PENETAPAN FORMASI DAN PELAKSANAAN PENGADAAN PNS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENETAPAN FORMASI DAN PELAKSANAAN PENGADAAN PNS"

Transkripsi

1 PENETAPAN FORMASI DAN PELAKSANAAN PENGADAAN PNS I. PENDAHULUAN Pasca reformasi 1998, semua instansi pemerintahan mulai berbenah. Salah satu pembenahan yang terus mendapat perhatian adalah pelaksanaan reformasi birokrasi. Semangat untuk mewujudkan reformasi tidak lepas dari kritikan masyarakat dan stake holder atas kondisi birokrasi saat ini. Birokrasi mendapat stereotip sebagai pemalas, tidak kreatif dan memboroskan anggaran. Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) saat ini juga dinilai tidak sebanding dengan pelayanan mereka kepada masyarakat. Per Oktober 2011, jumlah PNS mencapai Pertambahan PNS dari tahun ke tahun cukup siginifikan. Pertambahan jumlah PNS tersebut tidak lepas dari pemekaran daerah pada 2001 hingga 2009 sebanyak 7 provinsi dan 154 kabupaten/kota. 2 Pertambahan PNS Daerah juga tidak lepas dari adanya delegasi kewenangan dalam hal pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS dari Presiden kepada pejabat pembina kepegawaian dan pejabat pembina kepegawaian daerah. 3 Pada saat ini masih dijumpai perbedaan yang cukup signifikan dalam jumlah PNS antara satu daerah dengan daerah lain yang memiliki karakteristik yang hampir sama, hal ini sebagai akibat dari kebijakan yang menimbulkan ketidakseimbangan jumlah pegawai antar daerah, antara lain kebijakan otonomi daerah, yang disertai penyerahan pegawai, perlengkapan, pembiayaan dan dokumen (P3D) kepada daerah, kebijakan pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS, pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil serta pemekaran wilayah/daerah. 4 Selain hal tersebut di atas masih terjadi adanya upaya permintaan penambahan pegawai dalam jumlah yang besar, tanpa memikirkan dampaknya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sebagian besar terserap untuk belanja Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. 4 Lampiran I Angka I Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil Untuk Daerah Tulisan hukum/infokum/tematik Page 1

2 pegawai, sedangkan belanja publik relatif kecil sehingga kepentingan publik terabaikan. Setidaknya ada 297 Pemerintah Daerah yang lebih dari 50% APBD nya terserap untuk belanja pegawai. 5 Banyaknya jumlah PNS tersebut memboroskan anggaran. Menteri Keuangan Agus Martowardojo beberapa waktu lalu mengatakan bahwa jumlah pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia saat ini sudah cukup tinggi dan bisa memberatkan anggaran pemerintah dalam penyediaan tunjangan gaji, pensiun dan asuransi. Kondisi yang sama juga terjadi di daerah. Saat ini banyak alokasi anggaran rutin di daerah ditetapkan untuk pembiayaan belanja pemerintah seperti untuk gaji pegawai, padahal belanja modal sangat terbatas sehingga pembiayaan infrastruktur menjadi terbengkalai. Untuk tahun 2012, Pemerintah bakal menggelontorkan anggaran gaji pegawai negara sebesar Rp 215,7 triliun (2,7 persen terhadap PDB), atau naik Rp 32,9 triliun (18%) dibandingkan tahun lalu. 6 Menurut Menteri Keuangan, program reformasi birokrasi menjadi inisiatif yang diperlukan agar efektifitas dan produktifitas kerja pegawai negeri sipil dapat tercapai. 7 Sebagai salah satu agenda reformasi birokrasi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Bersama Nomor 02/SPB/M.PAN-RB/8/2011, Nomor Tahun 2011, Nomor 141/PMK.01/2011 tentang Penundaan Sementara Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil. Penundaan sementara penerimaan CPNS tersebut dilakukan mulai 1 September 2011 sampai dengan 31 Desember 2012 dalam rangka penghematan belanja. Reformasi birokrasi dapat dikatakan sebagai penataan ulang proses birokrasi dari level tertinggi hingga terendah dan melakukan terobosan baru (innovation breakthrough) dengan langkah-langkah bertahap, konkret, realistis, sungguh-sungguh, berfikir di luar kebiasaan/rutinitas yang ada (out of the box thinking), perubahan paradigma (a new paradigm shift), dan dengan upaya luar biasa (business not as usual). Oleh karena itu, reformasi birokrasi nasional perlu merevisi dan membangun berbagai regulasi, memodernkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen pemerintah pusat dan daerah, dan menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan paradigma dan peran baru. 8 Pada tahun 2011, seluruh kementerian dan lembaga (K/L) serta pemerintah daerah (Pemda) ditargetkan telah memiliki komitmen dalam melaksanakan proses reformasi birokrasi. Pada tahun 2014 secara bertahap dan berkelanjutan, Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah diharapkan telah memiliki kekuatan untuk memulai proses tersebut, sehingga pada tahun 2025, birokrasi pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi dapat diwujudkan. 9 Dalam rangka penerapan reformasi birokrasi, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi 5 Wawancara dengan Asisten Deputi Bidang SDM dan Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 5 April Nota Keuangan dan APBN Bab I Lampiran Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Desain Reformasi Birokrasi. 9 Bab I Lampiran Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Desain Reformasi Birokrasi. Tulisan hukum/infokum/tematik Page 2

3 Birokrasi dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pembentukan Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dan Tim Reformasi Birokrasi Nasional sebagaimana telah dirubah dengan Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun Peraturan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi , yang dijabarkan lebih lanjut dalam 9 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB), yaitu: 1. Peraturan Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga (Buku 1). Peraturan ini antara lain berisi tentang proses Reformasi Birokrasi, dan dokumen usulan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga. 2. Peraturan Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pedoman Penilaian Dokumen Usulan dan Road Map Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga (Buku 2) Peraturan ini antara lain berisi tentang penilaian dokumen usulan dan road map pelaksanaan Reformasi Birokrasi, instrumen penilaian dokumen usulan, road map pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan pemberian tunjangan kinerja. 3. Peraturan Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga Dan Pemerintah Daerah (Buku 3) Peraturan ini antara lain berisi tentang langkah-langkah konsolidasi rencana aksi program dan kegiatan Reformasi Birokrasi. 4. Peraturan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan (Buku 4) Peraturan ini antara lain berisi tentang manajemen perubahan dalam konteks Reformasi Birokrasi, elemen dan tahapan manajemen perubahan, perumusan rencana manajemen perubahan, pengelolaan/pelaksanaan perubahan, penguatan hasil perubahan, dan membuat perubahan berkelanjutan. 5. Peraturan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokrasi (Buku 5) Peraturan ini antara lain berisi tentang kriteria dan ukuran penilaian keberhasilan Reformasi Birokrasi yang terdiri dari penilaian keberhasilan pelaksanaan Reformasi Birokrasi, penjelasan masing- masing indikator keberhasilan, serta indikator kinerja pelaksanaan reformasi birokrasi di kementerian/ lembaga dan pemerintah daerah. 6. Peraturan Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Tatalaksana (Business Process) (Buku 6) Peraturan ini antara lain berisi tentang pendekatan penataan tatalaksana, proses penataan tatalaksana, dan kaidah penggambaran tatalaksana. 7. Peraturan Nomor 13 Tahun 2011 tentang Tentang Pedoman Pelaksanaan Quick Wins (Buku 7) Peraturan ini antara lain berisi tentang perumusan dan penetapan quick wins dan langkah-langkah dalam pelaksanaan quick wins. Quick wins atau juga sering disebut low-hanging fruit adalah suatu inisiatif yang mudah dan cepat dicapai yang mengawali suatu program besar dan sulit. Quick wins untuk setiap Tulisan hukum/infokum/tematik Page 3

