BAB I PENDAHULUAN. sejarah yang panjang. Diawali dengan Pada tahun 1595 Belanda. mengirimkan tim ekspedisi menuju Nusantara dengan pimpinan Cornelis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. sejarah yang panjang. Diawali dengan Pada tahun 1595 Belanda. mengirimkan tim ekspedisi menuju Nusantara dengan pimpinan Cornelis"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan antara Negara Indonesia dengan Belanda memiliki sejarah yang panjang. Diawali dengan Pada tahun 1595 Belanda mengirimkan tim ekspedisi menuju Nusantara dengan pimpinan Cornelis de Houtman 1 yang melakukan penjelajahan dan kemudian tiba di Banten pada tahun Cornelis de Houtman adalah seorang Belanda yang telah lama bekerja dengan Portugis, dimana Pelaut-pelaut Portugis saat itu sangat unggul dalam banyak hal. Satu tahun kemudian Cournelis mendarat di Banten dimana merupakan pelabuhan utama ketika itu. Pada tahun 1597 Cornelis de Houtman kembali ke Belanda dengan membawa banyak muatan yang berisi rempah-rempah mendorong para penjajah lainnya yang berasal dari Belanda untuk datang ke Indonesia. Kemudian penjajahan dilakukan oleh Perusahaan asal Belanda yang dikenal dengan VOC atau Verenigde Oostindische Compagnie 2 Berdiri pada 20 Maret 1602 atas usul Johan van Olderbarnevelt. Sebuah organisasi dagang yang kewenangannya sama dengan kewenangan sebuah Negara. VOC yang memulai hubungan dengan Indonesia dengan 1 Ensiklopedia Pelajar, Ensiklopedia Tematis Dunia Islam,

2 jalan perdagangan rempah-rempah yang secara lambat laun mulai memonopoli perdagangan di Indonesia ketika itu dan mulai menguasai wilayah Indonesia. Seluruh penguasa di Eropa, pedagang serta Raja- Raja membahas mengenai Negeri Selatan yang sangat kaya. Dengan terus melakukan monopoli terhadap perdagangan di wilayah Indonesia banyak dari Pemimpin suatu wilayah Indonesia yang ditaklukan oleh VOC yang kemudian dijadikan wilayah boneka oleh VOC. Selama hampir 200 tahun lamanya VOC terus melakukan praktek monopoli sehingga Indonesia berada dibawah pemerintah Belanda. Akan tetapi ke suksesan VOC dalam melakukan monopoli juga berdampak buruk bagi VOC sendiri, VOC mengalami kemunduran yang disebabkan oleh korupsi yang dilakukan oleh para anggota VOC sendiri dan ketidakmampuan VOC untuk bersaing dengan organisasi lainnya. Sehingga VOC mengalami krisis keuangan yang mengakibatkan dibubarkannya VOC pada 1799 Ternyata setelah dibubarkannya VOC penderitaan rakyat Indonesia tidak berhenti begitu saja, akan tetapi sebaliknya penderitaan rakyat Indonesia semakin buruk. kemudian Pemerintah Belanda memberlakukan sistem tanam paksa yang semakin memperburuk keadaan rakyat Indonesia 3. Hal tersebut terus berkelanjutan selama hampir ratusan tahun lamanya. Indonesia terus berada dibawah penjajahan Belanda, hingga pada 8 Desember 1947 yakni lebih tepatnya 3 Perkembangan Kolonialisme Barat dan pengaruhnya di Indonesia, hal 87 2

