Lampiran 1. Matriks Kriteria dan Indikator Penetapan Jenis HHBK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Lampiran 1. Matriks Kriteria dan Indikator Penetapan Jenis HHBK"

Transkripsi

1 Lampiran. Matriks Kriteria dan Indikator Penetapan Jenis HHBK Unggulan No Kriteria Indikator Standar Nilai 4 5 I. Ekonomi. Nilai a. Tinggi (Bobot 5%) perdagangan ekspor (Nilai ekspor per tahun $ Juta) b. Sedang (Nilai ekspor per tahun $ 500 ribu s/d juta) c. Rendah (Nilai ekspor $ 500 ribu per tahun). Nilai perdagangan lokal. Lingkup pemasaran 4. Potensi pasar internasional 5. Mata rantai pemasaran 6. Cakupan pengusahaan a. Tinggi (Nilai perdagangan per tahun Rp milyar b. Sedang (Nilai perdagangan per tahun Rp s/d Rp ,- c. Rendah ( Rp ,-) a. Internasional, nasional, dan lokal b. Internasional dan nasional, Internasional dan lokal, atau Nasional dan lokal c. Lokal a. Tinggi (Diminta oleh negara) b. Sedang (Diminta oleh - negara) c. Rendah (Tidak diminta negara lain) a. Tinggi (Melibatka masyarakat pengumpul, pengusaha UMKM, pengusaha besar/industri dan unsur pemerintah). b. Sedang (Melibatkan masyarakat pengumpul, pengusahan UMKM, dan pemerintah). c. Sederhana (Melibatkan masyarakat pengumpul, pengusaha UMKM, dan pemerintah). a. Meliputi industri hulu, tengah (setengah jadi), dan hilir. b. Meliputi industri hulu dan tengah c. Hanya meliputi industri hulu

2 II Biofisik dan lingkungan (Bobot 5%) III Kelembagaan (Bobot 0%) 7. Investasi usaha a. Banyak ( 5 badan usaha sudah berinvestasi dalam pengusahaan komoditas bersangkutan, atau sudah ada pengusaha besar). b. Sedikit ( 5 badan usaha yang sudah berinvestasi dan belum ada pengusaha besar). c. Tidak ada (Belum ada badan usaha yang berinvestasi).. Potensi Tanaman a. Tinggi (prosentase jumlah pohon/rumpun per hektar 60% dari kondisi normal). b. Sedang (prosentase jumlah pohon/rumpun per hektar 40-60% dari kondisi normal). c. Rendah (prosentase jumlah pohon/rumpun per hektar 40% dari kondisi normal).. Penyebaran a. Merata (Terdapat di / wilayah bersangkutan) b. Cukup merata (Terdapat di / - / wilayah bersangkutan) c. Kurang merata (Terdapat / wilayah bersangkutan). Status konservasi a. Tidak terdaftar di CITES Appendix b. Terdaftar di CITES Appendix II c. Terdaftar di CITES Appendix I 4. Budidaya a. Produksi HHBK hasil budidaya b. Produksi HHBK 40- hasil budidaya c. Produksi HHBK hasil budidaya 5. Aksesbilitas ke a. Mudah dijangkau moda transportasi sumber HHBK darat dan atau air sepanjang tahun b. Dapat dijangkau moda transportasi darat dan atau air tidak sepanjang tahun c. Sulit dijangkau moda transportasi darat dan atau air sepanjang tahun. Jumlah Kelompok a. Banyak usaha produsen/ (Terdapat 5 kelompok usaha koperasi produsen/ koperasi komoditi

