FUNGSI BARANG BUKTI BAGI HAKIM DALAM MEJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FUNGSI BARANG BUKTI BAGI HAKIM DALAM MEJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA"

Transkripsi

1 FUNGSI BARANG BUKTI BAGI HAKIM DALAM MEJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klas I-A Padang) JURNAL Diajukan Oleh: DEDI SURYA PUTRA Bagian Hukum Pidana FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMAN SISWA PADANG

2 Fungsi Barang Bukti bagi Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klas I-A Padang) Dedi Surya Putra Npm Fakultas Hukum Universitas Taman Siswa ABSTRAK Barang bukti memegang peranan penting dalam pembuktian kasus kasus pembunuhan, dalam hal ini alat atau benda yang digunakan si pelaku untuk membunuh si korban. Karena setelah diketahui adanya tindak pidana pembunuhan. Maka hal pertama yang harus diketahui adalah alat atau benda yang digunakan untuk membunuh si korban sehingga mengakibatkan kematian. Sebab jika tidak ditemukan maka kemungkinan si terdakwa akan bebas. Hal ini disebabkan kasus pembunuhan adalah kasus yang berbeda dengan kejahatan lain karena ia lebih bersifat khusus. Salah satu kekhususannya adalah terletak pada harus adanya alat atau benda yang digunakan untuk membunuh.berdasarkan pemikiran di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan permasalahan, yaitu Bagaimanakah fungsi barang bukti bagi hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana, Apakah kendala yang dihadapi hakim dalam mejatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana, dan Bagaimanakah upaya yang dilakukan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana.adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis.dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi dokumen. Dari data diatas kemudian penulis dapat melakukan analisis data dengan menggunakan metode kualitatif.dari hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan, yaitu Bahwa fungsi barang bukti bagi hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana barang bukti itu memegang peranan yang penting dalam pembuktian kasus-kasus pembunuhan berencana karena dalam hal ini alat/benda yang digunakan si pelaku tindak pidana pembunuhan. Berdasarkan dari barang bukti tersebutlah Hakim dapat mengetahui bahwa benar terdakwa telah melakukan tindak pidana dan hal tersebut akan menjadi pertimbangan dalam menjatuhkan putusan, bahwa kendala yang dihadapi hakim dalam mejatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana adalah tersdakwa tidak mengakui tindak pidana yang disangkakan kepadanya dan terdakwa memberikan keterangan yang berbelit belit dan banyaknya masyarakat yang takut untuk menjadi saksi, dan Bahwa upaya yang dilakukan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana adalah barang bukti itu diperlukan untuk mendukung keterangan keterangan dari alat alat bukti yang sah sehingga barang bukti yang diajukan di muka Hakim berguna untuk membentuk dan menambah keyakinan Hakim sehingga dapat mewujudkan kebenaran materil, dan dapat pula dipakai sebagai unsur unsur memperberat atau meringankan hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa pelaku tindak pidana pembunuhan tersebut. Kebenaran materil hanya dapat dicapai pada pemeriksaan di persidangan, oleh karena itu barang bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian hanyalah barang bukti yang diperiksa di persidangan. Berdasarkan barang bukti tersebut barulah Hakim dapat menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana. i

