OPTIMALISASI KAPASITAS TRAFIK DENGAN TRANSCEIVER GROUP SYNCHRONIZATION DI PT XL AXIATA Tbk PURWOKERTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMALISASI KAPASITAS TRAFIK DENGAN TRANSCEIVER GROUP SYNCHRONIZATION DI PT XL AXIATA Tbk PURWOKERTO"

Transkripsi

1 OPTIMALISASI KAPASITAS TRAFIK DENGAN TRANSCEIVER GROUP SYNCHRONIZATION DI PT XL AXIATA Tbk PURWOKERTO Optimalization Traffic Capacity with Transceiver Group in PT XL AXIATA Tbk Purwokerto Alfin Hikmaturokhman, S.T 1 ~ Anggun Fitrian Isnawati, S.T 2 ~ Febry Setyadillah 3 Program Studi D-III Teknik Telekomunikasi Akademi Teknik Telkom Sandhy Putra Purwokerto Alfin_h21@yahoo.com 1, anggun_fitrian@yahoo.com 2, viebray@yahoo.com 3 Abstraksi Perkembangan pengguna telekomunikasi bergerak selular GSM menuntut adanya optimalisasi kapasitas trafik agar mencakup pelanggan semaksimal mungkin. Salah satu cara meningkatkan kapasitas trafik dengan melakukan Transceiver Group yaitu penggabungan dua Radio Base Station atau lebih menjadi satu Site. Dengan dilakukan Transceiver Group akan meningkatkan kapasitas Traffic Channel (TCH) Availibility, TCH traffic, Stand Alone Dedicated Control Channel (SDCCH), menurunkan TCH Assigment Drop Call dan TCH Congestion Ratio. Dengan ini akan meningkatkan Handover Success Ratio (HOSR) dan menyimpan penggunaan Transceiver Unit (TRU). Kata Kunci : Optimalisasi, Trafik, Transceiver Group Abstract Growth of consumer of peripatetic telecommunications of cellular GSM claims the existence of optimal capacities of traffic to be including maximum customer. One of the improving capacities of traffic by Transceiver Group that is merger two Radio Bases of Station or more become one Site. Conducted by Transceiver Group will improve capacities of Traffic Channel (TCH) Availability, TCH Traffic, Stand Alone Dedicated Control Channel (SDCCH), degrading TCH Assignment Drop Call and of TCH Congestion Ratio. Herewith will improve Handover Success Ratio (HOSR) and of saving usage of Transceiver Unit (TRU). Keywords : Optimalization, Traffic, Transceiver Group 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Saat ini selular telah digunakan oleh jutaan user di seluruh dunia. Pertumbuhan jumlah user naik secara eksponensial setiap tahunnya. Pertumbuhan jumlah user yang besar, menuntut pihak operator harus bisa memenuhi jumlah pelanggan yang semakin lama semakin meningkat pesat. Dari berbagai teknologi yang berkembang di Indonesia, teknologi Global System for Mobile Communication (GSM) merupakan teknologi operator selular yang perkembangan jumlah pelanggannya sangat cepat dan mempunyai banyak pelanggan di Indonesia. Teknologi GSM, membutuhkan perencanaan cell dengan tujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pencakupan cell yang ditunjukan oleh jumlah base station, dimana diusahakan seminimal mungkin dapat memenuhi kebutuhan kapasitas trafik. Dengan tujuan menambah kapasitas trafik tapi tanpa menambahkan cell yang akan menguntungkan dari sisi Radio Frequency (RF) dan pengaturan frekuensinya. Dengan adanya jumlah pelanggan yang meningkat dengan cepat dan jumlah pelanggan selular yang banyak maka operator selular harus meningkatkan kapasitas trafik dengan memanfaatkan teknologi yang sudah ada di operator selular yaitu GSM 900 dan GSM 1800/Digital Cellular System (DCS) Dengan cara menggabungkan teknologi tersebut untuk meningkatkan kapasitas trafik. Untuk melakukan penggabungan teknologi GSM 900 dan DCS 1800 diperlukan penggabungan 2 transceiver group dalam 1 cell dengan beda Channel Group (CHGR), menjadikan koneksi antara Base Transceiver Station (BTS) pada Multiband yang satu jadi master dan yang lain menjadi slave. Slave akan dikontrol oleh Master. Koneksi antara Distribution Switch Unit (DXU) GSM 900 dan DXU GSM 1800 dengan menggunakan sebuah 1

2 kabel yang disebut dengan kabel External Bus (ESB). Oleh karena itu dalam pembahasan Tugas Akhir ini, penulis ingin melakukan Optimalisasi Kapasitas Trafik dengan Transceiver Group di PT XL AXIATA, Tbk Purwokerto sebagai bentuk penelitian terhadap cara meningkatkan kapasitas trafik tanpa menambahkan cell dengan berbagi jumlah kanal pada 2 BTS atau lebih. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas terdapat permasalahan yang perlu dikaji lebih lanjut, yaitu: 1. Bagaimana meminimalkan loss Resource dan meningkatkan kapasitas trafik menggunakan traffic gain dengan satu Broadcast Control Channel (BCCH) di Overlay 1 dan Overlay 2? 2. Bagaimana menemukan solusi untuk BTS end site high traffic? 1.3 Maksud Penulisan Adapun maksud pembuatan Tugas Akhir ini adalah: 1. Melakukan upaya optimalisasi kapasitas trafik dengan Transceiver Group. 2. Melakukan upaya optimalisasi untuk meningkatkan kapasitas trafik tanpa menambahkan cell. 1.4 Batasan Masalah Pembahasan dalam Tugas Akhir ini akan dibatasi pada beberapa masalah sebagai berikut : 1. Tidak membahas optimalisasi yang dilakukan secara software. 2. Hanya membahas Distribution switch Unit (DXU), tidak untuk perangkat-perangkat jaringan GSM maupun DCS yang lain. 3. Tidak melihat kenaikan drop call akibat kekuatan sinyal dengan posisi antena BTS OL1 dan OL2 yang tidak sejajar. 4. Tidak membahas jenis ESB cable yang digunakan. 5. Tidak membahas software Operation and Maintenance (OMT) versi 37 yang digunakan. 6. Adapun parameter-parameter yang dianalisa pada jaringan GSM 900 dan DCS 1800 di PT XL AXIATA, Tbk Purwokerto antara lain Traffic Channel (TCH) Availability, TCH Congestion Ratio, TCH Traffic, Stand Alone Dedicated Control Channel (SDCCH) Traffic, dan TCH Drop Call Assignment. 7. Tidak membahas jenis-jenis antena yang digunakan. 8. Data yang dianalisa hanya untuk suara (voice). 2. Kajian Pustaka 2.1 Global System for Mobile Communication (GSM) 1. Evolusi Sistem Telepon Bergerak [5] Telepon selular adalah salah satu aplikasi bidang telekomunikasi yang berkembang sangat pesat. Hal tersebut ditunjukkan dengan persentase kenaikan pelanggan baru di seluruh pelosok dunia. Saat ini lebih dari 45 juta pelanggan selular di seluruh dunia, dan sekitar 50 % dari pelanggan tersebut berada di Amerika Serikat. Dan diperkirakan sistem selular dengan menggunakan teknologi digital akan menjadi suatu metode telekomunikasi yang umum. Pada tahun 2005, diperkirakan mencapai lebih dari 100 juta pelanggan selular di seluruh dunia sesuai gambar 2.1. Telah diperkirakan beberapa negara mungkin lebih banyak menggunakan telepon bergerak daripada telepon tetap (PSTN) Millions of Subcribers Gambar 2.1 Cellular Subscriber Growth Worldwide Konsep dari layanan selular adalah dengan menggunakan pemancar berdaya rendah dimana frekuensi dapat digunakan kembali dalam satu area geografi. Ide dari pelayanan radio bergerak di kembangkan di Amerika Serikat di Labs Bell di awal tahun 1970an. Bagaimanapun, negara-negara Nordic merupakan yang pertama memperkenalkan layanan selular untuk penggunaan komersil dengan pengenalan dari Nordic Mobile Telephone (NMT) pada tahun Sistem selular diawali di US dengan merilis Sistem Advanced Mobile Phone Service (AMPS) pada tahun Standar AMPS kemudian diadopsi oleh Asia, Amerika Latin, dan negara-negara 2

3 kepulauan, hal ini menghasilkan pasar yang berpotensi besar di dunia untuk selular. Di awal tahun 1980an, kebanyakan sistem telepon bergerak merupakan analog daripada digital. Salah satu tantangan menghadapi sistem analog adalah ketidakmampuan untuk menangani perkembangan kapasitas yang diperlukan dalam arti efisiensi biaya. Sebagai hasilnya, digital teknologi dikembangkan. Keuntungan dari sistem teknologi digital adalah mudahnya pensinyalan, interferensi yang lebih rendah, terintegrasinya transmisi dan switching, dan bertambahnya kemampuan untuk mencukupi permintaan kebutuhan kapasitas. Tabel 2.1 Perkembangan Sistem Telepon Bergerak Tahun Sistem Telepon Bergerak 1981 Nordic Mobile Telephone (NMT) American Mobile Phone System (AMPS) 1985 Total Access Communication System (TACS) 1986 Nordic Mobile Telephony (NMT) American Digital Cellular (ADC) 1991 Global System for Mobile Communication (GSM) 1992 Digital Cellular System (DCS) Personal Digital Cellular (PDC) 1995 PCS 1900 Canada 1996 PCS United States 2. Definisi GSM a. Global System for Mobile Communication (GSM) Teknologi GSM merupakan teknologi komunikasi bergerak yang bersifat digital dengan metode akses Time Divison Multipe Access (TDMA) dan modulasi Gaussian minimum shift keying (GMSK) yang di rancang oleh para engineer telekomunikasi yaitu Confren ce Europeene des Postes et Tellecomunication (CEPT) [11]. Teknologi ini memanfaatkan gelombang mikro dan pengiriman sinyal yang dibagi berdasarkan waktu (TDMA), sehingga sinyal informasi yang dikirim akan sampai pada tujuan. GSM dijadikan standar global komunikasi selular sekaligus sebagai teknologi selular yang banyak digunakan di dunia. Frekuensi yang digunakan adalah 900 MHz. b. Digital Cellular System (DCS) GSM 1800 merupakan nama lain dari Digital Cellular System (DCS) DCS 1800 adalah standar turunan dari GSM yang dikembangkan oleh ETSI (European Telecommunication Standart Institute). Seperti halnya sebuah jaringan komunikasi digital, GSM 1800 memiliki prinsip kerja standar yang sama dengan GSM lain, tetapi teknologi ini menggunakan frekuensi yang lebih tinggi yaitu 1800 MHz. 3. Arsitektur Jaringan GSM Gambar 2.2 Arsitektur Jaringan GSM [11] Sesuai pada gambar 2.2 arsitektur jaringan GSM terdiri dari 3 bagian utama yaitu RSS (Radio Sub-system), NSS (Network and Switching Sub-system), dan OMS (Operation and Maintenance Subsystem). a. RSS (Radio Sub-system) 1) MS (Mobile Station) MS (Mobile Station) merupakan perangkat yang secara langsung digunakan oleh pelanggan. MS terdiri dari ME (Mobile Equipment) dan SIM (Subscriber Identity Moduls) sesuai dengan gambar 2.3. Gambar 2.3. Mobile Station = ME + SIM [13] a) ME (Mobile Equipment) ME (Mobile Equipment) atau handset adalah perangkat GSM yang berada di sisi pelanggan biasa disebut dengan handphone yang berfungsi sebagai terminal transceiver (pengirim dan penerima sinyal) untuk berkomunikasi dengan perangkat GSM lainnya. 3

