dikontrol dan ada yang tidak dapat dikontrol. Perbedaan antara risiko yang terkontrol dan yang tidak terkontrol sangat penting dipahami, agar memudahkan penanganannya. Flanagan melakukan pembahasan secara sistematis dan mendalam tentang risikorisiko dalam proyek konstruksi, sumber, dampak dan akibat yang akan terjadi, pihak-pihak yang harus bertanggung jawab dan alternatif-alternatif di dalam memitigasi risiko beserta contoh-contohnya. Disamping itu juga direkomendasikan beberapa metode dalam menganalisis risiko-risiko. Raftery (1994), menyatakan bahwa identifikasi risiko meliputi penggunaan informasi dan pengalaman terbaik yang ada, pada waktu pengambilan keputusan bersama tim proyek, dengan mempertimbangkan secara eksplisit perbedaanperbedaan, minimal dalam tiga hal yaitu : 1. risiko internal proyek, dengan pemecahan pekerjaan proyek dalam paketpaket utama 2. risiko eksternal proyek, yang berasal dari bisnis dan lingkungan fisik. 3. pertimbangan klien, proyek, tim proyek dan kualitas dokumentasi dari perspektif berbagai kontraktor, dalam mengantisipasi sumber setiap klaim yang mungkin ada. 25

15 Selanjutnya risiko-risiko ini dikategorikan berdasarkan sumbernya seperti : ukuran proyek, kompleksitas, pengalaman baru, kecepatan disain dan pelaksanaan, serta lokasi. Pemisahan antara risiko eksternal dan risiko internal dalam proyek konstruksi tidak terlalu jelas dan proses analisis risiko yang lebih menjadi perhatian di dalam makalah ini. Menurut Kerzner (1995), tahap pertama di dalam manajemen risiko adalah mengidentifikasi dan menilai semua risiko yang potensial. Identifikasi risiko dilakukan secara luas meliputi beberapa bidang seperti: - bidang proyek : pendanaan, jadwal, hubungan dalam kontrak dan politik. - bidang teknis : kinerja, kelayakan konsep, disain dan peralatan. Kerzner juga menyatakan bahwa tidak semua risiko yang tinggi akan berdampak kritis pada suatu proyek, tetapi efek kumulatif kombinasi beberapa risiko yang sangat rendah dapat mempunyai dampak yang besar. Beberapa metode untuk pengidentifikasian yang diusulkan Kerzner, antara lain dokumentasi sistem rekayasa, expert judgment, brainstorming. Di Indonesia beberapa peneliti telah melakukan penelitian terhadap peristiwaperistiwa yang mengandung ketidakpastian dan risiko dalam pelaksanaan proyek konstruksi. Umumnya penelitian meliputi studi kasus pada proyek kostruksi. Saputra (1998) telah mengemukakan beberapa faktor risiko dengan dipilihnya alternatif penggunaan teknologi pada pelaksanaan proyek melalui hasil wawancara dan kuesioner terhadap 7 perusahaan kontraktor, 6 perusahaan konsultan dan 2 perusahaan produsen beton pracetak. Kesimpulannya faktor risiko kecelakaan pekerja, kebakaran, perubahan desain, kesalahan disain, cuaca, koordinasi/ pengawasan, tidak sesuai spesifikasi, kemampuan kontraktor dan inflasi merupakan faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi waktu dan biaya pelaksanaan (lihat Tabel II-1). Dalam hal pemilihan teknologi/metode, Azwar (2003) juga telah melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Saputra (1998). Hanya saja setelah kegiatan identifikasi, Azwar mengklasifikasikan faktor-faktor risiko tersebut ke dalam kategori-kategori risiko utama. Dari kegiatan wawancara dan penyebaran 26

16 kuesioner diperoleh 4 kategori risiko utama dengan 30 faktor risiko yang dianggap berpengaruh dalam pelaksanaan proyek sebagai akibat dari pemilihan teknologi yang digunakan (lihat Tabel II.1) Apabila diperbandingkan kedua penelitian di atas dalam hal pemilihan teknologi maka hasil-hasil identifikasi yang dilakukan oleh Azwar lebih spesifik dan mendetail, mengklasifikasi butir-butir risiko kedalam kategori risiko utama dengan tujuan untuk memahami butir-butir risiko tersebut dan memudahkan dalam memitigasi risiko. Melihat lokasi proyek dan kondisi ekonomi Indonesia pada saat pembangunan proyek tempat di mana Saputra melakukan penelitian (mulai 29 September 1996, selama 9 bulan) maka beberapa hal yang dapat disarankan antara lain : - Mengidentifikasi lingkungan lokasi proyek, karena berhubungan dengan pensupplian material konstruksi berdasarkan lalu-lintas disekitar proyek. - Identifikasi perubahan lingkungan yang terjadi akibat pembangunan. - Dengan adanya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, maka faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan kondisi ekonomi dan keuangan negara, perlu diidentifikasi. - Mengidentifikasi kondisi bawah bangunan (tanah) mungkin meliputi instalasi utilitas yang dapat menghambat pelaksanaan dan berdampak pada jadwal pelaksanaan yang akhirnya bermuara pada biaya pelaksanaan proyek. - Mengklasifikasikan risiko-risiko dalam kategori-kategori utama untuk memudahkan alokasi faktor-faktor risiko. Azwar (2003) melakukan penelitian yang serupa dengan Saputra, namun dengan lokasi dan karakteristik proyek yang berbeda. Penelitian ini telah mengidentifikasi dan mengklasifikasi faktor-faktor risiko secara sistematis sehingga mudah dipahami. Namun beberapa aspek belum ditinjau di dalam penelitian ini seperti : - Risiko yang disebabkan oleh kurangnya penguasaan teknologi, karena pengalaman yang minimal dari kontraktor sehingga yang terjadi adalah belajar sambil bekerja. - Risiko yang disebabkan oleh keterlambatan penyelesaian pembebasan lahan. Walaupun hal ini merupakan tanggung jawab pemberi tugas, namun akan 27

17 tetap berdampak pada jadwal pelaksanaan. - Risiko yang disebabkan oleh tidak tersedianya sumber daya manusia - Risiko yang disebabkan oleh birokrasi yang berbelit-belit. Umar (2000) dalam penelitiannya pada Proyek Krib Pengaman Pantai Padang, telah menguraikan beberapa risiko yang dihadapi kontraktor dalam pelaksanaan proyek beserta cara penanganannya. Hasil identifikasi risiko-risiko diklasifikasikan kedalam 5 kategori risiko utama dengan 20 faktor risiko (lihat Tabel II.1). Di dalam cara penanganan risiko ketidakpastian finansial (Kategori risiko ekonomi) dan risiko kegagalan pembayaran (Kategori risiko kontrak), Umar mengusulkan dihentikannya pekerjaan bila tidak ada atau terjadi keterlambatan pembayaran. Ditinjau dari fakta bahwa pemilik proyek yang adalah pemerintah dan kontraktor adalah perusahaan BUMN yang berpengalaman maka seyogyanya keterlambatan pembayaran yang mengakibatkan pemberhentian pekerjaan tidak perlu terjadi, kecuali bila ada peristiwa-peristiwa setempat atau kebijakankebijakan pemerintah yang secara langsung mengakibatkan pekerjaan tersebut harus dihentikan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Partawijaya (2001) meliputi identifikasi dan analisis variabel ketidakpastian untuk mendapatkan variabel yang paling berpengaruh dalam melakukan estimasi harga satuan pekerjaan konstruksi, dengan studi kasus proyek konstruksi di Padang, Sumatera Barat. Menurut Partawijaya, ketidakpastian pada proyek konstruksi di Indonesia lebih kompleks, mengingat kondisi negara yang memiliki keanekaragaman sosial budaya, kondisi geografi, tingkat pendidikan yang masih rendah, taraf kehidupan perekonomian masyarakat yang belum merata, gejolak politik yang masih berlangsung dan krisis ekonomi yang masih belum pulih. Untuk itu ketidakpastian pada proyek konstruksi di Indonesia dikelompokkan menjadi faktor ketidakpastian eksternal dan faktor ketidakpastian internal. Identifikasi yang dilakukan menghasilkan 4 kategori risiko (variabel) dengan 12 faktor risiko (indikator variabel) dari eksternal proyek dan 2 kategori risiko (variabel) dengan 7 faktor risiko (indikator variabel) dari internal proyek (lihat Tabel II.1). 28

18 Karena penelitian Partawijaya bertujuan untuk mendapatkan variabel ketidakpastian yang sangat berpengaruh dalam melakukan estimasi harga satuan yang akan digunakan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, maka hasil penelitian ini menjadi masukan bagi penelitian yang akan dilakukan. Hal-hal yang didapatkan dalam kegiatan penelaahan literatur tentang peristiwaperistiwa yang mengandung ketidakpastian dan risiko dalam pelaksanaan proyek konstruksi menyatakan bahwa kegiatan identifikasi terhadap uncertain events yang menimbulkan risiko dalam pelaksanaan proyek adalah kegiatan awal yang penting dan harus dilakukan sebelum melakukan kegiatan analisis. Prosedur untuk melakukan identifikasi umumnya telah jelas. Dengan demikian pada penelitian ini nantinya akan diadopsi prosedur yang ada dan dilakukan penyesuaian-penyesuaian sebelum melakukan kegiatan identifikasi uncertain events secara langsung pada pelaksanaan proyek konstruksi di Indonesia, sehingga didapatkan suatu prosedur yang rasional selangkah demi selangkah dan mudah diterapkan. Prosedur dari Flanagan (1993) sangat signifikan untuk diterapkan yaitu mengidentifikasi berdasarkan sumber risiko yang dapat dikontrol dan tidak dapat dikontrol serta dampak akibat terjadinya uncertain events tersebut. Uncertain events yang teridentifikasi oleh beberapa peneliti di atas akan diadopsi sebagai dasar untuk melakukan pengamatan langsung di lapangan, disamping kondisi-kondisi lain yang terjadi di Indonesia yang dapat menimbulkan risiko pada biaya pelaksanaan proyek konstruksi. Rangkuman identifikasi yang dilakukan para peneliti terdahulu menghasilkan sembilan kategori risiko dengan 69 faktor risiko dari lingkungan eksternal proyek dan lingkungan internal proyek. Hasil identifikasi peristiwa yang mengandung ketidakpastian yang menimbulkan risiko berdasarkan studi literatur tersebut diperlihatkan pada Tabel II.1 berikut ini : 29

19 30

20 31

21 32

22 33

23 Di samping itu identifikasi uncertain events yang menimbulkan risiko dalam pelaksanaan proyek konstruksi di Indonesia berdasarkan media massa diperoleh dari : Majalah Proyeksi yang khusus menyajikan masalah-masalah bisnis rancang bangun dan investasi, koran-koran nasional, serta pencarian informasi melalui internet. Kondisi-kondisi yang menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaan proyek jalan layang dan jembatan Pasupati (Pasteur-Cikapayang-Surapati) ditengarai sebagai berikut (Majalah Proyeksi, 2005) : - Waktu penyelesaian tertunda akibat terhentinya aliran dana pinjaman pada saat krisis moneter. - Jumlah SDM yang kurang pada awal proyek. - Diterapkannya teknologi baru. - Peralatan konstruksi yang spesifik dan harus diimpor. - Biaya pengadaan peralatan lebih mahal. - Permasalahan nonteknis yang belum selesai Sedangkan uncertain events dan menimbulkan risiko pada pelaksanaan proyek jalan Tol Cipularang [(Cikampek-Purwakarta-Padalarang) Proyeksi, 2005] adalah: - Kondisi lokasi - Jadwal pelaksanaan yang ketat. - Kondisi finansial kontraktor - Teknologi konstruksi - Karakteristik tanah. Keluhan masyarakat sekitar yang kemudian akan berdampak pada pelaksanaan proyek merupakan uncertainty yang menimbulkan risiko pada jadwal maupun biaya pelaksanaan proyek seperti yang diberitakan oleh surat kabar Kompas (2004) tentang :Sekolah Terganggu Pembangunan Bandung Electronic Mall: dan pemberitaan Surat Kabar Pikiran Rakyat (2005) tentang belum adanya persyaratan AMDAL untuk proyek pembangunan dua mall di Jatinangor yang sedang dilaksanakan. 34

