PENCEMARAN BAHAN PAKAN OLEH Aspergillus flavus YANG MAMPU MEMPRODUKSI AFLATOKSIN DI WILAYAH CIANJUR, DEPOK DAN BEKASI TAHUN 2009

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENCEMARAN BAHAN PAKAN OLEH Aspergillus flavus YANG MAMPU MEMPRODUKSI AFLATOKSIN DI WILAYAH CIANJUR, DEPOK DAN BEKASI TAHUN 2009"

Transkripsi

1 PENCEMARAN BAHAN PAKAN OLEH Aspergillus flavus YANG MAMPU MEMPRODUKSI AFLATOKSIN DI WILAYAH CIANJUR, DEPOK DAN BEKASI TAHUN 2009 (Feed Contamination by Aspergillus flavus Producing Aflatoxin in Region of Cianjur, Depok and Bekasi in 2009) ENI KUSUMANINGTYAS dan R. MARYAM Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl RE Martadinata No. 30 Bogor ABSTRACT Aspergillus flavus and aflatoxin, as its secondary metabolite, are often found in feed. Aflatoxin production of each isolate was different, therefore in this research aflatoxin produced by A. flavus isolate contaminating feed was measured. Samples were taken from three regions of Jabodetabek i.e. Cianjur, Depok, and Bekasi. Assay of ability to produce aflatoxin was conducted by growing A. flavus isolates from samples on to Potato dextrose broth and were incubated at 28 o C for 9 days, and then their aflatoxin production were measured. Aspergillus flavus contaminations in feed were from 10 1 to 10 5 CFU/g. The ability to produce aflatoxin varied from not detected to 1212,28 g/ml. Aspergillus flavus isolated from corn sample from Bekasi produced the highest aflatoxin (1212,28 g/ml). It was higher than aflatoxin produced by A. flavus from BBalitvet Culture Collection (BCC) or Japan Collection of Microorganisms (JCM) for and g/ml respectively. Based on the result, it was concluded that A. flavus isolated from feed samples potentially produced high level of aflatoxin, therefore it might become a thread for animal health. Key Words: A. Flavus, Aflatoxin, Feed ABSTRAK Aspergillus flavus dan aflatoksin sebagai metabolit sekundernya sering ditemukan dalam bahan pakan. Produksi aflatoksin masing-masing isolat berbeda sehingga pada penelitian ini diukur kandungan aflatoksin dari isolat A. flavus yang ditemukan mencemari bahan pakan. Sampel diambil di tiga wilayah Jabodetabek yaitu Cianjur, Depok dan Bekasi. Uji kemampuan menghasilkan aflatoksin dilakukan dengan menumbuhkan isolat A. flavus dari sampel ke dalam media Potato dextrose broth dan diinkubasi pada suhu 28 o C selama 9 hari, kemudian diukur produksi aflatoksinnya. Pencemaran A. flavus pada bahan pakan antara 10 1 sampai 10 5 CFU/g. Kemampuan menghasilkan aflatoksin bervariasi antara tidak terdeteksi sampai 1212,28 g/ml. Isolat A. flavus dari sampel jagung asal Bekasi menghasilkan aflatoksin paling tinggi yaitu 1212,28 g/ml. Hasil ini lebih tinggi dari hasil produksi aflatoksin A. flavus isolat BBalitvet Culture Collection (BCC) maupun Japan Collection of Microorganisms (JCM) yaitu 84, 48 dan 809,43 g/ml. Berdasarkan hasil tersebut maka disimpulkan bahwa isolat A. flavus yang diisolasi dari sampel bahan pakan berpotensi menghasilkan aflatoksin dengan kadar tinggi dan berbahaya bagi kesehatan ternak. Kata Kunci: A. Flavus, Aflatoksin, Bahan Pakan PENDAHULUAN Aflatoksin merupakan mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Kapang tersebut banyak ditemukan pada bahan pangan dan pakan di Indonesia yang berasal dari produk pertanian yang digunakan sebagai bahan baku pangan/pakan. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh cemaran mikotoksin terutama aflatoksin di Asia mencapai 400 juta dolar per tahun (ZANELLI, 2000). Dampak aflatoksin terhadap kesahatan manusia dan hewan telah banyak dilaporkan, dan masalah keamanan pangan semakin menjadi perhatian negaranegara di dunia. Meskipun belum ada laporan terinci mengenai kerugian ekonomi, namun telah 870

2 banyak data penelitian yang menunjukkan adanya kontaminasi aflatoksin pada produksi pertanian dan peternakan yang pada akhirnya berdampak pada perekonomian di Indonesia (BAHRI et al., 2003/2004; BAHRI dan MARYAM, 2003/2004; PRIOSOERYANTO et al., 2002). Selain kerugian ekonomi, kontaminasi aflatoksin pada bahan pangan dan pakan menyebabkan adanya residu dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia dan hewan ternak (DEVEGOWDA et al., 1998; MARYAM et al., 1995; MARYAM, 1996; MARYAM et al., 2003; VAN EIJKEREN et al., 2006; DIAZ dan ESPITIA, 2006). PITT dan HOCKING (1997) memperkirakan bahwa setiap tahun kematian orang penderita kanker hati di Indonesia disebabkan oleh aflatoksin. Aflatoksin dikategorikan sebagai mikotoksin utama yang termasuk ke dalam 5 mikotoksin terpenting di dunia. Aflatoksin B 1 diklasifikasikan sebagai senyawa karsinogenik Grup IA (WHO-IARC, 1993), dan batas maksimumnya dalam bahan pangan/pakan telah ditentukan oleh sebagian besar negaranegara di dunia termasuk Indonesia (BPOM, 2004). Batas maksimum residu aflatoksin di Indonesia adalah 20 ppb untuk bahan pangan dan 300 ppb untuk pakan/bahan pakan (RUSTOM, 1997), sedangkan WHO/FAO menentukan batas maksimum aflatoksin M1 yang merupakan metabolit aflatoksin B1 dalam susu sebesar 0,5 ppb. Perubahan iklim dinilai juga berdampak pada kapang penghasil aflatoksin, termasuk perubahan kuantitas kapang di dalam lingkungan dan perubahan terhadap struktur komunitas kapang. Fluktuasi iklim juga mempengaruhi predisposisi inang terhadap kontaminasi dengan perkembangan hasil panen dan pengaruh iklim terhadap serangga yang menginfeksi bahan pakan yang kemudian memudahkan kapang untuk berkembang (COTTY dan GRACIA, 2007). Isolasi kapang MATERI DAN METODE Isolasi kapang dilakukan terhadap 27 sampel pakan dan bahan pakan berupa kacang tanah, jagung, dan pakan yang diperoleh dari pasar tradisional di sekitar wilayah Jabodetabek. Isolasi dilakukan dengan menggunakan metode biakan berpengenceran. Isolat yang teridentifikasi sebagai A. flavus selanjutnya dimurnikan dan dikultur kembali untuk persiapan uji produksi aflatoksin. Uji produksi aflatoksin Spora A. flavus hasil subkultur dipanen dan dibuat suspensi dengan melarutkan pada air suling steril kemudian dimasukkan ke dalam 20 ml media potato dextrose broth (PDB) pada erlenmeyer 125 ml sehingga tercapai konsentrasi akhir spora 106 CFU/ml. Selanjutnya, suspensi diinkubasi pada suhu 28 C selama 9 hari. A. flavus yang tumbuh dimatikan dengan menggunakan autoclave pada suhu 121 C selama 30 menit. Cairan media diambil 2 ml untuk pemeriksaan aflatoksin. Pengujian produksi aflatoksin Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode ELISA. Sebanyak 100 µl larutan sampel dipipet dan dicampur dengan konjugat, lalu dipipet kembali sebanyak 75 µl dimasukkan ke dalam lubang mikro plat yang sudah dilapisi dengan antibodi, diinkubasi dan dibiarkan selama 10 menit. Larutan dibuang dan plat dicuci dengan aquadest 3 kali. Tambahkan 100 µl larutan campuran substrat A (asetat buffer) dan substrat B (larutan tetrametilbenzidin/tmb). Diperlukan substrat B 330 µl untuk 11 ml larutan substrat A. Selanjutnya, plat yang sudah ditambahkan substrat dibiarkan selma 10 menit sampai terbentuk warna hijau. Selanjutnya, ditambahkan 50 µl larutan penghenti (1,25 M H 2 SO 4 ) dan warna larutan menjadi kuning, kemudian intensitas warna dibaca pada Enzyme linked ELISA reader panjang gelombang 450 nm. HASIL DAN PEMBAHASAN Kontaminasi A. flavus Pada penelitian lapang telah dikumpulkan sampel kacang tanah, jagung dan pakan ayam yang diambil dari pasar tradisional di beberapa 871