4 b) SIM (Subscriber Identity Module) SIM (Subscriber Identity Module) adalah sebuah kartu atau SIM Card dari sebuah operator yang berisi seluruh informasi pelanggan dan beberapa informasi service yang dimilikinya. Tanpa SIM, Mobile Equipment (ME) tidak dapat berfungsi kecuali emergency call. 2) BSS (Base Station Sub-system) BSS (Base Station Subsystem) dikenal sebagai subsistem radio yang menyediakan dan mengatur antarmuka radio antara ponsel dengan subsistem GSM lainnya. BSS terdiri dari BTS (Base Transceiver Station) dan BSC (Base Station Controller). 1) BTS (Base Transceiver Station) BTS (Base Transceiver Station) merupakan perangkat yang berhubungan langsung dengan MS. BTS berfungsi sebagai transciever sinyal komunikasi dari/ke MS yang menyediakan radio Interface antara MS dan jaringan GSM. Bentuk fisik sebuah BTS adalah tower dengan dilengkapai antena sebagai transciever. Sebuah BTS dapat mencover suatu area. Area cakupan BTS disebut juga dengan Cell. BTS berfungsi mengirim dan menerima sinyal informasi dari MS yang kemudian akan disalurkan ke BSC dan MSC, menjamin komunikasi antar MS dalam suatu Cell, menjaga dan memonitor hubungan ke MS. 2) BSC (Base Station Controller) BSC (Base Station Controller) adalah perangkat yang mengontrol kerja BTS-BTS yang berada dibawah pengawasannya. BSC berfungsi mengontrol BTS yang ada di bawahnya dan menjamin pembicaraan tidak terputus ketika MS berpindah-pindah dari satu BTS ke BTS lain. b. NSS (Network and Switching Subsystem) NSS (Network and Switching Sub-system) adalah subsistem network dan switching yang mengatur komunikasi antar pelanggan GSM, pelanggan GSM dan network lain serta database untuk komunikasi pelanggan. NSS terdiri dari MSC (Mobile Switching Center), HLR (Home Location Register), VLR (Visitors Location Register), AuC (Authentication Center), dan EIR (Equipment Identification Register). 1) MSC (Mobile Switching Center) MSC (Mobile Switching Center) adalah perangkat sentral sebuah jaringan GSM. MSC penghubung antara elemen-elemen BSS dan NSS serta gerbang menuju dan dari jaringan lain. Fungsi MSC adalah mengontrol proses pembangunan hubungan (call set up), mengontrol hubungan yang telah terbangun, dan memutuskan panggilan apabila hubungan telah selesai. 2) HLR (Home Location Register) HLR (Home Location Register) adalah perangkat yang berfungsi sebagai sebuah database untuk penyimpanan semua data dan informasi mengenai pelanggan yang tersimpan secara permanen, dalam arti tidak tergantung pada posisi pelanggan. 3) VLR (Visitors Location Register) VLR (Visitors Location Register) adalah perangkat yang berfungsi sebagai sebuah database yang menyimpan data dan informasi pelanggan, dimulai pada saat pelanggan memasuki suatu area yang bernaung dalam suatu wilayah MSC tersebut. Informasi pelanggan yang ada di VLR ini pada dasarnya adalah copy-an dari informasi pelanggan yang ada di HLR-nya. 4) AuC (Authentication Center) AuC (Authentication Center) menyimpan semua informasi yang diperlukan untuk memeriksa keabsahan pelanggan, sehingga usaha untuk mencoba mengadakan hubungan pembicaraan bagi pelanggan yang tidak sah dapat dihindarkan. Selain itu AuC berfungsi juga untuk menghindarkan adanya pihak ketiga yang secara tidak sah mencoba untuk menyadap pembicaraan. 5) EIR (Equipment Identification Register) EIR memuat data-data peralatan pelanggan (Mobile Equipment) yang diidentifikasikan dengan IMEI (International Mobile equipment Identity). Data Mobile Equipment yang di simpan di EIR dapat dibagi atas 3 (tiga) kategori 4

5 yaitu peralatan yang diijinkan berkomunikasi kemanapun, peralatan yang dibatasi dan komunikasi ketujuan yang terbatas, peralatan yang tidak diijinkan untuk berkomunikasi. c. OMS (Operation and Maintenance Subsystem) OMS (Operation and Maintenance Sub-system) atau sering disebut OMC (Operation and Maintenance Center) adalah sub system jaringan GSM yang berfungsi sebagai pusat pengendalian dan maintenance perangkat GSM yang terhubung dengannya. Tiap-tiap network element mempunyai perangkat OMC-nya sendirisendiri, misalnya NSS mempunyai perangkat OMC sendiri, BSS mempunyai perangkat OMC sendiri. Perangkat OMC diletakan didalam satu ruangan OMC yang terpusat. OMC pada umumnya memiliki fungsi-fungsi adalah memonitor keadaan/kondisi tiap-tiap perangkat GSM yang terhubung dengannya (Dalam hal ini, OMC selalu menerima alarm dari perangkat GSM yang menunjukan kondisi dimonitor, apakah ada problem diperangkat atau tidak), sebagai Interface untuk melakukan/merubah konfigurasi perangkat yang terhubung, untuk memonitor kinerja dari perangkat yang terhubung. 2.2 Alokasi Frekuensi GSM Pada GSM alokasi frekuensi yang digunakan adalah 900 MHz. Frekuensi yang digunakan pada arah uplink (arah pengiriman sinyal dari MS ke BTS) adalah antara MHz. Sedangkan untuk downlink (arah pengiriman sinyal dari BTS ke MS) adalah antara MHz. Bandwidth yang digunakan adalah 25 MHz dan lebar kanal 200 KHz. Dari frekuensi arah uplink dan downlink tersebut didapat 125 kanal, dimana 124 kanal untuk suara dan satu kanal untuk pensinyalan. Band frekuensi yang digunakan GSM adalah GSM 800, GSM 900, GSM 1800, dan GSM GSM 900 Band frekuensi yang sebenarnya dispesifikasikan untuk GSM adalah 900 Mhz, hampir semua jaringan GSM menggunakan band frekuensi 900 Mhz. Spesifikasi frekuensi yang digunakan untuk GSM 900 adalah sebagai berikut : Lebar Pita Frekuensi : Uplink 890 MHz 915 MHz Downlink 935 MHz 960 MHz Duplex Spacing : 45 MHz Carrier Spacing : 200 KHz Kecepatan Transmisi : 270 Kbps Metode Akses : TDMA Modulasi : GMSK Jumlah Kanal : 125 Coverage Area : 5 Km 15 Km Penomoran Kanal : GSM 1800 (DCS 1800) GSM 1800 / DCS 1800 band frekuensi yang digunakan adalah 1800 MHz (1,8 GHz). Tingkat frekuensi yang lebih tinggi pada GSM 1800 memiliki pengaruh yang positif dari aspek layanan. Untuk satu area layanan yang sama, GSM 1800 mampu memberikan kapasitas sambungan yang lebih besar, hampir tiga kali lipat dibandingkan GSM 900. Selain itu juga GSM 1800 memberikan kualitas suara yang lebih jernih, mampu mengurangi panggilan gagal (drop call) dan kegagalan koneksi karena sibuknya jaringan (Network Busy) Spesifikasi frekuensi yang digunakan untuk GSM 1800 adalah sebagai berikut : Lebar Pita Frekuensi : Uplink 1710 MHz 1785 MHz Downlink 1805 MHz 1880 MHz Duplex Spacing : 95 MHz Carrier Spacing : 200 KHz Kecepatan Transmisi : 270 Kbps Metode Akses : TDMA Modulasi : GMSK Jumlah Kanal : 375 Coverage Area : 1 Km 6 Km Penomoran Kanal : Alokasi frekuensi untuk GSM 900 di PT XL AXIATA, Tbk adalah uplink 907,6 MHz 914,8 MHz dan downlink 952,6 MHz 959,8 MHz dengan nomor kanal dan untuk GSM 1800 / DCS 1800 adalah uplink 1710,2 MHz 1717,4 MHz dan downlink 1805,2 MHz 1812,4 MHz dengan nomor kanal Konsep TDMA pada GSM Time Division Multiple Access (TDMA) adalah teknik transmisi digital yang digunakan untuk komunikasi seluler atau bergerak dengan mengakses kanal berdasarkan pada teknik Time Division Multiplexing (TDM), yang kanal frekuensi dibagi ke beberapa time slot yang berurutan dan setiap user dialokasikan ke time slot yang berbeda dengan user lain. Pada teknologi GSM pembagian kanal pada TDMA terbagi atas dua yaitu kanal fisik dan kanal logik. 5

6 1. Kanal fisik Kanal fisik adalah suatu time slot. Frame TDMA membawa satu frekuensi pembawa (frekuensi carrier) yang berisi 8 time slot ditunjukan sesuai pada gambar 2.4 dan dengan bandwidth 200 khz sering disebut dengan kanal frekuensi radio. Satu frame TDMA terdiri dari 8 time slot yang digunakan untuk membawa data dan suara. Setiap time slot mempunyai kecepatan 0,577 ms berarti satu frame mempunyai kecepatan 4,615 ms. Gambar 2.4. Time slot [16] 2. Kanal logik Kanal logik adalah kanal yang digunakan sebagai informasi (suara, signaling, kontrol dan data). Kanal logik terbagi atas dua yaitu Traffic Channel (TCH) dan Common Channel (CCH) [11]. Diagram Kanal logik ditunjukan pada gambar 2.5 berikut ini : Kanal Logic Gambar 2.5. Diagram Kanal logic [10] a) Traffic Channel (TCH) Traffic Channel (TCH) adalah kanal yang berfungsi membawa informasi data dan suara. TCH data dan suara terbagi menjadi dua jenis yaitu TCH/full rate (TCH/F) dan TCH/half rate (TCH/H) perbedaan dari keduanya adalah apabila untuk TCH/F jumlah kanalnya 992 kanal sedangkan untuk TCH/H jumlah kanalnya 1984, dua kali lipat dari yang TCH/F. b) Common Channel (CCH) Common Channel adalah kanal logik yang digunakan untuk membawa informasi signaling dan sinkronisasi data. Kanal ini terbagi menjadi tiga yaitu : 1) Broadcast Channel (BCH) Broadcast Channel berfungsi untuk mengirimkan informasi dari BSS ke MS (downlink) mengenai network yang akan diakses oleh MS. Kanal BCH terbagi menjadi 4 jenis yaitu : i). Frequency Correction Channel (FCCH) adalah kanal yang berfungsi mensinkronisasikan frekuensi yang digunakan MS dan frekuensi yang dipakai oleh BTS tempat MS berada. ii). Control Channel (SCCH) adalah kanal yang berfungsi mensinkronisasikan MS ke time slot pada saat MS mendapatkan frekuensi pembawa. iii). Broadcast Control Channel (BCCH) adalah kanal yang berfungsi memberi informasi tentang BTS yang digunakan oleh MS. iv). Cell Broadcast Channel (CBCH) adalah kanal yang berfungsi untuk SMS Broadcast messages, laporan lalu lintas trafik atau pesan network. 2) Common Control Channel (CCCH) Common Control Channel (CCCH) berfungsi untuk mengirimkan informasi jaringan dari MS ke BTS dan sebaliknya. Kanalkanal CCCH terbagi menjadi 3 jenis yaitu : i). Paging Channel (PCH) adalah kanal yang berfungsi memberi isyarat adanya panggilan pada MS. ii). Random Access Channel (RACH) adalah kanal yang berfungsi merespon panggilan dari PCH pada MS dan meminta alokasi kanal. iii). Access Grant Channel (AGCH) adalah kanal yang berfungsi melakukan pengalokasian kanal bagi MS pada BSS. 3) Dedicated Control Channel (DCCH) Dedicated Control Channel (DCCH) digunakan untuk mengirimkan informasi jaringan dari MS ke BTS dan sebaliknya. Kanalkanal DCCH terbagi menjadi 3 jenis yaitu : i).stand Alone Dedicated Control Channel (SDCCH) adalah kanal yang berfungsi mengalokasikan 6

