BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU"

Transkripsi

1 BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, Menimbang : a. bahwa daerah aliran sungai merupakan kesatuan ekosistem yang utuh dari hulu sampai hilir yang terdiri dari unsur-unsur utama tanah, vegetasi, air maupun udara dan memiliki fungsi penting dalam pembangunan ekonomi masyarakat yang berkelanjutan; b. bahwa kerusakan daerah aliran sungai di Kabupaten Paser dewasa ini semakin memprihatinkan, sehingga mengakibatkan bencana alam banjir, tanah longsor, krisis air dan/atau kekeringan yang telah berdampak pada perekonomian dan tata kehidupan masyarakat; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) Sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

2 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839); 7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888); 8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 9. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 10. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 12. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 13. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);

3 17. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tatacara Peranserta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934); 22. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385); 24. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452); 25. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453); 26. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 27. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2007 tentang Perubahan Nama Kabupaten Pasir menjadi Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Nomor 476);

4 28. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292); 29. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Perubahan Nama Ibukota Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur dari Tanah Grogot Menjadi Tana Paser (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5392); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASER dan BUPATI PASER, MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Paser. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Paser. 3. Bupati adalah Bupati Paser. 4. Daerah Aliran Sungai, disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 5. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu adalah suatu proses penataan yang mengintegrasikan kegiatan berbagai sektor terkait dalam jajaran Pemerintahan bersama swasta maupun dengan masyarakat dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pembinaan dan pemberdayaan serta pengendalian kawasan daerah aliran sungai mulai dari hulu sampai hilir bagi kepentingan pembangunan demi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dengan tetap mempertahankan kelestarian ekosistim kawasan tersebut. 6. Bagian hulu daerah aliran sungai adalah wilayah daratan dalam kesatuan daerah aliran sungai yang memiliki ciri topografi bergelombang, berbukit dan/atau bergunung, dengan kerapatan drainase relatif tinggi, merupakan sumber air yang masuk langsung ke sungai utama dan/atau melalui anak-anak sungai, serta sumber erosi yang sebagiannya terangkut ke daerah hilir sungai menjadi sediment. 7. Bagian tengah daerah aliran sungai adalah wilayah daratan dalam kesatuan DAS yang membentang mulai dari hulu sampai hilir termasuk sempadan sungai, marupakan sumber penghidupan manusia dan satwa lainnya

5 8. Bagian hilir daerah aliran sungai adalah wilayah daratan dalam kesatuan daerah aliran sungai yang memiliki ciri topografi datar sampai landai, merupakan daerah endapan sediment atau alluvial. 9. Sumberdaya daerah aliran sungai adalah seluruh sumberdaya dalam kawasan DAS yang dapat didaya-gunakan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan sosial, ekonomi dan penopang sistim penyanggah kehidupan manusia maupun satwa lainnya. 10. Satuan Wilayah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SWP DAS) adalah satuan wilayah yang terdiri dari satu atau lebih aliran sungai atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang atau sama dengan km persegi yang karena kondisi biofisiknya disatukan dalam satu wilayah pengelolaan. 11. Partisipasi Masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat yang berdiam di daerah aliran sungai atau sekitarnya yakni tokoh adat, tokoh agama dan lain-lain dengan sejumlah pengalaman dan kearifannya dalam menjaga dan mempertahankan kelestarian sumberdaya alam pada masing-masing kawasan daerah aliran sungai. 12. Forum Koordinasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang disingkat Forum DAS adalah lembaga koordinatif yang beranggotakan berbagai pihak dan bersifat lintas sektor dalam mengelola daerah aliran sungai. BAB II MAKSUD, AZAS DAN TUJUAN Pasal 2 Maksud dari pembentukan Peraturan Daerah ini adalah sebagai pedoman dalam mengelola DAS sebagai salah satu sumber utama kehidupan manusia dan satwa lainnya secara serasi dan seimbang melalui perencanaan, pelaksanaan, pembinaan dan pemberdayaan serta pengendalian. Pasal 3 Pengelolaan DAS Terpadu dilakukan berdasarkan azas : a. manfaat dan lestari; b. kerakyatan dan keadilan; c. kebersamaan; d. keterpaduan; e. keberlanjutan; f. berbasis masyarakat; g. kesatuan wilayah dan ekosistem; h. keseimbangan; i. pemberdayaan masyarakat; j. akuntabel dan transparan; dan k. pengakuan terhadap kearifan lokal. Pasal 4 Pengelolaan DAS Terpadu bertujuan untuk : a. Terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar berbagai pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS; b. Terwujudnya kondisi tata air di DAS yang optimal, meliputi jumlah, kualitas dan distribusinya;

6 c. Terwujudnya kondisi lahan yang produktif sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan DAS; d. Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 5 Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah ini adalah pengelolaan seluruh kawasan DAS mulai dari hulu, bagian tengah sampai hilir, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan dan pemberdayaan serta pengendalian DAS. BAB IV PERENCANAAN Pasal 6 (1) Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu dimaksudkan untuk merumuskan tujuan, sinkronisasi program dan sistim monitoring serta evaluasi program dalam satu Satuan Wilayah Pengelolaan DAS (SWP DAS). (2) Perencanaan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara partisipatif yang melibatkan berbagai pihak dan lintas sektor, lintas wilayah mulai dari hulu, bagian tengah sampai hilir, serta lintas disiplin ilmu. (3) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kajian kondisi bio fisik, sosial, ekonomi, politik, kelembagaan dan peraturan perundang-undangan. (4) Penyiapan Rencana Pengelolaan DAS dilakukan oleh Forum DAS. Pasal 7 (1) Proses penyiapan rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) Peraturan Daerah in, meliputi : a. inventarisasi karakteristik DAS; b. identifikasi masalah; c. identifikasi berbagai stakeholders; d. ierumusan tujuan dan sasaran; e. perumusan kebijakan dan program; f. perumusan bentuk dan struktur kelembagaan; g. perumusan sistim pemantauan dan evaluasi; h. perumusan sistim insentif dan disinsentif; dan i. perumusan besar dan sumber pendanaan. (2) Jangka waktu rencana Pengelolaan DAS Terpadu berlaku selama 15 tahun dan dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses penyusunan rencana Pengelolaan DAS Terpadu diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 8 Inventarisasi karakteristik DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi tentang bio fisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan masyarakat dalam suatu kawasan DAS.

7 Pasal 9 Identifikasi masalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dimaksudkan untuk mengetahui struktur permasalahan yang berhubungan dengan sumberdaya air, lahan, vegetasi, sosial, ekonomi dan kelembagaan masyarakat dalam suatu kawasan DAS. Pasal 10 Berdasarkan karakteristik dan permasalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9, Peraturan Daerah ini, perlu ditetapkan jumlah, luas, lokasi dan urutan prioritas, sebagai basis pengalokasian dan pendayagunaan sumberdaya dalam Pengelolaan DAS Terpadu. Pasal 11 Identifikasi berbagai stakeholders sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, dilaksanakan untuk mengetahui tugas dan fungsi serta keterkaitan aktivitas unsur pemerintah, swasta, maupun masyarakat dalam Pengelolaan DAS Terpadu. Pasal 12 Perumusan Tujuan dan Sasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d, dilaksanakan untuk mewujudkan kondisi DAS yang ingin dicapai pada akhir periode rencana Pengelolaan DAS Terpadu yang dinyatakan dalam kriteria dan indikator tertentu. Pasal 13 Perumusan kebijakan dan program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e, dilaksanakan untuk menyusun dan menyepakati kebijakan, program dan kegiatan lintas sektor, lintas wilayah administratif pemerintahan serta lintas disiplin ilmu, guna mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Pasal 14 Perumusan bentuk dan struktur kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf f, dilaksanakan untuk menganalisis dan menyepakati peran masingmasing pihak terkait dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian serta evaluasi pengelolaan. Pasal 15 Perumusan sistim pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf g, dilaksanakan untuk menyusun dan menyepakati peran berbagai pihak, kriteria, indikator dan metode pengukuran serta mekanisme pelaporan kinerja Pengelolaan DAS Terpadu. Pasal 16 Perumusan sistim insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h, dilaksanakan untuk menyepakati perangkat kebijakan yang memberikan dorongan terhadap kegiatan yang selaras dengan rencana Pengelolaan DAS Terpadu dan untuk membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak selaras dengan rencana Pengelolaan DAS Terpadu.

8 Pasal 17 Perumusan besaran dan sumber pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf i, dilaksanakan untuk menyusun dan menyepakati kebutuhan, mengidentifikasi sumber, mekanisme dan alokasi pendanaan dalam Pengelolaan DAS Terpadu. BAB V PELAKSANAAN Pasal 18 Pengelolaan DAS Terpadu dilaksanakan melalui kegiatan : a. Pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan dan air; b. Restorasi hutan serta rehabilitasi dan reklamasi hutan maupun lahan; dan c. Konservasi hutan, lahan dan air. Pasal 19 Pelaksanaan Pengelolaan DAS Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, harus memenuhi : a. Kriteria teknis sektoral; b. Persyaratan kelestarian ekosistim DAS; dan c. Pola pengelolaan hutan, lahan dan air. Pasal 20 Kriteria teknis sektoral dalam Pengelolaan DAS Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, merupakan ukuran untuk menentukan bahwa kegiatan dan usaha pada kawasan budidaya dan kawasan lindung, baik pada bagian hulu, bagian tengah maupun hilir DAS, harus memenuhi ketentuan teknis sektoral sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 21 Persyaratan kelestarian ekosistim dalam Pengelolaan DAS Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, merupakan ketentuan yang harus dipenuhi untuk suatu kegiatan dan usaha pada kawasan budidaya dan kawasan lindung, baik pada bagian hulu, bagian tengah maupun hilir DAS, agar menghasilkan nilai sinergi terbesar bagi kesejahteraan masyarakat serta menjamin daya dukung wilayah DAS dan daya tampung lingkungan. Pasal 22 Pola pengelolaan hutan, lahan dan air dalam Pengelolaan DAS Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c, diarahkan khusus pada kawasan budidaya dan kawasan lindung, baik pada bagian hulu, bagian tengah maupun hilir DAS dengan tujuan untuk mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan antara ketersediaan dan pendaya-gunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dalam ekosistim DAS dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna secara berkelanjutan.

9 Pasal 23 Pola pengelolaan hutan, lahan dan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 terdiri dari : a. Pola pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan dan air yang dibagi menjadi : 1. kawasan budidaya di bagian hulu DAS; 2. kawasan lindung di bagian hulu DAS; 3. bagian tengah DAS; 4. kawasan budidaya di bagian hilir DAS; 5. kawasan lindung di bagian hilir DAS. b. Pola restorasi dan rehabilitasi serta reklamasi hutan dan lahan meliputi; 1. kawasan budidaya di bagian hulu DAS; 2. kawasan lindung di bagian hulu DAS; 3. kawasan budidaya di bagian hilir DAS; 4. kawasan lindung di bagian hilir DAS. c. Pola konservasi hutan, lahan dan air meliputi: 1. kawasan budidaya di bagian hulu DAS; 2. kawasan lindung di bagian hulu DAS; 3. kawasan budidaya di bagian hilir DAS; 4. kawasan lindung di bagian hilir DAS. Pasal 24 Pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan dan air pada kawasan budidaya di bagian hulu DAS sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf a angka 1, harus tetap memperhatikan kelestarian ekosistim, dengan cara: a. menerapkan tekhnologi budidaya secara tepat guna dan ramah lingkungan; b. meningkatkan produktivitas hutan dan lahan dengan mencegah dampak negatif pada daerah hilir; c. menerapkan tekhnik konservasi sesuai dengan kondisi tanah pada masing-masing wilayah dengan cara mempertahankan dan meningkatkan penutupan vegetasi tetap, pengolahan tanah menurut kontur, pengolahan tanah minimal, pembuatan teras, saluran pembuangan air, terjunan air, dam pengendali, dam penahan, pengendali jurang, sumur resapan, embung air, penerapan koefisien dasar bangunan, pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan menghindari penggunaan zat kimiawi; d. mempertahankan keberadaan bentuk-bentuk alam; e. menjaga kelestarian penutupan vegetasi tetap; dan f. mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 25 Pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan dan air pada kawasan lindung di bagian hulu DAS sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf a angka 2, agar tetap memperhatikan kelestarian ekosistim, dan dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut : a. menunjang dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan; b. melindungi keanekaragaman hayati dan keunikan lingkungan; c. mendayagunakan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan secara lestari; d. mempertahankan keberadaan bentuk bentang alam; e. menjaga kelestarian penutupan vegetasi tetap; dan f. mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

10 Pasal 26 (1) Pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan dan air pada bagian tengah DAS sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf a angka 3, yang dipakai untuk bangunan rumah, tempat usaha atau sarana sosial lainnya harus dilakukan dengan tetap memperhatikan kriteria teknis sektoral, kelestarian ekosistem, dan pola pengelolaan hutan, lahan dan air, agar tidak mempersempit penampang sungai dan/atau pengrusakan hutan dan lahan. (2). Hutan dan lahan sepanjang bagian tengah yang mengalami kerusakan sebagai akibat pemanfaatan dan penggunaan dengan tidak mengindahkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilakukan restorasi, rehabilitasi dan reklamasi. Pasal 27 Pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan dan air pada kawasan budidaya di bagian hilir DAS sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf a angka 4, harus tetap memperhatikan kelestarian ekosistim, dengan cara : a. menerapkan tekhnologi budidaya secara tepat guna dan ramah lingkungan; b. meningkatkan produktivitas hutan dan lahan dengan mencegah dampak negatif pada daerah hilir; c. menerapkan tekhnik konservasi tanah dan air berupa penanaman tanaman bervegetasi tetap dan rumput-rumputan, pengolahan tanah menurut kontur, pengolahan tanah minimal, pembuatan teras, saluran pembuangan air, terjunan air, dam pengendali, dam penahan, pengendali jurang, sumur resapan, embung air, penerapan koefisien dasar bangunan, pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan menghindari penggunaan zat kimiawi; d. mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 28 Pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan dan air pada kawasan lindung di bagian hilir DAS sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf a angka 5, agar tetap memperhatikan kelestarian ekosistem, dan dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut : a. menunjang dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan; b. melindungi keanekaragaman hayati dan keunikan lingkungan; c. mendayagunakan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan secara lestari; d. mempertahankan keberadaan bentuk bentang alam; e. menjaga kelestarian penutupan vegetasi tetap; f. mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 29 Restorasi hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan maupun lahan pada kawasan budidaya di bagian hulu DAS sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf b angka 1, agar tetap memperhatikan kelestarian ekosistim, dan dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. menerapkan tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan; b. meningkatkan penutupan vegetasi tetap; c. memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi budidaya hutan dan lahan serta kondisi tata air DAS; d. mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

11 Pasal 30 Restorasi hutan serta rehabilitasi dan reklamasi hutan maupun pada kawasan lindung di bagian hulu DAS sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf b angka 2, agar tetap memperhatikan kelestarian ekosistim, perlu dilakukan dengan cara : a. menerapkan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan; b. meningkatkan penutupan vegetasi tetap; c. memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lindung hutan dan lahan serta kondisi tata air DAS; d. mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 31 Restorasi hutan serta rehabilitasi dan reklamasi hutan maupun lahan pada kawasan budidaya di bagian hilir DAS sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf b angka 3, agar tetap memperhatikan kelestarian ekosistim, dan dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. menerapkan tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan; b. meningkatkan penutupan vegetasi tetap; c. memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi budidaya hutan dan lahan serta kondisi tata air DAS; d. mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 32 Restorasi hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan maupun lahan pada kawasan lindung di bagian hilir DAS sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf b angka 4, agar tetap memperhatikan kelestarian ekosistim, dan dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. menerapkan tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan; b. meningkatkan penutupan vegetasi tetap; c. memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lindung hutan dan lahan serta kondisi tata air DAS; d. mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 33 Konservasi hutan, lahan dan air pada kawasan budidaya di bagian hulu DAS sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf c angka 1, agar tetap memperhatikan kelestarian ekosistim, dan dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. menerapkan tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan; b. melindungi dan melestarikan keberadaan dan kualitas sumberdaya hutan, lahan dan air; c. menjaga keseimbangan fungsi tata air DAS; d. menjaga daya dukung DAS dan daya tampung lingkungan; dan e. mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 34 Konservasi hutan, lahan dan air pada kawasan lindung di bagian hulu DAS sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf c angka 2, agar tetap memperhatikan kelestarian ekosistim, dan dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. menerapkan tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan; b. melindungi keanekaragaman hayati dan keunikan alam; c. melestarikan fungsi lindung hutan, tanah dan kondisi tata air DAS; d. mempertahankan dan meningkatkan penutupan vegetasi tetap; dan e. mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

12 Pasal 35 Konservasi hutan, lahan dan air pada kawasan budidaya di bagian hilir DAS sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf c angka 3, agar tetap memperhatikan kelestarian ekosistim, perlu dilakukan dengan cara : a. menerapkan tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan; b. melindungi dan melestarikan keberadaan dan kualitas sumberdaya hutan, lahan dan air; c. menjaga keseimbangan fungsi tata air DAS; d. menjaga daya dukung DAS dan daya tampung lingkungan; dan e. mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 36 Konservasi hutan, lahan dan air pada kawasan lindung di bagian hilir DAS sebagaimana dimaksud pada pasal 23 huruf c angka 4, agar tetap memperhatikan kelestarian ekosistim, perlu dilakukan dengan cara : a. menerapkan tekhnologi tepat guna dan ramah lingkungan; b. melindungi keanekaragaman hayati dan keunikan alam; c. melestarikan fungsi lindung hutan, tanah dan kondisi tata air DAS; d. mempertahankan dan meningkatkan penutupan vegetasi tetap; e. mematuhi prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. BAB VI PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN Pasal 37 (1) Pembinaan dan pemberdayaan dalam mengelola DAS bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas institusi Pemerintah, Swasta dan masyarakat dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, serta pendanaan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dan antar Pemerintah secara berjenjang maupun oleh dan antar swasta dan institusi masyarakat melalui pemberian pedoman, supervisi dan konsultasi, pendidikan dan pelatihan, pemberian bantuan tekhnis, sosialisasi serta penyediaan sarana dan prasarana. (3) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, Swasta maupun institusi masyarakat kepada masyarakat yang mendiami DAS dan sekitarnya secara partisipatif melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, pendampingan, pemberian bantuan modal, advokasi, serta penyediaan sarana dan prasarana. Pasal 38 (1) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 Peraturan Daerah ini adalah masyarakat adat yang secara turun-temurun telah memiliki hak mengusahakan wilayah DAS, tetap diakui, dihormati dan dilindungi hak-haknya serta terlibat dan/atau dilibatkan dalam Pengelolaan DAS Terpadu.

13 (2) Masyarakat adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hak untuk : a. menikmati manfaat berupa barang dan jasa lingkungan yang dihasilkan dari Pengelolaan DAS Terpadu; b. mengetahui informasi tentang pengelolaan DAS termasuk di dalamnya rencana Pengelolaan DAS Terpadu; c. berperan serta dalam setiap proses pengambilan keputusan mulai dari perencanaan sampai dengan pengendalian pengelolaan DAS; d. memperoleh kompensasi yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana Pengelolaan DAS Terpadu. (3) Masyarakat adat berkewajiban untuk : a. mengembangkan pemanfaatan sumberdaya DAS yang ramah lingkungan; b. mematuhi program Pengelolaan DAS Terpadu; c. memperhatikan keberlanjutan ekosistem sumberdaya hutan, lahan dan air di DAS dalam pemanfaatannya bagi keberlanjutan hidup mereka; d. melakukan pengawasan dalam pemanfaatan sumberdaya hutan, lahan dan air di DAS. BAB VII PENGENDALIAN Pasal 39 Pengendalian DAS dilakukan melalui kegiatan : a. Monitoring; b. Evaluasi. Pasal 40 (1) Monitoring Pengelolaan DAS Terpadu diselenggarakan melalui kegiatan pemantauan, pengawasan dan penertiban dalam kawasan budidaya dan kawasan lindung, baik pada bagian hulu, bagian tengah maupun pada bagian hilir DAS. (2) Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menjaga konsistensi antara rencana Pengelolaan DAS Terpadu dengan pelaksanaan kegiatan dari masing-masing sektor pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan dibantu oleh Forum DAS dalam bentuk pemantauan, evaluasi dan pelaporan. (3) Tata cara dan instrumen monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 41 (1) Evaluasi dilaksanakan untuk menilai keberhasilan dan perumusan rencana tindak lanjut Pengelolaan DAS Terpadu. (2) Mekanisme dan instrumen evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

14 Pasal 42 Pelaksanaan Pengelolaan DAS Terpadu yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan dan pemberdayaan serta pengendalian wajib dilaksanakan secara terkoordinasi sesuai dengan urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Paser. BAB VIII KELEMBAGAAN PENGELOLAAN Pasal 43 (1) Pengelolaan DAS Terpadu dilaksanakan secara koordinatif dengan melibatkan berbagai pihak, lintas sektor dan lintas disiplin ilmu. (2) Untuk mengoptimalkan keterlibatan berbagai pihak dalam pelaksanaan kebijakan Pengelolaan DAS Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bupati membentuk Forum DAS. (3) Anggota Forum DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari unsur Pemerintah Daerah, Swasta dan Masyarakat. (4) Forum DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertanggung jawab kepada Bupati. (5) Jumlah, unsur asal anggota serta tata cara pembentukan Forum DAS ditetapkan dengan Keputusan Bupati dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan daerah Pasal 44 Forum DAS mempunyai tugas membantu Bupati dalam hal : a. Merumuskan kebijakan operasional dan strategi Pengelolaan DAS Terpadu; b. Melaksanakan koordinasi dan konsultasi untuk menyelaraskan kepentingan antar sektor dan antar pemangku kepentingan dalam Pengelolaan DAS Terpadu; c. Menyusun rencana Pengelolaan DAS Terpadu untuk sungai dalam wilayah Kabupaten Paser; d. Menyusun mekanisme pengendalian terhadap penggunaan dan pemanfaatan hutan dan lahan disepanjang DAS yang dilakukan oleh instansi sektoral, badan usaha dan masyarakat; e. Mengelola dana Pengelolaan DAS Terpadu yang bersumber dari dunia usaha dan masyarakat secara transparan dan akuntabel; f. Ketentuan lebih lanjut tentang mekanisme kerja Forum DAS diatur oleh Bupati. BAB IX PEMBIAYAAN Pasal 45 Pembiayaan pelaksanaan Pengelolaan DAS Terpadu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat, sesuai ketentuan perundang-undangan.

15 BAB X PENYELESAIAN SENGKETA Bagian Kesatu Gugatan Pasal 46 Setiap orang, masyarakat atau Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan secara perwakilan ke pengadilan terhadap kerusakan ekosistim DAS yang diakibatkan oleh perbuatan seseorang atau sekolompok orang yang merugikan kehidupan masyarakat. Bagian Kedua Penyelesaian Sengketa Pasal 47 (1) Penyelesaian sengketa pengelolaan DAS dapat ditempuh melalui musyawarah mufakat. (2) Apabila sengketa pengelolaan DAS tidak dapat diselesaikan secara musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyelesaian sengketa pengelolaan DAS dapat ditempuh melalui pengadilan. (3) Penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB XI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 48 (1) PPNS Daerah berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Pimpinan Unit Organisasi Perangkat Daerah. (2) PPNS Daerah mempunyai tugas melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Perda. (3) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) PPNS Daerah berada dibawah koordinasi dan pengawasan Penyidik POLRI. (4) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) PPNS Daerah mempunyai wewenang: a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana atas pelanggaran Perda; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. melakukan penyitaan benda dan atau surat yang berkaitan dengan pelanggaran Perda;

16 e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. memanggil Orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atas peristiwa tersebut, karena bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik Polri memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, Tersangka atau Keluarganya; i. melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan; j. Rehabilitasi. (5) PPNS Daerah tidak berwenang untuk melakukan penangkapan atau penahanan kecuali tertangkap tangan. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 49 (1) Barangsiapa melakukan tindak pidana, diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp ,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran BAB XIII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 50 (1) Pejabat Pemerintah Daerah yang dalam tindakannya tidak sesuai dengan kebijakan pengelolaan DAS dikenakan sanksi administratif oleh Bupati. (2) Sanksi administratif diberlakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 51 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai tekhnis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati.

17 Pasal 52 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Paser. Diundangkan di Tana Paser pada tanggal 2 Juli 2014 SEKRETARIS DAERAH KAB. PASER, ttd Ditetapkan di Tana Paser pada tanggal 2 Juli 2014 BUPATI PASER, ttd H.M.RIDWAN SUWIDI H.HELMY LATHYF LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASER TAHUN 2014 NOMOR 10 Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum Setda Kab. Paser, H. Suwardi, SH., M. Si Pembina Tingkat I Nip NO. REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER PROV. KALIMANTAN TIMUR : 10/2014 PENJELASAN

18 ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU I. UMUM : 1. Luas wilayah Kabupaten Paser ,18. km 2 wilayah darat dan 752,76 km 2 wilayah laut. Daerah Aliran Sungai sesungguhnya merupakan konsep dalam pengelolaan sumber daya air yang menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air didefinisikan sebagai suatu ruang hidup dengan keragaman sifat dan karakteristik sosial, ekonomi, budaya, biofisik, satuan lahan dan sumber daya alam di atasnya. Sebagai sebuah konsep dasar dalam pengelolaan SDA, maka pengelolaan DAS seharusnya merupakan gambaran dari keterpaduan diantara butir-butir pilar dan aspek pengelolaannya. Pilar pengelolaan dimaksud adalah fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi. Sedangkan aspek pengelolaan meliputi 4 (empat) aspek penting, yaitu konservasi, penggunaan, pengendalian dan pengembangan sistim informasi. Kekurang-paduan diantara pilar-pilar dan aspek-aspek pengelolaan DAS akan mendatangkan permasalahan serius. Dalam konteks Kabupaten Paser, sedikitnya terdapat empat permasalahan mendasar disekitar DAS; Pertama, laju peningkatan lahan kritis yang kian meluas, dimana saat ini telah mencapai ,325 ha; Kedua, menurunnya produktivitas lahan pertanian; Ketiga, menurunnya fungsi DAS sebagai daerah tangkapan air; dan Keempat, menurunnya fungsi DAS sebagai penahan laju limpasan permukaan (run off) terutama ketika terjadi curah hujan dengan intensitas tinggi dalam sebulan pada setiap musim hujan. Kondisi ini telah mengakibatkan sebagian besar tutupan lahan sudah terkuras atau terbuka yang pada gilirannya akan menimbulkan erosi dan pendangkalan sungai, sehingga banjir dan tanah longsor tidak dapat dihindari dan menimbulkan kerugian yang sangat besar bahkan merenggut nyawa manusia. Oleh karena itu, air merupakan permasalahan serius di Kabupaten Paser. 2 Permasalahan di daerah aliran sungai sesungguhnya merupakan implikasi dari kondisi geografi dan demografi khas Kabupaten Paser. Hampir seluruh wilayah Paser beriklim tropis yang memiliki 8 sampai 9 bulan hujan dalam setahun, dan 6 bulan diantaranya intensitas dan volume curah hujannya sangat tinggi. Disamping itu, aspek sumberdaya manusia juga memiliki sumbangan yang tidak kecil dan ikut memperparah keadaan di daerah aliran sungai. Dari total penduduk di Kabupaten Paser yang berjumlah jiwa dalam rumah tangga, rumah tangga diantaranya merupakan penduduk miskin, sebagian dari penduduk miskin tersebut adalah petani yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Jumlah penduduk yang banyak tersebut tidak sebanding dengan daya dukung lahan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka; dengan demikian upaya untuk membangun perekonomian masyarakat melalui sektor pertanian mengalami tantangan yang sangat berat, sehingga peluang untuk pemanfaatan sumberdaya alam secara tidak bertanggungjawab diproyeksikan akan terus meningkat.

19 Karena fungsi DAS merupakan ruang hidup dengan intensitas kepentingan yang berbeda-beda dari sebagian besar penduduk Paser, tentu berkonsekuensi langsung pada penurunan fungsi DAS sebagaimana dikemukakan diatas. Oleh karena itu upaya perlindungan daerah aliran sungai melalui rehabilitasi hutan dan lahan merupakan sebuah tantangan berat, karena bersentuhan langsung dengan persoalan dasar yang berkaitan dengan mata pencaharian, aspek sosial, ekonomi dan budaya serta tingkat pendapatan yang masih rendah sangat melilit setiap aspek kehidupan masyarakat. Harapan melalui rekayasa sosial dan pelibatan masyarakat dalam upaya rehabilitasi lahan mengalami kendala karena fakta memperlihatkan tingkat pendidikan masyarakat masih rendah. 3. Konservasi sumberdaya hutan dan keanekaragaman hayati sudah dimulai dengan memprioritaskan pengelolaan kawasan hutan yang berfungsi lindung sebagai daerah tangkapan air. Beberapa kawasan prioritas perlindungan adalah pada kawasan hutan yang merupakan daerah tangkapan dan hulu dari DAS Kandilo di Kabupaten Paser. Kawasan hutan yang disebutkan diatas merupakan satuansatuan blok hutan yang masih cukup luas dan memiliki peran ekologis yang sangat signifikan dalam mempertahankan peranan hidrologi dan ekosistim DAS. Dalam konteks pembangunan Kabupaten Paser, kawasan hutan merupakan benteng ekologi yang bisa mendukung fungsi lingkungan bagi ekosistim di Paser, karena sedikitnya terdapat sungai-sungai besar yang berhulu di Gunung Beratus, Gunung Lumut dan Gunung Ketam yaitu Sungai Kandilo dan Sungai Sewang, Sungai Semu, dll. Salah satu persoalan adalah penurunan potensi dan nilai keanekaragaman hayati yang cukup signifikan, sehingga dikuatirkan berdampak pada penurunan fungsi dan daya dukung sebagai resevoir utama di Kabuapten Paser. 4. Selain itu, keragaman etnis, budaya dan nilai adat istiadat yang cukup tinggi dalam komunitas masyarakat Paser merupakan kekayaan yang memiliki nilai tersendiri, termasuk dalam pemanfaatan hutan, tanah dan air, namun tetap memerlukan kehati-hatian dalam memanfaatkannya. Tingginya keragaman etnolinguistik yang ada mempunyai kontribusi langsung terhadap tingkat keragaman penafsiran dan persepsi tentang hutan, tanah, air dan sumberdaya alam. Revitalisasi nilai sosial budaya (kearifan lokal) merupakan salah satu peluang strategis yang bisa dimanfaatkan dalam mendukung upaya tersebut, karena nilai sosial budaya memiliki sustainabilitas yang tinggi dan hanya akan berakhir ketika manusia tidak lagi mau berbudaya atau beradab. Berangkat dari sebagian kecil model kearifan lokal yang ada, memberikan gambaran kepada kita bahwa sebenarnya kita memiliki modal yang cukup kuat untuk membangun sektor kehutanan dengan memanfaatkan apa yang ada pada masyarakat lokal pada setiap daerah. Keanekaragaman konsepsi dan pandangan masyarakat terhadap hutan, tanah, air, lingkungan dan sumberdaya alam mengingatkan kita akan kebhinekaan potensi dan peluang dalam melestarikannya. Persoalan yang dihadapi adalah efektivitas aturan adat yang semakin melemah seiring dengan depresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip etika sosial lokal padahal kearifan lokal merupakan modal sosial pembangunan dan simbol interaksi masyarakat dalam mendayagunakan sumberdaya alam di sekitarnya. Oleh karena itu, selain diperlukan pengaturan peran dan fungsi dari semua komponen birokrasi Pemerintahan dalam pengelolaan daerah aliran sungai, tetapi juga terus diupayakan agar kearifan budaya lokal yang dianut masyarakat diakomodir dan mewarnai perumusan kebijakan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan, khususnya pada pengelolaan daerah aliran sungai. 5 Dari segi kelembagaan, sarana dan prasarana dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Paser sebenarnya sangat memadai, karena banyak institusi baik

20 instansi vertikal maupun daerah dengan segala fasilitas yang dimiliki diharapkan mampu untuk menanggulangi kerusakan DAS. Dalam kenyataannya, masingmasing instansi masih bergerak pada koridornya sendiri-sendiri berdasarkan target lembaga, sehingga pengelolaan yang bersifat terpadu sangat sulit dilakukan karena tidak adanya mekanisme yang mengatur sinergisitas diantara sektor yang berkepentingan. Sehubungan dengan itu, kehadiran sebuah perangkat peraturan dalam bentuk Peraturan Daerah yang bersifat mengatur dan mengikat semua instansi atau lembaga Pemerintah, Swasta dan masyarakat untuk melakukan pengelolaan yang bersifat integratif pada kawasan daerah aliran sungai menjadi kebutuhan mendesak. II. PASAL DEMI PASAL : Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Huruf a : yang dimaksud dengan Asas manfaat dan lestari adalah : - Manfaat dan lestari antara pertimbangan ekonomi dengan pertimbangan ekologi; - Manfaat dan lestari antara ekosistim daratan dan ekosistim sungai; - Manfaat dan lestari dalam hal perencanaan sektor secara horizontal, dengan mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari sektor dan instansi terkait; - Manfaat dan lestari dalam hal perencanaan secara vertikal, dengan mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari level pemerintahan yang berbeda, seperti Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota; - Manfaat dan lestari antar pemangku kepentingan dari berbagai lapisan masyarakat; - Manfaat dan lestari dalam hal perencanaan tata ruang yang dilakukan secara partisipatif dan transparan, yang mengakomodir kepentingan masyarakat adat. Huruf b yang dimaksud dengan Asas kerakyatan dan keadilan adalah DAS dikelola secara adil bagi kepentingan seluruh rakyat, khususnya yang mendiami kawasan DAS. Huruf c yang dimaksud dengan Asas kebersamaan adalah perencanaan pengelolaan DAS disusun secara bersama oleh berbagai pihak, Pemerintah, Swasta maupun masyarakat. Huruf d yang dimaksud dengan Asas keterpaduan adalah : - Keterpaduan antara pertimbangan ekonomi dengan pertimbangan ekologi; - Keterpaduan antara ekosistem daratan dengan ekosistem sungai; - Keterpaduan antara ilmu pengetahuan dengan manajemen; - Keterpaduan perencanaan sektor secara horizontal, dengan mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari sektor dan instansi terkait; - Keterpaduan perencanaan secara vertikal, dengan mengintegrasikan kebijakan dan perencanaan dari level pemerintahan yang berbeda, seperti Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota;

21 - Keterpaduan antar pemangku kepentingan dari berbagai lapisan masyarakat; - Keterpaduan perencanaan Tata Ruang dilakukan secara partisipatif dan transparan, yang mengakomodir kepentingan mayarakat adat. Huruf e yang dimaksud dengan Asas keberlanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Huruf f yang dimaksud dengan Asas berbasis masyarakat adalah proses pengelolaan sumberdaya daerah aliran sungai yang menjadi penopang masyarakat setempat melalui pemberian hak yang efektif pada masyarakat itu mengenai penggunaan sumberdaya tersebut, dengan prinsip-prinsip: Sukarela bukan pemaksaan; insentif bukan sanksi; penguatan bukan birokrasi; proses bukan substansi; dan penunjuk arah bukan jalan spesifik. Huruf g yang dimaksud dengan Asas kesatuan wilayah dan ekosistem adalah wilayah dan ekosistem merupakan dua pokok yang menyatu (convergent), di mana secara yuridis berlakunya Peraturan Daerah ini terbatas pada Wilayah Kabupaten Paser tetapi karena pencemaran dan perusakan di suatu tempat akan langsung memiliki dampak terhadap lokasi yang berdekatan maka sekalipun bukan merupakan hak pengelolaan, namun memiliki hak untuk setidaknya mengetahui dan mengawasi kegiatan di lokasi yang kemungkinan besar akan berdampak pada masyarakat di daerah yang bersangkutan. Huruf h yang dimaksud dengan Asas keseimbangan adalah tiap kegiatan yang dijalankan harus memperhatikan pemulihan fungsi ekosistem sehingga pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya mempertimbangkan kelestarian sumberdaya yang ada. Huruf i yang dimaksud dengan Asas pemberdayaan masyarakat adalah kegiatan dijalankan bertujuan untuk membangun kapasitas dan kemampuan masyarakat melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan sehingga masyarakat memiliki akses yang adil dalam pengelolaan sumberdaya daerah aliran sungai. Huruf j yang dimaksud dengan Asas akuntabel dan transparan adalah mekanisme kegiatan ditetapkan secara transparan, demokratis, dapat dipertanggung-jawabkan, menjamin kesejahteraan masyarakat, serta memenuhi kepastian hukum, dijalankan oleh pemerintah, masyarakat, sektor swasta serta berbagai pihak lain yang berkepentingan. Huruf k yang dimaksud dengan Asas pengakuan terhadap kearifan tradisional masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya daerah aliran sungai adalah penerimaan oleh pemerintah tentang kenyataan adanya ketentuan-ketentuan memelihara lingkungan alam sekitar oleh kelompok masyarakat yang telah dijalani turun-temurun dan telah menunjukkan adanya manfaat yang diterima masyarakat maupun lingkungan.

22 Pasal 4 Huruf a Pasal 5 Huruf b air sebagai unsur ekosistim DAS diperlukan untuk berbagai kepentingan seperti pertanian, rumah tangga dan penyeimbang lingkungan, kebutuhan air tersebut dapat dipenuhi baik secara kuantitas maupun kualitas sepanjang tahun. Huruf c lahan dalam DAS bisa dipandang sebagai faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya, harus diusahakan dalam batasbatas kemampuan sumberdaya alam sehingga dapat berproduksi secara berkelanjutan tanpa mengalami degradasi. Yang dimaksud dengan daya dukung DAS adalah kemampuan DAS dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia yang berada dalam DAS tersebut dalam periode waktu tertentu. Yang dimaksud dengan daya tampung lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk menerima masukan materi (biotik dan abiotik) yang berasal dari luar lingkungan yang bersangkutan tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan. Huruf d Pasal 6 Ayat (1) Pengelolaan DAS yang bersifat lintas negara, strategis nasional maupun yang keberadaannnya hanya dalam satu Kabupaten/Kota; Pemerintah Daerah wajib berkoordinasi dan berkonsultasi dengan Pemerintah Pusat, maupun dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang memiliki DAS. Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Pasal 7 Pasal 8 Yang dimaksud dengan : - data biofisik meliputi antara lain sumberdaya air, kerapatan drainase, topografi, hidro-geologi, tanah, iklim, flora dan fauna. - data sosial ekonomi meliputi antara lain kependudukan, tingkat pendapatan, mata pencaharian, tingkat pendidikan, perilaku, adat-istiadat yang terkait dengan Pengelolaan DAS Terpadu. - data kelembagaan meliputi antara lain organisasi, tugas dan peran berbagai pihak dan peraturan-peraturan yang terkait dengan Pengelolaan DAS Terpadu.

23 - data tersebut berupa data primer yang dapat diperoleh melalui survey langsung atau data sekunder yang tersedia pada berbagai instansi pemerintah atau swasta. Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Yang dimaksud dengan kriteria ádalah ukuran dari sesuatu yang akan dicapai (luaran, hasil, tujuan); sedangkan yang dimaksud dengan indikator ádalah penciri yang bersifat khas, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan berlaku pada kurun waktu tertentu. Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Huruf a - yang dimaksud dengan pemanfaatan hutan adalah bentuk kegiatan pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional, yang dilaksanakan secara optimal dan berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. Yang dimaksud dengan penggunaan hutan adalah penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan di hutan produksi dan hutan lindung tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Pembangunan diluar kegiatan kehutanan meliputi kegiatan untuk kepentingan religi, pertahanan keamanan, pertambangan, pembangunan ketenaga-listrikan dan instalasi tekhnologi energi terbarukan, pembangunan jaringan telekomunikasi, pembangunan jaringan instalasi air bersih, jalan umum, serta pembangunan fasilitas umum lainnya. - yang dimaksud dengan penggunaan lahan adalah upaya penata-gunaan, penyediaan, pengembangan dan pengusahaan sumberdaya lahan secara optimal dan berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. - yang dimaksud dengan pemanfaatan air adalah upaya penata-gunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan dan pengusahaan sumberdaya air secara optimal dan berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BITUNG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa daerah aliran sungai

Lebih terperinci

GUBERNUR PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

GUBERNUR PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI 1 GUBERNUR PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU SALINAN BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa Daerah Aliran Sungai merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah dan air dalam wilayah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERRLINDUNGAN MATA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERRLINDUNGAN MATA AIR PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERRLINDUNGAN MATA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PER

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PER LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.299, 2014 LINGKUNGAN. Tanah. Air. Konservasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5608) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa daerah aliran sungai merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI 1 SALINAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Air merupakan karunia

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa daerah aliran sungai

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa Taman

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Air merupakan karunia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 0 BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 12 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG IBU KOTA KABUPATEN LEBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2012 009 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa air

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 11 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG REVISI RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA MALINGPING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah dan air dalam wilayah Negara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 21 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 20, 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah dan air dalam wilayah Negara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 7 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 7 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT IRIGASI

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT IRIGASI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang Mengingat : a. bahwa air sebagai sumber kehidupan masyarakat yang

Lebih terperinci

L E M B A R A N D A E R A H

L E M B A R A N D A E R A H L E M B A R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TAHUN 2004 NOMOR 1 SERI E NO. SERI 1 P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950); PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa air merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARMASIN

WALIKOTA BANJARMASIN WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN, PENGATURAN PEMANFAATAN SEMPADAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG Menimbang NOMOR 02 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KABUPATEN TABALONG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa Hutan Lindung Kota Bontang mempunyai

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi merupakan daerah yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA - 1 - BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE AIR ATAU SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALINAU,

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa kemiskinan adalah masalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 17 TAHUN 2003 SERI D.14 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA SUMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) (PENGELOLAAN KONSERVASI PENYU DI KABUPATEN MUKOMUKO) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGEMBANGAN PEMANFAATAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGEMBANGAN PEMANFAATAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGEMBANGAN PEMANFAATAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, bahwa

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa air sebagai sumber kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PANIMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa Lingkungan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci