A. PENDAHULUAN A.1 Permohonan Perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "A. PENDAHULUAN A.1 Permohonan Perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)"

Transkripsi

1 A. PENDAHULUAN A.1 Permohonan Perpanjangan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) 1. Pada tanggal 6 Desember 2013, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerima surat permohonan nomor: 120/API/XII/2013 dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) perihal Permohonan Perpanjangan Pengenaan BMTP terhadap Impor barang Benang Kapas Selain Benang Jahit (Cotton Yarn Other Than Sewing Thread). Dalam hal ini API yang selanjutnya disebut sebagai Pemohon mewakili 16 industri dalam negeri Benang Kapas yaitu PT Apac Inti Corpora, PT Dan Liris, PT Kukuh Tangguh Sandang Mills, PT Tiga Bintang Manunggal, PT Asia Cotton Industry, PT Pisma Putra Textile, PT Sunrise Bumi Textile, PT Lawe Adyaprima Spinning Mills, PT Argo Pantes Tbk., PT Primayudha Mandirijaya, PT Indorama Synthetics Tbk., PT Sinar Pantja Djaja, PT Sinar Central Sandang, PT Bitratex, PT Lucky Abadi Textile Factory dan PT Indah Jaya Textile Industry. Permohonan perpanjangan tersebut diajukan berdasarkan klaim bahwa Pemohon telah melakukan penyesuaian struktural dalam rangka memperbaiki daya saing dilingkungan pasar domestik namun masih mengalami kerugian dikarenakan banyaknya produk impor benang kapas selain benang jahit yang masuk ke pasar dalam negeri. Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Pemohon sebagaimana yang telah diverifikasi, selama pengenaan BMTP Pemohon telah melakukan penyesuaian sebagai berikut: KOMITE PENGAMANAN PERDAGANGAN INDONESIA (INDONESIAN SAFEGUARDS COMMITTEE) Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta Gedung I Lantai 5 Telp. (021) , Faks. (021) , kppi@kemendag.go.id 1

2 a. Bidang Permesinan Industri dalam negeri telah dan sedang melakukan modernisasi peralatan/permesinan dengan mengganti peralatan/permesinan lama dengan yang baru, tujuannya adalah untuk: efisiensi pada penggunaan energi dengan memakai energi alternatif selain listrik; efisiensi/minimalisasi pada sisa bahan baku dari proses produksi. Sejak diberlakukannya tindakan pengamanan melalui pengenaan bea masuk impor industri dalam negeri mampu menyelesaikan sekitar 64% dari total rencana keseluruhan. b. Bidang Sumber Daya Manusia Selain bidang permesinan, hal yang tidak kalah pentingnya adalah kompetensi tenaga kerja. Peningkatan kompetensi tenaga kerja ini antara lain melalui pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan produktivitas industri dalam negeri secara umum. Dari upaya ini sekitar industri dalam negeri dapat meningkatkan produktivitas hingga 91% di tahun c. Bidang Pengendalian Kualitas Produk dan Fasilitas Pengemasan Dalam upaya meningkatkan kualitas produk, industri dalam negeri telah meningkatkan sistem manajemen pengendalian kualitas yang berkelanjutan dengan cara mengurangi jumlah produk yang cacat atau rusak. Selain itu terkait peningkatan kualitas barang, industri dalam negeri juga meningkatkan fasilitas pengemasan sesuai standar internasional dari semula memakai kemasan karung (standar lokal) diganti dengan kemasan carton box (standar internasional) untuk mengurangi jumlah barang yang rusak atau cacat dalam pengiriman. 2

3 2. Setelah melakukan analisa terhadap bukti-bukti yang disampaikan Pemohon, KPPI menemukan adanya bukti awal yang cukup untuk dimulainya penyelidikan perpanjangan. Berdasarkan hal tersebut, KPPI memutuskan untuk melakukan penyelidikan perpanjangan terhadap: a. peningkatan jumlah impor barang benang kapas selain benang jahit; b. kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami Pemohon; dan c. hubungan sebab-akibat antara huruf a. dan huruf b. 3. Pada tanggal 15 Januari 2014, KPPI memberitahukan dimulainya penyelidikan perpanjangan pengenaan BMTP terhadap peningkatan impor barang benang kapas selain benang jahit melalui siaran pers yang dimuat di website Kementerian Perdagangan sejak tanggal 16 Januari 2014 sampai pada saat laporan ini dibuat. 4. Pada tanggal 15 Januari 2014, KPPI menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang dimulainya penyelidikan perpanjangan pengenaan BMTP terhadap peningkatan impor barang benang kapas selain benang jahit kepada Pemohon, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur, Kementerian Perindustrian RI, dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan RI. 5. Pada tanggal yang sama, KPPI mengirimkan kuesioner kepada Pemohon untuk diisi dan diserahkan kembali ke KPPI sesuai jadwal yang telah ditentukan. A.2 Identitas Pemohon A.2.1 Asosiasi Pertekstilan Indonesia Alamat : Jl Jend Gatot Subroto Kav 56 Ged Adhi Graha Lt 16, Kuningan Timur, Setia Budi Telp./Faks. : / callcentre@bpnapi.org 3

4 A.3 Barang yang Diproduksi oleh Pemohon 6. Pemohon memproduksi Barang Sejenis dengan Barang Yang Diselidiki sebagaimana diuraikan dalam Bab C.1. Selain itu, industri dalam negeri Benang Kapas juga memproduksi barang lain, yaitu benang poliester, benang rayon, acrylic, tetoron rayon, jetspun, tencel, viscose, kain greige, kain warna, kain rajut, handuk cotton, garment, printing, bordir, polyethylene, fortex, kain poliester, kain rayon, dan kain melange. A.4 Pengumuman dan Notifikasi 7. Setelah melakukan analisa terhadap bukti-bukti yang disampaikan Pemohon, KPPI menemukan adanya bukti awal yang cukup untuk dimulainya penyelidikan perpanjangan. Tahapan penyelidikan selanjutnya yang terkait dengan publikasi dan Notifikasi adalah sebagai berikut: a. Pada tanggal 15 Januari 2014, KPPI mengumumkan mengenai dimulainya penyelidikan perpanjangan melalui surat kabar Koran Bisnis Indonesia, dan website Kementerian Perdagangan; b. Pada tanggal 15 Januari 2014, KPPI menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang dimulainya penyelidikan perpanjangan BMTP kepada Pemohon dan pihak-pihak terkait lainnya; c. Pada tanggal 16 Januari 2014, Pemerintah Republik Indonesia mengirim Notifikasi terkait Article 7.2 dan Article 12.1(a) kepada Committee on Safeguards di WTO dan pada tanggal 17 Januari 2014, Notifikasi tersebut telah disirkulasi oleh WTO dengan nomor dokumen G/SG/N/6/industri dalam negeri/11/suppl.1 (Lampiran 1); d. Pada tanggal 4 Februari 2014, Pemerintah Republik Indonesia mengirim Suplemen Notifikasi terkait Article 7.2 dan Article 12.1(a), yang menginformasikan akan diadakannya dengar pendapat pada tanggal 14 Februari 2014, kepada Committee on Safeguards-WTO dan Suplemen 4