4 Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah serta untuk tema tertentu dapat berupa organization quick wins, regulation quick wins atau human resource quick wins. 8. Peraturan Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) (Buku 8) Peraturan ini antara lain berisi tentang manajemen pengetahuan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, elemen dan tahapan implementasi manajemen pengetahuan, perencanaan implementasi manajemen pengetahuan, implementasikan manajemen pengetahuan, dan evaluasi pelaksanaan manajemen pengetahuan. 9. Peraturan Nomor 15 Tahun 2011 tentang Mekanisme Persetujuan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Tunjangan Kinerja Bagi Kementerian/Lembaga (Buku 9) Peraturan ini antara lain berisi tentang mekanisme pelaksanaan Reformasi Birokrasi, mekanisme persetujuan pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan tunjangan kinerja bagi kementerian/lembaga. Sebagaimana diketahui, arah kebijakan reformasi birokrasi adalah meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, baik di pusat maupun di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang lainnya. 10 Untuk mewujudkan aparatur negara yang profesional, harus dimulai dari proses rekrutmen PNS. Rekrutmen PNS menjadi pintu masuk seseorang menjadi aparatur negara. Kegagalan dalam proses rekrutmen akan menjadi awal kegagalan proses selanjutnya. Salah satu hal yang patut mendapatkan perhatian dalam proses rekrutmen adalah penetapan formasi dan pelaksanaan pengadaan PNS. Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, PNS diangkat dalam jabatan dan pangkat tertentu. Dengan demikian, pengertian formasi termasuk di dalamnya jumlah susunan jabatan PNS yang diperlukan suatu satuan organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu tertentu. Satuan-satuan organisasi negara yang dimaksud dalam ketentuan tersebut antara lain Departemen, Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Militer, Sekretariat Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara, Kantor Menteri Koordinator, Kantor Menteri Negara, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota. Tujuan penetapan formasi adalah agar satuan-satuan organisasi negara yang dimaksud di atas dapat mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang memadai sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawab pada masing-masing satuan organisasi. Oleh sebab itu, organisasi harus selalu disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu. Karena tugas pokok dapat berkembang dari waktu ke waktu, maka jumlah dan mutu PNS yang diperlukan harus selalu disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok. Perkembangan tugas pokok 10 Bab II Lampiran Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Desain Reformasi Birokrasi. Tulisan hukum/infokum/tematik Page 4

5 dapat mengakibatkan makin besarnya jumlah PNS yang diperlukan, dan sebaliknya dapat pula mengakibatkan makin sedikitnya PNS yang diperlukan karena kemajuan teknologi di bidang peralatan. 11 II. PERMASALAHAN Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana tata cara penetapan formasi PNS guna mencapai jumlah PNS yang ideal? 2. Bagaimana mekanisme pelaksanaan pengadaan PNS saat ini? 3. Peraturan apa saja yang terkait penetapan formasi dan pelaksanaan pengadaan PNS? III. PEMBAHASAN 1. Penetapan formasi PNS a. Sekilas Formasi Formasi adalah penentuan jumlah dan susunan pangkat PNS yang diperlukan untuk mampu melaksanakan tugas pokok yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan ditetapkan berdasarkan beban kerja suatu organisasi. 12 Formasi ditetapkan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan. 13 Formasi Pegawai Negeri Sipil terdiri dari Formasi PNS Pusat dan Formasi PNS Daerah. 14 Formasi PNS Pusat untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) berdasarkan usul dari Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat. 15 Penetapan formasi PNS Pusat tersebut harus mendengar pertimbangan dari Menteri Keuangan dan khusus untuk penetapan formasi Pegawai Negeri Sipil di luar negeri memperhatikan pula pertimbangan Menteri Luar Negeri. 16 Sementara itu, untuk Formasi PNS Daerah untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Daerah setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah, 17 dengan ketentuan sebagai berikut. 1) Provinsi ditetapkan oleh Gubernur; 2) Kabupaten ditetapkan oleh Bupati; dan 3) Kota ditetapkan oleh Walikota Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil. 12 Penjelasan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian jo Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil. 13 Pasal 15 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. 14 Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil. 15 Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil. 16 Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil. 17 Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil. 18 Penjelasan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil. Tulisan hukum/infokum/tematik Page 5

6 b. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penetapan formasi Penetapan formasi PNS merupakan permasalahan krusial selama ini karena banyak terjadi tarik menarik kepentingan antar instansi. Masing-masing pihak memperjuangkan kepentingannya untuk mendapatkan formasi sesuai yang yang diinginkan. Di sisi lain, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB), Kementerian Keuangan, dan DPR berusaha menetapkan formasi yang rigid, mengingat adanya keterbatasan anggaran dan kebutuhan formasi PNS di instansi lain. Setiap warga negara Republik Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar sebagai PNS sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan. Pengangkatan sebagai PNS dilakukan secara obyektif hanya untuk mengisi formasi yang lowong. 19 Ketentuan mengenai formasi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi PNS. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000, formasi masing-masing satuan organisasi negara disusun berdasarkan analisis kebutuhan dan penyediaan pegawai sesuai dengan jabatan yang tersedia, dengan memperhatikan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah. 20 Analisis kebutuhan formasi dilakukan berdasarkan: 21 1) jenis pekerjaan; 2) sifat pekerjaan; 3) analisis beban kerja dan perkiraan kapasitas seorang PNS dalam jangka waktu tertentu; 4) prinsip pelaksanaan pekerjaan; dan 5) peralatan yang tersedia. Penyusunan formasi dihitung berdasarkan beban kerja sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) NomorKEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil. Pedoman tersebut sebenarnya hanya merupakan salah satu instrument pendayagunaan pegawai. Selanjutnya, agar instrumen tersebut dapat dipergunakan untuk penataan kepegawaian, maka harus didukung oleh kesepakatan dan komitmen yang kuat di semua jajaran manajemen untuk melaksanakan secara konsisten. Hasil perhitungan kebutuhan formasi PNS dapat diimplementasikan secara efektif apabila: 22 1) organisasi yang disusun benar-benar diarahkan untuk melaksanakan misinya secara efektif dan efisien dalam rangka mewujudkan visi yang ditetapkan. 19 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. 20 Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil. 21 Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil. 22 Bab IV Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil. Tulisan hukum/infokum/tematik Page 6

7 2) setiap unit organisasi, tersusun dari jabatan jabatan yang dibutuhkan oleh organisasi induknya dengan tugas-tugasnya yang jelas serta beban kerjanya terukur. 3) setiap jabatan mempunyai standar kompetensi yang jelas bagi pegawai yang akan mendudukinya. 4) setiap jabatan mempunyai standar kinerja. Dengan demikian, agar dapat menghitung formasi yang dapat dipertanggungjawabkan, maka setiap instasi pemerintah harus memiliki data kepegawaian yang terurai untuk berbagai kepentingan keputusan kepegawaian. Salah satunya adalah dimiliki sistem informasi manajemen kepegawaian (SIMPEG) yang memuat daftar jabatan beserta uraiannya yang disertai dengan data pegawai yang ada menurut jabatannya. Dalam menghitung formasi PNS, terdapat 3 (tiga) aspek pokok yang harus diperhatikan. Ketiga aspek tersebut adalah: 23 1) Beban kerja Beban kerja merupakan aspek pokok yang menjadi dasar untuk perhitungan. Beban kerja perlu ditetapkan melalui program-program unit kerja yang selanjutnya dijabarkan menjadi target pekerjaan untuk setiap jabatan. 2) Standar Kemampuan Rata-rata Standar kemampuan rata-rata dapat berupa standar kemampuan yang diukur dari satuan waktu yang digunakan atau satuan hasil. Standar kemampuan dari satuan waktu disebut dengan Norma Waktu. Sedangkan standar kemampuan dari satuan hasil disebut dengan Norma Hasil. 3) Waktu kerja Waktu kerja yang dimaksud di sini adalah waktu kerja efektif, artinya waktu kerja yang secara efektif digunakan untuk bekerja. Waktu kerja efektif terdiri atas hari kerja efektif dan jam kerja efektif. Hari kerja efektif adalah jumlah hari dalam kalender dikurangi hari libur dan cuti. Sementara itu, jam kerja efektif adalah jumlah jam kerja formal dikurangi dengan waktu kerja yang hilang karena tidak bekerja (allowance) seperti buang air, melepas lelah, istirahat makan, dan sebagainya. Allowance diperkirakan rata-rata sekitar 30 % dari jumlah jam kerja formal. Jam kerja efektif dihitung sebagai berikut. 24 a) Jam kerja efektif per hari = 1 hari x 5 jam = 300 menit b) Jam kerja efektif per minggu = 5 hari x 5 jam = 25 jam = menit c) Jam kerja efektif per bulan = 20 hari x 5 jam = 100 jam = menit d) Jam kerja efektif per tahun = 240 hari x 5 jam = jam = menit. Dalam menghitung jam kerja efektif sebaiknya digunakan ukuran 1 minggu, yaitu selama 25 jam. 23 Bab II huruf B Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil. 24 Angka II huruf C Lampiran Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil. Tulisan hukum/infokum/tematik Page 7