7 TCH seperti pada proses registrasi/autentikasi dan digunakan dua arah (uplink dan downlink). ii).slow Associated Control Channel (SACCH) adalah kanal yang berfungsi meregulasi daya (power control) dari MS, perhitungan MS ke BTS (timing advance) dan digunakan pada arah uplink dan downlink. iii).fast Associated Control Channel (FACCH) adalah kanal yang berfungsi mengirimkan sinyal selama proses untuk melakukan pembicaraan (call setup), mengirimkan perintah-perintah handover dari BSC, mengakhiri pembicaraan setelah hubungan terputus. 2.4 Konsep Cell Kata seluler berasal dari sel (Cell) artinya satu daerah kawasan tertentu dengan daerah layanan yang luas, dibagi-bagi menjadi kawasan yang lebih kecil, dan daerah kawasan yang lebih kecil tersebut dinamakan sel. Selular berarti membagi daerah layanan luas menjadi sel-sel tertentu. Jenis sel ada 2 macam yaitu Omni Cell dan Sectored Cell. 1. Omni Cell Pada BTS dilengkapi dengan antena omni directional yang setiap antena meliputi area dengan sudut 360º. Umumnya antena omni directional digunakan pada daerah dengan kepadatan trafik yang rendah. Pancaran ke semua arah sama besar. 2. Sectored Cell Pada BTS dilengkapi dengan antena directional. Stasiun pangkalan radio menggunakan antena pengarah. Mengarahnya tidak menyebar tapi terfokus ke suatu tempat. Gambar Omni Cell dan Sectored Cell ditunjukan berdasarkan gambar 2.6 yaitu : Gambar 2.6. Omni Cell dan Sectored Cell [8] 2.5 Tilt Antena Tilt berdasarkan kamus bahasa Indonesia artinya kemiringan, berdasarkan teknis arti dari tilt antena tersebut adalah kemiringan antena di BTS yang menentukan coverage area yang dicakup oleh BTS tersebut. Kemiringan antena yang mengarah kebawah disebut downtilting. Ilustrasi dari Tilting antena akan ditunjukkan pada gambar 2.7. HT X y Gambar 2.7. Ilustrasi tilt antenna [7] 2.6 Radio Base Station Radio Base Station (RBS) yang digunakan oleh PT XL AXIATA, Tbk Purwokerto adalah RBS buatan Ericsson. Ericsson mengeluarkan 2 versi RBS yaitu RBS 200 dan RBS Versi yang digunakan pada PT XL AXIATA, Tbk Purwokerto adalah RBS RBS 2000 adalah radio base station generasi kedua dari Ericsson yang dikembangkan untuk spesifikasi GSM, yang memberi tampilan cepat dan efektif serta biaya perawatan yang lebih murah, dan instalasi yang lebih sederhana. Yang lebih penting RBS 2000 dapat mendukung kedua konfigurasi antena yaitu omni directional dan sector cell. Unit-unit RBS 2000 terbagi menjadi 5 bagian seperti pada gambar 2.8 yaitu Distribution Switch Unit (DXU), Transceiver Unit (TRU), Combining and Distribution Unit (CDU), Energy Control Unit (ECU), dan Power Supply Units (PSUs). Gambar 2.8. RBS 2000 [2] 1. Distribution Switch Unit (DXU) Distribution Switch Unit (DXU) adalah sentral kontrol unit dari RBS. Terdapat satu DXU pada setiap RBS. DXU menyediakan interface time slot ke transceiver yang sudah ditentukan. Fungsifungsi dari DXU adalah sebagai interface dan mengontrol link ke BSC, memeriksa berapa waktu untuk komunikasi dari MS ke BTS, sebagai alarm apabila terjadi masalah pada perangkat yang terhubung, interface Operation and Maintenance Terminal (OMT), dan menyimpan database R 7

8 konfigurasi cabinet yang terhubung dengannya. 2. Transceiver Unit (TRU) Transceiver Unit (TRU) adalah unit transmitter/receiver dan sinyal processing yang memancarkan dan menerima sinyal radio frekuensi yang dilewatkan dari dan menuju MS. Setiap TRU menangani 8 timeslot. TRU memiliki satu output transmit dan dua inlet penerima. Fungsi-fungsi dari TRU adalah sebagai perangkat penerima dan pengiriman sinyal, dan pemproses sinyal pada media suara. 3. Combining and Distribution Unit (CDU) Combining and Distribution Unit (CDU) adalah interface antara TRU dan antena. Tujuan utama CDU adalah untuk mengurangi jumlah penggunaan antena dalam setiap cell atau sector. Fungsi-fungsi dari CDU adalah sebagai penggambungan perangkat transmitter, memfilter sinyal yang diterima oleh receiver. 4. Energy Control Unit (ECU) Energy Control Unit (ECU) adalah unit yang mengontrol dan mengawasi daya pada perangkat dan untuk mengatur suhu dan kondisi didalam cabinet untuk memelihara sistem operasi. 5. Power Supply Units (PSUs) Power Supply Units (PSUs) adalah unit yang berfungsi menyearahkan tegangan AC yang masuk untuk diubah menjadi +24VDC yang dibutuhkan untuk sistem internal distribution. Output dari PSUs sebenarnya adalah sebesar +27,2 VDC karena untuk menghidari power yang lebih rendah dari muatan digunakan sebagai daya trafik yang tinggi dan pengisian ulang baterai dalam waktu yang bersamaan. Ada juga jenis PSU yang berfungsi menyearahkan tegangan AC yang masuk untuk diubah menjadi -48VDC digunakan untuk indoor cabinet yang di instalasi. 2.7Alokasi Kanal Logik pada Time Slot Alokasi kanal-kanal logik tersebut menempati Time Slot masing-masing ditunjukan seperti pada gambar 2.9. Gambar 2.9 Alokasi kanal-kanal logik pada Time Slot [6] Untuk 1 TRX mempunyai 8 time slot, dari 8 time slot tersebut 5 time slot digunakan untuk kanal TCH, satu time slot untuk BCCH, satu time slot untuk CBCH dan satu time slot untuk SDCCH sesuai dengan tabel 2.2. Pada 2 TRX mempunyai 16 time slot alokasi kanalkanalnya sesuai dengan tabel 2.2. Pada 3 TRX dan 4 TRX, digunakan 1 time slot pada tiap TRXnya untuk kanal SDCCH sesuai pada tabel 2.2. Perlu diketahui design asumsi Time Slot pada tiap-tiap site berbeda-beda sesuai kebutuhan dari daerah/site tersebut. Tabel 2.2 Design asumsi Time Slot [13] Jumlah Time Slot Time Slot TS0 TS1 TS2 TS3 TS4 TS5 TS6 TS7 8 BCCH CBCH SDCCH TCH TCH TCH TCH TCH 16 TCH TCH TCH TCH TCH TCH TCH TCH 24 SDCCH TCH TCH TCH TCH TCH TCH TCH 32 SDCCH TCH TCH TCH TCH TCH TCH TCH 2.8Transceiver Group Transceiver Group digunakan untuk mensinkronisasi 2 sampai 16 Radio Base Station (RBS) menjadi satu site. RBS yang disinkronisasi dianggap sebagai TG kluster. Semua RBS didalam TG kluster terhubung melalui External Bus (ESB) cable. Transceiver Group juga menjadi prasyarat untuk multiband cell. 1. Keuntungan Transceiver Group a) Menambahkan kapasitas Time Slot TCH. b) Menambahkan kapassitas trafik dengan trafik gain. c) Meningkatkan Handover Success Rate (HOSR). d) Menyimpan beberapa TRU. 2. Kerugian Transceiver Group a) Jika antena pada Master RBS bermasalah atau mengalami kerusakan maka Slave RBS juga ikut terganggu. b) Penambahan peralatan baru yaitu ESB cable dan ESB Dummy Load. 3. Cara Kerja Transceiver Group Cara kerja TG menggabungkan RBS GSM 900 dengan RBS GSM 1800 / DCS 1800 menjadi satu site dengan dua RBS atau lebih yang dikendalikan oleh salah satu RBS tersebut dapat ditunjukan seperti pada gambar RBS yang mengedalikan disebut dengan Master RBS dan yang dikendalikan disebut dengan Slave RBS. Master RBS bekerja sepenuhnya untuk menangani kegiatan pensinyalan dan pentransmisian data dengan MS. Karena pada TG synchronication terjadi pengabungan antar beberapa RBS maka akan terjadi peningkatan jumlah trafik karena timeslot yang seharusnya dimiliki 8

9 oleh kanal logik BCCH dapat digunakan untuk TCH. Yang seharusnya 2 RBS harus 2 BCCH, tapi karena TG synchronization jadi hanya memerlukan 1 BCCH saja. Pada Transceiver Group, arah antena pada kedua RBS harus searah, karena kegiatan pensinyalan dan pentransmisian data dengan MS hanya dilakukan oleh Master RBS, dan bila antena slave RBS berbeda arah dengan antena Master RBS, maka MS tetap menerima sinyal, tetapi tidak bisa melakukan panggilan, hal ini dapat mengakibatkan no services area, blank spot, maupun drop call yang mengakibatkan keluhan dari pelanggan operator sellular tersebut. Master RBS harus menggunakan RBS yang bagus dan sudah teruji performanya, karena jika ada kerusakan atau error pada Master RBS maka Slave RBS juga akan terganggu. mengkonfigurasikan seperti ditunjukkan pada gambar Gambar 2.12 Tampilan Luar kabel ESB dengan koneksi serial dan RJ-45 Gambar 2.13 Konfigurasi kabel ESB dengan Koneksi serial dan RJ-45 3) Terminator/Dummy i). Terminator/Dummy untuk Master RBS Untuk Master RBS Terminator/Dummy menggunakan konektor RJ 45 sesuai gambar 2.14 dengan konfigurasi seperti gambar Gambar Implementasi Transceiver Group [4] 4. Instalasi Transceiver Group [8] Pada Transceiver Group untuk meng-upgrade konfigurasi RBS 4/4/4 ke konfigurasi 8/8/8. Arti dari RBS 4/4/4 adalah setiap cell dalam RBS mempunyai 1 Channel Group (CHGR) dengan 4 Transceiver unit disetiap Channel Group-nya. a) Peralatan yang dibutuhkan 1) Kabel ESB paralel dengan menggunakan konektor serial seperti pada gambar R B S R B S Gambar Tampilan luar Terminator/Dummy dengan konektor RJ-45 Gambar Konfigurasi Terminator/Dummy dengan konektor RJ-45 ii). Terminator/Dummy untuk Slave RBS Untuk Slave RBS, Terminator/Dummy menggunakan konektor serial sesuai gambar 2.16 dengan konfigurasi seperti pada Gambar Gambar Kabel ESB paralel dengan konektor serial 2) Kabel ESB dengan menggunakan koneksi serial dan RJ-45 sesuai gambar 2.12 dengan Gambar Tampilan luar Terminator/Dummy dengan konektor serial 9

10 Gambar Konfigurasi Terminator/Dummy dengan konektor serial 4) Laptop, Software OMT ver 37A, dan Kabel Konverter serial to USB. b) Instalasi Hardware 1) Siapkan Peralatan yang dibutuhkan. 2) Siapkan Master RBS konfigurasi 4/4/4, Slave RBS konfigurasi 4/4/4. 3) Hentikan RBS pada semua sektor. Hubungkan Kabel ESB parallel dengan konektor serial pada Slave RBS seperti pada gambar Gambar Koneksi Kabel ESB pada Slave RBS 4) Hubungkan Serial 1 dengan kabel ESB berkonektor serial dan RJ-45 seperti pada Gambar ) Atur arah kedua antena agar antena Slave RBS dan Master RBS menjadi searah. c) Pengaturan Internal Software OMT Untuk Pengaturan Software internal pada Transceiver Group digunakan software OMT ver 37 A, hanya mengatur nilai ESB Delay dan Timing function compensation pada slave RBS saja, namun harus mengetahui nilai delay pada master kabinet terlebih dahulu. 1) Pengaturan Software OMT pada master transmitter chain delay yaitu sebagai berikut : i). Koneksikan OMT ke DXU kabinet master dengan menggunakan kabel OMT. ii). Buka Aplikasi OMT ver 37A (Gambar 2.22). Software OMT ver 37A adalah software yang digunakan untuk mengkonfigurasi RBS, pada tampilan awal software ini dapat dilihat diagram blok dari Slave RBS yang menunjukkan hubungan Slave RBS ke bagian-bagian lainnya, seperti transmisi, alarm, dan lain-lain. Gambar Koneksi Serial ESB Pada Slave RBS dan Master RBS 5) Akhiri Serial 2 dengan Terminator berkonektor serial seperti pada gambar Gambar Serial 2 yang terhubung dengan Terminator 6) Hubungkan Master RBS dengan kabel ESB berkonektor serial dan RJ- 45 seperti pada gambar Gambar 2.21 Master RBS yang sudah terhubung kabel ESB berkonektor RJ-45 7) Hubungkan Terminator berkonektor RJ 45 pada Master RBS. Diagram Blok Slave Gambar Tampilan Awal program OMT ver 37A iii). Pada menu RBS 2000, pilih Connect. iv). Pada menu Configuration, pilih Read IDB, dan tunggu hingga IDB selesai dibaca. v). Pada jendela Display Information, pilih RBS dan klik Run. Tutup jendela Display Information. vi). Catat nilai Transmitter Chain Delay. Nilai delay diperlukan ketika menghitung nilai Timing function compensation untuk slave cabinet. 2) Pengaturan nilai ESB Delay pada kabinet Slave sebagai berikut : 10