5 Notifikasi tersebut telah disirkulasi oleh WTO pada tanggal 5 Februari 2014 dengan nomor dokumen G/SG/N/6/industri dalam negeri/11/suppl.2 (Lampiran 2). A.5 Proporsi Produksi Pemohon 8. Berdasarkan hasil penyelidikan, total produksi Pemohon adalah sebesar 55% dari total produksi nasional industri Barang Yang Sejenis, sehingga Pemohon memenuhi syarat untuk mewakili industri dalam negeri. A.6 Periode Penyelidikan 9. Periode Penyelidikan adalah dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 periode Januari-Juni. B. RINGKASAN TANGGAPAN PIHAK YANG BERKEPENTINGAN 10. Sebagaimana diatur berdasarkan Article 3.1 WTO Agreement on Safeguards (AoS) dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 (PP 34/2011), KPPI telah menyelenggarakan dengar pendapat pada tanggal 14 Februari 2014 dimana pihak yang berkepentingan yaitu, Pemohon, Negara eksportir, eksportir, dan importir, dapat menyampaikan bukti dan tanggapan secara tertulis yang terkait dengan penyelidikan. Ringkasan dari beberapa tanggapan dan pandangan yang disampaikan adalah sebagai berikut: B.1 Pemohon 11. API yang mewakili industri dalam negeri Benang Kapas selaku Pemohon menyampaikan klaim dalam rangka mengajukan Permohonan Perpanjangan Pengenaan BMTP, sebagai berikut: a. Alasan Pemohon mengajukan Permohonan Perpanjangan Pengenaan BMTP adalah karena masih terjadi peningkatan impor Benang Kapas Selain Benang Jahit selama tahun 2010 hingga periode Januari-Juni tahun 2013 berdasarkan data impor sebagai berikut; 5

6 Tabel 1: Impor Barang Benang Kapas Selain Benang Jahit Tahun (Januari-Juni) Volume: Ton Tahun (Jan-Jun) (Jan-Jun) Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) dan diolah b. Pengenaan BMTP terhadap Impor Benang Kapas Selain Benang Jahit (Cotton Yarn Other Than Sewing Thread) berdasarkan PMK Nomor 87/PMK.011/2011 yang berlaku sejak tanggal 6 Juni 2011 hingga saat ini belum bisa memulihkan kerugian industri dalam negeri oleh karena masih terjadinya peningkatan impor benang kapas yang menyebabkan berkurangnya pangsa pasar industri dalam negeri, sehingga apabila pengenaan perpanjangan BMTP tak dilanjutkan, maka industri dalam negeri tak bisa memperbaiki kinerjanya lebih lanjut; c. Terjadinya peningkatan impor barang benang kapas selain benang jahit tersebut terus mengakibatkan kerugian industri dalam negeri yang ditandai dengan turunnya tingkat kapasitas terpakai/utilisasi; d. Penyesuaian struktural dalam upaya meningkatkan daya saing barang benang kapas selain benang jahit sedang berjalan dan belum mencapai target, oleh karena situasi pasar tidak mendukung akibat impor barang benang kapas selain benang jahit terus meningkat, sehingga proses perbaikan kinerja industri dalam negeri melalui penyesuaian struktural yang masih perlu terus dilakukan oleh karena belum mencapai target yang diharapkan. 6

7 B.2 Instansi Lain 12. Kementerian Perindustrian menyampaikan tanggapan sebagai berikut: a. Mendukung perpanjangan BMTP atas impor benang kapas selain benang jahit dengan nomor HS dan 5206 mengingat pengenaan BMTP berdasarkan PMK Nomor 87/PMK.011/2011 yang berlaku sejak 6 Juni 2011 hingga saat ini belum memperlihatkan pemulihan industri dalam negeri secara signifikan; b. Industri spinning telah melakukan pembenahan pada sektor permesinan antara lain melalui investasi mesin-mesin baru yang mendukung peningkatan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas, namun hal ini masih belum dapat memperbaiki kinerja industri dalam negeri oleh karena masih terjadi peningkatan impor Barang Yang Diselidiki yang menghambat pemulihan industri dalam negeri. B.3 Negara Eksportir 13. India menyampaikan tanggapan sebagai berikut: a. KPPI wajib mengidentifikasi perkembangan tak terduga yang menyebabkan peningkatan impor, mengidentifikasi konsesi tarif yang timbul berdasarkan perjanjian GATT, dan membuktikan hubungan sebab-akibat antara perkembangan tak terduga dengan peningkatan impor yang tajam dan secara tiba-tiba. b. India berpendapat bahwa tidak terealisasinya rencana penyesuaian struktural tidak dapat dijadikan dasar untuk dilakukannya perpanjangan BMTP, namun sebaliknya India mengharapkan industri dalam negeri dapat menyelesaikan penyesuaian strukturalnya pada saat BMTP berakhir pada tanggal 5 juni Perpanjangan pengenaan BMTP akan mengganggu ekspektasi dari negara pihak berkepentingan serta menyalahgunakan proses hukum. c. Dalam petisi tidak memberikan gambaran lengkap mengenai volume impor dari semua negara karena hanya menampilkan data impor dari 5 negara. 7

8 Sedangkan untuk mendapatkan analisa secara keseluruhan, data impor seluruh negara harus dicantumkan. d. Data kinerja tidak menunjukkan terjadinya kerugian yang dialami oleh industri dalam negeri. Karena volume produksi dan volume penjualan mengalami peningkatan sehingga tidak ada hubungan sebab akibat antara peningkatan impor dan kerugian serius yang dialami oleh industri dalam negeri. e. Data kinerja juga tidak menunjukkan adanya pangsa pasar domestik yang direbut oleh impor, seperti yang dipersyaratkan dalam Article 7.2 AoS dan Article 4.2 AoS. f. Dalam diagram produksi, industri dalam negeri telah mengecualikan volume produksi untuk penjualan ekspor, seharusnya volume produksi untuk penjualan domestik dan penjualan ekspor dapat digambarkan. g. Data dalam petisi harus diverifikasi, karena data petisi tersebut tidak relevan dengan dasar bahwa volume produksi yang konstan diikuti penurunan jumlah tenaga kerja seharusnya berdampak pada peningkatan produktivitas. h. Pada tahun 2011 saat permintaan menurun dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan, volume penjualan industri dalam negeri dan impor juga bersamasama mengalami peningkatan sehingga peningkatan impor tidak menyebabkan menurunnya penjualan industri dalam negeri dimana volume impor yang meningkat adalah untuk memenuhi permintaan domestik yang tidak dapat dipenuhi oleh suplai industri dalam negeri. i. India meminta adanya kompensasi perdagangan dari Indonesia sesuai dengan Article 8.1 AoS. j. India meminta adanya konsultasi formal sesuai dengan Article 12.3 AoS. 8