24 Di samping itu kenaikan harga merupakan kondisi yang perlu diperhitungkan pula, dimana kenaikan bahan bangunan hingga 40% (Properti, 14 Oktober 2005) sebagai konsekuensi logis dari kenaikan harga bahan bakar minyak rata-rata diatas 100% (Indoproperty, 19 Oktober 2005) merupakan ketidakpastian yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan proyek konstruksi. Risiko yang terbesar akibat peristiwa tersebut adalah kebangkrutan pemberi tugas ataupun kontraktor. Kepala Bappenas pada tahun 2005 menyampaikan bahwa pengaruh ikutan kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 adalah laju inflasi hingga 8,6% dan efek lanjutannya hingga kuartal pertama tahun Dampak lainnya adalah rencana adanya kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan upah minimum regional. Hal ini diperparah dengan kenaikan tarif jasa angkutan akibat kenaikan BBM sebelumnya (Kapan lagi. Com, 2005). Biaya angkutan yang naik sebesar 50 %, mengakibatkan harga bahan bangunan pasir dan batu kali meningkat tajam (Dirut Perumnas, Kompas 29 Oktober 2005). 2. Tinjauan terhadap Aspek Legal Di dalam industri konstruksi, kontrak adalah perjanjian perikatan secara hukum antara pemberi kerja yaitu pemilik proyek dan penerima kerja, yaitu kontraktor, atau supplier, atau konsultan perencana atau konsultan pengawas. Kontrak antara pemilik proyek dan kontraktor pada umumnya terdiri dari beberapa dokumen yang saling melengkapi dan secara bersama disebut dokumen kontrak. Di dalam Dokumen Kontrak, terdapat syarat-syarat perjanjian (Conditions of Contract) yang berisi ketentuan-ketentuan tentang :aturan main: yang disetujui oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian. Industri konstruksi di Indonesia belum mempunyai format atau bentuk standar kontrak yang dapat dipakai sebagai dokumen baku untuk perjanjian antara pemilik proyek dan kontraktor, namun demikian sudah banyak digunakan syarat-syarat perjanjian yang mengacu kepada format standar kontrak Internasional antara lain 35

25 format standar kontrak FIDIC (Federation Internationale Des Ingenieurs Conseils) atau ICE (Institution of Civil Engineer). Syarat-syarat perjanjian di dalam setiap kontrak antara pemilik proyek dan kontraktor di Indonesia selalu berisi dua bagian utama yaitu : syarat-syarat umum perjanjian dan syarat-syarat khusus perjanjian. Syarat-syarat umum perjanjian berisi ketentuan-ketentuan yang merupakan hak dan kewajiban dari masingmasing pihak serta pihak ketiga yang terkait dalam perjanjian yang terdiri dari pasal-pasal yang memuat persyaratan, larangan, tanggung jawab, sanksi-sanksi, hak dan kewajiban masing-masing pihak. Sedangkan syarat-syarat khusus perjanjian berisi antara lain lingkup pekerjaan, nilai kontrak, waktu pelaksanaan dan lain-lain. Selain identifikasi uncertain events terhadap kontrak berdasarkan FIDIC, sebagai contoh kasus juga dilakukan penelaahan Dokumen Kontrak Proyek Paskal Hypersquare Bandung, tempat survey penelitian dilakukan yaitu, Dokumen Kontrak yang berisi syarat-syarat perjanjian antara pemberi tugas dengan kontraktor. Tinjauan dilakukan juga terhadap undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah yang berkaitan dengan kegiatan proyek konstruksi. Undang-undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi diterbitkan oleh pemerintah sebagai salah satu upaya pemerintah dalam rangka mengatasi masalah-masalah dalam industri jasa konstruksi di Indonesia dan merupakan landasan bagi penyelenggaraan jasa konstruksi. Selanjutnya UU ini dijabarkan lebih lanjut dengan PP No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Hasil tinjauan berdasarkan aspek legal dijabarkan dalam Tabel II.2, Tabel II.3, Tabel II.4 dan Tabel II.5 berikut ini : 36

26 Tabel II.2. Identifikasi Ketidakpastian di dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi Berdasarkan FIDIC (Federation International des Inginieurs Conseils) No. Pasalpasal Dalam FIDIC 1. 4 : 1 Deskripsi Pengsubkontrakkan kelalaian, kealpaan setiap subkontraktor, agennya, pegawainya atau karyawannya. Berdampak terhadap Pasal-pasal Tanggung Jawab 6:5,22: 1 24:1, 29:1 Kontraktor 2. 4 : 1 Kelalaian, kealpaan kontraktor, agennya, pegawainya atau karyawannya. 6:5;22:1 24:1;29:1 39:2;40:2 47:1 Kontraktor 3. 6 : 4 Penundaan gambar-gambar/pekerjaan oleh Pengawas Pekerjaan. - Owner 4. 6 : 5 Kegagalan kontraktor untuk menyerahkan gambar-gambar (Shop drawing) 47:1 Kontraktor Hambatan/keadaan fisik yang merugikan (kondisi yang tidak dapat diduga) : 2 Perang, invasi, pemberontakan, revolusi, kerusuhan, kekuatan alam, Owner dan 20 : 3 pencemaran oleh bahan radio aktif atau bahan berbahaya lain, 44:1 Kontraktor 20 : 4 kerusakan karena desain pekerjaan, kerugian/kerusakan karena pemberi pekerjaan menguasai suatu bagian dari pekerjaan permanen : 1 Kerusakan harta benda orang lain. - Kontraktor : 1 Kecelakaan atau cedera pada karyawan - Owner : 1 Keterlambatan pekerjaan karena adanya penemuan fosil, mineral atau barang peninggalan lain dilapangan. 40:2 Owner : 1 Gangguan terhadap lalu lintas dan harta benda disekitarnya. 22:1 Kontraktor : 2 Biaya untuk perkuatan jembatan, penggantian atau memperbaiki jalan yang menghubungkan dengan atau didalam rute ke lokasi pekerjaan untuk memudahkan pemindahan perlengkapan kontraktor atau pekerjaan sementara. - Kontraktor : 2 Kegagalan kontraktor untuk melaksanakan instruksi 47:1 Kontraktor : 2 Penundaan pekerjaan oleh Owner 6:4 Owner : 2 Kegagalan untuk memberi hak penggunaan lokasi dan akses oleh Owner - Owner : 3 Pengeluaran biaya untuk jalan yang melewati tanah orang dan fasilitas tambahan. - Kontraktor Perpanjangan waktu untuk menyelesaian pekerjaan akibat : 1 banyaknya atau sifat dari pekerjaan tambahan atau keadaan iklim yang kelewat merugikan, suatu keterlambatan, halangan atau pencegahan oleh pemberi pekerjaan atau keadaan khusus lain. - Owner : : : Membayar suatu jumlah apabila kontraktor gagal mematuhi waktu untuk penyelesaian sesuai lampiran tender Kelalaian kontraktor (bangkrut, tidak membayar hutang-hutang yang jatuh tempo likuiditas dan lain-lain) Kelalaian owner dalam membayar kontraktor, bangkrut, menghambat atau menolak persetujuan yang diperlukan untuk mengeluarkan suatu sertifikat. Nilai kontrak tidak berubah, akibat perubahan biaya tenaga kerja, bahan bangunan atau sebab-sebab lain yang mempengaruhi pelaksanaan kontrak. - Kontraktor - Kontraktor 40:2 42:2 Owner - Kontraktor 37