3 wilayah Jabodetabek. Sampel diambil dari daerah Cianjur, Depok dan Bekasi. Cianjur dipilih sebagai perwakilan untuk dataran tinggi, sedangkan Depok dan Bekasi dari dataran rendah untuk melihat perbedaan tingkat kontaminasi A. flavus per gram sampel dan kemampuan produksi aflatoksin A. flavus dari daerah-daerah tersebut. Tabel 1 menunjukkan jumlah koloni kapang A. flavus dan kapang lain hasil pengenceran sampelsampel tersebut. Koloni A. flavus pada sampel yang dikumpulkan berkisar sangat bervariasi yaitu berkisar antara koloni per gram, dengan koloni terbanyak ditemukan pada sampel jagung. Hasil ini menunjukkan bahwa jagung merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kapang A. flavus, seperti telah banyak dilaporkan sebelumnya (WIDIASTUTI et al., 1988; PITT et al., 1998). Jagung yang diambil adalah jagung pipil yang sudah dipecah sebagai bahan pakan ternak. Tabel 1. Jumlah koloni kapang per gram sampel yang diperoleh dari wilayah Jabodetabek Kode sampel Jenis sampel Asal sampel Jumlah koloni A. flavus (CFU/g) Jumlah koloni kapang lain (CFU/g) S1/Kt/Ci Kacang tanah Cianjur S2/Kt/Ci Kacang tanah Cianjur S3/Kt/Ci Kacang tanah Cianjur S4/Kt/Dpk Kacang tanah Depok menyebar S5/Kt/Dpk Kacang tanah Depok S6/Kt/Dpk Kacang tanah Depok S7/Kt/Bks Kacang tanah Bekasi S8/Kt/Bks Kacang tanah Bekasi S9/Kt/Bks Kacang tanah Bekasi S10/Pkn/Bks Pakan Bekasi S11/Pkn/Ci Pakan Cianjur S12/Pkn/Ci Pakan Cianjur S13/Pkn/Dpk Pakan Depok S14/Pkn/Dpk Pakan Depok S15/Pkn/Dpk Pakan Depok S16/Pkn/Bks Pakan Bekasi S17/Pkn/Bks Pakan Bekasi S18/Pkn/Ci Pakan Cianjur S19/Jg/Ci Jagung Cianjur S20/Jg/Ci Jagung Cianjur S21/Jg/Ci Jagung Cianjur S22/Jg/Dpk Jagung Depok S23/Jg/Dpk Jagung Depok S24/Jg/Dpk Jagung Depok S25/Jg/Ci Jagung Cianjur S26/Jg/Bks Jagung Bekasi S27/Jg/Bks Jagung Bekasi

4 Pemecahan biji jagung akan meningkatkan resiko kontaminasi kapang. Biji bagian dalam mengandung banyak karbohidrat sebagai sumber makanan bagi kapang kontaminan terutama A. flavus. Kelembaban yang tinggi dengan ketersediaan karbohidrat sebagai bahan makanan menyebabkan kapang tumbuh dengan cepat. Seperti terlihat pada Tabel 1, A. flavus terlihat dominan dan ada di semua sampel yang diambil. Kemampuan A. flavus untuk menghasilkan aflatoksin yang toksik dan karsinigenik sangat berbahaya terhadap hewan ternak dan dapat terdeposit dalam produk ternak yang akan dihasilkan seperti daging dan telor untuk unggas. Kapang lain yang tumbuh antara lain A. niger, A. fumigatus, A. tereus, Mucor sp, Rhizopus sp, Penicillium sp, Paecylomyce. sp, Mycelia sterilata dengan jumlah total koloni rata-rata yang lebih sedikit dibandingkan dengan A. flavus. Beberapa khamir juga tumbuh tetapi hanya beberapa sampel yang terkontaminasi dan bukan dari spesies yang berbahaya. Kapang lain tersebut tumbuh bersama dengan A. flavus dan memungkinkan adanya sinergi maupun kompetisi sehingga dapat menyuburkan atau menghambat pertumbuhan A. flavus sebagai pencemar utama. Kompetisi dengan kapang yang lain dapat saja tidak mempengaruhi pertumbuhan A. flavus tetapi mampu menghambat produksi aflatoksin (KUSUMANINGTYAS et al., 2006) Kemampuan produksi aflatoksin A. flavus hasil isolasi selanjutnya diuji kemampuan untuk memproduksi aflatoksin. Dengan mengetahui kemampuan produksi aflatoksinnya, dapat diperkirakan tingkat pencemaran yang disebabkan oleh A. flavus dan diketahui pula tingkat bahayanya. Produksi aflatoksin dari beberapa isolat yang ditemukan seperti tercantum pada Tabel 2. Dari Tabel 2 diketahui bahwa kemampuan untuk memproduksi aflatoksin masing-masing isolat berbeda-beda. A. flavus isolat koleksi Bbalitvet, BCC F0213 dan isolat reference dari Japan Culture Microorganisms JCM 1025 digunakan sebagai pembanding. Dari Tabel 2 diketahui bahwa isolat asal Bekasi dengan bentuk sampel jagung S26/jg/Bks mempunyai Tabel 2. Kemampuan produksi aflatoksin dari A. flavus isolat lapang dan perbandingannya dengan A. flavus BCC 213, JCM 1025 Kode isolat A. flavus Jenis sampel Konsentrasi aflatoksin ( g/ml) BCC F0213 Koleksi BCC 84,48 JCM1025 Koleksi BCC 809,43 S3/Kt/Ci Kacang tanah 534,02 S5/Kt/Dpk Kacang tanah 433,75 S9/Kt/Bks Kacang tanah 302,48 S11/Pkn/Ci Pakan 249,12 S14/Pkn/Dpk Pakan 878,60 S17/Pkn/Bks Pakan Td S19/Jg/Ci Jagung Td S23/Jg/Dpk Jagung Td S26/Jg/Bks Jagung 1212,28 Td: tidak terdeteksi/tidak ada kemampuan untuk memproduksi aflatoksin paling tinggi bahkan lebih tinggi dari isolat BCC F0213 dan JCM1025. Hasil tersebut apabila dihubungkan dengan Tabel 1 yaitu jumlah koloni per gram sampel juga lebih tinggi dibandingkan yang lain yaitu CFU/gram maka perlu diwaspadai. Tingkat pencemaran A. flavus yang tinggi dan kemampuan A. flavus-nya untuk memproduksi aflatoksin juga tinggi akan menambah tingkat pencemaran dan tingkat bahaya bahan pakan tersebut. BAHRI et al. (2003/2004) menyatakan bahwa lebih dari 80% pakan unggas komersial terkontaminasi aflatoksin. Metabolit sekunder kapang Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus ini tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan dan produktivitas ternak, tetapi juga menyebabkan residu pada produk peternakan seperti daging, hati, telur dan susu yang dapat membahayakan kesehatan konsumen (MARYAM et al., 1995; MARYAM, 1996; MARYAM, et al., 2003). Aflatoksin bersifat hepatokarsinogenik, mutagenik, teratogenik dan imunosupresif pada hewan. Ikatan kimia antara aflatoksin dan sitokrom P450 pada hati mengaktifkan AFB1- guanidin dalam DNA yang menyebabkan kanker hati pada hewan tertentu. Hewan ternak seperti ayam, itik, sapi, babi dan kalkun yang 873