9 14. Tanggapan KPPI: a. Sesuai ketentuan Article 7.2 AoS, perpanjangan pengenaan BMTP diperlukan untuk mencegah atau memulihkan kerugian serius yang dialami oleh industri dalam negeri dengan memenuhi persyaratan yang diatur dalam AoS Article 2, 3, 4, dan 5 serta dibuktikan dengan penyesuaian struktural yang sedang dilakukan Pemohon. Selama periode penyelidikan, konsesi tarif untuk Barang Yang Diselidiki tidak mengalami perubahan kecuali untuk negara India yang mengalami penurunan dari 4% ke 2% (Tabel 3). Dengan tidak adanya perubahan pada konsesi tarif, maka terjadinya peningkatan impor tersebut tidak dapat diduga. b. Sesuai dengan ketentuan Article 7.2 AoS bahwa perpanjangan BMTP dapat dilakukan apabila masih diperlukan untuk mencegah atau memulihkan kerugian serius dan terdapat bukti bahwa penyesuaian struktural masih berjalan. Berdasarkan hasil Penyelidikan, Pemohon mengalami kerugian serius dan sedang melaksanakan penyesuaian struktural, yang apabila pengenaan BMTP tidak dilanjutkan maka industri dalam negeri akan mengalami kerugian yang lebih parah akibat barang impor. c. Data impor Barang Yang Diselidiki telah disampaikan pada Laporan Akhir Hasil Penyelidikan yang tertera pada Tabel 4. d. Volume produksi Barang Yang Diselidiki cenderung menurun sebesar 0,1% selama periode dan volume penjualan mengalami peningkatan sebesar 12,1%. Namun, berdasarkan data pada Tabel 10 industri dalam negeri mengalami kerugian yang terus menurun selama periode penyelidikan seperti yang terlihat pada Tabel 10. e. Sebagaimana terlihat pada Tabel 8 pangsa pasar Pemohon mengalami penurunan dari 113 poin indeks ke 111 poin indeks pada tahun 2012 dibandingkan dengan tahun 2011, sedangkan pangsa pasar impor mengalami 9

10 peningkatan dari 92 poin indeks menjadi 112 poin indeks pada periode yang sama. Demikian juga pada periode Januari-Juni tahun 2013 dibandingkan 2012 dimana pangsa pasar impor mengalami peningkatan dari 100 poin indeks menjadi 110 poin indeks, sedangkan pangsa pasar Pemohon mengalami penurunan dari 100 poin indeks menjadi 94 poin indeks. f. Sesuai dengan ketentuan Article 4.2(a) AoS, industri dalam negeri tidak memisahkan volume produksi untuk tujuan penjualan domestik maupun penjualan ekspor. g. Berdasarkan data dan informasi yang telah diverifikasi, produktivitas industri dalam negeri mengalami penurunan pada tahun 2011 jika dibandingkan dengan tahun 2010 menjadi 73%, namun pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 91%. Data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 10. h. Berdasarkan hasil Penyelidikan KPPI sebagaimana disampaikan pada recital 43, diketahui bahwa konsumsi nasional Barang Yang Diselidiki adalah sebesar 84% dari kapasitas terpasang pada tahun 2012, dengan kapasitas terpasang industri dalam negeri sebesar 100 poin indeks. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kapasitas terpasang Pemohon dapat memenuhi konsumsi nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, terjadinya peningkatan impor bukan disebabkan oleh kurangnya kapasitas terpasang industri dalam negeri untuk memenuhi konsumsi nasional. i. Sesuai dengan ketentuan Article 8.1 dan 12.3 AoS, Pemerintah Indonesia akan memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk melakukan konsultasi terkait kompensasi perdagangan yang akan dilaksanakan setelah diterbitkannya Laporan Akhir Hasil Penyelidikan. 10

11 B.4 Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) 15. GINSI menyampaikan tanggapan sebagai berikut: a. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam oleh KPPI mengenai kemungkinan importasi barang tersebut oleh anggota API atau afiliasinya; b. Agar klaim bahwa anggota API telah mengalami kerugian akibat lonjakan impor barang jenis tersebut dan dilengkapi dengan bukti laporan keuangan yang telah diaudit akuntan publik. 16. Tanggapan KPPI: a. Berdasarkan hasil penyelidikan dan verifikasi yang dilakukan dengan industri dalam negeri, Pemohon tidak melakukan importasi terhadap Barang Yang Diselidiki. b. KPPI melakukan analisa dan verifikasi Laporan Keuangan industri dalam negeri berdasarkan Laporan Keuangan yang telah diaudit Kantor Akuntan Publik. C. HASIL PENYELIDIKAN C.1 Barang Yang Diselidiki C.1.1 Uraian Barang Yang Diselidiki Nomor HS. Tabel 2: Nomor HS. dan Uraian Barang Yang Diselidiki Uraian 5205 Benang kapas (selain benang jahit), mengandung kapas 85% atau lebih menurut beratnya, tidak disiapkan untuk penjualan eceran Benang kapas (selain benang jahit), mengandung kapas kurang dari 85% menurut beratnya, tidak disiapkan untuk penjualan eceran. 11

12 tidak termasuk: HS , HS , HS , HS , HS , HS , HS , HS Sumber: Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) Tahun Barang Yang Diselidiki adalah produk benang kapas selain benang jahit mengandung kapas 85% atau lebih menurut beratnya dan mengandung kapas kurang dari 85% menurut beratnya. C.1.2 Klasifikasi Tarif Tabel 3: Klasifikasi Tarif Bea Masuk untuk Barang Benang Kapas selain Benang Jahit Nomor HS TARIF MFN AC-FTA dan 5206 AK-FTA AI-FTA ATIGA IJEPA Sumber: Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Kementerian Keuangan RI 18. Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa tarif bea masuk MFN untuk barang benang kapas selain benang jahit adalah sebesar 5%, sedangkan untuk AC- FTA sebesar 0%, AK-FTA sebesar 0%, ATIGA sebesar 0%, IJEPA sebesar 0%, dan AI-FTA sebesar 4% di tahun 2010 menjadi sebesar 3% di tahun 2011 serta sebesar 2% di tahun C.1.3 Spesifikasi Barang Yang Diselidiki 19. Berdasarkan hasil penyelidikan, bentuk barang benang kapas selain benang jahit adalah dalam bentuk gulungan (Bale) dengan berat 1 gulungan sebesar 181,44 Kg. 20. Sebagai ilustrasi barang benang kapas selain benang jahit adalah sebagaimana pada gambar. 12