27 Tabel II.3. Identifikasi Ketidakpastian berdasarkan Dokumen Kontrak yang umumnya digunakan pada Proyek-Proyek Konstruksi di Indonesia No. Pasal-pasal Deskripsi Uncertain events Akibat terhadap Pasalpasal Tanggung jawab I. Syarat-syarat Perjanjian Umum 1. Pasal 3 : 1 Pengalihan pekerjaan kepada pihak ketiga tanpa 4:11 a persetujuan pemberi tugas 7:9;16 Kontraktor 2. Pasal 3 : 2 Penentuan Sub Kontraktor tanpa persetujuan pemberi - tugas Kontraktor 3. Pasal 4 : 11.a Penghentian pekerjaan karena pengabaian instruksi dari 7:9 pemberi/wakil pemberi tugas. Kontraktor 4. Pasal 5 : 11 Kesalahan setting out oleh kontraktor 7:9 Kontraktor 5. Pasal 5 : 4,19, Kerusakan-kerusakan, kehilangan-kehilangan pada saat Pasal 11 : 4 pelaksanaan pekerjaan sementara Kontraktor 6. Pasal 5 : 15 a Force Majeure - Owner 7. Pasal 5 : 18 Kecelakaan tenaga kerja akibat kelalaian kontraktor Kontraktor 8. Pasal 5 : 21 Gangguan terhadap lalu lintas perorangan maupun umum dan ketentraman penduduk disekitar lokasi proyek. Kontraktor Kerusakan pada jalan atau jembatan yang 9. Pasal 5 : 22 menghubungkan proyek tempat lalu lalang untuk mengangkut material guna keperluan proyek. Kontraktor 10. Pasal 5 : 23 Kerusakan pada instalasi-instalasi proyek dan sekitar proyek akibat pelaksanaan pekerjaan oleh kontraktor. Kontraktor 11. Pasal 5 : 24 Pembuatan perkuatan-perkuatan pada jalan atau jembatan yang akan dilalui mesin-mesin berat atau alatalat berat lainnya. Kontraktor 12. Pasal 7 : 8 Kontraktor gagal menjalankan perintah-perintah 7:9;8:8 Kontraktor 13. Pasal 7 : 9 Penundaan pekerjaan oleh pemberi tugas Owner 14. Pasal 8 : 3 Biaya untuk melalui milik orang lain dan akomodasi diluar lapangan. Kontraktor 15. Pasal 8 : 8 Denda dan klaim atas keterlambatan pekerjaan Kontraktor 16. Pasal 9 : 2 Perbaikan-perbaikan dan pembetulan-pembetulan atas segala kesalahan sesuai permintaan wakil pemberi Kontraktor tugas/konsultan 17. Pasal 9 : 4 Kontraktor gagal melakukan perbaikan-perbaikan Kontraktor 18. Pasal 14 Kontraktor bangkrut Kontraktor 19. Pasal 15 :1 Peperangan Owner 20. Pasal 16 Perselisihan antara Owner/Konsultan dengan Kontraktor Owner dan Kontraktor 21. Pasal 18 : 4 d Kegagalan klaim asuransi kecelakaan tenaga kerja. II. Syarat-syarat Perjanjian Khusus 1. Pasal 5 : 1.b Denda keterlambatan akibat kelalaian kontraktor lain (pekerjaan lebih dari 1 kontraktor). 2. Pasal 6 Kegagalan kontraktor melaksanakan tugas sesuai kontrak 7:9;16 Kontraktor Kontraktor 38

28 Tabel II.4. Undang-Undang No 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. Pasalpasal yang berkaitan dengan pelaksanaan Proyek Konstruksi No. Pasal Uraian 1 Pasal 22 : 2.c Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa (Kontraktor). 2 Pasal 22 : 2.g 3 Pasal 22 : 2.h 4 Pasal 22 : 2.i 5 Pasal 22 : 2.j 6. Pasal 22 : 2.l 7. Pasal 22 : 2.m 8. Pasal 22 : 5 9 Pasal 23 : 2 Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjian. Penyelesaian perselisihan yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan. Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak. Keadaan memaksa (force mojeure), yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. Perlindungan pekerja yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial. Aspek lingkungan yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan. Kontrak kerja konstruksi untuk kegiatan pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi, dapat memuat ketentuan tentang sub penyedia jasa serta pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja., perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 10 Pasal 29 b 11 Pasal 37 : 1 12 Pasal 38 : 1 Masyarakat berhak untuk memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, serta dalam hal terjadi kegagalan bangunan. Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan secara a.orang perseorangan b.kelompok orang dengan pemberian kuasa. c.kelompok orang tidak dengan kuasa melalui gugatan perwakilan 39

29 Tabel II.4..lanjutan No. Pasal Uraian 13 Pasal 38 : 2 14 Pasal 41 & 42:1 15 Pasal 43 :2 Jika diketahui bahwa masyarakat menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sedemikian rupa sehingga mempengaruhi peri kehidupan pokok masyarakat, pemerintah wajib berpihak pada dan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang ini. Sanksi administratif sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa : a. Peringatan tertulis b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi d. pembekuan izin usaha dan/atau profesi e. pencabutan izin usaha dan/atau profesi Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak. 40