8 Dalam penyusunan formasi hendaknya diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 25 1) setiap jenjang jabatan, jumlah pegawainya sesuai dengan beban kerjanya. 2) setiap perpindahan dalam posisi jabatan yang baik karena adanya mutasi atau promosi, dapat dilakukan apabila tersedia posisi jabatan yang lowong. 3) selama beban kerja organisasi tidak berubah komposisi jumlah pegawai tidak berubah. Dalam menghitung formasi pegawai, perlu mengidentifikasi hal-hal yang mempengaruhi terjadinya perubahan dalam organisasi. Beberapa hal tersebut adalah: 26 1) Perubahan target-target Setiap unit kerja dalam organisasi setiap kurun waktu tertentu menetapkan program-program yang didalamnya terkandung target yang akan menjadi beban pekerjaan. Target yang berubah akan mempengaruhi pula jumlah beban pekerjaan. Dengan demikian, beban kerja jabatan akan bergantung kepada ada tidaknya perubahan target dari program yang ditetapkan oleh unit kerjanya. 2) Perubahan fungsi-fungsi Fungsi yang dimaksud disini adalah fungsi unit kerja. Perubahan fungsi unit kerja memiliki kecenderungan mempengaruhi bentuk kelembagaan. Dengan adanya perubahan fungsi unit berarti juga mempengaruhi peta jabatan. 3) Perubahan komposisi pegawai Komposisi pegawai dapat digambarkan dalam penempatan pegawai dalam jabatan mengikuti peta jabatan yang ada. Perubahan komposisi pegawai berarti perubahan pula penempatannya, baik karena pension, promosi, mutasi, atau karena hal lain. Perubahan komposisi pegawai merupakan perubahan jumlah pegawai dalam formasi. 4) Perubahan lain yang mempengaruhi organisasi Perubahan lain yang mempengaruhi organisasi dapat berupa perubahan kebijakan, misalnya pengalihan pencapaian program dari swakelola menjadi pelimpahan pekerjaan kepada pihak ketiga. Hal ini pada akhirnya akan berpengaruh pula kepada jumlah beban kerja. Dalam menghitung formasi pegawai, harus memperhatikan kebutuhan pegawai. Perkiraan kebutuhan pegawai memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) merupakan tanggung jawab pimpinan unit kerja yang menangani kepegawaian; 2) hendaknya dibantu dengan masukan para pemimpin unit teknis; 3) dimulai dengan penilaian program-program yang berdampak pada pelaksanaan tugas-tugas; 25 Bab II huruf D Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil. 26 Bab II huruf E Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil. Tulisan hukum/infokum/tematik Page 8

9 4) dinyatakan dalam jabatan dan syarat-syaratnya. Syarat dimaksud dapat berupa syarat yang pokok, misalnya syarat pendidikan, pelatihan, pengalaman, atau keahlian dan keterampilan; 5) diperlukan inventarisasi data kepegawaian minimal 3 (tiga) tahun yang lalu. c. Teknik Perhitungan Formasi Menghitung formasi pegawai dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapannya adalah analisis jabatan, memperkirakan persediaan pegawai, menghitung kebutuhan pegawai, dan terakhir menghitung keseimbangan antara kebutuhan dan persediaan. 27 1) Analisis Jabatan Analisis Jabatan adalah proses, metode dan teknik untuk memperoleh data jabatan yang diolah menjadi informasi jabatan dan disajikan untuk kepentingan program kepegawaian serta memberikan umpan balik bagi organisasi, tatalaksana, pengawasan dan akuntabilitas. 28 Analisis jabatan pada hakekatnya adalah analisis organisasi. Sesuai dengan hakekatnya, maka aspek pokok yang dianalisis dalam analisis jabatan adalah pelaksanaan pekerjaan yang menjabarkan fungsi-fungsi yang ada di setiap unit kerja. Penjabaran fungsi terlihat pada pelaksanaan tugas oleh semua pegawai yang berada di unit kerja tersebut. 29 Dalam menganilisis jabatan diperlukan berbagai macam data. Data yang utama adalah pekerjaan yang dilaksanakan oleh pegawai sehari-hari. Sumber data tersebut adalah: 30 a) para pimpinan unit kerja; b) para pegawai; c) surat-surat keputusan tentang organisasi; d) laporan pelaksanaan pekerjaan; e) literatur atau referensi lain yang berkaitan dengan misi atau fungsi organisasi. Kegiatan analisis jabatan dimulai dengan pembentukan tenaga analisis jabatan melalui bimbingan teknis atau pelatihan analisis jabatan. Dengan bimbingan/pelatihan analisis jabatan diharapkan menghasilkan tenaga analisis jabatan yang mampu melaksanakan kegiatan analisis jabatan untuk berbagai kepentingan penataan kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan, serta pengawasan dan akuntabilitas. Materi pokok analisis jabatan yang disampaikan dalam bimbingan teknis/pelatihan analisis jabatan meliputi pengantar analisis jabatan, dasar-dasar analisis jabatan, uraian tugas jabatan, fungsi pekerja jabatan, kondisi lingkungan kerja, syarat jabatan, metode pengumpulan data 27 Bab III Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil. 28 Bab II huruf A angka 1 Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan. 29 Bab II huruf B Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan. 30 Bab II huruf C Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan. Tulisan hukum/infokum/tematik Page 9

