KUALITAS HIDUP PENDERITA THALASEMIA BETA MAYOR DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KUALITAS HIDUP PENDERITA THALASEMIA BETA MAYOR DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI"

Transkripsi

1 KUALITAS HIDUP PENDERITA THALASEMIA BETA MAYOR DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh : Dwi Sumiarsih ST PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 i

2 ii

3 iii

4 KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah serta karunia-nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Kualitas Hidup Penderita Thalasemia Beta Mayor di Ruang Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.Ns.,M.Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta dan Pembimbing Utama yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Kepala Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Anis Nurhidayati, SST.,M.Kes., selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini. 4. S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep.Ns.,M.Kep, selaku Penguji yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini. 5. dr. Setyarini, M.Kes, selaku Direktur RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian. 6. Seluruh Partisipan yang telah bersedia berpartisipasi mendukung dalam penelitian ini. 7. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah membantu penulis. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. iv

5 Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat. Surakarta, Februari 2016 Penulis v

6 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... ABSTRACT... i ii iii iv vi ix x xi xii xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori Kualitas Hidup Thalasemia Beta Mayor Keaslian Penelitian vi

7 2.3.Kerangka Teori Fokus Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Jenis dan Rancangan Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data Analisis Data Keabsahan Data Etika Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN Gambaran Tempat Penelitian Gambaran Karakteristik Partisipan Hasil Analisis Tematik dan Skema Analitik BAB V PEMBAHASAN Kualitas Hidup Penderita Thalasemia Beta Mayor Dilihat Dari Dimensi Kesehatan Fisik Kualitas Hidup Penderita Thalasemia Beta Mayor Dilihat Dari Dimensi Kesehatan Psikologis Kualitas Hidup Penderita Thalasemia Beta Mayor Dilihat Dari Dimensi Hubungan Sosial Kualitas Hidup Penderita Thalasemia Beta Mayor Dilihat Dari Dimensi Lingkungan vii

8 5.5.Keterbatasan Penelitian BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 DAFTAR TABEL Nomor Keterangan Halaman Tabel 2.1 Keaslian Penelitian ix

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Keterangan Halaman Gambar 2.1 Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Outcome Pasien dalam Model Konsep Health-Related Quality of Life... 6 Gambar 2.2 Pemeriksaan Darah Tepi pada Thalasemia Minor Gambar 2.3 Pemeriksaan Darah Tepi pada Thalasemia Mayor Gambar 2.4 Kerangka Teori Gambar 2.5 Fokus Penelitian Gambar 4.1 Skema Analitik Respon Fisik Pasien Thalasemia Beta Mayor Gambar 4.2 Skema Analitik Respon Spiritual Pasien Thalasemia Beta Mayor Gambar 4.3 Skema Analitik Respon Sosial Pasien Thalasemia Beta Mayor Gambar 4.4 Skema Analitik Respon Pasien Thalasemia Beta Mayor Dilihat Dari Dimensi Lingkungan x

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Keterangan Pernyataan Pengajuan Judul Skripsi Permohonan Ijin Studi Pendahuluan Penelitian Surat Rekomondasi Permohonan Ijin Penelitian Surat Rekomondasi Penelitian Surat Keterangan Selesai Penelitian Penjelasan Penelitian Surat Pernyataan Bersedia Berpartisipasi Sebagai Partisipan Penelitian Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Pedoman Wawancara Transkrip Wawancara Analisis Tematik Lembar Konsultasi Fhoto Dokumentasi Interview Peneliti dengan Partisipan Jadwal Penelitian xi

12 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Dwi Sumiarsih Kualitas Hidup Penderita Thalasemia Beta Mayor di Ruang Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri Abstrak Thalassemia menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di dunia khususnya di negara-negara Mediterania, Malaysia, Thailand, dan Indonesia (Wahidiyat, 2007). Penderita thalassemia beta mayor dengan kadar hemoglobin (Hb) <10gr% adalah sebanyak 99,1%. Sampai saat ini transfusi darah masih merupakan pengobatan utama untuk menanggulangi anemia pada thalassemia beta mayor (Atyanti Isworo dkk, 2012). Tujuan penelitian untuk mengetahui kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor di Ruang Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Rancangan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Teknik sampling Purposive Sampling. Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah 5 orang. Subjek yang diamati adalah penderita thalasemia beta mayor di Ruang Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode fenomenologis deskriptif dengan metode Colaizzi. Respon fisik pasien thalasemia beta mayor terdiri dari tiga tema, yaitu: respon fisik pasien dalam beraktifitas, respon fisik pasien sebelum transfusi dan Respon fisik pasien setelah transfusi. Respon psikologis pasien thalasemia beta mayor terdiri dari dua tema, yaitu: penerimaan diri terhadap kondisinya dan kegiatan beribadah. Respon sosial pasien thalasemia beta mayor, yaitu: hubungan sosial terhadap dirinya. Respon dimensi lingkungan pasien thalasemia beta mayor terdiri dari empat tema, yaitu: hubungan pasien di lingkungan tempat tinggal, prestasi dan hubungan di lingkungan sekolah, akses pelayanan di Rumah Sakit, hubungan antara petugas dan sesama penderita thalasemia. Kata Kunci : Kualitas Hidup, Thalasemia Beta Mayor Daftar pustaka : 31 ( ) xii

13 BACHELOR OF NURSING PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Dwi Sumiarsih The Quality of Life of Beta Thalassemia Major Patients at Cempaka Room of dr. Soediran Mangun Soemarso Regional Public Hospital (RSUD) of Wonogiri Abstract Thalassemia is a serious public health problem in the world, which occurs particularly in Mediterranean countries, Malaysia, Thailand, and Indonesia (Wahidayat, 2007). The proportion of beta thalassemia major patients with less than 10% of hemoglobin (Hb) concentration is 99.1%. Up to now blood transfusion still becomes main treatment to cope with the disease (Atyanti Isworo, et al., 2012). This research aims at finding out the quality of beta thalassemia major patients at Cempaka room of dr. Soediran Mangun Soemarso Regional Public Hospital (Rumah Sakit Umum daerah RSUD) of Wonogiri. This is a qualitative research with phenomenological approach. The sampling technique applied is purposive sampling. Samples of 5 participants including thalassemia major patients at Cempaka room of dr. Soediran Mangun Soemarso Regional Public Hospital of Wonogiri were observed. The data were analyzed using Colaizzi s method of descriptive phenomenological research. The physical response of beta thalassemia major patients comprises their physical response in doing activities, that before transfusion, and that after transfusion. In addition, their psychological response includes self-acceptance of their condition, and their religious activities. Meanwhile, the social response covers their social relationship. Finally, their response to environmental dimension involves patients relationship at their neighborhood, achievement and relationship in school environment, service access to hospital, relationship between health professionals and thalassemia patients. Keywords : quality of life, beta thalassemia major Bibliography : 31 ( ) xiii

14 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Thalassemia menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di dunia khususnya di negara-negara Mediterania, Malaysia, Thailand, dan Indonesia (Wahidiyat, 2007). Kurang lebih 3% dari jumlah penduduk dunia mempunyai gen thalassemia dimana angka kejadian tertinggi sampai dengan 40% kasus adalah di Asia. Di Indonesia thalassemia merupakan penyakit terbanyak diantara golongan anemia hemolitik dengan penyebab intra korpuskuler. Thalassemia beta mayor sebagai penyakit genetik yang diderita seumur hidup akan membawa banyak masalah bagi penderitanya. Mulai dari kelainan darah berupa anemia kronik akibat proses hemolisis, sampai kelainan berbagai organ tubuh baik sebagai akibat penyakitnya sendiri ataupun akibat pengobatan yang diberikan. Penderita thalassemia beta mayor dengan kadar hemoglobin (Hb) <10gr% adalah sebanyak 99,1%. Sampai saat ini transfusi darah masih merupakan pengobatan utama untuk menanggulangi anemia pada thalassemia beta mayor (Atyanti Isworo dkk, 2012). Anemia kronik yang dialami oleh anak dengan thalassemia beta mayor membutuhkan transfusi darah yang berulang-ulang. Pemberian transfusi yang terus menerus ini dapat menimbulkan komplikasi hemosiderosis dan hemokromatosis, yaitu menimbulkan penimbunan zat besi dalam jaringan tubuh sehingga dapat mengakibatkan kerusakan organ-organ tubuh seperti 1