30 Tabel II.5. Peraturan Pemerintah No. 29. Tahun 2000 tentang Penyelenggaran Jasa Konstruksi. Pasal-pasal yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Proyek Konstruksi No. Pasal Uraian 1 Pasal 23 : 1.c 2 Pasal 23 : 1.c 3 Pasal 23 : 1.g 4 Pasal 23 : 1.g 5 Pasal 23 : 1.i 6. Pasal 23 : 1.j 7. Pasal 23 : 1.l 8. Pasal 23 : 1.m Pertanggungan dalam kontrak kerja konstruksi meliputi : jenis pertanggungan yang menjadi kewajiban penyediaan jasa yang berkaitan dengan pembayaran uang muka, pelaksanaan pekerjaan, hasil pekerjaan, tenaga kerja, tuntutan pihak ketiga dan kegagalan bangunan, Dalam hal penyedia jasa tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan kontrak kerja konstruksi, pengguna jasa dapat mencairkan dan selanjutnya menggunakan jaminan dari penyedia jasa sebagai kompensasi pemenuhan kewajiban penyedia jasa. Ketentuan mengenai cidera janji yang meliputi : 1. bentuk cidera janji : oleh penydia jasa yang meliputi : - tidak menyelesaian tugas; - tidak memenuhi mutu; - tidak memenuhi kuantitas; dan - tidak menyerahkan hasil pekerjaan 1. Dalam hal terjadi cidera janji yang dilakukan oleh penyedia jasa atau pengguna jasa, pihak yang dirugikan berhak untuk memperoleh kompensasi, penggantian biaya dan atau perpanjangan waktu, perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau pemberian ganti rugi; Ketentuan pemutusan kontrak kerja konstruksi memuat : 1. Bentuk pemutusan yang meliputi pemutusan yang disepakati para pihak atau pemutusan secara sepihak; dan 2. Hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa sebagai konsekuensi dari pemutusan kontrak kerja konstruksi; Keadaan memaksa mencakup kesepakatan mengenai : 1. Risiko khusus; 2. Macam keadaan memaksa lainnya;dan 3. Hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa pada keadaan memaksa; Perlindungan pekerja memuat : 1. Kewajiban terhadap pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan 2. Bentuk tanggung jawab dalam perlindungan pekerjaan; Aspek lingkungan memuat : 1. Kewajiban terhadap pemenuhan ketentuan undang-undang yang berlaku; dan 2. Bentuk tanggung jawab mengenai gangguan terhadap lingkungan dan manusia. 41

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Proyek konstruksi merupakan salah satu jenis proyek yang memiliki potensi risiko relatif tinggi akibat uncertain events yaitu peristiwa-peristiwa tidak pasti

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan perwujudan dari kerangka berpikir untuk mencapai tujuan dari penelitian, yang dijabarkan dalam beberapa tahap pada disain penelitian. Kerangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 5 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM Dalam merencanakan, melaksanakan dan mengawasi sebuah proyek konstruksi diperlukan suatu bentuk perikatan tertulis antara pengguna jasa (pemilik proyek/pemberi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki suatu keahlian atau kecakapan khusus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki suatu keahlian atau kecakapan khusus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualifikasi Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2001), definisi kualifikasi adalah keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau menduduki jabatan tertentu. Jadi, kualifikasi

Lebih terperinci

HUKUM KONSTRUKSI. Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi. Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM :

HUKUM KONSTRUKSI. Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi. Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM : HUKUM KONSTRUKSI Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM : 03115153 RINGKASAN UU NO 18 TAHUN 1998 TENTANG JASA KONSTRUKSI BAB I Ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat unik, membutuhkan sumber daya (manpower, material, machine, money,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat unik, membutuhkan sumber daya (manpower, material, machine, money, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proyek Konstruksi Menurut Ervianto (2002), suatu proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi Menurut Mulyani (2006), proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan proyek yang berkaitan dengan bidang konstruksi (pembangunan) yang mempunyai dimensi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB III MANAJEMEN DAN ORGANISASI PROYEK

BAB III MANAJEMEN DAN ORGANISASI PROYEK BAB III MANAJEMEN DAN ORGANISASI PROYEK 3.1 Manajemen Proyek Setiap proyek tentu membutuhkan sebuah perencanaan dan pengaturan sehingga kegiatan proyek dapat berjalan lancar, untuk itulah dibutuhkan sebuah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK (UU 2/2017 & PP 29/2000 Jo PP 54/2016) admikon2@gmail.com MODUL BIMBINGAN TEKNIS ADMINISTRASI KONTRAK KONSTRUKSI Modul 1 : Kebijakan Penyusunan Dok. Kontrak

Lebih terperinci

PENGADAAN BARANG/JASA (PROCUREMENT)

PENGADAAN BARANG/JASA (PROCUREMENT) PENGADAAN BARANG/JASA (PROCUREMENT) 1. Ruang Lingkup 2. Metode Pemilihan Penyedia 3. Proses Lelang RUANG LINGKUP Pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD,,

Lebih terperinci

TCE-06 DOKUMEN KONTRAK

TCE-06 DOKUMEN KONTRAK TCE-06 DOKUMEN KONTRAK DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI Jl. Sapta Taruna Raya Kompleks PU Pasar Jumat Tlp.

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 12 BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan PT. Artefak Arkindo berdiri sejak tahun 1992 dengan nama PT. Artefak Arsindo bidang pelayanan jasa konsultan perencanaan. Pada tahun 2000 adanya pergantian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kegagalan pada Proyek Konstruksi Kegagalan konstruksi merupakan kegagalan yang bersifat teknis dan non teknis. Kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan

Lebih terperinci

Kontraktor. Konsultan Pengawas. Konsultan Perencana

Kontraktor. Konsultan Pengawas. Konsultan Perencana BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Struktur Organisasi Kontraktor Konsultan Perencana Pemilik Konsultan Pengawas Gambar 3.1. Skema Hubungan Antara Owner, Kontraktor & Konsultan Sumber:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dibuat (Arditi and Patel, 1989)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dibuat (Arditi and Patel, 1989) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Penjadwalan Kunci utama keberhasilan melaksanakan proyek tepat waktu adalah perencanaan dan penjadwalan proyek yang lengkap dan tepat. Keterlambatan dapat dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek konstruksi Proyek adalah suatu kegiatan yang mempunyai jangka waktu tertentu dengan alokasi sumber daya terbatas, untuk melaksanakan suatu kegiatan yang telah ditentukan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Faktor Sukses, Kontraktor dan Perumahan Faktor sukses adalah suatu bagian penting, dimana prestasi yang memuaskan diperlukan untuk suatu organisasi agar dapat mencapai