10 jabatan, teknik perumusan jabatan, dan metode penyusunan informasi jabatan komprehensif. 31 Hasil analisis jabatan berupa: a) Rumusan jabatan untuk setiap unit kerja, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. b) Uraian jabatan, baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional. c) Peta jabatan yang berupa bertentangan seluruh jabatan baik struktural maupun fungsional, sebagai gambaran menyeluruh bagi jabatan yang ada dalam unit organisasi atau dalam instansi. 32 Pelaksanaan analisis jabatan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan di lapangan, dan penetapan hasil akhir. Persiapan berupa pembentukan tim analisis dan pemberitahuan kepada pimpinan unit kerja. Pelaksanaan lapangan yaitu pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi dan penyempurnaan hasil olahan. Sedangkan kegiatan penetapan hasil akhir berupa penyajian hasil dan pengesahan. Tahapan tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan masingmasing instansi, misalnya bagi instansi yang teah memiliki tim analisis, maka dapat langsung dilakukan kegiatan lapangan. Namun bagi instansi yang belum memiliki tenaga analisis jabatan, sebaiknya membentuk tim analisis jabatan terlebih dahulu melalui bimbingan teknis/pelatihan analisis jabatan. Hal tersebut dimaksudkan agar hasil yang akan dicapai memenuhi standar dalam analisis jabatan. Formasi pegawai harus dapat ditunjukkan dengan jumlah pegawai dalam jabatan agar setiap pegawai yang menjadi bagian dalam formasi memiliki kedudukan dalam jabatan yang jelas. Dengan demikian, sebelum dilakukan perhitungan formasi terlebih dahulu harus tersedia peta jabatan dan uraian jabatan yang tertata rapi. Peta jabatan dan uraian jabatan diperoleh dengan melakukan analisis jabatan. Peta jabatan adalah susunan jabatan yang digambarkan secara vertikal maupun horisontal menurut struktur kewenangan, tugas, dan tanggung jawab jabatan serta persyaratan jabatan. Peta jabatan menggambarkan seluruh jabatan yang ada dan kedudukannya dalam unit kerja. 33 2) Perkiraan Persediaan Pegawai Persediaan pegawai adalah jumlah pegawai yang dimiliki oleh suatu unit kerja pada saat ini. 34 Pencatatan data persediaan pegawai menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perencanaan kepegawaian secara keseluruhan. 31 Bab II huruf D Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan. 32 Bab II huruf E Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan. 33 Bab II huruf A angka 5 Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 tentang Pedoman Analisis Jabatan. 34 Bab III Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil. Tulisan hukum/infokum/tematik Page 10

11 Kemudian dalam kepentingannya dengan perhitungan formasi, perlu disusun perkiraan persediaan pegawai untuk beberapa tahun yang akan datang. Setiap instansi harus menyusun perencanaan persediaan pegawai untuk kurun waktu 2 (dua) sampai dengan 5 (lima) tahun ke depan sesuai dengan kebutuhan dan perubahan organisasi, yang selanjutnya disampaikan kepada BKN. 35 Perkiraan persediaan pegawai tahun yang akan datang merupakan perkiraan yang terdiri atas jumlah pegawai yang ada, dikurangi dengan jumlah pensiun dalam tahun yang bersangkutan. Pengurangan pegawai di luar pensiun seperti mutasi, promosi, dan meninggal dunia sulit diramalkan. Oleh karena itu, pengurangan tersebut tidak perlu masuk dalam perkiraan, kecuali sudah ada rencana yang pasti. Persediaan pegawai dinyatakan dalam inventarisasi yang terlihat kualifikasinya. Langkah-langkah menetapkan persediaan pegawai adalah sebagai berikut. 36 a) menyusun daftar jabatan beserta uraian ringkasnya (ikhtisar) disertai dengan syarat pendidikan, pelatihan, pengalaman, dan syarat lain yang bukan menjadi syarat mental. b) Menyusun daftar pegawai menurut jabatan. Daftar pegawai memuat nama jabatan, nama pegawai, tahun pengangkatan, tahun pensiun, dan kualifikasi pegawai yang bersangkutan. c) membuat perkiraan perubahan komposisi pegawai yang akan pensiun, dan rencana promosi serta mutasi untuk mengetahui kemungkinan perubahan posisi pegawai dalam jabatan. d) membuat perkiraan persediaan pegawai untuk waktu yang ditentukan dengan inventarisasi pegawai yang sudah bersih. Inventarisasi pegawai bersih dimaksudkan sebagai inventarisasi yang sudah tidak mencantumkan lagi pegawai yang pensiun dalam waktu sampai perencanaan. 3) Perhitungan Kebutuhan Pegawai a) Perhitungan dengan metode umum Perhitungan dengan metode umum adalah perhitungan untuk jabatan fungsional umum dan jabatan fungsional tertentu yang belum ditetapkan standar kebutuhannya oleh instansi pembina. Perhitungan kebutuhan pegawai dalam jabatan tersebut menggunakan acuan dasar data pegawai yang ada serta peta dan uraian jabatan. Oleh karena itu, alat pokok yang dipergunakan dalam menghitung kebutuhan pegawai adalah uraian jabatan yang tersusun rapi. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menghitung kebutuhan pegawai adalah mengidentifikasi 35 Angka III huruf A Lampiran Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil 36 Bab III Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil. Tulisan hukum/infokum/tematik Page 11

12 beban kerja melalui hasil kerja, objek kerja, peralatan kerja dan tugas per tugas jabatan. b) Perhitungan kebutuhan pegawai dalam jabatan dengan standar kebutuhan minimum yang telah ditetapkan oleh instasi pembina Perhitungan menggunakan metode ini adalah perhitungan bagi jabatan fungsional tertentu atau jabatan lain yang standar minimalnya telah ditetapkan oleh instasi pembinanya. Jabatan yang telah ditetapkan standar kebutuhan minimalnya adalah jabatan yang berada dalam kelompok tenaga kesehatan dan tenaga pendidikan. 37 4) Perhitungan Keseimbangan Persediaan dan Kebutuhan Kebutuhan formasi yang telah dihitung, selanjutnya diperbandingkan dengan persediaan (bezetting) pegawai yang ada. Perbandingan antara kebutuhan dengan persediaan akan memperlihatkan kekurangan, kelebihan, atau kecukupan dengan jumlah yang ada. Untuk perumusan jumlah PNS Daerah, perlu juga memperhatikan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil Untuk Daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor Nomor 26 Tahun 2011, langkah-langkah perumusan jumlah pegawai dilakukan sebagai berikut. 38 1) Mengumpulkan data meliputi data satuan kerja pemerintah daerah (SKPD), data sekolah negeri yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, data jumlah jam wajib setiap minggu mata pelajaran pada Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN), Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN), Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN), data sarana pelayanan kesehatan pemerintah, data obyek/hasil/peralatan kerja PNS yang memberi pelayanan langsung pada masyarakat yang bersifat lapangan, data monografi daerah, data tentang potensi pengembangan daerah. 2) Menghitung jumlah kebutuhan pegawai: a) Jumlah pejabat struktural yaitu dengan menghitung jumlah struktur organisasi pemerintah daerah sesuai dengan peraturan daerah tentang organisasi dan tata kerja satuan kerja pemerintah daerah. b) Menghitung jumlah kebutuhan pegawai yang menduduki jabatan fungsional yang tidak memberikan pelayanan langsung pada masyarakat. c) Menghitung jumlah kebutuhan pegawai yang menduduki jabatan fungsional yang memberikan pelayanan langsung pada masyarakat yang bersifat teknis administratif yaitu dengan menghitung rata-rata 3 s/d 7 orang dikalikan dengan jumlah jabatan struktural terendah (eselon IV atau 37 Teknis penghitungan standar kebutuhan minimal tersebut dapat dilihat lebih lanjut pada Bab III Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil. 38 Lampiran I Angka IV Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil Untuk Daerah Tulisan hukum/infokum/tematik Page 12