13 C.1.4 Bahan Baku 21. Benang kapas dengan nomor HS mengandung kapas paling sedikit sebesar 85% sampai dengan sebesar 100%. Sedangkan benang kapas dengan nomor HS mengandung kapas paling banyak sebesar 85%, bahan baku kapas tersebut diperoleh dengan cara mengimpor dari negara lain. Untuk benang kapas yang mengandung kapas kurang dari 100% membutuhkan bahan baku tambahan yaitu serat buatan yang sebagian besar diperoleh dari industri dalam negeri. C.1.5 Proses Produksi Barang Yang DIselidiki 22. Proses Produksi Barang Benang Kapas Selain Benang Jahit terdiri dari 12 tahap yaitu: a. Bale Raw Material (Cotton dan/atau Rayon, atau Polyester) Menggunakan kapas yang berkualitas tinggi dan bebas kontaminasi; b. Blowing Dalam proses ini ini terdapat pemisahan kapas, pembersihan, pencampuran, dan pembuangan kotoran dengan waste 2%; c. Carding Penyatuan kapas dan penyempurnaan serat menjadi panjang serta pembuangan kotoran dengan waste 4-7%; d. Lap Farmer 13

14 Khusus kapas 100% dan mensejajarkan serat dengan waste 0,5%; e. Combing Khusus kapas 100% dan mengambil serat panjangnya dengan waste 12-20%; f. Drawing Proses penyatuan poliester dan/atau kapas dari hasil Combing; g. Roving Pembentukan benang setengah jadi dari hasil drawing dengan cara penarikan agar lebih kecil dengan masing-masing bobbin mempunyai berat 1.4 s.d 2 kg; h. Ring Spinning Benang yang sudah jadi ditarik dan dipelintir dengan masing-masing bobbin mempunyai berat 50 s.d 80 gram; i. Winding Proses pendeteksian kelayakan dari hasil ring spinning untuk menjadi benang yang siap dijual dengan satuan berat 1.89 kg untuk 1 cone. j. Pencelupan (dyeing) zat warna Pencelupan zat warna dengan warna tertentu secara merata. k. Inspeksi Dalam tahap ini dilakukan proses pemeriksaan cacat pada setiap jenis benang. l. Packing Setelah melalui proses inspeksi tahap selanjutnya adalah pengepakan dari hasil proses Cons Up tadi ke dalam plastik atau kardus yang disesuaikan dengan pesanan dari konsumen. Secara umum metode packing menggunakan carton box dengan alas atas dan alas bawah agar posisi benang dalam karton tidak jatuh pada saat pengiriman. 14

15 C.1.6 Alur Distribusi Pemasaran 23. Sebagian besar strategi pemasaran yang dilakukan Pemohon melalui perantara atau agen dan langsung dipasarkan ke produsen pengguna (industri hilir kain tenunan) baik penjualan ekspor maupun penjualan domestik. C.1.7 Kegunaan Barang 24. Barang benang kapas selain benang jahit digunakan sebagai bahan baku industri hilir kain tenunan. C.2 Impor C.2.1 Impor Absolut Tabel 4: Impor Barang Benang Kapas selain Benang Jahit Tahun (Jan-Jun) Uraian Tahun (Jan-Jun) 2013 (Jan-Jun) Jumlah (Ton) Peningkatan (%) - (19) Tren (%) 13 - Sumber: BPS dan diolah 25. Dari Tabel 4 di atas, terlihat bahwa tren impor dari tahun 2010 ke tahun 2012 adalah sebesar 13%. Walaupun impor tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 19%, namun impor pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 57% dari tahun BMTP atas importasi Barang Yang Diselidiki sudah dikenakan sejak 6 Juni tahun 2011 dan berlaku sampai dengan 5 Juni 2014, namun dalam kenyataannya, masih terjadi peningkatan impor Barang Yang Diselidiki dari 15

16 tahun 2011 ke tahun 2012 sebesar Ton atau sebesar 57%, dan pada periode Januari-Juni dari tahun 2012 ke tahun 2013 adalah sebesar Ton atau sebesar 31%. Akibat peningkatan impor tersebut, industri dalam negeri masih belum sepenuhnya pulih dari kondisi kerugian sehingga mengancam keberlangsungan kinerja industri dalam negeri. C.2.2 Perkembangan Impor Benang Kapas Selain Benang Jahit Tabel 5: Perkembangan Impor Benang Kapas Selain Benang Jahit Uraian Negara 2012 Tahun Satuan: Ton Tren (10-12) Vietnam ,3 India ,9 Korea Selatan ,2 RRT (5,8) Hongkong ,2 Thailand (32,8) Negara Lainnya (52,4) Total Sumber: BPS dan diolah 27. Selama kurun waktu , volume impor dari Vietnam, India, Korea Selatan, dan Hong Kong mengalami peningkatan volume impor yang signifikan, dengan tren berturut-turut sebesar 76,3%, 47,9%, 195,2%, dan 75,2%. Sementara impor dari Negara Lainnya mengalami penurunan yang signifikan dengan trend sebesar 52,4%. Diantara negara-negara pengekspor terbesar yang mengalami peningkatan paling besar adalah Vietnam, India, dan Korea Selatan. 16

17 Tabel 6: Perkembangan Pangsa Pasar Negara Eksportir Besar Benang Uraian Negara Kapas Selain Benang Jahit Tahun Satuan: % Tren (10-12) Vietnam 12,3 15,4 30,1 56,6 India 11,5 8,5 19,9 31,4 Korea Selatan 2,7 6,6 18,7 162,2 RRT 22,2 24,7 15,6 (16,3) Hongkong 2 3,3 4,8 55,6 Thailand 10,1 8,9 3,6 (40,3) Negara Lainnya 40,8 32,6 7,3 (57,7) Total Sumber: BPS dan diolah 28. Selama kurun waktu , pangsa pasar Vietnam, India, Korea Selatan, dan Hongkong mengalami peningkatan yang cukup pesat, sedangkan pangsa pasar negara lainnya dalam kurun waktu yang sama menurun drastis dari 40,8% menjadi 7,3%. Negara yang pangsa pasarnya juga mengalami penurunan adalah RRT dan Thailand, namun pangsa pasarnya masih diatas 3%. 17

18 C.2.3 Pangsa Pasar Ekspor Negara Lainnya ke Indonesia Tabel 7: Pangsa Pasar Ekspor Negara Lainnya ke Indonesia (yang pangsa pasarnya 0,1% pada tahun 2012) Negara Tahun Satuan: % Tren (10-12) Taiwan 15,2 6,6 2,5 (59,4) Pakistan 6,3 10,0 1,8 (46,3) Malaysia 15,6 13,2 0,9 (75,8) Bangladesh - 0,2 0,9 - Uni emirat arab - - 0,1 - Singapura 0,009 0,002 0,1 301,0 Negara Lainnya 3,7 2,6 1 Sumber: BPS dan diolah 29. Selama kurun waktu penyelidikan, pangsa pasar negara lainnya yang mengalami peningkatan cukup pesat adalah Singapura, namun secara absolut volume impornya relatif kecil. C.3 Kinerja 30. Dalam rangka penyelidikan untuk membuktikan terjadinya kerugian industri dalam negeri, KPPI memeriksa dan melakukan analisa terhadap data dan informasi yang tersedia dan terkait dengan faktor yang relevan dengan kinerja Pemohon dan kondisi aktual industri dalam negeri. Selain itu juga dilakukan verifikasi lapangan pada akhir Januari 2014 sampai dengan awal Februari

19 Tabel 8: Volume Impor, Penjualan Domestik, Pangsa Impor, Pangsa Pemohon, dan No. Uraian Satuan 1. Konsumsi Nasional Tahun Penjualan domestik Indeks Pangsa Impor Indeks Pangsa Pemohon Indeks (1) 6 (3) 5. Konsumsi Nasional Indeks Sumber: API dan diolah 31. Tabel 8 menunjukkan bahwa pada tahun terjadi peningkatan tren volume penjualan domestik Pemohon sebesar 12%, dengan perubahan volume penjualan pada periode Januari-Juni tahun 2013 sebesar 12% dibandingkan dengan volume penjualan tahun 2012 pada periode yang sama. Namun, pada tahun tren volume impor lebih besar dibandingkan dengan tren volume penjualan domestik Pemohon yaitu sebesar 13%, dengan perubahan impor pada periode Januari-Juni tahun 2013 sebesar 31% dibandingkan dengan volume penjualan tahun 2012 pada periode yang sama (Jan-Jun) 2013 (Jan-Jun) 32. Apabila dibandingkan antara tahun 2012 dengan 2011, maka terjadi peningkatan volume impor 57%, namun volume penjualan Domestik Pemohon hanya mengalami peningkatan sebesar 27%. Pada periode Januari-Juni tahun 2012 ke tahun 2013 terjadi perubahan volume impor sebesar 31%, sedangkan perubahan penjualan domestik Pemohon hanya sebesar 12%. Perub (%) Walaupun penjualan domestik Pemohon mengalami tren peningkatan selama periode penyelidikan, namun pada tahun 2012 pangsa pasar Pemohon mengalami penurunan sebesar 1% bila dibandingkan dengan tahun Tren Perub (%) (Jan- Jun) Impor Ton

20 Selanjutnya pada tahun 2012 (Jan-Jun) dibandingkan dengan tahun 2013 periode yang sama, penjualan domestik Pemohon tetap mengalami peningkatan namun pangsa pasar Pemohon menurun sebesar 3%. 34. Dari tahun 2011 ke 2012, konsumsi nasional benang kapas selain benang jahit mengalami peningkatan sebesar 29%, dimana volume impornya meningkat sebesar 57% sedangkan penjualan domestik hanya meningkat sebesar 27%. Peningkatan konsumsi nasional pada periode Januari-Juni tahun sebesar 19%, dimana volume impornya pada periode tersebut meningkat sebesar 31% sedangkan penjualan domestik hanya meningkat sebesar 12%. Dapat disimpulkan bahwa ketika terjadi peningkatan konsumsi nasional, impor meningkat jauh lebih tinggi daripada peningkatan penjualan domestik. No Uraian Satuan Tabel 9. Produksi, Kapasitas Terpasang, Kapasitas Terpakai, dan Volume Impor Tahun (Jan-Jun) 2013 (Jan-Jun) Tren Perub (Jan- Jun) 1. Produksi Indeks (0,1) 20,5 2. Kapasitas Terpasang Indeks ,2 0,3 3. Kapasitas Terpakai Indeks N/A N/A (1,3) N/A 4. Volume Impor Ton ,6 30,6 Sumber: API dan diolah 35. Selama tahun 2010 sampai dengan 2012 volume produksi mengalami penurunan dengan tren sebesar 0,1%. Dengan adanya kenaikan konsumsi selama kurun waktu yang sama, maka penurunan volume produksi Pemohon berbanding terbalik dengan volume impor yang mengalami peningkatan dengan tren sebesar 12,6%. 20

21 36. Pada periode Januari-Juni tahun produksi mengalami peningkatan sebesar 20,5%. Selanjutnya, pada periode yang sama impor mengalami peningkatan lebih tinggi sebesar 30,6%. Selama periode 2010 sampai dengan 2012 kapasitas terpakai Pemohon hanya berada di kisaran poin indeks, sehingga dapat dikatakan kapasitas terpakai masih belum optimal. Tabel 10. Laba/Rugi, Tenaga Kerja, Produktivitas, Target Produktivitas, Produksi, dan Target Produksi No. Uraian Satuan Tahun Tren Laba/Rugi Indeks (100) (177) (241) (81,8) 2. Tenaga Kerja Indeks (5,7) 3. Produktivitas % ,9 4. Produktivitas yang diharapkan Indeks Produksi % (0,1) 6. Target Produksi Indeks Sumber: API dan diolah 37. Selama periode , Pemohon mengalami kerugian setiap tahunnya dengan tren yang negatif. Akibat kerugian yang signifikan tersebut, Pemohon melakukan efisiensi dengan cara mengurangi jumlah tenaga kerja dengan tren penurunan sebesar 5,7% pada periode yang sama sehingga mengakibatkan target produksi yang telah ditetapkan tidak tercapai, dan juga berdampak terhadap produktivitas Pemohon yang berada dibawah produktivitas yang diharapkan. 21

22 Tabel 11: Penjualan Domestik, Persediaan, dan Harga jual No. Uraian Satuan 1. Penjualan domestik Tahun Perub (%) Perub (%) Indeks (1) Persediaan Indeks (62) 3. Harga Jual Indeks (6) Sumber: API dan diolah 38. Pada tahun 2010 ke 2011 pada level harga yang tinggi, volume penjualan mengalami penurunan yang mengakibatkan persediaan mengalami peningkatan. Selanjutnya dari tahun 2011 ke 2012 harga jual mengalami penurunan dengan volume penjualan yang meningkat, sehingga persediaan mengalami penurunan. Tabel 12. Biaya Produksi, Harga Jual, Penjualan Domestik, dan Laba/Rugi No. Uraian Satuan Biaya Produksi Harga Jual Penjualan Domestik Tahun (Jan-Jun) 2013 (Jan-Jun) Tren Perub (%) (Jan- Jun) Indeks ,3 (4,3) Indeks ,9 6,2 Indeks ,1 11,5 4. Laba/Rugi Indeks (100) (177) (241) (100) (79) (81,8) (21,5) Sumber: API dan diolah 39. Selama tahun , walaupun harga jual Pemohon cenderung meningkat, namun Pemohon mengalami kerugian selama periode penyelidikan dengan tren yang menurun. Hal ini disebabkan karena peningkatan biaya produksi selama periode penyelidikan tidak sebanding dengan peningkatan harga jual. 40. Selanjutnya, pada periode Januari-Juni walaupun biaya produksi mengalami penurunan dan harga jual mengalami peningkatan, namun Pemohon masih mengalami kerugian karena masih menjual dibawah biaya produksinya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.699, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea masuk. Impor. Benang kapas. Pengenaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.011/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN

Lebih terperinci

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 87/PMK.011/2011 TENTANG : PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD)

Lebih terperinci

1 of 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1142, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengamanan Impor Barang. Kawat Besi/Baja. Bea masuk. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.011/2012 TENTANG PENGENAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG Menimbang Mengingat PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF 7312.10.90.00

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF EX 7312.10.10.00 DENGAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) DENGAN

Lebih terperinci

Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011

Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011 Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011 DAFTAR NEGARA-NEGARA YANG DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK

Lebih terperinci

2017, No Perdagangan Indonesia menerima permohonan perpanjangan Tindakan Pengamanan, maka Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia melakukan pe

2017, No Perdagangan Indonesia menerima permohonan perpanjangan Tindakan Pengamanan, maka Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia melakukan pe No.1292, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan. Impor Produk Canai Lantaian dari Besi atau Baja Bukan Paduan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERI KEUANGAN SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 155/PMK.010/2015 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK STEEL WIRE ROD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER!