15 2 hati, limpa, ginjal, jantung, tulang dan pankreas (Munthe, 2011). Penderita juga mengalami gangguan pertumbuhan dan malnutrisi, dimana berat badan dan tinggi badan menurut umur berada di bawah persentil 50 dengan mayoritas gizi buruk (Tienboon P, 1996) dalam (Sandra B, 2009). Aspek klinis ini berpengaruh besar terhadap kehidupan anak sehari-hari, timbulnya stress tambahan dan dampak psikologis pada keluarga dan anak (Ratip S, 1996) dalam (Sandra B, 2009). Penyakit ini juga menimbulkan masalah psikososial yang besar bagi penderita maupun keluarganya, selain masalah medis di atas. Timbulnya suatu penyakit pada proses maturasi fisik dan psikososial dapat mengganggu kualitas hidup seseorang, pada individu tersebut dapat terlihat gejala sisa secara fisik, psikologis dan sosial (Loonen HJ, 2001) dalam (Sandra B, 2009). Khurana (2006), meneliti bahwa penderita thalassemia bermasalah terutama pada domain pendidikan, karena absen sekolah untuk transfusi, nilai akademik terhambat karena harus rutin mengunjungi rumah sakit, demikian juga domain emosi penderita membutuhkan dukungan dari orang tua dan tidak dapat berdiri sendiri, masalah juga dialami pada domain fisik. Banyaknya masalah kesehatan yang dialami anak dengan thalassemia dapat menimbulkan gangguan sosial dan emosional. Secara umum anak dengan thalassemia akan memperlihatkan gejala depresi, cemas, gangguan psikososial dan gangguan fungsi sekolah. Hal ini karena penyakit thalassemia membutuhkan perawatan yang lama dan sering di rumah sakit. Tindakan pengobatan yang diberikan juga dapat menimbulkan rasa sakit serta pikiran

16 3 anak tentang masa depan yang tidak jelas. Semua kondisi ini memiliki implikasi serius bagi kesehatannya sehubungan dengan kualitas hidupnya (Atyanti Isworo dkk, 2012). Di RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri bulan Mei sampai dengan Juli 2015 tercatat penderita thalasemia beta mayor sebanyak 27 pasien dengan usia antara 1 s/d 16 tahun, secara umum dilihat dari kondisi fisik penderita mengalami kelemahan fisik, pucat, hepatospelenomegali, facies cooley yang merupakan ciri khas penderita thalasemia. Secara psikologis sering merasa minder, kurang percaya diri, merasa berbeda dengan teman seusianya. Secara sosial dapat berinteraksi sosial dengan selalu memberikan suport dan dukungan keluarga. Secara lingkungan penderita dapat diterima di lingkungan tempat tinggal maupun lingkungan sekolah, pihak sekolah memahami kondisi penderita yang sering tidak masuk sekolah karena melakukan tranfusi darah setiap bulannya. Penatalaksanaan thalassemia beta mayor saat ini yang makin optimal mengakibatkan kualitas hidup penderitanya mendekati anak normal, demikian pula angka harapan hidupnya memanjang, yang tadinya hanya mencapai usia 10 tahun, dalam kurun waktu 50 tahun terakhir ini sudah mencapai usia tahun (Giardina, 1992) dalam (Debby dkk., 2010). Menurut Sandra B (2009) menyatakan bahwa penilaian kualitas hidup pada anak thalassemia beta mayor sejauh ini belum dilaporkan di Indonesia. Penelitian ini untuk mengetahui secara mendalam mengenai kualitas hidup pada penderita thalassemia beta mayor, maka judul penelitian ini adalah

17 4 Kualitas Hidup Penderita Thalasemia Beta Mayor di Ruang Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan data yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor di Ruang Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri?. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor di Ruang Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri Tujuan Khusus Menganalisis kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor dilihat dari dimensi kesehatan fisik Menganalisis kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor dilihat dari dimensi kesehatan psikologis Menganalisis kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor dilihat dari dimensi hubungan sosial Menganalisis kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor dilihat dari dimensi lingkungan.

18 5 1.4 Manfaat Penelitian Bagi Rumah Sakit/Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi Rumah Sakit dalam mengindentifikasikasi anak thalassemia beta mayor dengan kesulitan tertentu dan membutuhkan tindakan perbaikan secara medis ataupun bantuan konseling. Bagi masyarakat sebagai bahan kajian pengetahuan terutama yang berkaitan dengan dukungan keluarga yang diberikan kepada pasien thalasemia dan mengetahui bagaimana penerimaan diri seorang pasien thalasemia Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pustaka dan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya tentang kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor Bagi Peneliti Lain Memberikan bahan kajian dan acuan bagi peneliti berikutnya dalam melaksanakan penelitian sejenis yang lebih kompleks Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor.

19 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori Kualitas Hidup Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu tentang posisinya dalam kehidupan, dalam hubungannya dengan sistem budaya dan nilai setempat dan berhubungan dengan cita-cita, pengharapan, dan pandangan-pandangannya, yang merupakan pengukuran multidimensi, tidak terbatas hanya pada efek fisik maupun psikologis pengobatan (Sandra B, 2009). Model konsep kualitas hidup dari Wilson dan Cleary dapat dilihat pada bagan di bawah ini. Gambar 2.1 Hubungan faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Outcome Pasien dalam Model Konsep Health-Related Quality of Life (Wilson dan Cleary dalam Sandra B, 2009) 6

20 7 Model konsep kualitas hidup dari WHO Qol-Bref (The World Health Organization Quality of Life-Bref) mulai berkembang sejak tahun Instrumen ini terdiri dari 26 item pertanyaan yang terdiri dari 4 dominan (Skevington dkk, 2004), yaitu: 1. Dimensi kesehatan fisik a. Energi dan kelelahan: menggambarkan tingkat energi yang dimiliki individu dalam kehidupan sehari-hari. b. Sakit dan ketidaknyamanan: menggambarkan seberapa jauh ketidaknyamanan individu terhadap rasa sakit yang dimiliki. c. Tidur dan istirahat: menggambarkan kualitas tidur dan istirahat individu. d. Mobilitas: menggambarkan tingkat mobilitas individu. e. Aktivitas sehari-hari: menggambarkan kesulitan dan kemudahan yang dirasakan individu ketika melakukan aktivitas sehari-hari. f. Ketergantungan pada obat-obatan dan bantuan medis: menggambarkan ketergantungan individu pada obat-obatan atau bantuan medis. g. Kapasitas kerja: menggambarkan kemampuan individu untuk menyelesaikan setiap tanggung jawabnya atau pekerjaannya 2. Dimensi psikologis a. Bodily image dan appearance: menggambarkan bagaimana individu memandang tubuh dan penampilannya.

21 8 b. Perasaan negatif: menggambarkan perasaan negatif yang dialami oleh individu. c. Perasaan positif: menggambarkan perasaan positif yang dialami oleh individu. d. Self-esteem: menggambarkan bagaimana individu menilai dan memandang dirinya. e. Berpikir, belajar, memori dan konsentrasi: menggambarkan fungsi kognitif individu yang berpengaruh pada fungsi belajar, konsentrasi, mengingat dan fungsi kognitif lainnya. 3. Dimensi hubungan sosial a. Relasi personal: menggambarkan hubungan individu dengan orang lain. b. Dukungan sosial: menggambarkan dukungan sosial yang diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya. c. Aktivitas seksual: menggambarkan kehidupan seksual individu. 4. Dimensi hubungan lingkungan a. Sumber finansial: menggambarkan keadaan finasial individu. b. Freedom, physical safety dan security: menggambarkan tingkat keamanan individu yang dapat mempengaruhi kebebasan dirinya.

22 9 c. Perawatan kesehatan dan social care: menggambarkan aksesibilitas dan kualitas dari pelayanan kesehatan dan social care yang dapat diperoleh individu. d. Lingkungan rumah: menggambarkan keadaan lingkungan tempat tinggal individu. e. Kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru dan keterampilan (skills): menggambarkan kesempatan individu untuk mendapatkan informasi dan meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan individu. f. Partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan: menggambarkan kesempatan individu untuk berekreasi dan menikmati waktu luang. g. Lingkungan fisik: menggambarkan situasi dan kondisi lingkungan fisik di sekitar individu (polusi, tingkat kebisingan, iklim dan lain-lain). h. Transportasi: menggambarkan sejauh mana individu mempersepsikan transportasi sebagai penunjang kegiatan sehari-hari. Kualitas hidup dalam ilmu kesehatan dipakai untuk menilai rasa nyaman/sehat (well-being) pasien dengan penyakit kronik atau menganalisis biaya/manfaat (costbenefit) intervensi medis, meliputi kerangka individu, kelompok dan sosial, model umum kualitas hidup dan bidang-bidang kehidupan yang mempengaruhi. Kualitas hidup

23 10 yang berhubungan dengan kesehatan (health-related quality of life/hrqol) menggambarkan pandangan individu atau keluarganya tentang tingkat kesehatan individu tersebut setelah mengalami suatu penyakit dan mendapatkan suatu bentuk pengelolaan. Health-related quality of life menggambarkan komponen sehat dan fungsional multidimensi seperti fisik, emosi, mental, sosial dan perilaku yang dipersepsikan oleh pasien atau orang lain di sekitar pasien (orang tua atau pengasuh) (Sandra B, 2009). Pengukuran kualitas hidup mempunyai manfaat yaitu sebagai perbandingan beberapa alternatif pengelolaan, data penelitian klinis, penilaian manfaat suatu intervensi klinis, uji tapis dalam mengindentifikasikasi anak-anak dengan kesulitan tertentu dan membutuhkan tindakan perbaikan secara medis ataupun bantuan konseling, juga dapat dipakai untuk pengenalan dini sehingga dapat diberikan intervensi tambahan (non medis yang diperlukan), maupun prediktor untuk memperkirakan biaya perawatan kesehatan. Kualitas hidup anak secara umum dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain (Sandra B, 2009): 1. Kondisi Global, meliputi lingkungan makro yang berupa kebijakan pemerintah dan asas-asas dalam masyarakat yang memberikan perlindungan anak

24 11 2. Kondisi Eksternal, meliputi lingkungan tempat tinggal (cuaca, musim, polusi, kepadatan penduduk), status sosial ekonomi, pelayanan kesehatan dan pendidikan orang tua. 3. Kondisi Interpersonal, meliputi hubungan sosial dalam keluarga (orangtua, saudara kandung, saudara lain serumah dan teman sebaya). 4. Kondisi Personal, meliputi dimensi fisik, mental dan spiritual pada diri anak sendiri, yaitu genetik, umur, kelamin, ras, gizi, hormonal, stress, motivasi belajar dan pendidikan anak serta pengajaran agama. Pemilihan instrumen pengukur kualitas hidup pada anak berdasarkan atas konsep, keandalan, kesahihan dan kepraktisan instrumen tersebut. Pediatric Quality of Life Inventory TM (Peds QL) merupakan salah satu instrument pengukur kualitas hidup anak, dikembangkan selama 15 tahun oleh Varni dkk (1998). Peds QL mempunyai 2 modul: generik dan spesifik penyakit. Peds QL generik didesain untuk digunakan pada berbagai keadaan kesehatan anak, instrumen ini dapat membedakan kualitas hidup anak sehat dengan anak yang menderita suatu penyakit akut atau kronik. Peds QL spesifik penyakit telah dikembangkan untuk penyakit-penyakit keganasan, asma, arthritis, diabetes anak, fibrosis kistik, penyakit sickle cell, palsi serebralis dan kardiologi (Sandra B, 2009).

25 12 Konsep Peds QL generik adalah menilai kualitas hidup sesuai dengan persepsi penderita terhadap dampak penyakit dan pengelolaan pada berbagai bidang penting kualitas hidup anak yang terdiri dari 6 bidang dengan 30 pertanyaan yaitu: fisik (8 pertanyaan), emosi (5 pertanyaan), sosial (5 pertanyaan), sekolah (5 pertanyaan), kesehatan (5 pertanyaan) dan persepsi terhadap kesehatan secara menyeluruh (1 pertanyaan). Keandalan instrumen ini ditunjukkan dengan konsistensi internal yang baik, dengan koefisien alfa secara umum berkisar antara Kesahihannya ditunjukkan pada analisis tingkat bidang maupun pertanyaan yang memberikan penurunan nilai sehubungan dengan adanya penyakit dan pengelolaan, yang tidak hanya mewakili penyakit kronis saja. Peds QL praktis untuk digunakan, pengisian 30 pertanyaan hanya memakan waktu kurang dari 5 menit, rasio kehilangan data sekitar 0,01%, penilaian sangat mudah dengan memberi nilai 0-4 pada setiap jawaban pertanyaan dan secara mudah dikonversikan dalam skala untuk interpretasi standar. Pengisian kuesioner dapat diwakili orang tua pada anak usia 2-18 tahun dan pengisian sendiri pada anak umur 5-18 tahun, pengisian sendiri oleh anak umur 5-7 tahun dibantu oleh interviewer, pertanyaan pada kedua bentuk ini prinsipnya sama, berbeda hanya pada bentuk kalimat tanya untuk orang pertama atau ketiga. Instrumen telah diuji dalam bahasa Inggris, Spanyol dan Jerman, dan saat ini telah diadaptasi secara Internasional (Sandra B, 2009).

26 13 Berdasarkan penelitian Varni, Skarr, Seid dan Burwinkle (2002) nilai total kualitas hidup anak sehat secara umum adalah 81,38 ± 15,9. Anak dengan nilai total Peds QL dibawah standar deviasi (SD) disebut kelompok beresiko. Kelompok beresiko dengan nilai total Peds QL <-1SD sampai -2SD memerlukan pengawasan dan intervensi medis jika perlu, kelompok beresiko dengan nilai total Peds QL <- 2SD memerlukan intervensi segera (Sandra B, 2009) Thalasemia Beta Mayor 1. Definisi Thalasemia adalah suatu kelainan genetik darah dimana produksi hemoglobin yang normal tertekan karena defek sintesis satu atau lebih rantai globin. Thalasemia merupakan kelainan sepanjang hidup yang diklasifikasikan sebagai thalasemia alpha dan beta tergantung dari rantai globin yang mengalami kerusakan pada sintesis hemoglobin. Thalasemia beta mayor terjadi karena defisiensi sintesis rantai dan thalasemia mayor terjadi apabila kedua orang tua merupakan pembawa sifat thalasemia, dimana dari kedua orang tua tersebut diperkirakan akan lahir 25% lahir normal, 50% pembawa sifat thalasemia dan 25% penderita thalasemia beta mayor. Sedangkan thalasemia minor muncul apabila salah seorang dari orang tua pembawa sifat thalasemia (Potts & Mandleco, 2007).

27 14 2. Patofisiologi Masing-masing Hb A yang normal terdiri dari empat rantai globin sebagai rantai polipeptida, di mana rantai tersebut terdiri dari dua rantai polipeptida alpa dan dua rantai polipeptida beta. Empat rantai tersebut bergabung dengan empat komplek heme untuk membentuk molekul hemoglobin, pada thalasemia beta sisntesis rantai globin beta mengalami kerusakan. Eritropoesis menjadi tidak efektif, hanya sebagian kecil eritrosit yang mencapai sirkulasi perifer dan timbul anemia. Anemia berat yang berhubungan dengan thalasemia beta mayor menyebabkan ginjal melepaskan erythropoietin yaitu hormon yang menstimulasi bone marrow untuk menghasilkan lebih banyak sel darah merah, sehingga hematopoesis menjadi tidak efektif. Eritropoiesis yang meningkat mengakibatkan hiperplasia dan ekspansi sumsum tulang, sehingga timbul deformitas pada tulang. Eritropoietin juga merangsang jaringan hematopoesis ekstra meduler di hati dan limpa sehingga timbul hepatosplenomegali. Akibat lain dari anemia adalah meningkatnya absorbsi besi dari saluran cerna menyebabkan penumpukan besi berkisar 2-5 gram pertahun (Potts & Mandleco, 2007).

28 15 3. Klasifikasi Diagnosis thalasemia beta ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium. Klasifikasi secara klinis dibagi menjadi lima kategori sebagai berikut (Yaish, 2010): a. Silent carrier thalasemia: pasien biasanya tidak memiliki gejala. b. thalasemia trait: pasien mengalami anemia ringan, sel darah merah abnormal, Hb abnormal, pada pemeriksaan darah perifer biasanya ditemukan hipochrom dan microcytosis. c. Thalasemia intermedia: kondisi ini biasanya berhubungan dengan keadaan heterozygote yang menghasilkan anemia tetapi tidak mengalami ketergantungan transfusi darah. d. thalasemia berhubungan dengan variasi struktur dari rantai. e. Thalasssemia mayor (Cooley anemia): pada kondisi ini memerlukan transfusi darah yang terus menerus, splenomegali yang berat, deformitas Dari tulang dan keterlambatan pertumbuhan. Hasil pemeriksaan darah tepi pada pasien ditemukan hypocromic macrocytes, polychromasia, leukostes yang immatur.

29 16 Gambar 2.2 Pemeriksaan Darah Tepi pada Thalasemia Minor (Yaish, 2010) Gambar 2.3 Pemeriksaan Darah Tepi pada Thalasemia Mayor (Yaish, 2010) 4. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik a. Pemeriksaan fisik: Manifestasi dari thalasemia beta mayor timbul pada enam bulan kedua kehidupan ketika Hb F digantikan oleh Hb A. Pasien nampak pucat, bentuk muka mongoloid (facies cooley), dapat ditemukan ikterus, gangguan pertumbuhan, splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar, fraktur patologis yang disebabkan karena adanya hyperplasia marrow, warna kulit keabuan sebagai akibat dari akumulasi besi dalam kulit juga ditemukan maloklusi sebagai akibat dari pertumbuhan yang berlebihan dari maxilla (Potts & Mandleco, 2007).

30 17 b. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan diagnostik pada pasien thalasemia beta mayor meliputi pemeriksaan umum, pemeriksaan lanjut dan pemeriksaan khusus. Pemeriksaan umum meliputi Hb, MCV, MCH, morfologi sel darah merah (apusan darah), retikulosit, fragilitas osmotic. Pemeriksaan lanjutan meliputi analisis Hb terhadap kadar HbF, HbA dan elektroforesis hemoglobin; kadar besi, saturasi transferin dan feritin. c. Pemeriksaan khusus meliputi: 1) Analisis DNA untuk menentukan jenis mutasi penyebab thalasemia. 2) Anemia dengan kadar Hb berkisar 2-9g/dl, kadar MCV dan MCH berkurang, retikulosit biasanya meningkat dan fragilitas osmotic menurun. 3) Gambaran darah tepi memperlihatkan mikrositik hipokrom, fragmentasi, sel target dan normoblast. 4) Kadar HbF meningkat antara 10-90%, kadar HbA2 bisa normal, rendah atau sedikit meingkat. Peningkatan kadar HbA2 merupakan parameter penting untuk menegakan diagnosis pembawa sifat thalasemia. Besi Serum, feritin dan saturasi transferin meningkat (Pusponegoro, et al., 2005).

31 18 5. Komplikasi Lanjut Thalasemia Komplikasi lanjut Thalasemia adalah sebagai berikut (Malik et al, 2009): a. Komplikasi pada Jantung Kelainan jantung khususnya gagal jantung kiri berkontribusi lebih dari setengah terhadap kematian pada penderita thalasemia. Penyakit jantung pada penderita thalasemia mungkin bermanifestasi sebagai kardiomiopati hemosiderrhosis, gagal jantung, hipertensi pulmonal, arrithmia, disfungsi sistolik/diastolik, effusi pericardial, miokarditis atau perikarditis. Penumpukan besi merupakan faktor utama yang berkontribusi terjadinya kelainan pada jantung, adapun faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain genetik,faktor imunologi, infeksi dan anemia kronik. Pada pasien yang mendapatkan transfusi darah tetapi tidak mendapatkan terapi kelasi besi penyakit jantung simtomatik dilaporkan 10 tahun setelah pemberian transfusi pertama kali. b. Komplikasi endokrin Insiden yang tinggi pada disfungsi endokrin telah dilaporkan pada anak, remaja, dan dewasa muda yang menderita thalasemia mayor. Umumnya komplikasi yang terjadi yaitu hypogonadotropik hipogonadisme dilaporkan di atas 75% pasien. Pituari anterior adalah bagian yang sangat

32 19 sensitif terhadap kelebihan besi yang akan menggangu sekresi hormonal antara lain disfungsi gonad. Perkembangan seksual mengalami keterlambatan dilaporkan 50% anak laki-laki dan perempuan mengalami hal tersebut, biasanya pada anak perempuan akan mengalami amenorrhea. Selama masa kanak-kanak pertumbuhan bisa dipengaruhi oleh kondisi anemia dan masalah endokrin. Masalah tersebut mengurangi pertumbuhan yang harusnya cepat dan progresif menjadi terhambat dan pada akhirnya biasanya anak dengan thalasemia akan mengalami postur yang pendek. Faktor-faktor lain yang berkontribusi antara lain yaitu infeksi, nutrisi kurang, malabsorbsi vitamin D, defisiensi kalsium, defisiensi zinc dan tembaga, rendahnya level insulin seperti growth faktor-1(igf-1) dan IGF-binding protein- 3(IGFBP-3). Komplikasi endokrin yang lainnya adalah intoleransi glukosa yang disebabkan penumpukan besi pada pancreas sehingga mengakibatkan diabetes. Disfungsi thyroid dilaporkan terjadi pada pasien thalasemia di mana hypothyroid merupakan kasus yang sering ditemui, biasanya terjadi peningkatan kadar TSH. Hypothyroid pada tahap awal bisa bersifat reversibel dengan kelasi besi secara intensif. Selain Hypotyroid kasus lainnya dari kelainan endokrin yang

33 20 ditemukan yaitu hypoparathyroid. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar serum kalsium, phosphate dan hormon parathyroid di mana kelainan ini biasanya ditemukan pada dekade kedua kehidupan. c. Komplikasi metabolik Kelainan metabolik yang sering ditemukan pada penderita thalasemia yaitu rendahnya masa tulang yang disebabkan oleh hilangnya pubertas spontan, malnutrisi, disfungsi multiendokrin dan defisiensi dari vitamin D, kalsium dan zinc. Masa tulang bisa diukur dengan melihat Bone Mineral Density (BMD) dengan menggunakan dual x-ray pada tiga tempat yaitu tulang belakang, femur dan lengan. Rendahnya BMD sebagai manifestasi osteoporosis apabila T score <-2,5 dan osteopeni apabila T score-1 sampai-2. d. Komplikasi hepar Setelah dua tahun dari pemberian transfusi yang pertama kali pembentukan kolagen dan fibrosis terjadi sebagai dampak dari adanya penimbunan besi yang berlebih. Penyakit hati yang lain yang sering muncul yaitu hepatomegali, penurunan konsentrasi albumin, peningkatan aktivitas aspartat dan alanin transaminase. Adapun dampak lain yang berkaitan dengan penyakit hati adalah timbulnya Hepatitis B dan Hepatitis C akibat pemberian transfusi.

34 21 e. Komplikasi Neurologi Komplikasi neurologis pada penderita thalasemia beta mayor dikaitkan dengan beberapa faktor antara lain adanya hipoksia kronis, ekspansi sumsum tulang, kelebihan zat besi dan adanya dampak neurotoksik dari pemberian desferrioxamine. Temuan abnormal dalam fungsi pendengaran, timbulnya potensi somatosensori terutama disebabkan oleh neurotoksisitas desferioxamin dan adanya kelainan dalam konduksi saraf. 6. Dampak Thalasemia Terhadap Kondisi Psikososial Anak Penyakit thalasemia selain berdampak pada kondisi fisik juga terhadap kondisi psikososial, anak dengan kondisi penyakit kronik mudah mengalami emosi dan masalah perilaku. Lamanya perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan yang terjadwal secara pasti serta seringnya tidak masuk sekolah menuntut kebutuhan emosional yang lebih besar. Anak penderita thalasemia mengalami perasaan berbeda dengan orang lain dan mengalami harga diri yang rendah (Shaligram, Girimaji & Chaturvedi, 2007). Masalah psikososial pada anak dengan penyakit thalasemia telah diukur dengan menggunakan Childhood Psychopatology Measurement Schedule (CPMS) terdiri dari delapan permasalahan yaitu: rendahnya intellegensi dengan masalah perilaku, kelainan tingkah laku, kecemasan, depresi, gejala psikotik, kelainan fisik

35 22 dengan masalah emosional dan somatik (Shaligram, Girimaji & Chaturvedi, 2007). Penelitian yang terkait dengan kondisi psikososial pada anak diantaranya penelitian oleh Shaligram dkk (2007), dalam penelitian tersebut didapatkan 44% anak dengan thalasemia mengalami masalah psikologis, kecemasan berhubungan dengan gejala 67%, masalah emosi dan masalah tingkah laku depresi 62%. Lebih lanjut Azarkeivan et.al (2009) menyatakan bahwa kondisi psikologis anak merupakan prediktor yang signifikan pada kualitas hidup anak yang rendah. 7. Dampak Thalasemia Terhadap Keluarga Penyakit thalasemia pada anak selain berdampak pada kondisi anak itu sendiri juga berdampak pada keluarga. Dampak terhadap keluarga yang dijumpai antara lain yaitu: Permasalahan perawatan di rumah, permasalahan keuangan, dampak psikis keluarga dimana keluarga takut anaknya meninggal dan adanya tekanan yang relatif pada keluarga (Wong, 2009). Beberapa penelitian yang terkait dengan dampak penyakit thalasemia terhadap keluarga diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan Clarke dkk (2009) bahwa perawatan anak thalasemia mayor di Inggris berdampak pada kondisi keuangan keluarga. 8. Dampak Thalasemia Terhadap Hubungan Sosial Reaksi sosial pada penderita thalasemia ditunjukkan dengan perubahan peran sosial khususnya di usia anak-anak antara

36 tahun dimana usia ini merupakan usia tumbuh dan berkembang serta pencapaian jati diri seseorang. Hambatan sosial ini akan mempengaruhi perkembangan diri, keyakinan diri terhadap masa depannya karena penyakit yang dideritanya. Menciptakan kembali kehidupan sosial pasien penderita penyakit thalasemia merupakan aspek yang penting. Bentuk sumber daya sosial yang dapat membantu individu yang menderita penyakit thalasemia misalnya dengan pemberian informasi, bantuan dan dukungan emosional (Mulyani dan Adi, 2011). Penelitian Thavorncharoensap et al (2010) mengemukakan skor rerata kualitas hidup pada anak thalasemia beta mayor di Thailand sebesar 76,67 (±11,4), pencapaian kualitas hidup yang tinggi pada domain fungsi sosial dengan nilai paling tinggi yaitu 83,3. Anak thalasemia sudah mengalami manajemen yang efektif baik secara internal ataupun eksternal terkait dengan kondisi kronis yang dialaminya, sehingga individu merasa nyaman dan beradaptasi dengan keadaannya. 9. Dampak Thalasemia Terhadap Hubungan Lingkungan Menurut Boyse (2011), anak dengan thalasemia akan hidup dengan ketergantungan pada keluarga, teman dan lingkungan akibat dari keterbatasan dan ketidakmampuan sebagai respon dari rasa sakit dan trauma. Eleftheriou (2007) menjelaskan bahwa beberapa penderita thalasemia mengalami beberapa masalah baik

37 24 secara psikis maupun fisik, karena kesulitan untuk berada di lingkungan yang aktifitas fisiknya lebih besar, tidak memiliki teman akrab, merasa terisolasi, dan sebagainya. Penelitian Ilmi, dkk (2014) mengemukakan bahwa hasil wawancara pada tanggal 8 September 2014 kepada lima orang tua anak dengan thalasemia diketahui bahwa dari kelima anak thalasemia yang rutin menjalani transfusi di ruang rawat anak RSUD Arifin Achmad Pekanbaru menjadi lebih bersifat sensitif, mudah sedih, anak juga tampak merasa minder kepada temantemannya karena sering tidak masuk sekolah dan sakit sehingga anak lebih sering menyendiri dari lingkungan dan aktivitas sekitarnya. 10. Penatalaksanaan Thalasemia Penatalaksanaan thalasemia beta berbeda dengan thalasemia alpha dimana pada thalasemia beta mayor memerlukan penanganan yang terus menerus sepanjang hidup klien. Penatalaksanaan pada thalasemia beta mayor meliputi tiga penanganan umum yaitu (Potts & Mandleco, 2007): a. Transfusi darah Tujuan dari transfusi darah yaitu untuk mempertahankan kadar Hb sebagai dampak adanya anemia berat. Hb pasien dipertahankan antara 8g/dl sampai 9,5 dimana keadaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang

38 25 adekuat, darah diberikan dalam bentuk PRC 3 ml/kgbb untuk setiap kenaikan Hb 1g/dl. Transfusi biasanya setiap dua sampai tiga minggu sekali tergantung dari kondisi anak. b. Splenectomy Transfusi yang terus menerus menjadi salah satu pertimbangan untuk dilakukannya tindakan splenectomy karena dapat mengurangi hemolisis. Adapun indikasi dilakukannya tindakan splenectomy adalah limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien dan menimbulkan peningkatan tekanan intra abdomen dan bahaya terjadinya ruptur. c. Kelasi besi Kelasi besi harus segera diberikan ketika kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih dari 50% atau sekitar setelah 10 sampai dengan 20 kali pemberian transfusi darah. Kelasi besi yang sering digunakan yaitu secara parenteral namun memiliki keterbatasan terutama dalam biaya dan kenyamanan anak. Desferrioxamine harus diberikan secara subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan dosis mg/kg berat badan/ hari minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah. Abetz (2006), mengenai pemakaian kelasi besi yaitu penilaian dampak terapi kelasi besi parenteral terhadap kualitas hidup,

39 26 dan kebutuhan akan terapi oral dengan tujuan mudahnya pemberian terapi, efikasi dan toleransi baik. 11. Pencegahan Thalasemia Penyakit thalasemia yang ditimbulkan oleh kelainan genetik merupakan masalah kesehatan yang penting karena akan terbawa seumur hidup dan dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Oleh karena itu kesehatan anak perlu dipikirkan sejak masa dalam kandungan, sehingga akan menghasilkan generasi yang sehat dan cerdas serta tidak mengalami kondisi kronis yang membutuhkan perawatan dan pengobatan yang lama dan memakan biaya yang besar (Pusponegoro et al, 2005). Perawatan thalasemia yang ideal memerlukan biaya yang sangat tinggi, menyadari bahwa penyakit ini belum dapat disembuhkan dan perawatannya cukup mahal maka banyak negara yang mempunyai frekuensi gen thalasemia tinggi melaksanakan program pencegahan thalasemia melalui skrining pembawa sifat dan diagnosis prenatal. Diagnosis prenatal diantaranya dengan pengambilan sampel darah fetal dan mengkaji sintesis rantai globin dalam darah fetal termasuk di dalamnya analisis DNA fetal yang didapatkan dengan pengambilan sampel villus chorionic (Pusponegoro, et al, 2005).

40 Keaslian Penelitian Penelitian ini difokuskan pada kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor dengan menekankan aspek dan dimensi pada kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor di Ruang Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Nama Peneliti Dini Mariani (2011) Sandra Bulan (2009) Tabel 2.1 Keaslian Penelitian Judul Metode Penelitian Penelitian Hasil Penelitian Analisis Faktor Penelitian Hasil penelitian yang menggunakan menunjukkan Mempengaruhi rancangan terdapat Kualitas Hidup cross sectional hubungan yang Anak signifikan antara Thalasemia Beta kualitas hidup Mayor di RSU dengan kadar Hb Kota pretransfusi (p Tasikmalaya Value 0,003), dan Ciamis. dengan dukungan keluarga (p Value 0,003) dan dengan penghasilan (p Value 0,046). Hasil multivariat didapatkan bahwa kadar Hb pretransfusi merupakan faktor yang paling Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Anak Thalassemia Beta Mayor. Desain belah lintang. Analisis statistik menggunakan Pearson correlation, Spearman dan Multiple Linier mempengaruhi. Dari 55 anak thalassemia beta mayor, 5-14 tahun, rerata umur 9,8±3,40 tahun. Pengukuran kualitas hidup didapatkan rerata kualitas hidup 65,8(±13,6). Penelitian Sekarang Judul: Kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor di Ruang Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Metode: Kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Judul: Kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor di Ruang Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Metode:

41 28 Atyanti Isworo, dkk (2012) Kadar Hemoglobin, Status Gizi, Pola Konsumsi Regression Metode penelitian yang digunakan adalah Terdapat hubungan bermakna positif antara kadar Hemoglobin (r=0,289;p=0,032 ), status ekonomi (r=0,304; p=0,024), pendidikan ayah (r=0,295;p=0,029 ), pendidikan ibu (r=0,336;p=0,012 ) dengan rerata nilai kualitas hidup. Terdapat hubungan bermakna negatif antara nilai kualitas hidup anak thalassemia dengan ukuran limpa (r=-0,324; p=0,016). Secara bersama-sama status ekonomi, pendidikan ibu, kadar feritin, pendidikan ayah, kadar Hb, jenis kelasi besi, ukuran limpa, berpengaruh terhadap kualitas hidup anak thalassemia beta mayor dengan ukuran limpa sebagai faktor yang paling berpengaruh. Hasil penelitian didapatkan ratarata kadar hemoglobin 7,99 Kualitatif pendekatan fenomenologis dengan Judul: Kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor di Ruang

42 29 Makanan dan Kualitas Hidup Pasien Thalassemia. deskriptif, besar sampel 32 diperoleh dengan metode purposive sampling. gr/dl, sebanyak 59, 49% berada pada status gizi kurus, pola konsumsi makanan dapat diperoleh dari sumber karbohidrat (nasi=2,87 kali/hari), telur ayam dan tempe adalah 0,89 kali/hari dan 1,48 kali/hari. Sayuran dan buah adalah wortel dan pisang (1,02 kali/hari dan 0,61 kali/hari). Minuman yang sering dikonsumsi adalah teh 1,45 kali/hari. Pengukuran kualitas hidup didapatkan ratarata 67,24±(9,68). Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Metode: Kualitatif dengan pendekatan fenomenologis

43 Kerangka Teori Etiologi Gangguan Sintesis Hemoglobin Eritrosit Pecah Thalassemia Thalassemia Alfa Thalassemia Beta Mayor, Minor, Intermedia Transfusi Darah Rutin Penimbunan Besi Absorbsi Besi di Usus Komplikasi Gangguan Tumbuh Kembang Gangguan Endoktrin Hati, Limpa, Ginjal, antung, Paru, Tulang Konsep Kualitas Hidup WHO Qol-Bref Keterangan: : Diteliti : Tidak diteliti Dimensi Kesehatan Fisik Dimensi Psikologis Dimensi Hubungan Sosial Dimensi Lingkungan Kelemahan fisik, pucat, hepatosplenomegali, facies cooley Minder, kurang percaya diri, merasa berbeda dengan temannya Perlunya suport dan dukungan keluarga Dapat diterima di lingkungan, sering tidak masuk sekolah Gambar 2.4 Kerangka Teori Sumber: (Thavorncharonsap et al, 2010)

44 Fokus Penelitian Dalam penelitian ini, penulis akan mengetahui kualitas hidup penderita thalasemia beta mayor secara fisik, psikologis, sosial dan lingkungan di Ruang Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Maka pada penelitian ini fokus penelitian adalah sebagai berikut. Dimensi Fisik Kualitas Hidup Penderita Thalassemia Beta Mayor Dimensi Psikologis Dimensi Sosial Gambar 2.5 Fokus Penelitian Dimensi Lingkungan

45 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Saryono & Anggraeni (2010) penelitian kualitatif efektif digunakan untuk memperoleh informasi yang spesifik mengenai nilai, opini, perilaku dan konteks sosial menurut keterangan populasi. Sedangkan pendekatan fenomenologis merupakan pendekatan yang berusaha untuk memahami makna dari berbagai peristiwa dan interaksi manusia di dalam situasinya yang khusus. Fenomenologi menggambarkan riwayat hidup seseorang dengan cara menguraikan arti dan makna hidup serta pengalaman suatu peristiwa yang dialaminya. Penelitian ini dilakukan dalam situasi penelitian yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang diteliti. Dengan demikian cara fenomenologis menekankan pada berbagai aspek subyektif dari perilaku manusia supaya dapat memahami tentang bagaimana dan makna apa yang mereka bentuk dari berbagai peristiwa di dalam kehidupan informan sehari-harinya (Sutopo, 2006). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengeksplorasi kualitas hidup pasien penderita thalasemia beta mayor di Ruang Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri sesuai dengan pengalaman pasien. Pendekatan ini juga memberikan kesempatan 32

46 33 kepada pasien untuk mengungkapkan hal-hal yang selama ini terjadi dalam hidupnya setelah didiagnosa thalasemia beta mayor. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat dan waktu penelitian sangat berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh dalam penelitian. Pemilihan tempat penelitian harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, sehingga tempat ditentukan benar-benar menggambarkan kondisi informan yang sesungguhnya. Tempat penelitian adalah tempat interaksi informan dengan lingkungannya yang akan membangun pengalaman hidupnya (Saryono & Anggraeni, 2010) Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Ruang Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri terhadap pasien penderita thalasemia beta mayor dan telah memenuhi kriteria penelitian yang telah ditetapkan oleh peneliti. Alasan dilakukan penelitian ini dikarenakan belum pernah dilakukan penelitian serupa mengenai kualitas hidup pasien penderita thalasemia beta mayor di Ruang Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan September s/d Desember 2015.

47 Populasi dan Sampel Populasi Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan social situation atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors) dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Pada situasi sosial atau obyek penelitian ini peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang ada pada tempat (place) tertentu. Situasi sosial tersebut, dapat dinyatakan sebagai obyek penelitian yang ingin difahami secara lebih mendapal apa yang terjadi di dalamnya (Sugiyono, 2015). Situasi sosial dalam penelitian ini adalah penderita thalasemia beta mayor di Ruang Cempaka RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri, per Desember 2014 dengan jumlah 15 pasien Sampel Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai nara sumber atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif, juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori. Sampel dalam penelitian kualitatif disebut

48 35 sebagai sampel konstruktif, karena dengan sumber data dari sampel itu dapat dikonstruksikan fenomena yang semula masih belum jelas (Sugiyono, 2015). Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah 5 orang. Partisipan yang terpilih untuk mengikuti penelitian adalah individu yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Pasien menderita thalassemia berdasarkan diagnosis yang telah dibuat Sub Bagian Hematologi. 2. Berusia 6-15 tahun. 3. Anak atau orang tua/wali bersedia diikutsertakan dalam penelitian Teknik Sampling Pada penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Ciri-ciri khusus sampel purposive, yaitu: 1) sementara, 2) menggelinding seperti bola salju (snow ball), 3) disesuaikan dengan kebutuhan, 4) dipilih sampai jenuh (informan tidak lagi memberikan informasi yang baru) (Sugiyono, 2015). Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah 5 orang sesuai dengan kriteria yang telah dibuat. Dimana hal ini sesuai pendapat Saryono & Anggraeni (2010) bahwa fokus penelitian kualitatif adalah pada kedalaman dan proses sehingga pada

49 36 penelitian ini hanya melibatkan jumlah partisipan yang sedikit. Pertemuan dengan masing-masing partisipan dilakukan secara bertahap. 3.4 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data Instrumen pada penelitian kualitatif atau alat penelitian utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui proses observasi dan wawancara. Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri, baik pada grand tour question, tahap focused and selection, melakukan pengumpulan data, analisis dan membuat kesimpulan (Sugiyono, 2015). Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperanserta (participan observation), wawancara mendalam (in depth interiview) dan dokumentasi (Sugiyono, 2015). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan pedoman interview (wawancara), pedoman wawancara dalam penelitian ini dibuat sesuai dengan indikator-indikator kualitas hidup. Jadi dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi (Sugiyono, 2015).

50 Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode fenomenologis deskriptif dengan metode Colaizzi (Polit & Beck, 2006), metode Colaizzi dinilai efektif digunakan dalam penelitian ini, dikarenakan dengan metode Colaizzi fenomena-fenomena dapat terungkap dengan jelas sesuai dengan makna-makna yang didapat. Adapun langkah-langkah analisa data adalah sebagai berikut: 1. Peneliti menggambarkan fenomena dari pengalaman hidup partisipan yang diteliti yaitu mengenai kualitas hidup penderita thalassemia berdasarkan diagnosis yang telah dibuat Sub Bagian Hematologi. 2. Peneliti mengumpulkan gambaran fenomena partisipan berupa pengalaman pasien penderita thalassemia berdasarkan diagnosis yang telah dibuat Sub Bagian Hematologi terhadap kualitaas hidup. 3. Peneliti membaca semua protokol atau transkrip untuk mendapatkan perasaan yang sesuai dari partisipan. Kemudian mengidentifikasi pernyataan partisipan yang relevan. Serta membaca transkrip secara berulang-ulang hingga ditemukan kata kunci dari pernyataan-pernyataan mengenai kualitas hidup. 4. Kemudian peneliti mencari makna dan dirumuskan ke dalam tema. Setelah tema dianalisa, merujuk kelompok tema kedalam transkrip dan protokol asli untuk memvalidasi. 5. Peneliti mengintegrasikan hasil kedalam deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti mengenai kualitas hidup.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Thalassemia atau sindrom thalassemia merupakan sekelompok heterogen dari anemia hemolitik bawaan yang ditandai dengan kurang atau tidak adanya produksi salah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HIDUP ANAK THALASEMIA BETA MAYOR DI RSU KOTA TASIKMALAYA DAN CIAMIS TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HIDUP ANAK THALASEMIA BETA MAYOR DI RSU KOTA TASIKMALAYA DAN CIAMIS TESIS UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HIDUP ANAK THALASEMIA BETA MAYOR DI RSU KOTA TASIKMALAYA DAN CIAMIS TESIS Dini Mariani NPM: 0906504682 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM

Lebih terperinci

KUALITAS HIDUP PENDERITA THALASEMIA BETA MAYOR DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI

KUALITAS HIDUP PENDERITA THALASEMIA BETA MAYOR DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI KUALITAS HIDUP PENDERITA THALASEMIA BETA MAYOR DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh : Dwi Sumiarsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kronis merupakan suatu kondisi yang menyebabkan seseorang dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang menderita penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Angka kejadian penyakit talasemia di dunia berdasarkan data dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia

Lebih terperinci

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Thalassemia Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Maiyanti Wahidatunisa Nur Fatkhaturrohmah Nurul Syifa Nurul Fitria Aina

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara herediter. Centre of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa thalassemia sering dijumpai pada populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak dengan penyakit kronis lebih rentan mengalami gangguan psikososial dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit neurologi seperti

Lebih terperinci

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010 THALASEMIA A. DEFINISI Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns I. DEFINISI Talasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Gambaran Umum Penelitian Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota Yogyakarta pada tanggal 9 Agustus - 1 September 2016. Data dikumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengakhiri abad ke-20 dan mengawali abad ke-21 ini ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Mengakhiri abad ke-20 dan mengawali abad ke-21 ini ditandai oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengakhiri abad ke-20 dan mengawali abad ke-21 ini ditandai oleh fenomena transisi kependudukan di Indonesia. Fenomena ini memang sebagai konsekuensi pembangunan,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Talasemia Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara tahun 1925 sampai 1927.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada tahap ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja tubuh (Nugroho, 2007). Semakin bertambahnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Thalassemia Thalassemia merupakan kelainan genetik dimana terjadi mutasi di dalam atau di dekat gen globin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh mensintesis subunit α atau β-globin pada hemoglobin dalam jumlah yang abnormal (lebih sedikit). 1,2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari normal, anemia merefleksikan eritrosit yang kurang dari normal di dalam sirkulasi dan anemia

Lebih terperinci

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia Disusun Oleh : Gillang Eka Prasetya (11.955) PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN AKADEMI KESEHATAN ASIH HUSADA SEMARANG 2012 / 2O13 THALASEMIA A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data statistik organisasi WHO tahun 2011 menyebutkan Indonesia menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak setelah Amerika Serikat, China, India.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Komunikasi dalam konteks kesehatan adalah suatu proses penyampaian pesan kesehatan oleh komunikator melalui saluran/media tertentu pada komunikan dengan tujuan yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Harapan Pada..., Agita Pramita, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Harapan Pada..., Agita Pramita, F.PSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana individu dituntut untuk memiliki kemampuan penyesuaian baru yang bertujuan untuk menghadapi kehidupan di masa depan. Remaja

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS HIDUP ANAK THALASEMIA

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS HIDUP ANAK THALASEMIA PENELITIAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS HIDUP ANAK THALASEMIA R,Pranajaya*, Nurchairina* *Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang Thalasemia adalah penyakit keturunan yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Talasemia merupakan penyakit bawaan yang diturunkan dari salah satu orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat perubahan atau kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau keadaan dimana tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi

Lebih terperinci

KADAR HEMOGLOBIN, STATUS GIZI, POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KUALITAS HIDUP PASIEN THALASSEMIA. Universitas Jenderal Soedirman

KADAR HEMOGLOBIN, STATUS GIZI, POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KUALITAS HIDUP PASIEN THALASSEMIA. Universitas Jenderal Soedirman KADAR HEMOGLOBIN, STATUS GIZI, POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KUALITAS HIDUP PASIEN THALASSEMIA Atyanti Isworo 1, Dwi Setiowati 2, Agis Taufik 3 1,2,3 Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menua 2.1.1 Definisi Menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang rentan dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stroke 2.1.1 Defenisi Stroke Stroke adalah berhentinya pasokan darah ke bagian otak sehingga mengakibatkan gangguan pada fungsi otak (Smeltzer dan Bare, 2002). Kurangnya aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hemoglobin Hemoglobin adalah pigmen yang terdapat didalam eritrosit,terdiri dari persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein yang disebut globin,dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI KELUARGA TERHADAP KUALITAS HIDUP ANAK THALASEMIA MAYOR DI RSUD KABUPATEN CIAMIS

HUBUNGAN MOTIVASI KELUARGA TERHADAP KUALITAS HIDUP ANAK THALASEMIA MAYOR DI RSUD KABUPATEN CIAMIS HUBUNGAN MOTIVASI KELUARGA TERHADAP KUALITAS HIDUP ANAK THALASEMIA MAYOR DI RSUD KABUPATEN CIAMIS Yesi Robi ) Novianti ) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi (yesi_robi@yahoo.com) )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang. adalah terapi hemodialisis (Arliza, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang. adalah terapi hemodialisis (Arliza, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal Ginjal Kronik merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya yang semakin meningkat, pengobatan pengganti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu maupun Ayah memiliki hak yang sama dalam merawat dan membesarkan anak. Membesarkan anak bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization (WHO) secara global lebih dari 500 juta orang dan sekitar 1,5 juta orang harus menjalani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat trauma, operasi, syok, dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah maka tranfusi darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Thalassemia adalah suatu penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara resesif yang disebabkan karena kelainan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hemoglobin Darah orang dewasa normal memiliki tiga jenis hemoglobin, dengan komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2. Hemoglobin minor yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Menurut Renwick dan Brown (1995), seseorang dikatakan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Menurut Renwick dan Brown (1995), seseorang dikatakan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas hidup merupakan sebuah konsep multidimensional yang mencerminkan persepsi diri seseorang akan kebahagiaan dan kepuasan dengan kehidupan. Menurut Renwick dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan sangat penting maka pemerintah Indonesia memberikan perhatian berupa subsidi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang ditandai dengan adanya kenaikan kadar gula darah atau hiperglikemia. Penyakit DM dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. timbulnya berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang dapat terjadi yaitu diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. timbulnya berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang dapat terjadi yaitu diabetes 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup yang tidak sehat dapat mempengaruhi kesehatan individu. Kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji dan kurangnya olahraga telah menjadi pola hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah dengan nilai MCV lebih kecil dari normal (< 80fl) dan MCH lebih kecil dari nilai normal (

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan penyakit dengan angka kematian tinggi. Data Global

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan penyakit dengan angka kematian tinggi. Data Global 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyakit dengan angka kematian tinggi. Data Global Action Againts Cancer (2006) dari WHO menyatakan bahwa angka kematian akibat kanker dapat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1

BAB V KESIMPULAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1 BAB V KESIMPULAN Osteogenesis imperfekta (OI) atau brittle bone disease adalah kelainan pembentukan jaringan ikat yang umumnya ditandai dengan fragilitas tulang, osteopenia, kelainan pada kulit, sklera

Lebih terperinci

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disease) saat ini masih menjadi masalah yang besar, sebagaimana prediksi

BAB I PENDAHULUAN. disease) saat ini masih menjadi masalah yang besar, sebagaimana prediksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Ginjal Kronik yang selanjutnya disebut CKD (chronic kidney disease) saat ini masih menjadi masalah yang besar, sebagaimana prediksi penderita akan meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi perhatian utama secara global dalam kesehatan. Setiap tahun terjadi peningkatan kasus dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPATUHAN 1. Defenisi Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai petunjuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal ginjal merupakan suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan, sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme tubuh dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang mempunyai peran penting dalam sistem ekskresi dan sekresi pada tubuh manusia. Apabila ginjal gagal melakukan fungsinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus merupakan sindrom metabolik yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus merupakan sindrom metabolik yang ditandai dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan sindrom metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah di atas normal (hiperglikemia) akibat kelainan pada sekresi insulin, kerja

Lebih terperinci

Thalassemia merupakan kelompok kelainan

Thalassemia merupakan kelompok kelainan Artikel Asli Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien Thalassemia Mayor di Pusat Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Daniel Nugraha Aji,Christopher Silman,Citra Aryudi,Cynthia,Centauri,

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Keperawatan Oleh: NAMA :Twenty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan jiwa dari penderita diabetes. Komplikasi yang didapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Diabetes Mellitus yang tidak ditangani dengan baik dan tepat dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi pada organ tubuh seperti mata, jantung, ginjal, pembuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Diabetes Association / ADA (2011) DM adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Diabetes Association / ADA (2011) DM adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang terjadi karena pankreas tidak dapat menghasilkan insulin atau penyakit kronis yang terjadi ketika tubuh tidak dapat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai. polipeptida globin (α atau β) yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai. polipeptida globin (α atau β) yang membentuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelompok penyakit darah yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai polipeptida globin (α atau β) yang membentuk hemoglobin (Hb) normal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PROLANIS 1. Pengertian Prolanis PROLANIS merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegratif yang melibatkan peserta, Fasilitas

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar di dunia. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat beresiko terkena kanker. Kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan disebabkan oleh defisiensi absolut atau relatif dari sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : EKAN FAOZI J Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

SKRIPSI. Oleh : EKAN FAOZI J Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan HUBUNGAN HOSPITALISASI BERULANG DENGAN PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ANAK PRASEKOLAH YANG MENDERITA LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT DI RUANG MELATI 2 RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan hormon insulin secara absolute atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap kualitas hidup anak, termasuk pada anak dengan Leukemia Limfoblastik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap kualitas hidup anak, termasuk pada anak dengan Leukemia Limfoblastik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis beserta pengobatannya mempunyai dampak besar terhadap kualitas hidup anak, termasuk pada anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA). LLA merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus pada dasarnya merupakan kelainan kronis pada homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu peninggian kadar gula darah, kelainan dari

Lebih terperinci

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI Oleh : Dr.Prasetyo Widhi Buwono,SpPD-FINASIM Program Pendidikan Hematologi onkologi Medik FKUI RSCM Ketua Bidang advokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat

Lebih terperinci

PERILAKU PASIEN DIABETES MELLITUS DALAM PENCEGAHAN HIPOGLIKEMIA. Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. Harjono Ponorogo

PERILAKU PASIEN DIABETES MELLITUS DALAM PENCEGAHAN HIPOGLIKEMIA. Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. Harjono Ponorogo PERILAKU PASIEN DIABETES MELLITUS DALAM PENCEGAHAN HIPOGLIKEMIA Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr. Harjono Ponorogo KARYA TULIS ILMIAH Diajukan kepada Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi pada remaja dan dewasa yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. Prevalensi anemia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini disebabkan oleh demam dimana terdapat kenaikan suhu

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI, KOMPETENSI DAN BEBAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI TESIS

HUBUNGAN MOTIVASI, KOMPETENSI DAN BEBAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI TESIS HUBUNGAN MOTIVASI, KOMPETENSI DAN BEBAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tingkat depresi terhadap kualitas hidup lanjut usia. Penelitian tersebut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tingkat depresi terhadap kualitas hidup lanjut usia. Penelitian tersebut 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian untuk menganalisis hubungan antara tingkat depresi terhadap kualitas hidup lanjut usia. Penelitian tersebut

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu bedah digestif, ilmu bedah onkologi, dan ilmu gizi 4.2 Tempat dan waktu Lokasi penelitian ini adalah ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM sudah banyak dicapai dalam kemajuan

Lebih terperinci

BUKU AJAR KEPERAWATAN PEMASANGAN DESFERAL

BUKU AJAR KEPERAWATAN PEMASANGAN DESFERAL BUKU AJAR KEPERAWATAN PEMASANGAN DESFERAL Oleh : Windy Rakhmawati, S.Kp, M.Kep. NIP. 19770108 200003 2 001 Mengetahui, Kepala Bagian Ilmu Keperawatan Anak Sari Fatimah, S.Kp, M.Kes. NIP. BAGIAN ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu menggunakan insulin yang dihasilkan oleh pankreas (Word Health

BAB I PENDAHULUAN. mampu menggunakan insulin yang dihasilkan oleh pankreas (Word Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu keadaan dimana tubuh tidak mampu menggunakan insulin yang dihasilkan oleh pankreas (Word Health Organization [WHO], 2011). DM termasuk

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH DUKUNGAN EMOSIONAL KELUARGA PADA PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) Di Poli Jantung RSUD Dr.

KARYA TULIS ILMIAH DUKUNGAN EMOSIONAL KELUARGA PADA PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) Di Poli Jantung RSUD Dr. KARYA TULIS ILMIAH DUKUNGAN EMOSIONAL KELUARGA PADA PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) Di Poli Jantung RSUD Dr.Harjono Ponorogo Oleh: ULFA RAHHAYATI NIM 13612467 PRODI D III KEPERAWATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama dan merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia bisa terjadi pada segala usia. Indonesia prevalensi anemia masih tinggi, insiden anemia 40,5% pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005;

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005; I. PENDAHULUAN Diabetes melitus tipe II merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia dimana penyakit ini dapat menimbulkan gangguan ke organ-organ tubuh lainnya karena terjadi defisiensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

Lebih terperinci