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. proyek atau pekerjaan dan memberikannya kepada pihak lain yang mampu

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. proyek atau pekerjaan dan memberikannya kepada pihak lain yang mampu BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1. Pihak Pihak Yang Terkait Dengan Proyek 3.1.1. Pemilik Proyek / Owner Pemilik proyek atau owner adalah seseorang atau instasi yang memiliki proyek atau

Lebih terperinci

Owner (Pemilik Proyek)

Owner (Pemilik Proyek) Owner (Pemilik Proyek) Konsultan Perencana Konsultan Pengawas Kontraktor (Pelaksana Proyek PIHAK TERKAIT seseorang atau instansi yang memiliki proyek atau pekerjaan dan memberikannya kepada pihak lain

Lebih terperinci

PED OMAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

PED OMAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI Lampiran I Peraturan Menteri PU Nomor : 06/PRT/M/2008 Tanggal : 27 Juni 2008 PED OMAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM J l. P a t t i m u r a N o. 2 0, K e b a

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengembangan Perumahan Pengembangan perumahan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengembang secara mandiri maupun bersama dengan pihak lain untuk mencapai tujuan ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kegagalan Konstruksi Kegagalan konstruksi merupakan kegagalan yang bersifat teknis dan non teknis. Kegagalan ini dapat disebabkan karena kegagalan pada proses pengadaan barang

Lebih terperinci

3.2 Struktur Organisasi Laporan Kerja Praktik Struktur organisasi adalah suatu kerangka kerja yang mengatur pola hubungan kerja antar orang atau badan

3.2 Struktur Organisasi Laporan Kerja Praktik Struktur organisasi adalah suatu kerangka kerja yang mengatur pola hubungan kerja antar orang atau badan BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 ORGANISASI PROYEK Secara umum organisasi dapat diartikan sebagai sebuah system yang terdiri dari sekelompok individu yang melalui suatu hierarki sistematis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Berpikir Adanya perbedaan volume didalam dokumen tender antara BQ dan

METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Berpikir Adanya perbedaan volume didalam dokumen tender antara BQ dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Adanya perbedaan volume didalam dokumen tender antara BQ dan gambar sangat berpengaruh terhadap perubahan biaya. Selain itu diperparah lagi dengan adanya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Proyek dan Proyek Konstruksi Menurut Soeharto (1999), kegiatan proyek adalah suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses konstruksi untuk merusak proyek (Faber, 1979). yang diperkirakan (Lifson & Shaifer, 1982).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses konstruksi untuk merusak proyek (Faber, 1979). yang diperkirakan (Lifson & Shaifer, 1982). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Definisi resiko: 1. Kejadian yang sering terjadi pada event tertentu atau faktor yang terjad selama proses konstruksi untuk merusak proyek (Faber, 1979). 2. Hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Bangunan dan Pembangunan Gedung Negara. dan/atau perolehan lainnya yang sah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Bangunan dan Pembangunan Gedung Negara. dan/atau perolehan lainnya yang sah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bangunan dan Pembangunan Gedung Negara (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 45/PRT/M/2007) Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG \IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi merupakan salah

Lebih terperinci

BAB III: TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB III: TINJAUAN UMUM PROYEK BAB III: TINJAUAN UMUM PROYEK 3.1. Pengertian Proyek Menurut Nokes (2007), proyek adalah sebuah kegiatan yang bersifat sementara yang telah ditetapkan awal pekerjaanya dan waktu selesainya (dan biasanya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB V UNCERTAIN EVENTS DALAM PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI YANG AKAN DIKELOLA DENGAN BIAYA KONTINJENSI DAN MENJADI TANGGUNG JAWAB KONTRAKTOR

BAB V UNCERTAIN EVENTS DALAM PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI YANG AKAN DIKELOLA DENGAN BIAYA KONTINJENSI DAN MENJADI TANGGUNG JAWAB KONTRAKTOR BAB V UNCERTAIN EVENTS DALAM PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI YANG AKAN DIKELOLA DENGAN BIAYA KONTINJENSI DAN MENJADI TANGGUNG JAWAB KONTRAKTOR V.1 Pendahuluan Salah satu faktor penentu untuk dapat mencapai

Lebih terperinci

PANDANGAN KONTRAKTOR TERHADAP KLAUSUL-KLAUSUL KONTRAK PADA PROYEK KONSTRUKSI Theodorus Bryan 1, Yosua S. Sidarta 2, Andi 3

PANDANGAN KONTRAKTOR TERHADAP KLAUSUL-KLAUSUL KONTRAK PADA PROYEK KONSTRUKSI Theodorus Bryan 1, Yosua S. Sidarta 2, Andi 3 PANDANGAN KONTRAKTOR TERHADAP KLAUSUL-KLAUSUL KONTRAK PADA PROYEK KONSTRUKSI Theodorus Bryan 1, Yosua S. Sidarta 2, Andi 3 ABSTRAK : Pada proyek konstruksi yang berfokus pada bangunan high-rise, atau dengan

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Sistem Organisasi Gambar 3.1 Skema Hubungan Antara Owner, Kontraktor & Konsultan Sumber: Proyek 3.1.1 Organisasi dan Pihak yang Terkait Dalam organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari Tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

Lebih terperinci

Penjelasan tentang proyek yang akan dikerjakan. Panitia lelang nengumumkan kontraktor yang lolos dalam tahap pra kualifikasi

Penjelasan tentang proyek yang akan dikerjakan. Panitia lelang nengumumkan kontraktor yang lolos dalam tahap pra kualifikasi PROSES TENDER KONTRAKTOR Kontrak kerja konstruksi dibuat sebagai dasar hukum dan pedoman pelaksanaan bagi kontraktor yang diberikan oleh pemilik proyek, kontrak kerja konstruksi juga dapat berfungsi sebagai