5 mengkonsumsi pakan terkontaminasi aflatoksin pada dosis subletal menyebabkan kerusakan hati. Hampir semua jenis unggas sensitif terhadap aflatoksin, terutama hewan muda. Hewan muda cenderung lebih rentan terhadap pengaruh aflatoksin dibandingkan dengan hewan yang lebih dewasa (BALL, 1998). Ransum yang mengandung 20 μg aflatoksin menurunkan resistensi ayam terhadap serangan penyakit dan menyebabkan stres (COELHO, 1990). Di alam terdapat 4 jenis aflatoksin, yaitu aflatoksin B1 (AFB1), B2 (AFB2), G1 (AFG1) dan G2 (AFG2). Di antara jenis-jenis aflatoksin tersebut, AFB1 merupakan senyawa yang paling berbahaya bagi hewan dan manusia dan dikategorikan sebagai senyawa karsinogenik grup IA. Hasil pemeriksaan aflatoksin pada Tabel 2 merupakan aflatoksin total, belum dibedakan aflatoksin B1, B2, G1 atau G2. Pada isolat S26/jg/Bks yang mampu menghasilkan aflatoksin tinggi, selain resiko bahaya, isolat ini dapat digunakan sebagai kandidat untuk produksi aflatoksin sebagai bahan standar deteksi aflatoksin. KESIMPULAN Kontaminasi pakan dan bahan pakan oleh A. flavus dan aflatoksin harus diwaspadai mengingat aflatoksin merupakan zat yang bersifat toksik dan karsinogenik. Hasil pemeriksaan sampel pakan dan bahan pakan di tiga wilayah Jabodetabek yaitu Cianjur, Depok dan Bekasi menunjukkan tingkat kontaminasi A. flavus ringan sampai sedang yaitu 10 1 sampai 10 5 CFU per gram sampel dengan kemampuan produksi aflatoksin antara tidak terdeteksi sampai 1212, 28 g/ml media cair. Hal ini menunjukkan bahwa A. flavus dalam jumlah terbatas sudah dapat membahayakan kesehatan hewan dan berisiko menimbulkan residu pada produknya. DAFTAR PUSTAKA BAHRI, S. dan R. MARYAM 2003/2004. Mikotoksin berbahaya dan pengaruhnya terhadap kesehatan hewan dan manusia. J. Mikologi Kedokteran Indonesia 4 5(1 2): BAHRI, S., R. MARYAM dan R. WIDIASTUTI. 2003/2004. Tinjauan efek mikotoksin terhadap performan unggas. J. Mikologi Kedokteran Indonesia 4 5(1 2): BALL, J Understanding and preventing aflatoksin poisoning. The Samuel Roberts Noble Foundation, Inc. BPOM (BADAN PENGAWAS OBAT dan MAKANAN) Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tentang Batas Maksimum Aflatoksin dalam Produk Pangan. COELHO, M.B Molds, Mycotoxins and Feed Preservatives in the Feed Industry. BASF Corporation, Cherry Hill Road, Parsippany, pp COTTY, P.J. and R. JAIME-GARCIA Influences of climate on aflatoxin producing fungi and aflatoxin contamination. Int. J. Food Microbiol. 119(1 2): DEVEGOWDA G., MVLN. RAJU, N. AFZALI and HVLN. SWAMY Mycotoxin picture worldwide: Novel solutions for their counteraction. Passport to the Year 2000: Biotechnology in Feed Industry. Proceedings of Alltech s 14 th Annual Symposium. pp DIAZ, GJ. and E. ESPITIA Occurence of aflatoxin M1 in retail milk samples from Bogota, Columbia. Food Additives and Contaminants 23(8): KUSUMANINGTYAS E, R. WIDIASTUTI and R. MARYAM Reduction of aflatoxin B1 in chicken feed by using Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oligosporus and their combination. Mycopathologia. 162(4): MARYAM, R., BAHRI, S. dan ZAHARI, P Deteksi aflatoksin B 1, M 1 dan aflatoksikol dalam telur ayam ras dengan kromatografi cair kinerja tinggi. Pros. Seminar Nasional Teknologi Veteriner untuk Meningkatkan Kesehatan Hewan dan Keamanan Bahan Pangan Asal Ternak. Cisarua, Bogor Maret Puslitbang Peternakan. hlm: MARYAM R Residu aflatoksin dan metabolitnya dalam daging dan hati ayam. Pros. Temu Ilmiah Nasional Bidang Veteriner. Bogor Maret hlm:

6 MARYAM, R., Y. SANI, S. DJUARIAH, R. FIRMANSYAH dan MIHARJA Efektivitas ekstrak bawang putih (Allium sativum linn.) dalam penanggulangan aflatoksikosis pada ayam petelur. JITV 8(4): PITT, J.I. and A.D. HOCKING Fungi and Food Spoilage 2 nd Edition. Blackie Academic & Professional. An Imprint of Chapman & Hall. pp PITT, J.I., A.D. HOCKING, B.F. MISCAMBLE, O.S. DARMAPUTRA, K.R. KUSWANTO, E.S. RAHAYU and SARDJONO The mycoflora of food commodities from Indonesia. J. Food Mycology 1(1): PRIOSOEYANTO, B.P., H. HUMINTO, S. ESTUNINGSIH, E. HARLINA and R. TIURIA J. Mikologi Kedokteran 3(1 2): RUSTOM I.Y.S Aflatoxin in food and feed: Occurrence, legislation and inactivation by physical methods. Food Chemistry 59: VAN EIJKEREN, J.C.H., M.I. BAKKER and M.J. ZEILMAKER A simple steady-state model for carry-over of aflatoxins from feed to cow s milk. Food Additives and Contaminants 23(8): WHO-International Agency for Research on Cancer IARC Monographs on Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans. WIDIASTUTI, R., R. MARYAM, BJ. BLANEY, SALFINA and D.R. STOLTZ Corn as a source of mycotoxins in Indonesia Pultry Feeds and the Effectiveness of Visual Examination Methods for Detecting Contaminations. Mycopathologia 102: ZANELLI, L Moulds, bacteria and solutions. Feed Industry Service FIS- Italy. DISKUSI Pertanyaan: Faktor apa yang menyebabkan perbedaan hasil aflatoksin dari isolat lapang yang berbeda. Sampel dari Bekasi lebih tinggi alfalfanya. Jawaban: Yang menyebabkan perbedaan produksi aflatoksin adalah: 1. Isolat Aspergilus flavusnya: Masing-masing isolat secara genetis memiliki kemampuan untuk menghasilkan aflatoksin yang berbeda, sebagai contoh ada A. flavus yang memang tidak bisa menghasilkan aflatoksin. 2. Substrat tempat hidup: A. flavus yang sama apabila ditumbuhkan dalam substrat yang berbeda misalnya di jagung dengan kacang menghasilkan konsentrasi aflatoksin yang berbeda. 3 Faktor lain misalnya ph. Karena pada uji produksi aflatoksin, perlakuan terhadap semua isolat sama maka diduga A. flavus dari Bekasi secara genetis memang mampu menghasilkan aflatoksin yang tinggi. 875

