ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR"

Transkripsi

1 ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR IMPLEMENTASI DAN PEMBELAJARAN I-CATCH Januari 2015 Pandangan penulis dinyatakan dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dari United States Agency for International Development atau pemerintah Amerika.

2 ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR IMPLEMENTASI DAN PEMBELAJARAN I-CATCH Januari 2015 Pandangan penulis dinyatakan dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dari United States Agency for International Development atau pemerintah Amerika.

3 KATA PENGANTAR Secara alamiah, dampak perubahan iklim menyebabkan terjadinya gejala-gejala berubahnya kondisi iklim dan cuaca dari kondisi biasa atau normal menjadi kondisi yang tidak normal, seperti: terjadinya pola musim yang berubah secara ekstrim (kemarau dan hujan yang berkepanjangan), berubahnya pola migrasi ikan, kenaikan suhu air laut, kenaikan muka laut, kecepatan tiupan angin, dan lain-lain. Kondisi iklim dan cuaca tersebut menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa alam yang buruk, seperti: banjir air laut pasang (rob), sedimentasi laut, abrasi pantai, gelombang tinggi, angin puting beliung dan lain-lain. Dalam prosesnya, gejala-gejala berubahnya iklim dan cuaca tersebut secara langsung mempengaruhi kondisi sumberdaya alam dan lingkungan perairan di desa pesisir dan pulau-pulau kecil, aktifitas mata pencaharian masyarakat yang utamanya sebagai nelayan. Peristiwa-peristiwa ini akan terus berlanjut seiring berjalannya siklus alam yang memicu terjadinya perubahan iklim global. Dalam kurun waktu tertentu, dampak buruk akan semakin berat dialami dan dirasakan oleh masyarakat pesisir. Di desa pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan wilayah yang memiliki tingkat kerentanan yang tinggi, sehingga sangat berpotensi mengalami kondisi yang terburuk akibat perubahan iklim. Meskipun masyarakat memiliki naluri dan kebiasaan untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim, namun nampaknya belum mampu memberikan efek yang cukup berarti, baik terhadap keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan perairan maupun terhadap mata pencaharian masyarakat. Hal tersebut, disebabkan karena tindakan adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat masih dalam lingkup terbatas dan belum atas dasar data dan informasi yang lengkap (tidak terencana dengan baik). Aksi mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim merupakan tindakan untuk mengantisipasi dan mengelola peristiwa-peristiwa buruk (baca: bencana) akibat perubahan iklim. Program atau aksi ini akan berdasarkan pengetahuan terhadap kondisi obyektif desa serta kemampuan adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim, sehingga memungkinkan untuk menguatkan kemampuan adaptasi masyarakat untuk berperan melakukan program atau aksi mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim. Program atau aksi ini diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia (Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia) bekerjasama dengan USAID (United State Agency for International Development) melalui proyek IMACS (Indonesian Marine and Climate Support) yang memfasilitasi semua stakeholder termasuk masyarakat lokal untuk mengidentifikasi dan mengelola dampak perubahan iklim secara terpadu, sehingga kerusakan yang besar bagi wilayah desa dan masyarakat tidak menjadi hambatan, tetapi justru menjadi kesempatan baru masyarakat dalam mengelola sumberdaya laut dan lingkungan pesisir serta pengembangan mata pencaharian masyarakat. Untuk memperkuat peran masyarakat dalam aksi mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim secara terencana dan sistematis, maka dibuat I-CATCH (Indonesia Climate Adaptation Tool for Coastal Habitats) sebagai panduan yang dikembangkan melalui proyek IMACS ROADMAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR i

4 sebagai alat untuk melakukan Kajian Kerentanan (Vulnerability Assessment (VA)) dan menyusun Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (Climate Change Adaptation Plan (CAP)). Kumpulan Praktek Terbaik Implementasi I-CATCH ini juga untuk memberikan gambaran umum tentang hasil yang diperoleh dari kajian di 100 desa yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan di tingkat daerah maupun nasional dalam mengembangkan program guna membangun melaksanakan perencanaan mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim berbasis masyarakat. Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih kepada USAID, pemerintah daerah di lokasi kegiatan dan peran semua pihak atas dukungan dan fasilitasinya dalam pengembangan dan implementasi I-CATCH. Semoga kehadiran buku ini dapat memberikan manfaat bagi upaya mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Jakarta, Januari 2015 Direktur Pesisir dan Laut Ditjen KP3K, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Ir. M. Eko Rudianto, M. Bus. IT ROADMAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR ii

5 KATA SAMBUTAN Mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim merupakan isu penting dan kontemporer di wilayah pesisir karena merupakan kawasan yang mengalami dampak atas terjadinya bencana dan perubahan iklim. Meningkatnya intensitas bencana yang dipengaruhi oleh iklim, seperti banjir, banjir air laut pasang (rob), gelombang ekstrim dan badai adalah sedikit contoh dampak perubahan iklim yang dirasakan oleh masyarakat pesisir selain permasalah lainnya, seperti berubahnya pola musim dan pola migrasi ikan yang mempengaruhi mata pencaharian masyarakat pesisir. Selain bencana akibat iklim, wilayah pesisir juga rawan terhadap bencana lain, seperti gempa, tsunami, abrasi dan lainnya yang menambah permasalah dalam pembangunan wilayah pesisir. Berbagai upaya telah dilakukan dalam mengurangi dan menanggulangi dampak bencana dan perubahan iklim baik berupa penanganan secara struktural maupun non-struktural. Tersedianya sejumlah dokumen yang terkait dengan mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim sangat diperlukan, sebagai upaya membantu proses penilaian atau kajian kerentanan, dan penyusunan rencana mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim. Penguatan kapasitas penyuluh atau fasilitator dalam pendampingan dan pemberdayaan masyarakat juga diperlukan untuk mengembangkan kemampuan adaptasi masyarakat serta melaksanakan aksi mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim. I-CATCH (Indonesia Climate Adaptation Tool for Coastal Habitats) adalah panduan yang dikembangkan oleh USAID melalui proyek IMACS sebagai alat untuk melakukan Kajian Kerentanan (Vulnerability Assessment (VA)) dan menyusun Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (Climate Change Adaptation Plan (CAP)) berbasis masyarakat. Hasil dari proses implementasi I-CATCH membantu masyarakat dalam mengenali ancaman, tingkat kerentanan serta potensi yang dimiliki sehingga dapat menyusun rencana mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim secara terpadu yang melibatkan pemangku kepentingan lainnya. Dokumen-dokumen ini diinisiasi dan dipersiapkan oleh USAID melalui proyek IMACS yang bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kemeterian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Akhirnya, saya menyampaikan penghargaan kepada tim penyusun yang telah berhasil menyelesaikan dokumen-dokumen ini. Saya juga berterima kasih kepada USAID yang telah memberikan dukungan dan fasilitasinya dalam proses penyusunan dokumen-dokumen ini melalui proyek IMACS. Semoga hadirnya dokumen-dokumen ini dapat membantu berbagai pihak dalam melaksanakan perencanaan dan implementasi mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir. Jakarta, Januari 2015 Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Sudirman Saad ROADMAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR iii

