Gambar 2.1. Anatomi Retina (Sherwood, 2011).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 2.1. Anatomi Retina (Sherwood, 2011)."

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Penglihatan Warna Fungsi utama mata adalah memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke sel fotoreseptor retina, yaitu sel batang dan sel kerucut. Fotoreseptor kemudian mengubah energi cahaya menjadi sinyal listrik untuk ditransmisikan ke sistem saraf pusat (Sherwood, 2011). Pada gambar 2.1. jelas terlihat bagian saraf retina yang terdiri dari tiga lapisan sel yang peka rangsang : 1. Lapisan paling luar (paling dekat dengan koroid) yang mengandung sel batang dan sel kerucut, 2. Lapisan tengah sel bipolar, 3. Lapisan dalam sel ganglion. Akson-akson sel ganglion menyatu membentuk saraf optik, yang keluar dari retina tidak tepat di bagian tengah. Titik di retina tempat saraf optik keluar dan pembuluh darah berjalan disebut diskus optikus (Sherwood, 2011). Gambar 2.1. Anatomi Retina (Sherwood, 2011).

2 Bila sel batang ataupun sel kerucut terangsang, sinyal akan dijalarkan melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai fotoreseptor di semua bagian retina kecuali di fovea. Di fovea, yaitu cekungan yang terletak tepat di tengah retina, lapisan ganglion dan bipolar tersisih ke tepi sehingga cahaya langsung mengenai fotoreseptor (Sherwood, 2011). Fovea terutama berfungsi untuk penglihatan cepat dan rinci. Fovea sentralis dengan diameter hanya 0,3 milimeter, hampir seluruhnya terdiri atas sel-sel kerucut (Guyton dan Hall, 2010). Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, di sini fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan bagian retina paling tipis (Riordan-eva dan Witcher, 2010). Daerah tepat di sekitar fovea, makula lutea juga memiliki konsentrasi sel kerucut yang tinggi dan ketajaman lumayan. Namun, ketajaman makula lebih rendah daripada fovea, karena ada lapisan sel ganglion dan bipolar di atasnya. Fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) terdiri dari 3 bagian, yaitu : 1. Segmen luar (paling dekat dengan koroid), bagian ini mendeteksi rangsangan cahaya. Segmen ini, berbentuk batang pada sel batang dan kerucut pada sel kerucut, 2. Segmen dalam, yang terletak di bagian tengah fotoresetor. Bagian ini mengandung perangkat metabolik sel, 3. Terminal sinaps, yang terletak paling dekat dengan bagian interior mata, menghadap ke sel bipolar. Bagian ini menyalurkan sinyal yang dihasilkan fotoreseptor karena stimulasi cahaya ke sel-sel selanjutnya di jalur penglihatan (Sherwood, 2011). Segmen luar terdiri dari tumpukan lempeng-lempeng membranosa gepeng yang mengandung banyak molekul fotopigmen peka cahaya. Fotopigmen mengalami perubahan kimiawi ketika diaktifkan oleh sinar. Perubahan yang dipicu oleh cahaya dan pengaktifkan fotopigmen ini melalui serangkaian tahap menyebabkan terbentuknya potensial reseptor yang akhirnya menghasilkan potensial aksi. Potensial aksi menyalurkan informasi ini ke otak untuk pemprosesan visual.

3 Fotopigmen terdiri dari dua komponen : 1. Opsin yang merupakan suatu protein, 2. Retinen, suatu turunan vitamin A yang terikat di bagian dalam molekul opsin. Retinen adalah bagian fotopigmen yang menyerap cahaya (Sherwood, 2011). Terdapat empat fotopigmen berbeda, satu di sel batang dan masingmasing satu di ketiga jenis sel kerucut. Keempat fotopigmen ini menyerap panjang gelombang sinar yang berbeda-beda (Sherwood, 2011). Bahan kimia yang peka cahaya dalam sel batang disebut rodopsin; tiga bahan kimia peka cahaya dalam sel kerucut, disebut pigmen warna merah, hijau dan biru, mempunyai komposisi sedikit berbeda dari rodopsin (Guyton dan Hall, 2010). Substansi rodopsin pada sel batang merupakan kombinasi dari protein skotopsin dengan pigmen karotenoid retinal. Retinal tersebut merupakan bentuk tipe khusus yang disebut 11-cis retinal. Bentuk cis retinal adalah bentuk yang penting sebab hanya bentuk ini saja yang dapat berikatan dengan skotopsin agar dapat bersintesis menjadi rodopsin. Prinsip-prinsip fotokimiawi pada siklus penglihatan rodopsin dan penguraiannya oleh energi cahaya (gambar 2), yang sama pula dapat diterapkan pada pigmen sel kerucut (Guyton dan Hall, 2010). Gambar 2.2. Siklus Penglihatan Rodopsin-Retina Pada Sel Batang (Guyton Dan Hall, 2010)

4 Retina mengandung sel batang 30 kali lebih banyak daripada sel kerucut (100 juta sel batang dibandingkan 3 juta sel kerucut per mata). Sel kerucut lebih banyak di makula lutea pada bagian tengah retina. Dari titik ini keluar, konsentrasi sel kerucut berkurang dan konsentrasi sel batang meningkat. Sel batang paling banyak di perifer. Perbedaan antara sel batang dan sel kerucut adalah sel kerucut memberi penglihatan warna sedangkan sel batang memberi penglihatan hanya dalam bayangan abu-abu. Sel kerucut memiliki sensitivitas rendah terhadap cahaya, dinyalakan hanya oleh sinar terang siang hari, tetapi sel ini memiliki ketajaman (kemampuan membedakan titik yang berdekatan) tinggi. Manusia menggunakan sel kerucut untuk penglihatan siang hari, yang berwarna dan tajam. Sel batang memiliki ketajaman rendah tetapi sensitivitasnya tinggi sehingga sel ini berespons terhadap sinar temaram malam hari (Sherwood, 2011). Sel kerucut pada retina merupakan komponen penting untuk melihat warna. Setiap jenis sel kerucut sensitif terhadap panjang gelombang yang berbeda. Pada sel kerucut mata orang yang normal memiliki tiga jenis pigmen yang dapat membedakan warna (Wagner, 2013). Ketiga macam pigmen tersebut sensitif terhadap cahaya. Penglihatan warna yang normal pada manusia ini disebut juga dengan trikromatik. Sifat absorbsi dari pigmen yang terdapat di dalam ketiga macam sel kerucut itu menunjukkan bahwa puncak absorbsi pada gelombang cahaya berturut-turut sebagai berikut : a) 420 nm: sel kerucut biru atau "S" kerucut untuk panjang gelombang pendek (short-wavelength light), b) 530 nm: sel kerucut hijau atau "M" kerucut untuk panjang gelombang menengah (middle-wavelength light), c) 560 nm: merah kerucut atau " L" kerucut untuk gelombang panjang (long-wavelength light) (Deeb dan Motulsky, 2011).