3 . Asosiasi Kelompok Usaha.Aturan tentang komoditi bersangkutan bersangkutan) b. Sedikit (Terdapat -5 kelompok usaha produsen/ koperasi komoditi bersangkutan) c. Tidak ada (Belum ada kelompok usaha produsen/ koperasi komoditi bersangkutan) a. Tinggi (Terdapat asosiasi, koperasi, kelompok tani, dan swasta) b. Sedikit (Terdapat koperasi dan kelompok tani) c. Rendah (hanya terdapat kelompok tani) a. Terdapat aturan berupa peraturan menteri atau lebih tinggi b. Terdapat aturan dari pejabat setingkat Eselon I, Gubernur atau Bupati c. Belum ada aturan tentang komoditi bersangkutan 4. Peran Institusi a. Tinggi (ada dukungan dari berbagai institusi seperti Pemda, UPT, dan LSM) 5. Standar komoditi bersangkutan 6. Sarana/fasilitas pengembangan komoditi bersangkutan b. Sedang (dukungan hanya dari salah satu institusi) c. Rendah (tidak ada dukungan dari institusi) a. Sudah diatur dengan SNI atau standar nasional/internasional lainnya. b. Baru berupa pedoman c. Belum ada standar baku a. Sarana pengembangan bertaraf internasional b. Sarana pengembangan bertaraf nasional c. Sarana pengembangan bertaraf lokal IV Sosial (Bobot 5%). Pelibatan masyarakat a. Melibatkan sebagian besar masyarakat lokal (prosentase yang terlibat >0%) b. Melibatkan sebagian besar masyarakat lokal (5%< prosentase yang terlibat

4 . Kepemilikan Usaha V Teknologi. Teknologi Budidaya (Bobot 5%). Teknologi Pengolahan hasil <0%) c. Melibatkan sebagian besar masyarakat lokal (prosentase yang terlibat <5%) a. Masyarakat lokal bermitra dengan pengusaha b. Hanya dimiliki masyarakat lokal c. Hanya dimiliki pengusaha a. Teknologi telah sepenuhnya dikuasai b. Sebagian teknologi budidaya telah dikuasai c. Teknologi budidaya belum dikuasai a. Teknologi pengolahan hasil untuk meningkatkan hasil tambah sudah dikuasai b. Sebagian teknologi pengolahan hasil sudah dikuasai c. Teknologi pengolahan hasil belum dikuasai

5 Lampiran. Daftar Stakeholders Komoditas HHBK di Kabupaten Humbang Hasundutan Sampel Nama Jenis Kelamin Jenis Stakeholders. T. Nainggolan Laki laki Pedagang besar kemenyan. S. Nainggolan Laki laki Pedagang besar kemenyan. Khalil Sihite Laki laki Pedagang besar kemenyan 4. P. Simbolon Laki laki Pedagang pengumpul kemenyan 5. R. Silaban Laki - laki Pedagang pengumpul kemenyan 6. L. Nainggolan Laki laki Pedagang pengumpul kemenyan 7. P. Manalu Laki laki Pedagang pengumpul kemenyan 8. W. Br. Simbolon Perempuan Pedagang pengumpul kemenyan 9. S. Manulang Laki laki Pedagang pengumpul kemenyan 0. M. Sinaga Laki laki Pedagang pengumpul kemenyan. L. Munte Laki laki Petani pengumpul kemenyan. P. Manulang Laki laki Petani pengumpul kemenyan. A. br. Sitorus Perempuan Petani pengumpul kemenyan 4. M. Munte Laki laki Petani pengumpul kemenyan 5. S. Silaban Laki laki Petani pengumpul kemenyan 6. N. br. Simamora Laki laki Petani pengumpul kemenyan 7. L. Sinaga Laki laki Petani pengumpul kemenyan 8. T. Manulang Laki laki Petani pengumpul kemenyan 9. B. Munte Laki laki Petani pengumpul kemenyan 0 W. Manalu Laki laki Petani pengumpul kemenyan

6 Lampiran. Karakteristik Sosial Ekonomi Stakeholders Komoditas HHBK di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 00 No. Sampel Umur (tahun) Tingkat Pendidikan Pengalaman mengusahakan komoditas Jumlah Tanggungan Keluarga (jiwa) (tahun) HHBK (tahun) Jumlah Rataan 5,4 9,5,5 6

7 Lampiran 4. Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Provinsi Sumatera Utara (ton) Tahun 008 No. Jenis HHBK Produksi (ton) / N i. Kemenyan 4.6,46. Kulit Manis 4.977,05. Minyak Nilam 7,09 4. Kemiri.448,6 5. Pala,5 6. Gambir 54,98 7. Aren 6.9,48 8. Pinang.64,7 9. Rotan 9,79 0. Getah Tusam 66,5. Durian 8.80 Total (N) 6.98,5