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Produksi Aflatoksin Metode Davis et al. (1966) Penelitian yang dilakukan oleh N. D. Davis, U. L. Diener, dan D. W. Eldridge di Alabama bertujuan untuk melihat bagaimana kondisi

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS NATRIUM KALSIUM ALUMINOSILIKAT HIDRAT DALAM PENURUNAN RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI AYAM BROILER

EFEKTIFITAS NATRIUM KALSIUM ALUMINOSILIKAT HIDRAT DALAM PENURUNAN RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI AYAM BROILER EFEKTIFITAS NATRIUM KALSIUM ALUMINOSILIKAT HIDRAT DALAM PENURUNAN RESIDU AFLATOKSIN PADA DAGING DAN HATI AYAM BROILER (Effectiveness of Hydroted Sodium Calcium Aluminosilicate to Reduce Aflatoxin Residue

Lebih terperinci

SAMBILOTO (ANDROGRAPHIS PANICULATA NEES.) UNTUK MENGURANGI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM KOMERSIAL

SAMBILOTO (ANDROGRAPHIS PANICULATA NEES.) UNTUK MENGURANGI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM KOMERSIAL SAMBILOTO (ANDROGRAPHIS PANICULATA NEES.) UNTUK MENGURANGI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM KOMERSIAL SRI RACHMAWATI, ZAINAL ARIFIN, dan PADERI ZAHARI Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beras yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sejumlah produk olahan pangan

I. PENDAHULUAN. beras yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sejumlah produk olahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan bahan pangan pokok peringkat kedua setelah beras yang dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sejumlah produk olahan pangan memanfaatkan jagung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia dan konsekuensi yang buruk pada ekonomi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia dan konsekuensi yang buruk pada ekonomi yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kontaminasi produk pertanian oleh mikotoksin merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dan konsekuensi yang buruk pada ekonomi yang harus diperhatikan.

Lebih terperinci

UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG ABSTRAK

UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG ABSTRAK Nurasiah Djaenuddin dan Amran Muis: Uji Patogenitas F. moniliforme.. UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG Nurasiah Djaenuddin dan Amran Muis Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latarbelakang aflatoksikosis

PENDAHULUAN Latarbelakang aflatoksikosis 1 PENDAHULUAN Latarbelakang Indonesia yang beriklim tropis memberikan kondisi yang sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan berbagai cendawan. Salah satu diantara cendawan tersebut adalah Aspergillus.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODA ANALISIS RESIDU AFLATOKSIN B 1 DALAM HATI AYAM SECARA ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)

PENGEMBANGAN METODA ANALISIS RESIDU AFLATOKSIN B 1 DALAM HATI AYAM SECARA ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) PENGEMBANGAN METODA ANALISIS RESIDU AFLATOKSIN B 1 DALAM HATI AYAM SECARA ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA) (Method Development of Aflatoxin B 1 Residue in Liver Chicken by Enzyme Linked Immunosorbent

Lebih terperinci

KONTAMINASI FUNGI Aspergillus sp. PADA BIJI JAGUNG DITEMPAT PENYIMPANAN DENGAN KADAR AIR YANG BERBEDA

KONTAMINASI FUNGI Aspergillus sp. PADA BIJI JAGUNG DITEMPAT PENYIMPANAN DENGAN KADAR AIR YANG BERBEDA Sri Wahyuni Budiarti et al.: Komtaminasi Fungi. KONTAMINASI FUNGI PADA BIJI JAGUNG DITEMPAT PENYIMPANAN DENGAN KADAR AIR YANG BERBEDA Sri Wahyuni Budiarti 1), Heni Purwaningsih 1), dan Suwarti 2) 1) Balai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yang umumnya terjadi pada usaha peternakan di negara-negara tropis seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini berdampak langsung

Lebih terperinci

MEWASPADAI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PANGAN

MEWASPADAI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PANGAN MEWASPADAI CEMARAN AFLATOKSIN PADA PANGAN Kapang dapat menghasilkan metabolit beracun yang disebut mikotoksin. Mikotoksin terutama dihasilkan oleh kapang saprofit yang tumbuh pada bahan pangan atau pakan

Lebih terperinci

SITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA

SITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA SITUASI CEMARAN MIKOTOKSIN PADA PAKAN DI INDONESIA DAN PERUNDANG UNDANGANNYA Djodi Achmad Hussain Suparto Direktorat Budidaya Peternakan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Jakarta PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Benarkah Ada Aflatoksin pada Kakao?

Benarkah Ada Aflatoksin pada Kakao? Benarkah Ada Aflatoksin pada Kakao? Oleh: Ayutia Ciptaningtyas Putri, S.Si PMHP Ahli Pertama Kakao merupakan salah satu komoditi utama perkebunan Indonesia dan andalan ekspor negara Indonesia. Saat ini

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Desember 2011. Kegiatan ini dilakukan di laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

Cemaran Aflatoksin pada Bahan Pakan dan Pakan di Beberapa Daerah Propinsi Lampung dan Jawa Timur

Cemaran Aflatoksin pada Bahan Pakan dan Pakan di Beberapa Daerah Propinsi Lampung dan Jawa Timur BAHRI et al.: Cemaran aflatoksin pada bahan pakan dan pakan di beberapa daerah Propinsi Lampung dan Jawa Timur Cemaran Aflatoksin pada Bahan Pakan dan Pakan di Beberapa Daerah Propinsi Lampung dan Jawa

Lebih terperinci

Lokakarye Fungsiona/Non Peneiti 1. Bahan-bahan Bahan baku : pakan ayam Bahan pereaksi Asetonitril ; Larutan potasium klorida 4% ; Larutan

Lokakarye Fungsiona/Non Peneiti 1. Bahan-bahan Bahan baku : pakan ayam Bahan pereaksi Asetonitril ; Larutan potasium klorida 4% ; Larutan PENETAPAN AFLATOKSIN PADA PAKAN AYAM DENGAN CARA KROMATOGRAFI LAPISAN TIPIS Siti Djuariah Balai Penelitian Veteriner Bogor PENDAHULUAN Pakan merupakan salah satu faktor penting di dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

SEAMEO BIOTROP, Bogor Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK

SEAMEO BIOTROP, Bogor Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK ISSN: 2339-2479 Volume 9, Nomor 4, Agustus 2013 Halaman 99 106 DOI: 10.14692/jfi.9.4.99 Kualitas Fisik, Populasi Aspergillus flavus, dan Kandungan Aflatoksin pada Biji Kacang Tanah Mentah Physical Quality,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakan merupakan salah satu komponen terpenting dalam proses produksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakan merupakan salah satu komponen terpenting dalam proses produksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen terpenting dalam proses produksi peternakan ayam dan mewakili sekitar 70% dari seluruh biaya produksi. Upaya untuk menghasilkan pakan