11 i). Buka program OMT versi 37A. ii). Posisikan koneksi dalam keadaan tidak terhubung (Disconnect seperti pada gambar 2.23). Gambar Tampilan RBS pada saat disconnect iii). Click kanan pada ESB lalu pilih Define Delay... (Gambar 2.24) mempunyai ESB Delay sebesar 4600 ns. Karena nilai panjang kabel sesungguhnya dengan nilai panjang kabel pada tabel tidak terpaut jauh, maka ESB Delay yang digunakan adalah 4600 ns. Masukan nilai sesuai gambar Tabel 2.3. Standardisasi pada peralatan Erickson untuk mengkonfigurasi delay Nomor Produksi Panjang (m) ESB Delay (ns) RPM 513 3, /03240 RPM 513 7, /07020 RPM , /12420 RPM 513 1, /01600 RPM , /25380 RPM , /75060 Gambar Pemilihan delay pada ESB iv). Setelah itu akan muncul kotak dialog seperti gambar 2.25, Lalu Click add. Gambar Tampilan kotak dialog List Delay pada ESB v). Setelah muncul kotak dialog Define ESB Delay seperti gambar dibawah ini, Gunakan tabel untuk memilih nilai TG Instance dan Delay yang cocok seperti pada gambar Gambar 2.26 Tampilan kotak dialog untuk nilai delay dan panjang kabel vi). Pada Implementasi Transceiver Group, menggunakan kabel dengan panjang total 7 meter. Dari Tabel 2.3, dapat dilihat bahwa kabel dengan panjang 7 meter Gambar Kotak dialog ESB Delay setelah nilai delay dan panjang kabel dimasukkan vii). Click OK, jika berhasil operasi sebelumnya maka akan muncul kotak dialog dengan nilai TG Instant dan ESB Delay yang telah kita masukkan sebelumnya seperti pada gambar Gambar Kotak dialog ESB Delay List setelah delay dan panjang kabel berhasil dikonfigurasi viii). Click OK, dan tutup jendela define delay. 3) Pengaturan nilai Timing function compensation pada kabinet Slave yaitu sebagai berikut : i). Pada menu Configuration, pilih Define dan TF Compensation yang ditunjukkan pada Gambar

12 ii). Click Yes pada pertanyaan Do you really want to continue?. Lalu jendela Define TF Compensation akan muncul. iii). Pada RBS Master, pilih RBS iv). Masukkan nilai yang telah dicatat pada Pada kolom Master Transmitter Chain Delay (M). v). Click Apply. Lalu nilai akan dikalkulasikan dan ditampilkan pada kolom Recommended TF Compensation (TF). vi). Pada kolom Value, masukkan nilai yang ditampilkan Recommended TF Compensation (TF) pada langkah sebelumnya. vii). Click OK. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan sofware QAReport Web Version PT XL AXIATA, Tbk Purwokerto kemudian hasil pengambilan dari software tersebut menghasilkan Statistics and Traffic Measurement System (STS). Berikut daftar dan nama cell-cell yang site Regional Jateng dan DI Yogyakarta yang datanya diambil untuk analisis data sebelum dan sesudah dilakukan TG pada bulan April 2010, Mei 2010, dan Juni 2010 berikut ini: 1. Daftar dan nama site-site PT XL AXIATA, Tbk Regional Jateng dan DI Yogyakarta pada bulan April Tabel 3.1 Daftar dan nama site-site PT XL AXIATA, Tbk Regional Jateng dan DI Yogyakarta pada bulan April No. Cell Id Nama Site Karang Kebumen Karang Kebumen Karang Kebumen Gambar Kotak dialog Define TF Compensation yang telah dimasukkan nilainya 3. Analisis Data dan Pembahasan 3.1 Pendahuluan Sebagai salah satu operator terbesar jaringan GSM di Indonesia, PT XL AXIATA, Tbk akan terus memberikan layanan yang terbaik dan mencakup seluruh pelanggannya. Salah satunya dengan meningkatkan kapasitas trafik jaringan PT XL AXIATA, Tbk dengan menggabungkan band GSM 900 dengan GSM 1800 / DCS 1800 ataupun GSM 900. Salah satu Regional yang dinilai memiliki jumlah pelanggan yang banyak dan terus meningkat adalah Regional Jateng dan DI Yogyakarta. Oleh karena itu dilakukan peningkatan kapasitas trafik dengan Transceiver Group. Parameter-parameter yang dianalisis adalah sebagai berikut : 1. TCH Availability 2. TCH Congestion Ratio 3. TCH Traffic 4. SDCCH Traffic 5. TCH Drop Assignment Ratio Parameter-parameter tersebut diambil dari 5 site pada Regional Jateng dan DI Yogyakarta dengan pengambilan data di XL AXIATA, Tbk area Purwokerto. 2. Daftar dan nama site-site PT XL AXIATA, Tbk Regional Jateng dan DI Yogyakarta pada bulan Mei Tabel 3.2 Daftar dan nama site-site PT XL AXIATA, Tbk Regional Jateng dan DI Yogyakarta pada bulan Mei No. Cell Id Nama Site Karang Kebumen Karang Kebumen Karang Kebumen Cilongok Cilongok Cilongok Bantarsari Bantarsari Bantarsari Marungan Marungan Marungan 3. Daftar dan nama site-site PT XL AXIATA, Tbk Regional Jateng dan DI Yogyakarta pada bulan Juni Tabel 3.3 Daftar dan nama site-site PT XL AXIATA, Tbk Regional Jateng dan DI Yogyakarta pada bulan Mei No. Cell Id Nama Site Nglipar Nglipar Nglipar Berikut daftar dan nama cell-cell yang site Regional Jateng dan DI Yogyakarta yang datanya diambil untuk pengaruh TG pada jumlah Transceiver Unit, 12

13 pada bulan Maret 2010 sesuai tabel 3.4 berikut ini: Tabel 3.4 Daftar dan nama site-site PT XL AXIATA, Tbk Regional Jateng dan DI Yogyakarta pada bulan Maret No. Cell Id Nama Site Gandramangu Gandramangu Gandramangu Bojongsari Bojongsari Bojongsari Temanggung Temanggung Temanggung Wonosobo Wonosobo Wonosobo2 3.2 Standarisasi dari PT XL AXIATA, Tbk Tabel 3.5 Standarisasi dari PT XL AXIATA, Tbk No Keterangan : * = Baik Tabel 3.6 Standarisasi Utilisasi TCH dari PT XL AXIATA, Tbk No. Parameter GSM TCH Congestion Rate Drop Call Rate Parameter GSM Perfomansi Standar (%) Baik Normal Kurang Performansi XL (%) <1,0 1,0-2,0 >2,0 1,1* <1,0 1,0-2,0 >2,0 1,2* Performansi Standar (%) Kanal Logik TCH 1. Utilisasi Analisis Data 1. Parameter-parameter yang digunakan Dalam melakukan analisis data yang diolah sebagaimana dapat dilihat pada lampiran I, lampiran II, lampiran III sampai dengan lampiran XVI. Data pada lampiran tersebut sebenarnya merupakan hasil pengolahan data dari mentah yang diperoleh dari STS. Data tersebut diolah berdasarkan parameter-parameter sebagai berikut: a. TCH Availability Parameter TCH Availability merupakan suatu parameter yang menunjukan nilai dari kapasitas TCH yang tersedia. b. TCH Congestion Ratio Parameter TCH Congestion Ratio merupakan prosentase kegagalan panggilan karena tidak mendapatkan kanal TCH. c. TCH traffic Parameter TCH traffic merupakan suatu parameter yang menunjukkan tingkat TCH yang digunakan oleh pelanggan. d. SDCCH traffic Parameter SDCCH traffic merupakan suatu parameter yang menunjukkan tingkat traffic SDCCH yang digunakan oleh pelanggan. e. TCH Drop Assignment ratio Parameter Drop Assignment Ratio adalah suatu parameter yang menunjukkan tingkat kegagalan user dalam melakukan panggilan setelah berhasil dilakukan namun berakhir tanpa pemutusan panggilan secara normal. 2. Analisis Data a. TCH Availability Sesuai pada gambar 3.1, gambar 3.2, dan gambar 3.3 TCH Availability meningkat pada tanggal 17 Mei 2010 yang awalnya pada tanggal 1 Mei sampai 16 Mei 2010 kapasitas TCH Availability sebesar 28 time slot meningkat menjadi 58 time slot sesudah dilakukan TG Sychronization pada Site tersebut. Itu terjadi karena adanya penggabungan kedua time slot RBS yaitu 28 time slot yang dimiliki oleh master RBS ditambahkan dengan 28 time slot milik slave RBS tersebut dan ditambahkan 2 time slot yang awalnya digunakan untuk signaling sehingga menjadi 58 time slot. Hal tersebut dikarenakan dengan penggabungan kedua RBS akan memerlukan satu BCCH saja yaitu hanya pada Master RBS saja. Peningkatan pada tanggal 17 Mei 2010 baru mencapai 40, hal ini dikarenakan masih dalam proses TG, diperlukan 1x24 jam untuk proses maksimal pengoptimalan jumlah trafik sesudah dilakukan TG synchronization. Untuk tanggal Mei 2010 tidak dapat dilakukan pengambilan data karena sedang perbaikan server jaringan. 13

14 Gambar 3.1 TCH Availability pada Site Cilongok Cell ID bulan Mei 2010 Gambar 3.2 TCH Availability pada Site Cilongok Cell ID bulan Mei 2010 Gambar 3.3 TCH Availability pada Site Cilongok Cell ID Bulan Mei 2010 Dengan melakukan TG terjadi peningkatan kapasitas trafik sesuai pada gambar 3.1, gambar 3.2, dan gambar 3.3 yang datanya diambil dari lampiran I, lampiran II, dan lampiran III. Dengan itu bahwa yang seharusnya 2 RBS digabungkan jumlah Time Slotnya 56, dengan setiap RBS mempunyai 28 time slot. Tetapi dengan melakukan TG tersebut terjadi peningkatan 58 time slot itu dikarenakan peningkatan kapasitas trafik menggunakan traffic gain. Yang awalnya setiap RBS mempunyai satu BCCH, jadi 2 RBS mempunyai 2 BCCH. Dengan melakukan TG hanya Master RBS saja yang memerlukan BCCH karena Master RBS mengontrol Slave RBS. Dengan melakukan TG Synchronication merupakan salah satu solusi untuk BTS end site high traffic, dapat menambahkan kapasitas trafik tanpa penambahan cell/bts. Dapat dilihat pada peningkatan TCH availabilitynya yang meningkat menjadi 2 kali lipat dari awalnya yaitu 28 time slot menjadi 58 time slot. Dengan itu penambahan kapasitas trafik bisa dilakukan tanpa penambahan cell/bts. b. TCH Congestion Ratio Alasan utama melakukan TG synchronization karena tingginya nilai porsentase kegagalan panggilan karena tidak mendapatkan kanal TCH. Berdasarkan data lampiran I, lampiran II dan lampiran III maka dapat diambil nilai rata-rata TCH congestion ratio sebelum dan sesudah dilakukan TG pada site Cilongok seperti pada tabel 3.7 berikut ini. Tabel 3.7 Nilai rata-rata TCH Congetion Ratio pada site Cilongok pada bulan Mei Cell TCH Congestion Ratio Standar XL ID Sebelum TG Sesudah TG Axiata Ket ,20 % 0,58 % 1,1 % Baik ,46 % 0,56 % 1,1 % Baik ,71 % 1,71 % 1,1 % Baik Gambar 3.4 TCH congestion ratio pada Site Cilongok Cell ID 23431, 23432, dan pada tanggal 1 Mei sampai 16 Mei Gambar 3.5 TCH congestion ratio pada Site Cilongok Cell ID 23431, 23432, dan pada tanggal 17 Mei sampai 31 Mei Sesuai pada tabel 3.7 dan gambar 3.4 yang datanya diambil 14

15 dari lampiran I, lampiran II, dan lampiran III maka dilakukan TG. Itu dikarenakan oleh tingginya nilai rata-rata TCH Congestion Ratio pada site Cilongok dari tanggal 1 Mei sampai 16 Mei 2010 yaitu 2,20% untuk cell ID 23431, 2,46% untuk cell ID dan 50,71% untuk cell ID Nilai-nilai tersebut melebihi nilai standar yang ditetapkan oleh PT XL AXIATA, Tbk sesuai pada tabel 3.5. Dari tabel 3.7, gambar 3.4 dan gambar 3.5 yang datanya dari lampiran I dapat diambil nilai ratarata dari TCH Congestion Ratio cell ID sebelum dilakukan TG dan sesudah dilakukan TG. Nilai rata-rata TCH Congestion Ratio-nya sebelum dilakukan TG adalah 2,20% dan sesudah dilakukan TG nilai rata-rata TCH Congestion Ratio-nya menurun menjadi 0,58%. Terlihat seperti pada grafik gambar 3.5 pada cell ID bahwa terjadi penurunan nilai TCH congestion ratio dibawah standar dari PT XL AXIATA, Tbk yang sesuai pada tabel 3.5 berarti terjadi penurunan kegagalan panggilan karena tidak mendapatkan kanal TCH. Dari tabel 3.7, gambar 3.4 dan gambar 3.5 yang datanya dari lampiran II dapat diambil nilai ratarata dari TCH Congestion Ratio cell ID sebelum dan sesudah dilakukan TG. Nilai rata-rata TCH Congestion Ratio-nya sebelum dilakukan TG adalah 2,46% dan sesudah dilakukan TG nilai rata-rata TCH Congestion Ratio-nya menurun menjadi 0,56%. Terlihat seperti pada grafik gambar 3.5 pada cell ID bahwa terjadi penurunan nilai TCH congestion ratio dibawah standar dari PT XL AXIATA, Tbk yang sesuai pada tabel 3.5 berarti terjadi penurunan kegagalan panggilan karena tidak mendapatkan kanal TCH. Dari tabel 3.7, gambar 3.4 dan gambar 3.5 yang datanya dari lampiran III dapat diambil nilai rata-rata dari TCH Congestion Ratio cell ID sebelum dan sesudah dilakukan TG. Pada sebelum dilakukan TG nilai rata-rata TCH Congestion Rationya adalah 50,71 % dan setelah dilakukan TG nilai rata-rata TCH Congestion Rationya menurun menjadi 1,71 %. Walaupun pada cell ID TCH congestion ratio tidak sesuai dengan standar PT XL AXIATA, Tbk yaitu tabel 3.5. Tetap dianggap terjadi penurunan kegagalan panggilan karena tidak mendapatkan kanal TCH, dilihat dari perhari/pertanggalnya sesuai pada grafik gambar 3.5 cell ID yang datanya diambil dari lampiran III. Dengan melakukan TG dapat meminimalkan loss resource (tidak mendapatkan kanal TCH waktu melakukan panggilan) ditunjukan dengan terjadinya penurunan TCH Congestion Ratio dibawah standar TCH Congestion Ratio pada PT XL AXIATA, Tbk sesuai tabel 3.5. Dan hasil tersebut bisa dilihat pada tabel 3.7 yang datanya diambil dari lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III. c. TCH traffic Terjadi peningkatan kapasitas trafik pada TCH traffic sesudah TG. Sebelum pelaksanaan TG nilai rata-rata dari TCH traffic-nya misalnya 18 Erlang setelah melakukan TG sehingga nilai dari TCH traffic-nya akan meningkat menjadi 36 Erlang. Itu dikarenakan penggabungan kedua TCH traffic yang dimiliki master RBS dan slave RBS menjadi satu. Tetapi pada kasus site Cilongok setelah dilakukan TG nilai rata-rata TCH Traffic terjadi penurunan sesuai pada tabel 3.8, itu dikarenakan jumlah pelanggan yang menggunakan panggilan telepon lebih sedikit pada saat setelah dilakukan TG dan lebih banyak pelanggan yang menggunakan layanan pesan daripada voice. Disebabkan karena maraknya promo pesan dari PT XL AXIATA, Tbk. 15

16 Tabel 3.8 S D C C H Cell ID Sebelum TG ,59 Erlang ,30 Erlang ,16 Erlang Nilai rata-rata TCH traffic pada site Cilongok pada bulan Mei TCH Traffic Sesudah TG 10,96 Erlang 20,21 Erlang 25,15 Erlang D. SDCCH Traffic Terjadi peningkatan kapasitas trafik pada SDCCH traffic sesudah TG. Dapat dilihat dari tabel 3.9 yang datanya diambil dari lampiran I, sebelum dilakukan TG nilai rata-rata dari SDCCH traffic site Cilongok pada cell ID adalah 4,18 Erlang dan setelah melakukan TG maka nilai rata-rata dari SDCCH traffic-nya meningkat menjadi 4,96 Erlang. Itu dikarenakan penggabungan kedua SDCCH traffic yang dimiliki master RBS dan slave RBS menjadi satu. Dapat dilihat pada tabel 3.9 pada cell ID yang datanya diambil pada lampiran II sebelum dilakukan TG nilai rata-rata SDCCH traffic-nya adalah 4,46 Erlang dan setelah dilakukan TG menjadi 4,66 Erlang. Itu dikarenakan penggabungan kedua SDCCH traffic yang dimiliki master RBS dan slave RBS menjadi satu. Dapat dilihat pada tabel 3.9 pada cell ID yang datanya diambil pada lampiran III sebelum dilakukan TG nilai rata-rata SDCCH traffic-nya adalah 8,89 Erlang dan setelah dilakukan TG menjadi 9,10 Erlang. Itu dikarenakan penggabungan kedua SDCCH traffic yang dimiliki master RBS dan slave RBS menjadi satu. Tabel 3.9 Nilai rata-rata SDCCH traffic pada site Cilongok pada bulan Mei Cell ID Sebelum TG ,18 Erlang ,46 Erlang ,89 Erlang SDCCH Traffic Sesudah TG 4,96 Erlang 4,66 Erlang 9,10 Erlang Cell ID e. TCH Drop Assignment Ratio Dengan dilakukannya TG maka akan berpengaruh pada parameter TCH Drop Assignment Ratio. Sebelum dilakukan TG nilai rata-rata dari TCH Drop Assignment Ratio melebihi dari standar TCH Drop Assignment Ratio yang ditetapkan oleh PT XL AXIATA, Tbk yaitu sesuai pada tabel 3.5. Setelah pelaksanaan TG maka nilai dari TCH Drop Assignment Ratio-nya akan terjadi penurunan dan penurunan drop call tersebut meningkatkan Handover Success Rate (HOSR). HOSR adalah nilai porsentase suksesnya melakukan perpindahan daerah pelayanan karena terjadi mobilitas pelanggan atau melewati cakupan dari BTS yang awalnya melayani MS tersebut. Karena kegagalan handover salah satu yang mengakibatkan drop call. Peningkatan HOSR tersebut dikarenakan yang awalnya sebelum dilakukan TG, proses handover terjadi pada kedua Cell RBS GSM 900 dan Cell RBS GSM 900/1800. Tetapi setelah dilakukan TG maka proses handover hanya terjadi pada RBS yang menjadi Master. Karena Master RBS mengontrol kinerja dari Slave RBS. Tabel 3.10 Nilai rata-rata TCH Drop Assignment Ratio pada site Cilongok pada bulan Mei TCH Drop Assignment Ratio Sebelum TG ,98 % ,37 % ,71 % Sesudah TG 3,96 % 2,13 % 2,62 % Standar XL Axiata 1,2 % 1,2 % 1,2 % Ket Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik P Pada tabel 3.10 pada cell ID yang datanya diambil dari lampiran I terjadi penurunan TCH Drop Assignment Ratio sesudah dilakukan TG. Dengan nilai rata-rata sebelum melakukan TG yaitu pada tanggal 1 Mei sampai 16 Mei 2010 adalah sebesar 3,98 %, kemudian sesudah melakukan TG menurun menjadi 3,96 %. Walaupun nilainya masih diatas TCH Drop Assignment Ratio 16

17 yang dijadikan standar PT XL AXIATA, Tbk tetapi tetap menurunkan terjadinya drop call yang dapat meningkatkan handover success rate (HOSR). Itu terjadi dikarenakan handover hanya terjadi pada Master RBS dan tidak terjadi pada Slave RBS. Pada tabel 3.10 pada cell ID yang datanya diambil dari lampiran II terjadi peningkatan sesudah dilakukan TG. Yang awalnya nilai rata-rata terjadinya drop call sebelum dilakukan TG sebesar 1,37 %, kemudian sesudah dilakukan TG terjadi peningkatan drop call 2,13 %. Terjadi peningkatan drop call, itu dikarenakan pengaturan tilting antena dan sector antena pada Slave RBS tidak sama dengan Master RBS. Pada tabel 3.10 pada cell ID yang datanya diambil dari lampiran III terjadi peningkatan sesudah dilakukan TG. Yang awalnya nilai rata-rata terjadinya drop call sebelum dilakukan TG sebesar 1,71 %, kemudian sesudah dilakukan TG terjadi peningkatan drop call 2,62 %. Terjadi peningkatan drop call, itu dikarenakan pengaturan tilting antena dan sector antena pada Slave RBS tidak sama dengan Master RBS. 3. Pengaruh Tilting dan Sector Antena Tilting antena atau yang biasa disebut dengan kemiringan antena dan Sectorisasi antena sangat mempengaruhi TG karena arah antena dan kemiringan antena kedua RBS yang di TG harus searah, apabila Slave RBS arah antenanya tidak sesuai dengan Master RBS maka akan terjadi MS mendapat sinyal tapi tidak dapat melakukan panggilan dan terjadinya drop call. Sebab Master RBS mengontrol kinerja Slave RBS. 3.4 Pengaruh TG pada jumlah Tranceiver Unit Setelah dilakukan TG, kita dapat melakukan N o. Cell ID penyimpanan beberapa TRX/TRU untuk mengoptimalkan penggunaan TRX tersebut. Tabel 3.11 Pengaruh TG Synhronization pada jumlah Transceiver Unit site Gandrumangu pada kanal TCH Peak traffi c TR X , , , T S Present Proposal Save TR X TR T E U E U X S 47,8 48,7 47,8 126, , , Keterangan : Cell ID : Penamaan Cell berdasarkan sektorsektornya. Satu Cell terdiri dari tiga sektor, angka terakhir menunjukan penomoran sektorsektornya. Peak traffic : Nilai trafik yang tertinggi selama satu bulan. Present : Sebelum dilakukan peninjauan untuk penyimpanan TRX Proposal : Setelah dilakukan peninjauan untuk penyimpanan TRX TRX : Transceiver Unit TS : Time Slot E : Erlang (lama panggilan dibagi dengan sejam) U : Utilisasi (persentasi penggunaan kanal trafik oleh pelanggan) Pada tabel 3.11, pada cell ID dengan peak traffic-nya selama bulan maret 2010 sebesar 60,43 Erlang dengan jumlah TRX 8, TS 58, kapasitas TCH traffic 47,8 Erlang diperoleh nilai utilisasi 126,42 %. Nilai utilisasi didapat dari nilai peak traffic dibagi dengan Erlang. Berarti dengan itu pada cell ID nilai utilisasi-nya melebih dari standar PT XL AXIATA, Tbk Purwokerto yang sesuai dengan tabel 3.6. Jadi tidak bisa dilakukan penyimpanan TRX dikarenakan kalau diadakan penyimpanan maka nilai utilisasi tersebut akan meningkat. Dan itu akan mengakibatkan semakin tinggi pelanggan yang tidak tercakup oleh sektor tersebut. Lihat pada tabel 3.11, pada cell ID dengan peak traffic-nya selama bulan maret 2010 sebesar 17,87 Erlang dengan jumlah TRX 8, TS 59, kapasitas TCH traffic 48,7 Erlang diperoleh nilai 48,7 29,2 40,3 124, , ,

OPTIMALISASI KAPASITAS TRAFIK DENGAN TRANSCEIVER GROUP SYNCHRONIZATION DI PT XL AXIATA Tbk PURWOKERTO ABSTRAK ABSTRACT

OPTIMALISASI KAPASITAS TRAFIK DENGAN TRANSCEIVER GROUP SYNCHRONIZATION DI PT XL AXIATA Tbk PURWOKERTO ABSTRAK ABSTRACT OPTIMALISASI KAPASITAS TRAFIK DENGAN TRANSCEIVER GROUP SYNCHRONIZATION DI PT XL AXIATA Tbk PURWOKERTO Alfin Hikmaturokhman 1 Anggun Fitrian Isnawati 2 Febry Setyadillah 3 Program Studi D-III Teknik Telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Arsitektur Jaringan GSM Sebuah jaringan GSM dibangun dari beberapa komponen fungsional yang memiliki fungsi dan interface masing-masing yang spesifik. MS BTS BSC TC MSC EIR

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Seluler GSM GSM merupakan salah satu teknologi seluler yang banyak digunakan pada saat ini. GSM adalah generasi kedua dalam teknologi seluler yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB III PARAMETER PERFORMANSI TRAFIK MULTIBAND CELL

BAB III PARAMETER PERFORMANSI TRAFIK MULTIBAND CELL BAB III PARAMETER PERFORMANSI TRAFIK MULTIBAND CELL 3.1. Sistem MBC Setelah band frekuensi BCCH telah diidentifikasi, perlu untuk memilih apakah ini harus di subcell UL atau subcell OL. BCCH dapat ditempatkan

Lebih terperinci

BAB II PENGENALAN SISTEM GSM. tersedianya kemudahan disegala bidang yang mampu menunjang usaha dibidang

BAB II PENGENALAN SISTEM GSM. tersedianya kemudahan disegala bidang yang mampu menunjang usaha dibidang BAB II PENGENALAN SISTEM GSM 2.1 Umum Di era modernisasi dan pembangunan yang terus meningkat menuntut tersedianya kemudahan disegala bidang yang mampu menunjang usaha dibidang industri, perbankan, pendidikan,

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European BAB II JARINGAN GSM 2.1 Sejarah Teknologi GSM GSM muncul pada pertengahan 1991 dan akhirnya dijadikan standar telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European Telecomunication Standard Institute).