3 PENDAHULUAN Dewasa ini banyak terjadi tindak pidana kejahatan yang sangat meresahkan masyarakat, salah satunya tindak pidana pembunuhan berencana. Tindak pidana pembunuhan berencana adalah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang secara tenang dan dengan direncanakan terlebih dahulu. Hal ini diatur dalam Pasal 340 KUHP yang mengancam dengan maksimum hukuman mati, atau hukuman penjara seumur hidup, atau hukuman penjara dua puluh tahun. Suatu perkara pidana yang ada barang buktinya, biasanya akan dapat mempercepat proses penyelesaian perkaranya daripada perkara lain yang tidak ada barang buktinya, sebab dengan adanya barang bukti yang diajukan dimuka Hakim, dapat menambah/ mempertebal keyakinan Hakim tentang kesalahan terdakwa dan pula dapat dipakai sebagai unsur untuk memperberat atau meringankan hukuman yang dijatuhkan. Alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP, ada 3 macam yaitu keterangan saksi, keterangan ahli dan keterangan terdakwa, sedangkan barang bukti dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia khususnya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur secara tegas tentang pengertian barang bukti tersebut, hanya mengatur tentang barang yang disita untuk dijadikan barang bukti seperti diatur dalam Pasal 39 KUHAP. Barang bukti itu memang merupakan barang yang digunakan sebagai bukti di sidang pengadilan, tetapi tidak termasuk ke dalam salah satu alat bukti. Karena sampai sekarang ini belum ada ditemui peraturan perundang-undangan yang memasukkan barang bukti menjadi salah satu alat bukti. Dalam mejatuhkan suatu putusan pengadilan Hakim membutuhkan suatu keyakinan dalam memutus perkara pidana, untuk mendapat keyakinan itu Hakim membutuhkan alat-alat bukti yang menggambarkan tanda-tanda yang ditinggalkan oleh keadaan-keadaan tersebut. Tanda-tanda itu mungkin berwujud suatu barang atau benda yang masih dapat dilihat oleh Hakim, atau berada dalam ingatan orang-orang yang mengalami, ingatan itu harus diberitahukan kepada Hakim. Ini yang harus dibuktikan di sidang pengadilan. Karena sesuatu pembuktian harus dianggap tidak lengkap, jika keyakinan Hakim didasarkan atas alat-alat bukti yang tidak dikenal dalam undang-undang, atau atas bukti yang tidak mencukupi. Barang bukti memegang peranan penting dalam pembuktian kasus pembunuhan, dalam hal ini alat/benda yang digunakan si pelaku untuk membunuh si korban. Karena setelah diketahui adanya tindak pidana pembunuhan, maka hal pertama yang harus diketahui adalah alat/benda yang digunakan untuk membunuh si korban hingga mengakibatkan kematian. Sebab jika tidak ditemukan alat/benda tersebut, maka kemungkinan si tersangka akan bebas. Hal ini disebabkan kasus pembunuhan adalah kasus yang berbeda dengan kejahatan lain karena ia lebih bersifat khusus. Salah satu kekhususannya adalah harus adanya alat/benda yang digunakan untuk membunuh. Oleh karena itu penulis tertarik menulis dalam skripsi ini dengan judul: Fungsi Barang Bukti bagi Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klas I-A Padang). 1

4 METODE PENELITIAN Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian hukum yuridis sosiologis, yaitu penelitian yang menitik beratkan pada penelitian di lapangan untuk memperoleh data primer. Disamping itu juga melakukan penelitian terhadap bahan-bahan kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung di lapangan berdasarkan tanya jawab dan keterangan yang didapat melalui wawancara dengan mengajukan pertanyaan kepada responden. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melaluli penelitian perpustakaan dalam bentuk : a. Bahan Hukum Primer. Bahan yang isinya mengikat karena diperoleh berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat sekarang dan dikeluarkan oleh pemerintah b. Bahan Hukum Sekunder. Bahan hukum sekunder berupa, literature (buku-buku ilmiah) hukum, jurnal dan hukum. c. Bahan Hukum Tersier. Bahan hukum tersier dalam penelitian ini berupa kamus umum bahasa indonesia dan kamus hukum, untuk memberikan petunjuk penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan dua cara, yaitu : a. Studi dokumen. Merupakan suatu teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen yang berkaitan erat dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. b. Wawancara. Wawancara dilakukan secara langsung dengan Hakim Pengadilan Negeri Klas I A Padang untuk mendapatkan informasi tentang permasalahan yang ada dalam penulisan ini. Untuk melakukan wawancara, penulis mengajukan beberapa pertanyaan kepada responden secara resmi terstruktur. TINJAUN UMUM Barang Bukti Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Berencana 1. Jenis Barang Bukti Barang bukti/ Corpus Delicti disini adalah barang bukti kejahatan. Meskipun barang bukti ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses perkara pidana, namun apabila disimak dan perhatikan satu persatu peraturan perundang -undangan pidana tidak ada satu pasal pun yang memberikan definisi mengenai barang bukti. Akan tetapi apabila dikaitkan dengan masalah barang bukti, maka secara implisit (tersirat) akan dapat dipahami apa sebenarnya barang bukti itu. Menurut Prodjodikoro, menyebutkan barang-barang yang dapat disita adalah : a. Barang-barang yang menjadi sasaran perbuatan yang melanggar hukum pidana (Corpora Delicti). b. Barang-barang yang diciptakan sebagai buah dari perbuatan yang melanggar hukum pidana. c. Barang-barang yang dipakai sebagai alat untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum pidana (Instrumenta Delicti). 2

5 d. Barang-barang yang pada umumnya dapat menjadikan barang bukti kearah yang menguntungkan/memberatkan kesalahan terdakwa. 2. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan istilah teknis yang dipergunakan untuk menyebut sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan melawan hukum. Menurut Prof. Moelyatno, tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Menurut Van Hammel, tindak pidana adalah Kelakuan orang ( menselijke gedraging ) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana ( straf waarding ) dan dilakukan dengan kesalahan. Menurut Wirjono Projodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini dapat dikatakan subjek tindak pidana. 3. Jenis-Jenis Tindak Pidana Pembunuhan Pembunuhan merupakan suatu tindak pidana dengan maksud untuk menghilangkan nyawa orang lain atau untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu ada beberapa jenis tindak pidana pembunuhan, yaitu : a. Pembunuhan Biasa. Dirumuskan dalam Pasal 338 KUHP : Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun b. Pembunuhan Terkualifikasi. Dirumuskan dalam Pasal 339 KUHP : Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. c. Pembunuhan Berencana. Dirumuskan dalam Pasal 340 KUHP : Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun d. Pembunuhan Anak. Dirumuskan dalam Pasal 341 KUHP : Seorang ibu yang terkena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun Pasal 342 KUHP : Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anaknya, pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian 3

6 merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun Pasal 343 KUHP : Kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 341 dan 342 dipandang bagi orang lain yang turut serta melakukan sebagai, pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana e. Pembunuhan Atas permintaan Korban. Dirumuskan dalam Pasal 344 KUHP : Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan oang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 4. Barang Bukti dalam Tindak Pidana Pembunuhan Dalam peraturan Perundang -undangan di Indonesia khususnya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak ada mengatur secara tegas tentang apa saja barang bukti tersebut, hanya mengatur tentang benda yang dapat dikenakan penyitaan untuk dijadikan barang bukti. Menurut Wirjono barang bukti itu secara umum merupakan barang-barang yang menjadi sasaran tindak pidana, hasil tindak pidana, alat yang dipakai melakukan tindak pidana dan barang-barang yang dapat dijadikan sebagai barang bukti di persidangan. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa macam-macam barang bukti adalah : a. Barang yang dipakai untuk melakukan tindak pidana (Instrumenta Delicti). b. Barang yang merupakan hasil dari tindak pidana (Copora Delicti). c. Barang-barang yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Hubungan antara barang bukti dengan barang yang dapat disita adalah barang-barang yang disita tersebut belum tentu dijadikan barang bukti, sedangkan barang bukti sudah pasti barang-barang yang disita yang merupakan barang yang mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang terjadi, yang kemudian barang tersebut berguna bagi pembuktian di sidang pengadilan untuk menentukan bersalah atau tidaknya terdakwa. 5. Penyitaan Barang Bukti Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Amdi Hamzah dan Irdan Dahlan, penyitaan adalah mengalihkan untuk sementara waktu barang-barang dari tangan seseorang. Menurut R. Soesilo, penyitaan adalah mengambil alih barang-barang dari tangan seseorang yang memegang atau menguasai barang-barang itu ketangan pejabat yang memerlukan barang-barang tersebut untuk kepentingan pengusutan perkara, barang-barang mana ditahan untuk sementara dan kemudian apabila sudah tidak diperlukan lagi akan dikembalikan kepada yang berhak. Mengenal benda yang dapat disita, pasal 39 KUHAP menentukan bahwa benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah : benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana, benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya, benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi 4