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN TENTANG. Tindakan. Perdagangan. dan Tindakan. b. bahwaa. barang. yang.

MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN TENTANG. Tindakan. Perdagangan. dan Tindakan. b. bahwaa. barang. yang. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.011/2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR BARANG YANG BERBENTUK KOTAKK

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-3/BC/2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

Lebih terperinci

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 6 /PMK.OII/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT MENTERI I

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017 MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CANAl LANTAIAN DARI

Lebih terperinci

MENTER! KEUANGA.N REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 165/PMK.010/2015 TENT ANG

MENTER! KEUANGA.N REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 165/PMK.010/2015 TENT ANG MENTER! KEUANGA.N SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 165/PMK.010/2015 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK COATED PAPER DAN PAPER BOARD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT MENTERIKEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG MENTERIKEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF 7312.10.90.00

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2/PMK.010/2018 TENT ANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2/PMK.010/2018 TENT ANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PMK.010/2018 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK I DAN H SECTION DARI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011 MENTER I KEUANGAN REPUBLIK INDONESiA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011 TENTANG PENGENAAN SEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK SERUPA KAIN TENUNAN DARI KAPAS YANG DIKELANTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187jPMK.Ollj2012

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187jPMK.Ollj2012 MENTERIKEUANGAN SALINAN '''. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 187jPMK.Ollj2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR BARANG YANG BERBENTUK KOTAK ATAU MATRAS ATAU SILINDER YANG

Lebih terperinci

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTER! KEUANGAN SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 12/PMK.Ol0/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK I DAN H SECTION DARI BAJA PADUAN LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN, REPUBUK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN, REPUBUK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMIC 011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BERUPA TERPAL DARI

Lebih terperinci

Tidak Rahasia A. UMUM

Tidak Rahasia A. UMUM A. UMUM Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) atas nama industri tekstil Indonesia dengan ini mengajukan Permohonan kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) untuk memperpanjang tindakan pengamanan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM MENTERIKEUANGAN REPUBlIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 193/PMKOll/2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010

LAMPIRAN. Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010 LAMPIRAN Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010 No Kota IPK 1 Denpasar 6.71 2 Tegal 6.26 3 Surakarta 6.00 4 Yogyakarta 5.81 5 Manokwari 5.81 6 Gorontalo 5.69 7 Tasikmalaya 5.68 8 Balikpapan

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137.1/PMK.Oll/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CANAl LANTAIAN DARI

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015 NO NEGARA LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 A F R I K A 2 0 2 2 AFGHANISTAN 61 61 122 3

Lebih terperinci

Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia

Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia Berikut ini adalah daftar negara-negara yang telah terkena atau telah, atau sedang maupun bom curah. Catatan disertakan di bagian bawah tabel untuk menunjukkan

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 NO NEGARA LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 A F R I K A 2 0 2 2 AFGHANISTAN 61 63 124 3 ALJAZAIR

Lebih terperinci

Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya.

Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya. Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya. A. Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan

Lebih terperinci

A.1 Permohonan Pengenaan Tindakan Pengamanan Perdagangan

A.1 Permohonan Pengenaan Tindakan Pengamanan Perdagangan A. PENDAHULUAN A.1 Permohonan Pengenaan Tindakan Pengamanan Perdagangan 1. Pada tanggal 13 Agustus 2012, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerima permohonan dari Asosiasi Produsen Tepung

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.268, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Dextrose. Monohydrate

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.268, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Dextrose. Monohydrate BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA 268, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Dextrose. Monohydrate PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133/PMK.011/2009 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUSLIK INDONESIA 108/PMK.Oll/2013_ TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUSLIK INDONESIA 108/PMK.Oll/2013_ TENTANG MENTEAI I(EUANGAN AEPUOL/J( INDONESIA- SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUSLIK INDONESIA NOMOR 108/PMK.Oll/2013_ TENTANG PENGENAAN SEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CASING DAN TUBING

Lebih terperinci

MENTER I KEUANGAN. REPUBLII< INDONESIA SAUNAN

MENTER I KEUANGAN. REPUBLII< INDONESIA SAUNAN MENTER I KEUANGAN. REPUBLII< INDONESIA SAUNAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.Oll/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2016 HUKUM. Keimigrasian. Kunjungan. Bebas Visa. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG BEBAS VISA KUNJUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

7 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha Persewaan, dan

7 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha Persewaan, dan Tabel 8.4.4. Penggunaan Kerja Asing Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Pekerjaan/Jabatan sampai dengan 31 Mei 2010 Jenis Pekerjaan/Jabatan Usaha Produksi, No Lapangan Usaha Kepemimpina Tata

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 4 kasus yaitu 2 (satu) kasus

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN DUNIA. Nuhfil Hanani AR

PRODUKSI PANGAN DUNIA. Nuhfil Hanani AR 49 PRODUKSI PANGAN DUNIA Nuhfil Hanani AR Produksi Pangan dunia Berdasarkan data dari FAO, negara produsen pangan terbesar di dunia pada tahun 2004 untuk tanaman padi-padian, daging, sayuran dan buah disajikan

Lebih terperinci

Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara

Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara Gred Elaun Makan Hotel Lodging Utama/Khas A keatas 370.00 Actual (Standard Suite) Appendix 1 Utama/Khas B dan C 340.00 Actual (Standard Room) Appendix 1 53 to 54 320.00

Lebih terperinci

Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia

Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia Latar belakang Special Safeguard Mechanism (SSM) adalah SSM adalah mekanisme yang memungkinkan negara-negara berkembang untuk memberikan perlindungan sementara

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 22 kasus. Kasus

Lebih terperinci

Laporan Keluarga Angkat (sedikitnya diisi 1 kali selama Inbound tinggal bersama keluarga angkat, dan bila dirasa perlu)

Laporan Keluarga Angkat (sedikitnya diisi 1 kali selama Inbound tinggal bersama keluarga angkat, dan bila dirasa perlu) Laporan Keluarga Angkat (sedikitnya diisi 1 kali selama Inbound tinggal bersama keluarga angkat, dan bila dirasa perlu) Nama Inbound * Host Club * Nama Club Konselor * Lama tinggal sampai saat ini* Negara

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 April 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 April 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 April 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 5 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others)

A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others) A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others) Kadar Elaun Makan, Bayaran Sewa Hotel Dan Elaun Lojing Semasa Berkursus Termasuk Menghadiri

Lebih terperinci

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Jl. M.I. Ridwan Rais No.5, Jakarta Indonesia

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Jl. M.I. Ridwan Rais No.5, Jakarta Indonesia A. PENDAHULUAN Laporan ini memuat hasil peninjauan midterm sebagaimana diatur dalam Article 7.4 WTO Agreement on Safeguards (AoS) dan Pasal 87 Peraturan Pemerintah Nomor 34 2011 (PP34/2011) yang menjadi

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA

KETAHANAN PANGAN DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 1 KETAHANAN PANGAN DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA Pangan dan Hak Assasi Manusia Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sehingga pemenuhannya menjadi salah satu hak asasi yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 31 kasus. Kasus

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil LAPORAN MINGGU XXXIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 29 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 24 kasus. Kasus

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU X PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Maret 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU X PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Maret 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU X PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Maret 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total jumlah kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 3 kasus yaitu 1 (satu)

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil LAPORAN MINGGU XXXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 September 2016 pukul 15.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 28 kasus.

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XLIX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Desember 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XLIX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Desember 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XLIX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Desember 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 37 kasus. Kasus

Lebih terperinci

KK/BP(S)/DS10/791/441/6 Jld.2(s.k. 3/2009)(8) KEMENTERIAN KEWANGAN SURAT PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 8 TAHUN 2010

KK/BP(S)/DS10/791/441/6 Jld.2(s.k. 3/2009)(8) KEMENTERIAN KEWANGAN SURAT PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 8 TAHUN 2010 KK/BP(S)/DS10/791/441/6 Jld.2(s.k. 3/2009)(8) KEMENTERIAN KEWANGAN SURAT PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 8 TAHUN 2010 Semua Ketua Setiausaha Kementerian Semua Ketua Jabatan Persekutuan PINDAAN PEKELILING

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA

POKOK BAHASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA POKOK BAHASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA 1 ISU STRATEGIS 1. KEMAKMURAN 2. Pembangunan Berkelanjutan 3. Keadilan Sosial di Era Desentralisasi 4. Faktor Kunci Daya Saing Bangsa 2 KONDISI EKONOMI Potret Indonesia

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU IX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 Maret 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU IX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 Maret 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU IX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 Maret 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total jumlah kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 3 kasus yaitu 1 (satu)

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 Juli 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 Juli 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 Juli 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 32 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Afrika Selatan Albania Algeria American Samoa Amerika Serikat Andorra Angola Anguilla Antartika Antigua & Barbuda Arab Saudi Argentina Armenia Aruba Ascension Australia

Lebih terperinci

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Afrika Selatan 27 sambungan telap $1.00 seluler $2.00 Albania 355 $14.44 Algeria 213 $15.00 American Samoa 684 $11.69 Amerika Serikat 1 $0.20 Andorra 376 $11.88 Angola

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil. C. Informasi minggu ini

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil. C. Informasi minggu ini LAPORAN MINGGU XXX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 1 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 21 kasus. Kasus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi berbeda

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi berbeda BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Aplikasi Aplikasi dapat didefinisikan sebagai suatu program komputer yang dibuat untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi berbeda dengan sistem

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.011/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.011/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.011/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXVIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 17 Juli 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXVIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 17 Juli 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXVIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 17 Juli 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 34 kasus yaitu 3 (tiga) kasus

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU I PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Januari 2018 pukul WIB

LAPORAN MINGGU I PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Januari 2018 pukul WIB LAPORAN MINGGU I PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Januari 2018 pukul 12.00 WIB I. Poliomielitis Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 107 kasus yaitu 13 (Dua Belas) kasus WPV1 di Afganistan,

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 Juni 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 Juni 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 Juni 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 11 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU LII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 1 Januari 2018 pukul WIB

LAPORAN MINGGU LII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 1 Januari 2018 pukul WIB LAPORAN MINGGU LII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 1 Januari 2018 pukul 15.00 WIB I. Poliomielitis Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 106 kasus yaitu 12 (Dua Belas) kasus WPV1 di

Lebih terperinci

TIDAK RAHASIA ESSENTIAL FACT

TIDAK RAHASIA ESSENTIAL FACT ESSENTIAL FACT A. PENDAHULUAN A.1. Latar Belakang 1. Pada tanggal 15 Januari 2014, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerima permohonan dari PT. Gunung Garuda (selanjutnya disebut Pemohon

Lebih terperinci

Bagian II. Bab III Proses Eksekusi Anggaran

Bagian II. Bab III Proses Eksekusi Anggaran Bagian II Bab III Proses Eksekusi Anggaran Bab ini menyajikan gambaran prosedur dasar yang diikuti setiap pemerintah dalam mengeksekusi anggaran dan dokumen-dokumen yang diperlukan pemerintah untuk mencatat

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU 3 PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 22 Januari 2018 pukul WIB

LAPORAN MINGGU 3 PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 22 Januari 2018 pukul WIB LAPORAN MINGGU 3 PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 22 Januari 2018 pukul 12.00 WIB I. Poliomielitis Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 107 kasus yaitu 14 (Empat Belas) kasus WPV1 di

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXIVPENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 19 Juni 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXIVPENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 19 Juni 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXIVPENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 19 Juni 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 12 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Objek Penelitian Bank Mandiri didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pada bulan Juli 1999,

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 November 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 November 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 November 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 76 kasus yaitu 8 (delapan) kasus WPV1 di Afganistan,

Lebih terperinci

Country Names - Bahasa Malay

Country Names - Bahasa Malay Country Names - Bahasa Malay English Afghanistan Åland Islands Albania Algeria American Samoa Andorra Angola Anguilla Antigua and Barbuda Argentina Armenia Aruba Ascension Island Australia Austria Azerbaijan

Lebih terperinci

Indonesia dalam Menyampaikan Energi. Hivos

Indonesia dalam Menyampaikan Energi. Hivos Mengkatalisasi Masyarakat Sipil Indonesia dalam Menyampaikan Energi Berkelanjutan untuk Semua Eco Matser Hivos Hivos 2011 1 Isi 1. Tujuan workshop SE4ALL 2. Latar belakang SE4ALL, apa, kapan, dan siapa?