5 Gambar 2.3. a. Spektrum penyerapan cahaya yang relatif terjadi pada tiga kelas photopigment kerucut manusia pada penglihatan warna yang normal (trikromatik). b. Penyerapan cahaya relatif digambarkan terhadap panjang gelombang dalam nanometer (nm) (Deeb dan Motulsky, 2011). Penglihatan warna, presepsi berbagai warna, bergantung pada berbagai rasio stimulasi ketiga tipe sel kerucut terhdap bermacam-macam panjang gelombang tertentu dari sinar yang sampai ke fotoreseptor retina (Sherwood, 2011). Panjang gelombang ini juga merupakan panjang gelombang untuk puncak sensitivitas cahaya untuk setiap tipe sel kerucut, yang dapat mulai digunakan untuk menjelaskan bagaimana retina dapat membedakan warna (Guyton dan Hall, 2010). Misalnya panjang gelombang yang terlihat sebagai biru tidak merangsang sel kerucut merah atau hijau sama sekali tetapi merangsang sel kerucut biru secara maksimal (Sherwood, 2011). Bila panjang gelombang elektromagnetik yang diterima terletak di antara kedua pigmen sel kerucut, maka akan terjadi penggabungan warna (Ilyas, 2008). Masukan-masukan warna tersebut di kombinasikan dan diproses pada pusat penglihatan warna di korteks penglihatan primer pada otak dan inilah yang akan menghasilkan presepsi warna (Sherwood, 2011).

6 2.2. Buta Warna Definisi Buta warna adalah suatu keadaan dimana pasien mengalami kelemahan/penurunan kemampuan untuk membedakan antara warna-warna tertentu yang seharusnya dapat dibedakan oleh orang dengan penglihatan yang normal (Jang et al., 2010). Istilah buta warna atau colour blind sebenarnya kurang akurat, karena seorang penderita buta warna tidak buta terhadap seluruh warna. Akan lebih tepat bila disebut gejala defisiensi daya melihat warna atau colour vision dificiency (Jubinville, 2014). Buta warna total sangat langka terjadi dan menyebabkan seseorang untuk melihat benda dalam nuansa abu-abu (Stresing, 2014) Etiopatogenesis Ketiga macam pigmen warna pada retina membuat kita dapat membedakan warna. Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut harus bekerja dengan baik. Jika salah satu pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka terjadi buta warna (Ilyas, 2008). Kekurangan penglihatan warna terjadi ketika salah satu atau lebih sel kerucut pada retina kurang berfungsi daripada keadaan normal, atau tidak berfungsi sama sekali (Jang et al., 2010). Buta warna merupakan penyakit keturunan yang terekspresi hampir hanya pada para pria (Indrawan, 2008). Wanita secara genetik hanya sebagai carrier buta warna yang diturunkan ke anak laki-lakinya (Guyton dan Hall, 2010). Kelainan ini terjadi akibat defisiensi kongenital terkait-x kromosom pada salah satu jenis fotoreseptor retina yang spesifik yaitu sel kerucut. Akibat faktor genetik ini sel kerucut penderita buta warna tidak mampu untuk menangkap spektrum warna tertentu (Riordan-eva dan Witcher, 2010). Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linkedgenes) ini memungkinkan seorang pria yang memiliki genotif XY untuk terkena buta warna secara turunan lebih besar dibandingkan wanita yang bergenotif XX untuk terkena buta warna. Jika hanya terkait pada salah satu kromosom X nya saja, wanita disebut carrier atau pembawa, yang bisa menurunkan gen buta warna pada anak-

7 anaknya. Menurut salah satu riset 5-8% pria dan 0,5% wanita dilahirkan buta warna. Dan 99% penderita buta warna termasuk dikromasi, protanopia, dan deuteranopia (Situmorang, 2010). Dengan adanya penemuan gen pada opsin sel kerucut manusia yang mengkode panjang gelombang pendek (S), panjang gelombang menengah (M) dan yang panjang (L), maka dihubungkanlah dengan dua hipotesis yang menyatakan bahwa: (1) komposisi dan variasi dalam urutan rangkaian asam amino dari opsin sel kerucut bertanggung jawab untuk perbedaan spektral antara photopigments (2) perubahan gen pada opsin sel kerucut mendasari kekurangan penglihatan warna diturunkan (Neitz, 2010). Pola gen turunan untuk kelainan penglihatan warna, dari merah-hijau dan biru-kuning untuk manusia, yaitu panjang gelombang yang panjang (L) dan menengah (M) pada opsin sel kerucut yang diterjemahkan ke X-kromosom di Xq28, dan gen untuk panjang gelombang pendek (S) pada opsin sel kerucut untuk autosom, kromosom 7 pada 7q32. Sebutan untuk gen opsin L, M dan S masingmasing adalah OPN1LW (Opsin 1 Long Wave), OPN1MW (Opsin 1 Middle Wave), dan OPN1SW (Opsin 1 Short Wave) (Neitz, 2010). Dua gen yang paling sering berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW yang mengkode pigmen merah dan OPN1MW yang mengkode pigmen hijau (Deeb dan Motulsky, 2005). Hal ini dikarenakan OPN1LW dan OPN1MW hampir identik satu sama lain, keduanya berbagi lebih dari 98% identitas urutan nukleotida, sedangkan mereka hanya berbagi sekitar 40% nukleotida dengan OPN1SW. Karena kesamaan OPN1LW dan OPN1MW mengakibatkan mereka rentan terhadap rekombinasi homolog yang tidak sama, dan hal ini memiliki keterlibatan yang mendalam untuk fungsi visual (Neitz, 2010).

8 Klasifikasi Buta Warna. Defek penglihatan warna atau buta warna dapat dikenal dalam bentuk : Monochromacy Monochromacy adalah keadaan dimana seseorang hanya memiliki sebuah sel pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel cones (Kurnia, 2009). Seseorang yang menderita monochromacy disebut monokromat (Indrawan, 2008). Monochromacy ada dua jenis, yaitu : a) Rod monochromacy (typical) adalah jenis buta warna yang sangat jarang terjadi, yaitu ketidakmampuan dalam membedakan warna sebagai akibat dari tidak berfungsinya semua sel kerucut retina. Penderita rod monochromacy tidak dapat membedakan warna sehingga yang terlihat hanya hitam, putih dan abu-abu, b) Cone monochromacy (atypical) adalah tipe monochromacy yang sangat jarang terjadi yang disebabkan oleh tidak berfungsinya dua sel kerucut. Penderita nya masih dapat melihat warna tertentu, karena masih memiliki satu sel kerucut yang berfungsi (Kurnia, 2009) Dichromacy Dichromacy adalah jenis buta warna dimana salah satu dari tiga sel kerucut tidak ada atau tidak berfungsi. Akibatnya, seseorang yang menderita dikromat akan mengalami gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu (Kurnia, 2009). Seseorang yang menderita dichromacy disebut juga dengan dikromat (Indrawan, 2008). Dichromacy dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan sel pigmen yang rusak, yaitu: a. Protanopia adalah gangguan penglihatan warna yang disebabkan tidak adanya photoreseptor retina merah, mengakibatkan tidak adanya penglihatan warna merah (Kurnia, 2009). Protanopia hanya memiliki sel kerucut biru dan hijau saja (Dichromacy tipe ini terjadi pada 1% dari seluruh pria) (Gambar 2.4.a.) (Deeb dan Motulsky, 2011). Orang yang menderita protanopia disebut protanope (Indrawan, 2008),