7 penyidikan, benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. HASIL PENELITIAN Fungsi Barang Bukti Bagi Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Pembuktian di persidangan oleh Majelis Hakim ini didasarkan pada apa yang telah didapatkan pada tahap penyidikan oleh Polisi yaitu seluruh bahan-bahan yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dan termuat dalam berkas perkara. Yang terpenting adalah sebagaimana Hakim dapat menentukan suatu pembunuhan dilakukan dengan rencana atau tidak. Hal ini tentulah sebagaimana telah diuraikan di atas maka haruslah memperhatikan alat-alat bukti dan barang-barang bukti yang ada. Karena alat-alat dan barang-barang bukti inilah yang sangat diperlukan oleh Hakim. Karena barang bukti, dalam hal ini berupa alat/benda yang dipergunakan si pelaku untuk membunuh si korban, dapat memperkuat atau memperlemah alat bukti. Barang bukti kejahatan yang terdiri dari beberapa jenis, misalnya alat yang dipakai untuk kejahatan, barang yang diperoleh dari kejahatan, barang yang dicipta dari kejahatan dan barang yang menjadi objek atau sasaran kejahatan. Barang bukti ini menurut pasal 181 KUHAP diperlihatkan kepada terdakwa dengan ditanyakan apakah terdakwa mengenalnya atau tidak, dan jika perlu juga dapat diperlihatkan kepada saksi. Di samping alat-alat bukti lain sebagaimana termaksud dalam Pasal 184 KUHAP, maka yang sangat penting/menjadi inti dari pembuktian kasus pembunuhan adalah barang bukti yang berupa alat/benda yang digunakan untuk membunuh si korban. Dengan demikian hanya dengan memperhatikan satu alat bukti saja tidak cukup untuk untuk mengetahui suatu tindak pidana pembunuhan berencana atau tidak, namun lebih dari itu haruslah diperhatikan secara keseluruhan alat-alat bukti dan barang bukti yang ada yang berkaitan dengan kasus pembunuhan tersebut. Misalnya : dari adanya keterangan ahli tidak dapat diketahui dengan jelas apakah kasus pembunuhan tersebut berencana atau tidak, karena memang sulit untuk membedakannya, misalnya berdasarkan pemeriksaan luka-lukanya akibat penganiayaan, maka tidaklah ada bedanya luka-luka akibat pembunuhan berencana atau tidak karena semua luka-luka sama. Namun seperti yang telah dijelaskan tadi peranan seluruh alat bukti yang lain seperti keterangan saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti adalah sangat penting untuk mengungkapkan kasus-kasus pembunuhan. Sehingga Hakim dalam menjatuhkan putusan harus mempunyai keyakinan yang mendasar tidak saja kepada alat-alat bukti tetapi juga mempertimbangkan keterangan -keterangan dari saksi da terdakwa mengenai barang bukti di sidang pengadilan. Jadi putusan yang dijatuhkan itu harus dirasakan adil bagi terdakwa tergantung seberapa kesalahan yang dilakukan. Kendala Yang Dihadapi Hakim Dalam Mejatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Selanjutnya dikatakan oleh Bapak Muchtar Agus Cholif SH.MH kendala kendala yang dihadapi oleh Hakim dalam mejatuhkan putusan terhadapa pelaku tidak pidaa 5

8 pembunuhan berencana bisa ditimbulkan dari pihak terdakwa ataupun dari faktor lain, yaitu : 1 1. Sulitnya untuk mendapatkan keterangan terdakwa untuk memperkuat bukti bukti dalam persidangan bahwa memang terdakwalah yang telah melakukan pembunuhan. Karena untuk memperoleh keterangan terdakwa diperlukan keterangan dari saksi yang melihat, mendengar dan mengalaminya sendiri. Mereka yang mendengar dan melihat tentang pembunuhan yang terjadi tidak mau menjadi saksi disebabkan oleh hal hal sebagai berikut : a. Adanya ketakutan atas pembalasan dari terdakwa, maksudnya saksi tidak mau memberikan keterangan karena takut keselamatannya terancam, misalnya ancaman pembunuhan dari terdakwa kalau dia memberikan keterangan. b. Adanya ketakutan dari masyarakat kalau kalau statusnya sebagai saksi berubah menjadi tersangka. c. Adanya anggapan dari masyarakat bahwa bagi mereka yang menjadi saksi ataupun mereka yang terlibat dalam persoalan di Pengadilan adalah orang orang yang tidak baik dengan kata lain merupakan suatu beban. Perasaan atau anggapan di atas seharusnya tidak perlu dicemaskan oleh mereka yang menjadi saksi karena kesaksian mereka ataupun dirinya dilindungi oleh hukum. 2. Umumnya terdakwa menjawab tidak tahu tentang tindak pidana yang disangkakan kepadanya ataupun terdakwa diam saja sewaktu ditanya oleh Majelis Hakim. Hal ini biasanya terjadi pada terdakwa yang cukup cerdik dan tahu sedikit tentang hukum, mereka tidak mau menjawab pertanyaan Hakim. 3. Terdakwa yang memberikan keterangan yang berbelit belit. Seringkali ditemui jawaban yang diberikan tersdakwa melenceng dari maksud pertanyaan Hakim, hal ini dimungkinkan karena terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas. Mengenai terdakwa yang tidak mau menjawab pertanyaan Hakim atau diam saja saat ditanya Hakim ataupun memberikan keterangan berbelit belit maka Hakim berupaya semaksimal mungkin misalnya mengganti variasi pertanyaan ataupun menghardik terdakwa. 4. Barang bukti yang digunakan terdakwa untuk melakukan tindak pidana tidak ditemukan atau barang bukti yang ditemykan oleh penyidik rusak. Upaya Yang Dilakukan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Berdasarkan Barang Bukti Menurut Bapak H. Anasroel Haroen, SH, M.H mengatakan bahwa pembuktian di persidangan oleh Majelis Hakim ini didasarkan pada apa yang telah didapatkan pada tahap penyidikan oleh Polisi yaitu seluruh bahan-bahan yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dan termuat dalam berkas perkara. Yang terpenting adalah sebagaimana Hakim dapat menentukan suatu pembunuhan dilakukan dengan rencana atau tidak. Hal ini tentulah sebagaimana telah diuraikan di atas maka haruslah memperhatikan alat-alat bukti dan barang-barang bukti yang ada. Karena alat-alat dan barang-barang bukti inilah yang sangat diperlukan oleh Hakim. Karena barang bukti, dalam hal ini berupa 1 Hasil Wawancara dengan Bapak Muchtar Agus Cholif, SH.MH, Hakim Pengadilan Negeri Klas 1A Padang, tanggal 16 Juli 2014 jam Wib. 6

9 alat/benda yang dipergunakan si pelaku untuk membunuh si korban, dapat memperkuat atau memperlemah alat bukti. Beliau juga mengatakan bahwa, selain alat bukti yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam mengambil keputusannya terhadap pelaku tindak pidana dengan memperhatikan beberapa faktor sebagai berikut : 1. Hal-hal yang dapat meringankan hukuman terdakwa : a. Terdakwa tidak pernah dihukum. b. Terdakwa sopan dalam persidangan. c. Terdakwa berterus terang atas perbuatan yang dilakukannya. d. Terdakwa mempunyai tanggung jawab yang berat dalam keluarga. e. Terdakwa sudah lanjut usia. f. Terdakwa menyumpang dharma bhaktinya pada Negara. g. Terdakwa menyatakan menyesal atas perbuatan yang telah dilakukannya. 2. Hal-hal yang dapat memberatkan hukuman terdakwa : a. Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat. b. Terdakwa memperlihatkan sikap dan perbuatan yang tidak sopan selama persidangan berlangsung. c. Terdakwa tidak menyesal atas perbuatan yang dilakukan tersebut. d. Terdakwa telah berulang kali melakukan perbuatan yang melanggar hukum. PENUTUP Kesimpulan Bahwa fungsi barang bukti bagi hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana barang bukti itu memegang peranan yang penting dalam pembuktian kasus-kasus pembunuhan berencana karena dalam hal ini alat/benda yang digunakan si pelaku tindak pidana pembunuhan. Berdasarkan dari barang bukti tersebutlah Hakim dapat mengetahui bahwa benar terdakwa telah melakukan tindak pidana dan hal tersebut akan menjadi pertimbangan dalam menjatuhkan putusan. Bahwa kendala yang dihadapi hakim dalam mejatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana adalah tersangka tidak mengakui tindak pidana yang disangkakan kepadanya dan tersangka memberikan keterangan yang berbelit belit dan banyaknya. Bahwa upaya yang dilakukan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana adalah barang bukti itu diperlukan untuk mendukung keterangan -keterangan dari alat alat bukti yang sah sehingga barang bukti yang diajukan di muka Hakim berguna untuk membentuk dan menambah keyakinan Hakim sehingga dapat mewujudkan kebenaran materil, dan dapat pula dipakai sebagai unsur unsur memperberat atau meringankan hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa pelaku tindak pidana pembunuhan tersebut. Kebenaran materil hanya dapat dicapai pada pemeriksaan di persidangan, oleh karena itu barang bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian hanyalah barang bukti yang diperiksa di persidangan. Berdasarkan barang bukti tersebut barulah Hakim dapat menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana. 7

10 Saran Diharapkan bagi aparat penegak hukum terutama bagi Hakim dalam menjatuhkan putusannya hendaklah memperhatikan seluruh aspek dari diri terdakwa dan lingkungannya sehingga dapat menjatuhkan putusan yang seadil adilnya sesuai dengan perbuatan terdakwa. Disarankan terhadap pemeritah Salah satu masalah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah masalah ekonomi yang bukan sekedar proses terbentuknya kejahatan tetapi juga lingkungan, karena lingkungan yang kurang baik akan memberikan dampak yang buruk sehingga kebiasaan masyrakat dalam berprilaku kurang baik juga memberikan dampak buruk terhadap kesejahteraan masyarakat. Dilakukannya pengawasan dan penghapusan terhadap tempat perjudian dan jualan minuman keras karna hal tersebut sangat besar dorongannya terhadap orang orang untuk melakukan tindak pidana pembunuhan. 8

11 DAFTAR PUSTAKA Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, Andi Hamzah dan Irdan Dahlan, Perbandingan KUHAP dan HIR Dengan Komentar, Ghakia Indonesia, Jakarta, Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta, Djoko Prakoso, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana. Liberty, Yogyakarta, E. Utrecht. Hukum Pidana. Pustaka Tinta Mas, Surabaya, Gerson W. Bawengan, Penyidikan Perkara Pidana dan Teknik Introgasi, Pradnya Paramita, Jakarta, Gregorius Aryadi., Putusan Hakim Dalam Perkara Pidana, Penerbit ANDI OFFSET,Yogyakarta,1995. Loa Surjadarmawan, Buku Pedoman Untuk Para Penegak Hukum, Isabela Brothers, Jakarta, 1978 Martin Prodjohamidjojo, Kedudukan Tersangka dan Terdakwa Dalam Pemeriksaan, Ghalia Indonesia, Martin Prodjohamidjojo, Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, Moelyatno. Asas Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta, Nanda Dewantara, Masalah Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan dan Pemeriksaan Surat di Dalam Proses Acara Pidana, Aksara Persada Indonesia, Jakarta, R. Soesilo, KUHAP Beserta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea, Bogor, Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, Satjipto Rahardjo, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur Bandung, WirjonoProdjodikoro, Tindakan-tindakan Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung, Undang-undang No. 1 Tahun 1946 tentang KUHP. Undang- undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman. http ://ferrystoner.blogspot.com Teknik Pengolahan Data, terakhir kali diakses tanggal 22 Maret http ://mimipermanisuci.blogspot.com Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, terakhir kali diakses tanggal 22 Maret Barang Bukti Dalam Tindak Pidana, terakhir kali diakses tanggal 5 Juni

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal penerapan hukum sebab kehidupan suatu bangsa dipengaruhi oleh susunan masyarakat dan tingkat perkembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasar atas kekuasaan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum bukan semata-mata kekuasaan penguasa. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka seluruh warga masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2

Kata kunci: Pencabutan keterangan, terdakwa. AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2 AKIBAT HUKUM TERHADAP PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DI PENGADILAN 1 Oleh: Efraim Theo Marianus 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pandangan KUHP yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum.ini mudah terlihat pada perumusan perumusan dari tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015 PEMBUKTIAN SUATU TINDAK PIDANA BERDASARKAN BARANG BUKTI MENURUT PASAL 183 KUHAP 1 Oleh: Giant K. Y. Sepang 2 Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana status barang bukti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 Abstrak: Nilai yang diperjuangkan oleh hukum, tidaklah semata-mata nilai kepastian hukum dan nilai kemanfaatan bagi masyarakat, tetapi juga

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

KAJIAN PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta) KAJIAN PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta) Oleh: Ahmad Rifki Maulana NPM : 12100082 Kata Kunci : Pembunuhan berencana, pembuktian, hambatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan

Lebih terperinci

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF 0 ABSTRAK MELIYANTI YUSUF, NIM 271411202, Kedudukan Visum Et Repertum Dalam Mengungkap Tindak Pidana Penganiayaan Pada Tahap Penyidikan (Studi Kasus di Polres Gorontalo Kota). Di bawah Bimbingan Moh. Rusdiyanto

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pergaulan hidup manusia, baik individu maupun kelompok sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidup, terutama norma hukum yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat baik masyarakat modren maupun masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Asas-Asas Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Asas-Asas Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asas-Asas Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Hak atas kemerdekaan, keamanan dan juga hak untuk memperoleh keadilan merupakan hak asasi bagi setiap orang sebagaimana

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017 PROSES PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh: Raymond Lontokan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa bentuk-bentuk perbuatan

Lebih terperinci

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2 HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hakikat dari tindak pidana ringan dan bagaimana prosedur pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, penegasan ini secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

Lebih terperinci

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack Vol. 23/No. 9/April/2017 Jurnal Hukum Unsrat Kumendong W.J: Kemungkinan Penyidik... KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1 Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Email:wempiejhkumendong@gmail.com Abstrack

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan suatu norma/kaidah yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang menjamin hak dan kewajiban perorangan maupun masyarakat. Dengan adanya hukum

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. terdahulu, maka penulis menyimpulkan beberapa hal yaitu :

BAB III PENUTUP. terdahulu, maka penulis menyimpulkan beberapa hal yaitu : 77 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, baik itu penelitian kepustakaan maupun wawancara serta analisis yang telah penulis lakukan dalam babbab terdahulu, maka penulis menyimpulkan

Lebih terperinci

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository USU Repository 2006 DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii A. Pengertian... 1-2 B. Dasar Peniadaan Penuntutan... 3-6 C. Hapusnya Hak Menuntut... 7-13 Kesimpulan... 14 Daftar Pustaka...... 15 ii

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016 PERTIMBANGAN YURIDIS PENYIDIK DALAM MENGHENTIKAN PENYIDIKAN PERKARA PELANGGARAN KECELAKAAN LALU LINTAS DI WILAYAH HUKUM POLRESTA JAMBI Islah 1 Abstract A high accident rate makes investigators do not process

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA 2.1. Pengertian Berita Acara Pemeriksaaan (BAP) Dan Terdakwa Sebelum masuk pada pengertian

Lebih terperinci

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil. 12 A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang 1. Hukum pidana sebagai peraturan-peraturan yang bersifat abstrak merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana 1. Hakim dan Kewajibannya Hakim dapat diartikan sebagai orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau mahkamah.

Lebih terperinci

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN. BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.SKH A. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN Jurnal Skripsi TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN Disusun oleh : 1.Laurensius Geraldy Hutagalung Dibimbing

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van 138 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kewenangan untuk menentukan telah terjadinya tindak pidana pemerkosaan adalah berada ditangan lembaga pengadilan berdasarkan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBUKTIAN DALAM UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. :

SUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBUKTIAN DALAM UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. : KARYA ILMIAH SUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBUKTIAN DALAM UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI O L E H : DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. : 19580724 1987031003 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI

Lebih terperinci

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 40 BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Ketentuan Umum KUHP dalam UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT PASAL 365 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh : Fentry Tendean 2 ABSTRAK Pandangan ajaran melawan hukum yang metarial, suatu perbuatan selain

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat

Lebih terperinci

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI Oleh : Ruslan Abdul Gani ABSTRAK Keterangan saksi Ahli dalam proses perkara pidana di pengadilan negeri sangat diperlukan sekali untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penganiayaan adalah istilah yang digunakan KUHP untuk tindak pidana terhadap tubuh. Namun KUHP sendiri tidak memuat arti penganiayaan tersebut. Dalam kamus besar Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses peradilan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak terlepas dengan hukum yang mengaturnya, karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya sebuah hukum. Manusia

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017 KEWAJIBAN PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PEMERIKSAAN TERHADAP TERSANGKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh: Christian Tambuwun 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

Pemeriksaan Sebelum Persidangan Pemeriksaan Sebelum Persidangan Proses dalam hukum acara pidana: 1. Opsporing (penyidikan) 2. Vervolging (penuntutan) 3. Rechtspraak (pemeriksaan pengadilan) 4. Executie (pelaksanaan putusan) 5. Pengawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadirnya hukum pidana dalam masyarakat digunakan sebagai sarana masyarakat membasmi kejahatan. Oleh karena itu, pengaturan hukum pidana berkisar pada perbuatan

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK Peranan Dokter Forensik, Pembuktian Pidana 127 PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK Di dalam pembuktian perkara tindak pidana yang berkaitan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS.

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS. PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS Yuni Dwi Indarti Salah satu unsur tindak pidana (strafbaarfeit) yaitu dilakukan dengan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta analisis yang telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut penulis sampaikan kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan 58 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan dalam penulisan hukum ini : 1. Bahwa pelaksanaan penggabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185. KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN AHLI DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA MENURUT KUHAP 1 Oleh: Sofia Biloro 2 Dosen Pembimbing: Tonny Rompis, SH, MH; Max Sepang, SH, MH ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian

Lebih terperinci

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA Disusun Dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N Nomor 98/Pid.B/2014/PN-Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama menjatuhkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penahanan Tersangka Penahanan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau

Lebih terperinci