Lebih terperinci

Deteksi Salmonella sp pada Daging Sapi dan Ayam

Deteksi Salmonella sp pada Daging Sapi dan Ayam Deteksi Salmonella sp pada Daging Sapi dan Ayam (Detection of Salmonella sp in Beef and Chicken Meats) Iif Syarifah 1, Novarieta E 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl. Raya Padjadjaran

Lebih terperinci

KAJIAN PRODUKSI AFLATOKSIN B1 KASAR DARI ISOLAT KAPANG Aspergillus flavus LOKAL PADA MEDIA JAGUNG DAN JAGUNG+KACANG TANAH

KAJIAN PRODUKSI AFLATOKSIN B1 KASAR DARI ISOLAT KAPANG Aspergillus flavus LOKAL PADA MEDIA JAGUNG DAN JAGUNG+KACANG TANAH KAJIAN PRODUKSI AFLATOKSIN B1 KASAR DARI ISOLAT KAPANG Aspergillus flavus LOKAL PADA MEDIA JAGUNG DAN JAGUNG+KACANG TANAH ASSESSMENT OF CRUDE AFLATOKSIN B1 PRODUCTION BASED ON LOCAL Aspergillus flavus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat penting. Lahan tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi jagung tahun

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KAPANG PADA KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) YANG DIJUAL DI BEBERAPA PASAR TRADISIONAL DI PROVINSI BALI

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KAPANG PADA KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) YANG DIJUAL DI BEBERAPA PASAR TRADISIONAL DI PROVINSI BALI ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KAPANG PADA KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) YANG DIJUAL DI BEBERAPA PASAR TRADISIONAL DI PROVINSI BALI I Made Kartana 1, Ni Wayan Wisaniyasa 2, Agus Selamet Duniaji 2 ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Maret 2012. Kegiatan ini dilakukan di laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen

Lebih terperinci

PERLAKUAN PENYEDUHAN AIR PANAS PADA PROSES FERMENTASI SINGKONG DENGAN ASPERGILLUS NIGER

PERLAKUAN PENYEDUHAN AIR PANAS PADA PROSES FERMENTASI SINGKONG DENGAN ASPERGILLUS NIGER PKMI-1-15-1 PERLAKUAN PENYEDUHAN AIR PANAS PADA PROSES FERMENTASI SINGKONG DENGAN ASPERGILLUS NIGER Pratiwi Erika, Sherly Widjaja, Lindawati, Fransisca Frenny Fakultas Teknobiologi, Universitas katolik

Lebih terperinci

XIII. JAMUR DAN MIKOTOKSIN DALAM PANGAN

XIII. JAMUR DAN MIKOTOKSIN DALAM PANGAN XIII. JAMUR DAN MIKOTOKSIN DALAM PANGAN Jamur dapat tumbuh pada berbagai jenis pangan, dan pertumbuhannya akan menyebabkan terjadinya kerusakan pangan yang bersangkutan, diantaranya kerusakan flavor, warna,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aflatoksin

TINJAUAN PUSTAKA Aflatoksin TINJAUAN PUSTAKA Aflatoksin Aflatoksin adalah salah satu senyawa toksik yang dihasilkan terutama oleh cendawan Aspergillus flavus dan A. parasiticus. Secara terminologi aflatoksin, berasal dari kata A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diliputi oleh perairan. Dengan luas dan panjangnya garis pantai Indonesia, komoditi

BAB I PENDAHULUAN. diliputi oleh perairan. Dengan luas dan panjangnya garis pantai Indonesia, komoditi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya diliputi oleh perairan. Dengan luas dan panjangnya garis pantai Indonesia, komoditi

Lebih terperinci

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal L. HARDI PRASETYO dan T. SUSANTI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 (Diterima dwan redaksi 23 Juli

Lebih terperinci

Keamanan Pangan Asal Ternak: Situasi, Permasalahan dan Prioritas Penanganannya di Tingkat Hulu

Keamanan Pangan Asal Ternak: Situasi, Permasalahan dan Prioritas Penanganannya di Tingkat Hulu Keamanan Pangan Asal Ternak: Situasi, Permasalahan dan Prioritas Penanganannya di Tingkat Hulu Keamanan Pangan Asal Ternak: Situasi, Permasalahan dan Prioritas Penanganannya di Tingkat Hulu Penyusun:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia menjadikan Negara ini mudah untuk ditanami berbagai macam tanaman

Lebih terperinci

BUWGKIL KtaChNG TANAW OhEH ~hizopus oligosporus NRRL 2710 TEWHADAP KANDUNGAN AFLATOKSlN

BUWGKIL KtaChNG TANAW OhEH ~hizopus oligosporus NRRL 2710 TEWHADAP KANDUNGAN AFLATOKSlN PENGARUW ZEONSENTRASI AFLATOKSIN OAW KO~TANIIIJABJ Aspergillus flavus NRRL 4038 SELAMW TANAP PERMENTASI BUWGKIL KtaChNG TANAW OhEH ~hizopus oligosporus NRRL 2710 TEWHADAP KANDUNGAN AFLATOKSlN 199 2 FAKULTAS

Lebih terperinci

BUWGKIL KtaChNG TANAW OhEH ~hizopus oligosporus NRRL 2710 TEWHADAP KANDUNGAN AFLATOKSlN

BUWGKIL KtaChNG TANAW OhEH ~hizopus oligosporus NRRL 2710 TEWHADAP KANDUNGAN AFLATOKSlN PENGARUW ZEONSENTRASI AFLATOKSIN OAW KO~TANIIIJABJ Aspergillus flavus NRRL 4038 SELAMW TANAP PERMENTASI BUWGKIL KtaChNG TANAW OhEH ~hizopus oligosporus NRRL 2710 TEWHADAP KANDUNGAN AFLATOKSlN 199 2 FAKULTAS

Lebih terperinci

KEBERADAAN KAPANG PENGKONTAMINASI KEMIRI (Aleurites moluccana Willd.) YANG DIJUAL DI PASAR RAYA PADANG. Oleh : ABSTRACT

KEBERADAAN KAPANG PENGKONTAMINASI KEMIRI (Aleurites moluccana Willd.) YANG DIJUAL DI PASAR RAYA PADANG. Oleh : ABSTRACT KEBERADAAN KAPANG PENGKONTAMINASI KEMIRI (Aleurites moluccana Willd.) YANG DIJUAL DI PASAR RAYA PADANG Oleh : Zelvia Misdar 1, Mades Fifendy 2, Nurmiati 3 1 Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI

Lebih terperinci

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Marselinus Laga Nur Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Bacilus cereus Gram-positif Aerobik membentuk endospora Tahan terhadap panas kering dan disinfektan kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sekitar 2/3 wilayah dari total wilayah Indonesia. Dengan luasnya

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sekitar 2/3 wilayah dari total wilayah Indonesia. Dengan luasnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki wilayah perairan yang lebih banyak dari dataran yaitu sekitar 2/3 wilayah dari total wilayah Indonesia. Dengan luasnya wilayah perairan

Lebih terperinci

INTENSITAS CEMARAN JAMUR PADA BIJI JAGUNG PAKAN TERNAK SELAMA PERIODE PENYIMPANAN

INTENSITAS CEMARAN JAMUR PADA BIJI JAGUNG PAKAN TERNAK SELAMA PERIODE PENYIMPANAN Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 19, No. 1, 2015: 27 32 INTENSITAS CEMARAN JAMUR PADA BIJI JAGUNG PAKAN TERNAK SELAMA PERIODE PENYIMPANAN INTENSITY OF FUNGAL CONTAMINATION ON CATTLE-FEED MAIZE

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul pengaruh variasi periode pemanasan pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah dilaksanakan sejak tanggal 11 April

Lebih terperinci

ANALISIS AFLATOKSIN PADA JAGUNG YANG DIMURNIKAN DENGAN SOLID PHASE EXTRACTION SILIKA DAN DIDETEKSI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

ANALISIS AFLATOKSIN PADA JAGUNG YANG DIMURNIKAN DENGAN SOLID PHASE EXTRACTION SILIKA DAN DIDETEKSI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI ANALISIS AFLATOKSIN PADA JAGUNG YANG DIMURNIKAN DENGAN SOLID PHASE EXTRACTION SILIKA DAN DIDETEKSI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (Analysis of aflatoxins in corn which purified with SPE silica

Lebih terperinci

Efek Aflatoksin B1 (AFB1) pada Embrio Ayam

Efek Aflatoksin B1 (AFB1) pada Embrio Ayam Efek Aflatoksin B1 (AFB1) pada Embrio Ayam SJAMSUL BAHRI 1, R. WIDIASTUTI 1 dan Y. MUSTIKANINGSIH 2 1 Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16151 2 Universitas Nasional, Jl. Sawo Manila, Pasarminggu,

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus: 8 Kolom : Bondapak C18 Varian 150 4,6 mm Sistem : Fase Terbalik Fase Gerak : Asam oksalat 0.0025 M - asetonitril (4:1, v/v) Laju Alir : 1 ml/menit Detektor : Berkas fotodioda 355 nm dan 368 nm Atenuasi

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Dalam praktikum ini membahas mengenai inokulum tape. Tape adalah sejenis panganan yang dihasilkan dari proses peragian ( fermentasi). Tape bisa dibuat dari singkong (ubi kayu) dan hasilnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya bioteknologi, terdapat kecenderungan bahwa

I. PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya bioteknologi, terdapat kecenderungan bahwa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya bioteknologi, terdapat kecenderungan bahwa masyarakat lebih mengutamakan makanan yang bebas dari pencemaran bahan kimia sintetik dan antibiotik

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2009. Pengambilan sampel susu dilakukan di beberapa daerah di wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

UJI EFEKTIVITAS PENGAWET ANTIMIKROBA. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

UJI EFEKTIVITAS PENGAWET ANTIMIKROBA. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB UJI EFEKTIVITAS PENGAWET ANTIMIKROBA Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB DEFINISI Pengawet Antimikroba: Zat yang ditambahkan pada sediaan obat untuk melindungi sediaan terhadap kontaminasi mikroba

Lebih terperinci

TINGKAT CEMARAN DAN JENIS MIKOBIOTA PADA JAGUNG DARI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN. Yuliana Tandi Rubak * ABSTRACT

TINGKAT CEMARAN DAN JENIS MIKOBIOTA PADA JAGUNG DARI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN. Yuliana Tandi Rubak * ABSTRACT TINGKAT CEMARAN DAN JENIS MIKOBIOTA PADA JAGUNG DARI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN Yuliana Tandi Rubak * ABSTRACT The purpose of this research are to determine fungal contamination and any kinds of micobiota

Lebih terperinci

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

DAN KACANG TANAH DI KABUPATEN KUPANG DAN TIMOR TENGAH SELATAN (NTT) Yuliana Tandi Rubak*

DAN KACANG TANAH DI KABUPATEN KUPANG DAN TIMOR TENGAH SELATAN (NTT) Yuliana Tandi Rubak* 1 TINGKAT CEMARAN AFLATOKSIN B 1 PADA PRODUK OLAHAN JAGUNG DAN KACANG TANAH DI KABUPATEN KUPANG DAN TIMOR TENGAH SELATAN (NTT) Yuliana Tandi Rubak* Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

KANDUNGAN AFLATOKSIN DAN ANALISIS TITIK KRITIS PADA PENGELOLAAN PASCAPANEN JAGUNG DI KABUPATEN GARUT AGUS SUSANTO

KANDUNGAN AFLATOKSIN DAN ANALISIS TITIK KRITIS PADA PENGELOLAAN PASCAPANEN JAGUNG DI KABUPATEN GARUT AGUS SUSANTO KANDUNGAN AFLATOKSIN DAN ANALISIS TITIK KRITIS PADA PENGELOLAAN PASCAPANEN JAGUNG DI KABUPATEN GARUT AGUS SUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 1 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Jumlah jamur yang terdapat pada dendeng daging sapi giling dengan perlakuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, disebabkan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan cadangan BBM semakin berkurang, karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin meningkat, tidak terkecuali pangan asal hewan terutama

Lebih terperinci

Latar Belakang. Outline Presentasi. Isolasi Jamur Potensial Penghasil Mikotoksin Pada Produk Fermentasi Biji Kakao Kering asal Indonesia

Latar Belakang. Outline Presentasi. Isolasi Jamur Potensial Penghasil Mikotoksin Pada Produk Fermentasi Biji Kakao Kering asal Indonesia Isolasi Jamur Potensial Penghasil Mikotoksin Pada Produk Fermentasi Biji Kakao Kering asal Indonesia Bagaimana menurut Anda tentang keamanan produk cokelat? Anton Rahmadi & Graham H. Fleet Seminar dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Semarang. Waktu penelitian dilakukan bulan Maret april 2011.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Semarang. Waktu penelitian dilakukan bulan Maret april 2011. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen B. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan dilaboraturium Mikrobiologi Akademi Analis Kesehatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kandungan gizi tinggi, akan tetapi mudah mengalami kerusakan (perishable food).

PENDAHULUAN. kandungan gizi tinggi, akan tetapi mudah mengalami kerusakan (perishable food). I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan salah satu produk pangan hasil ternak yang mempunyai kandungan gizi tinggi, akan tetapi mudah mengalami kerusakan (perishable food). Kerusakan pada daging

Lebih terperinci

SKRIPSI SURVEY KONSUMSI DAN STUDI ANALISIS KANDUNGAN AFLATOKSIN BEBERAPA PRODUK PANGAN BERBASIS JAGUNG. Oleh : ALDILLA SARI UTAMI F

SKRIPSI SURVEY KONSUMSI DAN STUDI ANALISIS KANDUNGAN AFLATOKSIN BEBERAPA PRODUK PANGAN BERBASIS JAGUNG. Oleh : ALDILLA SARI UTAMI F SKRIPSI SURVEY KONSUMSI DAN STUDI ANALISIS KANDUNGAN AFLATOKSIN BEBERAPA PRODUK PANGAN BERBASIS JAGUNG Oleh : ALDILLA SARI UTAMI F24104001 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Teknik Pengumpulan Data 2.1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan (Mikologi). Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sebagai obat. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. sebagai obat. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keanekaragaman hayati seperti tanaman, mikroba, serta hewan merupakan sumber dari senyawa bioaktif yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012. Sampel gubal dan daun gaharu diambil di Desa Pulo Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten

Lebih terperinci

Kapang pada Beras yang Berasal dari Beberapa Varietas Padi

Kapang pada Beras yang Berasal dari Beberapa Varietas Padi Hayati, Darcmber 1994, hlm. 37-41 ISSN 0854-8587 Vol. 1, No. 2 Kapang pada Beras yang Berasal dari Beberapa Varietas Padi OKKY SETYAWAT1 DHARMAPUTRA Jurusan Biologi FMIPA IPB, Jalan Raya Pajajaran, Bogor

Lebih terperinci

CEMARAN ASPERGILLUS FLAVUS PENGHASIL AFLATOKSIN B 1 PADA JAGUNG MANIS(ZEA MAYS SACCHARATA) SELAMA PENYIMPANAN

CEMARAN ASPERGILLUS FLAVUS PENGHASIL AFLATOKSIN B 1 PADA JAGUNG MANIS(ZEA MAYS SACCHARATA) SELAMA PENYIMPANAN CEMARAN ASPERGILLUS FLAVUS PENGHASIL AFLATOKSIN B 1 PADA JAGUNG MANIS(ZEA MAYS SACCHARATA) SELAMA PENYIMPANAN Ni Putu Dewi Aristyawati 1, Ni Nyoman Puspawati 2, Ni Made Indri Hapsari A 2, Agus Selamet

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN HASIL TERNAK DITINJAU DARI CEMARAN LOGAM BERAT

KEAMANAN PANGAN HASIL TERNAK DITINJAU DARI CEMARAN LOGAM BERAT KEAMANAN PANGAN HASIL TERNAK DITINJAU DARI CEMARAN LOGAM BERAT Roostita L. Balia, Ellin Harlia, Denny Suryanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRAK Tujuan dari pengembangan peternakan yaitu

Lebih terperinci

KONTAMINASI SALMONELLA, ASPERGILLUS DAN AFLATOKSIN PADA PRODUK TERNAK ITIK ALABIO DI KALIMANTAN SELATAN

KONTAMINASI SALMONELLA, ASPERGILLUS DAN AFLATOKSIN PADA PRODUK TERNAK ITIK ALABIO DI KALIMANTAN SELATAN KONTAMINASI SALMONELLA, ASPERGILLUS DAN AFLATOKSIN PADA PRODUK TERNAK ITIK ALABIO DI KALIMANTAN SELATAN ENI SITI ROHAENI dan SURYANA BPTP Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru, Kalimantan

Lebih terperinci

ISOLASI DAN POTENSI BAKTERI KERATINOLITIK DARI FESES BUAYA (Crocodylus sp.) DALAM MENDEGRADASI LIMBAH KERATIN

ISOLASI DAN POTENSI BAKTERI KERATINOLITIK DARI FESES BUAYA (Crocodylus sp.) DALAM MENDEGRADASI LIMBAH KERATIN ISOLASI DAN POTENSI BAKTERI KERATINOLITIK DARI FESES BUAYA (Crocodylus sp.) DALAM MENDEGRADASI LIMBAH KERATIN SKRIPSI OLEH MAILANI QUANTI 100805041 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino yang dibutuhkan manusia

Lebih terperinci

Standar Mikrobiologi dan Uji Mikrobiologi untuk Bahan dan Produk Farmasi. Marlia Singgih Wibowo

Standar Mikrobiologi dan Uji Mikrobiologi untuk Bahan dan Produk Farmasi. Marlia Singgih Wibowo Standar Mikrobiologi dan Uji Mikrobiologi untuk Bahan dan Produk Farmasi Marlia Singgih Wibowo Bahan Farmasi Bahan baku Air murni (Purified Water) Produk Farmasi Steril (Sterile Pharmaceuticals) Produk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

KANDUNGAN AFLATOKSIN DAN ANALISIS TITIK KRITIS PADA PENGELOLAAN PASCAPANEN JAGUNG DI KABUPATEN GARUT

KANDUNGAN AFLATOKSIN DAN ANALISIS TITIK KRITIS PADA PENGELOLAAN PASCAPANEN JAGUNG DI KABUPATEN GARUT KANDUNGAN AFLATOKSIN DAN ANALISIS TITIK KRITIS PADA PENGELOLAAN PASCAPANEN JAGUNG DI KABUPATEN GARUT (Contamination of Aflatoxin and Critical Point Analysis in Corn Postharvest Steps at Garut Regency)

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH

ANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH ANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH Doso Sarwanto 1) dan Eko Hendarto 2) ABSTRAK Produksi susu sapi perah dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas air yang dikonsumsinya.

Lebih terperinci

Anna Rakhmawati 2014

Anna Rakhmawati 2014 Materi Mata Kuliah Mikrobiologi Industri Anna Rakhmawati Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id 2014 Mikroorganisme untuk Mikrobiologi Industri Mikroorganisme *massa mudah dikultivasi *kecepatan pertumbuhan *penggunaan

Lebih terperinci

METODE. A. Peremajaan Salmonella sp. B. Verifikasi Salmonella sp.

METODE. A. Peremajaan Salmonella sp. B. Verifikasi Salmonella sp. METODE Alur Penelitian Alur penelitian dan metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 6 tahapan, yaitu: peremajaan bakteri Salmonella sp., verifikasi bakteri Salmonella sp., isolasi fage,

Lebih terperinci

6) Analisis Serapan N pada Anak Ayam 7) Analisis Kadar Lemak pada Bubuk Teripang

6) Analisis Serapan N pada Anak Ayam 7) Analisis Kadar Lemak pada Bubuk Teripang Setelah itu labu destruksi didinginkan dan larutan dimasukkan ke dalam labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml air. Selanjutnya ditambah beberapa butir batu didih dan larutan dijadikan basa dengan

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ULANG FASA GERAK TETRASIKIAN DALAM ANALISIS ANTIBIOTIKA PADA ALAT KHROMATOGRAFI CAIRAN KINERJA TINGGI RINGKASAN

PEMAKAIAN ULANG FASA GERAK TETRASIKIAN DALAM ANALISIS ANTIBIOTIKA PADA ALAT KHROMATOGRAFI CAIRAN KINERJA TINGGI RINGKASAN PEMAKAIAN ULANG FASA GERAK TETRASIKIAN DALAM ANALISIS ANTIBIOTIKA PADA ALAT KHROMATOGRAFI CAIRAN KINERJA TINGGI HENY YUSRINI Balai penelitian Veteriner, ARE Martadinata No : 30, Bogor 16114 RINGKASAN Tetrasiklin

Lebih terperinci

PENGARUH IRADIASI DAN PENYIMPANAN DARI SUPLEMEN PAKAN RUMINANSIA

PENGARUH IRADIASI DAN PENYIMPANAN DARI SUPLEMEN PAKAN RUMINANSIA PENGARUH IRADIASI DAN PENYIMPANAN DARI SUPLEMEN PAKAN RUMINANSIA (The Effect of Irradiation on the Shelf Life of Feed Supplements for Ruminant) LYDIA ANDINI, SUHARYONO dan HARSOJO. Pusat Aplikasi Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGAPLIKASIAN DETEKTOR CEPAT AFLATOKSIN UNTUK MENGUKUR KANDUNGAN AFLATOKSIN PADA PRODUK HASIL PERTANIAN

PERANCANGAN DAN PENGAPLIKASIAN DETEKTOR CEPAT AFLATOKSIN UNTUK MENGUKUR KANDUNGAN AFLATOKSIN PADA PRODUK HASIL PERTANIAN PERANCANGAN DAN PENGAPLIKASIAN DETEKTOR CEPAT AFLATOKSIN UNTUK MENGUKUR KANDUNGAN AFLATOKSIN PADA PRODUK HASIL PERTANIAN Arifin Dwi Saputro, Ridwan Kurniawan, Hanim Zuhrotul Amanah, Sri Rahayoe Jurusan

Lebih terperinci

AMANKAH PANGAN ANDA???

AMANKAH PANGAN ANDA??? AMANKAH PANGAN ANDA??? BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan KEAMANAN PANGAN Pangan yang tidak

Lebih terperinci

KIT ELISA (AFLAVET) UNTUK DETEKSI AFLATOKSIN PADA PRODUK PERTANIAN

KIT ELISA (AFLAVET) UNTUK DETEKSI AFLATOKSIN PADA PRODUK PERTANIAN KIT ELISA (AFLAVET) UNTUK DETEKSI AFLATOKSIN PADA PRODUK PERTANIAN (Elisa Kit (Aflavet) for Detecting Aflatoxin in Agricultural Product) SRI RACHMAWATI Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI)

KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) PENGARUH INOKULASI Aspergillus flavus TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROFLORA ALAMI DAN PRODUKSI AFLATOKSIN SELAMA FERMENTASI DAN PENYIMPANAN BIJI KAKAO (Theobroma Cacao L.) KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KONTAMINASI JAMUR Aspergillus sp PADA KACANG KEDELAI BERBIJI KUNING KUALITAS BAIK DAN JELEK YANG DIJUAL DI PASAR WIRADESA KAB.

PERBANDINGAN KONTAMINASI JAMUR Aspergillus sp PADA KACANG KEDELAI BERBIJI KUNING KUALITAS BAIK DAN JELEK YANG DIJUAL DI PASAR WIRADESA KAB. PERBANDINGAN KONTAMINASI JAMUR Aspergillus sp PADA KACANG KEDELAI BERBIJI KUNING KUALITAS BAIK DAN JELEK YANG DIJUAL DI PASAR WIRADESA KAB. PEKALONGAN Tuti Suparyati, Akademi Analis Kesehatan Pekalongan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010 POTENSI METABOLIT KAPANG ENDOFIT RIMPANG LENGKUAS MERAH DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Eschericia coli DAN Staphylococcus aureus DENGAN MEDIA FERMENTASI POTATO DEXTROSE BROTH (PDB) DAN POTATO DEXTROSE YEAST

Lebih terperinci

diisolasi dari contoh kecap dengan menggunakan media SDA, sedikit sekali populasinya. Hal ini tentunya dikarenakan komposisi media tersebut kurang dap

diisolasi dari contoh kecap dengan menggunakan media SDA, sedikit sekali populasinya. Hal ini tentunya dikarenakan komposisi media tersebut kurang dap Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Perlanian 2006 PENINGKATAN EFEKTIVITAS MEDIA ISOLASI KHAMIR CONTOH KECAP DENGAN PENAMBAHAN KECAP WAWAN SUGIAWAN Balai Penelitian I'eteriner, Jl. R. E. Martadinata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia berkembang pesat dengan kemajuan tekhnologi hingga saat ini. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang pesat tersebut diikuti pula dengan

Lebih terperinci

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung 89 6 IMPLEMENTASI MODEL Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung ini dapat digunakan sebagai suatu model yang dapat menganalisis penyediaan tepung jagung

Lebih terperinci

CEMARAN AFLATOKSIN DALAM PAKAN DAN PRODUK ITIK ALABIO (Anas platyrinchos borneo) DI KALIMANTAN SELATAN

CEMARAN AFLATOKSIN DALAM PAKAN DAN PRODUK ITIK ALABIO (Anas platyrinchos borneo) DI KALIMANTAN SELATAN Buletin Peternakan Vol. 41 (2): 163-168, Mei 2017 ISSN-0126-4400 E-ISSN-2407-876X Bulletin of Animal Science, DOI: 10.21059/buletinpeternak.v41i2.15514 CEMARAN AFLATOKSIN DALAM PAKAN DAN PRODUK ITIK ALABIO

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN Senyawa metabolik sekunder yang bersifat toksik dan karsinogenik Dihasilkan: Aspergilus flavus & Aspergilus parasiticus Keduanya tumbuh pada biji-bijian, kacang-kacangan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober Desember 2014 bertempat

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP HYGIENE SANITASI DAN KEAMANAN INDUSTRI PANGAN UJI PENGARUH SANITASI TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN TANGAN PEKERJA

LAPORAN TETAP HYGIENE SANITASI DAN KEAMANAN INDUSTRI PANGAN UJI PENGARUH SANITASI TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN TANGAN PEKERJA LAPORAN TETAP HYGIENE SANITASI DAN KEAMANAN INDUSTRI PANGAN UJI PENGARUH SANITASI TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN TANGAN PEKERJA Sandy Saputra 05031381419069 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPT Pengembangan Agrobisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen Biologi,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN. Yang dilakukan mulai 26 Januari sampai 26 Februari Pemanas listrik. 3. Chamber. 4. Kertas kromatografi No.

BAB 3 METODE PERCOBAAN. Yang dilakukan mulai 26 Januari sampai 26 Februari Pemanas listrik. 3. Chamber. 4. Kertas kromatografi No. BAB 3 METODE PERCOBAAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan Analisa dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Daerah di Medan. Yang dilakukan mulai 26 Januari sampai 26 Februari 2016. 3.2.Alat dan

Lebih terperinci

LAPORAN PENGUJIAN EFEKTIFITAS FUNGISIDA PADA JAMUR YANG MERUSAK ARSIP KERTAS

LAPORAN PENGUJIAN EFEKTIFITAS FUNGISIDA PADA JAMUR YANG MERUSAK ARSIP KERTAS LAPORAN PENGUJIAN EFEKTIFITAS FUNGISIDA PADA JAMUR YANG MERUSAK ARSIP KERTAS I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Kerusakan material akibat jamur pada ruang penyimpanan arsip merupakan masalah serius yang

Lebih terperinci

ABSTRAK Aspergillus Aspergillus

ABSTRAK Aspergillus Aspergillus ABSTRAK Keracunan inakanan pada inanusia sangat seriiig dilaporkan, salah satunya adalah yang disebabkan oleh Aflatoksin. Untuk mencegahnya dibutuhkan pemahaman yang lebih baik mengenai aflatoksin. Aflatoksin

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di daerah penghasil jagung di Provinsi Jawa Barat yaitu di Kabupaten Garut dimulai dari Oktober 2006 sampai Mei 2007. Pemilihan lokasi Kabupaten

Lebih terperinci

Koloni bakteri endofit

Koloni bakteri endofit Lampiran : 1 Isolasi Bakteri Endofit pada tanaman V. varingaefolium Tanaman Vaccinium varingaefolium Diambil bagian akar tanaman Dicuci (menghilangkan kotoran) Dimasukkan ke dalam plastik Dimasukkan ke

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

Angka Lempeng Total Bakteri pada Broiler Asal Swalayan di Denpasar dan Kabupaten Badung

Angka Lempeng Total Bakteri pada Broiler Asal Swalayan di Denpasar dan Kabupaten Badung Angka Lempeng Total Bakteri pada Broiler Asal Swalayan di Denpasar dan Kabupaten Badung (TOTAL PLATE COUNT OF BACTERIA IN BROILER SOLD IN RETAIL MARKETS IN DENPASAR AND BADUNG REGENCY ) Magfirah Syahruddin,

Lebih terperinci