8 Lampiran 5. Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Kabupaten Humbang Hasundutan (ton) Tahun 008 No. Jenis HHBK Produksi (ton) / S i. Kemenyan 05,. Rotan 4,4. Durian 9,8 4. Aren 94,58 Total (S) 7,77

9 Lampiran 6. Penyebaran Komoditas Kemenyan di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 008 No. Kecamatan Luas Panen (Ha) Produksi (ton). Pakkat 57 6,5. Onan Ganjang 09 94,56. Sijamapolang 59 5,5 4. Lintong Nihuta Paranginan Doloksanggul 40,5 46,99 7. Pollung 84 84, 8. Parlilitan 88,5 57,09 9. Tarabintang 7 0,5 0. Bakti Raja - - Humbang Hasundutan 4 05,

10 Lampiran 7. Analisis Metode LQ Komoditas HHBK di Kabupaten Humbang Hasundutan No. Jenis HHBK S i / S N i / N Si / S Ni / N. Kemenyan 0,56 0,0 8. Rotan 0,0009 0,005 0,6. Durian 0,4 0,58 0,69 4. Aren 0,0 0,08 0,7

11 Lampiran 8. Nilai Perdagangan Lokal Kemenyan di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 009 No. Nama Pedagang Besar Produksi (Ton). Tarsan Nainggolan 7. Robert Pakpahan 7. Kucing 7 4. Nainggolan 7 5. Nainggolan 7 6. Haji 7 7. Simamora 7 Jumlah / Total 49 Perbulan = 49 ton Rp ,-/kg = Rp ,- Pertahun = 49 ton Rp ,-/kg bulan = Rp ,-

12 Lampiran 9. Jumlah KUD dan Non KUD per Kecamatan Tahun 008 No. Kecamatan KUD Non KUD Jumlah. Tarabintang -. Pollung Paranginan - 4. Onan Ganjang Pakkat - 6. Lintong Nihuta 7. Sijamapolang - 8. Bakti Raja Parlilitan Doloksanggul 4 7 Total 6 6

13 Lampiran 0. Jumlah Kelompok Tani dan Jumlah Anggota per Kecamatan Tahun 008 No. Kecamatan Jumlah Kelompok Jumlah Anggota Tani. Tarabintang - -. Pollung - -. Paranginan Onan Ganjang Pakkat Lintong Nihuta Sijamapolang Bakti Raja Parlilitan Doloksanggul - - Total

14 Lampiran. Analisis Matriks Kriteria dan Indikator Penetapan Jenis HHBK Unggulan Komoditas Kemenyan di Kabupaten Humbang Hasundutan No. Kriteria Indikator Nilai. Ekonomi (Bobot 5%). Nilai Perdagangan Ekspor. Nilai Perdagangan Lokal. Lingkup Pemasaran 4. Potensi Pasar Internasional 5. Mata Rantai Pemasaran 6. Cakupan Pengusahaan 7. Investasi Usaha. Biofisik dan Lingkungan (Bobot 5%). Potensi Tanaman. Penyebaran. Status Konservasi 4. Budidaya 5. Aksesibilitas ke sumber HHBK. Kelembagaan (Bobot 0%). Jumlah Kelompok Usaha Produsen/Koperasi. Asosiasi Kelompok Usaha. Aturan tentang komoditi bersangkutan 4. Peran Institusi 5.Standard komoditi bersangkutan 6. Sarana/fasilitas pengembangan komoditi bersangkut an 4. Sosial (Bobot 5%). Pelibatan Masyarakat. Kepemilikan Usaha 5. Teknologi (Bobot 5%). Teknologi Budidaya. Teknologi Pengolahan Hasil

15 Lampiran. Analisis Perhitungan Nilai Indikator Tertimbang (NIT) untuk Setiap Kriteria Komoditas Kemenyan di Kabupaten Humbang Hasundutan NITk = No. Kriteria B k JI k NI NI max Bk n NI JIk i= N Imax. Ekonomi 5% 7,65. Biofisik dan 5% 5 0 9,99 Lingkungan. Kelembagaan 0% 6 6 7,76 4. Sosial 5% 5,55 5. Teknologi 5% 5,05 Keterangan : NIT = Nilai Indikator Tertimbang k = Kriteria penentuan unggulan ( 5) n = Jumlah indikator dalam tiap kriteria Ni = Nilai indikator tiap kriteria Bk = Besarnya nilai bobot dari kriteria ke k NImax = Nilai indikator terbesar, dalam hal ini JIk = Jumlah indikator untuk kriteria ke k.

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.21/Menhut-II/2009 TANGGAL : 19 Maret 2009 I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.21/Menhut-II/2009 TANGGAL : 19 Maret 2009 I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P./Menhut-II/009 TANGGAL : 9 Maret 009 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kontek ekonomi pemanfaatan hutan selama ini masih memandang hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 21/Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 21/Menhut-II/2009 TENTANG th file PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/Menhut-II/009 TENTANG KRITERIA DAN INDIKATOR PENETAPAN JENIS HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun pria sama-sama memiliki kesempatan untuk bisa aktif di bidang politik

BAB I PENDAHULUAN. maupun pria sama-sama memiliki kesempatan untuk bisa aktif di bidang politik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat senantiasa akan selalu mengalami perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat dapat diketahui dengan membandingkan keadaan masyarakat

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Humbang Hasundutan Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Humbang Hasundutan Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Humbang Hasundutan Tahun 2013 sebanyak 34.000 rumah tangga Jumlah perusahaan tidak berbadan hukum atau bukan usaha rumah tangga usaha pertanian di Humbang Hasundutan

Lebih terperinci

ANALISIS PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SKRIPSI

ANALISIS PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SKRIPSI ANALISIS PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SKRIPSI OLEH : YENNY L. BUTAR BUTAR 060304031 AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Populasi Penelitian Pengawai Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara. 6 Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Populasi Penelitian Pengawai Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara. 6 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Lampiran 1. Populasi Penelitian Pengawai Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara No Nama SKPD 1 Dinas Pekerjaan Umum Daerah 2 Dinas Kesehatan 3 Dinas Pendidikan dan Pengajaran 4 Dinas Pertanian

Lebih terperinci

RENCANA KERJA ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RKA SKPD )

RENCANA KERJA ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RKA SKPD ) PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN RENCANA KERJA ANGGARAN ( RKA SKPD ) TAHUN ANGGARAN 2015 URUSAN PEMERINTAHAN 1. 01 Urusan Wajib Pendidikan ORGANISASI 1. 01. 01 Dinas Pendidikan SUB UNIT ORGANISASI

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN. Kabupaten Humbang Hasundutan terletak antara 2 o 1' - 2 o 28' Lintang

BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN. Kabupaten Humbang Hasundutan terletak antara 2 o 1' - 2 o 28' Lintang BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Kabupaten Humbang Hasundutan Kabupaten Humbang Hasundutan terletak antara 2 o 1' - 2 o 28' Lintang Utara dan 98 o 10 o - 98 o

Lebih terperinci

Visi dan Misi Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Humbang Hasundutan Periode RIMSO MARULI SINAGA, SH, MH & Ir. S.

Visi dan Misi Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Humbang Hasundutan Periode RIMSO MARULI SINAGA, SH, MH & Ir. S. Visi dan Misi Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Humbang Hasundutan Periode 2015-2020 RIMSO MARULI SINAGA, SH, MH & Ir. S. DERINCEN HASUGIAN Visi : Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Humbang Hasundutan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DI KABUPATEN KAMPAR - RIAU

STRATEGI PENGEMBANGAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DI KABUPATEN KAMPAR - RIAU STRATEGI PENGEMBANGAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DI KABUPATEN KAMPAR - RIAU Eni Suhesti, Hadinoto, Muhammad Ikhwan Staff Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning Jln. Yos Sudarso Km.

Lebih terperinci

HASIL AKHIR SELEKSI CALON SISWA SMA NEGERI 2 LINTONGNIHUTA KABUPATEN HUMBANGHASUNDUTAN TAHUN 2015 JENIS KELAMIN

HASIL AKHIR SELEKSI CALON SISWA SMA NEGERI 2 LINTONGNIHUTA KABUPATEN HUMBANGHASUNDUTAN TAHUN 2015 JENIS KELAMIN HASIL AKHIR SELEKSI CALON SISWA SMA NEGERI 2 LINTONGNIHUTA KABUPATEN HUMBANGHASUNDUTAN TAHUN 2015 A. ASAL KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN (LAKI-LAKI) MOR 1 Jumardi Boy Siburian 1501223 L SMP Negeri 1 Paranginan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS SELATAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT, DAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS SELATAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT, DAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS SELATAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT, DAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA KELOLA PRODUK-PRODUK UNGGULAN PERTANIAN DAN PERIKANAN DI JAWA TIMUR I. UMUM Wilayah Provinsi Jawa Timur yang luasnya

Lebih terperinci

Produksi (Ton) Luas (Ha) Produksi (Ton) Karet , , , , , , ,01

Produksi (Ton) Luas (Ha) Produksi (Ton) Karet , , , , , , ,01 86 Lampiran 1. Rekapitulasi Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Propinsi Sumatera Utara, Tahun 2007 Komoditas Perkebunan Rakyat PTPN PBSN PBSA Luas (Ha) Produksi (Ton) Luas (Ha) Produksi (Ton) Luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan semua peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan semua peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah merupakan semua peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau, baik dalam bidang politik, militer, sosial, agama, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu sebagai penghasil devisa, sumber pendapatan petani,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Kemenyan di Desa Sampean Hutan kemenyan berawal dari hutan liar yang tumbuh tanpa campur tangan manusia. Pohon kemenyan tumbuh secara alami di hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Samarinda, Juli 2016 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Samarinda, Juli 2016 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah menganugerahkan Rahmat dan Hidayah- Nya, sehingga buku Statistik Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2015 dapat kami susun dan sajikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem dikarenakan hubungan antara masyarakat tumbuh tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

ANALISIS POTENSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN ANALISIS POTENSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN Andi Posman Simamora*, Sirojuzilam** dan Supriadi** *Alumni PWD SPs USU **Dosen FE/FP/PWD SPs USU Abstract:

Lebih terperinci

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI : Identifikasi Dan Pengembangan Komoditi Pangan Unggulan di Humbang Hasundutan Dalam Mendukung Ketersediaan Pangan Berkelanjutan Hotden Leonardo Nainggolan Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai produsen terbesar di dunia, kelapa Indonesia menjadi ajang bisnis raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses produksi, pengolahan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Daerah

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Daerah No.582, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Kabupaten Humbang Hasundutan dengan Kabupaten Tapanuli Utara. Provinsi Sumut. Batas Daerah. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis yang dapat tumbuh dimana saja, terkecuali pada tempat tempat yang terlalu tinggi

BAB I PENDAHULUAN. tropis yang dapat tumbuh dimana saja, terkecuali pada tempat tempat yang terlalu tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu tanaman keras perkebunan. Kopi adalah jenis tanaman tropis yang dapat tumbuh dimana saja, terkecuali pada tempat tempat yang terlalu tinggi

Lebih terperinci

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN DESA DI KECAMATAN PARLILITAN, KECAMATAN PAKKAT, KECAMATAN TARABINTANG DAN KECAMATAN DOLOKSANGGUL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengenal batas batas administrasi wilayah, sehingga sudah waktunya strategi

PENDAHULUAN. mengenal batas batas administrasi wilayah, sehingga sudah waktunya strategi PENDAHULUAN Latar Belakang Dinamika pembangunan di sektor pertanian, dari waktu ke waktu terus berkembang dengan cepat dan kompleks. Program pembangunan di sektor pertanian dititikberatkan pada agribisnis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari. (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman

PENDAHULUAN. Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari. (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan bernama gambir (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi salah satunya fungsi ekonomi. Fungsi hutan

I. PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi salah satunya fungsi ekonomi. Fungsi hutan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas wilayah 750 juta hektar (ha) dengan luas daratan sekitar 187.91 juta ha. Sebesar 70 persen dari daratan tersebut merupakan kawasan hutan. Berdasarkan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

GETAH JELUTUNG SEBAGAI HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DI LAHAN GAMBUT ( Jelutung's Latex as a Leading Non Timber Forest Product on Peatland)

GETAH JELUTUNG SEBAGAI HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DI LAHAN GAMBUT ( Jelutung's Latex as a Leading Non Timber Forest Product on Peatland) GETAH JELUTUNG SEBAGAI HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DI LAHAN GAMBUT ( Jelutung's Latex as a Leading Non Timber Forest Product on Peatland) Marinus Kristiadi Harun Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru,

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Rencana Strategis (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Dengan memperhatikan Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo merupakan daerah yang terbentuk karena transmigrasi berasal dari Jawa pada tahun 1979. Desa Tegal Arum merupakan daerah

Lebih terperinci

PERAN PERTANIAN DI SUMATERA UTARA

PERAN PERTANIAN DI SUMATERA UTARA PERAN PERTANIAN DI SUMATERA UTARA 1. Peran Dalam Ekonomi PDRB (Produk Domentik Regional Bruto) sektor pertanian di Sumatera Utara da-pat digambarkan sebagai berikut: Peran Pertanian Dalam PDRB Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya masyarakat adil dan sejahtera. Pembangunan yang ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daratan menjadi objek dan terbukti penyerapan tenaga kerja yang sangat besar.

PENDAHULUAN. daratan menjadi objek dan terbukti penyerapan tenaga kerja yang sangat besar. PENDAHULUAN Latar Belakang Kekayaan Negara Indonesia merupakan sebuah anugerah yang tidak ternilai. Seluruh potensi alam yang terkandung baik di dalam perut bumi Indonesia maupun di daratan dan lautan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 8 TAHUN 2006 RETRIBUSI PANGKALAN HASIL PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan

I. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perkebunan telah lama diusahakan oleh masyarakat Sumatera Barat yang berkaitan langsung dengan aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Dari aspek ekonomi, usaha

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Samarinda, September 2015 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Samarinda, September 2015 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah menganugerahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga buku Statistik Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014 dapat kami susun dan sajikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. Kopi Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah di ekspor ke pasar dunia. Dari total produksi kopi yang dihasilkan oleh Indonesia, sekitar 67% kopinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan dan lautan yang sangat luas sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk berada di sektor pertanian. Sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kopi adalah komoditas perkebunan yang penting bagi perekonomian Indonesia. Komoditas kopi merupakan sumber pendapatan utama bagi tidak kurang dari 1,84 juta keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA PERESMIAN PABRIK ES BALOK BANTUAN DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DI KABUPATEN DONGGALA PROPINSI SULAWESI TENGAH Donggala, 17 November 2015 Yang saya hormati,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan membagi hutan menjadi hutan negara dan hutan hak. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani

Lebih terperinci

PENGUMUMAN PEMENANG PEMILIHAN LANGSUNG PENGADAAN BARANG/JASA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN ANGGARAN 2012 NOMOR

PENGUMUMAN PEMENANG PEMILIHAN LANGSUNG PENGADAAN BARANG/JASA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN ANGGARAN 2012 NOMOR Nama Kegiatan : Pembangunan 2 Ruang Kelas Baru SDN 173316 Paranginan HPS : Rp 184,000,000.00 ADMINISTRASI 1 UD. BANGKIT Pasar Lama Ds. Tapian Nauli Kec. Lintongnihuta 09.989.415.6-127.000 L L L Rp 183,602,000.00

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan dalam pembangunan. Salah satu penyebabnya adalah

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Tantangan Pembangunan Berkelanjutan dan Perubahan Iklim di Indonesia

Prosiding Seminar Nasional Tantangan Pembangunan Berkelanjutan dan Perubahan Iklim di Indonesia PENGEMBANGAN PERTANIAN BERBASIS KOMODITI UNGGULAN DALAM RANGKA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Studi Kasus Kabupaten Humbang Hasundutan Hotden Leonardo Nainggolan 1) Johndikson Aritonang 2) Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