13 eselon V) pada unit yang memberikan pelayanan langsung pada masyarakat. d) Menghitung jumlah kebutuhan pegawai yang menduduki jabatan fungsional yang memberikan pelayanan langsung pada masyarakat dan bertugas di lapangan seperti Penyuluh Pertanian, Penyuluh Perikanan, Penyuluh Kehutanan, Penyuluh Perindustrian dan Perdagangan, Penyuluh Keluarga Berencana, Penggerak Swadaya Masyarakat, Pengawas Ketenagakerjaan, Instruktur, Pengantar Kerja, Pengawas Jalan dan Jembatan, dan jabatan lain yang menjadi prioritas dengan tetap memperhatikan karakteristik, kondisi dan potensi daerah. e) Menghitung jumlah kebutuhan tenaga Guru pada sekolah yang diselenggarakan Pemerintah. f) Menghitung jumlah kebutuhan pegawai pada sarana pelayanan kesehatan milik Pemerintah. g) Menghitung jumlah kebutuhan Sekretaris Desa, kebutuhan jumlah Sekretaris Desa adalah setiap desa 1 orang. 3) Merumuskan jumlah kebutuhan pegawai yang tepat pada Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dengan cara merekapitulasi seluruh jumlah masingmasing jenis jabatan. 4) Melakukan evaluasi berdasarkan hasil perhitungan dan perumusan jumlah pegawai. 2. Pelaksanaan Pengadaan PNS Pengadaan PNS adalah kegiatan untuk mengisi formasi yang lowong. 39 Pengadaan PNS dilakukan mulai dari perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan, pengangkatan CPNS sampai dengan pengangkatan menjadi PNS. 40 Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. 41 Pejabat Pembina Kepegawaian adalah Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer, Sekretaris Presiden, Sekretaris Wakil Presiden, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Gubernur dan Bupati/Walikota. 42 Anggaran untuk menyelenggarakan pengadaan PNS Pusat dibebankan pada APBN, dan Pengadaan PNS Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 43 Pengadaan PNS merupakan hal penting dari proses reformasi birokrasi. Baik atau buruknya hasil reformasi birokrasi sangat terkait dengan hasil pengadaan PNS. Output suatu kegiatan sangat dipengaruhi oleh input yang ada. Saat ini kebijakan pelaksanaan pengadaan PNS masih dilakukan oleh beberapa instansi dan belum dilakukan secara terpadu dalam satu atap. Pihak-pihak yang terkait dalam pengadaan PNS antara lain, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, BKN, dan Badan 39 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. 40 Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. 41 Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. 42 Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. 43 Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. Tulisan hukum/infokum/tematik Page 13

14 Kepegawaian Daerah (BKD). Keterlibatan banyak pihak ini terkadang membuat proses birokrasi kepegawaian menjadi rumit dan tidak tertata dengan baik. Dalam rangka menjamin ketersediaan jumlah PNS yang tepat dalam memberikan pelayanan publik, maka BKN mengeluarkan Peraturan Kepala Kepegawaian Negar Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan peraturan tersebut, setiap Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Daerah wajib melakukan penataan PNS di lingkungannya untuk memperoleh PNS yang tepat, baik secara kuantitas, kualitas, komposisi, dan distribusinya secara proporsional sehingga dapat mewujudkan visi dan misi organisasi menjadi kinerja nyata. 44 Selanjutnya, untuk menjamin pelaksanaan penataan PNS, setiap Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Daerah wajib melaporkan hasil pelaksanaan penataan PNS di lingkungannya kepada Kepala BPN. 45 Penataan PNS dilakukan berdasarkan prinsip terencana, sistematis, berkelanjutan dan obyektif (sesuai dengan ebutuhan riil organisasi). 46 Dalam pelaksanaan penataan PNS, instansi pusat dan daerah wajib melakukan analisis jabatan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang menghasilkan informasi jabatan meliputi uraian jabatan, syarat jabatan, dan peta jabatan serta kekuatan pegawai. Apabila informasi jabatan tersebut telah tersedia, maka instansi pusat dan daerah wajib melakukan peninjauan kembali atas informasi jabatan tersebut. Untuk mempermudah dalam menyusun atau meninjau kembali informasi jabatan tersebut, maka instansi yang bersangkutan dapat menggunakan contoh informasi jabatan yang telah disusun oleh instansi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 47 Penataan PNS dilaksanakan dengan cara sebagai berikut. 48 a. Menghitung kebutuhan pegawai dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan. b. Menganalisis kesenjangan antara profil PNS dengan syarat jabatan. c. Menentukan Kategori Jumlah Pegawai pada Instansi Pusat dan Daerah dengan cara membandingkan antara hasil penghitungan kebutuhan pegawai setiap jabatan dengan jumlah pegawai yang ada. Kategori Jumlah Pegawai berupa Kurang (K), Sesuai (S), dan Lebih (L) dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Kategori Jumlah Pegawai Kurang (K) apabila jumlah PNS yang ada lebih kecil (sedikit) dari hasil penghitungan kebutuhan pegawai dengan toleransi atau kelonggaran 2,5%. Contoh: 44 Pasal 2 Peraturan Kepala Kepegawaian Negar Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil. 45 Pasal 3 Peraturan Kepala Kepegawaian Negar Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil. 46 Angka I huruf E Lampiran Peraturan Kepala Kepegawaian Negar Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil. 47 Angka II huruf A Lampiran Peraturan Kepala Kepegawaian Negar Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil. 48 Angka II huruf B Lampiran Peraturan Kepala Kepegawaian Negar Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil. Tulisan hukum/infokum/tematik Page 14

15 Jumlah PNS pada kabupaten A adalah orang. Setelah dilakukan penghitungan kebutuhan pegawai, ternyata pegawai yang dibutuhkan adalah orang. 2,5% dari pegawai yang dibutuhkan adalah 125, maka jumlah pegawai yang tepat adalah dikurangi 125 yaitu paling sedikit orang. - Dengan demikian Kabupaten A saat ini termasuk dalam Kategori Jumlah Pegawai Kurang (K). 2) Kategori Jumlah Pegawai Sesuai (S) apabila jumlah PNS yang ada mendekati hasil penghitungan kebutuhan pegawai dengan toleransi atau kelonggaran antara (-2,5%) sampai dengan 2,5%. Contoh : Jumlah PNS pada Kabupaten B adalah orang. Setelah dilakukan penghitungan kebutuhan pegawai, ternyata pegawai yang dibutuhkan adalah orang. 2,5% dari pegawai yang dibutuhkan adalah 122, maka jumlah pegawai yang tepat adalah antara dikurangi 122 sampai dengan ditambah 122 yaitu antara sampai dengan orang. Dengan demikian Kabupaten B saat ini termasuk dalam Kategori Jumlah Pegawai Sesuai (S). 3) Kategori Jumlah Pegawai Lebih (L) apabila jumlah PNS yang ada lebih besar (banyak) dari hasil penghitungan dengan toleransi atau kelonggaran 2,5%. Contoh : Jumlah PNS pada Kota C adalah orang. Setelah dilakukan penghitungan kebutuhan pegawai, ternyata pegawai yang dibutuhkan adalah orang. 2,5% dari pegawai yang dibutuhkan adalah 375, maka jumlah pegawai yang tepat adalah ditambah 375 yaitu paling banyak orang. Dengan demikian Pemerintah Kota C saat ini termasuk dalam Kategori Jumlah Pegawai Lebih (L). d. Melakukan langkah-langkah tindak lanjut sebagai berikut. 1) Instansi yang termasuk dalam Kategori Jumlah Pegawai Kurang (K) a) Melakukan distribusi pegawai dari unit organisasi yang kelebihan kepada unit organisasi yang kekurangan. b) Penarikan PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan pada instansi lain disesuaikan dengan syarat jabatan. c) Memberdayakan dengan cara memberikan pendidikan dan pelatihan serta memperkaya tugas pegawai yang ada untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang tidak dapat dilaksanakan karena kekurangan pegawai. d) Menyusun perencanaan pengembangan pegawai. e) Menyusun perencanaan pegawai untuk 5 (lima) tahun ke depan dengan pendekatan positive growth atau melaksanakan penerimaan pegawai dengan jumlah lebih besar dibandingkan pegawai yang berhenti, dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan negara. 2) Instansi yang termasuk dalam Kategori Jumlah Pegawai Sesuai (S) a) Melakukan distribusi pegawai dari unit organisasi yang kelebihan kepada unit organisasi yang kekurangan. Tulisan hukum/infokum/tematik Page 15