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i KATA SAMBUTAN... iii DAFTAR ISI... i 1 PENDAHULUAN PROSES PENGEMBANGAN I CATCH IMPLEMENTASI I CATCH: HASIL KAJIAN KERENTANAN (VA) DAN RENCANA ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM (CAP) DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DAN SULAWESI TENGGARA Provinsi Nusa Tenggara Barat Kabupaten Lombok Tengah Kabupaten Lombok Timur Kabupaten Lombok Utara Kabupaten Sumbawa Kabupaten Lombok Barat 3.2 Provinsi Sulawesi Tenggara Kota Kendari Kota Bau bau Kabupaten Muna Kabupaten Wakatobi Kabupaten Konawe Selatan PEMBELAJARAN PENTING DARI PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI I CATCH Pembelajaran dari proses pengembangan I CATCH Pembelajaran dari proses implementasi I CATCH Dukungan dari Pemerintah dan pelibatan berbagai pihak Materi diskusi I CATCH Peserta diskusi Peran dan kapasitas fasilitator Penyesuaian waktu implementasi I CATCH dengan proses proses perencanaan pembangunan Perlunya peningkatan pengetahuan serta ketersediaan informasi tentang perubahan iklim bagi pemerintah dan masyarakat Dukungan lanjutan dari berbagai pihak terhadap hasil CAP PETA JALAN INTEGRASI PERENCANAAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM TINGKAT MASYARAKAT KEDALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN Kondisi Saat Ini dan Peluang Yang Ada Kondisi dan peluang di tingkat nasional Program Pemerintah di tingkat nasional Road Map Adaptasi Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir i

7 5.1.2 Kondisi dan peluang di tingkat daerah Program Pemerintah di tingkat daerah Kegiatan universitas dan non pemerintah Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) Strategi Integrasi Umum Internalisasi Rencana Adaptasi Perubahan Iklim ke dalam Kebijakan Program Pemerintah Daerah Internalisasi Rencana Adaptasi Perubahan Iklim ke dalam Proses Pendanaan Daerah Strategi Integrasi Khusus Strategi khusus integrasi rencana masyarakat ke dalam sistem perencanaan dan penganggaran Strategi khusus integrasi hasil Kajian Kerentanan masyarakat ke dalam penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) Pentingnya integrasi Pengertian kerentanan pada isu perubahan iklim Tahapan teknis integrasi Kajian Kerentanan kedalam proses penyusunan RZWP3K Pengumpulan data dan survei Identifikasi potensi wilayah Penyusunan dokumen awal Penentuan usulan alokasi ruang PENUTUP LAMPIRAN Hasil Kajian Kerentanan (VA) Provinsi Nusa Tenggara Barat Matriks Laporan Kajian Kerentanan (VA) dan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (CAP) Provinsi Nusa Tenggara Barat Analisa Perhitungan Pembiayaan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (CAP) Provinsi Nusa Tenggara Barat Hasil Kajian Kerentanan (VA) Provinsi Sulawesi Tenggara Matriks Laporan Kajian Kerentanan (VA) dan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (CAP) Provinsi Sulawesi Tenggara Analisa Perhitungan Pembiayaan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (CAP) Provinsi Sulawesi Tenggara Daftar Fasilitator I CATCH Road Map Adaptasi Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir ii

8 DAFTAR GAMBAR 1: Kerjasama multi pihak dalam mengembangkan I CATCH : Proses pembuatan, uji coba, dan implementasi kerangka I CATCH : Alur susunan kerangka I CATCH : Perbandingan tingkat kerentanan berbagai desa di Provinsi dan SULTRA : Perbandingan estimasi pembiayaan CAP di Provinsi NTB dan SULTRA : Perbandingan pembiayaan berdasarkan beberapa kategori aktifitas CAP antara Provinsi NTB dan SULTRA Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di Provinsi NTB : Daftar CAP yang diusulkan masyarakat di Provinsi NTB : Daftar estimasi pembiayaan CAP yang diusulkan masyarakat di Provinsi NTB Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di Provinsi SULTRA : Daftar CAP yang diusulkan masyarakat di Provinsi SULTRA : Estimasi pembiayaan CAP yang diusulkan masyarakat di Provinsi SULTRA : Tingkat kerentanan berbagai kelurahan di Kota Kendari : Tingkat kerentanan berbagai desa di Kota Bau Bau : Tingkat kerentanan berbagai desa di Kabupaten Muna : Tingkat kerentanan berbagai desa di Kabupaten Wakatobi : Tingkat kerentanan berbagai desa di Kabupaten Konawe Selat : Internalisasi CAP ke dalam kebijakan program dan pendanaan daerah : Proses penyusunan dan penyepakatan rencana program pembangunan : Proses penyusunan dan penetapan APBD Komponen utama penilaian kerentanan Tahapan, proses dan output penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Komponen yang perlu diperhitungan untuk mengetahui Indeks Kerugian dalam proses penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) Kerangka konseptual penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) di tingkat Kabupaten/Kota DAFTAR TABEL Tabel 1. Dampak perubahan iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil... 2 Tabel 2. Dampak perubahan iklim di desa/kelurahan Mitra IMACS di Provinsi NTB dan SULTRA... 3 Tabel 3: Skenario advokasi adaptasi perubahan iklim ke dalam dokumen program dan anggaran pemerintah Tabel 4: Karakter pembiayaan program dinas/badan Pemerintah Daerah Tabel 5. Peringkat Dampak Terpendam = Paparan + Kepekaan Tabel 6. Kondisi umum kecamatan Lombok Tengah Tabel 7. Perubahan kondisi iklim dan cuaca (sumber: hasil diskusi kelompok) Tabel 8. Dampak perubahan kondisi iklim, cuaca, dan kejadian bencana Tabel 9. Hasil penilaian VA Tabel 10. Desa Kajian I CATCH di wilayah Kecamatan Jerowaru Tabel 11. Perbandingan pola kondisi iklim dan cuaca (musim) pada tahun 1990 an dan Road Map Adaptasi Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir iii