Bagian Ketujuh Bidang Pengembangan Usaha Pasal 20 (1) Bidang Pengembangan Usaha mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan

Bagian Ketujuh Bidang Pengembangan Usaha Pasal 20 (1) Bidang Pengembangan Usaha mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan Bagian Ketujuh Bidang Pengembangan Usaha Pasal 20 (1) Bidang Pengembangan Usaha mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis dan fasilitasi pengembangan usaha peternakan. pada

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL GULA KELAPA DAN AREN

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL GULA KELAPA DAN AREN WORKSHOP NASIONAL PENGEMBANGAN GULA KELAPA DAN AREN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL GULA KELAPA DAN AREN Oleh : Adisatrya Suryo Sulisto Anggota Komisi VI DPR RI Purwokerto, 16-17 Desember 2015 POTENSI

Lebih terperinci

SAMBUTAN BUPATI SLEMAN SEMINAR NASIONAL HHBK DAN PERESMIAN ASOSIASI BAMBU SLEMAN SEMBADA TANGGAL : 6 NOVEMBER 2014

SAMBUTAN BUPATI SLEMAN SEMINAR NASIONAL HHBK DAN PERESMIAN ASOSIASI BAMBU SLEMAN SEMBADA TANGGAL : 6 NOVEMBER 2014 1 SAMBUTAN BUPATI SLEMAN SEMINAR NASIONAL HHBK DAN PERESMIAN ASOSIASI BAMBU SLEMAN SEMBADA TANGGAL : 6 NOVEMBER 2014 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Yang kami hormati, Bapak/Ibu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI PENGERTIAN AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI Agribisnis adalah segala bentuk kegiatan bisnis yang berkaitan dengan usaha tani (kegiatan pertanian) sampai dengan pemasaran komoditi

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati Pekbis Jurnal, Vol.3, No.2, Juli 2011: 498-503 KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU Henny Indrawati Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Riau Email:

Lebih terperinci

Strategi dan Arah Kebijakan Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Kukar Bidang Industri Berbasis Pertanian

Strategi dan Arah Kebijakan Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Kukar Bidang Industri Berbasis Pertanian Strategi dan Arah Kebijakan Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Kukar Bidang Industri Berbasis Pertanian TEMA RKPD KUTAI KARTANEGARA 2018 Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara TAHAPAN RPJPD KUKAR 2016-2020

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016 Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi Jambi, 31 Mei 2016 SUMBER PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA 1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Jambi pada Februari 2015 sebesar 4,66

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penetapan Harga Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia merupakan negara produsen

Lebih terperinci

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga C. Program PERKREDITAN PERMODALAN FISKAL DAN PERDAGANGAN KEBIJAKAN KETERSEDIAAN TEKNOLOGI PERBAIKAN JALAN DESA KEGIATAN PENDUKUNG PERBAIKAN TATA AIR INFRA STRUKTUR (13.917 ha) Intensifikasi (9900 ha) Non

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017 Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017 A. Overview Sektor agribisnis perkebunan Kelapa Sawit Indonesia telah berkembang dari waktu

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA KEMITRAAN PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

Peluang untuk Meningkatkan Produktivitas dan Profiabilitas Petani Kecil Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah

Peluang untuk Meningkatkan Produktivitas dan Profiabilitas Petani Kecil Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah Peluang untuk Meningkatkan Produktivitas dan Profiabilitas Petani Kecil Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah April 2015 Supported by: Dalam Konteks Indonesia dan Kalimantan Tengah Indonesia memiliki 10% dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, PDB komoditi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam pembangunan. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan sekaligus yang menikmati

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN 2013, No.44 10 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN, KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya bahwa sektor pertanian masih

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya bahwa sektor pertanian masih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, artinya bahwa sektor pertanian masih memegang peranan yang penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Salah satu ciri strategi

Lebih terperinci

Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber

Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber Melesatnya harga minyak bumi dunia akhir-akhir ini mengakibatkan harga produk-produk

Lebih terperinci