ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENINGKATAN JUMLAH GIZI BURUK ANAK BALITA DI KABUPATEN MADIUN
|
|
- Ratna Susanti Rachman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENINGKATAN JUMLAH GIZI BURUK ANAK BALITA DI KABUPATEN MADIUN Sudaryani 1*, Sri Purwati 1, Atni Supratiwi 1, Muncul Wiyana 1 1. Program D3 Akademi Keperawatan Dr. Soedono Madiun, Jawa Timur 63117, Indonesia Abstrak * sudaryanimajida@yahoo.com Penelitian ini menggunakan rancangan case control, yaitu peneliti berupaya mencari hubungan antara variabel yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospective. Dalam penelitian ini variabel efek (anak balita yang mengalami gizi buruk dan gizi baik), diidentifikasi pada saat sekarang, sedangkan faktor resiko (faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk pada anak balita) diidentifikasi sekarang berdasar kejadian pada masa lalu. Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa asupan gizi yang kurang pada anak balita di Kabupaten Madiun berpengaruh sebesar 7 kali mengalami gizi buruk. Penyakit (frekuensi sakit yang sering) pada anak balita di Kabupaten Madiun berpengaruh sebesar 47 kali mengalami gizi buruk. Anak balita dari keluarga yang kurang memiliki ketersediaan pangan di Kabupaten Madiun berisiko sebesar 11 kali mengalami gizi buruk dibanding keluarga yang memiliki ketersediaan pangan yang baik. Pendahuluan Hasil Susenas menunjukkan adanya peningkatan prevalensi balita gizi buruk dari 8,0% pada tahun 2002 menjadi 8,3% pada tahun 2003 dan menjadi 8,8% pada tahun Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan RI melaporkan adanya penurunan prevalensi gizi buruk menjadi 5,4% pada tahun 2007 dan gizi kurang sebesar 13,0% (Depkes RI, 2008). Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur melaporkan prevalensi gizi buruk di Jawa Timur pada tahun 2009 sekitar 2,7%. Di Kabupaten Madiun angka gizi buruk masih relatif rendah jika dibandingkan dengan prevalensi nasional maupun Jawa Timur, tetapi prevalensi ini mengalami peningkatan dalam 4 tahun terakhir. Tahun 2006 prevalensi gizi buruk sebesar 0,63%, tahun 2007 sebesar 0,59%, tahun 2008 sebesar 0,9%, tahun 2009 mencapai 1,05% atau sebesar 335 kasus. Kasus ini tersebar di seluruh wilayah kecamatan dan terbanyak di Kecamatan Pilangkenceng, Wungu, Kebonsari, Balerejo, dan Saradan (Dinkes Kabupaten Madiun, 2008 ; 2009).
2 Gizi buruk merupakan kejadian kronis dan bukan tiba-tiba. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Apabila keadaan ini disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor (Depkes RI, 2005). Kondisi ini akan menimbulkan dampak terhadap pertumbuhan anak secara keseluruhan dan berdampak pula pada perkembangannya. Khumaidi (1994) menjelaskan masalah sosial yang mendasari terjadinya gizi buruk adalah; masalah kemiskinan, ketidakstabilan kondisi keluarga, kurangnya pengetahuan dan ketrampilan di bidang memasak, kurang keragaman bahan dan jenis masakan yang menyebabkan kebosanan serta pengadaan dan distribusi pangan antar anggota keluarga yang tidak merata. Dengan demikian masalah gizi merupakan sindroma kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Upaya serupa juga telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Madiun dengan melibatkan berbagai sektor yang terkait, termasuk bantuan pangan bagi keluarga miskin untuk menghindarkan masyarakat dari ancaman kelaparan. Namun semua upaya tersebut nampaknya belum juga dapat mengatasi masalah gizi buruk dan prevalensi gizi buruk meningkat pada tahun Berdasar fenomena di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan jumlah gizi buruk anak balita di Kabupaten Madiun. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi upaya penanggulangan gizi buruk melalui upaya pencarian faktor yang menyebabkan terjadinya gizi buruk. Metode Penelitian ini menggunakan rancangan case control, yaitu peneliti berupaya mencari hubungan antara variabel yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospective. Variabel efek diidentifikasi saat ini, kemudian faktor resiko diidentifikasi dan merupakan kejadian pada masa lalu (Notoatmojo, 2005). Dalam penelitian ini variabel efek (anak balita yang mengalami gizi buruk dan gizi baik), diidentifikasi pada saat sekarang, sedangkan faktor resiko (faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk pada anak balita) diidentifikasi sekarang berdasar kejadian pada masa lalu. Pengambilan sampel pada penelitian ini diperoleh dengan menentukan 5 kecamatan sebagai klaster dan anak balita yang mengalami gizi buruk di kecamatan tersebut sebagai unit elementer dengan menggunakan cara pengambilan sampel acak sederhana. Sehingga besar
3 sampel tiap-tiap kecamatan adalah 55 : 5 yaitu 11 anak balita yang mengalami gizi buruk, dan 11 anak balita yang bergizi baik sebagai kelompok pembanding. Peneliti mendatangi rumah responden untuk pengambilan data. Sebelum pengambilan data, peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian dan meminta kesediaan calon responden untuk ikut serta dalam penelitian. Jika bersedia, pasien diminta menandatangani surat persetujuan penelitian. Peneliti menanyakan karakteristik responden dan faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk sesuai dengan daftar pertanyaan yang telah disusun. Responden menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Pengambilan data gizi buruk dilakukan dengan cara mengukur tinggi/ panjang badan dan berat badan anak menggunakan timbangan dacin dan alat pengukur tinggi badan/ microtoice,. Hasil Pengaruh Asupan Gizi Terhadap Gizi Buruk Anak Balita Asupan gizi balita gizi buruk 76,37 % kurang dan balita gizi baik 72,73 % baik. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh asupan gizi terhadap gizi buruk anak balita dengan nilai p = 0,000 < α (0,05). Pengaruh Frekuensi Sakit Terhadap Gizi Buruk Anak Balita Frekuensi sakit pada balita gizi buruk 85,5% sering sakit dan pada gizi baik 89,1% jarang sakit. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh frekuensi sakit sejak lahir terhadap gizi buruk anak balita dengan nilai p = 0,000 < α (0,05). Pengaruh Ketersediaan Pangan Tingkat Rumah Tangga Terhadap Gizi Buruk Anak Balita Ketersediaan pangan tingkat rumah tangga pada balita gizi buruk 60,0 % kurang, sedangkan pada balita gizi baik 56,36 % tahan. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh ketersediaan pangan tingkat rumah tangga terhadap gizi buruk anak balita dengan nilai p = 0,000 < α (0,05). Pengaruh Ketersediaan Pelayanan Kesehatan Terhadap Gizi Buruk Anak Balita Ketersediaan pelayanan kesehatan balita gizi buruk 96,4% baik dan balita gizi baik 100% baik. Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya pengaruh ketersediaan pelayanan kesehatan terhadap gizi buruk anak balita dengan nilai p = 0,999 > α (0,05).
4 Pengaruh Perilaku dan Budaya Pengasuhan Anak Terhadap Gizi Buruk Anak Balita Perilaku dan budaya pengasuhan anak balita gizi buruk 52,8% cukup dan pada anak balita gizi baik 85,5% baik. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh perilaku dalam pengasuhan anak terhadap gizi buruk anak balita dengan nilai p = 0,000 < α (0,05). Pengaruh Pendidikan Ibu Terhadap Gizi Buruk Anak Balita Pendidikan ibu anak balita gizi buruk 51,0% SD, dan ibu anak balita gizi baik 36,4% SD. Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya pengaruh pendidikan ibu terhadap gizi buruk anak balita dengan nilai p = 0,157 < α (0,05). Pengaruh Kemiskinan Terhadap Gizi Buruk Anak Balita Anak balita gizi buruk 60% tergolong miskin dan anak balita gizi baik 94,5% tergolong tidak miskin. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh kemiskinan terhadap gizi buruk anak balita dengan nilai p = 0,000 < α (0,05). Analisis Asupan Gizi dan Frekuensi Sakit Terhadap Gizi Buruk Asupan gizi anak balita yang kurang berisiko 7 kali menyebabkan gizi buruk dengan nilai Exp (B) = 6,794. Anak balita yang sering sakit berisiko 47 kali menyebabkan gizi buruk dengan nilai Exp (B) = 47,048. Analisis Ketersediaan Pangan Tingkat Rumah Tangga, Perilaku dan Budaya Pengasuhan Anak dan Ketersediaan Pelayanan Kesehatan Terhadap Gizi Buruk Anak Balita Anak balita dari keluarga yang kurang tahan pangan berisiko 11 kali mengalami gizi buruk dibanding keluarga tahan pangan dengan nilai Exp (B) = 10,677. Anak balita dari keluarga yang tidak tahan pangan berisiko 81 kali mengalami gizi buruk dibanding keluarga yang tahan pangan dengan nilai Exp (B) = 80,932 Perilaku dan budaya pengasuhan anak yang cukup baik berisiko 5 kali untuk terjadinya gizi buruk dibanding perilaku dan budaya pengasuhan anak yang baik dengan nilai Exp (B) = 5,236. Pembahasan Asupan gizi anak balita menunjukkan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh anak balita. Gizi pada anak balita digunakan sebagai sumber energi untuk beraktifitas dan melakukan pertumbuhan. Hasil penelitian di Kabupaten Madiun menunjukkan bahwa asupan gizi anak balita bergizi buruk 76,37% kurang, sedangkan asupan gizi anak balita bergizi baik 72,73 % baik. Hasil analisis multivariat menunjukkan asupan gizi yang kurang
5 berisiko 7 kali menyebabkan gizi buruk anak balita. Hal ini berarti anak-anak balita yang kurang mendapatkan asupan gizi dapat mengalami kondisi gizi buruk. Asupan gizi yang adekuat adalah asupan gizi yang memenuhi unsur-unsur dari enam kelompok makanan, yaitu dari kelompok nasi/ sereal, sayuran, buah, susu/keju, protein dan lemak. Keenam kelompok makanan ini harus diberikan secara seimbang, sehingga anak dapat memenuhi kebutuhan gizinya untuk beraktifitas, pertumbuhan dan mencegah penyakit infeksi. Hasil penelitian di Kabupaten Madiun menunjukkan ada 66,4% anak kurang mendapat asupan dari kelompok nasi, sebasar 52,7% kurang mendapat asupan dari kelompok sayur, sebesar 83,6% kurang mendapat asupan dari kelompok buah, 83,6% kurang mendapat asupan dari kelompok susu, 26,4% kurang mendapat asupan dari kelompok protein. Hal ini menunjukkan banyak anak yang kurang mendapatkan asupan gizi seimbang sehingga berpengaruh terhadap status gizinya. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh asupan gizi terhadap gizi buruk anak balita dengan nilai p = 0,000 < α (0,005). Asupan gizi yang kurang pada anak balita memberikan dampak kurang terpenuhinya kebutuhan zat gizi di dalam tubuh dan tidak adanya zat gizi yang disimpan sebagai cadangan makanan. Hal ini menyebabkan sel mengambil cadangan makanan untuk melakukan metabolisme. Tubuh anak banyak kehilangan cadangan makanan dari lemak bawah kulit, sehingga akan terlihat semakin kurus dan keriput (marasmus). Apabila kondisi berlanjut maka cadangan protein dalam otot juga akan digunakan sebagai energi. Hal ini berakibat semakin menurunnya kadar protein di dalam darah yang menyebabkan bengkak pada seluruh tubuh (marasmus). Pengaruh Faktor Penyakit Infeksi Terhadap Gizi Buruk Anak Balita Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab gangguan gizi pada anak balita. Hasil penelitian menunjukkan anak balita gizi buruk 85,5% sering mengalami sakit sejak lahir, dan anak balita yang sering sakit hanya 10,9 %. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh frekuensi sakit terhadap gizi buruk anak balita dengan nilai p = 0,000 < dari α (0,005). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa seringnya sakit pada anak balita memberikan kontribusi yang besar terhadap terjadinya gizi buruk di Kabupaten Madiun. Hasil analisis Multivariat menunjukkan sering sakit berisiko 47 kali menyebabkan gizi buruk. Hal ini berarti anak balita yang mulai lahir sampai sekarang sering sakit memiliki risiko yang besar untuk mengalami gizi buruk.
6 Penyakit yang diderita dan seringnya anak sakit merupakan penyebab terpenting kedua dari masalah gizi buruk, terutama di negara terbelakang dan berkembang seperti Indonesia. Triningsih (2007) menjelaskan bahwa penyakit dan gizi buruk merupakan dua kondisi yang saling berkaitan dan memperberat. Anak yang sering berpenyakit dalam waktu lama dapat mengalami penurunan berat badan atau kurang gizi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan metabolisme, perubahan nafsu makan, menurunnya kemampuan absorbsi dan kebiasaan mengurangi makanan pada saat sakit. Penyakit infeksi dapat menyebabkan rusaknya beberapa fungsi organ tubuh termasuk fungsi pencernaan, akibatnya zat-zat makanan yang masuk ke tubuh tidak dapat dicerna dan diserap dengan baik oleh tubuh ( Nency & Arifin 2005 ). Dengan demikian anak yang sakit tidak mendapatkan zat gizi yang adekuat dan bahkan mereka menggunakan cadangan makanan dalam tubuhnya untuk melakukan metabolisme tubuh yang meningkat. Beberapa penyakit yang sering menyebabkan terjadinya gizi buruk antara lain cacat bawaan pada anak, penyakit kanker dan penyakit infeksi seperti TBC, diare, campak dan HIV/AIDS. Alsegaf dkk, (2002) menjelasakan sekitar 70% kasus TB paru disertai dengan penurunan berat badan yang menggambarkan kehilangan massa otot dan lemak. Hal ini berakibat terjadinya gizi buruk pada penderita tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak balita yang bergizi buruk 53 anak balita pernah menderita influenza, 7 anak balita menderita retardasi mental, 5 anak balita pernah diare, 2 anak balita masing-masing menderita TBC dan talasemia, 1 anak balita masing-masing menderita hidrocepalus, microchepali dan bibir sumbing. Sedangkan rata-rata lamanya penyakit infeksi akut yang diderita adalah 4 hari. Pengaruh Faktor Ketersediaan Pangan Tingkat Rumah Tangga Terhadap Gizi Buruk Anak Balita Ketersediaan/ ketahanan pangan tingkat rumah tangga adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan ini berhubungan dengan asupan gizi bagi setiap anggota keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan pangan tingkat rumah tangga pada anak balita gizi buruk 60,0% kurang tahan dan 34,55% tidak tahan. Ketersediaan pangan tingkat rumah tangga pada anak balita gizi baik 56,36% tahan dan 40,0% kurang tahan. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh ketersediaan pangan tingkat rumah tangga dengan gizi buruk pada balita dengan nilai p = 0,000 < dari α (0,05). Hal ini berarti bahan makanan yang bergizi dan beragam kurang tersedia untuk
7 memenuhi kebutuhan zat gizi bagi setiap anggota keluarga sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk. Hasil uji multivariat menunjukkan anak balita dari keluarga yang kurang tahan pangan berisiko 11 kali mengalami gizi buruk dibanding keluarga tahan pangan. 10,677. Anak balita dari keluarga yang tidak tahan pangan berisiko 81 kali mengalami gizi buruk dibanding keluarga yang tahan pangan. Hal ini berarti semakin rendah kemampuan keluarga dalam menyediakan bahan pangan yang bergizi dan beragam semakin besar pengaruhnya untuk terjadinya gizi buruk pada anak balita. Terbatasnya persediaan bahan makanan tingkat rumah tangga menyebabkan pengurangan frekuensi dan jumlah makanan yang dimakan serta makan makanan seadanya. Bagi anak balita kondisi ini tak dapat diadaptasi dengan baik, karena mereka sedang mengalami pertumbuhan dan banyak membutuhkan gizi. Akibatnya anak balita kurang mendapat asupan gizi yang baik dari segi jumlah maupun kualitas dan bahkan dapat berdampak terhadap terjadinya gizi buruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan gizi pada balita gizi buruk 76,37% kurang sedangkan pada balita gizi baik 72,73% baik. Malawirawan, dkk., (2006) dalam studinya menjelaskan anak balita yang mengalami gizi buruk, diakibatkan oleh kurang mendapat keragaman konsumsi makanan dan kurang mendapat makanan dari sumber energi dan protein. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar anak balita yang bergizi buruk mengkonsumsi makanan dari beras dengan lauk yang terbatas pada protein nabati (tempe) dan jarang mengkonsumsi buah dan sayuran. Tidak tersedinya makanan tingkat rumah tangga berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi, kurangnya pengetahuan keluarga tentang gizi, serta ketersediaan bahan makanan tingkat masyarakat (Sururi, 2006). Hasil penelitian menunjukkan 60% anak balita yang bergizi buruk berasal dari keluarga miskin yang kemampuan daya belinya kurang. Akan tetapi ada 40% keluarga yang tidak miskin memiliki anak balita bergizi buruk. Keluarga yang tidak miskin ini mungkin kurang memiliki pengetahuan keluarga tentang gizi, meskipun daya belinya cukup baik. Hasil penelitian menunjukkan dari 74 keluarga yang tidak miskin terdapat 39,2% kurang tahan pangan. Hal ini berarti keluarga ini memiliki kemampuan untuk membeli tetapi mereka tidak menyediakan sumber bahan makanan yang beragam terutama dari protein hewani.
8 Pengaruh Faktor Ketersediaan Pelayanan Kesehatan Terhadap Gizi Buruk Anak Balita Ketersediaan pelayanan kesehatan adalah terjangkaunya pelayanan kesehatan bagi masyarakat berdasarkan lokasi dan dana serta tingginya pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat. Pelayanan kesehatan yang terjangkau adalah pelayanan kesehatan yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk keluarga yang miskin. Hasil penelitian menunjukkan ketersediaan pelayanan kesehatan bagi anak balita gizi buruk 96,4% baik dan 100% baik bagi anak balita gizi baik. Hasil uji statistik menunjukan tidak ada pengaruh ketersediaan pelayanan kesehatan dengan gizi buruk dengan nilai p = 0,999 > α (0,05). Hal ini berarti pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Kabupaten Madiun dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat dan kesadaran masyarakat untuk menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia juga tinggi. Dalam hal ini keluarga yang memiliki anak bergizi buruk maupun bergizi baik sama-sama mendapatkan fasilitas kesehatan yang sama dan sama memiliki kesadaran yang baik untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia. Pemantauan pertumbuhan/ berat badan di Kabupaten Madiun telah dilaksanakan di posyandu secara rutin setiap bulan. Berdasarkan laporan Gizi di Puskesmas tahun 2009 jumlah posyandu yang ada sebanyak 863 dan 100% aktif. Jumlah balita yang ada dan yang ditimbang Program cakupan yang dicapai K/S sebesar 99,95%, D/S sebesar 75,59%, N/D sebesar 64,54% dan BGM/D 4,03%. Hasil penelitian menunjukkan seluruh balita memiliki KMS dan rutin melakukan penimbangan. Upaya tindak lanjut terhadap penemuan hasil penimbangan di bawah garis merah dilakukan melalui kunjungan rumah oleh petugas kesehatan yaitu tenaga gizi, perawat atau bidan. Tindakan ini merupakan konseling tentang upaya pemenuhan kebutuhan gizi pada anak balita serta promosi program keluarga sadar gizi dengan media leaflet. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 96% anak balita gizi buruk telah dikunjungi oleh tenaga puskesmas dan 4% belum dikunjungan karena dianggap penemuan baru. Upaya pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi kepada balita dilaksanakan setiap 6 bulan sekali di posyandu. Pencapaian program tahun 2009 adalah 107,63% untuk anak balita dan 108,54% untuk bayi (6-11 bulan). Hasil penelitian menunjukkan seluruh (100%) anak balita mendapatkan vitamin A secara rutin mulai umur 6 bulan. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk meningkatkan status gizi balita di Kabupaten Madiun dilaksanakan dengan menggunakan dana dari DAU APBD dan APBD 1,
9 dengan jumlah sasaran 200 balita dan 125 balita. Paket dari DAU APBD berupa Pan Enteral, susu Dancow Balita, Grotavit sirup dan zink sirup yang diberikan untuk 90 hari. Sedangkan paket dari APBD 1 berupa susu vineral yang diberikan selama 90 hari. Hal ini menunjukkan banyak anak balita yang hasil penimbangaannya di bawah garis merah belum semuanya mendapatkan intervensi PMT. Hasil evaluasi program dari 200 balita yang mendapatkan PMT 18,5% naik statusnya, 79,0% tetap dan 2,5% turun. Hasil penelitian menunjukkan dari 55 anak balita yang bergizi buruk 74,54 % pernah mendapatkan PMT pada tahun Sedangkan pada tahun 2010 program pemberian PMT belum ada. Kegiatan imunisasi dalam upaya mencegah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi telah dilaksanakan di posyandu maupun di puskesmas. Hasil penelitian menunjukkan 100% anak balita telah mendapatkan imunisasi BCG, polio sebanyak 4 kali, DPT sebanyak 3 kali, campak dan Hepatitis B. Sebagian besar anak mendapatkan imunisasi di posyandu dan di bidan desa. Upaya pengobatan kasus penyakit pada anak balita dapat dilakukan di puskesmas, posyandu untuk penyakit tertentu dan bidan desa. Seluruh desa yang digunakan untuk pengambilan data penelitian terdapat bidan desa. Seratus persen anak balita yang sakit segera dibawa berobat ke petugas kesehatan baik di puskesmas ataupun bidan desa. Pemerintah juga telah memberikan jaminan kesehatan masyarakat/ jamkesmas atau jamkesmasda bagi keluarga miskin. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 52,72% keluarga telah mendapatkan program ini. Pengaruh Perilaku dan Budaya dalam Pengasuhan Anak Terhadap Gizi Buruk Anak Balita Pola pengasuhan anak atau interaksi ibu dengan anak merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan ibu dan memberikan zat gizi pada anak, upaya pencegahan penyakit dan perawatan anak ketika sakit. Hasil penelitian di Kabupaten Madiun menunjukkan bahwa perilaku dan budaya ibu dalam pengasuhan anak balita gizi buruk 52,8% cukup dan 3,6% kurang. Sedangkan perilaku ibu dalam pengasuhan anak balita gizi baik 85,5% baik dan 14,5% cukup. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh perilaku pengasuhan anak terhadap gizi buruk dengan nilai p = 0,000 < dari α (0,05). Hasil analisis multivariat menunjukkan perilaku dan budaya pengasuhan anak yang cukup baik berisiko 5 kali untuk terjadinya gizi buruk dibanding perilaku dan budaya pengasuhan anak yang baik. Hal ini berarti semakin baik pola pengasuhan anak semakin baik status gizinya, sebaliknya pola pengasuhan yang kurang baik dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.
10 Sururi (2006) menjelaskan bahwa interaksi ibu dengan anak atau pola pengasuhan anak berhubungan positif dengan keadaan gizi anak. Anak yang mendapatkan perhatian secara fisik maupun emosional lebih mudah menerima makanan dengan gizi seimbang dibanding dengan anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya. Hal ini berkaitan dengan timbulnya perasaan aman, nyama dan rasa kepercayaan diri yang dibangun oleh orang tuanya. Pemberian makan yang menyenangkan, tidak memaksa dengan kekerasan saat anak balita makan, membiarkan balita makan dan memilih makanan sendiri, tidak banyak aturan saat makan, memperhatikan waktu makan balita dan memberikan contoh pola makan yang baik merupakan cara pemberian makan yang dapat dilakukan untuk membiasakan makan secara teratur. Pola pengasuhan lain yang dilakukan oleh keluarga dengan anak balita bergizi baik di Kabupaten Madiun adalah perilaku Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) yang meliputi: 1) Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan anak balita setiap bulan melalui kegiatan posyandu; 2) Memberikan ASI eksklusif; 3) memberikan makanan yang bervariasi dan seimbang zat gizinya; 4) menggunakan garam beryodium; 5) memberikan tablet vitamin A setiap 6 bulan sekali. Pengaruh Faktor Pendidikan Ibu Terhadap Gizi Buruk Anak Balita Pendidikan merupakan ijazah pendidikan formal terakhir yang dimiliki oleh ibu dari anak balita. Secara umum diasumsikan bahwa semakin tinggi pendidikan maka pengetahuan seseorang akan bertambah baik, termasuk pengetahuan tentang pengasuhan anak balita. Dengan demikian semakin tinggi pendidikan ibu semakin mampu mengasuh anak balitanya, sehingga kejadian gizi buruk semakin rendah. Hasil studi Malawirawan L.,dkk, (2006) di NTT, menunjukkan bahwa kasus gizi buruk sebagian besar terjadi pada anak balita yang memiliki orang tua dengan tingkat pendidikan SD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan ibu anak balita gizi buruk 51,0% SD, dan ibu anak balita gizi baik 36,4% pendidikan SD. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh pendidikan ibu terhadap gizi buruk anak balita dengan nilai p = 0,157 < α (0,05). Hal ini berarti ibu yang berpendidikan SD bukan berarti tidak mampu mengasuh dan merawat anak, dan sebaliknya ibu yang berpendidikan tinggi belum tentu juga mampu mengasuh dan merawat anak. Studi yang dilakukan Maryetti, dkk. (2008) pada keluarga di daerah non Gakin menunjukkan bahwa faktor yang berkaitan dengan terjadinya gizi buruk adalah ketidakpedulian orang tua terhadap kebutuhan gizi balita, meskipun sebenarnya mereka memiliki pengetahuan yang cukup baik.
11 Pengaruh Faktor Kemiskinan Terhadap Gizi Buruk Kemiskinan merupakan penyebab pokok dari gizi buruk. Hasil penelitian di Kabupaten Madiun menunjukkan anak balita bergizi buruk 60% berasal dari keluarga miskin, dan anak balita bergizi baik 94,5% berasal dari keluarga tidak miskin. Hasil uji statistik menunjukkan adanya pengaruh kemiskinan terhadap gizi buruk dengan nilai p=0,000 < α (0,05). Hasil uji statistik multivariat menunjukkan anak balita dari keluarga miskin berisiko mengalami gizi buruk sebesar 26 kali. Studi di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2006 menunjukkan bahwa anak balita yang mengalami gizi buruk adalah anak balita yang kurang mendapat keragaman konsumsi makanan dan kurangnya konsumsi makanan dari sumber energi dan protein (Malawirawan, dkk, 2006). Penelitian di Kabupaten Madiun menunjukkan 41,1% anak balita dari keluarga miskin kurang mendapat asupan gizi dari kelompok nasi, 43,1% kurang mendapat asupan gizi dari sayur, 34,8% kurang mendapat asupan gizi dari kelompok buah, 30,4% kurang mendapat asupan gizi dari kelompok susu dan 44,8% kurang mendapat asupan gizi dari protein. Menurut Nency & Arifin (2005) kemiskinan merupakan penyebab pokok dari gizi buruk, dan kemiskinan identik dengan tidak tersedianya makanan bergizi yang beragam dan adekuat. Penelitian di Kabupaten Madiun menunjukkan 83,3% keluarga miskin kurang tahan pangan dan 13,9% tidak tahan pangan. Hal ini karena mereka kurang mampu membeli bahan makanan yang bergizi terutama dari protein hewani dan susu yang harganya relatif mahal. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa asupan gizi yang kurang pada anak balita di Kabupaten Madiun berpengaruh sebesar 7 kali mengalami gizi buruk. Penyakit (frekuensi sakit yang sering) pada anak balita di Kabupaten Madiun berpengaruh sebesar 47 kali mengalami gizi buruk. Anak balita dari keluarga yang kurang memiliki ketersediaan pangan di Kabupaten Madiun berisiko sebesar 11 kali mengalami gizi buruk dibanding keluarga yang memiliki ketersediaan pangan yang baik. Perilaku dan budaya pengasuhan anak balita di Kabupaten Madiun yang cukup berpengaruh sebesar 5 kali mengalami gizi buruk dibanding perilaku dan budaya pengasuhan anak balita yang baik. Ketersediaan pelayanan kesehatan tidak berpengaruh terhadap gizi buruk anak balita di Kabupaten Madiun. Ditemukan pula bahwa pendidikan ibu tidak berpengaruh terhadap gizi buruk anak balita di Kabupaten Madiun. Anak balita dari keluarga miskin di Kabupaten Madiun berisiko sebesar 26 kali mengalami gizi buruk. Faktor penyebab langsung yang
12 paling berpengaruh untuk terjadinya gizi buruk pada anak balita di Kabupaten Madiun adalah penyakit, dari kelompok tidak langsung tingkat pertama adalah ketersediaan pangan tingkat rumah tangga dan kelompok penyebab tidak kedua adalah kemiskinan. Daftar Pustaka Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Pedoman Tatalaksana Kurang Energi Protein pada Anak di Puskesmas dan Rumah Tangga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Pedoman Respon Cepat Penanggulangan Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Malawirawan, Lalu; Aryani Ch.K.; Lidya Y.H. Bolo; Yosef R Gambaran Determinan Gizi Buruk pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kabukarudi Kecamatan Lamboya Kabupaten Sumba Barat Nusa Tenggara Timur. Laporan%20Penelitian% Maryetti; Ematip dan Almaizon Pengetahuan Ibu tentang Gizi Pada Keluarga Non Gakin di Desa Talawi Hilir Kota Sawahlunto Padang. view%id=57&itemid...2/ Nency, Yetty. Arifin, Muhamad Thohar GIZI BURUK, ANCAMAN GENERASI YANG HILANG. Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII php?id=113 Sabri, L. & Hastono, S.P Statistik Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sururi, M Penanggulangan Gizi Buruk. Akses di dinkes purworejo.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=4
ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENINGKATAN JUMLAH GIZI BURUK ANAK BALITA DI KABUPATEN MADIUN
ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENINGKATAN JUMLAH GIZI BURUK ANAK BALITA DI KABUPATEN MADIUN Sudaryani*, Sri purwanti**, Atni supratiwi** 1. Akademi Keperawatan Dr. Soedono Madiun Jln Imam Bonjol
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Keadaan ini banyak diderita oleh kelompok balita yang merupakan generasi penerus bangsa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Gizi merupakan penentu kualitas sumber daya manusia.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam siklus hidup manusia gizi memegang peranan penting. Kekurangan gizi pada anak balita akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan
Lebih terperinciPENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL
PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2
Lebih terperinciBAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak balita adalah penerus masa depan kita, anak balita juga menentukan masa depan bangsa, anak balita sehat akan menjadikan anak balita yang cerdas. Anak balita salah
Lebih terperinciNo. Dokumen : C. KEBIJAKAN Puskesmas Gedongan mengatur tata cara melakukan konsultasi gizi kepada pasien
KONSULTASI GIZI.. A. PENGERTIAN Serangkaian proses komunikasi dua arah untuk mengembangkan pengertian dan sikap positif terhadap makanan agar dapat membentuk dan memiliki kebiasaan makanan yang baik dalam
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Dari data Departemen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang sejak. pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tersebut dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda.
Lebih terperinciKeluarga Sadar Gizi (KADARZI)
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Apa latarbelakang perlunya KADARZI? Apa itu KADARZI? Mengapa sasarannya keluarga? Beberapa contoh perilaku SADAR GIZI Mewujudkan keluarga cerdas dan mandiri Mengapa perlu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir.
Lebih terperinciKUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA
94 KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA KARAKTERISTIK KELUARGA Nomor Responden : Nama Responden (Inisial)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan pembangunan suatu bangsa sangat bergantung pada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang yang ditandai dengan indeks panjang badan dibanding
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan antropometri (berat badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya) dari waktu ke waktu, tetapi lebih
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode:... PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Nama responden :... Nomor contoh :... Nama
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak, kemudian menjadi dewasa, dan pada siklus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari membangun manusia seutuhnya yang diawali dengan pembinaan kesehatan anak mulai sejak dini. Pembinaan kesehatan anak sejak awal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu sangat mendambakan kesehatan karena hal itu merupakan modal utama dalam kehidupan, setiap orang pasti membutuhkan badan yang sehat, baik jasmani maupun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ganda yaitu masalah kurang gizi dan gizi lebih. Kurang energi protein (KEP) pada
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi balita yang dihadapi Indonesia saat ini merupakan masalah gizi ganda yaitu masalah kurang gizi dan gizi lebih. Kurang energi protein (KEP) pada balita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang berakibat buruk bagi penderita terutama golongan rawan gizi yaitu anak balita, anak sekolah, remaja, ibu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang baik. Menciptakan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia yang baik. Menciptakan sumber daya manusia yang bermutu perlu ditata sejak dini
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI PUSKESMAS KAMPAR KIRI
KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI PUSKESMAS KAMPAR KIRI 1 Pendahuluan 2 Latar Belakang 3 Tujuan a. Umum b. Khusus. 4 Kegiatan a. Pokok b. Rincian Kegiatan. 5 Cara melaksanakan kegiatan. 6 Sasaran 7 Jadwal pelaksanaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena
17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi pada anak masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Salah
Lebih terperinciPROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO
PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO RINGKASAN Keadaan gizi meliputi proses penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan serta aktifitas. Keadaan kurang gizi dapat terjadi dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak balita merupakan salah satu golongan penduduk yang rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan
Lebih terperincikekurangan energi kronik (pada remaja puteri)
kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) BAB I PENDAHALUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi masih merupakan beban berat bagi bangsa, hakekatnya berpangkal dari keadaan ekonomi dan pengetahuan masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.
Lebih terperinciHUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA
HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapainya, faktor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Berat Badan Balita Gizi Kurang 1. Pengertian Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan merupakan pengukuran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. makanan (Anonim, 2008). Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi status gizi anak yaitu konsumsi makanan yang kurang dan penyakit penyerta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Indikatornya adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, yang dapat menikmati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu negara yang belum memperlihatkan kemajuan signifikan dalam mencapai tujuan Milenium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari orang tua. Perhatian harus diberikan pada pertumbuhan dan perkembangan balita, status gizi sampai pada
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.
Lebih terperincib. Tujuan Khusus Meningkatkan cakupan hasil kegiatan Bulan Penimbangan Balita (BPB) di Puskesmas Losarang.
KERANGKA ACUAN KEGIATAN SWEEPING PELAKSANAAN BPB, PENIMBANGAN BULANAN DI POSYANDU DAN PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA BAYI DAN BALITA UPT PUSKESMAS LOSARANG TAHUN 2017 I. PENDAHULUAN Kegiatan Bulan Penimbangan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia salah satunya di lihat dari angka kematian dan kesakitan balita. Masa balita merupakan kelompok yang rawan akan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Usia antara 0-5 tahun adalah merupakan periode yang sangat penting
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia antara 0-5 tahun adalah merupakan periode yang sangat penting bagi pertumbuhan anak, oleh sebab itu balita perlu ditimbang secara teratur sehingga dapat diikuti
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi adalah masalah kesehatan yang penanggulangannya tidak hanya dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. intelektualnya dan keterampilan serta mulai mempunyai kegiatan fisik yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sekolah berada pada perkembangan yang cepat dalam proses intelektualnya dan keterampilan serta mulai mempunyai kegiatan fisik yang aktif. Untuk menunjang perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak balita merupakan kelompok masa yang dianggap kritis sekaligus masa keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila ditinjau dari kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup makan, maka akan terjadi konsekuensi fungsional. Tiga konsekuensi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebijaksanaan dan perencanaan pangan dan gizi harus mendapat tempat yang utama dalam mensejahterakan kehidupan bangsa. Sebab, apabila orang tidak cukup makan, maka
Lebih terperinciPETUNJUK TEKNIS BANTUAN SOSIAL (BANSOS) PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT
PETUNJUK TEKNIS BANTUAN SOSIAL (BANSOS) PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KESEHATAN MASYARAKAT DEPARTEMEN KESEHATAN R I TAHUN 2008 BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang terjadi pada makhluk hidup. Pertumbuhan berarti bertambah besar dalam ukuran fisik, akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator penentu keberhasilan tingginya tingkat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi dan balita. Berdasarkan peringkat Human Development Index
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI I. PENJELASAN UMUM Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terciptanya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komitmen pemerintah untuk mensejahterakan rakyat nyata dalam peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari penetapan perbaikan status gizi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang lebih modern. Dimana saat ini telah berkembang berbagai teknologi canggih yang dapat membantu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari normal, anemia merefleksikan eritrosit yang kurang dari normal di dalam sirkulasi dan anemia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru
Lebih terperinciINFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN :
HUBUNGAN ANTARA KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA REPAKING KECAMATAN WONOSEGORO KABUPATEN BOYOLALI Anik Kurniawati Jurusan Kebidanan Poltekkes Surakarta E-mail: kurniawati_anik@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang belum dapat diselesaikan, khususnya masalah kekurangan gizi. Hal ini sangat merisaukan karena mengancam kualitas Sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yakni gizi lebih dan gizi kurang. Masalah gizi lebih merupakan akibat dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini negara Indonesia sedang menghadapi masalah gizi ganda, yakni gizi lebih dan gizi kurang. Masalah gizi lebih merupakan akibat dari kemajuan jaman pada latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari
Lebih terperinciGRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN
GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN 2005-2014 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 83.3 85.0 82.0 85.1 60.0 64.5 68.7 71.2 57.5 48.1 2005 2006 2007
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkotaan dan pedesaan berdasarkan kriteria klasifikasi wilayah. desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik {BPS}, 2010).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan di Indonesia beragam dan bertingkat mulai dari daerah pedesaan hingga perkotaan. Suatu daerah digolongkan dalam daerah perkotaan dan pedesaan
Lebih terperinciHubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status GIzi Pada Balita di Desa Papringan 7
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status GIzi Pada Balita di Desa Papringan 7 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA DI DESA PAPRINGAN KECAMATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan
2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat
20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola menu empat sehat lima sempurna adalah pola menu seimbang yang bila disusun dengan baik mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pola menu ini diperkenalkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi badannya. Pendek atau yang dikenal dengan istilah stunting masih menjadi masalah gizi yang prevalensinya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kualitas hidup manusia dimulai sedini mungkin sejak masih bayi. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi dibawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Probowo, 2012). Salah satu penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang masih sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia (Rasmaliah,2004). Anemia dapat didefinisikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (pos pelayanan terpadu) di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring I sesuai data
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rendahnya tingkat partisipasi anak balita (bawah lima tahun) ke posyandu (pos pelayanan terpadu) di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring I sesuai data laporan tahunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok anak sekolah merupakan salah satu segmen penting di masyarakat dalam upaya peningkatan pemahaman dan kesadaran gizi sejak dini. Anak sekolah merupakan sasaran
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 272 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN SERDANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan status gizi menurun dimana keadaan ini akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia prevalensi balita gizi buruk adalah 4,9% dan gizi kurang sebesar 13,0% atau secara nasional prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang adalah sebesar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Evaluasi Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan pada suatu kriteria-kriteria
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Konsumsi gizi yang baik merupakan modal utama bagi kesehatan individu yang dapat mempengaruhi status kesehatan. Individu dengan asupan gizi yang tidak sesuai dengan
Lebih terperinciANALISIS PENGETAHUAN GIZI IBU BALITA DI DESA PASIRLANGU CISARUA BANDUNG BARAT
60 ANALISIS PENGETAHUAN GIZI IBU BALITA DI DESA PASIRLANGU CISARUA BANDUNG BARAT Vera Susanti 1, Sri Subekti 2, dan Ai Nurhayati 3 Program penyuluhan gizi di desa Pasirlangu, Cisarua, Bandung Barat diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara nasional prevalensi balita gizi kurang dan buruk pada tahun 2010 adalah 17,9 % diantaranya 4,9% yang gizi buruk. Sedangkan target dari Rencana Pembangunan Jangka
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran
21 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Kekurangan gizi pada usia dini mempunyai dampak buruk pada masa dewasa yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan tingkat produktifitas yang
Lebih terperinciKUESIONER PENELITIAN GAMBARAN PERILAKU ORANGTUA TERHADAP ANAK BALITA PENDERITA GIZI BURUK DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA TAHUN 2009
KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN PERILAKU ORANGTUA TERHADAP ANAK BALITA PENDERITA GIZI BURUK DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA TAHUN 2009 I. KARAKTERISTIK 1 Nama : 2 Umur : 3 Alamat : 4. Pekerjaan : 1. PNS 2.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. 1 Keadaan gizi yang baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas, merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. 1 Keadaan gizi yang baik merupakan prasyarat terciptanya
Lebih terperinciJurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN
PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI KECAMATAN PEKALONGAN LAMPUNG TIMUR Tumiur Sormin* *Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang Anak balita merupakan kelompok
Lebih terperinciJurnal Respati, Kesehatan, Vol. 2, No. 1, April 2012: 1 5 1
Jurnal Respati, Kesehatan, Vol. 2, No. 1, April 2012: 1 5 1 HUBUNGAN ANTARA KECUKUPAN ENERGI, KONSUMSI PROTEIN, FREKUENSI MAKANAN, RIWAYAT INFEKSI, DAN IMUNISASI BALITA DENGAN KEJADIAN GIZI BURUK DI KABUPATEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah kekurangan energi protein seperti merasmus, kwarsiorkor, dan stunting. Kekurangan energi protein
Lebih terperinci