9 Tahun 2000 an Tabel 12. Perubahan kondisi iklim dan cuaca Tabel 13. Penilaian tingkat kerentanan desa di Kecamatan Jerowaru Tabel 14. Ringkasan hasil kajian kerentan desa di Kab. Lombok Utara Tabel 15. an umum desa Tabel 16. Pandangan masyarakat atas perubahan pola musim (iklim) Tabel 17. Pandangan masyarakat atas kecenderungan kondisi cuaca Tabel 18. Hasil VA Kabupaten Sumbawa Tabel 19. Desa VA Kabupaten Lombok Barat Tabel 20. Perbandingan pola kondisi iklim dan cuaca (musim) pada tahun 1990 an dan tahun 2000 an Tabel 21. Perubahan kondisi iklim dan cuaca Tabel 22. Penilaian tingkat kerentanan desa di Kabupaten Lombok Barat Tabel 23. Matriks ringkasan laporan VA dan CAP Provinsi NTB (Fase 1) Tabel 24. Matrikx ringkasan laporan VA dan CAP Provinsi NTB (Fase 2) Tabel 25. Perhitungan prakiraan pembiayaan CAP di Provinsi NTB (Fase 1 Dan 2) Tabel 26. Kondisi umum desa kajian Tabel 27. Kondisi musim dan kegiatan mata pencaharian Tabel 28. Kecenderungan pandangan masyarakat atas perubahan cuaca Tabel 29. Masalah iklim paling membebani dan tingkat kerentanan masing masing desa Tabel 30. Kondisi umum kelurahan kajian Tabel 31. Kalendar musim Tabel 32. Pola iklim dan perubahannya Tabel 33. Masalah iklim paling membebani dan tingkat kerentanan masing masing kelurahan Tabel 34. Kondisi umum desa kajian Tabel 35. Kondisi musim dan kegiatan mata pencaharian Tabel 36. Pola iklim dan perubahannya saat ini Tabel 37. Kondisi umum perubahan cuaca Tabel 38. Masalah iklim paling membebani dan tingkat kerentanan masing masing desa/kelurahan Tabel 39. Kondisi umum desa kajian Tabel 40. Kondisi musim dan kegiatan mata pencaharian Tabel 41. Kecenderungan pandangan masyarakat atas perubahan kondisi cuaca Tabel 42. Masalah iklim paling membebani dan tingkat kerentanan masing masing desa Tabel 43. Kondisi umum kelurahan kajian Tabel 44. Kondisi musim dan kegiatan mata pencaharian Tabel 45. Perubahan pola musim Tabel 46. Pandangan masyarakat atas perubahan kondisi cuaca Tabel 47. Masalah iklim paling membebani dan tingkat kerentanan masing masing kelurahan/kelurahan Tabel 48. Matriks ringkasan laporan VA dan CAP Provinsi SULTRA (Fase 1) Tabel 49. Matriks ringkasan laporan VA dan CAP Provinsi SULTRA (Fase 2) Tabel 50. Perhitungan prakiraan pembiayaan CAP di Provinsi SULTRA (Fase 1 Dan 2) Road Map Adaptasi Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir iv

10 1 PENDAHULUAN Organisasi Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dari Persatuan Bangsa- Bangsa (PBB) dalam laporan 5 th Assessment Report (AR5) menyatakan bahwa telah terjadi pemanasan dari sistem iklim yang ditandai dengan observasi peningkatan suhu di atmosfir dan permukaan laut, kenaikan muka air laut, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca dan derajat keasaman laut. IPCC menyimpulkan dengan tingkat konfidens yang tinggi bahwa pengaruh manusia telah menjadi faktor dominan yang menyebabkan peningkatan pemanasan suhu permukaan bumi sejak pertengahan abad ke-20. Food and Agriculture Organization (FAO) menjelaskan tiga kemungkinan dampak perubahan iklim terhadap sektor perikanan dan sumberdaya perairan yaitu: dampak sosial-ekonomi tidak langsung (misalnya konflik terkait penggunaan air yang mempengaruhi semua sistem produksi makanan, atau ketika strategi adaptasi dan mitigasi di sektor lain secara langsung mempengaruhi sistem perairan secara umum atau perikanan secara langsung, respons biologis dan ekologis terhadap perubahan fisik (misalnya produktivitas, ketersediaan spesies, stabilitas ekosistem, lokasi stok, tingkat dan dampak patogen, efek fisik secara langsung (misalnya kenaikan muka air laut, banjir atau badai). Dampak perubahan iklim sangatlah nyata dapat dilihat dan dirasakan, terutama di kawasan pesisir. Dampak paling nyata terutama dirasakan oleh masyarakat nelayan dan masyarakat lainnya yang bermukim di wilayah pesisir. Namun demikian dampak tersebut sesungguhnya bukan hanya dirasakan oleh masyarakat nelayan, namun juga dirasakan oleh berbagai pihak yang menjalankan fungsi dan aktivitasnya di wilayah pesisir seperti pemerintah, perusahaan swasta di wilayah pesisir, pelaku usaha pariwisata, pengelola infrastruktur di wilayah pesisir, peneliti yang menjalankan kegiatan penelitian di wilayah pesisir, pengelola pelabuhan, dan lain-lain. Menyadari bahwa fenomena perubahan iklim di wilayah pesisir ini membawa dampak yang luas bagi berbagai pihak, maka masyarakat desa dan kelurahan yang telah difasilitasi oleh IMACS telah mengembangkan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (Climate Change Adaptation Plan (CAP)) di tingkat masyarakat sebagai upaya untuk beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Namun demikian upaya untuk mengembangkan pola adaptasi ini masih bersifat terbatas. Selain itu implementasinya masih terbatas pada sumber daya yang ada di masyarakat wilayah pesisir dan juga Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP). Walaupun masyarakat telah terfasilitasi dalam mengkaji aspek-aspek kehidupan mereka yang rentan terhadap dampak perubahan iklim dan telah menyusun CAP, namun tantangannya adalah bagaimana mengimplementasikannya dan bagaimana dengan desa-desa pesisir lainya yang belum melakukan VA tersebut. Beberapa desa di lokasi program IMACS telah mengimplementasikan CAP, namun hanya terbatas pada kegiatan yang sifatnya tidak membutuhkan kemampuan teknis yang rumit serta alokasi dana yang besar seperti kegiatan menanam mangrove di lokasi yang rawan abrasi. ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR 1