16 b) Melakukan pemetaan potensi dalam rangka mengetahui minat dan bakat pegawai. c) Mengangkat PNS yang menduduki jabatan fungsional umum ke dalam jabatan fungsional tertentu sesuai dengan kebutuhan instansi dan mengidentifikasi kebutuhan pendidikan dan pelatihannya. d) Menyusun perencanaan pengembangan pegawai. e) Menyusun perencanaan pegawai untuk 5 (lima) tahun ke depan dengan pendekatan zero growth atau melaksanakan penerimaan pegawai dengan jumlah sama dengan pegawai yang berhenti, dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan negara. 3) Instansi yang termasuk dalam Kategori Jumlah Pegawai Lebih (L) a) Melakukan distribusi pegawai dari unit organisasi yang kelebihan kepada unit organisasi yang kekurangan. b) Melakukan penilaian kinerja, penegakan disiplin PNS, dan penilaian kompetensi untuk mengetahui PNS yang memiliki kompetensi dan kapabilitas sesuai dengan syarat jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c) Apabila hasil penilaian tersebut di atas menunjukan bahwa PNS yang memiliki kompetensi dan kapabilitas sesuai dengan syarat jabatan kurang dari jumlah yang dibutuhkan, maka dilakukan penyusunan peringkat bagi PNS yang belum memiliki kompetensi dan kapabilitas sesuai dengan syarat jabatan. d) Menerapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2008 bagi PNS yang tidak memiliki kompetensi sesuai dengan syarat jabatan dan mendapat peringkat terendah dibawah jumlah pegawai yang dibutuhkan, dengan alternatif sebagai berikut: (1) bagi PNS yang telah mempunyai masa kerja minimal 10 tahun dan usia minimal 50 tahun, dapat langsung diberhentikan dengan memperoleh hak pensiun. (2) bagi PNS yang belum mempunyai masa kerja 10 tahun, namun telah mencapai usia minimal 45 tahun diberikan uang tunggu selama 1 tahun dan dapat diperpanjang sampai 5 tahun. Apabila dalam masa menerima uang tunggu PNS yang bersangkutan telah mencapai usia 50 tahun dan 10 mempunyai masa kerja minimal 10 tahun, maka yang bersangkutan dapat diberhentikan dengan memperoleh hak pensiun. Apabila sampai berakhir masa uang tunggu, PNS yang bersangkutan: (a) sudah mempunyai masa kerja 10 tahun tetapi belum mencapai usia 50 tahun, maka yang bersangkutan diberhentikan namun hak pensiunnya baru diterima pada saat yang bersangkutan telah mencapai usia 50 tahun. Tulisan hukum/infokum/tematik Page 16

17 (b) belum mempunyai masa kerja 10 tahun dan belum mencapai usia 50 tahun, dapat diberhentikan sebagai PNS tanpa memperoleh hak pensiun. e) Menyusun perencanaan pegawai untuk 5 (lima) tahun ke depan dengan pendekatan minus growth atau melaksanakan penerimaan pegawai dengan jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan pegawai yang berhenti berdasarkan skala prioritas sesuai dengan kemampuan keuangan negara. f) Melakukan evaluasi dan analisis organisasi yang menyangkut tugas, fungsi, dan struktur organisasi. Untuk perbaikan dalam pelaksanaan pengadaan PNS di masa mendatang, sedang diupayakan pengadaan PNS dilakukan melalui konsorsium Perguruan Tinggi yang terdiri dari 18 Perguruan Tinggi dengan Ketua Konsorsium adalah Universitas Gajah Mada. 49 IV. PENUTUP Dari paparan di atas, maka dalam rangka pelaksanaan Reformasi Birokrasi, penetapan formasi dan pelaksanaan pengadaan PNS harus dilakukan secara sistematis, dan terpadu. Dengan demikian, diharapkan dihasilkan PNS yang kompeten dan ideal dari segi kuantitas dan kualitas. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 Pengadaan PNS 4. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil 5. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil 7. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil 8. KEP.MEN.PAN Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil 49 Wawancara dengan Asisten Deputi Bidang SDM dan Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 5 April Tulisan hukum/infokum/tematik Page 17

18 9. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga (Buku 1). 10. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pedoman Penilaian Dokumen Usulan Dan Road Map Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga (Buku 2) 11. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah (Buku 3) 12. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan (Buku 4) 13. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokrasi (Buku 5) 14. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Tatalaksana (Business Process) (Buku 6) 15. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Quick Wins (Buku 7) 16. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2011 tentang Mekanisme Persetujuan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Tunjangan Kinerja Bagi Kementerian/Lembaga (Buku 9) 17. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) (Buku 8) 18. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil Untuk Daerah 19. Pedoman Analisis Jabatan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 34 Tahun 2011 tentang Pedoman Evaluasi Jabatan 21. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil 22. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil 23. Peraturan Bersama Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Keuangan Nomor 02/SPB/M.PAN/RB/8/2011 tentang Penundaan Sementara Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil. Tulisan hukum/infokum/tematik Page 18

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR : 26 TAHUN 2011

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR : 26 TAHUN 2011 PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR : 26 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN JUMLAH KEBUTUHAN PEGAWAI NEGERI SIPIL UNTUK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA PEDOMAN PENATAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA PEDOMAN PENATAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA PEDOMAN PENATAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 37 TAHUN 2011 TANGGAL : 28 SEPTEMBER 2011 BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MANADO BADAN KEPEGAWAIAN DAN DIKLAT Jalan Balai Kota Nomor 1 Manado Website :

PEMERINTAH KOTA MANADO BADAN KEPEGAWAIAN DAN DIKLAT Jalan Balai Kota Nomor 1 Manado Website : PEMERINTAH KOTA MANADO BADAN KEPEGAWAIAN DAN DIKLAT Jalan Balai Kota Nomor 1 Manado 95124 Website : email : bkdkotamanado@yahoo.com TELAAHAN STAF Kepada : Kepala Badan Kepegawaian Dan Diklat Kota Manado

Lebih terperinci

2 Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran N

2 Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran N BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1369, 2015 KEMENSOS. ASN. Penataan. Perencanaan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PERENCANAAN DAN PENATAAN APARATUR SIPIL NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 89 TAHUN 2012

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 89 TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 89 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEGAWAI ASN PEGAWAI ASN PNS PPPK Berstatus pegawai tetap dan Memiliki NIP secara Nasional; Menduduki jabatan pemerintahan. Diangkat dengan perjanjian

PEGAWAI ASN PEGAWAI ASN PNS PPPK Berstatus pegawai tetap dan Memiliki NIP secara Nasional; Menduduki jabatan pemerintahan. Diangkat dengan perjanjian PERENCANAAN SDM ASN KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI 4 MENENTUKAN ASUMSI DASAR Pelaksanaan UU Aparatur Sipil Negara Reformasi Mendasar : Mewujudkan PNS dan PPPK sebagai

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \0 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA KEBUTUHAN PEGAWAI DAN FORMASI

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \0 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA KEBUTUHAN PEGAWAI DAN FORMASI GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \0 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA KEBUTUHAN PEGAWAI DAN FORMASI APARATUR SIPIL NEGARA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENATAAN PEGAWAI BERBASIS KOMPETENSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR 30 TAHUN 2012

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR 30 TAHUN 2012 MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

I. LATAR BELAKANG PENYUSUNAN PEDOMAN

I. LATAR BELAKANG PENYUSUNAN PEDOMAN BAHAN SOSIALISASI PERATURAN MEN.PAN-RB NOMOR : 26 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN JUMLAH PEGAWAI KEBUTUHAN NEGERI SIPIL YANG TEPAT UNTUK DAERAH KEMENTERIAN NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN

Lebih terperinci

ARAHAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI PADA ACARA

ARAHAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI PADA ACARA ARAHAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI PADA ACARA SOSIALISASI PEDOMAN PERHITUNGAN JUMLAH KEBUTUHAN PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG TEPAT UNTUK DAERAH Assalammu alaikum Wr.Wb

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA buku 1 PEDOMAN pengajuan dokumen usulan reformasi birokrasi kementerian/lembaga Peraturan menteri negara pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi nomor 7 tahun 2011 kementerian pendayagunaan

Lebih terperinci

KEBIJAKANPELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI

KEBIJAKANPELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI KEBIJAKANPELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI AZWAR ABUBAKAR Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Disampaikan pada Acara Kunjungan Kerja Menpan-RB di Provinsi Banten 20 Januari 2012

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGUSULAN, PENETAPAN, DAN PEMBINAAN REFORMASI BIROKRASI PADA PEMERINTAH DAERAH BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENGUSULAN, PENETAPAN, DAN PEMBINAAN REFORMASI BIROKRASI PADA PEMERINTAH DAERAH BAB I PENDAHULUAN 5 2012,No.590 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGUSULAN, PENETAPAN, DAN PEMBINAAN REFORMASI BIROKRASI

Lebih terperinci

PENATAAN SISTEM MANAJEMEN SDM APARATUR DALAM RANGKA REFORMASI BIROKRASI BIRO KEPEGAWAIAN

PENATAAN SISTEM MANAJEMEN SDM APARATUR DALAM RANGKA REFORMASI BIROKRASI BIRO KEPEGAWAIAN PENATAAN SISTEM MANAJEMEN SDM APARATUR DALAM RANGKA REFORMASI BIROKRASI BIRO KEPEGAWAIAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN OKTOBER 2012 1. Krisis ekonomi Tahun 1997 berkembang menjadi krisis multidimensi.

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT SALINAN GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN 2015-2019 GUBERNUR SULAWESI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 3 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 3 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 3 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KOTA CILEGON DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN/LEMBAGA DAN PEMERINTAH DAERAH

PEDOMAN PENYUSUNAN ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN/LEMBAGA DAN PEMERINTAH DAERAH buku 3 PEDOMAN PENYUSUNAN ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN/LEMBAGA DAN PEMERINTAH DAERAH Peraturan menteri negara pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi nomor 9 tahun 2011 kementerian

Lebih terperinci

PROGRAM PENATAAN SDM APARATUR. Oleh : DEPUTI SDM APARATUR Dalam Sosialisasi Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah Tanggal, 24 April

PROGRAM PENATAAN SDM APARATUR. Oleh : DEPUTI SDM APARATUR Dalam Sosialisasi Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah Tanggal, 24 April PROGRAM PENATAAN SDM APARATUR Oleh : DEPUTI SDM APARATUR Dalam Sosialisasi Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah Tanggal, 24 April 2012 1 AGENDA 1.PROGRAM PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI BIDANG SDM APARATUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR : 26 TAHUN 2011

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR : 26 TAHUN 2011 PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR : 26 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PERHITUNGAN JUMLAH KEBUTUHAN PEGAWAI NEGERI SIPIL UNTUK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 - 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PERENCANAAN DAN PENATAAN APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

4. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi ; 5. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

4. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi ; 5. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH KOTA CIREBON TAHUN 2016-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI PEMERINTAH PROPINSI SUMATERA BARAT DALAM MELAKSANAKAN KEBIJAKAN REFORMASI BIROKRASINYA 2013-2014 Oleh: Dr. Drs. H. Maisondra, S.H, M.H, M.Pd,

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN BAB I PENDAHULUAN

RENCANA STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan aparatur negara mencakup aspek yang luas. Dimulai dari peningkatan fungsi utama, kelembagaan yang efektif dan efisien dengan tata laksana yang jelas dan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN BAB I PENDAHULUAN

RENCANA STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan aparatur negara mencakup aspek yang luas. Dimulai dari peningkatan fungsi utama, kelembagaan yang efektif dan efisien dengan tata laksana yang jelas dan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA JAKARTA 2008 PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PERTEMUAN PENYUSUNAN BEZETTING, KEBUTUHAN CPNS DAN PERENCANAAN REDISTRIBUSI PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2012

KERANGKA ACUAN PERTEMUAN PENYUSUNAN BEZETTING, KEBUTUHAN CPNS DAN PERENCANAAN REDISTRIBUSI PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2012 KERANGKA ACUAN PERTEMUAN PENYUSUNAN BEZETTING, KEBUTUHAN CPNS DAN PERENCANAAN REDISTRIBUSI PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2012 A. Latar Belakang Reformasi Birokrasi pada hakikatnya merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.221, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG REFORMASI BIROKRASI LEMBAGA SANDI NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara No. 888, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPS. Formasi. Jabatan Fungsional. Statistisi. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK NOMOR 142 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1653, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Fungsional Umum. Jabatan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL UMUM

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. 4.1 Sejarah Singkat Kedudukan Tugas Pokok Dan Fungsi Badan. Badan Kepegawaian Daerah (BKD) merupakan unsur

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. 4.1 Sejarah Singkat Kedudukan Tugas Pokok Dan Fungsi Badan. Badan Kepegawaian Daerah (BKD) merupakan unsur BAB IV GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Singkat Kedudukan Tugas Pokok Dan Fungsi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Badan Kepegawaian Daerah (BKD) merupakan unsur pendukung tugas Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI BUPATI SINJAI,

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI BUPATI SINJAI, PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa untuk memberikan arah dalam pelaksanaan reformasi birokrasi

Lebih terperinci

KESIAPAN PUSDIKLAT MIGAS UNTUK BERKONTRIBUSI DALAM PROGRAM PERCEPATAN PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI (QUICK WINS) DI KESDM

KESIAPAN PUSDIKLAT MIGAS UNTUK BERKONTRIBUSI DALAM PROGRAM PERCEPATAN PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI (QUICK WINS) DI KESDM KESIAPAN PUSDIKLAT MIGAS UNTUK BERKONTRIBUSI DALAM PROGRAM PERCEPATAN PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI (QUICK WINS) DI KESDM Oleh : Drs. Buntaram *) ABSTRAK Memasuki Tahun 2013 sebagai pelaksanaan Reformasi

Lebih terperinci

Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pusat Statistik; MEMUTUSKAN:

Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pusat Statistik; MEMUTUSKAN: -2-3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN BAB I PENDAHULUAN

RENCANA STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan aparatur negara mencakup aspek yang luas. Dimulai dari peningkatan fungsi utama, kelembagaan yang efektif dan efisien dengan tata laksana yang jelas dan

Lebih terperinci

ARAH PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI DI KEMENTERIAN/LEMBAGA DALAM RANGKA TERWUJUDNYA 3 (TIGA) SASARAN REFORMASI BIROKRASI NASIONAL

ARAH PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI DI KEMENTERIAN/LEMBAGA DALAM RANGKA TERWUJUDNYA 3 (TIGA) SASARAN REFORMASI BIROKRASI NASIONAL ARAH PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI DI KEMENTERIAN/LEMBAGA DALAM RANGKA TERWUJUDNYA 3 (TIGA) SASARAN REFORMASI BIROKRASI NASIONAL AZWAR ABUBAKAR Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 97 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 97 TAHUN 2015 TENTANG Menimbang BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 97 TAHUN 2015 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2015-2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN)

PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN) PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN) NO. 1. Judul Undang-undang tentang Pokok- Pokok kepegawaian

Lebih terperinci

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Disampaikan dalam Rapat Kerja/Sosialisasi Reformasi Birokrasi kepada Pemerintah Daerah Regional I (Provinsi/Kabupaten/Kota se-sumatera, DKI

Lebih terperinci

JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN DAN REFORMASI BIROKRASI. Oleh Opong Sumiati. Dasar Hukum

JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN DAN REFORMASI BIROKRASI. Oleh Opong Sumiati. Dasar Hukum JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN DAN REFORMASI BIROKRASI Oleh Opong Sumiati Dasar Hukum Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.1899, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPAN-RB. Standar Pelayanan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

NOMOR 54 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 97 TAHUN 2000 TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 54 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 97 TAHUN 2000 TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 97 TAHUN 2000 TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

B a b I I G a m b a r a n P e l a y a n a n S K P D Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Organisasi SKPD

B a b I I G a m b a r a n P e l a y a n a n S K P D Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Organisasi SKPD Bab II Gambaran Pelayanan SKPD 2.1 Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Organisasi SKPD Pembentukan Organisasi Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 6); 2. Peraturan Pemeri

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 6); 2. Peraturan Pemeri BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.934, 2015 KEMEN-LHK. Polisi Kehutanan. Jabatan Fungsional. Formasi. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.22/MenLHK-II/2015

Lebih terperinci

RENCANA AKSI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SDM APARATUR

RENCANA AKSI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SDM APARATUR integeritas, profesional, akuntabel RENCANA AKSI REFORMASI BIROKRASI BIDANG SDM APARATUR KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI 2013 Created by aba subagja 1. Peraturan Presiden

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui jumlah pegawai yang tepat sesuai kebutuhan organisasi, perlu dilakukan penghitungan kebutuhan pegawai.