9 b. Deutanopia adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan ketiadaan photoreseptor retina hijau. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam membedakan warna merah dan hijau (red-green hue discrimination) (Kurnia, 2009). Pada Deuteranopia hanya memiliki sel kerucut biru dan merah saja, tetapi tidak ada sel kerucut hijau yang fungsional (terjadi pada 1 % dari laki-laki putih) (Gambar 2.4.b.) (Deeb dan Motulsky, 2011). Orang yang menderita deuteranopia disebut deuteranope (Indrawan, 2008), c. Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki shortwavelength cone yaitu warna biru, akibatnya penderita akan kesulitan membedakan warna biru dan kuning dari spektrum cahaya tampak. Tritanopia disebut juga buta warna biru-kuning dan merupakan tipe dichromacy yang sangat jarang dijumpai. (Kurnia, 2009). Orang yang menderita tritanopia disebut tritanope (Indrawan, 2008) Anomalous Trichromacy Penderita anomalous trichromacy memiliki tiga sel kerucut yang lengkap, tetapi terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap salah satu dari tiga sel reseptor warna tersebut (Kurnia, 2009). Seseorang yang mengalami anomalous trichromacy disebut anomali trikromat (Indrawan, 2008). Anomalous trichromacy terdiri dari 3, yaitu : a. Protanomalia mempengaruhi long-wavelength (red) pigment kerucut, menyebabkan lemahnya sensitifitas terhadap cahaya merah. Seseorang dengan protanomaly cenderung untuk melihat warna merah, jingga, kuning, dan kuning-hijau menjadi warna kehijauan, tetapi semua warna ini juga tampak lebih pucat dari biasanya. Warna ungu dan ungu muda tampak seperti nuansa biru karena komponen kemerahan berkurang (Wagner, 2013). (protanomalia terjadi pada 1 % dari laki-laki putih) (Gambar 2.4.c.) (Deeb dan Motulsky, 2011).

10 Seseorang yang menderita protanomalia disebut protanomalous (Indrawan, 2008), b. Deuteranomalia disebabkan oleh kelainan pada bentuk pigmen middle-wavelength (green). Sama halnya dengan protanomaly, deuteranomaly tidak mampu melihat perbedaan kecil pada nilai warna dalam area spektrum untuk warna merah, jingga, kuning, dan hijau. Penderita salah dalam menafsirkan warna dalam region tersebut karena warnanya lebih mendekati warna merah. Perbedaan antara keduanya yaitu penderita deuteranomalia tidak memiliki masalah dalam hilangnya penglihatan terhadap kecerahan (brigthness) (Kurnia, 2009). Deuteranomalia terjadi pada 5% dari laki-laki berkulit putih (Gambar 2.4.d.) (Deeb dan Motulsky, 2011). Seseorang yang menderita deuteranomalia disebut deuteranomalous (Indrawan, 2008), c. Tritanomalia adalah tipe anomolous trichromacy yang sangat jarang terjadi, baik pada pria maupun wanita. Pada tritanomaly, kelainan terdapat pada short-wavelength pigment (blue). Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari spektrum warna. Tidak seperti protanomalia dan deuteranomalia, tritanomalia diwariskan oleh kromosom 7. Inilah alasan mengapa penderita tritanomalia sangat jarang ditemui (Kurnia, 2009). Orang-orang ini mengalami kesulitan membedakan hijau, cyan, dan biru. Mereka juga mungkin mengalami kesulitan membedakan kuning dari ungu dan juga sering kebingungan dengan warna merah jambu, jingga, dan coklat (Wagner, 2013). Seseorang yang menderita tritanomalia disebut tritanomalous (Indrawan, 2008).

11 Gambar 2.4. a. Protanopia b. Deutanopia c. Protanomalia d. Deuteranomalia (Deeb dan Motulsky, 2011) Diagnosis Para peneliti menyimpulkan bahwa skrining untuk buta warna dapat dimulai pada usia 4 tahun. Pengujian pada usia dini sangat penting karena anakanak dengan buta warna sering melakukan hal buruk pada tes atau tugas yang menampilkan warna-warna. Anak-anak dengan buta warna membutuhkan berbagai jenis rencana pelajaran yang tidak memerlukan kemampuan untuk melihat warna dengan benar. Pemeriksaan harus dimulai sejak dini karena label anak tidak pintar adalah stigma besar bagi anak dan menyebabkan kecemasan yang signifikan bagi orang tua dan keluarga (Thai News Service Group, 2014). Tes buta warna saat ini juga sangat dibutuhkan bagi dunia industri, pendidikan, maupun pemerintahan. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan manusia dalam pekerjaan atau pendidikan yang erat sekali berhubungan dengan warna (Agusta et al., 2012). Pemeriksaan buta warna ini dilakukan sebagian besar untuk tiga tujuan : pertama untuk skrining apakah cacat bawaan atau yang diperoleh, yang kedua

12 untuk mendiagnosis jenis dan tingkat keparahan cacat dan yang ketiga untuk menilai dampak dari cacat pada profesi atau pekerjaan tertentu. Secara umum, tes yang efektif adalah test yang tepat, mudah, dan biaya yang dibutuhkan untuk mendiagnosa kelainan penglihatan warna yang akurat (Heidary et al., 2013). Diagnosis buta warna dibuat berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang sesuai adalah terdapat riwayat buta warna di dalam keluarga atau terdapat riwayat trauma kranial yang menyebabkan kelainan saraf atau makula (Riordan-eva dan Witcher, 2010). Banyak tes untuk pemeriksaan penunjang yang digunakan secara klinis untuk mendiagnosa kelainan penglihatan warna, tes ini berkisar dari yang sederhana dengan buku Ishihara dan tes penilaian yang lebih kompleks termasuk tes Farnsworth-Munsell 100-Hue (FM 100-Hue), D-15 Farnsworth-Munsell (D-15), dan anomaloscope untuk diagnosis yang lebih tepat dan akurat (Heidary et al., 2013). Pada penelitian ini pemeriksaan dilakukan dengan test ishihara yang paling populer dan digunakan secara luas untuk tujuan skrining. Penggunaan buku ishihara juga dikarenakan tes ini harus dilakukan secara cepat, tepat, mudah dan murah untuk menilai jenis dan tingkat keparahan cacat penglihatan warna (Heidary et al., 2013). Metode ini dikembangkan menjadi Tes Buta Warna Ishihara oleh Dr. Shinobu Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang dan terus digunakan di seluruh dunia (Widianingsih et al., 2010). Test Ishihara didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna dan ukuran yang disusun dengan menyatukan titik-titik yang berbeda tersebut (Guyton dan Hall, 2010). Warnawarnanya dibuat sedemikian rupa membentuk pola titik-titik berbeda yang disusun hingga membentuk lingkaran. Untuk orang yang defisiensi warna, semua titik dalam satu atau lebih dari lempeng akan muncul mirip atau sama "isokromatik". Untuk seseorang tanpa kekurangan warna, beberapa titik akan muncul cukup berbeda dari titik-titik lain untuk membentuk sosok yang berbeda pada masing-masing piring "Pseudoisochromatic" (Wagner, 2013). Buku ishihara dapat mendiagnosa defek penglihatan warna dengan klasifikasi, yaitu: orang dengan penglihatan normal/trikromat, buta warna Merah-