11 Sedangkan kegiatan yang membutuhkan pendanaan yang besar belum dapat diimplementasikan, seperti contohnya membangun tanggul pemecah ombak serta pembangunan infrastruktur lainnya. Oleh karena ini, daftar rencana adaptasi tersebut, diharapkan dapat diakomodasi untuk mendapatkan dukungan baik melalui pendanaan pemerintah maupun sumber pendanaan lainnya. Kajian yang dilakukan oleh Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung (2013) menunjukkan bahwa potensi dampak perubahan iklim di wilayah pesisir adalah sebagai berikut: Tabel 1. Dampak Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Indikator Perubahan Bahaya Potensial di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Iklim Kenaikan Temperatur Pemanasan setempat akibat meningginya suhu udara pada siang hari Meluasnya sebaran populasi serangga vektor penyakit Curah Hujan Yang Kekeringan akibat jumlah presipitasi yang rendah Tidak Menentu Penurunan ketersediaan air (PKA) akibat jumlah presipitasi yang rendah Meningkatnya populasi nyamuk akibat banyaknya genangan air Meningkatnya penyebaran penyakit melalui sarana udara dan genangan air Naiknya Suhu Permukaan Laut (SPL) Perubahan pola migrasi ikan yang disebabkan oleh perubahan sirkulasi arus laut akibat distribusi kenaikan SPL Rusaknya terumbu karang (coral bleaching) karena peningkatan SPL dan keasaman air laut Naiknya Tinggi Permukaan Laut Meluasnya genangan air laut di daerah pesisir dapat menyebabkan mundurnya garis pantai Meluasnya daerah intrusi air laut melalui air tanah dan sungai Akibat Kejadian iklim Ekstrem (ENSO, IOD/DMI, PIO/IPO) Kejadian Cuaca Ekstrem (hujan lebat, badai, angin kencang, gelombang Badai) Dipresentasikan di Bappenas, Jakarta, 4 Juli 2013 Terjadinya tahun kering secara berturut- turut Peningkatan peluang terjadinya hujan lebat, angin kencang, badai dan gelombang badai Meningkatnya frekuensi dan intensitas erosi dan abrasi (akibat perubahan arus sejajar dan tegak lurus pantai) sehingga menyebabkan perubahan garis pantai Meningkatnya peluang kejadian banjir rob akibat badai dan gelombang badai Meningkatnya kerusakan pada sarana dan prasarana publik Sehubungan dengan itu, maka berbagai pihak secara alamiah telah mengerahkan upayanya masing-masing untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim. IMACS telah memfasilitasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan DKP serta masyarakat untuk melakukan berbagai upaya strategisnya secara maksimal untuk beradaptasi dengan perubahan iklim. Upaya tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk pelibatan masyarakat dan pemerintah daerah untuk menilai tingkat kerentanan wilayahnya dan kondisi ketahanan mereka sendiri dalam situasi perubahan iklim. Kegiatan penilaian kerentanan ini dilakukan dengan ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR 2

12 menggunakan metode I-CATCH. Berdasarkan kegiatan implementasi I-CATCH ini, masyarakat dapat mengidentifikasi kerentanan dan berhasil menyusun CAP untuk beradaptasi dengan perubahan iklim secara partisipatif. Kegiatan ini telah dilakukan di 100 desa, di 10 kabupaten/kota mitra IMACS, di 2 wilayah Provinsi yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil I-CATCH di 100 desa di kedua provinsi tersebut, maka diperoleh paparan sebagai berikut bahwa: a. Di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dari 50 desa survey terhadap dampak perubahan iklim di Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Sumbawa terdapat: 15 desa memiliki tingkat kerentanan tinggi 31 desa memiliki tingkat kerentanan sedang 4 desa memiliki tingkat kerentanan rendah b. Di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, dari 50 desa dan kelurahan survey terhadap dampak perubahan iklim di Kabupaten Bau-Bau, Kota Kendari, Kota Konawe Selatan, Kabupaten Muna, dan Kabupaten Wakatobi terdapat: 4 desa dan 5 kelurahan memiliki tingkat kerentanan tinggi 16 desa dan 8 kelurahan memiliki tingkat kerentanan sedang 12 desa dan 5 kelurahan memiliki tingkat kerentanan rendah. Pada wilayah desa dan kelurahan tersebut dapat dipetakan kondisi bahwa perubahan iklim telah membawa dampak seperti yang tercantum pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Dampak perubahan iklim di desa/kelurahan mitra IMACS di Provinsi NTB dan Provinsi SULTRA Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Kabupaten Lombok Barat Kabupaten Lombok Tengah Kabupaten Lombok Utara Kabupaten Lombok Timur Kabupaten Sumbawa Dampak Perubahan Iklim Banjir pasang atau biasa disebut rob (banjir yang diakibatkan oleh air laut yang pasang yang menggenangi daratan), gagal panen rumput laut, abrasi pantai, geloro (gelombang dan angin yang mengakibatkan abrasi, puting beliung, kekeringan, sedimentasi, dan longsor) Banjir, abrasi pantai, gagal panen, angin kencang, gelombang tinggi, hujan lebat, genangan air di beberapa tempat, dan erosi Angin kencang, banjir air laut pasang (rob), abrasi pantai, sulit melaut, dan sampah kiriman Gagal panen, abrasi, pematang jebol, sulit melaut, puting beliung, longsor, rob, tangkapan ikan menurun, dan kekeringan Abrasi, arus laut yang kuat, rob, kekeringan, air pasang, sulit melaut, dan wabah penyakit ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR 3