Untuk mengetahui jumlah pegawai yang tepat sesuai kebutuhan organisasi, perlu dilakukan penghitungan kebutuhan pegawai. 2013, No.255 6 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENATAAN PEGAWAI BERBASIS KOMPETENSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

profesional, bersih dan berwibawa.

profesional, bersih dan berwibawa. PROFIL BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG 1. Visi Visi Badan Kepegawaian Daerah adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai BKD melalui penyelenggaraan tugas dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG UNIT PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG UNIT PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG UNIT PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusya

2 Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusya No.1802, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPAN RB. Analis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Fungsional. Pedoman. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lemba

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lemba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1330, 2014 LAN. Formasi. Jabatan Fungsional. Analis Kebijakan. Pedoman. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI

Lebih terperinci

DATA / PROFIL UNIT KERJA

DATA / PROFIL UNIT KERJA DATA / PROFIL UNIT KERJA Identitas Unit Kerja : BADAN KEPEGAWAIAN KOTA MOJOKERTO Dasar Terbentuknya Unit Kerja : Peraturan Daerah Kota Mojokerto Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pembentukan Lembaga Teknis Daerah

Lebih terperinci

ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI

ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI KEBIJAKAN Reformasi Birokrasi NASIONAL ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI Pengorganisasian Pelaksanaan Tim Pengarah Kementerian/Lembaga Ketua: Pimpinan K/L Sekretaris: Sekjen Anggota: Pejabat Eselon I Pemerintah

Lebih terperinci

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SDM APARATUR MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SDM APARATUR MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI POKOK-POKOK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SDM APARATUR MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI I. PENDAHULUAN 1. Langkah pertama kebijakan pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG UNIT PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG UNIT PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG UNIT PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1344, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pemerintahan. Pelimpahan. Penugasan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN DAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG JABATAN PELAKSANA BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA, HARDIJANTO LAMPIRAN I KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 26 TAHUN 2004 TANGGAL : 6 MEI 2004 KETENTUAN

KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA, HARDIJANTO LAMPIRAN I KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 26 TAHUN 2004 TANGGAL : 6 MEI 2004 KETENTUAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 26 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 97 TAHUN 2000 TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN

Lebih terperinci

INFORMASI FAKTOR JABATAN STRUKTURAL

INFORMASI FAKTOR JABATAN STRUKTURAL Contoh Informasi Faktor Jabatan Struktural INFORMASI FAKTOR JABATAN STRUKTURAL Nama Jabatan : Asisten Deputi Kesejahteraan Sumber Daya Manusia Aparatur, Kedeputian Sumber Daya Manusia Aparatur, Kementerian

Lebih terperinci

PERENCANAAN SDM APARATUR BERDASARKAN E FORMASI. KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI, April 2015

PERENCANAAN SDM APARATUR BERDASARKAN E FORMASI. KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI, April 2015 PERENCANAAN SDM APARATUR BERDASARKAN E FORMASI KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI, April 2015 1 LATAR BELAKANG MENCIPTAKAN BIROKRASI BERSIH dari KKN dan politisasi KOMPETEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA A. Pendahuluan Alasan/pertimbangan penggantian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN/LEMBAGA DAN PEMERINTAH DAERAH

PEDOMAN PENYUSUNAN ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN/LEMBAGA DAN PEMERINTAH DAERAH BUKU 3 PEDOMAN PENYUSUNAN ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN/LEMBAGA DAN PEMERINTAH DAERAH PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 9 TAHUN 2011 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG INFORMASI JABATAN

WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG INFORMASI JABATAN WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG INFORMASI JABATAN DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANJARMASIN WALIKOTA BANJARMASIN. ~ Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka meningkatkan pembinaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 139 TAHUN 2015 2013 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2014 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2014 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2014 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH 15 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH 15 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH 15 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan pembinaan Pegawai Negeri Sipil

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 43/KEP/2001 TENTANG STANDAR KOMPETENSI JABATAN STRUKTURAL PEGAWAI NEGERI SIPIL

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 43/KEP/2001 TENTANG STANDAR KOMPETENSI JABATAN STRUKTURAL PEGAWAI NEGERI SIPIL KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 43/KEP/2001 TENTANG STANDAR KOMPETENSI JABATAN STRUKTURAL PEGAWAI NEGERI SIPIL KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu badan atau organisasi, sumber daya manusia merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu badan atau organisasi, sumber daya manusia merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu badan atau organisasi, sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting dalam proses pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 102 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 102 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 102 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KONSEP/DRAFT (II) RAPAT TGL 22 DES 2016 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KARIER LULUSAN INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35 TAHUN 2012 TENTANG - - SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MOR: 35 TAHUN 202 TENTANG ANALISIS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 1

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 1 No.864, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Formasi. PNS. Pedoman. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI BADAN KEPEGAWAIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PRANATA KOMPUTER

PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PRANATA KOMPUTER PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PRANATA KOMPUTER Badan Pusat Statistik, Jakarta - Indonesia 2004 1 KEPUTUSAN KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK NOMOR 291 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa sesuai dengan Pasal 25 Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO 1 PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 12 TAHUN 2007 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dengan pembangunan nasional, yang pelaksanaannya tetap dan senantiasa memperhatikan kondisi, potensi dan sumber daya daerah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SAMARINDA

PEMERINTAH KOTA SAMARINDA PEMERINTAH KOTA SAMARINDA PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH (BKD) KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR,

Lebih terperinci

QUICK WINS. buku 7. Peraturan menteri negara pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi nomor 13 tahun 2011

QUICK WINS. buku 7. Peraturan menteri negara pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi nomor 13 tahun 2011 buku 7 pedoman PELAKSANAAN QUICK WINS Peraturan menteri negara pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi nomor 13 tahun 2011 kementerian pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI PROVINSI BALI TAHUN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI PROVINSI BALI TAHUN GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI PROVINSI BALI TAHUN 2014-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2015 2013 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH A. KONDISI UMUM SEKARANG DAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN Perubahan peraturan di bidang pemerintahan daerah yang berdampak pada bidang kepegawaian membutuhkan antisipasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133 TAHUN 2014 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133 TAHUN 2014 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133 TAHUN 2014 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1079, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA. Analisis Jabatan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 6); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 6); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.936, 2015 KEMEN-LHK. Pengendali Ekosistem Hutan. Jabatan Fungsional. Formasi. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.24/MenLHK-II/2015

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2014 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2014 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2014 TENTANG TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 003/KS/2003 NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 003/KS/2003 NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 003/KS/2003 NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL STATISTISI DAN ANGKA KREDITNYA KEPALA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 002/BPS-SKB/II/2004 NOMOR : 04 TAHUN 2004 TENTANG

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 002/BPS-SKB/II/2004 NOMOR : 04 TAHUN 2004 TENTANG KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 002/BPS-SKB/II/2004 NOMOR : 04 TAHUN 2004 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL PRANATA KOMPUTER DAN

Lebih terperinci