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK ) PEKERJAAN PENGAWASAN KONSTRUKSI PEMBANGUNAN SARANA PRASARANA PENDUKUNG API ABADI MRAPEN

KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK ) PEKERJAAN PENGAWASAN KONSTRUKSI PEMBANGUNAN SARANA PRASARANA PENDUKUNG API ABADI MRAPEN KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK ) PEKERJAAN PENGAWASAN KONSTRUKSI PEMBANGUNAN SARANA PRASARANA PENDUKUNG API ABADI MRAPEN I. PENDAHULUAN A. Umum 1. Setiap bangunan gedung harus diwujdkan dengan sebaik-baiknya,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra, 2

Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra, 2 TANGGUNGJAWAB PENYEDIA DAN PENGGUNA JASA KONSTRUKSI MENURUT SYARAT-SYARAT UMUM KONTRAK PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NO. 07/PRT/M/2011 & MENURUT GENERAL CONDITION FIDIC RED BOOK Yefta Gavra Garland

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1. Sistem Organisasi Proyek 3.2 Struktur Organisasi Proyek PEMBERI TUGAS (OWNER) PT.Kompas Media Nusantara MANAJEMEN KONSTRUKSI PT.Ciriajasa Cipta Mandiri

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II KARAKTERISTIK & MANAJEMEN PROYEK

BAB II KARAKTERISTIK & MANAJEMEN PROYEK BAB II KARAKTERISTIK & MANAJEMEN PROYEK 2.1 DATA PROYEK A. Lokasi Proyek Proyek Apartemen Green Bay dibangun di atas pantai,lalu di urug dengan tanah dengan luas total sebesar m2 127.881 dengan detail

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. proyek dengan tujuan mengatur tahap tahap pelaksanaan

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. proyek dengan tujuan mengatur tahap tahap pelaksanaan BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Sistem Organisasi Sistem organisasi memegang peranan cukup penting dalam sebuah proyek. Sebuah proyek akan berhasil jika di dalamnya terdapat sistem organisasi

Lebih terperinci

BAB III. SISTEM ORGANISASI dan MANAJEMEN PROYEK

BAB III. SISTEM ORGANISASI dan MANAJEMEN PROYEK BAB III SISTEM ORGANISASI dan MANAJEMEN PROYEK 3.1 Struktur Organisasi 3.1.1 Organisasi dan Pihak yang Terkait Dalam organisasi proyek pembangunan pada umumnya banyak pihak pihak yang terkait satu sama

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. sitematis. Dapat diartikan juga sebagai wadah dalam kegiatan sekelompok

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. sitematis. Dapat diartikan juga sebagai wadah dalam kegiatan sekelompok BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Organisasi Proyek Secara umum organisasi dapat diartikan sebagai sebuah system yang terdiri dari sekelompok individu yang melalui suatu hierarki sistematis

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1. Struktur Organisasi 3.1.1. Organisasi dan Pihak Yang Terkait Dalam organisasi suatu proyek banyak pihak yang terkait dan mempunyai tugas dan wewenang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN STASIUN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN STASIUN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN SYARAT UMUM SURAT PERINTAH KERJA (SPK) 1. LINGKUP PEKERJAAN Penyedia yang ditunjuk berkewajiban untuk menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu yang ditentukan, sesuai dengan volume, spesifikasi teknis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

SURVEI MENGENAI BIAYA OVERHEAD SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

SURVEI MENGENAI BIAYA OVERHEAD SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA SURVEI MENGENAI BIAYA OVERHEAD SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Henry Pascal Magaline 1, Alvin Januar Haryono 2, Andi 3 ABSTRAK : Biaya overhead sebuah proyek merupakan salah satu unsur harga pokok

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Pemilihan Kontraktor Dalam industri konstruksi, ada dua pihak yang sangat berperanan penting, yaitu owner dan kontraktor. Dimana owner adalah orang atau badan hukum

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SISTEM MANAJEMEN MUTU

BAB V ANALISIS SISTEM MANAJEMEN MUTU BAB V ANALISIS SISTEM MANAJEMEN MUTU Analisis yang dilakukan berdasarkan data dari bab 3 untuk proyek konstruksi tradisional dan bab 4 untuk proyek EPC diperoleh bahwa setiap proyek konstruksi mempunyai

Lebih terperinci

BENTUK SURAT PERINTAH KERJA (SPK) [kop surat K/L/D/I] SATUAN KERJA PPK: NOMOR DAN TANGGAL SPK NOMOR DAN TANGGAL DOKUMEN PENGADAAN :

BENTUK SURAT PERINTAH KERJA (SPK) [kop surat K/L/D/I] SATUAN KERJA PPK: NOMOR DAN TANGGAL SPK NOMOR DAN TANGGAL DOKUMEN PENGADAAN : BENTUK SURAT PERINTAH KERJA (SPK) [kop surat K/L/D/I] SURAT PERINTAH KERJA (SPK) SATUAN KERJA PPK: NOMOR DAN TANGGAL SPK NOMOR DAN TANGGAL SURAT PERMINTAAN PENAWARAN: PAKET PEKERJAAN : NOMOR DAN TANGGAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan apartemen adalah salah satu pembangunan yang menimbulkan risiko tinggi bagi proyek tersebut maupun lingkungan sekitarnya dibandingkan dengan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Proyek Konstruksi Proyek adalah suatu kegiatan yang mempunyai jangka waktu tertentu dengan alokasi sumber daya terbatas, untuk melaksanakan suatu kegiatan yang telah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH...

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH... 367 D. Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi Perencana dengan nilai Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) PEMERINTAH KOTA SURABAYA SATUAN KERJA PERANGKAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18

Lebih terperinci

MASALAH SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI

MASALAH SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI MASALAH SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI Mukhamad Afif Salim, Agus Bambang Siswanto Program Studi Teknik Sipil Universitas 17 Agustus 1945 Semarang Email : afifsalim@untagsmg.ac.id 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

AKUNTANSI KONSTRUKSI UNTUK PERUSAHAAN PROPERTY DAN DEVELOPER. Andriani Widiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta

AKUNTANSI KONSTRUKSI UNTUK PERUSAHAAN PROPERTY DAN DEVELOPER. Andriani Widiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta AKUNTANSI KONSTRUKSI UNTUK PERUSAHAAN PROPERTY DAN DEVELOPER Andriani Widiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Seiring dengan terkenalnya kota Yogyakarta sebagai kota pelajar, maka semakin banyak bermunculan

Lebih terperinci

AKUNTANSI KONSTRUKSI UNTUK PERUSAHAAN PROPERTY DAN DEVELOPER. Andriani Widiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta

AKUNTANSI KONSTRUKSI UNTUK PERUSAHAAN PROPERTY DAN DEVELOPER. Andriani Widiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta AKUNTANSI KONSTRUKSI UNTUK PERUSAHAAN PROPERTY DAN DEVELOPER Andriani Widiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Seiring dengan terkenalnya kota Yogyakarta sebagai kota pelajar, maka semakin banyak bermunculan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengelolaan risiko..., Budi Suanda, FT UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengelolaan risiko..., Budi Suanda, FT UI, 2008 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri jasa konstruksi merupakan industri yang memiliki karakteristikkarakteristik khusus yang sulit untuk diantisipasi karena unik, sumber daya yang berfluktuasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek konstruksi Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Umum Proyek dengan segala ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilibatkan didalamnya merupakan salah satu upaya manusia dalam membangun kehidupannya. Suatu proyek

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, DRAFT PERBAIKAN RAPAT KEMKUMHAM TANGGAL 24 SEPT 2010 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur transportasi darat yang berperan sangat penting dalam perkembangan suatu wilayah. Jalan berfungsi untuk mendukung kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN

Lebih terperinci

ANALISIS FREKUENSI, DAMPAK, DAN JENIS KETERLAMBATAN PADA PROYEK KONSTRUKSI

ANALISIS FREKUENSI, DAMPAK, DAN JENIS KETERLAMBATAN PADA PROYEK KONSTRUKSI ANALISIS FREKUENSI, DAMPAK, DAN JENIS KETERLAMBATAN PADA PROYEK KONSTRUKSI Theresia Monica Sudarsono 1, Olivia Christie 2 and Andi 3 ABSTRAK: Dalam proyek konstruksi terdapat beberapa kemungkinan terjadinya

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI Disampaikan dalam kegiatan Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2) Hotel Yasmin - Karawaci Tangerang 25 27 April 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

SURABAYA SATUAN KERJA : RSUD Dr.SOETOMO SURAT PERINTAH KERJA (SPK) NOMOR DAN TANGGAL SPK : 027/15121/301/XI/2016, TGL.

SURABAYA SATUAN KERJA : RSUD Dr.SOETOMO SURAT PERINTAH KERJA (SPK) NOMOR DAN TANGGAL SPK : 027/15121/301/XI/2016, TGL. PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOETOMO JL. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo 6 8, Telp. 031-5501011-1013, Fax. 031-5022068, 5028735. SURABAYA - 60286 SATUAN KERJA : RSUD Dr.SOETOMO

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. digunakan dalam pelaksanaan pembangunan proyek, oleh karena itu dibutuhkan

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK. digunakan dalam pelaksanaan pembangunan proyek, oleh karena itu dibutuhkan BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Perencanaan Lapangan (Site Planning) Perencanaan lapangan kerja (site planning) dibuat untuk mengatur penempatan peralatan, stok material dan sarana penunjang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1992 TENTANG USAHA PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

Gambar 1.2 View Design Hotel Travello Bandung Proses Pengadaan Proyek Jenis Lelang Proyek Proyek pembangunan Hotel Travello Bandung, o

Gambar 1.2 View Design Hotel Travello Bandung Proses Pengadaan Proyek Jenis Lelang Proyek Proyek pembangunan Hotel Travello Bandung, o BAB II DATA - DATA PROYEK 2.1 Pengertian Proyek Pengertian Proyek adalah suatu himpunan atau kumpulan kegiatan yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, dimana memiliki suatu target kuantitatif

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Organisasi dan Pihak yang Terkait dalam Proyek Dalam organisasi proyek pembangunan pada umumnya, tentu banyak pihak pihak yang terkait satu sama lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wayu Hidayat. Faktor-faktor risiko,... FT UI., 2007.

BAB I PENDAHULUAN. Wayu Hidayat. Faktor-faktor risiko,... FT UI., 2007. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemahaman tentang konstruksi dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: teknologi konstruksi (construction technology) dan manajemen konstruksi (construction

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Struktur Organisasi Lapangan Project Herry Putranto Project Manager Wisnu Yudi Administrasi Agung Logistik Asep Safety Officer Rizal Supervisior Prihartono

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisisi dan penegertian penghambat Kata penghambat dalam kamus besar bahasa indonesia diterjemahkan sebagai hal, keadaan atau penyebab lain yang menghambat (merintangi, menahan,

Lebih terperinci

PELATIHAN PELAKSANA TEROWONGAN MODUL : TCE 01 UUJK, ETIKA PROFESI, ETOS KERJA DAN UUSDA

PELATIHAN PELAKSANA TEROWONGAN MODUL : TCE 01 UUJK, ETIKA PROFESI, ETOS KERJA DAN UUSDA PELATIHAN PELAKSANA TEROWONGAN MODUL : TCE 01 UUJK, ETIKA PROFESI, ETOS KERJA DAN UUSDA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

H. Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi Pengawasan dengan nilai di atas Rp ,- (lima puluh juta rupiah)

H. Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi Pengawasan dengan nilai di atas Rp ,- (lima puluh juta rupiah) 408 H. Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi Pengawasan dengan nilai di atas Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) KONTRAK PENGADAAN JASA KONSULTANSI PENGAWASAN Nomor :.. Nama Kegiatan :.. Nama Pekerjaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERBEDAAN DASAR PENGENAAN PPH PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT

BAB IV ANALISIS PERBEDAAN DASAR PENGENAAN PPH PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT BAB IV ANALISIS PERBEDAAN DASAR PENGENAAN PPH PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT A. Analisis Perbedaan Dasar Pengenaan PPh Pasal 23 dan PPN atas EPC Project Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi adalah jenis usaha jasa konstruksi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi adalah jenis usaha jasa konstruksi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jasa Konstruksi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi adalah jenis usaha jasa konstruksi yang menyediakan layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, yang dibedakan menurut bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna menunjang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna menunjang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jasa Konstruksi merupakan salah satu kegiatan bidang ekonomi yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan

Lebih terperinci