Lebih terperinci

fruiffly Dominica, Guyana, rance, Haiti, Jamaica, Puerto rico, USA 5. Bactrocera jarvisi Fiji fruitfly Oceania: Australia

fruiffly Dominica, Guyana, rance, Haiti, Jamaica, Puerto rico, USA 5. Bactrocera jarvisi Fiji fruitfly Oceania: Australia Lampiran 1 Lalat buah yang masuk daiam daftar OPTK beserta daerah sebar pada buah ape1 (Pyrus malus)'. No. Nama llmiah Nama Umum Daerah Sebar 1. Anastrepha fraterculus South American America: Argentina,

Lebih terperinci

MENTERII(EUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERII(EUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERII(EUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 151jPMICOllj2009 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAPIMPORPRODUKPAKU DENGAN RAHMAT TUI-IAN YANG MAf-IA ESA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Foreign Trade Statistical Bulletin EKSPOR /EXPORTS ISSN : 0216-5775 No. Publikasi / Publication Number : 06110. 1331 Katalog BPS /

Lebih terperinci

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005 KK/BP(8.00)443/1-4 SJ.1(sk.1/2003) KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005 KADAR DAN SYARAT TUNTUTAN ELAUN, KEMUDAHAN DAN BAYARAN KEPADA PEGAWAI PERKHIDMATAN AWAM SEMASA BERKURSUS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR HASIL PENYELIDIKAN ATAS IMPORTASI PRODUK CANAI LANTAIAN DARI BESI ATAU BAJA BUKAN PADUAN DENGAN NOMOR HS

LAPORAN AKHIR HASIL PENYELIDIKAN ATAS IMPORTASI PRODUK CANAI LANTAIAN DARI BESI ATAU BAJA BUKAN PADUAN DENGAN NOMOR HS A. PENDAHULUAN A.1 Permohonan Pengenaan Tindakan Pengamanan Perdagangan 1. Pada tanggal 12 Desember 2012, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerima permohonan dari PT. NS BlueScope Indonesia

Lebih terperinci

PASAL 5 AGEN TIDAK BEBAS YANG DAPAT MENIMBULKAN BUT BAGI SUATU PERUSAHAAN

PASAL 5 AGEN TIDAK BEBAS YANG DAPAT MENIMBULKAN BUT BAGI SUATU PERUSAHAAN PASAL 5 AGEN TIDAK BEBAS YANG DAPAT MENIMBULKAN BUT BAGI SUATU PERUSAHAAN No Negara Memiliki wewenang untuk menutup kontrak atas nama Menyimpan dan melakukan pengiriman barang atau barang dagangan milik

Lebih terperinci

Realokasi Kursi Bukan Menambah Kursi Oleh. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi

Realokasi Kursi Bukan Menambah Kursi Oleh. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi Realokasi Kursi Bukan Menambah Kursi Oleh. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi Menambah jumlah kursi DPR menjadi wacana baru dalam formulasi Rancangan Undang- Undang Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 133, 2002 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM

Lebih terperinci

Cluister di Oslo, pada tanggal 03 Desember Afganistan 3 Desember September Maret 2012

Cluister di Oslo, pada tanggal 03 Desember Afganistan 3 Desember September Maret 2012 LAMPIRAN Negara-negara yang sudah mendatangani dan meratifikasi konvensi Bom Cluister di Oslo, pada tanggal 03 Desember 2008 Convention on Cluster Munition Negara Penandatangan Meratifikasi Mulai Berlaku

Lebih terperinci

Posisi Human Development Indeks. (HDI) Indonesia (United Nations Development Program (UNDP) tahun 2008)

Posisi Human Development Indeks. (HDI) Indonesia (United Nations Development Program (UNDP) tahun 2008) GURU PENDIDIK PROFESIONAL Posisi Human Development Indeks High Human Development 1. Iceland 2. Norway 3. Australia 4. Canada 5. Ireland 8. Japan 9. Netherlands 25. Singapore 26. Korea, Rep. of 30. Brunei

Lebih terperinci

KESEPAKATAN INTERNATIONAL CONFERENCE ON NUTRITION KE 2 DI ROMA DAN GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI (GERAKAN 1000 HPK)

KESEPAKATAN INTERNATIONAL CONFERENCE ON NUTRITION KE 2 DI ROMA DAN GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI (GERAKAN 1000 HPK) KESEPAKATAN INTERNATIONAL CONFERENCE ON NUTRITION KE 2 DI ROMA DAN GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI (GERAKAN 1000 HPK) oleh: Deputi Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan Bappenas Disampaikan pada

Lebih terperinci

M SA D E D P E A P N PE P R E T R ANIAN INDO D N O ES E IA? NUH U FI F L HAN A AN A I A R

M SA D E D P E A P N PE P R E T R ANIAN INDO D N O ES E IA? NUH U FI F L HAN A AN A I A R MASA DEPAN PERTANIAN INDONESIA? NUHFIL HANANI AR INDONESIA MERUPAKAN NEGARA YANG MEMILIKI KEANEKARAGAMAN HAYATI YANG BESAR NO. 2 DI DUNIA SETELAH BRAZIL 800 SPESIES TUMBUHAN PANGAN + 1000 SPESIES TUMBUHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen

Lebih terperinci

Pondasi Operasi yang Lancar

Pondasi Operasi yang Lancar Pondasi Operasi yang Lancar Untuk bisa menjalankan kegiatan sehari-hari di sebuah perusahaan dengan lancar dan baik, maka manajemen perusahaan harus membangun dan menerapkan sistem yang baku, sehingga

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Foreign Trade Statistical Bulletin EKSPOR /EXPORTS ISSN : 0216-5775 No. Publikasi / Publication Number : 06110. 1412 Katalog BPS /

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 2010 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian dunia saat ini mendorong setiap penganut perekonomian terbuka didalamnya untuk merasakan dampak dari adanya dinamika ekonomi internasional yang dipandang

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS HUBUNGAN PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN SELATAN-SELATAN

LAPORAN ANALISIS HUBUNGAN PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN SELATAN-SELATAN LAPORAN ANALISIS HUBUNGAN PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN SELATAN-SELATAN Cover source : unep.org, aiddata.org, and chronicle.co.zw PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

JASO Presentasi. PROMOSPAIN SERVICES LTD., Pondok Indah Office Tower I, 3rd floor, room 304. Jakarta, Indonesia

JASO Presentasi. PROMOSPAIN SERVICES LTD., Pondok Indah Office Tower I, 3rd floor, room 304. Jakarta, Indonesia JASO Presentasi 1 1. Profil perusahaan 2. Peralatan Konstruksi JASO 3. Kualifikasi 4. Gallery 5. Kontak Kami 2 1. Profil Perusahaan Perusahaan Spanyol dengan pengalaman lebih dari 50 tahun Ekspor 90 %

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui

Lebih terperinci

PENILAIAN STANDAR KUALIFIKASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PENILAIAN STANDAR KUALIFIKASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BKPM NOMOR : 6 TAHUN 2011 TANGGAL : 18 JULI 2011 PENILAIAN STANDAR KUALIFIKASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL A. IDENTITAS Instansi penyelenggara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen liberalisasi perdagangan dalam kerangka

Lebih terperinci

w /w tp :/ ht go.i d ps..b w Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Foreign Trade Statistical Bulletin EKSPOR /EXPORTS ISSN : 0216-5775 No. Publikasi / Publication Number : 06110.1518 Katalog BPS /

Lebih terperinci

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Ekspor Nonmigas 21 Mencapai Rekor Tertinggi Jakarta,

Lebih terperinci

Profile Perusahaan CEIC DATA COMPANY (HK)Limited.

Profile Perusahaan CEIC DATA COMPANY (HK)Limited. Profile Perusahaan CEIC DATA COMPANY (HK)Limited. CEIC DATA Company HK Limited CEIC Data Company (Hongkong) Limited adalah perusahaan penyedia informasi online untuk data time-series statistik dengan cakupan

Lebih terperinci