3 ketika terjadinya Agresi Militer Belanda I 4, telah terjadi pembantaian yang dilakukan oleh tentara Belanda kepada penduduk Indonesia yang bertempat tinggal di Rawagede, wilayah yang terletak di Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang yang berlokasi diantara Karawang dan Bekasi. Telah terjadi pembantaian yang terjadi sehari setelah ditanda tanganinya perjanjian Renville 5 memakan korban sebanyak penduduk Indonesia yang betempat tinggal di Rawagede. Dengan tujuan melakukan pembersihan terhadap TNI yang melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Belanda. Tokoh yang paling dicari saat itu adalah Kapten Lukas Kustario 7 yang merupakan Komandan Kompi Siliwangi dan juga menjadi Komandan Batalyon Tajimalela/Brigade II Divisi Siliwangi. Beliau berkali-kali berhasil menyerang patroli dan pos-pos militer Belanda. Dengan alasan bahwa rakyat Rawagede ketika itu telah ikut menyembunyikan pemberontak dan tidak bekerjasama dengan Tentara Belanda dalam menangkap pemberontak. Berbeda dengan anggapan rakyat Rawagede dimana mereka mengganggap Kapten Lukas Kustario 4 Sejarah Nasional Indonesia, hal Perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 diberi nama sesuai dengan nama dimana tempat perjanjian ditandatangani yaitu Kapal Perang Amerika USS Renville yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. 6 Diunduh pada tanggal 10/12/12, 7 Diunduh pada tanggal 11/11/11, The Jakarta Post 3

4 sebagai pahlawan rakyat, sehingga banyak dari penduduk Rawagede yang melindungi keberadaan Kapten Lukas Kustario dengan tidak memberitahukan keberadaannya kepada Tentara Belanda. Hal tersebut ternyata memancing emosi Pemimpin Tentara Belanda pada saat itu, dipimpin Mayor Alphons Wijnen, yang kemudian memberikan perintah kepada Tentara Belanda untuk menembak mati seluruh penduduk lakilaki dan membakar rumah-rumah warga 8. Ketika kejadian tersebut beberapa dari penduduk berhasil selamat namun mengalami luka dan cacat fisik akibat terkena tembakan dari Tentara Belanda. Setelah itu Tentara Belanda pergi meninggalkan Rawagede dikarenakan tidak berhasil menemukan atau mengetahui keberadaan dari Kapten Lukas Kustario. Para korban pembantaian ditinggalkan begitu saja. Membuat sungai menjadi sungai yang dialiri darah. Para wanita kemudian menguburkan dan menggali liat kubur untuk para korban lakilaki dengan peralatan seadaannya sehingga dalam beberapa hari bau anyir dari para korban masih tercium di wilayah Rawagede. Setelah 64 tahun lamanya kisah pembantaian yang keji dilakukan oleh Tentara Belanda terkubur begitu saja, tidak ada satupun yang memperdulikan akan nasib dan kelangsungan hidup dari para jandajanda korban pembantaian yang terjadi di Rawagede. Pemerintahpun seakan-akan tidak memperdulikan para janda korban Rawagede. 8 Diunduh pada tanggal 3/3/12, 4

5 Pemerintah hanya berdiam diri atas penderitaan yang dirasakan oleh para korban Rawagede yang selamat hingga saat ini. Pemerintah Indonesia hanya memberikan perhatian simbolik saja, seperti pembuatan monument Rawagede 9 dan Pemerintah menyalurkan masalah ini serta memberikan wewenang atas kasus Rawagede kepada Komisi Jasa Baik untuk Indonesia (Committee of Good Offices for Indonesia) 10 serta mendukung tindakan para korban dengan memberikan kritikan terhadap kejahatan yang telah dilakukan oleh Tentara Belanda yang disebut sebagai Delibrate and ruthless 11. Sejak terjadinya pembantaian hingga saat dimana para janda berinisiatif sendiri untuk meminta keadilaan atas kejahatan yang dilakukan oleh Tentara Belanda hingga ke pengadilan di Den Hag, Belanda. Pemerintah sendiri selaku Badan yang seharusnya melindungi hak rakyatnya 12, tidak berupaya untuk melakukan lobby atau perundingan dengan pemerintah Belanda atas tindakan yang dilakukan oleh Tentara Belanda di Rawagede ketika itu yang memakan korban 431 penduduk Indonesia. Hingga pada pertengahan tahun 2011 para janda korban pembantaian yang terjadi pada 9 Desember 1947 di Rawagede memiliki inisiatif 9 Diunduh pada tanggal 12/12/11, kontras--perhatian-ke-rawagede-hanya-simbolis 10 Pemerintah Indonesia tak mau mendukung secara terbuka upaya Komite Utang Kehormatan Belanda (Comite Nederlandse Ereschulden/KUKB) ataupun berkomentar terhadap keberhasilan gugatan para janda korban Rawagede terhadap Pemerintah Belanda. 11 Tindakan yang dilakukan secara sengaja dan kejam 12 Diunduh pada tanggal 10/10/11, Korban Rawagede: Presiden, Bantulah Kami, Vivanews.com 5

6 sendiri untuk meminta keadilan dan menuntut pihak Belanda untuk bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan pada korban Rawagede dan memberikan ganti rugi yang sepadan atas penderitaan yang dialami oleh para korban Rawagede. Sebenarnya para janda korban Rawagede sudah menuntut pihak Belanda sejak tahun 2008, akan tetapi tuntutan tersebut selalu kandas dan dinyatakan sudah kadaluwarsa oleh pengadilan Belanda. Dengan meminta dukungan kepada Pemerintah Indonesia melalui DPR, DPR memberikan dukungan walaupun secara tidak resmi. Hal tersebut cukup mengecewakan para janda korban pembantaian Rawagede, namun dengan tekad yang kuat akhirnya para korban terus maju untuk menuntut pihak Belanda atas kejahatan yang telah merugikan penduduk Rawagede hingga saat ini. Pada bulan September 2011 akhirnya Belanda menerima tuntutan dari para janda korban pembantaian Rawagede. Para janda yang didampingi oleh Liesbeth Zegveld 13 berusaha menuntut keadilan atas tindakan Pemerintah Belanda pada masa itu dan menuntut pihak Belanda agar dikenakan dakwaan kriminal atas pembantaian yang dilakukan di Rawagede. Namun tuntutan yang diajukan oleh para janda korban pembantaian Rawagede tidak diterima begitu saja oleh pihak Belanda. 13 Liesbeth Zegveld, seorang pengacara dan guru besar Hukum Humaniter Internasional serta pengagas Yayasan Belanda Nuhanovic Foundation. Perempuan asal Belanda yang menjadi pengacara sukarela bagi janda korban Rawagede, Guru Besar Hukum Humaniter Internasional dan pendiri Yayasan Belanda Nuhanovic Foundation 6

7 Pihak Belanda kemudian membentuk tim investigasi untuk kasus ini Rawagede, tim yang digunakan untuk meneliti kasus-kasus penyimpangan yang dilakukan oleh Tentara Belanda pada tahun 1945 hingga Kemudian hasil dari investigasi yang dilakukan oleh Tim Kepolisian Belanda untuk kasus Rawagede dituangkan kedalam buku De Excessennota dimana didalam buku tersebut dituliskan bahwasanya korban yang terbunuh di Rawagede ketika itu adalah 150 orang, namun para janda korban perbantaian yang ketika itu menjadi saksi mata mengatakan bahwa jumlah korban tersebut salah dan yang benar adalah 431 orang sesuai dengan angka yang tertulis pada batu peringatan yang terdapat di Rawagede. Hal tersebut kemudian menjadi perdebatan dikalangan para sejarawan Belanda karena para sejarawan menemukan bukti yang berbeda dengan yang tertulis di buku De Excessennota 14. Kurangnya peran Pemerintah Indonesia dalam mencari keadilan dari kasus pembantaian yang terjadi di Rawagede pada tahun 1947 sangatlah memprihatinkan, dimana suatu Negara seharusnya melindungi hak hidup para penduduk sipil. Menurut ahli sejarah kejahatan perang, Stef 14 Dokumen atau nota yang berisi penelitian tentang tindakan yang dilakukan oleh militer Belanda pada tahun yang terjadi di Indonesia 7