13 Hijau (red-green deficiency) [buta warna merah (protanopia/protanomalia) dan buta warna hijau (deuteranopia/deuteranomalia)] dan buta warna total/akromatopsia. Kelainan tritanomaly tidak dapat dilihat disini. Tes Ishihara digunakan untuk mendiagnosis defek penglihatan warna kongenital, untuk mengetahui penyebab yang didapat (saraf, kelainan macula, trauma kranial) perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut (Riordan-eva dan Witcher, 2010). Tes Ishihara ini mempunyai kelemahan yaitu berupa media tes. Media yang digunakan adalah lembaran kertas bagi Ishihara. Media tes ini sendiri hanya dapat dilakukan pada ruangan bercahaya putih dengan intensitas penerangan yang cukup, sehingga melakukan tes buta warna ini tidak bisa di sembarang tempat/ruangan dengan bercahaya redup dan menggunakan cahaya kemerahan atau lampu pijar. Hal ini merupakan salah satu dari kelemahan tes konvensional, karena jika penerangan ruangan tidak sesuai dengan ketentuan standar, maka warna pada media tes pun akan berubah. Tes Ishihara pun mempunyai kelemahan berupa pemudaran warna, mudah robek, dan bisa saja salah satu dari lembaran tes terselip ataupun hilang (Agusta et al., 2012). Tahapan dalam pemeriksaan buta warna dengan metode ishihara, yaitu : 1. Menggunakan buku Ishihara 14 plate 2. Dalam pemeriksaan buta warna hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu: a. Ruangan pemeriksaan harus cukup pencahayaannya Tes Ishihara didesain agar dapat dilihat dengan jelas dengan cahaya ruangan. Sinar matahari langsung atau penggunaan cahaya lampu mengakibatkan ketidaksesuaian hasil karena perubahan pada bayangan warna yang nampak. Namun, bila mudah nyaman hanya dengan menggunakan cahaya lampu, maka dapat ditambahakan cahaya lampu tersebut sampai menghasilkan efek cahaya seperti cahaya alami. Kartu diletakkan pada jarak 75 cm dari pasien sehingga bidang kertasnya pada sudut yang tepat dengan garis penglihatan.

14 b. Angka-angka yang terlihat pada kartu disebutkan, dan setiap jawaban diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 detik (Widianingsih et al. 2010). 3. Penjelasan pada tiap lembar gambar : No.1. Setiap subjek, baik dengan penglihatan warna normal atau cacat penglihatan warna akan membaca dengan benar angka "12". Plate ini digunakan terutama untuk penjelasan awal dari proses tes untuk mata pelajaran. No.2. Subyek normal akan membaca "8" dan mereka dengan defisiensi warna merah-hijau melihat angka "3". No.3. Subyek normal akan membaca "5" dan mereka dengan defisiensi warna merah-hijau melihat angka "2". No.4. Subyek normal akan membaca "29" dan mereka dengan defisiensi warna merah-hijau melihat angka "70". No.5. Subyek normal akan membaca "74" dan mereka dengan defisiensi warna merah-hijau melihat angka "21". No.6-7. Dengan baik dipahami oleh subyek normal, tapi tidak atau sulit untuk dibaca bagi mereka dengan defisiensi merah-hijau. No.8. Subjek normal dengan jelas melihat angka "2" untuk tetapi tidak jelas bagi mereka dengan defisiensi merah-hijau. No.9. Subyek normal bisa sukar membacanya, tapi kebanyakan dari mereka dengan kekurangan merah-hijau melihat angka "2" di dalamnya. No.10. Subyek normal biasanya dapat membaca angka "16", tapi kebanyakan dari mereka dengan kekurangan merah-hijau tidak bisa, No.11. Dalam menelusuri garis berkelok-kelok antara dua x tersebut, orang yang normal melihat garis hijau kebiruan, namun sebagian besar dari mereka dengan kekurangan penglihatan warna tidak dapat mengikuti garis atau mengikuti garis yang berbeda dari yang normal. No.12. Subyek normal dan orang-orang dengan kekurangan merahhijau ringan melihat angka-angka "35" tapi protanopia dan

15 protanomalia kuat akan membaca "5" saja, dan deuteranopia dan deuteranomalia kuat "3" saja. No.13. Subyek normal dan orang-orang dengan kekurangan merahhijau ringan melihat angka-angka "96" tapi protanopia dan protanomalia kuat akan membaca "6" saja, dan deuteranopia dan deuteranomalia kuat "9" saja. No.14. Dalam menelusuri garis berkelok-kelok antara dua x itu, jejak yang normal yaitu sepanjang garis ungu dan merah. Dalam protanopia dan protanomalia kuat hanya garis ungu ditelusuri, dan dalam hal protanomalia ringan kedua baris adalah ditelusuri tetapi garis ungu adalah lebih mudah untuk mengikuti. Dalam deuteranopia dan deuteranomalia kuat hanya garis merah ditelusuri dan dalam hal deuteranmalia ringan kedua baris adalah ditelusuri tetapi garis merah lebih mudah untuk mengikuti (Ishihara, 1994) Manajemen Deteksi dini cacat visi warna merah-hijau yang parah pada usia sekolah menengah harus dikomunikasikan kepada orang tua dan anak-anak yang terkena dampak karena temuan ini mungkin relevan untuk pilihan pekerjaan tertentu. Konseling genetik juga diperlukan untuk mengurangi resiko dan mengevaluasi kemungkinan resiko terkena buta warna yang terdiri dari: evaluasi untuk mengkonfirmasi, mendiagnosa, atau mengecualikan kondisi genetik pasien, sindrom malformasi, atau cacat lahir terisolasi seperti peran hereditas, komunikasi risiko genetik, dan penyediaan atau rujukan untuk dukungan psikososial (Deeb dan Motulsky, 2011). Tidak ada obat untuk penyakit buta warna yang herediter. Meskipun sebagian besar buta warna tidak dapat disembuhkan atau diobati, penderita dapat mempelajari cara-cara sederhana untuk mengelola kesulitan anda melihat perbedaan warna. Beberapa kasus buta warna dapat menunjukkan penyakit lain yang akan membutuhkan pengobatan (Stresing, 2010).

16 Kebanyakan orang dengan buta warna belajar untuk membedakan antara warna. Beberapa cara yang dapat digunakan sebagai alat bantu penglihatan warna dalam beberapa kasus, yaitu : Lensa kontak dan kacamata specially tinted, yang dapat membantu uji warna namun tidak memperbaiki penglihatan warna. Kacamata yang memblokade glare, karena orang dengan masalah penglihatan warna masih dapat membedakan sedikit warna saat tidak terlalu terang (Kartika et al., 2014). Lensa kontak bernama Chromagen, yang dirancang oleh David Harris dari Liverpool Laser Treatment Centre. Ia menjelaskan bahwa lapisan pigmen di tengah lensa akan dipilih sesuai dengan setiap pasien, nantinya akan mengeset otak untuk melihat warna berbeda. Biasanya pigmen yang dibutuhkan hanya pada satu lensa agar otak membuat gambar yang benar dari gambar yang diterima oleh kedua mata. Meskipun tidak untuk mengubah cacat di retina, memungkinkan penderita untuk melihat warna yang lebih hidup. Uji klinis pada 275 orang meningkatkan penglihatan warna mereka di 96,7% dari subyek (Roger, 1997).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. apabila fungsi organ mata (makula dan saraf optik) normal, terdapat cukup cahaya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. apabila fungsi organ mata (makula dan saraf optik) normal, terdapat cukup cahaya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Defek penglihatan warna atau yang lebih dikenal dengan buta warna adalah gangguan penglihatan warna, ketidakmampuan untuk membedakan warna yang orang normal mampu untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buta warna adalah suatu kelainan yang diakibatkan oleh ketidakmampuan bagian mata seseorang untuk mengenali warna tertentu. Seseorang dapat melihat karena bantuan photoreceptor

Lebih terperinci

Prevalensi Buta Warna Pada Calon Mahasiswa yang Masuk di Universitas Tadulako

Prevalensi Buta Warna Pada Calon Mahasiswa yang Masuk di Universitas Tadulako Biocelebes, Juni 2010, hlm. 54-59 ISSN: 1978-6417 Vol. 4 No. 1 Prevalensi Buta Warna Pada Calon Mahasiswa yang Masuk di Universitas Tadulako Sumarni 1) 1) Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT BUTA WARNA BERBASIS HIS PADA CITRA ISHIHARA

PENENTUAN TINGKAT BUTA WARNA BERBASIS HIS PADA CITRA ISHIHARA PENENTUAN TINGKAT BUTA WARNA BERBASIS HIS PADA CITRA ISHIHARA Rahmadi Kurnia Jurusan Elektro Fakultas Teknik Universitas Andalas, Padang E-mail: rahmadi_kurnia@ft.unand.ac.id ABSTRAK Buta warna adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bergunamelakukanpengolahan data maupunkegiatankegiatansepertipembuatandokumenataupengolahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bergunamelakukanpengolahan data maupunkegiatankegiatansepertipembuatandokumenataupengolahan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Aplikasi Menurut Mulyadi (2010) Aplikasiadalahkomponen yang bergunamelakukanpengolahan data maupunkegiatankegiatansepertipembuatandokumenataupengolahan data aplikasi adalah bagian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pengolahan Citra

BAB II DASAR TEORI. Pengolahan Citra BAB II DASAR TEORI II.1 Pengolahan Citra II.1.1 Citra Sebuah citra yang didefinisikan di dunia nyata dipetakan sebagai sebuah fungsi terhadap intensitas cahaya terhadap bidang dwimatra. Sebagai contoh

Lebih terperinci

Fisiologi Penglihatan: Fototransduksi dan Penyampaian Sinyal Visual

Fisiologi Penglihatan: Fototransduksi dan Penyampaian Sinyal Visual Komang Shary K., NPM 1206238633 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia LTM Pemicu 1 Modul Penginderaan Fisiologi Penglihatan: Fototransduksi dan Penyampaian Sinyal Visual Pendahuluan Fungsi utama mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia mempunyai panca indra. Indra pertama yang penting yaitu indra

BAB I PENDAHULUAN. Manusia mempunyai panca indra. Indra pertama yang penting yaitu indra BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia mempunyai panca indra. Indra pertama yang penting yaitu indra penglihatan mata. Mata adalah indera yang digunakan untuk melihat lingkungan sekitarnya dalam bentuk

Lebih terperinci

Membedakan Warna Protanopia, Deuteranopia, Tritanopia. Sudjoko KUSWADJI Yayasan Sudjoko Kuswadji

Membedakan Warna Protanopia, Deuteranopia, Tritanopia. Sudjoko KUSWADJI Yayasan Sudjoko Kuswadji Membedakan Warna Protanopia, Deuteranopia, Tritanopia Sudjoko KUSWADJI Yayasan Sudjoko Kuswadji Kemampuan Membedakan Merah-Hijau Protanopia (red dichromacy) dan protanomalia; Kekurangpekaan terhadap warna

Lebih terperinci

INSIDENSI BUTA WARNA SISWA KELAS X SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN TAHUN Oleh : MINARNI ARITONANG

INSIDENSI BUTA WARNA SISWA KELAS X SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN TAHUN Oleh : MINARNI ARITONANG INSIDENSI BUTA WARNA SISWA KELAS X SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN TAHUN 2014 Oleh : MINARNI ARITONANG 110100178 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 INSIDENSI BUTA WARNA SISWA KELAS X SMA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Buta Warna Buta warna merupakan suatu kelainan penglihatan disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum warna

Lebih terperinci

Instrumen Pengujian Buta Warna Otomatis

Instrumen Pengujian Buta Warna Otomatis JURNAL ILMIAH ELITE ELEKTRO, VOL. 3, NO. 1, MARET 2012: 15-22 Instrumen Pengujian Buta Warna Otomatis Sofiar Agusta 1*, Tony Mulia 1, dan M. Sidik 2 1. Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia,

Lebih terperinci

INDERA PENGLIHATAN (MATA)

INDERA PENGLIHATAN (MATA) M INDERA PENGLIHATAN (MATA) ata manusia secara keseluruhan berbentuk seperti bola sehingga sering disebut bola mata. Media penglihatan terdiri dari kornea, aquous humor (terletak antara kornea dan lensa),

Lebih terperinci

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di Anatomi Retina Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Buta Warna Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Reaksi Pengumpulan Pepetek terhadap Warna Cahaya dengan Intensitas Berbeda Informasi mengenai tingkah laku ikan akan memberikan petunjuk bagaimana bentuk proses penangkapan yang

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA

PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA Tujuan Instruksional Khusus: - Mahasiswa mampu menjelaskan maksud dan tujuan

Lebih terperinci

1. STRABISMUS (MATA JULING)

1. STRABISMUS (MATA JULING) Mata merupakan salah satu panca indera yang penting bagi manusia. Dengan mata, kita dapat melihat indahnya dunia yang penuh warna serta berbagai bentuk yang unik. Mata yang sempurna adalah dambaan setiap

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA

PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA Tujuan Instruksional Khusus: - Mahasiswa mampu menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan pergerakan mata. - Mahasiswa mampu

Lebih terperinci

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Bio Psikologi Modul ke: SISTEM VISUAL 1. Prinsip umum persepsi visual 2. Cahaya Memasuki Mata dan Mencapai Retina 3. Retina dan Translasi Cahaya 4. Dari Retina ke Korteks Visual Primer 5. Melihat Batas

Lebih terperinci

INDERA PENGLIHATAN KELOMPOK 9 PANJI KUNCORO ( ) NILA NURFADHILAH ( ) RAHMAD WEDI APRIANSYAH PUTRA ( )

INDERA PENGLIHATAN KELOMPOK 9 PANJI KUNCORO ( ) NILA NURFADHILAH ( ) RAHMAD WEDI APRIANSYAH PUTRA ( ) INDERA PENGLIHATAN KELOMPOK 9 PANJI KUNCORO (17515874) NILA NURFADHILAH (15515067) RAHMAD WEDI APRIANSYAH PUTRA (15515558) ADAPTASI MATA 1. Adaptasi Terang Pupil mata akan melebar jika kondisi ruangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab Tinjauan Pustaka ini dipaparkan teori penunjang yang menjadi dasar dalam analisis hasil. Teori penunjang yang disertai antara lain teori tentang buta warna, jenis-jenis buta

Lebih terperinci

10/6/2011 INDERA MATA. Paryono

10/6/2011 INDERA MATA. Paryono INDERA MATA Paryono 1 INDERA PENGLIHATAN BOLA MATA TDD: 3 LAPISAN YAKNI, LAPISAN TERLUAR SKLERA, KERUH YG SEMAKIN KE DEPAN SE-MAKIN TEMBUS PANDANG KORNEA LAPISAN KEDUA KHOROID, HITAM (GELAP), KE DEPAN

Lebih terperinci

Sensasi dan Persepsi

Sensasi dan Persepsi SENSASI Sensasi dan Persepsi Sensasi: Deteksi energi fisik yg dihasilkan /dipantulkan oleh benda-benda fisik Persepsi Sekumpulan tindakan mental yg mengatur impulsimpuls sensorik mjd 1 pola bermakna Proses

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SISTEM BERBASIS WEB untuk VISUALISASI TES BUTA WARNA (Colorblind Test) Eka Permana *1, Sella Tamara. #2

IMPLEMENTASI SISTEM BERBASIS WEB untuk VISUALISASI TES BUTA WARNA (Colorblind Test) Eka Permana *1, Sella Tamara. #2 IMPLEMENTASI SISTEM BERBASIS WEB untuk VISUALISASI TES BUTA WARNA (Colorblind Test) Eka Permana *1, Sella Tamara. #2 Program Studi Teknik Informatika, STMIK Subang Jl. Marsinu No. 5 - Subang, Tlp. 0206-417853

Lebih terperinci

Aplikasi Tes Buta Warna Dengan Metode Ishihara Berbasis Komputer

Aplikasi Tes Buta Warna Dengan Metode Ishihara Berbasis Komputer Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari 2010 36 Aplikasi Tes Buta Warna Dengan Metode Ishihara Berbasis Komputer Ratri Widianingsih 1), Awang Harsa Kridalaksana 2), Ahmad Rofiq Hakim 3) Program

Lebih terperinci

Aplikasi Simulasi Tes Buta Warna Berbasis Android Menggunakan Metode Ishihara

Aplikasi Simulasi Tes Buta Warna Berbasis Android Menggunakan Metode Ishihara Aplikasi Simulasi Tes Buta Warna Berbasis Android Menggunakan Metode Ishihara Dede Kurniadi 1, M. Mesa Fauzi 2, Asri Mulyani 3 Jurnal Algoritma Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apa Itu Mata? 2. Jelaskan Bagian-Bagian dari Mata beserta fungsinya! 3. Bagaimana Mata Bisa Bekerja?

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apa Itu Mata? 2. Jelaskan Bagian-Bagian dari Mata beserta fungsinya! 3. Bagaimana Mata Bisa Bekerja? BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Alat Optik merupakan salah satu alat yang memanfaatkan sifat cahaya, hukum pemantulan, dan hukum pembiasan cahaya untuk membuat suatu bayangan suatu benda.

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT BUTA WARNA DENGAN METODE SEGMENTASI RUANG WARNA FUZZY DAN RULE-BASED FORWARD CHAINING PADA CITRA ISHIHARA

PENENTUAN TINGKAT BUTA WARNA DENGAN METODE SEGMENTASI RUANG WARNA FUZZY DAN RULE-BASED FORWARD CHAINING PADA CITRA ISHIHARA Youngster Physics Journal ISS : 2302-7371 Vol. 4, o. 2, April 2015, Hal 211-218 PEETUA TIGKAT BUTA WARA DEGA METODE SEGMETASI RUAG WARA FUZZY DA RULE-BASED FORWARD CHAIIG PADA CITRA ISHIHARA ur Hamid dan

Lebih terperinci

Teori Warna. S1 Tekinik Informatika. Disusun Oleh Dr. Lily Wulandari

Teori Warna. S1 Tekinik Informatika. Disusun Oleh Dr. Lily Wulandari Teori Warna S1 Tekinik Informatika Disusun Oleh Dr. Lily Wulandari 1 Sejarah Warna Pada tahun 1672 Sir Isaac Newton menemukan bahwa cahaya yang dilewatkan pada sebuah prisma akan terbagi menjadi berbagai

Lebih terperinci

PREVALENSI BUTA WARNA PADA SISWA/SISWI SMU di KECAMATAN MEDAN HELVETIA

PREVALENSI BUTA WARNA PADA SISWA/SISWI SMU di KECAMATAN MEDAN HELVETIA PREVALENSI BUTA WARNA PADA SISWA/SISWI SMU di KECAMATAN MEDAN HELVETIA SKRIPSI Oleh Abdul Muis Situmorang NIM : 081121057 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010 Judul : Prevalensi Buta Warna

Lebih terperinci

Sumber : Tortora, 2009 Gambar 2.1. Anatomi Bola Mata

Sumber : Tortora, 2009 Gambar 2.1. Anatomi Bola Mata 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata Mata adalah suatu organ yang rumit dan sangat berkembang yang peka terhadap cahaya. Mata dapat melewatkan cahaya dengan bentuk dan intensitas cahaya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Pada saat lahir mata bayi normal cukup bulan berukuran kira-kira 2/3 ukuran mata orang dewasa. Pertumbuhan

Lebih terperinci

SENSASI PERSEPSI Biopsikologi

SENSASI PERSEPSI Biopsikologi SENSASI PERSEPSI Biopsikologi UNITA WERDI RAHAJENG www.unita.lecture.ub.ac.id Sensasi: Sensasi dan Persepsi Deteksi energi fisik yg dihasilkan /dipantulkan oleh bendabenda fisik Persepsi Sekumpulan tindakan

Lebih terperinci

Grafika Komputer Pertemuan Ke-14. Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom

Grafika Komputer Pertemuan Ke-14. Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom Pada materi ini akan dibahas tentang pencahayaan By: I Gusti Ngurah Suryantara, S.Kom., M.Kom BAB-13 PENCAHAYAAN 13.1. WARNA Warna sebenearnya merupakan persepsi kita terhadap pantulan cahaya dari benda-benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dibekali dengan kelebihan bila dibandingkan dengan mahluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia lebih peka terhadap rangsang, karena manusia memiliki organ tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenali gelombang cahaya yang berada pada range 400 nanometer hingga 700

BAB I PENDAHULUAN. mengenali gelombang cahaya yang berada pada range 400 nanometer hingga 700 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata merupakan salah satu dari lima panca indera manusia. Tanpa mata, manusia akan mengalami kesulitan baik dalam beraktivitas maupun berkarir. Dokter dan pilot

Lebih terperinci

Orang buta tidak buta lagi Aku ingin melihat dunia!

Orang buta tidak buta lagi Aku ingin melihat dunia! Orang buta tidak buta lagi Aku ingin melihat dunia! Itulah jeritan teman-teman kita yang menderita karena kehilangan fungsi indera penglihatannya. Mata merupakan organ tubuh yang sangat penting. Begitu

Lebih terperinci

Penentuan Warna Gigi Tiruan

Penentuan Warna Gigi Tiruan Penentuan Warna Gigi Tiruan Sistem waran Munsell merupakan suatu system untuk menyesuaikan warna gigi tiruan dengan warna asli dalam kedokteran gigi. Untuk menetapkan suatu warana tanpa kesalahan perlu

Lebih terperinci

PERANGKAT LUNAK TRANSFORMASI WARNA UNTUK PENDERITA BUTA WARNA TESIS

PERANGKAT LUNAK TRANSFORMASI WARNA UNTUK PENDERITA BUTA WARNA TESIS PERANGKAT LUNAK TRANSFORMASI WARNA UNTUK PENDERITA BUTA WARNA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh ERI INDRAWAN NIM : 23506006

Lebih terperinci

Pertemuan 02. Faktor Manusia. Sistem Komputer. Hardware

Pertemuan 02. Faktor Manusia. Sistem Komputer. Hardware Pertemuan 02 Sistem Komputer Hardware Software Brainware 1 Pengamatan pancaindra terdiri dari : - Penglihatan - Pendengaran - Sentuhan - Pemodelan sistem pengolahan Penglihatan terdiri dari - Luminance

Lebih terperinci

1.1 Intensitas. 1.2 Luminansi. 1.3 Lightness. 1.4 Hue. 1.5 Saturasi

1.1 Intensitas. 1.2 Luminansi. 1.3 Lightness. 1.4 Hue. 1.5 Saturasi 1.Definis Warna Dalam ilmu fisika warna didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik cahaya, sedangkan dalam bidang ilmu seni rupa dan desain warna didefinisikan sebagai pantulan tertentu dari cahaya

Lebih terperinci

SIFAT FISIK WARNA.. 10/6/2013

SIFAT FISIK WARNA.. 10/6/2013 WARNA sensasinya dengan karakteristik fisik lain seperti titik leleh, ukuran partikel, SG dll. Merupakan persepsi manusia terhadap penampakan dari sinyal yang diberikan oleh otak. Dipengaruhi oleh : Sejumlah

Lebih terperinci

Interaksi Manusia dan Komputer. Aspek Manusia dalam IMK

Interaksi Manusia dan Komputer. Aspek Manusia dalam IMK Interaksi Manusia dan Komputer Tujuan Perkuliahan Menjelaskan aspek-aspek manusia yang terkait dengan IMK Mengetahui pentingnya aspek manusia dalam merancang IMK Coba Diskusikan Hal Berikut ini: 1. Bagaimana

Lebih terperinci

10/11/2014 SISTEM VISUAL MANUSIA. CIG4E3 / Pengolahan Citra Digital BAB 2. Konsep Dasar Citra Digital

10/11/2014 SISTEM VISUAL MANUSIA. CIG4E3 / Pengolahan Citra Digital BAB 2. Konsep Dasar Citra Digital CIG4E3 / Pengolahan Citra Digital BAB 2. Konsep Dasar Citra Digital Intelligent Computing and Multimedia (ICM) SISTEM VISUAL MANUSIA 1 2 (1) Intensitas cahaya ditangkap diagram iris dan diteruskan ke bagian

Lebih terperinci

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Pembentukan Citra oleh Sensor Mata Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Bayangan obyek pada retina mata dibentuk dengan mengikuti konsep sistem optik dimana

Lebih terperinci

Sunglasses kesehatan mata

Sunglasses kesehatan mata Sunglasses kesehatan mata Sunglasses atau Kacamata Hitam sudah menjadi barang kebutuhan seharihari, terutama di daerah-daerah tropis seperti Indonesia. Entah untuk digunakan saat sedang berjalan di siang

Lebih terperinci

APLIKASI DIAGNOSA KEBUTAAN WARNA MENGGUNAKAN METODE ISHIHARA UNTUK ANROID

APLIKASI DIAGNOSA KEBUTAAN WARNA MENGGUNAKAN METODE ISHIHARA UNTUK ANROID APLIKASI DIAGNOSA KEBUTAAN WARNA MENGGUNAKAN METODE ISHIHARA UNTUK ANROID Naskah Publikasi Program Studi Teknik Informatika Fakultas Komunikasi dan Informatika Diajukan Oleh : Hardi Suryo Atmojo Dr. Ir.

Lebih terperinci

TES BUTA WARNA METODE ISHIHARA BERBASIS KOMPUTER (KELAS XI JURUSAN TEKNIK INSTALASI TENAGA LISTRIK SMK NEGERI 3 SEMARANG)

TES BUTA WARNA METODE ISHIHARA BERBASIS KOMPUTER (KELAS XI JURUSAN TEKNIK INSTALASI TENAGA LISTRIK SMK NEGERI 3 SEMARANG) TES BUTA WARNA METODE ISHIHARA BERBASIS KOMPUTER (KELAS XI JURUSAN TEKNIK INSTALASI TENAGA LISTRIK SMK NEGERI 3 SEMARANG) Skripsi diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

Aspek Interaksi Manusia dan Komputer

Aspek Interaksi Manusia dan Komputer HUMAN Manusia merasakan dunia nyata dengan menggunakan piranti yang lazim dikenal dengan panca indera -mata, telinga, hidung, lidah dan kulit- sehingga lewat komponen inilah kita dapat membuat model manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mata 1. Definisi Mata Mata merupakan organ sensorik kompleks yang mempunyai fungsi optikal untuk melihat dan saraf untuk transduksi (mengubah bentuk energi ke bentuk lain) sinar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Anatomi Mata Gambar 1. Penampang bola mata Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan

Lebih terperinci

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius Konsumsi Obat Diabetes Melitus Memperingan Resiko Komplikasi Mata Anda mungkin pernah mendengar bahwa diabetes menyebabkan masalah mata dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Gaya Hidup a. Definisi Gaya Hidup atau lifestyle adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI Bidang Unggulan : Kesehatan dan Obat-obatan Kode/Nama Bidang Ilmu : 462/ Teknologi Informasi LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI RANCANG BANGUN APLIKASI TES BUTA WARNA BERBASIS ANDROID TIM PENELITI

Lebih terperinci

FOTOGRAFI merupakan SAINS dan SENI Kata PHOTOGRAPHY berasal dari bahasa Yunani, yang berarti MENULIS DGN SINAR. Aspek Sains Fotografi mengandung arti

FOTOGRAFI merupakan SAINS dan SENI Kata PHOTOGRAPHY berasal dari bahasa Yunani, yang berarti MENULIS DGN SINAR. Aspek Sains Fotografi mengandung arti FOTOGRAFI merupakan SAINS dan SENI Kata PHOTOGRAPHY berasal dari bahasa Yunani, yang berarti MENULIS DGN SINAR. Aspek Sains Fotografi mengandung arti di mana Objek terekam pada permukaan Fotosensitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai abad ke-4 sebelum masehi orang masih berpendapat bahwa benda-benda di sekitar dapat dilihat oleh karena mata mengeluarkan sinar-sinar penglihatan. Anggapan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.. Aplikasi Aplikasi adalah suatu subkelas perangkat lunak komputer yang memanfaatkan kemampuan komputer langsung untuk melakukan suatu tugas yagn diinginkan pengguna. Contoh

Lebih terperinci

MAKALAH Spektrofotometer

MAKALAH Spektrofotometer MAKALAH Spektrofotometer Nama Kelompok : Adhitiya Oprasena 201430100 Zulfikar Adli Manzila 201430100 Henky Gustian 201430100 Riyan Andre.P 201430100 Muhammad Khairul Huda 20143010029 Kelas : A Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa

BAB I PENDAHULUAN. Glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa adanya neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan penyempitan lapang pandangan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004 Tes Buta Warna Berbasis Komputer Maria Widyastuti, Suyanto, Fazmah Arif Yulianto Jurusan Teknik Informatika, Sekolah Tinggi Teknologi

Lebih terperinci

WARNA DAN MAKNANYA DALAM KEHIDUPAN

WARNA DAN MAKNANYA DALAM KEHIDUPAN WARNA DAN MAKNANYA DALAM KEHIDUPAN Dibacakan pada Seminar Sehari Bersama Alam II diselenggarakan oleh BEM FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia 24 Mei 2003 Oleh: Yusuf Hilmi Adisendjaja JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

DUNIA YANG BERANEKA WARNA

DUNIA YANG BERANEKA WARNA No.22/Th.3/Rajab 1430H/ Mei 2009 Jum at V DUNIA YANG BERANEKA WARNA Pernahkah terpikir oleh Anda seperti apa hidup di dunia tanpa warna? Bebaskan diri Anda sejenak dari pengalaman Anda. Lu-pakan semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Anatomi bola mata Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi, 2011). Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan

Lebih terperinci

Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman

Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman Kasma Rusdi (G11113006) Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2014 Abstrak Warna hijau pada daun merupakan salah

Lebih terperinci

MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO

MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB TEKNIK ELEKTRO MAKALAH ILUMINASI DISUSUN OLEH : M. ALDWY WAHAB 14 420 040 TEKNIK ELEKTRO ILUMINASI (PENCAHAYAAN) Iluminasi disebut juga model refleksi atau model pencahayaan. Illuminasi menjelaskan tentang interaksi

Lebih terperinci

Anatomi Organ Mata. Anatomy Mata

Anatomi Organ Mata. Anatomy Mata Anatomi Organ Mata Mata atau organon visus secara anatomis terdiri dari Occulus dan alat tambahan (otot-otot) di sekitarnya. Occulus terdiri dari Nervus Opticus dan Bulbus Occuli yang terdiri dari Tunika

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan PANCA INDERA Pengelihatan 1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan (tembus cahaya) yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Radiasi elektromagnetik merupakan salah satu bentuk energi. Setelah energi

I. PENDAHULUAN. Radiasi elektromagnetik merupakan salah satu bentuk energi. Setelah energi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan sinar matahari sepanjang musim. Sebagian penduduknya bekerja di luar ruangan sehingga mendapatkan

Lebih terperinci

BAB V PENGATURAN TAMPILAN DAN WARNA

BAB V PENGATURAN TAMPILAN DAN WARNA BAB V PENGATURAN TAMPILAN DAN WARNA Pertemuan : 5 Waktu : 100 Menit Kompetensi Dasar : Mahasiswa dapat merancang antarmuka sesuai dengan paradigma IMK Indikator : Mahasiswa dapat mengatur tampilan dan

Lebih terperinci

ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA

ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA SEL SARAF, terdiri dari 1. Dendrit 2. Badan Sel 3. Neurit (Akson) Menerima dan mengantarkan impuls dari dan ke sumsum tulang belakang atau otak ORGAN PENYUSUN SISTEM

Lebih terperinci

BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA A. TAUTAN/LINKAGE

BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA A. TAUTAN/LINKAGE 07 MATERI DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA BIOLOGI SET 07 POLA HEREDITAS 2 A. TAUTAN/LINKAGE Tautan gen merupakan salah satu penyimpangan terhadap hukum Mendel. Pada peristiwa ini, dua gen atau lebih

Lebih terperinci

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma? Glaukoma Glaukoma dikenal sebagai "Pencuri Penglihatan" karena tidak ada gejala yang jelas pada tahap awal terjadinya penyakit ini. Penyakit ini mencuri penglihatan Anda secara diam-diam sebelum Anda menyadarinya.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bagan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bagan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan Bagan merupakan suatu alat tangkap yang termasuk kedalam kelompok jaring angkat dan terdiri atas beberapa komponen, yaitu jaring, rumah bagan, dan lampu. Jaring bagan umumnya

Lebih terperinci

BUKU TEKNIK ELEKTRONIKA TERBITAN PPPPTK/VEDC MALANG

BUKU TEKNIK ELEKTRONIKA TERBITAN PPPPTK/VEDC MALANG 721 6.2. Mata dan Warna 6.2.1 Spektrum warna Radiasi cahaya tampak menempati pita frekuensi relatif pendek pada spektrum energi gelombang elektromagnetik-kira-kira antara 400nm dan 700nm. Sebagai contoh,

Lebih terperinci

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010 THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita

Lebih terperinci

Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang suara

Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang suara Fisiologi pendengaran Proses pendengaran terjadi mengikuti alur sebagai berikut: gelombang suara mencapai membran tympani, membran tympani bergetar menyebabkan tulang-tulang pendengaran bergetar. Tulang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kaca merupakan salah satu produk industri kimia yang banyak digunakan dalam

I. PENDAHULUAN. Kaca merupakan salah satu produk industri kimia yang banyak digunakan dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaca merupakan salah satu produk industri kimia yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, berupa material bening atau transparan yang biasanya dihasilkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas intelektual dapat belajar keterampilan baru tetapi lebih lambat

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas intelektual dapat belajar keterampilan baru tetapi lebih lambat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Disabilitas intelektual ditandai dengan gangguan fungsi kognitif secara signifikan dan termasuk komponen yang berkaitan dengan fungsi mental dan keterampilan fungsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin secara efektif. Menurut International Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin secara efektif. Menurut International Diabetes BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin maupun karena tidak dapat menggunakan insulin secara efektif.

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEPSIONAL DAN DEFINISI OPERASIONAL. Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan

BAB III KERANGKA KONSEPSIONAL DAN DEFINISI OPERASIONAL. Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan BAB III KERANGKA KONSEPSIONAL DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. KERANGKA KONSEPSIONAL Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen-elemen yang di teliti.

Lebih terperinci

Gambar 3. Morfologi pepetek (Secutor insidiator)

Gambar 3. Morfologi pepetek (Secutor insidiator) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Pepetek (Secutor insidiator) Pepetek (Secutor insidiator) merupakan ikan demersal famili Leognathidae dengan panjang tubuh 6-20 cm, berbentuk pipih, tidak mengenal musim.

Lebih terperinci

Warna Perancangan Ruang Dalam 2015/2016

Warna Perancangan Ruang Dalam 2015/2016 Warna Perancangan Ruang Dalam 2015/2016 Pengertian Warna Warna adalah suatu aspek yang dapat menghidupkan ruang dan membentuk/menciptakan kesan pada ruang. Merupakan sifat dasar visual yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

POLA PEWARISAN PENYAKIT HIPERTENSI DALAM KELUARGA SEBAGAI SUMBER BELAJAR GENETIKA

POLA PEWARISAN PENYAKIT HIPERTENSI DALAM KELUARGA SEBAGAI SUMBER BELAJAR GENETIKA Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 POLA PEWARISAN PENYAKIT HIPERTENSI DALAM KELUARGA SEBAGAI SUMBER BELAJAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan secara kosmetik tapi juga dapat menyebabkan menurunnya kepercayaan diri seseorang. Vitiligo

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 22 BAB 2 2.1. Mata TINJAUAN PUSTAKA Gambar 2.1: Diambil dari (Netter, 2003) Atlas of Human Anatomy yang menunujukkan gambaran anatomi mata. 2.1.1. Anatomi Retina Retina atau selaput jala, merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan karakteristik hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat kelemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit vena merupakan salah satu penyakit yang sering diderita oleh penduduk negara maju dan negara berkembang. Penyakit vena kronis dapat memiliki dampak

Lebih terperinci

HISTOFISIOLOGI RETINA

HISTOFISIOLOGI RETINA HISTOFISIOLOGI RETINA Sunny Wangko Bagian Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Email: sunnywangko@yahoo.com Bola mata orang dewasa berdiameter sekitar 2,5 cm. Dari seluruh

Lebih terperinci

ALAT - ALAT OPTIK. Bintik Kuning. Pupil Lensa. Syaraf Optik

ALAT - ALAT OPTIK. Bintik Kuning. Pupil Lensa. Syaraf Optik ALAT - ALAT OPTIK 1. Pendahuluan Alat optik banyak digunakan, baik untuk keperluan praktis dalam kehidupan seharihari maupun untuk keperluan keilmuan. Beberapa contoh alat optik antara lain: Kaca Pembesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Buta warna adalah cacat mata genetik yang belum dapat disembuhkan [17]. Penderita buta warna selalu dihadapkan pada kelemahannya untuk membedakan warna dari objek atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas sehari-hari seorang individu sangat dipengaruhi oleh apa yang dirasakannya. Perasaan segar akan meningkatkan kualitas aktivitas, sedangkan rasa kantuk akan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS METODA

BAB III ANALISIS METODA BAB III ANALISIS METODA Bab ini menjelaskan tahap analisis dan perancangan yang dilakukan dalam implementasi aplikasi dan metoda transformasi warna untuk buta warna. III.1 Analisis Transformasi Warna Saat

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR Diberikan Tanggal :. Dikumpulkan Tanggal : Nama : Kelas/No : / Elektromagnet - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK Interferensi Pada

Lebih terperinci