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 Dasar-Dasar Jaringan GSM 2.1.1 Pengertian GSM Global System for Mobile Communication disingkat GSM adalah sebuah teknologi komunikasi selular yang bersifat digital. Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI REHOMMING BR 9.0-EVOLUSION BSC (ebsc) PADA JARINGAN GSM PT TELKOMSEL DI MAKASSAR

ANALISIS PERFORMANSI REHOMMING BR 9.0-EVOLUSION BSC (ebsc) PADA JARINGAN GSM PT TELKOMSEL DI MAKASSAR ANALISIS PERFORMANSI REHOMMING BR 9.0-EVOLUSION BSC (ebsc) PADA JARINGAN GSM PT TELKOMSEL DI MAKASSAR (PERFORMANCE ANALYSIS REHOMMING BR-9.0 EVOLUSION BSC (ebsc) IN GSM NETWORK ON PT. TELKOMSEL MAKASSAR

Lebih terperinci

Modul 10. Konsep Kanal Fisik dan Logik pada Sistem Selluler

Modul 10. Konsep Kanal Fisik dan Logik pada Sistem Selluler Modul 10. Konsep Kanal Fisik dan Logik pada Sistem Selluler Faculty of Electrical and Communication Institut Teknologi Telkom Bandung 2012 Modul 9 Arsitektur Seluler Interface pada GSM MSC Transcoder BSC

Lebih terperinci

BAB II SISTEM TELEKOMUNIKASI BERGERAK. AMPS (Advance Mobile Phone System) sampai ke GSM (Global System. bahkan 1900 MHz khusus di Amerika Utara.

BAB II SISTEM TELEKOMUNIKASI BERGERAK. AMPS (Advance Mobile Phone System) sampai ke GSM (Global System. bahkan 1900 MHz khusus di Amerika Utara. BAB II SISTEM TELEKOMUNIKASI BERGERAK 2.1. Sistem Komunikasi Seluler GSM Dunia telekomunikasi sekarang ini diramaikan oleh berbagai macam teknologi seluler. Ada yang memanfaatkan basis analog seperti AMPS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENDAHULUAN BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENDAHULUAN Sistem telekomunikasi GSM (Global System for Mobile communication) didasari oleh teknologi TDMA (Time Division Multiple Access), dimana menggunakan dua buah kanal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dunia telekomunikasi sekarang ini diramaikan oleh berbagai macam

BAB II LANDASAN TEORI. Dunia telekomunikasi sekarang ini diramaikan oleh berbagai macam BAB II 2.1. Sistem Komunikasi Seluler GSM Dunia telekomunikasi sekarang ini diramaikan oleh berbagai macam teknologi seluler. Mulai dari AMPS (Advance Mobile Phone System) sampai ke GSM (Global System

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Bergerak Seluler GSM Sistem komunikasi bergerak seluler adalah sebuah sistem komunikasi dengan daerah pelayanan dibagi menjadi daerah-daerah kecil yang disebut

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PENERAPAN BASEBAND HOPPING PADA SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER GSM DALAM MENINGKATKAN KEBERHASILAN PANGGILAN

TUGAS AKHIR ANALISIS PENERAPAN BASEBAND HOPPING PADA SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER GSM DALAM MENINGKATKAN KEBERHASILAN PANGGILAN TUGAS AKHIR ANALISIS PENERAPAN BASEBAND HOPPING PADA SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER GSM DALAM MENINGKATKAN KEBERHASILAN PANGGILAN Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

Gambar II.7 Skema 2 nd Generation (2G) Network. 2) BTS / RBS : Base Transceiver Station / Radio Base Station

Gambar II.7 Skema 2 nd Generation (2G) Network. 2) BTS / RBS : Base Transceiver Station / Radio Base Station 2.2 Skema 2 nd Generation Network Gambar II.7 Skema 2 nd Generation (2G) Network Keterangan dari gambar diatas adalah : 1) MS : Mobile Station 2) BTS / RBS : Base Transceiver Station / Radio Base Station

Lebih terperinci

BAB II SISTEM KOMUNIASI BERGERAK. internasional roaming.. Dengan GSM satelit roaming, pelayanan juga dapat

BAB II SISTEM KOMUNIASI BERGERAK. internasional roaming.. Dengan GSM satelit roaming, pelayanan juga dapat BAB II SISTEM KOMUNIASI BERGERAK 2.1 Sistem GSM GSM adalah sebuah sistem telekomunikasi terbuka dan berkembang secara pesat dan konstan. Keunggulan utamanya adalah kemampuannya untuk internasional roaming..

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Global System for Mobile Communication (GSM) adalah sistem

BAB II DASAR TEORI. Global System for Mobile Communication (GSM) adalah sistem 5 BAB II DASAR TEORI 2.1 Teknologi Global System for Mobile Communications (GSM) 2.1.1 Definisi Global System for Mobile Communication (GSM) adalah sistem komunikasi yang digunakan untuk memberikan layanan

Lebih terperinci

Arsitektur Jaringan GSM. Pertemuan XIII

Arsitektur Jaringan GSM. Pertemuan XIII Arsitektur Jaringan GSM Pertemuan XIII Jaringan GSM adalah sistem yang terdiri dari beberapa sel/cell. Jangkauan area service sebuah cell (atau yang disebut coverage berbeda dari satu cell dengan cell

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Arsitektur Jaringan GSM

BAB II DASAR TEORI 2.1 Arsitektur Jaringan GSM BAB II DASAR TEORI 2.1 Arsitektur Jaringan GSM Sebuah jaringan GSM dibangun dari beberapa komponen fungsional yang memiliki fungsi dan interface masing-masing yang spesifik. Secara umum jaringan GSM dapat

Lebih terperinci

BAB II ASPEK TEKNIS JARINGAN GSM

BAB II ASPEK TEKNIS JARINGAN GSM BAB II ASPEK TEKNIS JARINGAN GSM 2.1 STRUKTUR FRAME GSM Sistem telekomunikasi GSM (Global System for Mobile communication) didasari oleh teknologi TDMA (Time Division Multiple Access), dimana sistem ini

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. sistem seluler. Bit Error Rate (BER) : peluang besarnnya bit salah yang mungkin terjadi selama proses pengiriman data

DAFTAR ISTILAH. sistem seluler. Bit Error Rate (BER) : peluang besarnnya bit salah yang mungkin terjadi selama proses pengiriman data DAFTAR ISTILAH ACK (acknowledgement ) : Indikasi bahwa sebuah data yang terkirim telah diterima dengan baik Adaptive Modulation and Coding (AMC) Access Grant Channel (AGCH) arrival rate for SMS message

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Arsitektur Sistem GSM (Global System for Mobile Communication) Sistem GSM Ericsson merupakan sistem telepon mobile yang terdiri dari beberapa band frekuensi yaitu GSM 900, GSM

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS CALL SETUP SUCCESS RATE (CSSR) PERFORMANCE PT. INDOSAT,

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS CALL SETUP SUCCESS RATE (CSSR) PERFORMANCE PT. INDOSAT, Makalah Seminar Kerja Praktek PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS CALL SETUP SUCCESS RATE (CSSR) PERFORMANCE PT. INDOSAT, Tbk SEMARANG Heri Setio Jatmiko (L2F 009 051), Ajub Ajulian Zahra M, ST. MT (197107191998022001)

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI GSM DAN STANDAR PROTOKOL SMS

BAB II TEKNOLOGI GSM DAN STANDAR PROTOKOL SMS BAB II TEKNOLOGI GSM DAN STANDAR PROTOKOL SMS 2.1 Teknologi GSM Global System for Mobile Communication (GSM) merupakan standar yang paling dominan untuk sistem mobile phone di dunia saat ini. Jaringan

Lebih terperinci

BAB 2. LANDASAN TEORI 2.1. Teknologi GSM GSM (Global System for Mobile Communication) adalah teknologi yang menyokong sebagian besar jaringan telepon seluler dunia. GSM telah menjadi teknologi komunikasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Performansi Site Teoritis Konsep dari Implementasi Multiband Cell (MBC) adalah dengan menggunakan single BCCH. Single BCCH yang dimaksud adalah menggabungkan beberapa

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Arsitektur Jaringan GSM Pada dasarnya jaringan GSM terdiri dari 3 bagian utama yang memiliki fungsi yang berbeda-beda seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1, yaitu : Switching

Lebih terperinci

Global System for Mobile Communication ( GSM )

Global System for Mobile Communication ( GSM ) Global System for Mobile Communication ( GSM ) Pulung Ajie Aribowo, 31257-TE Radityo C. Yudanto, 31261-TE Anugerah Adiputra, 31310 - TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta 1.1 Pendahuluan Global

Lebih terperinci

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM Perkembangan sistem komunikasi GSM (Global System for Mobile communication) dimulai pada awal tahun 1980 di Eropa, dimana saat itu banyak negara di Eropa menggunakan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PONSEL SEBAGAI PERANGKAT MONITORING JARINGAN GSM BERBASIS PERSONAL KOMPUTER

PEMANFAATAN PONSEL SEBAGAI PERANGKAT MONITORING JARINGAN GSM BERBASIS PERSONAL KOMPUTER PEMANFAATAN PONSEL SEBAGAI PERANGKAT MONITORING JARINGAN GSM BERBASIS PERSONAL KOMPUTER Julham *) * ) Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Medan Abstrak GSM (Global System for Mobile Communication)

Lebih terperinci

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI YUYUN SITI ROHMAH, ST,.MT //04 OUTLINES A. Pendahuluan B. Frequency Reuse C. Handoff D. Channel Assignment Strategies //04 A. Pendahuluan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN METODE TRANSMITTER RECEIVER UNIT (TRU) UPGRADING UNTUK MENGATASI TRAFFIC CONGESTION JARINGAN GSM PADA BTS AREA PURWOKERTO KOTA

ANALISIS PENERAPAN METODE TRANSMITTER RECEIVER UNIT (TRU) UPGRADING UNTUK MENGATASI TRAFFIC CONGESTION JARINGAN GSM PADA BTS AREA PURWOKERTO KOTA ANALISIS PENERAPAN METODE TRANSMITTER RECEIVER UNIT (TRU) UPGRADING UNTUK MENGATASI TRAFFIC CONGESTION JARINGAN GSM PADA BTS AREA PURWOKERTO KOTA Alfin Hikmaturokhman 1, Eka Wahyudi 2, Yunita Trias Susanti

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA TRAFIK DAN PERFORMANSI PADA JARINGAN GSM. Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Syarat dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

TUGAS AKHIR ANALISA TRAFIK DAN PERFORMANSI PADA JARINGAN GSM. Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Syarat dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) TUGAS AKHIR ANALISA TRAFIK DAN PERFORMANSI PADA JARINGAN GSM Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Syarat dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh Nama : Zulfahmi NIM : 41405110049 Program

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN BASE TRANSCEIVER STATION HIGH CAPACITY PADA GLOBAL SYSTEM FOR MOBILE COMMUCATION

ANALISIS PENERAPAN BASE TRANSCEIVER STATION HIGH CAPACITY PADA GLOBAL SYSTEM FOR MOBILE COMMUCATION JETri, Volume 9, Nomor 2, Februari 2010, Halaman 13-24, ISSN 1412-0372 ANALISIS PENERAPAN BASE TRANSCEIVER STATION HIGH CAPACITY PADA GLOBAL SYSTEM FOR MOBILE COMMUCATION Suhartati Agoes & Nelly* Dosen