8 Scagliola, Pemerintah Indonesia tak pernah mengutik-utik kejahatan perang Belanda guna menutupi kejahatan di negeri sendiri 15. Dimana tindakan yang dilakukan oleh Tentara Belanda ketika itu sangatlah salah dan termasuk pelanggaran keras yang dilakukan oleh pihak militer kepada rakyat sipil dan hal tersebut haruslah diberi sanksi yang keras agar tidak terulang kembali kepada Negara lainnya kelak. Tetapi hal tersebut berbanding terbalik dengan tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yang hanya berdiam diri dan hanya sekedar memantau apa yang dilakukan oleh para janda korban Rawagede tanpa sedikitpun memberikan kemudahan bagi para korban 16, sungguh memprihatinkan dimana Pemerintah Indonesia hanya dapat memberikan peringatan berupa kritikan kepada Pemerintah Belanda atas pembantaian yang terjadi ketika itu dikarenakan ketakutan pemerintah Indonesia atas kejahatan HAM dalam negeri yang dikhawatirkan akan dibuka oleh pihak Belanda apabila pemerintah Indonesia terlalu ikut campur dalam masalah HAM dan hingga saat ini pihak pemerintah Indonesia tidak memberikan bantuan materil maupun non materil kepada para janda korban Rawagede, sehingga para janda korban Rawagede harus mencari 15 Dikutip dari hatan.belanda (2011,09,22) 16 Tidak adanya bantuan secara resmi dari pemerintahan Indonesia, tak sekalipun parlemen Indonesia membahas mengenai pembantaian Rawagede, dikutip dari 8

9 keadilan sendiri hingga ke pengadilan di Den Hag, Belanda guna melanjutkan hidup. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut; Mengapa Pemerintah Indonesia kurang berperan dalam menuntut pertanggung jawaban Belanda atas perlakuannya terhadap penduduk Rawagede yang terjadi pada 1947? Kerangka Pemikiran/Teori yang digunakan a) Teori Hukum Humaniter Internasional Dalam teori ini terkandung instrument kebijakan yang dapat dijadikan pedoman yang dapat digunakan oleh semua aktor Internasional untuk mengatasi isu Internasional berkaitan dengan kerugian dan korban perang. Memuat aturan-aturan tentang perlindungan korban perang 17 yang landasan utamanya ialah konvensi-konvnsi janewa (The Geneva Convention). 17 Hukum Humaniter Internasioanl dalam studi Hubungan Internasional, Hal

10 Menurut Jean Pictet 18, yang menulis buku tentang The Principle of International Humanitarian Law. Dalam buku tersebut, Pictet membagi Hukum Humaniter menjadi dua golongan besar, yaitu : 1. Hukum Perang, yang dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu : The Hague Laws, atau hukum yang mengatur tentang alat dan cara berperang, dan The Geneva Laws, atau hukum yang mengatur tentang perlindungan para korban perang. Kemudian Pictet memberikan definisi Hukum Humaniter sebagai berikut: International Humanitarian Law, in the wide sense, is constituted by all the international legal provisions, whether written or customary, ensuring respect for individual and his well being. Yang dapat diartikan sebagai Hukum Perikemanusian itu memiliki arti yang luas, akan tetapi didasari oleh semua ketentuan Hukum Internasional, baik tertulis maupun tidak tertulis, dimana hal tersebut menjamin penghormatan atas diri individu dan untuk kebaikan individu. Pictet menggunakan istilah hukum perang dalam dua pengertian, yaitu hukum perang dalam yang sebenarnya (the laws of war properly socalled), yaitu hukum den Haag; dan hukum humaniter dalam pengertian 18 Definisi Hukum Humaniter Internasional 10

11 yang sebenarnya (humanitarian law properly so-called), yaitu hukum Jenewa. Konvensi Jenewa disepakati pada 12 Agustus 1949 di Jenewa, Swiss. Merupakan hasil dari sebuah proses yang berkembang melalui sejumlah tahap dalam kurun waktu , yaitu proses yang berfokus melindungi orang sipil dan orang-orang yang tidak dapat bertempur lagi dalam konflik bersenjata. Sebagai akibat Perang Dunia II, keempat konvensi tersebut semuanya direvisi berdasarkan revisi yang pernah dilakukan sebelumnya dan juga berdasarkan sejumlah ketentuan dari Konvensi-konvensi Den Haag 1907, dan kemudian diadopsi ulang oleh masyarakat internasional pada tahun Keempat Konvensi Jenewa adalah: 1. Konvensi Jenewa Pertama, mengenai Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata yang Terluka dan Sakit di Darat (diadopsi untuk pertama kali pada tahun 1864 dan direvisi terakhir kali pada tahun 1949) 2. Konvensi Jenewa Kedua, mengenai Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Bersenjata yang Terluka, Sakit, dan Karam di Laut (diadopsi untuk pertama kali pada tahun 1949, sebagai pengganti Konvensi Den Haag X 1907) 19 Diunduh pada tanggal 27 Agustus 2012, WIB 11

12 3. Konvensi Jenewa Ketiga, mengenai Perlakuan Tawanan Perang [diadopsi untuk pertama kali pada tahun 1929 dan direvisi terakhir kali pada tahun 1949] 4. Konvensi Jenewa Keempat, mengenai Perlindungan Orang Sipil di Masa Perang (diadopsi untuk pertama kali pada tahun 1949, berdasarkan bagian-bagian tertentu dari Konvensi Den Haag IV 1907) Aturan-aturan dasar HHI Orang yang tidak ikut berperang dan orang yang tidak ambil bagian dalam permusuhan dilindungi dan diperlakukan secara manusiawi. 2. Membunuh atau mencederai musuh yang menyerah atau yang tidak ikut berperang adalah dilarang. 3. Korban luka dan korban sakit dirawat dan dilindungi oleh peserta konflik yang menguasai mereka. Lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah harus dihormati sebagai tanda perlindungan. 4. Tentara dan orang sipil yang tertangkap harus dilindungi terhadap tindakan kekerasan dan pembalasan. Mereka berhak untuk berkorespondensi dengan keluarga dan menerima bantuan kemanusiaan. 20 Ibid, Hal

13 5. Tak seorang pun boleh dikenai penyiksaan, hukuman badan, ataupun perlakuan yang kejam atau merendahkan martabat. 6. Pihak peserta konflik dan anggota angkatan bersenjatanya tidak mempunyai pilihan yang tidak terbatas menyangkut cara dan sarana berperang. 7. Pihak peserta konflik harus membedakan antara penduduk sipil dan Tentara. Penyerangan diarahkan hanya terhadap sasaran militer 21. Warga sipil yang dilindungi HARUS; 1) Diperlakukan secara manusiawi setiap saat dan dilindungi terhadap tindakan atau ancaman kekerasan, penghinaan dan keingintahuan publik. 2) Berhak untuk dihormati, hak keluarga, keyakinan dan praktek keagamaan, dan tingkah laku mereka dan adat istiadat. 3) Khusus dilindungi, misalnya di zona keselamatan, jika luka, sakit, tua, anak di bawah 15, ibu hamil atau ibu dari anak di bawah 7. 4) Keluarga harus ditempatkan bersama-sama dan disediakan fasilitas untuk melanjutkan kehidupan keluarga secara normal. 21 Catatan; Setelah konflik berakhir, orang yang telah melakukan pelanggaran apapun atas Hukum Perang, terutama kekejaman, boleh dimintai pertanggungjawaban individual atas kejahatan perang melalui proses hukum. 13

14 Warga sipil terluka atau sakit, rumah sakit sipil dan staf, dan transportasi rumah sakit darat, laut atau udara harus dihormati khusus dan dapat ditempatkan di bawah perlindungan lambang salib/ bulan sabit merah 22. Warga Sipil Dilindungi Dilarang; 1) Diskriminasi karena alasan ras, agama atau politik. Dilarang untuk paksa memberikan informasi. 2) Digunakan untuk melindungi operasi militer atau membuat area kebal dari operasi militer. 3) Dihukum untuk kesalahan yang tidak dilakukan. 4) Perempuan dilarang keras untuk diserang, diperkosa, atau dipaksa menjadi pelacur 23. Jadi berdasarkan poin-poin diatas Belanda telah melanggar Konvensi Jenewa 24, karena Belanda telah melakukan tindakan pembantaian yang mengakibatkan penderitaan dan kerugian bagi para korban pembantaian dimana para korban merasa dirugikan dengan terputusnya ekonomi. Seharusnya Pemerintah Indonesia turut andil dan proaktif dalam membantu para korban pembantaian yang menuntut pihak Belanda untuk 22 International Committee of the Red Cross (ICRC) sebuah komite yang berpusat di Jenewa, Swiss. 23 Sumber; Third Geneva Convetion(POW), Konvensi Jenewa Keempat (Fourth Geneva Convention), mengenai Perlindungan Orang Sipil di Masa Perang, 1949, United States Government Printing Office Washington:

15 memberikan hak-hak para warga sipil yang dulu telah direnggut secara paksa oleh pihak Belanda dimana seharusnya warga sipil dilindungi. b) Teori Kedaulatan Istilah kedaulatan atau sovereignity berasal dari kata latin yaitu superanus yang sinonimnya kata supernius atau hiperbus atau superus yang berarti titik yang tertinggi. Jadi Savereignity diartikan sebagai kekuasaan yang tertinggi 25. Dari sejarah kelahiran, perkembangan maupun pelaksanaan diberbagai Negara, konsep Negara Hukum sangat dipengaruhi dan bahkan tidak dapat dipisahkan dari asas kedaulatan rakyat, asas demokasi serta asas konstitusional, karena hukum yang bersumber dari rakyat, untuk rakyat, dan dibuat oleh rakyat melalui wakilnya yang dipilih secara konstitusional. Terdapat beberapa elemen yang penting sebagai syarat mutlak Negara Hukum, yaitu 26 : Asas pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia Asas legalitas Asas pembagian kekuasaan Negara Asas peradilan bebas dan tidak memihak 25 Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bahder Johan Nasution, hal Ibid, hal

16 Asas kedaulatan rakyat Asas demokrasi Asas konstitusional Dalam teori diatas ditekankan bahwa suatu Negara hukum 27 memiliki syarat mutlak untuk memberikan jaminan dan perlindungan serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia. Pemerintah harus menjamin bahwa ditengah masyarakat terdapat instrumen penegak hukum guna melindungi masyarakat. Hipotesa Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas dengan menggunakan kerangka konseptual maka dapat ditarik suatu hipotesa atau jawaban sementara sebagai berikut; Lemahnya peranan Pemerintah Republik Indonesia dalam penyelesaian kasus pembantaian penduduk di Rawagede karena tidak adanya keharusan bagi pemerintah Indonesia untuk mendampingi para korban Rawagede, tidak adanya suatu undang-undang yang menyatakan bahwasanya pemerintah Indonesia harus 27 Tertulis pada pasal 1 ayat (3) UUD tahun 1945 dikatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum tidak atas kekuasaan belaka. 16

17 mendampingi para korban selama proses penuntutan hal tersebut yang mengesankan lemahnya peranan Pemerintah Indonesia serta ketika terjadinya pembantaian Indonesia belum merdeka sepenuhnya secara hukum dari Belanda. Hal ini disebabkan karena Belanda belum mengakui kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus 1945 sehingga ketika itu Rawagede masih dianggap sebagai salah satu wilayah dari kerajaan Belanda. Kerajaan Belanda baru memberikan kemerdekaan pada Indonesia pada KMB 29 Desember 1949 dengan perjanjian tidak akan mempersoalkan berbagai kasus kejahatan perang yang terjadi sebelumnya. Tujuan penelitian 1) Ingin menggunakan dan mengaplikasikan Ilmu yang telah didapatkan selama mengenyam pendidikan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta jurusan Hubungan Internasional dalam bentuk suatu karya ilmiah yang sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajari. 2) Tujuan dari diangkatnya masalah diatas adalah dengan maksud ingin mengetahui peran dari Pemerintah Indonesia terhadap korban 17

18 Rawagede yang selamat dari pembantaian yang terjadi pada 8 Desember 1947, 3) Untuk mengetahui alasan dibalik lemahnya peranan pemerintah Indonesia dalam menuntut pihak Belanda atas kasus Rawagede. Metode Pengumpulan Data Dalam penulisan ini penulis mencoba menganalisa permasalahan dengan menerapkan studi pustaka dan berbagai sumber yang ada seperti buku-buku, referensi, surat kabar, majalah, internet, dan berbagai pendukung lainnya. Jangkauan Penelitian Untuk memberikan jangkauan yang jelas dalam penulisan ini, maka penulis memberikan batasan yang diawali dengan ditanda tanganinya perjanjian Renville pada 17 Januari 1948 sampai dengan 2011, dimana selama 64 tahun kasus ini pernah dilupakan. Hingga tuntutan para korban Rawagede tersebut diterima oleh pihak Belanda dan pihak Belanda dinyatakan bersalah pada Desember

19 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 4 bab dengan berbagai subtopik pembahasan, sebagai berikut; BAB I akan berbicara alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan teoritik, hipotesa, metodologi penelitian, jangkauan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II akan berbicara Pemerintah Belanda khususnya sejarah Hubungan Pemerintahan dengan Indonesia, dan Pemerintah Belanda dalam kasus Rawagede. BAB III akan berbicara Pemerintah Indonesia khususnya Sejarah Hubungan Luar Negeri Pemerintahan Indonesia, Peran dan Posisi Pemerintah Indonesia dalam kasus Rawagede serta alasan atau penyebab lemahnya peranan pemerintah Indonesia dalam menuntut tanggung jawab pihak Belanda atas kasus pembantaian yang terjadi di Rawagede. BAB IV Penutup / Kesimpulan, berisi ringkasan singkat tentang penelitian yang disusun oleh penulis dari seluruh halhal yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya. 19

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den Haag pada tanggal 18 Mei-29 Juli 1899. Konvensi Den Haag merupakan peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859.

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palang Merah terbentuk dari situasi sulit di dunia seperti peperangan dan bencana alam. Awal mula terbentuknya Palang Merah yaitu pada abad ke-19, atas prakarsa seorang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..? PERLINDUNGAN KOMBATAN Pasal 1 HR Kombatan..? Distinction principle Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Dipimpin seorang yang bertanggungjawab atas bawahannya Mempunyai lambang yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Inti dari

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagi berikut. 1. Pandangan Hukum Humaniter Internasional

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

Sumber Hk.

Sumber Hk. Sumber Hk 2 Protokol Tambahan 1977 ( PT 1977 ) : merupakan tambahan dan pelengkap atas 4 Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 ( KJ 1949 ) PT I/1977 berkaitan dengan perlindungan korban sengketa bersenjata internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 4) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Perangkat Ratifikasi International Committee of the Red Cross 19 Avenue de la Paix, 1202 Geneva, Switzerland T +41 22 734 6001 F+41 22 733 2057 www.icrc.org KETAATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang sebelumnya dijajah oleh Jepang selama 3,5 tahun berhasil mendapatkan kemerdekaannya setelah di bacakannya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI Seri Advokasi kebijakan # Perlindungan Saksi RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jalan siaga II No 31 Pejaten

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang diucapkan oleh Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan tonggak sejarah berdirinya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia di Desa Panggungrejo sebagai berikut: 1. Perlawanan Terhadap Belanda Di Lampung ( )

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia di Desa Panggungrejo sebagai berikut: 1. Perlawanan Terhadap Belanda Di Lampung ( ) 58 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan maka, dapat disimpulkan bahwa Proses Perjuangan Lettu CPM Suratno dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia di Desa Panggungrejo

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. telah menjadi bangsa yang merdeka dan terbebas dari penjajahan. Namun pada. khususnya Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia.

I. PENDAHULUAN. telah menjadi bangsa yang merdeka dan terbebas dari penjajahan. Namun pada. khususnya Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan pada tanggal 17 agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No.56, hal ini merupakan bukti bahwa Indonesia telah menjadi

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005 HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN KEJAHATAN PERANG Dipresentasikan oleh : Fadillah Agus Disampaikan dalam Training, Training Hukum HAM bagi Dosen Pengajar Hukum dan HAM di Fakultas Hukum pada Perguruan

Lebih terperinci

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Belanda meneruskan serangan ke daerah-daerah yang belum berhasil dikuasai

BAB V PENUTUP. Belanda meneruskan serangan ke daerah-daerah yang belum berhasil dikuasai BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah berhasil menduduki Yogyakarta sebagai awal agresi II, Belanda meneruskan serangan ke daerah-daerah yang belum berhasil dikuasai dengan Agresi-nya yang pertama termasuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan. Aceh banyak menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oleh karena itu, Belanda

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu tentang Pertahanan dan Keamanan, Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.68, 2013 HUKUM. Keimigrasian. Administrasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya.