13 Provinsi Sulawesi Tenggara Kota Bau-Bau Kota Kendari Kabupaten Konawe Selatan Kabupaten Muna Kabupaten Wakatobi Hasil I-CATCH tahun 2013 Kekeringan, angin puting beliung terjadi hampir sepanjang tahun, sulit melaut, kerusakan rumput laut, hasil tangkapan ikan berkurang, lokasi penangkapan ikan menjauh, umpan cakalang berkurang Sulit melaut, susah mendapatkan air bersih, hasil pertanian dan tangkapan ikan berkurang, pengeringan ikan terhambat, wabah DBD dan malaria merajalela, banjir air laut pasang (rob), dan angin kencang Angin kencang dan ombak besar, kekeringan, banjir air laut pasang (rob), abrasi pantai, dan puting beliung Abrasi, banjir air laut pasang (rob), sulit melaut, kerusakan rumput laut, hasil tangkapan ikan berkurang, dan produksi jambu mete menurun Puting beliung, abrasi, ombak besar, banjir, sulit melaut, kerusakan rumput laut, dan hasil tangkapan ikan berkurang Adapun kegiatan-kegiatan adaptasi yang umumnya dilakukan sebagai respon adaptasi terhadap dampak perubahan iklim termasuk: Melakukan VA untuk mendapatkan informasi yang tepat dalam melakukan upaya adaptasi. Mempromosikan dan mempertahankan sisitem aliran air desa sehingga dapat mencegah banjir akibat curah hujan yang berlebihan dan cuaca buruk. Mengembangkan system evakuasi dan peringatan dini dalam kasus peristiwa cuaca buruk atau bencana. Menjaga dan memperbaiki ekosistem penting, seperti hutan bakau, terumbu karang dan vegetasi lainnya. Pemberian insentif kepada masyarakat lokal yang aktif terlibat dalam kegiatan alternatif yang ramah lingkungan yang dapat mengurangi kemiskinan. Melarang kegiatan yang merusak seperti penambangan pasir dan karang, bom ikan dan perusakan hutan bakau dan vegetasi di daerah pesisir. Mengadopsi kebijakan pembangunan yang mengantisipasi perubahan sumberdaya alam, seperti stok ikan, di mana kegiatan ekonomi bergantung. Mengantisipasi dan merencanakan relokasi rumah yang berada di daerah yang mulai atau telah terkikis akibat kenaikan muka air laut atau abrasi ke daratan yang lebih tinggi dan aman. Membangun sumur air tawar dan menanam tanaman pengikat air tawar lebih banyak di di lokasi yang terhindar dari intrusi air laut. Dalam perencanaan tata ruang di wilayah pesisir, mempertimbangkan aspek kebencanaan dalam mendirikan bagunan atau infrastruktur baru di zona yang rentan atas perubahan iklim. ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR 4

14 2 PROSES PENGEMBANGAN I CATCH Secara umum, pelaksanaan Kajian Kerentanan (Vulnerability Assessment (VA)) dan penyusunan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (Climate Change Adaptation Plan (CAP)) ini bertujuan untuk memperkaya wawasan, menguatkan cara pandang dan pengetahuan masyarakat dalam membaca, memahami dan menanggapi gejala-gejala perubahan iklim yang terjadi di wilayah desa dimana mereka tinggal, sehingga masyarakat mampu mengembangkan rencana mitigasi bencana dan adaptasi terhadap dampak buruk perubahan iklim. CAP merupakan tindakan untuk mengatasi dan mengelola kejadian-kejadian buruk (bencana) akibat perubahan iklim. CAP disusun berdasarkan pengetahuan terhadap kondisi obyektif desa serta kemampuan adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim. CAP merupakan rencana strategis masyarakat untuk mengatasi dan mengelola dampak perubahan iklim, sehingga pengaruh buruk yang timbul tidak lagi memberikan efek kerusakan yang besar bagi wilayah desa dan masyarakat, tetapi justru menjadi sumber manfaat baru bagi masyarakat dalam mengelola sumberdaya laut dan lingkungan pesisir serta pengembangan mata pencaharian masyarakat. Ada beberapa alasan kenapa I-CATCH dikembangkan. 1 menjelaskan pihak-pihak yang turut terlibat dalam proses pengembangan I-CATCH. USAID sebagai donor dari proyek IMACS, KKP terutama Ditjen KP3K sebagai counterpart, juga terdapat kerjasama dengan organisasi lain yang mempunyai mandat terkait perubahan iklim seperti Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), dan University of Rhode Islands (URI). I-CATCH pada awalnya dibuat untuk memenuhi permintaan pihak KKP untuk mendukung proyek Program Pengembangan Daearh Pesisir Tangguh (PDPT) terutama dibutuhkannya alat yang dapat menggali kerentanan masyarakat pesisir terhadap perubahan iklim. Pada proses awal dari pengembangan I-CATCH, ditemukan bahwa walaupun sudah banyak terdapat berbagai metodologi yang ditawarkan terkait VA, ada beberapa kekurangan yang ditemukan dari berbagai alat tersebut antara lain, mereka tidak fokus di level desa, belum menempatkan masyarakat aktor, dan VA yang ada belum diikuti dengan CAP. Berdasarkan hasil ini ini, dibuatlah I-CATCH yang menggabungkan aspek terbaik dari alat yang ada dan menutupi kekurangan dari alat kajian yang sudah ada sebelumnya. 2 menjelaskan proses penting mulai dari pembuatan dokumen, uji coba, pemilihan lokasi, ujicoba di 100 desa di 2 provinsi, dan terakhir, pengembangan I-CATCH menjadi modul Mitigasi Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim (MBAPI). MBAPI merupakan penyempurnaan alat kajian I-CATCH yang dikembangkan oleh IMACS, dan telah mendapatkan masukan dari para pihak terutama KP3K. MBAPI terdiri atas Penilaian Tingkat Kerentanan Desa, Penyusunan Rencana Aksi Mitigasi Bencana dan Adaptasi, dan Penyusunan Rencana Pemantauan dan Evaluasi. Modul ini juga dapat ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR 5

15 digunakan pada yang terpengaruh besar terhadap perubahan iklim pertanian, perkebunan atau bencana. seperti kesehatan, Melalui proses ini, MBAPI diharapkan dapat menjadi rujukan bagi kementrian, pemerintah provinsi dan kabupaten, khususnya yang dilakukan bagi masyarakat pesisir. Selanjutnya, 3 menjelaskan kerangka utamaa dalam I-CATCH, pendahuluan yang menjelaskan tentang konsep penting terkaitt perubahan iklim di kawasan pesisir dan sektor perikanan, serta penjelasan tentang pendekatan partisipatif, dan diikuti dengan bagian yang menjelaskan tentang VA, dan selanjutnya bagian terkait CAP. URI CRC USAID (DONOR) KLH DNPI IMACS KKP KP3K BMKG 1: Kerjasama multi-pihak dalam mengembangkan I-CATCH 2: Proses persiapan, uji coba, dan implementasi kerangka I-CATCH ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR 6

16 PENDAHULUAN ANALISA KERENTANAN RENCANA ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Perubahan iklim Konsep kerentanan Pendekatan partisipatif Profil desa Kondisi iklim Dampak perubahan iklim Kapasitas adaptasi masyarakat Profil kerentanan masyarakat (rendah, sedang, tinggi) Masalah paling prioritas Kondisi untuk mencapai tujuan jangka panjang Strategy mencapai tujuan Rencanaa adaptasi Rencanaa tindak lanjut 3: Alur susunan kerangka I-CATCH 3 IMPLEMENTASI I CATCH: HASIL KAJIAN KERENTANAN (VA) DAN RENCANA ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM (CAP) DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DAN SULAWESI TENGGARA Penerapan I-CATCH dilaksanakan di dua provinsi di Indonesia, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Provinsi Sulawesi Tenggara (SULTRA). Dalam bagian ini akan dijelaskan hasil Kajian Kerentanan (Vulnerability Assessment (VA)) dan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (Climate Change Adaptation Plan (CAP)) masing-masing di 2 provinsi. 4 menunjukkan perbandingan tiga tingkat kerentanan antara kedua provinsi tersebut. Dapat digambarkan bahwa mayoritas desa di dua provinsi berada pada tingkat kerentanan sedang, meskipun lebih banyak jumlah desa yang tingkat kerentanannyaa tinggi di Provinsi NTB dibandingkann Provinsi Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Barat Sulawesi Tenggara Tinggi Sedang Rendah 4: Perbandingan tingkat kerentanan berbagai desa di Provinsi NTB dan SULTRA ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR 7

17 5 menunjukkan perhitungan pembiayaan aktivitas CAP yang telah diidentifikasi masyarakat. Sangat jelas di ini adalah, berdasarkan hasil estimasi, dibutuhkan lebih dari Rp 286 (dua ratus delapan puluh enam) milyar untuk mendanai hasil CAP di Provinsi NTB, and hampir Rp 130 (seratus tiga puluh) milyar untuk pendanaan di Provinsi SULTRA. Hal ini menunjukkan bahwa dibutuhkan pembiayaan hampir dua kali banyaknya di Provinsi NTB yang memiliki lebih banyak tingkatt kerentanann tinggi dan sedang, dibandingkann dengan Provinsi SULTRA. 350,000,000, ,000,000, ,700,000,000 TOTAL 250,000,000, ,000,000, ,000,000, ,700,000, ,000,000,000 50,000,000,000 NTB SULTRA 5: Perbandingan estimasi pembiayaan CAP di Provinsi NTB dan SULTRA 6 selanjutnya menunjukkan secara detail klasifikasi pembiayaan hasil implementasi CAP dan menunjukkan kategori pembiayaan berdasarkan 4 kategori. Kebutuhan pembiayaan untuk sarana dan prasarana menempati posisi teratas, diikuti dengan kebutuhan rehabilitasi dan konservasi. Setelah itu, kebutuhan akan ekspansi dan relokasi tempat tinggal, lahan pertanian atau perikanan diikuti dengan kebutuhan akan peningkatan kapasitas nelayan. ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR 8

18 160,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000, ,000,000,0000 NTB SULTRA 20,000,000,0000 PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA REHABILITASI DAN KONSERVASI EKSPANSI ATAU RELOKASI PENINGKATAN KAPASITAS NELAYAN INFORMASI CUACA PERATURAN KERJASAMA 6: Perbandingan pembiayaan berdasarkan beberapa kategori aktifitas CAP antara Provinsi NTB dan Provinsi SULTRA Penjelasan detail tentang hasil implementasi I-CATCH di masing-masing provinsi akan dijelaskan dibawah ini. 3.1 Provinsi Nusa Tenggara Barat Seperti ditunjukkan di 7, di Provinsi NTB dari 50 desa survei terhadap dampak perubahan iklim di Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Sumbawa terdapat: o 15 desa memiliki tingkat kerentanan yang tinggi o 31 desa memiliki tingkat kerentanan yang sedang o 4 desa memiliki tingkat kerentanan yang rendah. ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR 9

19 Nusa Tenggara a Barat Rendah, 4 Tinggi, 15 Sedang, Tingkat kerentanann masyarakat terhadap perubahan iklim di Provinsi NTB 8 berikut ini menampilkan pengkategorian CAP yang didiskusikan oleh masyarakat di Provinsi NTB. ini menunjukkan frekuensi disebutkannya suatu aktifitas oleh masing-masing desa. Ada 4 kategori besar aktifitas CAP yang diusulkan oleh masyarakat: - Kelompok tertinggi terkaitt dengan pembentukann kelompok masyarakat, pengadaann sarana dan prasarana Perikanan, dan penyediaan mataa pencaharian alternatif seperti beternak, buruh dan berdagang. - Kategori terbanyak selanjutnya adalah pemenuhan kebutuhan infrastruktur penahan abrasi dan banjir disekitar pantai serta penyediaan sarana dan prasarana terkait perikanan seperti pelabuhan dan gudang, pengadaan jalan dan jembatan. Satu sarana terpenting yang spesifik untuk berbagai daerah di Provinsi NTB adalah tingginya kebutuhan sarana air bersih dan air minum. Kebutuhan akan modal usaha juga sangat dirasakan oleh berbagai kelompok masyarakat. - Berada di kategori selanjutnya adalah penyediaan modal usahaa serta pelatihan, penyuluhan dan perkenalan terhadap teknologi baru terkait budidaya perikanan dan pengelolaan hasil dan manajemen keuangan untuk kelompok masyarakat. - Kategori terkecil adalah ekspansi dan pemindahan wilayah tangkap dan budidaya. ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR 10

20 8: Daftar CAP yang diusulkan masyarakat di Provinsi NTB 9 menunjukkan persentase pembiayaan yang dibutuhkan sesuai dengan hasil CAP. Hampir separuh dari kebutuhan pembiayaan dibutuhkan untuk peningkatan sarana dan prasarana, dan disertai kebutuhan terkaitt rehabilitasi dan konservasi. Setelah itu, masyarakat mengusulkan aktivitas ekspansi dan relokasi. Hal terkecil dari kebutuhan CAP tapi juga sangat sering di ungkapkan masyarakat adalah pembiayaan untuk peningkatan kapasitas nelayan. Lampiran 1 dan 2 selanjutnyaa memuat hasil implementasi I-CATCH di masing-masi ing desa di Provinsi NTB, yang prinsipnya menjelaskan kondisi iklim yang teridentifikasi, hasil penilaian masyarakat terhadap tingkat kerentantan n mereka terhadap perubahan iklim, dan CAP yang mereka usulkan. Perhitungan secara detail mengenai prakiraan kebutuhan pembiayaan CAP diberikan di lampiran 3. ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR 11

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BASIS SUBSTANSI: RENCANA AKSI NASIONAL ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM (RAN-API)

BASIS SUBSTANSI: RENCANA AKSI NASIONAL ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM (RAN-API) BASIS SUBSTANSI: RENCANA AKSI NASIONAL ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM (RAN-API) Jakarta, 4 Juli 2013 Kementerian PPN/Bappenas Outline I. Ketahanan (Resiliensi) terhadap Perubahan Iklim sebagai Dasar Pembangunan

Lebih terperinci

PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN

PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN OLEH : Arif Satria Fakultas Ekologi Manusia IPB Disampaikan padalokakarya MENGARUSUTAMAKAN ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DALAM AGENDA PEMBANGUNAN, 23 OKTOBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Kementerian PPN/Bappenas

Kementerian PPN/Bappenas + Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) Kementerian PPN/Bappenas Perubahan Iklim dan Dampaknya di Indonesia 2013 + OUTLINE 2 I. LATAR BELAKANG II. III. IV. HISTORI KONDISI IKLIM INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total panjang keseluruhan 95.181

Lebih terperinci

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR University of Hawaii at Manoa Institut Teknologi Bandung DAERAH PESISIR Perubahan Iklim dan Sistem Pesisir Menunjukkan Faktor Utama Perubahan Iklim

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan PEMANFAATAN DATA SIDIK DALAM PENETAPAN LOKASI DAN AKSI PRIORITAS ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Disampaikan pada Rapat Koordinasi ProKlim Manggala Wanabakti, 26 April

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul: Jenis Kegiatan: Mitigasi Berbasis Lahan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA 30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar populasi dunia bermukim dan menjalani kehidupannya di kawasan pesisir (Bird, 2008), termasuk Indonesia. Kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Makassar,

Lebih terperinci

1) Sumber Daya Air, 2) Pertanian dan Ketahanan Pangan, 3) Kesehatan Manusia, 4) Ekosistem daratan,

1) Sumber Daya Air, 2) Pertanian dan Ketahanan Pangan, 3) Kesehatan Manusia, 4) Ekosistem daratan, SUMBER DAYA AIR Perubahan iklim akibat pemanasan global bukan lagi dalam tataran wacana, namun secara nyata telah menjadi tantangan paling serius yang dihadapi dunia di abad 21. Pada dasarnya perubahan

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan. oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama gas karbondioksida (

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan. oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama gas karbondioksida ( BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama gas karbondioksida ( ) dan gas metana ( ), mengakibatkan

Lebih terperinci

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013 PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013 Apakah Erosi Tanah? Erosi tanah adalah proses geologis dimana partikel

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549.

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 163 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat enam terrain

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 2 TAHUN 2011 Tanggal : 4 Pebruari 2011 Tentang : Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

Mengapa Isu Adaptasi Perubahan Iklim (API) dan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Sangat Penting untuk Kita?

Mengapa Isu Adaptasi Perubahan Iklim (API) dan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Sangat Penting untuk Kita? APIK Maluku 1 Mengapa Isu Adaptasi Perubahan Iklim (API) dan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Sangat Penting untuk Kita? 2 Latar belakang Sebagian besar jumlah bencana yang terkait iklim dalam 7 tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cuaca dan Iklim Menurut Sarjani (2009), cuaca dan iklim merupakan akibat dari prosesproses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan udara pada saat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul : Jenis Kegiatan : Adaptasi dan Ketangguhan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Iklim merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan di bumi. Dimana Iklim secara langsung dapat mempengaruhi mahluk hidup baik manusia, tumbuhan dan hewan di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Perubahan Iklim Perubahan iklim dapat dikatakan sebagai sebuah perubahan pada sebuah keadaan iklim yang diidentifikasi menggunakan uji statistik dari rata-rata perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang banyak memberikan sumber kehidupan bagi rakyat Indonesia dan penting dalam pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : a. bahwa pantai merupakan garis pertemuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut Pasal

Lebih terperinci

Adaptasi Perikanan Tangkap terhadap Perubahan dan Variabilitas Iklim di Wilayah Pesisir Selatan Pulau Jawa Berbasis Kajian Risiko

Adaptasi Perikanan Tangkap terhadap Perubahan dan Variabilitas Iklim di Wilayah Pesisir Selatan Pulau Jawa Berbasis Kajian Risiko Adaptasi Perikanan Tangkap terhadap Perubahan dan Variabilitas Iklim di Wilayah Pesisir Selatan Pulau Jawa Berbasis Kajian Risiko Studi Kasus : Kabupaten Pangandaran 7-8 November 2016 Outline Adaptasi

Lebih terperinci

Penjelasan Teknis Penyusunan Naskah Konsep Bandar Lampung 2012

Penjelasan Teknis Penyusunan Naskah Konsep Bandar Lampung 2012 Penjelasan Teknis Penyusunan Naskah Konsep Bandar Lampung 2012 Supriyanto (MercyCorps), Erwin Nugraha (MercyCorps) Kamis, 9 Agustus 2012 di ruang rapat BAPPEDA Kota Bandar Lampung 1 1. Pendahuluan: skema

Lebih terperinci

RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TANJUNG JABUNG TIMUR

RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TANJUNG JABUNG TIMUR RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TANJUNG JABUNG TIMUR Arlius Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci

PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA

PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA Peringatan Hari Lingkungan Hidup Se-Dunia 5 Juni 2010 PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, baik tumbuhan maupun hewan. Sampai dengan

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.7/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2018 TENTANG PEDOMAN KAJIAN KERENTANAN, RISIKO, DAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MAKALAH PEMANASAN GLOBAL

MAKALAH PEMANASAN GLOBAL MAKALAH PEMANASAN GLOBAL Disusun Oleh : 1. MUSLIMIN 2. NURLAILA 3. NURSIA 4. SITTI NAIMAN AYU MULIANA AKSA 5. WAODE FAJRIANI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar belakang disusunnya makalah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai 81.000 km dan luas laut 3,1 juta

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

ANCAMAN & KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM BIDANG PERIKANAN BUDIDAYA

ANCAMAN & KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM BIDANG PERIKANAN BUDIDAYA ANCAMAN & KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM BIDANG PERIKANAN BUDIDAYA ANDI KURNIAWAN Pusat Studi Pesisir & Kelautan Universitas Brawijaya Workshop II - Kajian Kerentanan dan Risiko Iklim untuk Kota/Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan transisi ekosistem terestrial dan laut yang ditandai oleh gradien perubahan ekosistem yang tajam (Pariwono, 1992). Kawasan pantai merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara paling rentan di dunia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng benua Asia,

Lebih terperinci

Memperkuat Kapasitas Kelembagaan PemerintahDaerah untuk Mengintegrasikan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Rencana Pembangunan Daerah

Memperkuat Kapasitas Kelembagaan PemerintahDaerah untuk Mengintegrasikan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Rencana Pembangunan Daerah Memperkuat Kapasitas Kelembagaan PemerintahDaerah untuk Mengintegrasikan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Rencana Pembangunan Daerah Nazla Mariza, MA Media Fellowship ICCTF Jakarta, 24 Mei 2016 Pusat Transformasi

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul: Jenis Kegiatan: Mitigasi Berbasis Lahan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

bajo dan perubahan iklim/ dan mereka memanen rumput/

bajo dan perubahan iklim/ dan  mereka memanen rumput/ Kerangka Acuan Diskusi Regional Forum Kawasan Timur Indonesia Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim untuk Pulau pulau Kecil di Kawasan Timur Indonesia Lombok, 17 19 Oktober 2011 Latar Belakang Indonesia adalah

Lebih terperinci

5.1.1 Bencana Lainnya A. Bencana Angin Puting Beliung Berdasarkan data yang diperoleh terdapat kejadian bencana yang diakibatkan oleh bencana angin

5.1.1 Bencana Lainnya A. Bencana Angin Puting Beliung Berdasarkan data yang diperoleh terdapat kejadian bencana yang diakibatkan oleh bencana angin 81 82 5.1.1 Bencana Lainnya A. Bencana Angin Puting Beliung Berdasarkan data yang diperoleh terdapat kejadian bencana yang diakibatkan oleh bencana angin topan juga termasuk angin putting beliung. Angin

Lebih terperinci

MEMPERKUAT KAPASITAS PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM. Prof. Dr. Ir. Nelson Pomalingo, M.Pd Bupati Kabupaten Gorontalo

MEMPERKUAT KAPASITAS PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM. Prof. Dr. Ir. Nelson Pomalingo, M.Pd Bupati Kabupaten Gorontalo MEMPERKUAT KAPASITAS PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM Prof. Dr. Ir. Nelson Pomalingo, M.Pd Bupati Kabupaten Gorontalo ASPARAGA 10 Desa TOLANGOHULA 15 Desa MOOTILANGO PULUBALA 10 Desa

Lebih terperinci

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN. MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN Faisyal Rani 1 1 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Riau 1 Dosen

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pantai adalah suatu wilayah yang mengalami kontak langsung dengan aktivitas manusia dan kontak dengan fenomena alam terutama yang berasal dari laut. Fenomena

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor yang memiliki derajat pengaruh terbesar adalah faktor kerentanan fisik dan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0,5 0 C. Pola konsumsi energi dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0,5 0 C. Pola konsumsi energi dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Perubahan Iklim Peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0,5 0 C. Pola konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi seperti sekarang, maka diperkirakan pada tahun

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL Secara umum pemanasan global didefinisikan dengan meningkatkan suhu permukaan bumi oleh gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Meski suhu lokal berubah-ubah secara alami, dalam kurun

Lebih terperinci

PANDUAN PENCEGAHAN BENCANA ABRASI PANTAI

PANDUAN PENCEGAHAN BENCANA ABRASI PANTAI PANDUAN PENCEGAHAN BENCANA ABRASI PANTAI ( UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH ) JURUSAN PENDIDKAN GEOGRAFI SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013 OLEH: MUH. ISA RAMADHAN KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia

Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia Haneda Sri Mulyanto Bidang Mitigasi Perubahan Iklim Kementerian Negara Lingkungan Hidup Bogor, 16 Januari 2010 Keterkaitan antara Pembangunan dan Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim global merupakan salah satu issu lingkungan penting dunia dewasa ini, artinya tidak hanya dibicarakan di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Global warming merupakan isu lingkungan terbesar dalam kurun waktu terakhir. Jumlah polutan di bumi yang terus bertambah merupakan salah satu penyebab utama terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim atau Climate change adalah gejala naiknya suhu permukaan bumi akibat naiknya intensitas efek rumah kaca yang kemudian menyebabkan terjadinya pemanasan

Lebih terperinci