Lebih terperinci

BAB 3 REBALANCING GPRS TIME SLOT (GTS) TRAFFIC DATA GSM 900 MHZ

BAB 3 REBALANCING GPRS TIME SLOT (GTS) TRAFFIC DATA GSM 900 MHZ BAB 3 REBALANCING GPRS TIME SLOT (GTS) TRAFFIC DATA GSM 900 MHZ 3.1 Trafik dan Kanal Dalam jaringan telekomunikasi, pola kedatangan panggilan (voice ataupun data) dan pola pendudukan dideskripsikan dengan

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI GSM DAN PERTUMBUHAN PELANGGAN SELULER DI INDONESIA

BAB II TEKNOLOGI GSM DAN PERTUMBUHAN PELANGGAN SELULER DI INDONESIA BAB II TEKNOLOGI GSM DAN PERTUMBUHAN PELANGGAN SELULER DI INDONESIA 2.1 PERKEMBANGAN TELEKOMUNIKASI BERGERAK Perkembangan telekomunikasi bergerak (biasa disebut sebagai sistem generasi) dimulai dengan

Lebih terperinci

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER Arsitektur jaringan seluler dibagi menjadi yaitu: 1. Generasi Kedua terdiri atas: SISTEM DECT (DIGITAL ENHANCED CORDLESS TELECOMMUNICATION) adalah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sistem Komunikasi Seluler dan Perangkatnya Awal Perkembangan Teknologi Selular

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sistem Komunikasi Seluler dan Perangkatnya Awal Perkembangan Teknologi Selular BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Seluler dan Perangkatnya 2.1.1 Awal Perkembangan Teknologi Selular Komunikasi seluler merupakan salah satu teknologi yang dipergunakan secara luas dewasa ini. Komunikasi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SELULER ( GSM )

TEKNOLOGI SELULER ( GSM ) TEKNOLOGI SELULER ( GSM ) GSM (Global System for Mobile communication) adalah suatu teknologi yang digunakan dalam komunikasi mobile dengan teknik digital. Sebagai teknologi yang dapat dikatakan cukup

Lebih terperinci

MODUL-10 Global System for Mobile Communication (GSM)

MODUL-10 Global System for Mobile Communication (GSM) MODUL-10 Global System for Mobile Communication (GSM) Definisi Sistem global untuk komunikasi mobile (GSM) adalah standar yang diterima secara global dalam komunikasi seluler digital. GSM adalah sebuah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii x DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv HALAMAN MOTTO...v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... ix DAFTAR ISI...x

Lebih terperinci

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Yuyun Siti Rohmah, ST.,MT Dadan Nur Ramadan,S.Pd,MT Trinopiani Damayanti,ST.,MT Suci Aulia,ST.,MT KONSEP DASAR SISTEM SELULER 2 OUTLINES LATAR BELAKANG KONFIGURASI SEL

Lebih terperinci

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Yuyun Siti Rohmah, ST.,MT Dadan Nur Ramadan,S.Pd,MT Trinopiani Damayanti,ST.,MT Suci Aulia,ST.,MT KONSEP DASAR SISTEM SELULER OUTLINES LATAR BELAKANG KONFIGURASI SEL PARAMETER

Lebih terperinci

Kata kunci : GSM (Global System Mobile), KPI, CDR, seluler

Kata kunci : GSM (Global System Mobile), KPI, CDR, seluler Makalah Seminar Kerja Praktek PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS CALL DROP RATE (CDR) PERFORMANCE PT. INDOSAT, Tbk SEMARANG Hutama Arif Bramantyo (L2F 009 015), Ajub Ajulian Zahra M, ST. MT (197107191998022001)

Lebih terperinci

ANALISIS MEKANISME REHOMING DAN REPARENTING PADA JARINGAN KOMUNIKASI SELULER GSM

ANALISIS MEKANISME REHOMING DAN REPARENTING PADA JARINGAN KOMUNIKASI SELULER GSM ANALISIS MEKANISME REHOMING DAN REPARENTING PADA JARINGAN KOMUNIKASI SELULER GSM Putrantyono, Imam Santoso, Sukiswo. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. H. Soedarto,SH,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Global System for Mobile comunication (GSM) Global System for Mobile Communication (GSM) adalah sebuah standar global untuk komunikasi bergerak digital. GSM adalah nama dari

Lebih terperinci

BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA. depan. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik

BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA. depan. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA 2. 1 Code Division Multiple Access (CDMA) Dalam perkembangan teknologi telekomunikasi telepon selular terutama yang berkaitan dengan generasi ke tiga CDMA merupakan teknologi

Lebih terperinci

GSM Attack (IMSI Catch and Fake SMS) Arif Wicaksono & Tri Sumarno

GSM Attack (IMSI Catch and Fake SMS) Arif Wicaksono & Tri Sumarno GSM Attack (IMSI Catch and Fake SMS) Arif Wicaksono & Tri Sumarno arif@rndc.or.id, tri.sumarno.sh@gmail.com Pendahuluan Pada kesempatan ini, saya bersama rekan akan memaparkan tentang serangan pada sebuah

Lebih terperinci

Jurnal ICT Vol 3, No. 5, November 2012, hal AKADEMI TELKOM SANDHY PUTRA JAKARTA

Jurnal ICT Vol 3, No. 5, November 2012, hal AKADEMI TELKOM SANDHY PUTRA JAKARTA Jurnal ICT Vol 3, No. 5, November 2012, hal 48-55 AKADEMI TELKOM SANDHY PUTRA JAKARTA ANALISA PERENCANAAN SITE BARU 3G APARTEMEN GANDARIA PT. XL AXIATA NUR RACHMAD, SYAH MAULANA IKHSAN 1 AKADEMI TELKOM

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. menjadi pilihan adalah teknologi GSM (Global System for Mobile

BAB II DASAR TEORI. menjadi pilihan adalah teknologi GSM (Global System for Mobile BAB II DASAR TEORI 2.1 Teknologi GSM Salah satu teknologi komunikasi bergerak yang sampai saat ini masih menjadi pilihan adalah teknologi GSM (Global System for Mobile Communication) yang merupakan komunikasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. negara di Eropa menggunakan sistem komunikasi bergerak yang berlainan dan

BAB II LANDASAN TEORI. negara di Eropa menggunakan sistem komunikasi bergerak yang berlainan dan BAB II LANDASAN TEORI Perkembangan sistem komunikasi GSM (Global System for Mobile communication) dimulai pada awal tahun 1980 di Eropa, dimana saat itu banyak negara di Eropa menggunakan sistem komunikasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi Indoor BTS (Base Transceiver Station) BTS (Base Transceiver Station) adalah perangkat seluler yang pertama kali berhubungan langsung dengan handset kita. Beberapa BTS

Lebih terperinci

SISTEM KOMUNIKASI BEGERAK WHAT TECHNOLOGY ABOUT THIS???

SISTEM KOMUNIKASI BEGERAK WHAT TECHNOLOGY ABOUT THIS??? SISTEM KOMUNIKASI BEGERAK WHAT TECHNOLOGY ABOUT THIS??? KELOMPOK 4 1.BAYU HADI PUTRA 2. BONDAN WICAKSANA 3.DENI ANGGARA PENGENALAN TEKNOLOGI 2G DAN 3G Bergantinya teknologi seiring majunya teknologi yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 OVERVIEW SISTEM GSM (GLOBAL SYSTEM FOR MOBILE COMMUNICATION) Global System for Mobile Communication (GSM) merupakan salah satu trend teknologi seluler yang paling banyak digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI PADA JARINGAN GSM 900/1800 DI AREA PURWOKERTO

ANALISIS PERFORMANSI PADA JARINGAN GSM 900/1800 DI AREA PURWOKERTO ANALISIS PERFORMANSI PADA JARINGAN GSM 900/1800 DI AREA PURWOKERTO Alfin Hikmaturokhman 1, Ali Muayyadi 1, Irwan Susanto 2, Andi Ulva T Wello 2 1 Program Magister Teknik Telekomunikasi IT Telkom Bandung

Lebih terperinci

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : TUGAS AKHIR MENGATASI ADJACENT CHANNEL INTERFERENCE 3G/WCDMA PADA KANAL 11 & 12 MILIK OPERATOR AXIS DENGAN MENGUNAKAN BAND PASS FILTER STUDI KASUS SITE PURI KEMBANGAN Diajukan guna melengkapi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergerak kemanapun selama masih dalam cakupan layanan Operator.

BAB I PENDAHULUAN. bergerak kemanapun selama masih dalam cakupan layanan Operator. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekarang ini hampir semua instrumen telekomunikasi bergerak menggunakan teknologi yang berbasis selluler. Sistem Telekomunikasi bergerak berbasis selluler menawarkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA PERFORMANSI JARINGAN BTS GSM/DCS NOKIA DI SEKITAR AREA UNIVERSITAS MERCU BUANA

TUGAS AKHIR ANALISA PERFORMANSI JARINGAN BTS GSM/DCS NOKIA DI SEKITAR AREA UNIVERSITAS MERCU BUANA TUGAS AKHIR ANALISA PERFORMANSI JARINGAN BTS GSM/DCS NOKIA DI SEKITAR AREA UNIVERSITAS MERCU BUANA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh Nama

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS PANGGILAN DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMOGRAMAN VISUAL BASIC PADA JARINGAN. GSM PT. INDOSAT, Tbk

ANALISIS KUALITAS PANGGILAN DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMOGRAMAN VISUAL BASIC PADA JARINGAN. GSM PT. INDOSAT, Tbk ANALISIS KUALITAS PANGGILAN DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMOGRAMAN VISUAL BASIC PADA JARINGAN GSM PT. INDOSAT, Tbk Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1)

Lebih terperinci

Kegagalan Panggil (Fail Connection) pada Sistem Jaringan Telepon Selular (GSM)

Kegagalan Panggil (Fail Connection) pada Sistem Jaringan Telepon Selular (GSM) Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 1, No. 1, November 2009 33 Kegagalan Panggil (Fail Connection) pada Sistem Jaringan Telepon Selular (GSM) Ulfah Mediaty Arief Jurusan Teknik Elektro, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA TEKNOLOGI AMPS Analog mobile phone system(amps) dimulai

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 GLOBAL SISTEM FOR MOBILE (GSM)

BAB II TEORI DASAR 2.1 GLOBAL SISTEM FOR MOBILE (GSM) BAB II TEORI DASAR 2.1 GLOBAL SISTEM FOR MOBILE (GSM) Global Sistem For Mobile Communication (GSM) merupakan salah satu trend teknologi seluler yang paling banyak dipakai pada saat ini. GSM merupakan teknologi

Lebih terperinci

Universal Mobile Telecommunication System

Universal Mobile Telecommunication System Universal Mobile Telecommunication System Disusun Oleh: Fikri Imam Muttaqin Kelas XII Tel 2 2010026 / 23 UMTS merupakan salah satau evolusi generasi ketiga (3G) dari jaringan mobile. Air interface yang

Lebih terperinci

SISTEM SELULAR. Pertemuan XIV

SISTEM SELULAR. Pertemuan XIV Pertemuan XIV SISTEM SELULAR Sistem komunikasi yang digunakan untuk memberikan layanan jasa telekomunikasi bagi pelanggan bergerak disebut dengan sistem cellular karena daerah layanannya dibagi bagi menjadi

Lebih terperinci

PENS SISTIM SELULER GENERASI 2 POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA By: Prima Kristalina

PENS SISTIM SELULER GENERASI 2 POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA By: Prima Kristalina SISTIM SELULER GENERASI 2 By: Prima Kristalina POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA 2016 Overview Pengenalan Sistim Seluler Generasi 2 Arsitektur GSM Upgrade GSM (2G) to GPRS (2.5G) CDMA IS 95 Arsitektur

Lebih terperinci

Analisis Kualitas Sinyal GSM di Kecamatan Syiah Kuala Menggunakan Nokia Network Monitor

Analisis Kualitas Sinyal GSM di Kecamatan Syiah Kuala Menggunakan Nokia Network Monitor ISSN : 2088-9984 Seminar Nasional dan ExpoTeknik Elektro 2011 Analisis Kualitas Sinyal GSM di Kecamatan Syiah Kuala Menggunakan Nokia Network Monitor Rizal Munadi, Rahmat Saputra dan Hubbul Walidainy Jurusan

Lebih terperinci

BAB II ADAPTIVE MULTI-RATE (AMR)

BAB II ADAPTIVE MULTI-RATE (AMR) BAB II ADAPTIVE MULTI-RATE (AMR) 2.1. Sejarah AMR Pada bulan Oktober 1997, ETSI (European Telecommunications Standards Institute) memulai suatu program standarisasi untuk mengembangkan sistem pengkodean

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL

BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL Proses pengukuran dan pemantauan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas dari jaringan GSM yang ada, Kemudian ditindak lanjuti dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.2 Awal Perkembangan GSM (Global System for Mobile Communications ) di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.2 Awal Perkembangan GSM (Global System for Mobile Communications ) di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2 Awal Perkembangan GSM (Global System for Mobile Communications ) di Indonesia PT. Telekomunikasi Indonesia sebagai penyelenggara telekomunikasi terbesar di Indonesia telah mempersiapkan

Lebih terperinci

BAB II TEKNOLOGI SELULER GSM. (Frequency Division Multiple Access), metode TDMA (Time Division Multiple

BAB II TEKNOLOGI SELULER GSM. (Frequency Division Multiple Access), metode TDMA (Time Division Multiple BAB II TEKNOLOGI SELULER GSM 2.1 Tinjauan Pustaka Metode akses telepon seluler ada tiga macam yaitu, metode akses FDMA (Frequency Division Multiple Access), metode TDMA (Time Division Multiple Access),

Lebih terperinci

Bluetooth. Pertemuan III

Bluetooth. Pertemuan III Bluetooth Pertemuan III Latar Belakang Pada bulan Mei 1998, 5 perusahaan promotor yaitu Ericsson, IBM, Intel, Nokia dan Toshiba membentuk sebuah Special Interest Group (SIG) dan memulai untuk membuat spesifikasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Mengenal Teknologi GSM Teknologi komunikasi selular sebenarnya sudah berkembang dan banyak digunakan pada awal tahun 1980-an, diantaranya sistem C-NET yang dikembangkan di Jerman

Lebih terperinci

Analisis Peningkatan Kualitas dan Kapasitas Jaringan Seluler PT. XL Axiata pada Area Jawa Tengah bagian Utara melalui Proyek Swap dan Modernisasi

Analisis Peningkatan Kualitas dan Kapasitas Jaringan Seluler PT. XL Axiata pada Area Jawa Tengah bagian Utara melalui Proyek Swap dan Modernisasi Analisis Peningkatan Kualitas dan Kapasitas Jaringan Seluler PT. XL Axiata pada Area Jawa Tengah bagian Utara melalui Proyek Swap dan Modernisasi Eva Yovita Dwi Utami 1, Pravita Ananingtyas Hanika 2 Program

Lebih terperinci

BAB II SISTEM JARINGAN GSM DAN HANDOVER

BAB II SISTEM JARINGAN GSM DAN HANDOVER BAB II SISTEM JARINGAN GSM DAN HANDOVER 2.1 Radio Sub System (RSS) Area yang diliput oleh sistem komunikasi bergerak dibagi dalam berbagai cell. Tiap cell memiliki Base Transceiver Station (BTS) yang menjamin

Lebih terperinci

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SELULER. Komponen fundamental dari suatu sistem GSM (Global System for Mobile

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SELULER. Komponen fundamental dari suatu sistem GSM (Global System for Mobile BAB II SISTEM KOMUNIKASI SELULER 2.1 Arsitektur Sistem Komponen fundamental dari suatu sistem GSM (Global System for Mobile Communication) dapat dilihat pada Gambar 2.1. Seorang pengguna memakai perangkat

Lebih terperinci

ANALISIS UNJUK KERJA MULTI BAND CELL PADA GSM DUAL BAND

ANALISIS UNJUK KERJA MULTI BAND CELL PADA GSM DUAL BAND ANALISIS UNJUK KERJA MULTI BAND CELL PADA GSM DUAL BAND Budihardja Murtianta, Andreas Ardian Febrianto, Rosalia Widya Pratiwi ANALISIS UNJUK KERJA MULTI BAND CELL PADA GSM DUAL BAND Budihardja Murtianta,

Lebih terperinci

Powered By TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive -

Powered By  TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive - Powered By http:/ TeUinSuska2009.Wordpress.com Upload By - Vj Afive - Jarlokar Adalah jaringan transmisi yang menghubungkan perangkat terminal pelanggan dengan sentral lokal dengan menggunakan media radio

Lebih terperinci

KONSEP DASAR SELULER. (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT

KONSEP DASAR SELULER. (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT KONSEP DASAR SELULER TEKNIK TRANSMISI SELULER (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT A. Pendahuluan Yang mendasari perkembangan Keterbatasan spektrum frekuensi Efisiensi penggunaan spektrum frekuensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Seluler Konsep dasar dari suatu sistem selular adalah pembagian pelayanan menjadi daerah-daerah kecil. Hal ini digunakan untuk memastikan bahwa frekuensi dapat meluas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem selular GSM GSM (global system for mobile communication) GSM mulanya singkatan dari groupe special mobile adalah sebuah teknologi komunikasi selular yang bersifat digital.

Lebih terperinci

ARSITEKTUR PADA BASE TRANCEIVER STATION NOKIA ULTRASITE

ARSITEKTUR PADA BASE TRANCEIVER STATION NOKIA ULTRASITE Makalah Seminar Kerja Praktek ARSITEKTUR PADA BASE TRANCEIVER STATION NOKIA ULTRASITE 900 Faris Fitrianto (L2F006038) faris.fitrianto@gmail.com Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes Multiple Access Downlink Uplink Handoff Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes Base Station Fixed transceiver Frequency TDMA: Time Division Multiple Access CMDA: Code

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah penentuan parameter performansi kualitas, pengukuran parameter tersebut pada jaringan BSS GSM, dan analisis data hasil

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH HALF RATE DAN FULL RATE TERHADAP SPEECH QUALITY INDICATOR DAN TRAFFIC CHANNEL PADA JARINGAN GSM

ANALISIS PENGARUH HALF RATE DAN FULL RATE TERHADAP SPEECH QUALITY INDICATOR DAN TRAFFIC CHANNEL PADA JARINGAN GSM ANALISIS PENGARUH HALF RATE DAN FULL RATE TERHADAP SPEECH QUALITY INDICATOR DAN TRAFFIC CHANNEL PADA JARINGAN GSM Alfin Hikmaturokhman 1, Eka Wahyudi 2, Okha Frisma Yulistia Umbari 3 Program Studi Diploma

Lebih terperinci

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA OVERVIEW Dalam sistem komunikasi wireless, efisiensi pemakaian lebar bidang frekuensi diusahakan diantaranya melalui teknik multiple akses, agar dalam alokasi frekuensi

Lebih terperinci

Optimasi BTS Untuk Peningkatan Kualitas Jaringan CDMA 2000

Optimasi BTS Untuk Peningkatan Kualitas Jaringan CDMA 2000 Optimasi BTS Untuk Peningkatan Kualitas Jaringan CDMA 2000 Sulistyaningsih P2 Elektronika dan Telekomunikasi LIPI sulis@ppet.lipi.go.id Folin Oktafiani P2 Elektronika dan Telekomunikasi LIPI folin@ppet.lipi.go.id

Lebih terperinci

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Teknologi 3G 3G adalah singkatan dari istilah dalam bahasa Inggris: third-generation technology. Istilah ini umumnya digunakan mengacu kepada perkembangan teknologi telepon nirkabel

Lebih terperinci

BAB I PROTOKOL KOMUNIKASI

BAB I PROTOKOL KOMUNIKASI BAB I PROTOKOL KOMUNIKASI Komunikasi adalah suatu pengalihan informasi dan pengertian diantara bagian individu, dan suatu proses pengiriman dari lambang- lambang antar pribadi dengan makna-makna yang dikaitkan

Lebih terperinci

Makalah Seminar Kerja Praktek. PERANGKAT MOBILE MEDIA GATEWAY R5.0 (M-MGW R5.0) PADA NETWORK SWITCHING SUBSYSTEM (NSS) PT. INDOSAT, Tbk SEMARANG

Makalah Seminar Kerja Praktek. PERANGKAT MOBILE MEDIA GATEWAY R5.0 (M-MGW R5.0) PADA NETWORK SWITCHING SUBSYSTEM (NSS) PT. INDOSAT, Tbk SEMARANG Makalah Seminar Kerja Praktek PERANGKAT MOBILE MEDIA GATEWAY R5.0 (M-MGW R5.0) PADA NETWORK SWITCHING SUBSYSTEM (NSS) PT. INDOSAT, Tbk SEMARANG Oleh: Chairunnisa Adhisti Prasetiorini (L2F008021) Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi bergerak (mobile communication) mulai dirasakan perlu sejak orang semakin sibuk pergi kesana kemari dan memerlukan alat telekomunikasi yang siap dipakai

Lebih terperinci

Cell boundaries (seven cell repeating pattern)

Cell boundaries (seven cell repeating pattern) Dr. Risanuri Hidayat Cell boundaries (seven cell repeating pattern) All the cell sites in a region are connected by copper cable, fiber optics, or microwave link to a central office called a mobile switching

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Disusun oleh : Edy Hadiyanto

TUGAS AKHIR. Disusun oleh : Edy Hadiyanto TUGAS AKHIR ANALISA ALARM 7745 (CHANNEL FAILURE RATE ABOVE DEFINED THRESHOLD) PADA BTS ( BASE TRANSCEIVER STATION ) NOKIA ULTRASITE DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERFORMANSI TRAFIK DI BTS TERSEBUT. Disusun

Lebih terperinci

1.2 Arsitektur Jaringan GSM

1.2 Arsitektur Jaringan GSM 1. Konsep Dasar Teknologi Selular System selular adalah system yang canggih sebab system ini membagi suatu kawasan dalam beberapa sel kecil. Hal ini digunakan untuk memastikan bahwa frekuensi dapat meluas

Lebih terperinci

PENANGANAN INTERFERENSI PADA JARINGAN SELULER 2G PT. INDOSAT UNTUK AREA BANDUNG

PENANGANAN INTERFERENSI PADA JARINGAN SELULER 2G PT. INDOSAT UNTUK AREA BANDUNG ISSN : 2442-5826 e-proceeding of Applied Science : Vol.1, No.2 Agustus 2015 Page 1322 PENANGANAN INTERFERENSI PADA JARINGAN SELULER 2G PT. INDOSAT UNTUK AREA BANDUNG Interference Problem Solving On 2G

Lebih terperinci

Cellular Interference and Celular Planning S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2016

Cellular Interference and Celular Planning S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2016 Cellular Interference and Celular Planning S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2016 2G Frequency Allocation http://telcoconsultant.net 2 2G 900 Mhz & 1800 Mhz

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Arsitektur Jaringan GSM (Global Service for Mobile Communication) Sebuah jaringan GSM dibangun dari beberapa komponen fungsional yang memiliki fungsi dan interface masing-masing

Lebih terperinci

Implementasi Short Message Service pada Jaringan GSM Menggunakan OpenBTS v 5.0

Implementasi Short Message Service pada Jaringan GSM Menggunakan OpenBTS v 5.0 Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Terapan (SEMANTIK) 2015 303 Implementasi Short Message Service pada Jaringan GSM Menggunakan OpenBTS v 5.0 Dhipo A. Putra *), Moch. Fahru Rizal **),

Lebih terperinci

Analisa Performansi Pengiriman Short Message Service (SMS) Pada Jaringan CDMA

Analisa Performansi Pengiriman Short Message Service (SMS) Pada Jaringan CDMA Analisa Performansi Pengiriman Short Message Service (SMS) Pada Jaringan CDMA Martina Pineng *Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Indonesia Toraja Abstract- Short Message Service (SMS)

Lebih terperinci

Tugas Akhir Analisa Adaptive Multi Rate Untuk Meningkatkan Speech Quality Index Pada Sistem Jaringan GSM

Tugas Akhir Analisa Adaptive Multi Rate Untuk Meningkatkan Speech Quality Index Pada Sistem Jaringan GSM Tugas Akhir Analisa Adaptive Multi Rate Untuk Meningkatkan Speech Quality Index Pada Sistem Jaringan GSM Diajukan Oleh : Muhammad Nurdin NIM : 41405110058 Peminatan Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab metodologi penelitian ini akan dijelaskan mengenai struktur kerja penelitian, data-data yang diperlukan, metode pengumpulan data serta hasil yang diharapkan. Penelitian

Lebih terperinci