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya. BAB V KESIMPULAN Keadaan umum Kebumen pada masa kemerdekaan tidak jauh berbeda dengan wilayah lain di Indonesia. Konflik atau pertempuran yang terjadi selama masa Perang Kemerdekaan, terjadi juga di Kebumen.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah peristiwa yang terjadi begitu saja. Peristiwa tersebut adalah sebuah akumulasi sebuah perjuangan

Lebih terperinci

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh Ayu Krishna Putri Paramita I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Bagian Hukum Internasional Fakultas

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10 13 Oktober 2011 MAKALAH Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

Lebih terperinci

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

perkebunan kelapa sawit di Indonesia Problem HAM perkebunan kelapa sawit di Indonesia Disampaikan oleh : Abdul Haris Semendawai, SH, LL.M Dalam Workshop : Penyusunan Manual Investigasi Sawit Diselenggaran oleh : Sawit Watch 18 Desember 2004,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan 1 UU 7/1950, PERUBAHAN KONSTITUSI SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT MENJADI UNDANG UNDANG DASAR SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:7 TAHUN 1950 (7/1950) Tanggal:15 AGUSTUS

Lebih terperinci

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 : Bab I PENDAHULUAN 1.1. Istilah dan Pengertian Hukum Humaniter Istilah hukum humaniter atau lengkapnya disebut international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVlNSl KALIMANTAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVlNSl KALIMANTAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVlNSl KALIMANTAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERISTIWA MANDOR SEBAGAI HARI BERKABUNG DAERAH DAN MAKAM JUANG MANDOR SEBAGAI MONUMEN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI Tindak pidana desersi merupakan tindak pidana militer yang paling banyak dilakukan oleh anggota TNI, padahal anggota TNI sudah mengetahui mengenai

Lebih terperinci

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS Di dunia ini Laki-laki dan perempuan memiliki peran dan status sosial yang berbeda dalam masyarakat mereka, dan Komisi diharuskan untuk memahami bagaimana hal ini berpengaruh

Lebih terperinci

Lambang Kerajaan Belanda BERITA NEGARA No September Penerbitan resmi dari Kerajaan Belanda sejak tahun 1814

Lambang Kerajaan Belanda BERITA NEGARA No September Penerbitan resmi dari Kerajaan Belanda sejak tahun 1814 Terjemahan tidak resmi Lambang Kerajaan Belanda BERITA NEGARA No. 25383 10 September 2013 Penerbitan resmi dari Kerajaan Belanda sejak tahun 1814 Pengumuman dari Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terjadinya peristiwa bersejarah 10 November 1945 yang dikenal dengan Hari Pahlawan. Pertempuran tiga pekan yang terjadi

Lebih terperinci

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN 1945-1949 K E L O M P O K 1 A Z I Z A T U L M A R A T I ( 1 4 1 4 4 6 0 0 2 0 0 ) D E V I A N A S E T Y A N I N G S I H ( 1 4 1 4 4 6 0 0 2 1 2 ) N U R U L F I T R I A

Lebih terperinci

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN.

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN. Modul ke: MATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN MODUL 2 NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN SUMBER : BUKU ETIKA BERWARGANEGARA, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI. ( DITERBITKAN OLEH UMB GRAHA ILMU ) Fakultas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN JALAN BINTARO UTAMA SEKTOR V, BINTARO JAYA - TANGERANG SELATAN 15222 TELEPON (021) 7361654-58

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

Nota Kesepahaman. antara Pemerintah Republik Indonesia Dan. Gerakan Aceh Merdeka

Nota Kesepahaman. antara Pemerintah Republik Indonesia Dan. Gerakan Aceh Merdeka Lampiran Terjemahan resmi ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Gerakan Aceh Merdeka Pemerintah Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te No.1133, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penggunaan Senjata Api Dinas. Ditjen Bea dan Cukai. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG PENGGUNAAN SENJATA

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci