DAFTAR ISI. Hal. DELINEASI WILAYAH 2 ISU DAN PERMASALAHAN 6 KEUNGGULAN WILAYAH 19 KONSEP AWAL PENGEMBANGAN 22

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. Hal. DELINEASI WILAYAH 2 ISU DAN PERMASALAHAN 6 KEUNGGULAN WILAYAH 19 KONSEP AWAL PENGEMBANGAN 22"

Transkripsi

1

2 DAFTAR ISI Hal. DELINEASI WILAYAH 2 ISU DAN PERMASALAHAN 6 KEUNGGULAN WILAYAH 19 KONSEP AWAL PENGEMBANGAN 22 KETERANGAN COVER: Tari Topeng Cirebon - Keraton di Cirebon - Paksi Naga Liman - Tari Buyung Kab. Kuningan - 1

3 DELINEASI WILAYAH Cirebon Raya merupakan salah satu Wilayah Metropolitan yang sedang dan akan terus berkembang di Provinsi Jawa Barat. Seperti Bodebek Karpur dan Bandung Raya, Wilayah Metropolitan ini memiliki ciri aglomerasi jumlah penduduk, aktivitas sosial dan ekonomi, serta persentase lahan terbangun yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di sekitarnya. Berdasarkan data-data empiris, pada tahun 2010, Metropolitan Cirebon Raya memiliki jumlah penduduk sebesar 1,58 juta jiwa di 29 kecamatan yang terdapat di tiga Kabupaten/Kota (Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Kuningan) dengan luas lahan terbangun sekitar 25%. Berdasarkan proyeksi tahun 2015, 2020, 2025 dan 2040, jumlah penduduk di Metropolitan Cirebon Raya akan meningkat dengan pesat, begitu pula dengan luas wilayah urban dan suburbannya. Mulai tahun 2015, ciri metropolitan telah beraglomerasi hingga ke Kabupaten Majalengka. Pada tahun 2040, Metropolitan Cirebon Raya diprediksikan akan meluas hingga ke Kabupaten Indramayu. 3 kabupaten/kota 29 kecamatan 1.58 juta penduduk Luas area Ha Urban Suburban GAMBAR 1 WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2010 Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar

4 4 kabupaten/kota 30 kecamatan 2.4 juta penduduk Luas area Ha Urban Suburban GAMBAR 2 WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2015 Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar kabupaten/kota 34 kecamatan 3.9 juta penduduk Luas area Ha Urban Suburban GAMBAR 3 WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2020 Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar

5 4 kabupaten/kota 41 kecamatan 6.58 juta penduduk luas area Ha Urban Suburban GAMBAR 4 WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2025 Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar kabupaten/kota 43 kecamatan Luas area Ha Urban Suburban GAMBAR 5 WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2040 Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar

6 Peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi masyarakat mendorong peningkatan kebutuhan akan berbagai infrastruktur perkotaan, seperti infrastruktur transportasi, air bersih, persampahan, listrik dan energi, telekomunikasi, dan infrastruktur pendukung lainnya. Infrastruktur transportasi strategis seperti jalan tol, jalur kereta api, serta pelabuhan laut dan udara juga menjadi semakin penting untuk diperhatikan, karena ketersediaannya mampu memberikan akses penghubung yang lebih baik antara Wilayah Metropolitan Cirebon Raya dengan wilayah lain di sekitarnya. Fenomena metropolitan yang terjadi di Wilayah Cirebon Raya memberikan peluang sekaligus tantangan tersendiri. Fenomena ini memungkinkan Wilayah Cirebon Raya berperan sebagai penghela pembangunan ekonomi, kesejahteraan, modernisasi dan keberlanjutan bagi seluruh masyarakat Jawa Barat. Namun pada saat bersamaan, pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi masyarakat di wilayah ini juga bisa memunculkan berbagai isu dan permasalahan, seperti misalnya kemacetan, kurangnya ketersediaan perumahan bagi masyarakat, pengelolaan persampahan dan air limbah, banjir, kerusakan lingkungan, kriminalitas dan masalah-masalah lainnya yang segera membutuhkan solusi pemecahan. Dalam rangka mengatasi isu dan permasalahan tersebut dan dalam upaya mengoptimalkan potensi dan peluang pengembangan yang dimiliki oleh Wilayah Metropolitan Cirebon Raya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui tim WJPMDM menyusun konsep awal pengembangan Wilayah Metropolitan Cirebon Raya untuk menghela percepatan pembangunan di Wilayah Jawa Barat. 5

7 ISU DAN PERMASALAHAN Dalam mengembangkan metropolitan, terdapat beberapa isu dan permasalahan yang menjadi perhatian. Beberapa isu dan permasalahan yang terdapat di Metropolitan Cirebon Raya antara lain terkait masalah transportasi, sosial dan kependudukan, masalah lingkungan, dan juga ketersediaan infrastruktur. Isu dan permasalahan tersebut sebaiknya menjadi suatu pertimbangan dalam pengembangan Metropolitan Cirebon Raya sebagai salah satu metropolitan di Jawa Barat. A. Transportasi Isu dan permasalahan transportasi yang muncul antara lain kemacetan lalu lintas yang kerap kali terjadi di beberapa ruas jalan. Ruas jalan yang sering mengalami kemacetan yaitu jalan pantura yang menghubungkan Metropolitan Cirebon Raya dengan wilayah lain di bagian utara dan barat. Kenyamanan dan keamanan berlalu lintas juga menjadi salah satu perhatian karena beberapa wilayah masih rawan kecelakaan. Begitu pula dengan sistem transportasi publik dan simpul-simpul transportasi lainnya yang belum sepenuhnya dapat melayani para pengguna dan mengakomodir kebutuhan masyarakat sepenuhnya. 6

8 GAMBAR 6 INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI METROPOLITAN CIREBON RAYA 2010 Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010 GAMBAR 7 GUNA LAHAN METROPOLITAN CIREBON RAYA 2010 Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar

9 Penggunaan lahan di Metropolitan Cirebon Raya tahun 2010 yaitu seluas Ha. Kawasan terbangun ini akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Metropolitan Cirebon Raya. Kawasan terbangun ini sebagian besar mengikuti infrastruktur jalan yang ada di Metropolitan Cirebon Raya. GAMBAR 8 KAWASAN TERBANGUN METROPOLITAN CIREBON RAYA 2010 Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, GIS Bappeda Jabar 2010 Transportasi berperan sebagai penghubung pusat kegiatan atau pusat aktivitas penduduk seperti pusat pelayanan pendidikan, permukiman penduduk, pusat kesehatan, pusat perdagangan, dan pusat-pusat lainnya, termasuk menghubungkan antara pusat kegiatan internal dengan wilayah yang lebih luas (lingkup eksternal), yang dapat dicapai dengan adanya ketersediaan bandar udara, stasiun KA, pelabuhan, terminal, dan jalan tol. Transportasi dikatakan layak apabila transportasi tersebut dapat menghubungkan pusat-pusat aktivitas tersebut dan saling terintegrasi satu sama lain. Rencana transportasi di masa yang akan datang dibuat berdasarkan proyeksi yang dilakukan terhadap data-data yang ada sesuai dengan kondisi pada masa tersebut. 8

10 Proyeksi terhadap jumlah penduduk dijadikan acuan dalam membuat rencana transportasi agar sesuai dengan kebutuhan penduduk di masa yang akan datang. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa pada tahun 2015, 2020, 2025 dan 2040, Metropolitan Cirebon Raya akan mengalami perkembangan area metropolitan. Adanya perkembangan wilayah tersebut tentunya akan berimplikasi pada kebutuhan infrastruktur transportasi di Metropolitan Cirebon. Infrastruktur transportasi yang ada saat ini belum sepenuhnya mengakomodir perluasan perkembangan wilayah urban sehingga masih perlu dilakukan penambahan infrastruktur transportasi yang menunjang. Berdasarkan rencana pengembangan infrastruktur baik di tingkat provinsi maupun di tingkat pusat, terdapat beberapa rencana pengembangan yang berpotensi memberikan tarikan yang besar pada peningkatan jumlah pendatang dan aktivitas perekonomian di Metropolitan Cirebon Raya. Dapat dikatakan bahwa peningkatan jumlah penduduk pada tahun 2025 akan berpotensi lebih besar dibandingkan dengan proyeksi penduduk 2025 yang telah disebutkan sebelumnya. GAMBAR 9 KINERJA LALU LINTAS DI PKN CIREBON 2012 Sumber: Perencanaan Transportasi Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, 2012 Disisi lain, ketersediaan dan kondisi infrastruktur internal dan eksternal di Metropolitan Cirebon Raya masih jauh dari kata mencukupi. Dari sisi eksternal, terdapat beberapa koridor yang menjadi akses menuju Metropolitan Cirebon Raya, 9

11 antara lain jalan raya Kadipaten yang menghubungkan Cirebon dengan Bandung dan jalan raya Cadas-Pangeran sebagai koridor utama yang menghubungan Metropolitan Cirebon Raya dengan daerah lainnya, sementara koridor lainnya hanya berupa jalan-jalan kecil. Sementara itu, kondisi koridor-koridor utama tersebut sudah tidak mampu menampung pergerakan yang besar antara Metropolitan Cirebon Raya dengan daerah sekitarnya. Sebagai contoh, jalan raya Cadas-Pangeran sebagai koridor utama, dengan demand yang besar, tingkat kemacetan di jalan raya tersebut sudah cukup memprihatinkan. Hal ini juga diperparah dengan kondisi infrastruktur yang jauh dari ideal. Akibatnya, setiap terdapat gangguan yang terjadi di jalan tersebut, maka aktivitas pergerakan akan sepenuhnya terhambat. Sementara itu, dari sisi internal, kondisi infrastruktur transportasi di Metropolitan Cirebon Raya semakin lama semakin mengalami penurunan kualitas. Berdasarkan hasil survei dari Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat di beberapa ruas jalan, sebanyak 48% ruas jalan utama di Metropolitan Cirebon Raya memiliki level of service B, 44% dengan level of service C, 8% dengan level of service C, dan tidak ada ruas jalan dengan level of service A. Hal ini perlu menjadi perhatian, mengingat potensi peningkatan pergerakan dan aktivitas perekonomian di Metropolitan Cirebon Raya juga harus didukung dengan peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur transportasi di dalamnya. Secara umum, terdapat beberapa isu strategis transportasi yang menjadi perhatian khusus di wilahan BKPP III Cirebon terutama dalam lingkup Metropolitan Cirebon Raya. Isu tersebut yaitu: 1. Perbaikan Jalan Kabupaten/Kota bersama dunia usaha 2. Jalan menuju Sentra Industri, Sentra Wisata, dan Sentra Pertanian 3. Pengembangan Transportasi Massal Perkotaan dan Terminal 4. Pembangunan Bandara Kertajati 5. Pembebasan Lahan Kertajati Sisi Darat dan Udara 6. Pembebasan Lahan Segmen: Jalan Tol Sumedang-Kertajati dan Tol Cikopo Palimanan 7. Transportasi Multi Moda dan Reaktivasi Kereta Api GAMBAR 10 ISU STRATEGIS SEKTOR TRANSPORTASI DI WILAYAH BKPP III CIREBON Sumber: Musrenbang Provinsi Jawa Barat, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat,

12 B. Infrastruktur Permukiman Kebutuhan Perumahan: Perhitungan kebutuhan infrastruktur perumahan dilakukan untuk mengetahui besarnya kebutuhan perumahan dibandingkan dengan ketersediaannya saat ini. Adapun secara umum, perhitungan kebutuhan perumahan di wilayah Metropolitan Cirebon Raya dilakukan secara sederhana, dengan mempertimbangkan: 1. Jumlah rumah tangga yang ada di Metropolitan Cirebon Raya 2. Jumlah penduduk yang ada di Metropolitan Cirebon Raya 3. Jumlah rata-rata anggota keluarga di Metropolitan Cirebon Raya 4. Jumlah rumah yang telah tersedia di Metropolitan Cirebon Raya Penentuan besar kebutuhan perumahan didasarkan pada jumlah penduduk Metropolitan Cirebon Raya saat ini yang kemudian dihitung dalam satuan rumah tangga. Pada tahun 2010, jumlah rumah tangga di Metropolitan Cirebon Raya adalah sebesar jiwa yang tersebar di 3 (tiga) Kabupaten/Kota. Adapun jumlah rumah tangga Metropolitan Cirebon Raya dihitung dengan formula: Jumlah Rumah Yang Dibutuhkan = Jumlah penduduk Jumlah rumah yang tersedia 4 Dengan mengasumsikan bahwa satu rumah tangga terdiri dari 4 (empat) jiwa, maka berdasarkan data jumlah penduduk eksisting akan dapat diketahui perkiraan jumlah rumah tangga di Metropolitan Cirebon Raya. Berikut adalah hasil perkiraan jumlah rumah tangga di Metropolitan Cirebon Raya beserta jumlah penduduk eksisting tahun TABEL 1 JUMLAH PENDUDUK DAN RUMAH TANGGA DI METROPOLITAN CIREBON RAYA 2010 Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Jumlah Rumah Tangga Kota Cirebon Kab. Cirebon Kab. Kuningan JUMLAH Sumber: Hasil Analisis,

13 Sementara itu, jumlah rumah yang tersedia di Metropolitan Cirebon Raya dihitung berdasarkan persentase jumlah rumah di Jawa Barat. Jumlah rumah di Jawa Barat sebesar 75,67% dari jumlah rumah tangga di Jawa Barat, sehingga didapatkan angka sebesar rumah. Selanjutnya, jumlah rumah di masing-masing Kabupaten/Kota dihitung berdasarkan persentase jumlah penduduk. Adapun jumlah rumah yang tersedia pada masing-masing Kabupaten/Kota di Metropolitan Cirebon Raya yaitu: TABEL 2 JUMLAH RUMAH YANG TERSEDIA DI METROPOLITAN CIREBON RAYA 2010 Kabupaten/Kota Kota Cirebon Jumlah Rumah di Jawa Barat*) Persentase Jumlah Rumah yang Tersedia 0, Kabupaten Cirebon , Kabupaten Kuningan 0, *) 75,67%*jumlah rumah tangga di Jawa Barat Rumah tangga di Jawa Barat = /4 Sumber: Hasil Analisis, 2012 JUMLAH Berdasarkan tabel di atas, dengan membandingkan jumlah kebutuhan rumah dengan jumlah rumah yang tersedia, maka didapat backlog perumahan di Metropolitan Cirebon Raya. Adapun besarnya backlog perumahan di Metropolitan Cirebon Raya adalah sebagai berikut: TABEL 3 BACKLOG RUMAH DI METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2010 Kabupaten/Kota Jumlah Kebutuhan Rumah Jumlah Rumah yang Tersedia Backlog Kota Cirebon Kabupaten Cirebon Kabupaten Kuningan Sumber: Hasil Analisis, 2012 JUMLAH Jumlah backlog perumahan di Metropolitan Cirebon Raya pada tahun 2010 sebesar Artinya bahwa terdapat keluarga yang belum memiliki rumah pada tahun 2010 dan perlu segera untuk dipenuhi. Dengan menghitung selisih antara jumlah permukiman eksisting dengan jumlah kebutuhan rumah 12

14 tersebut, maka akan dapat dilakukan analisis lebih lanjut terhadap luas kebutuhan lahan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan permukiman di Metropolitan Cirebon Raya. Untuk menghitung jumlah tambahan lahan yang dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan rumah secara keselutuhan, maka digunakan asumsi untuk membangun satu unit rumah sebesar 36 m 2. Dasar perhitungan yang digunakan dalam asumsi tersebut yaitu bahwa satu orang membutuhkan 9 m 2 lahan. Nilai ini merupakan nilai yang ditetapkan oleh International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR) pasal 2 ayat (1) serta dalam UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Adapun jumlah kebutuhan lahan tambahan untuk menutupi backlog perumahan adalah sebesar m 2 atau 346,4 Ha. Seiring dengan perkembangan jumlah penduduk, maka jumlah backlog perumahan akan terus bertambah pula. Sementara itu, lahan untuk pengembangan perumahan semakin terbatas. Dengan demikian, perumahan baru harus dikembangkan secara vertikal untuk meminimalisasi penggunaan lahan. Selain itu, dapat dilakukan pula redevelopment pada beberapa kawasan perumahan yang tidak tertata dengan baik, misalnya permukiman kumuh dan padat. Dengan penataan kembali menjadi perumahan vertikal, maka akan tersedia lahan untuk perumahan yang lebih banyak sehingga dapat mengatasi backlog perumahan. Kebutuhan Air Bersih: Sistem penyediaan air bersih merupakan salah satu infrastruktur penunjang Perumahan dan Permukiman. Infrastruktur ini memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup penduduk yang mendiami suatu kawasan perumahan dan permukiman. Dalam upaya pemenuhan air bersih di Metropolitan Cirebon Raya, pemerintah memiliki peran yang besar. Melalui perusahaan penyedia air minum, pemerintah berupaya untuk memenuhi segala kebutuhan terhadap air bersih yang ada di masyarakat. PDAM Tirta Dharma, PDAM Tirta Kamuning, dan PDAM Kabupaten Cirebon merupakan PDAM yang mengelola air bersih di wilayah Metropolitan Cirebon. Namun, pemanfaatan air bersih di wilayah Metropolitan Cirebon Raya tidak hanya berasal dari PDAM, melainkan juga dari air tanah serta dari mata air. Untuk melihat kondisi pemenuhan kebutuhan air bersih di Metropolitan Cirebon Raya, perlu untuk menghitung bagaimana kebutuhannya saat ini, sehingga dapat diprediksi bagaimana kebutuhan tersebut di masa akan datang. Dalam proses 13

15 perhitungan kebutuhan air bersih tersebut, digunakan tiga standar perhitungan kebutuhan minimum. Adapun standar minimum air bersih tersebut antara lain: 1. Berdasarkan kesepakatan Konferensi Air PBB di Mal del Plata Argentina tahun 1977, kebutuhan dasar air bersih disarankan bagi setiap orang adalah sebanyak 50 liter/hari; 2. Berdasarkan Permendagri no.23 tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Air Minum pada Perusahaan Air Minum, kebutuhan dasar air bersih disarankan bagi setiap orang adalah 60 liter/hari; 3. Berdasarkan standar kebutuhan air bersih menurut Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, kebutuhan dasar air bersih disarankan bagi setiap orang adalah sebanyak 160 liter/hari. Dengan memperhatikan jumlah penduduk di Metropolitan Cirebon Raya tahun 2010, maka kebutuhan air bersih untuk perumahan dan permukiman tahun 2010 adalah: TABEL 4 KEBUTUHAN AIR BERSIH DOMESTIK METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2010 Kabupaten/Kota Kebutuhan Air Bersih Domestik (l/hari) Konferensi Air PBB Permendagri 23/2006 PU Cipta Karya Kota Cirebon Kabupaten Cirebon Kabupaten Kuningan JUMLAH Sumber: Hasil Analisis WJPMDM, 2012 Selain perhitungan kebutuhan air pada tahun 2010, dilakukan pula prediksi kebutuhan air bersih pada tahun 2010, 2020, dan 2025 dengan menggunakan standar kebutuhan air bersih menurut Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, yaitu sebanyak 160 liter/hari. 14

16 TABEL 5 KEBUTUHAN AIR BERSIH DOMESTIK DI WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA BERDASARKAN DPU CIPTA KARYA (160 LITER/ ORANG/ HARI) Kabupaten/ Kota Kebutuhan Air Bersih Domestik Berdasarkan DPU Cipta Karya (Liter/ Orang/ Hari) Kab. Cirebon Kota Cirebon Kab. Majalengka Kab. Kuningan TOTAL Sumber: Hasil Analisis WJPMDM, 2012 Selain itu, dilakukan pula perhitungan kebutuhan air bersih non domestik dengan menggunakan standar yang sama. Kebutuhan air bersih non domestik dihitung berdasarkan asumsi sebesar 20 persen dari kebutuhan air bersih domestik. TABEL 6 KEBUTUHAN AIR BERSIH NON DOMESTIK DI WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA Kabupaten/ Kota Kebutuhan Air Bersih Non Domestik Proxy 20 Persen (liter/ orang/ hari) Kab. Cirebon Kota Cirebon Kab. Majalengka Kab. Kuningan TOTAL Sumber: Hasil Analisis WJPMDM, 2012 Total kebutuhan air bersih di Metropolitan Cirebon Raya yang terdiri atas kebutuhan air bersih domestik dan non domestik dapat dilihat pada Tabel 7. 15

17 TABEL 7 TOTAL KEBUTUHAN AIR BERSIH DOMESTIK DAN NON DOMESTIK DI WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA Kabupaten/ Kota Kebutuhan Air Bersih Domestik dan Non Domestik Proxy 20 Persen (liter/ orang/ hari) Kab. Cirebon Kota Cirebon Kab. Majalengka Kab. Kuningan TOTAL Sumber: Hasil Analisis WJPMDM, 2012 Setelah mendapatkan jumlah produksi air bersih ideal berdasarkan perhitungan, maka perlu untuk membandingkannya dengan kondisi eksisting, sehingga dapat diketahui bagaimana kondisi pemenuhan kebutuhan air tahun 2010 di Metropolitan Cirebon Raya. Adapun kondisi pemenuhan kebutuhan air bersih Metropolitan Cirebon Raya adalah sebagai berikut: TABEL 8 PERBANDINGAN KAPASITAS PRODUKSI EKSISTING DAN PRODUKSI AIR BERSIH BERDASARKAN PERHITUNGAN METROPOLITAN CIREBON RAYA Kabupaten/Kota Kapasitas Termanfaatkan Produksi Air Bersih Domestik (l/hari) l/det l/hr Kabupaten Cirebon 347, Kota Cirebon Kabupaten Majalengka Kabupaten Kuningan TOTAL Sumber: Hasil Analisis WJPMDM, 2012 Berdasarkan Tabel 8, dapat disimpulkan bahwa terdapat kelebihan kapasitas produksi eksisting dibandingkan perhitungan ideal pada dua daerah di Metropolitan Cirebon Raya yaitu Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan. Apabila dihitung secara keseluruhan, masih terdapat surplus pada produksi air bersih di kedua wilayah tersebut pada tahun Namun, pada tahun 2025, kebutuhan air bersih telah melebihi kondisi eksistingnya, sehingga terdapat defisit pada 16

18 pemenuhan kebutuhan air bersih yang cukup signifikan di Metropolitan Cirebon Raya. Dengan melihat hal tersebut, maka perlu adanya penyediaan dan pemeliharaan air bersih yang lebih baik lagi, termasuk pencarian sumber air bersih alternatif lainnya, sehingga segala kebutuhan air, termasuk kebutuhan untuk perumahan dan permukiman dapat terpenuhi dengan baik. Kebutuhan Infrastruktur Pengelolaan Sampah: Produksi sampah di wilayah Metropolitan Cirebon Raya diakibatkan dari adanya kegiatan industri, perdagangan, pertanian, rumah tangga, dan sebagainya. Peningkatan produksi sampah per harinya terutama disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk Metropolitan Cirebon Raya serta meningkatnya aktivitas masyarakat setempat. Untuk melihat bagaimana kebutuhan akan fasilitas pengelolaan sampah di Metropolitan Cirebon Raya, maka dilakukan perhitungan terhadap besarnya produksi sampah per harinya. Nilai tersebut merupakan nilai pendekatan yang diperoleh melalui kalkulasi antara jumlah penduduk eksisting dengan nilai rata-rata produksi sampah per jiwa per hari. Adapun nilai rata-rata standar yang digunakan merupakan nilai yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, dimana ditentukan bahwa setiap orang rata-rata menghasilkan 0,8 kg sampah domestik perhari. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, maka diperoleh besarnya produksi sampah domestik per hari di Metropolitan Cirebon Raya. Adapun besar produksi sampah domestik tersebut adalah sebagai berikut: TABEL 9 TOTAL PRODUKSI SAMPAH METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2010 Kabupaten/ Kota Kota Cirebon 243,3 Kab. Cirebon 1.002,7 Kab. Kuningan 19,7 Volume Sampah (ton/ hari) Sumber: Hasil Analisis WJPMDM, ,7 Dengan tingginya volume sampah di Metropolitan Cirebon Raya tersebut, maka dibutuhkan pengelolaan sampah yang baik di tingkat lokal maupun regional. Selain itu, diperlukan juga penyediaan fasilitas pengelolaan sampah yang lebih memadai seperti penyediaan gerobak sampah atau bak sampah kecil di tingkat RW, 17

19 Kab. Indramayu Kab. Cirebon Kab. Cianjur Kab. Karawang Kab. Majalengka Kab. Sukabumi Kab. Kuningan Kab. Subang Kab. Purwakarta Kab. Garut Kota Banjar Kab. Ciamis Kab. Bogor Kab. Tasikmalaya Kab. Sumedang JAWA BARAT Kab. Bekasi Kab. Bandung B Kab. Bandung Kota Tasikmalaya Kota Cirebon Kota Sukabumi Kota Cimahi Kota Bogor Kota Bandung Kota Bekasi Kota Depok penyediaan gerobak sampah atau bak sampah besar di tingkat kelurahan, dan seterusnya, serta pemanfaatan yang lebih efektif TPS dan TPA yang telah tersedia. C. Kependudukan Penduduk menjadi salah satu isu dan permasalahan yang muncul di Metropolitan Cirebon Raya. Jumlah penduduk yang terus bertambah menyebabkan kebutuhan akan infrastruktur pun meningkat. Selain itu, banyaknya jumlah penduduk ini tidaklah merata satu sama lainnya sehingga kepadatan penduduk tinggi hanya berfokus di beberapa wilayah padahal di wilayah lain kepadatan penduduknya rendah. Jumlah penduduk yang banyak juga dapat menimbulkan pengangguran ketika mereka tidak memiliki pekerjaan sehingga memicu tindakan kriminalitas dan juga munculnya masyarakat miskin perkotaan. Isu dan permasalahan kependudukan di Metropolitan Cirebon juga dapat dilihat dari kualitas penduduknya, yang dicerminkan dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Apabila dibandingkan dengan IPM Jawa Barat, sebagian besar kabupaten/kota di Metropolitan Cirebon Raya memiliki IPM yang lebih rendah dibandingkan dengan IPM Jawa Barat, yaitu Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan, sementara hanya Kota Cirebon yang memiliki IPM lebih tinggi dari rata-rata IPM Jawa Barat. Hal ini perlu mendapat perhatian, karena IPM mempengaruhi tingkat daya saing Metropolitan Cirebon Raya baik dalam lingkup Jawa Barat maupun Indonesia dan Internasional ,18 72,82 79,49 GAMBAR 11 IPM KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT TAHUN 2011 Sumber: TNP2K,

20 KEUNGGULAN WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA Metropolitan Cirebon Raya sebagai salah satu metropolitan di Provinsi Jawa Barat memiliki keunggulan yang berbeda dengan Metropolitan Bodebek Karpur dan Metropolitan Bandung Raya. Keunggulan yang dimiliki tersebut juga berbeda antar Kota dan Kabupaten yang termasuk ke dalam Metropolitan Cirebon Raya. Metropolitan Cirebon Raya terdiri dari Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Majalengka. Meskipun demikian, keunggulan setiap Kota/Kabupaten tersebut tentunya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan Metropolitan Cirebon Raya secara keseluruhan. Dalam mengindentifikasi keunggulan-keunggulan yang dimiliki masing-masing daerah, dapat dilihat berdasarkan keunggulan absolut (absolute advantage), keunggulan komparatif (comparative advantage), dan keunggulan kompetitif (competitive advantage). Masing-masing keunggulan tersebut dapat berbeda satu sama lainnya. Secara umum, karakteristik antar Kota dan Kabupaten yang termasuk ke dalam wilayah Metropolitan Cirebon Raya memiliki beberapa persamaan. Jika dilihat sebagai satu wilayah metropolitan, dapat dikatakan bahwa keberadaan objek wisata sejarah, wisata alam dan wisata budaya dapat menjadi keunggulan absolut dari Metropolitan Cirebon Raya. Hal tersebut terlihat dari persebaran objek-objek wisata yang cukup banyak. Setiap potensi yang dimiliki Kota/Kabupaten di Metropolitan Cirebon Raya, dapat pula mencerminkan keunggulan dari wilayah Metropolitan Cirebon Raya secara umum. Untuk itu dapat dirumuskan bahwa keunggulan absolut, keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif untuk Metropolitan Cirebon Raya adalah sebagai berikut. 19

21 TABEL 10 KEUNGGULAN WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA Absolute Advantage (Keunggulan Absolut) Daerah iklim tropis berupa dataran rendah, pegunungan dan pantai Budaya Nadran (pesta laut), Syawalan Gunung Jati, Topeng Cirebon, Tarling, Sintren, Sandiwara Cirebonan, Debus, Kesenian Gembyung, Tayuban, Wayang Golek, Kuda Lumping, Ngarot, Tari Topeng Dermayon, Genjring Akrobat, dll Keraton, Situs sejarah, Bumi Perkemahan, Taman Nasional Gunung Ciremai, Gedung Perjanjian, dll Perkampungan batik Trusmi Sungai, situ, dan waduk Comparative Advantage (Keunggulan Komparatif) Letak geografis strategis berada di Jalur Pantura Bandara Cakrabuwana, Stasiun Kejaksan, Pelabuhan Perikanan Kejawanan Ketersediaan tenaga kerja yang terampil dalam memproduksi batik dan rotan SDA melimpah berupa hasil laut, kayu, bahan galian, energi panas bumi, minyak dan gas Sumber: Analisis Tim WJPMDM, 2011 Competitive Advantage (Keunggulan Kompetitif) Pelabuhan Cirebon untuk pengangkutan batu bara Warisan budaya Keraton Pengrajin batik berpengalaman selama bertahun-tahun Pengrajin rotan berkelas dunia Metropolitan Cirebon Raya merupakan daerah iklim tropis berupa dataran rendah dan pegunungan dengan kekhasan budaya dan sejarah yang berbeda dengan wilayah lain. Budaya menjadi salah satu ciri khas dari Metropolitan Cirebon Raya seperti tari topeng, kuda lumping, tayuban dan budaya-budaya lainnya. Keanekaragaman budaya tersebut menjadi keunggulan absolut dari Metropolitan Cirebon Raya. Selain itu, keberadaan kampung batik Trusmi juga menjadi keunggulan absolut dari nilai segi budaya karena wilayah-wilayah lain tidak memiliki perkampungan batik Trusmi. Perkampungan batik di Trusmi merupakan salah satu potensi wilayah tempat dihasilkannya produk batik. Batik yang dihasilkan memiliki ciri khas yang sangat tinggi nilainya, baik nilai seni maupun nilai ekonomisnya. Hal tersebut sejalan dengan adanya pengakuan dunia internasional terhadap batik sebagai salah satu produk asli Indonesia. Batik-batik yang dihasilkan dari perkampungan batik di 20

22 Trusmi dapat mewakili budaya Cirebon yang mampu bersaing dengan batik hasil produksi wilayah lain seperti Batik Tasik, Batik Pekalongan, Batik Solo, dan Batik Yogya. Metropolitan Cirebon Raya memiliki letak yang strategis dengan tersedianya lahan yang cukup luas untuk investasi. Letaknya yang strategis tersebut akan memberikan keuntungan antara lain kemudahan akses keluar dan masuk wilayah tersebut karena berada di jalur pantura dan terhubung dengan kota lainnya seperti Jakarta dan Bandung. Keberadaan Metropolitan Cirebon Raya yang strategis ini dapat dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain yang berada pada lokasi strategis pula. Adanya industri-industri skala kecil sampai industri besar serta ketersediaan sumber daya alam menyebabkan munculnya tenaga kerja-tenaga kerja yang terampil. Tenaga kerja di Metropolitan Cirebon Raya sangat terampil dalam membuat kerajinan rotan dan juga perabot rumah tangga. Selain itu, tenaga kerja di Metropolitan Cirebon Raya terampil dalam hal membatik baik buatan tangan ataupun dengan bantuan alat. Keberadaaan pelabuhan laut dan bandar udara di Metropolitan Cirebon Raya telah menjadi simpul pergerakan transportasi. Pelabuhan Cirebon merupakan pelabuhan yang memiliki peranan yang penting sebagai akses barang dan penumpang dengan skala pelayanan nasional. Sedangkan keberadaan Bandara Cakrabhuwana merupakan bandara dengan fungsi khusus seperti sekolah penerbangan atau militer dan pusat penyebaran tersier. Selain itu, adanya rencana pengembangan Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati yang dilengkapi dengan Aerocity Majalengka di Kabupaten Majalengka juga dapat menjadi salah satu keunggulan yang dapat bermanfaat bagi pengembangan Metropolitan Cirebon Raya. 21

23 KONSEP AWAL PENGEMBANGAN METROPOLITAN CIREBON RAYA Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya diharapkan dapat sejalan dengan konsep pengembangan metropolitan dan growth center sebagai penghela percepatan pembangunan di Jawa Barat. Untuk itu diperlukan konsep pengembangan masing-masing metropolitan di Jawa Barat dengan mengoptimalkan pemanfaatan komponen atau faktor-faktor produksi yang terdapat di wilayah metropolitan masing-masing. Berdasarkan potensi dan perkembangan jumlah penduduk serta aktivitas perekonomian di Metropolitan Cirebon Raya, maka pengembangunan Metropolitan Cirebon Raya akan diarahkan sebagai Metropolitan Budaya dan Sejarah dengan sektor unggulan pariwisata, industri, dan kerajinan. Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya sebagai Metropolitan Budaya dan Sejarah Budaya dan sejarah menjadi hal yang sangat melekat dengan Metropolitan Cirebon Raya. Berdasarkan keunggulan yang dimiliki Metropolitan Cirebon Raya, terdapat berbagai macam budaya yang berkembang di metropolitan tersebut. Budaya yang berkembang telah menjadi ciri khas Metropolitan Cirebon Raya sebagai Metropolitan Budaya dan Sejarah. Untuk dapat mengembangkan konsep Metropolitan Cirebon Raya sebagai penghela percepatan pembangunan di Jawa Barat, diperlukan strategi pengembangan yang sesuai dengan keunggulan dan permasalahan yang dimiliki wilayah tersebut. Dalam mengembangkan konsep pengembangan Metropolitan Cirebon Raya sebagai metropolitan budaya dan sejarah, pelestarian warisan budaya dan kawasan cagar budaya sebagai daya tarik wisata baik skala lokal, regional, nasional dan internasional diperlukan. Hal tersebut dilakukan mengingat keberadaan warisan budaya tersebut perlu dijaga sebagai aset wilayah yang akan menghela pembangunan wilayah tersebut. Selain pelestarian budaya, prioritas pengembangan budaya dan kesenian dengan penyediaan fasilitas memadai seperti gedung kesenian sebagai tempat pameran dan festival, padepokan seni dan sanggar seni budaya, pusat kebudayaan serta museum dan galeri juga diperlukan. Penyediaan fasilitas-fasilitas tersebut harus 22

24 pula didukung oleh penyediaan infrastruktur dasar untuk pengembangan metropolitan secara menyeluruh seperti penyediaan perumahan vertikal skala besar di Kota Cirebon, penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, peparkiran dan fasilitas dasar lainnya sesuai dengan hirarki skala pelayanan yang melayani pusat-pusat kegiatan masyarakat serta penyediaan infrastruktur permukiman, energi, transportasi, telekomunikasi, dan sumber daya air. Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya dengan Sektor Unggulan Wisata Wisata menjadi salah satu sektor yang dapat mendorong pencapaian Metropolitan Cirebon Raya sebagai metropolitan budaya dan sejarah. Prioritas pengembangan produk wisata dan strategi pemasaran juga perlu dilakukan sebagai salah satu upaya preservasi warisan budaya yang memiliki nilai sejarah tinggi yang juga dapat dijadikan potensi wisata dan penggerak pembangunan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan potensi wisata tersebut juga harus disertai dengan peningkatan sarana dan prasarana penunjang seperti aksesibilitas jalan yang terintegrasi antar kawasan wisata, optimalisasi sarana dan prasarana transportasi, penyediaan hotel dan restoran di sekitar tempat wisata, penyediaan pusat informasi wisata dan rekreasi serta fasilitas perdagangan sebagai bagian dari pengembangan wisata. Wisata alam, wisata budaya dan wisata budaya merupakan bagian dari wisata yang ada di Metropolitan Cirebon Raya. Keragaman jenis wisata tersebut telah mencirikan budaya dan sejarah di Metropolitan Cirebon Raya. Pengembangan terhadap sektor wisata tersebut akan mendorong perekonomian Metropolitan Cirebon Raya sehingga sektor wisata tersebut perlu dikembangkan secara optimal. Pengoptimalan sektor wisata di Metropolitan Cirebon Raya dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari pemeliharaan, peningkatan, serta pengawasan terhadap objek-objek wisata yang telah tersedia. Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya dengan Sektor Unggulan Industri Berdasarkan potensi yang dimiliki Metropolitan Cirebon Raya, sektor industri memiliki peranan yang cukup penting dalam mengembangkan metropolitan tersebut. Keberadaan berbagai jenis industri seperti penggalian, kimia, sampai industri pengolahan makanan dapat menjadi sektor unggulan dalam pengembangan Metropolitan Cirebon Raya, serta didukung pula oleh tenaga kerja yang kompeten. 23

25 Untuk mengarahkan agar sektor industri dapat berperan optimal, maka selanjutnya akan dibentuk kawasan industri yang terintegrasi di wilayah Metropolitan Cirebon Raya, tepatnya di Aerocity Kabupaten Majalengka. Aerocity merupaan bagian yang tidak terpisahkan dari Bandara Internasional Jawa Barat di Kertajati. Pengembangan industri di kawasan Aerocity tersebut akan meningkatkan perekonomian dan menyerap tenaga kerja. Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya dengan Sektor Unggulan Kerajinan Pengembangan kerajinan berupa kerajinan batik dan rotan yang menjadi ciri khas Metropolitan Cirebon Raya akan menjadi salah satu ikon budaya di metropolitan tersebut. Dalam mengembangkan konsep pengembangan Metropolitan Cirebon Raya sebagai metropolitan budaya dan sejarah dengan sektor unggulan kerajinan, prioritas terhadap peningkatan dan pertumbuhan kegiatan kerajinan batik dan kerajinan rotan diperlukan sebagai bagian dari budaya Cirebonan. Selain itu, pengembangan kegiatan kerajinan batik dan rotan sebaiknya dilakukan secara terintegrasi, ramah lingkungan, berteknologi tinggi dan mampu membangkitkan kegiatan ekonomi wilayah. Pengembangan kerajinan perlu juga ditunjang dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai bagi kegiatan industri seperti penyediaan air baku, sistem pengelolaan limbah yang baik dan aksesibilitas untuk jalur distribusi bahan baku serta pemasaran hasil produksi. Keberadaan industri kerajinan yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar pun perlu ditunjang dengan penyediaan perumahan vertikal skala besar untuk dapat menampung jumlah penduduk metropolitan yang terus meningkat. Pengembangan perumahan vertikal skala besar tersebut juga perlu ditunjang dengan penyediaan infrastruktur permukiman yang memadai. Konsep pengembangan metropolitan tersebut harus dapat meminimalisasi dan mengantisipasi permasalahan yang kerap kali muncul di kota-kota metropolitan. Dalam mengembangkan Metropolitan Cirebon Raya, adanya keunggulan yang dimiliki Metropolitan Cirebon Raya tentunya harus dapat dimanfaatkan secara optimal. Hal tersebut untuk mewujudkan pengembangan Metropolitan Cirebon Raya sebagai penghela ekonomi, kesejahteraan, modernisasi, dan keberlanjutan bagi seluruh Jawa Barat. 24

26 Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya Sebagai Penghela Ekonomi Pada dasarnya, sebagai penghela ekonomi, pengembangan metropolitan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, menambah lapangan kerja, dan memperluas pasar bagi produk-produk Jawa Barat. Keberadaan kegiatan-kegiatan seperti pariwisata, hotel dan restoran, perdagangan yang berkembang di Metropolitan Cirebon Raya juga akan menyerap tenaga kerja, membuka peluang investasi serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Industri batik merupakan salah satu industri yang berkembang di Metropolitan Cirebon Raya yang akan dapat memperluas pasar bagi produk-produk batik yang dihasilkan dengan ciri khas tersendiri. Sama halnya dengan industri batik, industri kerajinan rotan di Metropolitan Cirebon Raya akan dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak sehingga produk kerajinan yang dihasilkan dalam jumlah yang besar pula. Produk kerajinan yang dihasilkan dapat diekspor sehingga akan mempengaruhi pendapatan daerah apalagi jika nilai ekspornya terus meningkat. Dengan kondisi tersebut tentunya keberadaan industri kerajinan rotan ini akan menjadi penghela ekonomi bagi Jawa Barat. Rencana pembangunan Aerocity Kertajati di Kabupaten Majalengka akan menarik investasi baik dalam dan luar negeri serta meningkatkan efisiensi ekonomi karena adanya aglomerasi kegiatan industri di kawasan tersebut. Melalui kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan memanfaatkan potensi industri dan mengembangkan industri rumah tangga menjadi skala industri lebih tinggi, penyerapan tenaga kerja menjadi semakin tinggi dan produksi pun semakin meningkat. Hal tersebut tentunya akan dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di wilayah Metropolitan Cirebon Raya secara khusus dan Jawa Barat secara keseluruhan. Selain dari segi industri, warisan budaya keraton, wisata sejarah dan wisata alam berupa situs-situs dan taman wisata alam akan mendorong perkembangan ekonomi wilayah. Budaya keraton ini nantinya akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Selain itu, Kawasan Makam Sunan Gunungjati yang diakui secara nasional maupun internasional akan menarik wisatawan dalam dan luar negeri sehingga akan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal dan pendapatan daerah jika dikelola dengan baik. 25

27 Kawasan pesisir dengan hasil laut, tambang mineral, serta minyak dan gas yang cukup melimpah dapat pula menjadi penghela ekonomi masyarakat. Selain dari hasil pengolahan yang dilakukan, laut dapat menjadi sumber mata pencaharian masyarakat pesisir yang menjadi sumber pendapatan mereka sehari-hari. Jika sumber daya alam tersebut dapat dikelola dengan baik dan benar pasti dapat memberikan manfaat yang nyata secara ekonomi, sehingga menarik investor domestik dan mancanegara. Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya Sebagai Penghela Kesejahteraan Pengembangan metropolitan akan berdampak terhadap peningkatan kebutuhan dasar masyarakat dan juga pada pertumbuhan wilayah sekitar metropolitan. Keberadaan industri-industri baik skala kecil, menengah, dan besar akan mempengaruhi kebutuhan fasilitas-fasilitas dasar seperti kebutuhan air bersih untuk industri. Pengembangan kawasan industri di Metropolitan Cirebon Raya tidak semata-mata hanya mengembangkan industrinya saja tetapi juga dibutuhkan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung lainnya. Infrastruktur strategis di wilayah Metropolitan Cirebon Raya harus dapat terpenuhi agar pengembangan metropolitan ini dapat menghela kesejahteraan bagi masyarakat. Sebagai penghela kesejahteraan, pengembangan metropolitan ini akan dapat memberikan pengaruh terhadap wilayah sekitarnya. Misalnya saja, adanya kebutuhan bahan baku untuk industri yang berada di Metropolitan Cirebon Raya akan mendorong keterkaitan wilayah metropolitan dengan wilayah sekitarnya sebagai penyedia bahan baku untuk industri. Hal tersebut akan memberikan benefit tidak hanya untuk wilayah metropolitan tetapi juga untuk wilayah hinterland-nya yang pada akhirnya dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Letak Metropolitan Cirebon Raya yang strategis berada di jalur pantura dan didukung dengan infrastruktur memadai dapat memberikan kelancaran kegiatan ekonomi masyarakat sehingga membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Masyarakat dapat melakukan kegiatan ekonomi yang bersifat regional dengan adanya akses keluar dan masuk Metropolitan Cirebon Raya sehingga cakupan aktivitas kegiatan ekonomi mereka meluas. Penyerapan tenaga kerja yang besar dari sektor industri tentunya dapat menghela kesejahteraan masyarakat Jawa Barat. Kebutuhan tenaga kerja untuk industri 26

28 biasanya tidak hanya menarik tenaga kerja lokal tetapi juga tenaga kerja luar wilayah Metropolitan Cirebon Raya. Peluang kerja ini juga sekaligus dapat mengatasi salah satu permasalahan yang kerap kali muncul di metropolitan yaitu masalah pengangguran yang dapat menyebabkan kriminalitas. Dengan berkurangnya pengangguran, kesejahteraan masyarakat akan meningkat dari segi kualitas hidup. Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan juga akan terjadi dengan pengembangan metropolitan. Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya Sebagai Penghela Modernisasi Konsep pengembangan Metropolitan Cirebon Raya harus dapat menjadi penghela modernisasi yang setidaknya akan mampu membawa perubahan dalam diri masyarakat ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, pengembangan metropolitan ini akan dapat meningkatkan kualitas good governance dan meningkatkan efisiensi serta efektivitas penggunaan sumber daya. Dalam konteks pengembangan Metropolitan Cirebon Raya, modernisasi dapat diterapkan melalui penggunaan alat-alat dan teknologi canggih dalam kegiatan industri. Penggunaan alat-alat tersebut dinilai mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari kegiatan produksi serta modernisasi penyediaan infrastruktur. Selain itu, melalui pemahaman dan keahlian dari setiap individu yang mau berpikir secara rasional, kegiatan industri dapat lebih dikembangkan dengan adanya inovasi-inovasi baru dari setiap kegiatan yang dilakukan sehingga dapat pula mengembangkan produktivitas masyarakat. Pemikiran terhadap peninggalan budaya juga tentunya jangan sampai menjadi penghalang modernisasi. Adanya pemikiran yang luas untuk mengembangkan potensi warisan budaya dengan menghubungkan modernisasi dengan kearifan lokal juga menjadi salah satu cara mempromosikan modernisasi di kalangan masyarakat. Masyarakat seharusnya dapat lebih membuka wawasan untuk dapat menggali potensi diri agar dapat bersaing dengan wilayah lain. Sebagai contoh, pelestarian budaya membatik akan dapat menghela modernisasi dengan penggunaan alat-alat berteknologi dalam produksinya. Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya Sebagai Penghela Keberlanjutan Potensi-potensi yang terdapat di Metropolitan Cirebon Raya juga harus dapat menghela pembangunan secara keberlanjutan baik secara fisik maupun secara finansial. Keberlanjutan dapat diartikan keberlangsungan dari pengembangan metropolitan agar nantinya dapat berkembang ke arah yang lebih baik. 27

29 Taman Nasional Gunung Ciremai merupakan salah satu daerah konservasi dan dimanfaatkan pula sebagai kawasan wisata skala regional. Keberadaan taman nasional ini di wilayah Metropolitan Cirebon Raya telah memberikan keuntungan bagi peningkatan ekonomi wilayah metropolitan. Dengan kebijakan pemerintah menjadikan taman nasional tersebut menjadi salah satu daerah konservasi, akan mendukung pula terciptanya pembangunan yang berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan peluang mencapai target 45% kawasana lindung di Jawa Barat. Konsep pembangunan berkelanjutan yang selama ini selalu dikaitkan dengan lingkungan sekitar dapat pula terwujud dalam Metropolitan Cirebon Raya sehingga pengembangannya dapat menjadi penghela keberlanjutan bagi pembangunan Jawa Barat secara menyeluruh. Selain Taman Nasional Gunung Ciremai, kawasan wisata alam lainnya akan dimanfaatkan sebagai daerah konservasi untuk turut menjaga keberlanjutan pembangunan. Masuknya para investor yang berinvestasi di Metropolitan Cirebon Raya akan memungkinkan terjadinya kelayakan finansial bagi penyediaan infrastruktur perkotaan dan kondisi fiskal yang berkelanjutan. Sebagai contoh, rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati dan Aerocity Majalengka merupakan salah satu bentuk kelayakan finansial bagi penyediaan infrastruktur yang dapat menghela keberlanjutan bagi seluruh Jawa Barat. Konsep Pengembangan Infrastruktur dan Prasarana Wilayah Metropolitan Cirebon Raya Secara umum, karakteristik antar Kota dan Kabupaten yang termasuk ke dalam wilayah Metropolitan Cirebon Raya memiliki beberapa persamaan. Jika dilihat dalam satu wilayah metropolitan, dapat dikatakan bahwa keberadaan objek wisata sejarah, wisata alam dan wisata budaya dapat menjadi keunggulan dari Metropolitan Cirebon Raya. Untuk itu, disusunlah konsep pengembangan Infrastruktur dan Prasarana Wilayah yang sesuai dengan arah pengembangan Metropolitan Cirebon Raya, sehingga berbagai aktvitas pergerakan dan aktivitas penduduk dapat terakomodasi dengan optimal. Konsep pengembangan infrastruktur dan prasarana wilayah tersebut terdiri atas 7 (tujuh) sektor, yaitu sektor transportasi, sektor perumahan, sektor jaringan air bersih, sektor air limbah, sektor persampahan, sektor jaringan drainase, dan sektor jaringan energi. 28

30 A. Sektor Transportasi Transportasi merupakan proses pergerakan orang dan/atau barang dari satu lokasi ke lokasi lain. Untuk mengakomodasi pergerakan yang terjadi, maka perlu ditunjang oleh fasilitas dan layanan transportasi yang memadai, seperti fasilitas jalan, layanan angkutan umum, bandar udara, serta fasilitas dan layanan transportasi lainnya. Secara umum, konsep pengembangan sektor transportasi di Metropolitan Cirebon Raya dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian utama, yaitu sistem transportasi internal dan sistem transportasi eksternal. 1. Sistem Transportasi Internal Pergerakan internal merupakan pergerakan yang terjadi di dalam lingkup metropolitan Cirebon Raya. Pergerakan tersebut dapat dilihat dari, 1) pergerakan antar pusat-pusat kegiatan; 2) pergerakan antara pusat-pusat kegiatan dengan daerah layanannya; dan 3) pergerakan ke objek-objek pariwisata. Pergerakan baik antar pusat kegiatan maupun pergerakan antara pusat kegiatan dengan daerah layanannya mempengaruhi bagaimana hirarki jaringan jalan yang sesuai untuk mengakomodasinya, Seperti dapat dilihat dalam struktur ruang, semakin tinggi hirarki struktur ruang suatu pusat kegiatan, maka akan semakin tinggi pula hirarki jaringan prasarana transportasi dan jenis transportasi yang dapat digunakan, karena mempertimbangkan seberapa luas skala pelayanannya. Berdasarkan PP 22/2009 tentang LLAJ, Kriteria Hirarki Angkutan Umum dan KM 35/2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang, kriteria hirarki jaringan angkutan dapat dilihat sebagai berikut: 29

31 TABEL 11 KRITERIA HIRARKI JARINGAN ANGKUTAN UMUM No Fungsi Hubungan Kelas Trayek Syarat Jalan Jenis Armada 1 PKN PKN Trayek utama (lintas batas) 2 PKN PKW Trayek utama (lintas batas) 3 PKN PKL Trayek utama (lintas batas) 4 PKW PKW Trayek utama (lintas batas) Jalan arteri primer Jalan arteri primer Jalan kolektor primer Jalan kolektor primer Kereta api Bus besar 5 PKW PKL Trayek utama (lintas Jalan kolektor primer batas) 6 PPK PPK Trayek utama Jalan arteri sekunder Kereta api 7 PPK sppk Trayek utama Jalan arteri sekunder Bus besar 8 sppk sppk Trayek utama Jalan arteri sekunder 9 sppk PL Trayek feeder Jalan arteri sekunder 10 sppk PL (perumahan) Trayek feeder Jalan lokal sekunder Bus besar/ sedang 11 PL PL Trayek feeder Jalan lokal sekunder 12 PL PL Trayek feeder Jalan lokal sekunder (perumahan) 13 PL (perumahan) PL (perumahan) Trayek lingkungan Jalan lokal sekunder Bus sedang/ kecil Sumber: UU no 22/2009 dan KM 35/2003 Tabel di atas menunjukkan bahwa penentuan hirarki jalan dan jenis angkutan umum sangat dipengaruhi oleh fungsi hubungan antara hirarki pusat kegiatan. Berdasarkan rencana tata ruang Kabupaten/Kota di Metropolitan Cirebon Raya, maka konsep hirarki jaringan transportasi di Metropolitan Cirebon Raya tahun 2025 adalah sebagai berikut: 30

32 GAMBAR 12 RENCANA PUSAT KEGIATAN METROPOLITAN CIREBON RAYA Sumber: Analisis Tim WJP-MDM,

33 No. 1. TABEL 12 KONSEP HIRARKI JARINGAN TRANSPORTASI DI KOTA CIREBON Deskripsi lokasi Pusat Kegiatan Sebagian Kel. Kejaksan 2. Kel. Panjunan Kel. Pekiringan Hubungan Pusat Kegiatan Hirarki Jaringan Transportasi Jaringan Prasarana Jalan Hirarki Trayek Kel. Panjunan PPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Pekiringan PPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Larangan PPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Kecapi PPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Karyamulya PPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Argasunya PPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Pekiringan sppk-sppk Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Larangan sppk-sppk Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Kecapi sppk-sppk Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Karyamulya sppk-sppk Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Argasunya sppk-sppk Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Larangan sppk-sppk Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Kecapi sppk-sppk Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Karyamulya sppk-sppk Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Argasunya sppk-sppk Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Kecapi Kel. Karyamulya sppk-sppk Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Argasunya sppk-sppk Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Karyamulya Kel. Argasunya sppk-sppk Arteri Sekunder Trayek Utama Kel. Kesenden sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Panjunan Kel. Larangan dan Kecapi Kel. Kebon Waru sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Lemahwungkuk sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Kasepuhan sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Pegambiran sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Sukapura sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Kejaksan sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Pekalangan sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Pekalipan sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Jagastru sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Lemahwungkuk sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Pegambiran sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Kesambi sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Drajat sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Pegambiran sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Kalijaga sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Sunyaragi sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Kel. Karyamulya Kel. Harjamukti sppk PL Arteri Sekunder Trayek Cabang Sumber: Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat,

34 No. TABEL 13 KONSEP HIRARKI JARINGAN TRANSPORTASI DI KABUPATEN CIREBON Deskripsi lokasi Pusat Kegiatan 1. Kec. Ciledug 2. Kec. Lemahabang 3. Kec. Sumber 4. Kec. Palimanan Kec. Kejaksan Kota Cirebon Hubungan Pusat Kegiatan Hirarki Jaringan Transportasi Jaringan Prasarana Jalan Hirarki Trayek Kec. Losari PKL - PKLp Lokal Primer Trayek Utama Kec. Pabedilan PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Pabuaran PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Waled PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Babakan PKL PPK Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Gebang PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Pasaleman PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Astanajapura PKL PKLp Lokal Primer Trayek Utama Kec. Mundu PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Pangenan PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Sedong PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Susukanlebak PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Karangsembung PKL PPK Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Karangwareng PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Weru PKL - PKLp Lokal Primer Trayek Utama Kec. Beber PKL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Greged PKL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Plered PKL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Tengahtani PKL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Talun PKL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Kedawung PKL - PPK Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Gunungjati PKL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Plumbon PKL - PKLp Lokal Primer Trayek Utama Kec. Klangenan PKL - PPK Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Astanajapura Kab. Cirebon PPK - PKLp Arteri Sekunder Trayek Utama Kec. Weru Kab. Cirebon PPK - PKLp Arteri Sekunder Trayek Utama Kec. Plumbon Kab. Cirebon Kec. Kapetakan Kab. Cirebon Kec. Cibingbin Kab. Kuningan PPK - PKLp Arteri Sekunder Trayek Utama PPK - PKLp Arteri Sekunder Trayek Utama PPK - PKLp Arteri Sekunder Trayek Utama Sumber: Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat,

35 No. 1. TABEL 14 KONSEP HIRARKI JARINGAN TRANSPORTASI DI KABUPATEN KUNINGAN Deskripsi lokasi Pusat Kegiatan Kec. Pasawahan 2 Kec. Cilimus 3 Kec. Pancalang Hubungan Pusat Kegiatan Hirarki Jaringan Transportasi Jaringan Prasarana Jalan Hirarki Trayek Kec. Mandirancan PPL - PPK Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Cigugur PPL - PPK Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Dukupuntang Kab Cirebon PPL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Sindangwangi Kab. Majalengka PPL - PPK Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Mandirancan PKL - PPK Arteri Sekunder Trayek Utama Kec. Pancalang PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Jalaksana PKL PPK Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Cigandamekar PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Cigugur PKL - PPK Arteri Sekunder Trayek Utama Kec. Mandirancan PPL - PPK Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Cilimus PPL PKL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Beber PPL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Talun PPL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kab. Cirebon Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2013 No TABEL 15 KONSEP HIRARKI JARINGAN TRANSPORTASI DI KABUPATEN MAJALENGKA Deskripsi lokasi Pusat Kegiatan Kec. Sumberjaya Kec. Leuwimunding Kec. Sindangwangi Hubungan Pusat Kegiatan Hirarki Jaringan Transportasi Jaringan Prasarana Hirarki Trayek Jalan Kec. Ligung PPK PPK Arteri Sekunder Trayek Utama Kec. Leuwimunding PPK PPK Arteri Sekunder Trayek Utama Kec. Palasan PPK PPK Arteri Sekunder Trayek Utama Kec. Susukan Kab. Cirebon PPK PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Sindangwangi PPK PPK Arteri Sekunder Trayek Utama Kec. Palasah PPK PPK Arteri Sekunder Trayek Utama Kec. Ciwaringin Kab. Cirebon PPK PPL Lokal Primer Trayek Cabang Kec. Rajagaluh PPK PKL Arteri Sekunder Trayek Utama Kec. Gempol Kab. Cirebon PPK - PPL Lokal Primer Trayek Cabang Sumber: Analisis Tim WJP-MDM,

36 Berdasarkan tabel-tabel di atas, dapat terlihat bahwa konsep jaringan prasarana jalan di Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan sedikit berbeda dengan arahan jaringan prasarana jalan di Kota Cirebon. Jaringan prasarana jalan di Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan lebih didominasi oleh jalan lokal, dimana hal ini disebabkan oleh struktur ruang di Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Majalengka yang memiliki cukup banyak Pusat Kegiatan Lingkungan (PKL). Adapun untuk moda transportasi publik, berdasarkan karakteristik hirarki jalannya, maka Kota Cirebon sebagian besar dipenuhi dengan moda transportasi trayek utama dan trayek cabang, seperti Kereta Api, Bus Besar, dan Bus Sedang. Untuk itu, untuk koridor kecil hingga medium pada Kota Cirebon, transportasi publik berbasis jalan dengan fasilitas eksklusif dapat melayani sebagai sistem transportasi metropolitan yang efisien, seperti BRT, LRT, Bus, dan Tram. Hal ini juga berlaku pada Kabupaten Cirebon, Majalengka, dan Kuningan. Selain kebutuhan hirarki jaringan jalan, konsep pengembangan transportasi darat di Metropolitan Cirebon Raya juga perlu mempertimbangkan kebutuhan akan hirarki dan lokasi terminal. Hirarki penentuan terminal dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti hirarki pusat kegiatan, jaringan jalan dan moda transportasi yang melaluinya. Berdasarkan KM 31 tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan, maka persyaratan penentuan lokasi terminal adalah sebagai berikut: 35

37 TABEL 16 PERSYARAKAT PENENTUAN LOKASI TERMINAL No Terminal Persyaratan Teknis Lokasi 1. Terminal tipe A 2. Terminal tipe B 3. Terminal tipe C 1. Terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lalu lintas batas negara; 2. Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIA; 3. Jarak antara dua terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 20 km di Pulau Jawa, 30 km di Pulau Sumatera dan 50 km di pulau lainnya; 4. Luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 3 ha di pulau lainnya; 5. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 100 m di Pulau Jawa dan 50 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal. 1. Terletak dalam jaringan trayek antar kota dalam propinsi; 2. Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIB; 3. Jarak antara dua terminal penumpang tipe B atau dengan terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 15 km di Pulau Jawa dan 30 km di Pulau lainnya; 4. Tersedia lahan sekurang-kurangnya 3 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 2 ha untuk terminal di pulau lainnya; 5. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 50 m di Pulau Jawa dan 30 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal. 1. Terletak di dalam wilayah Kabupaten daerah Tingkat II dan dalam jaringan trayek pedesaan; 2. Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi kelas IIIA; 3. Tersedia lahan sesuai dengan permintaan angkutan; 4. Mempunyai akses jalan masuk atau keluar ke dan dari terminal, sesuai kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal. Sumber: KM 31/1995 tentang Terminal Transportasi Jalan, Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, 2012 Berdasarkan persyaratan penentuan lokasi terminal di atas, maka kebutuhan lokasi terminal di Metropolitan Cirebon Raya tahun 2025 adalah: 36

38 TABEL 17 KEBUTUHAN LOKASI TERMINAL METROPOLITAN CIREBON RAYA 2025 No Kabupaten/Kota Kebutuhan Lokasi Terminal 1 Kota Cirebon 1. Terminal Tipe A di Kecamatan Harjamukti 2. Terminal Tipe C di Kecamatan Kesambi 3. Terminal Tipe C di Kecamatan Panjunan 4. Terminal Tipe C di Kecamatan Pekiringan 5. Terminal Tipe C Kecamatan Larangan dan Kecamatan Kecapi 6. Terminal Tipe C di Kecamatan Karyamulya 7. Terminal Tipe C di Kecamatan Argasunya 2 Kabupaten Cirebon 1. Terminal Tipe B di Kecamatan Losari 2. Terminal Tipe B di Kecamatan Arjawinangun 3. Terminal Tipe C di Kecamatan Ciledug 4. Terminal Tipe C di Kecamatan Astanajapura 5. Terminal Tipe C di Kecamatan Babakan 6. Terminal Tipe C di Kecamatan Karangsembung 7. Terminal Tipe C di Kecamatan Kedawung 8. Terminal Tipe C di Kecamatan Klangenan 9. Terminal Tipe C di Kecamatan Gegesik 10. Terminal Wisata di Kecamatan Weru 3 Kabupaten Majalengka 4 Kabupaten Kuningan 1. Terminal Tipe A di Kecamatan Kadipaten 2. Terminal Tipe C di Kecamatan Ligung 3. Terminal Tipe C di Kecamatan Sumberjaya 4. Terminal Tipe C di Kecamatan Leuwimunding 5. Terminal Tipe C di Kecamatan Sindangwang 1. Terminal Tipe A Kertawangunan 2. Terminal Tipe C di Kecamatan Mandirancan Sumber: Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, 2012 Selain jaringan jalan, jaringan KA juga dapat dijadikan sebagai sistem jaringan pergerakan internal di Metropolitan Cirebon Raya. Pergerakan tersebut difasilitasi oleh sistem Kereta Api Komuter Regional. Dengan sistem KA, maka beban pergerakan terhadap jalan akan lebih berkurang, termasuk mampu mengurangi tingkat kepadatan pengguna jalan di Metropolitan Cirebon Raya. Akan tetapi, seperti yang telah diketahui bahwa baik KA komuter maupun KA antar kota berada pada sistem jaringan rel yang sama. Hal ini menjadi masalah ketika terjadi pertemuan antara KA Komuter dengan KA antar kota pada jalur KA single track, dimana KA dengan level lebih tinggi akan didahulukan. Disisi lain, hal yang paling penting pada sistem KA komuter adalah ketepatan waktu. Oleh karena itu, untuk menampung pergerakan penumpang KA di Metropolitan Cirebon Raya, sistem jaringan rel double track perlu untuk difungsikan kembali selain pada penyediaan sistem KA komuter. 37

39 GAMBAR 13 LOKASI WISATA UNGGULAN DI METROPOLITAN CIREBON RAYA Sumber: RIPPDA, 2005 Sebagai metropolitan dengan konsep pengembangan sektor unggulan berbasis pariwisata, industri, dan kerajinan, kemudahan akses ke objek-objek pariwisata menjadi faktor penting dalam mendorong pengembangan pariwisata. Kemudahan akses tersebut dapat dilihat dari kondisi infrastruktur jalan penghubung objekobjek wisata serta ketersediaan moda angkutan, dan terminal pariwisata sebagai tempat pergantian moda transportasi. Untuk itu, perlu adanya penyediaan terminal pariwisata di beberapa lokasi strategis, sebagai penunjang aksesibilitas ke lokasi wisata unggulan di Metropolitan Cirebon Raya. 2. Sistem Transportasi Eksternal Selain melihat Metropolitan Cirebon Raya sebagai area yang menampung pergerakan di dalamnya (pergerakan internal), Metropolitan Cirebon Raya juga dapat dilihat sebagai suatu nodal (titik) yang memiliki keterkaitan dengan wilayah yang lebih luas. Keterhubungan tersebut memungkinkan adanya pergerakan eksternal, baik yang masuk, keluar, ataupun melalui Metropolitan Cirebon Raya. Pergerakan eksternal baik menuju maupun melalui Metropolitan Cirebon Raya dapat diakomodasi dengan berbagai alternatif moda transportasi publik, yaitu 38

40 pesawat terbang, kereta api, kapal laut, maupun bus besar. Untuk itu, perlu adanya penyediaan sarana penunjang transportasi tersebut yaitu Bandar udara, stasiun kereta api, pelabuhan, jalan tol, dan jalan nasional atau provinsi. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah baik pada tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota, terdapat beberapa rencana pembangunan infrastruktur strategis yang memungkinkan adanya pergerakan besar di wilayah Metropolitan Cirebon Raya. Beberapa pembangunan tersebut antara lain: GAMBAR 14 RENCANA PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI METROPOLITAN CIREBON RAYA Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011 Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati dan Aerocity merupakan potensi dan tantangan bagi pembangunan di Metropolitan Cirebon Raya yang perlu untuk dimanfaatkan. Untuk mengakomodasi berbagai pergerakan yang timbul dari pembangunan Bandar Udara Internasional tersebut, beberapa langkah perlu dilakukan, terutama berkaitan dengan aksesibilitas antara BIJB Kertajati dan Aerocity dengan Metropolitan Cirebon Raya. Beberapa pembangunan yang dilakukan dalam upaya peningkatan aksesibilitas eksternal baik dari sisi barat maupun dari sisi timur Metropolitan Cirebon Raya 39

41 serta mendukung besarnya potensi pergerakan yang timbul pada masing-masing Kabupaten/Kota, antara lain: TABEL 18 PROGRAM PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN PERHUBUNGAN DI METROPOLITAN CIREBON Program Lokasi Sumber Dana Pembangunan Jalan Tol Jalan Tol Cisumdawu APBD Kab/Kota, APBD Provinsi, APBN, Swasta Jalan Tol Cikopo/Cikampek- Palimanan Pembangunan/Peningkatan Cirebon-Cikijing-Ciamis- Jalur Jalan Poros Pangandaran Revitalisasi Jalur KA Rancaekek-Jatinangor- Tanjugsari-Kertajati- Kadipaten-Cirebon Pembangunan Terminal Perkotaan Cirebon APBD Kab/Kota, APBD Tipe A Provinsi, APBN Optimalisasi Fungsi Penggung (Cakrabuana) Bandara Kota Cirebon Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Arjuna (Kota dan Fungsi Pelabuhan Cirebon) Pembangunan Sistem Angkutan Umum Massal Perkotaan Cirebon Jangka Waktu APBN, Swasta APBD Provinsi, APBN APBN, Swasta APBD Provinsi, APBN APBD Provinsi, APBN APBD Kab/Kota, APBD Provinsi, APBN, Swasta Sumber: RTRW Provinsi Jawa Barat

42 TABEL 19 ARAH KEBIJAKAN TRANSPORTASI KA Arah Kebijakan Target Rehabilitasi jalur KA Jalur Cikampek-Cirebon, Jalur Semarang- Cirebon Peningkatan jalur KA, reaktivasi lintas Jalur Cirebon-Tegal, Jalur Semarang-Cirebon, mati dan peningkatan spoor emplasemen Jalur Cirebon-Kroya, Jalur Cirebon-Kadipaten Pembangunan jalur KA Jalur Cirebon-Brebes, Jalur Cirebon-Kroya baru/shorcut/parsial double track/double track/double double track Peningkatan/modernisasi persinyalan Peningkatan persinyalan mekanik menjadi perkeretaapian elektrik pada Stasiun Cirebon Peningkatan saluran blok dengan kabel FO pada jalur Tegal-Cirebon Modifikasi sistem CTC/CTS pada Stasiun Cirebon Pembangunan/rehabilitasi bangunan Perluasan stock yard di Pekalongan dan operasional perkeretaapian Cirebon/Jatibarang Sumber: Renstra Kementerian Perhubungan GAMBAR 15 USULAN PENGEMBANGAN JALAN DI METROPOLITAN CIREBON RAYA Sumber: Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat, 2013 Selain menampung pergerakan manusia, pergerakan barang juga perlu diakomodasi oleh sistem transportasi di Metropolitan Cirebon Raya. Adanya pergerakan barang yang baik memungkinkan distribusi terutama terhadap produk- 41

43 produk ekonomi seperti produk pertanian, industri, kerajinan, dan sebagainya dapat berjalan dengan lancar. Proses distribusi barang dapat dilakukan baik menggunakan moda transportasi darat, laut, maupun udara. Kemudahan aksesibilitas dari pusat produksi atau pusat bahan baku ke pusat distribusi dan konsumsi menjadi faktor yang penting dalam sistem pengangkutan barang, termasuk di dalamnya aksesibilitas antara pusat produksi menuju stasiun, terminal, pelabuhan, dan bandara sebagai pintu gerbang distribusi barang ke lokasi yang lebih luas. Secara umum, perencanaan pengembangan sistem angkutan barang, terbagi menjadi 3, yaitu: a. Jangka Pendek: Angkutan barang dengan ukuran tertentu tidak boleh masuk ke jalan perkotaan dan ditetapkannya rute angkutan barang; pembatasan loading dan unloading di perkotaan, baik tempat maupun waktu b. Jangka Menengah: Dibangun terminal angkutan barang/ dry port/ inland port; tersedianya pergudangan yang melengkapi sistem angkutan barang c. Jangka Panjang: Lebih terintegrasinya sistem angkutan barang antar moda (jalan raya, kereta api, dan laut) Berdasarkan ketiga hal di atas, beberapa hal yang direncakan dalam mendukung sistem angkutan barang di Metropolitan Cirebon berdasarkan jangka waktu kebutuhan, antara lain: 42

44 TABEL 20 PERENCANAAN SISTEM TRANSPORTASI BARANG DI METROPOLITAN CIREBON RAYA No Jangka Waktu Perencanaan Transportasi Barang 1 Jangka Pendek - Pembangunan Jalur Lingkar di Kota Cirebon - Pembangunan Jalur Lingkar di Kabupaten Cirebon 2 Jangka Menengah - Pembangunan pelabuhan barang di Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu - Pembangunan/ penataan pelabuhan perikanan di Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu - Peningkatan terminal truk di Kecamatan Gempol - Peningkatan beberapa fungsi stasiun di Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Indramayu - Peningkatan kapasitas dan fungsi pelabuhan Arjuna (Kota Cirebon) - Pembangunan Bandaran Internasional Jawa Barat Kertajati dan Kertajati Aerocity 3 Jangka Panjang Integrasi sistem angkutan barang antar moda berupa perbaikan dan pembangunan jalan, peningkatan status jalan penghubung menuju bandara, pelabuhan, dan stasiun. Sumber: RTRW Jawa Barat, Hasil Analisis Tim WJP-MDM, 2013 B. Sektor Perumahan Peningkatan jumlah penduduk di suatu wilayah secara umum juga akan mempengaruhi peningkatan kebutuhan sektor perumahan. Hal ini dapat menjadi permasalahan yang besar terutama di wilayah Metropolitan apabila tidak dilakukan perencanaan yang matang. Aktivitas perekonomian yang semakin tinggi mendorong banyaknya pendatang yang masuk ke dalam wilayah metropolitan. Banyaknya potensi pendatang tersebut harus dapat diakomodasi dengan baik oleh pemerintah. Hal ini sejalan dengan visi kebijakan dan strategi nasional perumahan dan permukiman (KSNPP) yaitu Setiap orang (KK) Indonesia mampu memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau pada lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam upaya terbentuknya masyarakat yang berjatidiri, mandiri, dan produktif. Di era peningkatan aktivitas ekonomi dan berbagai pembangunan infrastruktur strategis yang ada, permintaan akan lahan di wilayah metropolitan menjadi semakin besar. Peningkatan permintaan perumahan dan pembangunan berbagai 43

45 infrastruktur strategis tersebut mendorong meningkatnya nilai lahan akan perumahan di perkotaan. Sementara di sisi lain, hingga saat ini masih terdapat backlog yang besar di beberapa daerah di Metropolitan Cirebon Raya yang memungkinkan semakin besarnya defisit ketersediaan perumahan di masa depan apabila tidak segera ditindaklanjuti. Selain kebutuhan perumahan dan peningkatan nilai lahan, persoalan penyediaan ruang terbuka di wilayah metropolitan tetap harus menjadi perhatian besar, mengingat adanya ruang terbuka dapat menjadi sarana interaksi, aktivitas, dan sebagai penjaga keseimbangan lingkungan. Untuk itu, pengembangan hunian vertikal di wilayah Metropolitan Cirebon Raya dapat menjadi salah satu alternatif yang baik dalam memenuhi segala tantangan dan peluang yang dihadapi di wilayah Metropolitan Cirebon Raya. Mengingat pentingnya sektor perumahan dalam pengembangan wilayah Metropolitan, maka beberapa rencana yang telah dibuat untuk menampung kebutuhan akan perumahan di wilayah perkotaan Metropolitan Cirebon Raya adalah sebagai berikut: TABEL 21 RENCANA PENGEMBANGAN SEKTOR PERUMAHAN DI METROPOLITAN CIREBON RAYA No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Infrastruktur Permukiman 1 Kota Cirebon Pengembangan hunian vertikal layak huni di kawasan perumahan kepadatan tinggi Penataan lingkungan perumahan disekitar badan air sungai Kesunean dan Krian Pengembangan kawasan perumahan berdasarkan ketentuang luas kapling rumah Kawasan perumahan kepadatan tinggi diarahkan di BWK I dan BWK II; Kwasan perumahan kepadatan sedang diarahkan di BWK III; dan Kawasan perumahan kepadatan rendah diarahkan di BWK IV 2 Kabupaten Cirebon Pembangunan prasarana permukiman 3 Kabupaten Majalengka Pembangunan dan pengembangan skala minimal 250 unit rumah Studi kelayakan lokasi lingkungan siap bangun Pengembangan rumah skala besar (lisiba) pengembang Pembangunan rumah susun sederhana (hunian vertikal) Mengembangkan kawasan permukiman vertikal pada kawasan perkotaan dengan intensitas pemanfaatan ruang menengah hingga tinggi, kawasan perkotaan yang memiliki 44

46 No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Infrastruktur Permukiman 4 Kabupaten Kuningan 5 Kabupaten Indramayu karakteristik intensitas pemanfaatan ruang menengah hingga tinggi, mencakup kawasan perkotaan yang menjadi kota inti PKW Mengendalikan kawasan permukiman horizontal pada kawasan perkotaan dengan intensitas pemanfaatan ruang menengah, termasuk kota mandiri dan kota satelit dan kawasan perkotaan yang memiliki karakteristik intensitas pemanfaatan ruang menegah, mencakup kawasan perkotaan selain yang berfungsi sebagai kota inti PKW Pembangunan kawasan perumahan baru Perluasan dan pembangunan kawasan permukiman swadaya Perbaikan kualitas perumahan yang ada dan lingkungan perumahan Penyediaan berbagai fasilitas sosial ekonomi yang mampu mendorong perkembangan kawasan perkotaan Mengembalikan fasilitas ruang publik Pengembangan kawasan permukiman perkotaan diupayakan tidak merambah areal pertanian lahan basah beririgasi teknis Permukiman perkotaan diarahkan untuk mengisi kawasan belum terbangun di ibukota kecamatan terutama pada pusat-pusat wilayah pengembangan pembangunan Perbaikan lingkungan permukiman terutama pada kawasan padat kumuh Sumber: Rencana Tata Ruang Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Indramayu Pengembangan hunian vertikal sebagai salah satu solusi menghadapi perkembangan metropolitan Cirebon Raya dapat dilakukan dengan memperhatikan berbagai hal. Hunian vertikal perkotaan dapat berupa rumah susun sederhana, apartemen, dan sebagainya yang diletakkan mengikuti jaringan jalan utama. Pengembangan hunian bertikal dilakukan pada wilayah-wilayah dengan konsentrasi penduduk tinggi dan memiliki lokasi strategis, dengan dilengkapi berbagai fasilitas sosial dan fasilitas umum serta infrastruktur pendukungnya bersamaan dengan kegiatan jasa dan perdagangan. Dengan adanya hunian vertikal di wilayah Metropolitan Cirebon Raya, maka kebutuhan akan 45

47 perumahaan dapat lebih teratasi dan ruang terbuka sebagai elemen penting kehidupan masyarakat metropolitan juga dapat dipenuhi dengan baik. Selain memperhatikan potensi pemenuhan kebutuhan perumahan di masa akan datang bagi masyarakat secara umum, potensi penyediaan perumahan di Metropolitan Cirebon Raya tidak akan pernah lepas dari penyediaan hunian bagi masyarakat kurang mampu atau masyarakat menengah ke bawah, karena masyarakat tersebut juga merupakan bagian dari Metropolitan Cirebon Raya. Perkembangan hunian kumuh yang tidak terawat dan tidak tertata dengan baik, tidak hanya mempengaruhi bagaimana tampak Metropolitan Cirebon Raya, tetapi juga mempengaruhi kualitas hidup masyarakat tersebut. Untuk itu, beberapa langkah dapat dilakukan antara lain: a. Penyediaan prasarana dasar (PSD) bagi kawasan RSH b. Penataan dan peremajaan kawasan c. Pembangunan rumah susun sederhana sewa d. Peningkatan kualitas permukiman Keempat langkah tersebut dapat mendorong penataan wilayah Metropolitan Cirebon Raya yang lebih teratur dan terarah serta dapat menampung berbagai kebutuhan akan infrastruktur perumahan dari berbagai pihak, baik kelas menengah ke atas maupun menengah ke bawah. C. Sektor Persampahan Pengelolaan sampah merupakan proses yang diperlukan dengan dua tujuan: mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis; dan mengolah sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup. Proses pengelolaan sampah di wilayah Metropolitan dimulai dari timbunan (hulu) yang berasal dari permukiman, pasar, komersial, industri, perkantoran, dan sebagainya sampai dengan pembuangan akhir. Pengangkutan sampah dari sumber sampah (kawasan perumahan, perkantoran, komersial, industri, dan lain-lain) ke TPA merupakan cara konvesional yang sampai saat ini masih mendominasi pola penanganan sampah di Indonesia. Namun, sesuai dengan Undang-undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Persampahan, paradigma pola pengelolaan sampah tidak lagi mengandalkan pola kumpul-angkut-buang, namun 46

48 beralih ke pola pengurangan dan pemanfaatan sampah sejak dari sumbernya, sehingga volume sampah yang dibuang ke TPA sudah sangat berkurang. Menurut UU No.18 Tahun 2008, pengelolaan sampah didefinisikan sebagai kegiatan yang sistematis, meyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Kegiatan pengurangan meliputi: pembatasan timbunan sampah; pendauran ulang sampah; dan/ atau pemanfaatan kembali sampah. Prasarana pengangkutan sampah dapat berupa gerobak/sepeda/motor sampah atau truk terbuka. Adanya perubahan paradigma penanganan sampah tersebut, maka diperlukan perubahan pola pengangkutan sampah baik untuk sampah tercampur maupun sampah terpilah. GAMBAR 16 LANDASAN PERATURAN HUKUM DAN KETENTUAN PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA BARAT Sumber: Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, 2012 Secara umum, kondisi operasional TPA di Jawa Barat dilakukan secara open dumping karena keterbatasan sumber daya manusia dan dana. Undang-undang No.18 Tahun 2008 mengamanatkan bahwa mulai tahun 2013 tidak diperkenankan lagi dalam operasional TPA secara open dumping dan adanya keharusan menerapkan sistem sanitary landfill pada TPA yang dioperasikan. Di dalam undangundang tersebut diamanatkan bahwa Pemerintah Daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan 47

49 sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (tahun) dan diharuskan menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-undang tersebut. Untuk itu, proses perencanaan memegang peranan penting dalam pelaksanaan pengelolaan persampahan. Keterlibatan dalam pengelolaan persampahan tidak hanya oleh pemangku kepentingan tetapi termasuk masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Untuk itu, perlu dilakukan identifikasi sampah baik timbunan (berat atau volume) serta komposisinya. TABEL 22 RENCANA PENGELOLAAN JARINGAN PERSAMPAHAN DI METROPOLITAN CIREBON RAYA No Kabupaten/Kota Rencana Pengelolaan Persampahan 1 Kota Cirebon Reduksi dan pengolahan sampah secara terpadu di TPS hingga di TPPAS Kopi Luhur Pengolahan sampah buangan industri yang berbahaya hingga layak dan tidak berbahaya untuk dibuang ke TPPAS Pengolahan sampah yang berasal dari rumah sakit dengan incinerator untuk selanjutnya dibuang ke TPPAS Penyediaan TPS pada wilayah yang tidak memiliki TPS atau wilayah yang jarak ke TPS terdekat lebih dari 1km TPPAS menggunakan sistem sanitary landfill Penyediaan infrastruktur yang menunjang sistem sanitary landfill 2 Kabupaten Cirebon Penyusunan rencana induk pengelolaan persampahan Kabupaten 3 Kabupaten Majalengka Pengembangan teknologi komposing sampah organik pada kawasan permukiman perdesaan dan perkotaan pengembangan TPS diletakan pada pusat kegiatan masyarakat meliputi pasar, permukiman, perkantoran, dan fasilitas sosial berada di setiap kecamatan Peningkatan pemanfaatan TPPAS yang ada dengan sistem pengelolaan sampah sanitary landfill, meliputi: TPPAS Gunung Santri, TPPAS Ciawi Japura, TPPAS Ciledug Pembangunan TPPAS dengan sistem pengelolaan sampah sanitary landfill di Kecamatan Gempol Persiapan pembangunan TPPAS Regional di Kabupaten Pembangunan dan/atau perluasan TPPAS meliputi: Perluasan TPPAS Heulet dan Pembangunan TPPAS 48

50 No Kabupaten/Kota Rencana Pengelolaan Persampahan 4 Kabupaten Kuningan 5 Kabupaten Indramayu Talaga TPS ditempatkan di pusat kegiatan masyarakat di seluruh kecamatan meliputi: pasar, permukiman, perkantoran, fasilitas sosial lainnya Pengembangan usaha daur ulang sampah, kertas, kaca dan plastic dan/atau sampah kering Penerapan penanganan akhir sampah secara sanitary landfill Pengembangan TPS disediakan di setiap kecamatan Optimalisasi TPPAS Ciniru di Kecamatan Jalaksana Pembangunan TPPAS Karangmuncang dengan metoda sanitary landfill di Kecamatan Cigandamekar Peningkatan kualitas prasarana pengolahan limbah medis dan limbah B3 mandiri, meliputi: Kecamatan Kuningan, Kecamatan Cilimus, Kecamatan Cigugur, dan Kecamatan Sindangagung Pengembangan pengelolaan sampah skala lingkungan berbasis komunitas dengan pendekatan metode 3R. Pengembangan sistem pengangkutan diprioritaskan pada kawasan permukiman perkotaan dan pusat kegiatan masyarakat Pengembangan sistem komposting pada kawasan perdesaan dan permukiman berkepadatan rendah Pengembangan TPST, meliputi: TPST Pecuk, TPSK Kebuleb, TPST Kertawinangun, TPST Mekarjati Peningkatan sistem pengelolaan dengan sanitary landfill pada TPST dan dengan sistem 3R Sumber: Rencana Tata Ruang Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Indramayu Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa berdasarkan amanat UU No. 18 Tahun 2008, sistem operasional TPA diharuskan untuk menerapkan sistem sanitary landfill. Hal ini berimplikasi bagi Pemerintah Daerah di dalam pengelolaan sampah, mengingat pembuatan maupun pengelolaan TPA dengan sistem sanitary landfill membutuhkan biaya yang cukup besar. Biaya operasional yang mahal dimulai dari pengadaan alat berat, penyediaan tanah penutup, operasi dan pemeliharaan, sampai penyediaan tenaga yang terdidik dalam mengelola sanitary landfill. Di sisi lain, kemampuan keuangan Pemerintah Pusat maupun alokasi keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di dalam mengelola sampah masih sangat terbatas. 49

51 GAMBAR 17 SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH LOKAL DAN REGIONAL Sumber: Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, 2012 Selain itu, penerapan sistem sanitary landfill juga membutuhkan lokasi lahan yang cukup luas dan memenuhi persyaratan teknis tertentu. Sementara tidak semua pemerintah daerah memiliki lahan yang cukup dan sesuai dengan persyaratan lokasi TPA. Oleh karenanya untuk mengatasi hal tersebut, salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah dengan meningkatkan Pengelolaan TPA Regional. Pembangunan dan pengelolaan TPA Regional merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah di tingkat Kabupaten/Kota. Pembangunan dan pengelolaan TPA Regional tersebut dapat dibangun dan dikelola langsung oleh Pemerintah Provinsi ataupun kerjasama antara Kabupaten/Kota yang terlibat. Dalam lingkup Metropolitan Cirebon Raya, pembangunan dan pengelolaan TPA Regional merupakan hal yang penting untuk segera dilakukan, selain revitalisasi TPA Mandiri dan TPA Bersama di wilayah Kabupaten/Kota dan wilayah PKW dan luar PKW. Hal ini menjadi semakin penting mengingat adanya pembangunan pusat kegiatan baru di Metropolitan Cirebon Raya, yaitu BIJB dan Aerocity Kertajati yang memiliki potensi penambahan jumlah timbunan sampah dengan volume yang besar. Rencana pembangunan TPA/TPPAS Ciayumajakuning (TPPAS Regional di Kabupaten Cirebon) sebagai respon dari potensi pertambahan penduduk dan 50

52 aktivitas ekonomi di Metropolitan Cirebon Raya perlu untuk segera dikaji lebih jauh seiring dengan berbagai pembangunan infrastruktur strategis lainnya. GAMBAR 18 Eksisting dan Lokasi Rencana TPPAS di Provinsi Jawa Barat Sumber: Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, 2012 Dalam proses pengolahan sampah akhir, perlu disadari bahwa daya tampung pemrosesan akhir TPPAS Regional dengan menggunakan sanitary landfill pun tidak akan mampu untuk memenuhi jumlah timbunan sampah harian yang berasal oleh masing-masing Kabupaten/Kota, apalagi jika dilihat dari potensi pertumbuhan penduduk Metropolitan Cirebon Raya ke depan. Untuk itu, tidak semua sampah yang masuk ke dalam TPPAS perlu untuk dilakukan pemrosesan akhir. Pemilahan dan pengolahan sampah baik sampah organik maupun sampah non-organik dapat dilakukan sehingga hanya sampah residu dari proses pengolahan yang masuk dalam sanitary landfill. Proses pengolahan sampah organik antara lain dengan composting yang menghasilkan kompos, metanisasi yang menghasilkan gas metan untuk kebutuhan listrik, dan biomass to power yang dapat menghasilkan uap panas juga untuk memenuhi kebutuhan listrik. Sementara itu, proses MRF (Material Recovery Facility) yaitu proses dimana sampah akan dipisahkan, diproses, dan disimpan untuk kemudian dapat didaur ulang menjadi bahan-bahan yang bermanfaat juga dapat dilakukan pada sampah-sampah non organik, seperti plastik, kaca, dsb sehingga dapat menghasilkan material daur ulang dan produk daur ulang yang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Dengan adanya 51

53 Material Recovery Facility (MRF) maka dapat mereduksi jumlah sampah yang akan ditimbun, sehingga sampah-sampah yang akan ditimbun merupakan sampah yang benar-benar tidak dapat dimanfaatkan lagi. GAMBAR 19 Alur Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Sumber: Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, 2012 Seperti yang diamanatkan dalam UU No.18 Tahun 2008 bahwa pengelolaan sampah tidak lagi mengandalkan pola kumpul-angkut-buang melainkan beralih ke pola pengurangan dan pemanfaatan sampah sejak dari sumbernya (hulu). Hal ini dilakukan untuk mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA/TPPAS. Upaya pengurangan volume sampah tersebut dapat dimulai dari tingkat rumah tangga, RT, RW, Kelurahan hingga ke tingkat kabupaten/kota. Hal ini membutuhkan partisipasi dari pemerintah Kabupaten/Kota berupa program atau kebijakan yang berhubungan dengan pengolahan sampah di tingkat hulu. Beberapa program yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah volume sampah di TPPAS Regional antara lain: Meminimalisir jumlah timbunan sampah dengan memilah-milah jenis sampah organik (mudah membusuk) dan sampah anorganik (sukar membusuk) 52

54 Pemanfaatan pola pembakaran berteknologi (incinerator mini) yang diterapkan di tingkat RT/RW, kelurahan dan kecamatan. Keuntungan dari incinerator mini adalah: tidak diperlukan lahan besar; mudah dalam pengoperasian; hemat energi; temperatur tidak terlalu tinggi (800/ C); tidak terdapat asap sisa pembakaran yang akan mencemari lingkungan; tidak bising dan kemasan kompak per unit; tidak menimbulkan panas pada tabung pembakar; dan sisa abu dapat dimanfaatkan menjadi produksi batu bata/batako. Kerjasama pengelolaan sampah terpadu tingkat lokal: 1) Sampah organik (dikelola menjadi pupuk organik berbasis komunal); 2) Sampah anorganik (pembentukan Bank Sampah dan Industri Pengelolaan Plastik); 3) Sampah B3 dibakar di TPA GAMBAR 20 INCINERATOR MINI GAMBAR 21 TEKNOLOGI KOMPOSTING Sumber: Dinas Kebersihan Kota Malang, 2012 D. Sektor Jaringan Air Bersih Sarana dan prasarana di suatu wilayah, seperti sarana dan prasarana air bersih merupakan komponen penting yang perlu diperhatikan dan diupayakan agar kegiatan pada wilayah tersebut dapat berjalan lancar sesuai dengan kebutuhan. Sarana penyediaan air bersih merupakan salah satu kebutuhan bagi masyarakat, dan pemerintah berkewajiban untuk mengupayakan pemenuhannya, mengingat air bersih adalah faktor penting dalam kehidupan dan kesehatan masyarakat. Pertumbuhan populasi penduduk dan berkembangnya aktifitas ekonomi di suatu wilayah berdampak pada makin meningkatnya kebutuhan air bersih, termasuk di wilayah Metropolitan Cirebon Raya. Perkembangan aktivitas perkotaan di wilayah metropolitan memungkinkan pertumbuhan akan permintaan air bersih menjadi 53

55 meningkat tajam. Hal ini seiring dengan perkembangan aktivitas industri, pariwisata, perdagangan, jasa, dan sebagainya. Secara umum, sektor jaringan air bersih terbagi menjadi 2 (dua) yaitu jaringan air baku untuk air minum dan jaringan air minum. Sektor jaringan air baku untuk air minum yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Sementara itu, jaringan air minum adalah jaringan air bersih (yang sudah diolah) yang menghubungkan antara sistem pengelolaan air minum dengan para pengguna atau konsumen air minum untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan pada kedua sistem jaringan tersebut, persoalan penyediaan air bersih di Metropolitan Cirebon Raya juga dapat dilihat baik dari sistem jaringan air baku maupun jaringan air minum. Bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan menurunnya debit sumber air sedangkan kebutuhan akan air semakin meningkat di beberapa sektor. Ditambah lagi dengan berkurangnya luas lahan di hutan, beralihnya fungsi lahan menjadi tempat tinggal dan pengambilan air tanah yang tidak terkendali. Hal ini semakin menjadi masalah apabila dihadapkan pada pengembangan pusat kegiatan baru di Metropolitan Cirebon Raya yang memungkinkan peningkatan akan pemanfaatan air baku. Sementara itu, produksi air yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) masing-masing Kabupaten/Kota di Metropolitan Cirebon Raya belum dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan masyarakat dan sisanya mengandalkan air sumur, air tanah dalam (artesis) dan mata air. 54

56 TABEL 23 CAKUPAN PELAYANAN AIR MINUM PDAM DI METROPOLITAN CIREBON RAYA No Kabupaten/Kota PDAM 1 Kota Cirebon 2 Kabupaten Cirebon 3 Kabupaten Majalengka 4 Kabupaten Kuningan PDAM Tirta Darma PDAM Kab. Cirebon PDAM Kab. Majalengka PDAM Tirta Kamuning Cakupan Pelayanan terhadap Penduduk Perkotaan Cakupan Pelayanan Terhadap Penduduk Wil Layanan Cakupan pelayanan terhadap Penduduk Administrasi 91% 77% 88% - 36,27% 10,81% 6,03% 29,06% 19,64% 46,40% 33,32% 10,26% PDAM Tirta 5 Kabupaten Indramayu - 39,01% 22,18% Darma Ayu Sumber: Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI), 2010 Untuk mengatasi peningkatan kebutuhan akan penyediaan air baku, beberapa rencana pengembangan jaringan air baku untuk air bersih yang dilakukan oleh masing-masing Kabupaten/Kota di Metropolitan Cirebon Raya, antara lain: TABEL 24 RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN AIR BAKU METROPOLITAN CIREBON RAYA No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Air Baku untuk Air Bersih 1 Kota Cirebon Meningkatkan kemampuan dalam penyediaan air baku yang berasal dari air permukaan dan mata air Mewujudkan keseimbangan ketersediaan air pada musim hujan dan kemarau melalui pembangunan penampungan dan embung/dam Melestarikan daerah resapan air untuk menjaga ketersediaan sumberdaya air 2 Kabupaten Cirebon Pengembangan dan pengembangan sumber air baku untuk dimanfaatkan di kecamatan di bagian utara, meliputi: Sungai Kumpul Kuista, Sungai Jamblang, dan Sungai Ciwaringi Pembangunan dan pengembangan sumber air baku untuk dimanfaatkan di kecamatan di bagian timur meliputi: Sungai Cisanggarung, Sungai Condong, Sungai Kalijaga, Sungai Kanci, Sungai Ciberes, dan Sungai Bangkaderes Pelestarian 44 sumber mata air Pemanfaatan air tanah dangkal dan artesis secara terkendali 55

57 No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Air Baku untuk Air Bersih 3 Kabupaten Majalengka 4 Kabupaten Kuningan 5 Kabupaten Indramayu Pemanfaatan air sungai, rawa, dan embung secara proporsional Pemanfaatan sumber air dari mata air Optimalisasi waduk jatigede sebagai sumber air alternative Pengembangan jaringan air baku diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan air permukaan Upaya penanganan untuk meningkatkan sediaan air baku dilakukan dengan cara: perlindungan terhadap sumber mata air dan daerah resapan air; dan perluasan daerah tangkapan air Pemanfaatan potensi air baku meliputi: Mata Air Telaga Nilem, Mata Air Cipujangga, Mata Air Telaga Bogo, Mata Air Cisamaya, dan Waduk Darma Pengembangan jaringan air baku diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan air permukaan Upaya penanganan untuk sediaan air baku dilakukan dengan cara: pengembangan sistem longstorage Indramayu di Sungai Cipanas; perlindungan terhadap daerah resapan air; dan perluasan daerah tangkapan air Pemanfaatan sumber air baku dilakukan dengan memanfaatkan sungai yang berada di Kabupaten, meliputi: Sungai Ciamanuk, Sungai Cipanas, Sungai Cipunegara, Sungai Cilalanang, Sungai Kumpulkuista, Sungai Pamengkang, dan Sungai Cimanis Sumber: Rencana Tata Ruang Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Indramayu Berdasarkan tabel di atas, pemanfaatan sumber air baku dari mata air merupakan langkah yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Metropolitan Cirebon Raya. Pemanfaatan sumber mata air tersebut dapat dilakukan mengingat banyaknya mata air yang tersebar di masing-masing Kabupaten/Kota terkait, selain juga terdapat potensi aliran sungai, waduk, dan dam. Melalui pembangunan jaringan pipa air baku, maka air baku yang berasal dari berbagai mata air potensial tersebut dapat disalurkan dan dijadikan sumber dasar air minum di Metropolitan Cirebon Raya. Akan tetapi, upaya pelestarian kawasan lindung harus tetap dilakukan karena berbagai sumber air baku tersebut sangat tergantung pada besarnya daerah tangkapan air. 56

58 Besarnya cakupan air bersih di Metropolitan Cirebon Raya tidak hanya disebabkan oleh persoalan pengelolaan jaringan air baku yang mempengaruhi besarnya potensi sumber air yang dapat dimanfaatkan, tetapi juga disebabkan oleh persoalan sistem jaringan air minum. Adanya kebocoran dan belum terpasangnya pipa transmisi dan pipa distribusi di wilayah pelayanan, teknologi sistem pengaliran, jumlah dan kondisi instalasi pengolahan juga mempengaruhi besarnya pemenuhan atas kebutuhan air minum. Untuk itu diperlukan rencana pengembangan sistem jaringan air minum yang mampu menyelesaikan berbagai kendala tersebut. Berbagai rencana pengembangan sistem jaringan air minum di Kabupaten/Kota di Metropolitan Cirebon Raya antara lain: TABEL 25 RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN AIR MINUM METROPOLITAN CIREBON RAYA No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum 1 Kota Cirebon Meningkatkan pemerataan pelayanan air minum di wilayah kota Mengembangka prasarana pengolahan air bersih untuk dikonsumsi secara langsung (langsung diminum) dari jaringan (kran) 2 Kabupaten Cirebon Peningkatan pelayanan air minum dengan menggunakan sistem jaringan perpipaan dan pengembangan sistem baru pada kawasan perkotaan yang belum terlayani jaringan air bersih 3 Kabupaten Majalengka 4 Kabupaten Kuningan Pengembangan sumber distribusi air minum perpipaan meliputi: Kecamatan Majalengka, Kecamatan Kadipaten, Kecamatan Ligung, Kecamatan Rajagaluh, Kecamatan Talaga, Kecamatan Cikijing, Kecamatan Lemahsugih Pengembangan jaringan perpipaan air minum meliputi: Kecamatan Majalengka, Kecamatan Kadipaten, Kecamatan Kertajati, Kecamatan Rajagaluh, Kecamatan Talaga, Kecamatan Ligung, Kecamatan Dawuan, Kecamatan Cikijing, Kecamatan Maja, dan Kecamatan Cigasong Pengembangan sarana dan prasarana air minum terhadap wilayah yang belum terlayani Pengembangan jaringan air minum kepada kelompok pengguna berupa peningkatan pelayanan dan pengelolaan air minum Pengembangan jaringan air minum kepada kelompok pengguna berupa peningkatan kapasitas sambungan langganan dengan lokasi meliputi: Kecamatan Cilimus, 57

59 No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum 5 Kabupaten Indramayu Kecamatan Japara, Kecamatan Jalaksana, Kecamatan Cipicung, Kecamatan Kramatmulya, Kecamatan Cigugur, Kecamatan Ciawigebang, Kecamatan Kalimanggis, Kecamatan Cidahu, Kecamatan Luragung, Kecamatan Maleber, dan Kecamatan Lebakwangi Pengembangan jaringan air minum kepada kelompok pengguna berupa peningkatan pelayanan dan pengelolaan air minum meliputi Peningkatan kapasitas sambungan langganan dan pemasangan sambungan langganan baru Sumber: Rencana Tata Ruang Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Indramayu GAMBAR 22 RENCANA PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL CIAYUMAJAKUNING Sumber: Dinas Perumahan dan Permukiman Provinsi Jawa Barat, 2011 Dalam upaya penyediaan air minum, dapat disadari bahwa tidak semua Kabupaten/Kota memiliki potensi sumber daya air yang besar. Terdapat daerah dengan jumlah penduduk besar namun dengan potensi sumber air bersih yang tidak mampu menampung kebutuhan penduduk tersebut, sementara di sisi lain terdapat daerah dengan potensi sumber daya air bersih dengan demand yang 58

60 rendah. Oleh karena itu, kerja sama antara Kabupaten/Kota dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air semua penduduk di daerah setempat. Hal yang sama dapat dilakukan dalam pemenuhan sistem air bersih di Metropolitan Cirebon Raya. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Regional (SPAM) dapat menjadi langkah yang tepat untuk memenuhi kebutuhan perkembangan demand di Metropolitan Cirebon Raya selain daripada meningkatkan nilai efisiensi dalam penyediaan sarana infrastruktur strategis air bersih. E. Sektor Air Limbah Air limbah atau air buangan adalah sisa air dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan serta mengganggu lingkungan. Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water), yaitu limbah yang berasal dari permukiman penduduk, air buangan industri (industri wastes water), yang berasal dari berbagai jenis industri akibar proses produksi, dan air buangan kotapraja (municipal wastes water), yaitu air buangan yang berasal dari daerah: perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat-tempat ibadah, dan sebagainya. Permasalahan pengelolaan air limbah di wilayah metropolitan secara umum terjadi baik di hulu maupun di hilir. Beberapa permasalahan pengelolaan air limbah diantaranya adalah tingkat pelayanan air limbah permukiman melalui Sistem Perpipaan (sistem Sewerage) baru mencapai kurang dari 5% dan melalui jamban (pribadi dan fasilitas umum) yang aman baru mencapai kurang dari 50%, jumlah daerah yang memiliki sistem pengelolaan air limbah terpusat masih sangat rendah, dan sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat masih belum memenuhi standar teknis yang ditetapkan. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat perkembangan wilayah metropolitan harus sebanding dengan kesediaan sistem pengolahan limbah, sehingga mampu menjamin tingkat kebersihan dan kesehatan masyarakatnya. Adapun beberapa rencana pengelolaan infrastruktur air limbah di Kabupaten/Kota di Metropolitan Cirebon Raya adalah sebagai berikut: 59

61 TABEL 26 RENCANA PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR AIR LIMBAH DI METROPOLITAN CIREBON RAYA No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Infrastruktur Air Limbah 1 Kota Cirebon Peningkatan Sistem pengolahan limbah secara On Site, cara Konvensional yaitu dengan pelayanan mobil sedot tinja dan Sistem Johkasau yaitu sistem pengolahan di tempat tanpa melakukan pengurasan, di Kantor PDAM di Kelurahan Pekiringan Kecamatan Kesambi, terletak di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) di Kelurahan Kecapi Kecamatan Harjamukti. Peningkatan Sistem pengolahan limbah secara Off Site yaitu sistem pengolahan dari persil ke saluran menuju Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) Kesenden di Kelurahan Kesenden Kecamatan Kejaksan, IPAL Ade Irma di Kelurahan Panjunan Kecamatan Lemahwungkuk, IPAL Gelatik di Kelurahan Larangan Kecamatan Harjamukti, IPAL Rinjani di Kelurahan Larangan Kecamatan Harjamukti. 2 Kabupaten Cirebon Limbah Domestik 3 Kabupaten Majalengka pemenuhan prasarana jamban keluarga untuk setiap rumah pada kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan; pengembangan jamban komunal pada kawasan permukiman padat masyarakat berpenghasilan rendah dan area fasilitas umum; pengembangan prasarana terpadu Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu (IPLT) terintegrasi dengan TPPAS Gunung Santri Kecamatan Palimanan Pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Industri meliputi: IPAL industri batu alam dan IPAL industri Batik Trusmi Limbah B3 Pengembangan prasarana limbah industri Pengembangan prasarana limbah medis Pengembangan prasarana pengelolaan limbah B3 Penerapan sistem septic tank kawasan permukiman perkotaan Pengembangan pengolahan limbah bergerak Penyediaan sarana prasarana pengolahan limbah industri, limbah medis, limbah B3 Penyusunan masterplan pengolahan limbah 60

62 No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Infrastruktur Air Limbah 4 Kabupaten Kuningan 5 Kabupaten Indramayu Peningkatan kualitas prasarana pengolahan limbah medis dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) mandiri meliputi: Kecamatan Kuningan, Kecamatan Cigugur, Kecamatan Cilimus, dan Kecamatan Sindangagung Non domestik, berupa pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu (IPLT) pada kegiatan industri, rumah sakit, hotel dan restoran yang berada di seluruh wilayah kabupaten. Domestik, berupa pembangunan jamban umum dan mandi cuci kakus (MCK) pada kawasan permukiman. Sumber: Rencana Tata Ruang Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Indramayu Berdasarkan tabel di atas, pengembangan prasarana perpipaan menjadi salah satu prioritas perbaikan sistem infrastruktur air limbah di wilayah Metropolitan Cirebon Raya. Hal ini menjadi penting mengingat tingkat kontaminasi dengan menggunakan prasarana perpipaan menjadi lebih dapat diminimalisir dibandingkan dengan penggunaan prasarana air limbah terbuka. Selain pengembangan prasarana perpipaan, revitalisasi IPAL-IPAL di Metropolitan Cirebon Raya perlu untuk segera dilakukan. Saat ini, performance dari beberapa IPAL di Metropolitan Cirebon Raya dapat dikatakan sudah jauh dari optimal. Laju pertambahan penduduk yang diikuti dengan pertumbuhan ekonomi di wilayah Metropolitan menyebabkan peningkatan aktivitas yang berdampak terhadap peningkatan debit air yang masuk ke IPAL. Air buangan tersebut dapat mengandung logam-logam berat yang merupakan salah satu kontaminan air bunagan dimana pada kondisi tertentu logam-logam tersebut dapat hadir pada air buangan domestik. Peningkatan debit dan terkandungnya logam berat pada air buangan akan meningkatkan produksi lumpur. Hal inilah yang dapat mempengaruhi kapasitas pengolahan IPAL di Metropolitan Cirebon Raya yang lebih rendah dari kapasitas sebenarnya. 61

63 GAMBAR 23 PERUBAHAN PARADIGMA PENGELOLAAN AIR LIMBAH Sumber: Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL), 2011 Selain pengembangan prasarana dan sarana pengolahan air limbah berbasis institusi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perlu juga adanya perubahan paradigma dalam pengelolaan air limbah dimana masyarakat berperan serta di dalamnya pada tingkat lingkungan/kawasan (neighborhood). Hal ini akan mendorong pengelolaan sistem sanitasi menjadi lebih berkelanjutan. GAMBAR 24 PENDEKATAN DALAM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERKOTAAN Sumber: Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL), 2011 F. Sektor Jaringan Drainase Banjir atau terjadinya genangan di perkotaan banyak terjadi di berbagai daerah di Jawa Barat. Genangan tidak hanya dialami oleh kawasan perkotaan yang terletak di dataran rendah saja, bahkan dialami di kawasan yang terletak di dataran tinggi. Banjir atau genangan terjadi apabila sistem yang berfungsi untuk menampung 62

64 genangan itu tidak mampu menampung debit yang mengalir. Hal ini akibat dari tiga kemungkinan yang terjadi, yaitu: kapasitas sistem yang menurun, debit aliran air yang meningkat, atau kombinasi dari kedua-duanya. Pengertian sistem disini adalah sistem jaringan drainase di wilayah metropolitan. Sedangkan sistem drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air (banjir) dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Jadi sistem drainase adalah rekayasa infrastruktur di suatu wilayah untuk menanggulangi adanya genangan banjir. Pengembangan jaringan drainase di Metropolitan Cirebon Raya menjadi penting untuk segera dilakukan mengingat sistem drainase yang ada saat ini sudah tidak mampu menampung aliran air permukaan terutama ketika musim hujan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti kondisi infrastruktur drainase yang sudah rusak, terjadinya penyempitan drainase, banyak timbunan sampah pada saluran drainase yang menyumbat aliran air, kondisi infrastruktur pengendali banjir yang tidak berfungsi dengan baik, dan beberapa penyebab lainnya. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dibuatlah rencana pengembangan jaringan drainase di Metropolitan Cirebon Raya. Rencana pengembangan tersebut antara lain: TABEL 27 RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN DRAINASE DI METROPOLITAN CIREBON RAYA No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Drainase 1 Kota Cirebon perbaikan dan peningkatan fungsi pelayanan sistem drainase kota yang ada dengan pembangunan saluran baru, rehabilitasi saluran, dan pemeliharan saluran. penyusunan Masterplan Drainase Kota. pembangunan Waduk Benda sebagai pengendali banjir dan Sumber air baku air minum pembuatan sumur resapan di kawasan peruntukan perumahan, industri, serta perdagangan dan jasa; pengendalian dan penertiban bangunan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ada; pembangunan sistem pounding dilengkapi dengan pintu air di sepanjang saluran primer dan sekunder di daerah pesisir, yang sering terjadi backwater. 2 Kabupaten Cirebon pengembangan sistem drainase terpadu untuk kawasan perkotaan dan perdesaan yang rentan banjir; penyusunan rencana induk sistem drainase Wilayah 63

65 No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Drainase 3 Kabupaten Majalengka 4 Kabupaten Kuningan 5 Kabupaten Indramayu Kabupaten; rencana penanganan sistem drainase pada Kawasan Permukiman; pembuatan saluran drainase sekunder tersendiri pada setiap kawasan fungsional; perbaikan dan normalisasi pada saluran drainase yang sudah ada; dan koordinasi pengelolaan saluran drainase khususnya pada saluran drainase permanen berada di Kawasan Perkotaan. Penyusunan rencana induk sistem drainase wilayah Kabupaten Penanganan kawasan rawan banjir di Kecamatan Kertajati dan Kecamatan Jatitujuh Pembuatan saluran drainase tersendiri pada setiap kawasan fungsional Mengoptimalkan daya resap air ke dalam tanah untuk mengurangi beban saluran drainase Koordinasi pengelolaan saluran drainase khususnya pada saluran drainase permanen di kawasan perkotaan Mengembangkan saluran drainase pada kawasan terbangun Melakukan pemeliharaan dan pembangunan saluran primer, sekunder, dan tersier Mengoptimalkan dan memadukan fungsi saluran besar, sedang, dan kecil Penanganan sistem mikro: pembangunan tanggul penahan banjir dan saluran baru, perbaikan inlet saluran air hujan dari jalan ke saluran, perbaikan dan normalisasi saluran dari endapan lumpur dan sampah, memperlebar dimensi saluran Penanganan sistem makro berupa perbaikan dan normalisasi badan air dari endapan lumpur dan sampah Pengelolaan drainase diprioritaskan di sepanjang sisi jalan dan kolektor Mengembangkan saluran drainase pada kawasan terbangun Melakukan pemeliharaan dan pembangunan saluran-saluran primer, sekunder, dan tersier Mengoptimalkan dan memadukan fungsi saluran besar, sedang, dan kecil Pengembangan sistem drainase terpadu untuk kawasan perkotaan yang rentan banjir 64

66 No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Drainase Penanganan sistem mikro, meliputi: pembangunan tanggul penahan banjir dan saluran baru, perbaikan inlet saluran air hujan dari jalan ke saluran, perbaikan dan normalisasi saluran dari endapan lumpur dan sampah, memperlebar dimensi saluran Penanganan sistem makro dilakukan melalui perbaikan dan normalisasi badan air dari endapan lumpur dan sampah Pengelolaan drainase diprioritaskan di sepanjang sisi jalan dan kolektor Sumber: Rencana Tata Ruang Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Indramayu Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kapasitas dari sistem drainase di Metropolitan Cirebon Raya saat ini sangat terbatas. Permasalahan ini akan menjadi semakin besar seiring dengan pertambahan penduduk dan aktivitas perekonomian apabila tidak ditangani dengan baik. Pengembangan sistem drainase dengan prinsip Integrated Water Resource Management dapat menjadi salah satu cara untuk menangani hal tersebut, yaitu dengan cara mengintegrasikan antara Small Action (Partisipasi masyarakat melalui teknologi lokal) dan Big Action (infrastructure). 1. Small Actions Domestic Raiwater Harvesting dapat menjadi salah satu cara yang baik dalam pemanfaatan air hujan dan dalam pemenuhan kebutuhan air bersih perkotaan. Rainwater harvesting adalah sebuah cara untuk mengumpulkan dan menyiman air hujan dari atap-atap bangunan, permukaan tanah, ataupun batuan dengan menggunakan teknik sederhana seperti teko dan pot hingga teknis yang lebih kompleks seperti bendungan bawah tanah. Air yang dipanen dari air hujan tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan air tingkat 2 (dua), seperti mencuci mobil, flushing toilet, menyiram tanaman atau memadamkan kebakaran. Hal juga juga bermanfaat karena dapat mengurangi beban saluran drainase perkotaan dalam menampung dan mengalirkan limpahan air hujan. Diantara berbagai metode Rainwater Harvesting yang ada, salah satu yang dapat dilakukan adalah pembuatan sumur resapan. Bangunan sumur resapan adalah salah satu teknik konservasi air berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang 65

67 berfungsi sebagai tempat menampung air hujan yang jatuh di atas atap rumah atau daerah kedap air dan meresapkannya ke dalam tanah. Sumur resapan berfungsi memberikan imbuhan air secara buatan dengan cara menginjeksikan air hujan ke dalam tanah. Sasaran lokasi yang dapat dibuat sumur resapan adalah daerah peresapan air di kawasan budidaya, seperti permukiman, perkantoran, pertokoan, industri, sarana dan prasarana olahraga, serta fasilitas umum lainnya. GAMBAR 25 SUMUR RESAPAN Sumber: Chiras, Daniel. Environmental Science 8 th edition, Big Actions Disamping tindakan dalam lingkup kecil, konsep pengembangan sistem drainase dalam lingkup yang lebih luas juga perlu dilakukan, sebagai upaya mengantisipasi peningkatan besarnya aliran air di permukaan. Tindakan ini termasuk ke dalam perencanaan dan pembangunan sistem aliran permukaan (stormwater) terutama daerah-daerah strategis di wilayah Metropolitan Cirebon Raya. Beberapa strategi yang dapat dipertimbangkan antara lain: 1) Pembangunan saluran drainase dalam (Deep Collector); 2) Pembangunan Kolam Retensi; dan 3) Pembangunan saluran drainase permukaan baru. 66

68 Pembangunan deep collector atau pembangunan drainase sistem sub surface yaitu sistem pematusan permukaan tanah akibat adanya curah hujan dengan cara meresapkan ke dalam tanah untuk kemudian ditampung, disalurkan melalui pipa berpori (dengan kedalaman tertentu) ke sistem jaringan drainase yang ada disekitar lokasi pori tersebut. Penentuan kedalaman pipa berdasarkan pada perbedaan muka tanah dan muka air banjir. Semakin dalam pipa maka jarak antara pipa semakin jauh. Apabila kedalaman pipa dangkal, maka jarak pipa semakin dekat. Pembangunan sistem jaringan drainase ini berguna untuk membantu sistem jaringan drainase yang ada dalam menampung kelebihan aliran air di Metropolitan Cirebon Raya. Disamping pembangunan Deep Collector, sangat penting juga melaksanakan tindakan lain yang berfungsi untuk meningkatkan kapasitas dari sistem drainase. Tindakan tersebut melibatkan pembangunan stormwater collector yang mengumpulkan dan menghubungkan aliran air ke dalam kolam retensi. Kolam retensi digunakan untuk mengatur aliran air permukaan untuk mencegah banjir dan erosi permukaan, serta memperbaiki kualitas air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan cara ini, maka air yang masuk dalam saluran drainase masih akan dapat tertampung dengan baik. Hal ini juga berlaku dalam hal penggunaan kolam retensi untuk landscape, dimana dapat memperbaiki kualitas tampak dari perkotaan (urban image). Diantara berbagai pembangunan sistem jaringan drainase perpipaan di atas, pemanfaatan drainase sistem gravitasi harus dapat menjadi pertimbangan awal ketika air masih masih dapat dialirkan secara alami, karena selain memanfaatkan topograsi yang ada, biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan dan pemeliharaan paling murah diantara drainase sistem lain, seperti drainase dengan pompa. G. Sektor Jaringan Energi Energi telah menjadi kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi oleh Pemerintah. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi, maka kebutuhan akan energi juga akan semakin meningkat. Oleh karena itu, kapasitas energi yang ada harus mampu memenuhi peningkatan kebutuhan akan energi tersebut, baik untuk saat ini maupun di masa akan datang. Jumlah penduduk di Jawa Barat sendiri pada tahun 2012 adalah sebesar 44,28 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan mencapai 1,7% per tahun dan diprediksi akan mencapai sekitar 54 juta jiwa pada tahun Akan tetapi, dari sisi penyediaan 67

69 energi, rasio elektrifikasi Jawa Barat baru mencapai 73,5% (2012) dengan tingkat pertumbuhan sebesar 5,6%. Di sisi lain, Jawa Barat memiliki potensi energi lain seperti panas bumi terbesar di Indonesia (6.101 MW) dan baru termanfaatkan sebesar MW atau 17,6%. Beberapa sumber energi panas bumi di Jawa Barat tersebut terdapat di Metropolitan Cirebon Raya, seperti di Kecamatan Cibingbin dan Subang (Kabupaten Kuningan), G. Kromong-Palimanan, dan Cereme-Sangkanhurip. GAMBAR 26 KONDISI KELISTRIKAN JAWA BARAT Sumber: Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, 2012 Berdasarkan sistem Jaringan Energi Nasional, sistem jaringan energi terdiri atas jaringan pipa minyak dan gas bumi, pembangkit tenaga listrik, dan jaringan transmisi tenaga listrik. Jaringan pipa minyak dan gas bumi dikembangkan untuk menyalurkan minyak dan gas bumi dari fasilitasi produksi ke kilang penolahan dan/atau tempat penyimpanan serta menyalurkan minyak dan gas bumi dari kilang pengolahan atau tempat penyimpanan ke konsumen. Adapun pembangkit tenaga listrik dikembangkan untuk memenuhi penyediaan tenaga listrik sesuai dengan kebutuhan yang mampu mendukung perekonomian. Sementara itu, jaringan transmisi tenaga listrik dikembangkan untuk menyalurkan tenaga listrik antarsistem yang menggunakan kawat saluran udara, kabel bawah tanah, atau 68

70 kabel bawah laut. Berdasarkan pada kebutuhan akan pengembangan energi baik kebutuhan internal Metropolitan Cirebon Raya maupun kebutuhan energi secara luas, maka beberapa rencana pengembangan Jaringan Energi di Metropolitan Cirebon Raya adalah sebagai berikut: GAMBAR 27 RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN LISTRIK JAWA-BALI Sumber: PT. PLN (Persero), 2012 TABEL 28 RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN ENERGI DI METROPOLITAN CIREBON RAYA No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Energi 1 Kota Cirebon Peningkatan sistem jaringan listrik: Pembatasan kegiatan di sekitar lokasi SUTT dan/atau SUTET Penetapan ketentuan radius pengembangan Pengamanan di sekitar jaringan energi listrik dengan pemasangan tanda peringatan adanya tegangan tinggi Pengoptimalan sumber-sumber tenaga listrik melalui pengkajian dan penelitian terhadap sumber energi alternative Peningkatan pelayanan listrik pada daerah permukiman baru dan peningkatan pelayanan listrik pada daerah yang direncanakan akan dikembangkan Peningkatan sistem jaringan energi gas: Pengamanan di sepanjang jalur pipa gas dengan pemasangan tanda peringatan adanya jaringan gas; Peningkatan pelayanan jaringan gas kota pada daerah permungkiman baru dan peningkatan pelayanan gas pada daerah 69

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 22 TAHUN 2010 TANGGAL : 30 NOVEMBER 2010 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT ARAHAN PEMBAGIAN WILAYAH PENGEMBANGAN I. KAWASAN

Lebih terperinci

Hal. DELINEASI WILAYAH 2 ISU DAN PERMASALAHAN 6 KEUNGGULAN WILAYAH 25 KONSEP AWAL PENGEMBANGAN 28

Hal. DELINEASI WILAYAH 2 ISU DAN PERMASALAHAN 6 KEUNGGULAN WILAYAH 25 KONSEP AWAL PENGEMBANGAN 28 DAFTAR ISI Hal. DELINEASI WILAYAH 2 ISU DAN PERMASALAHAN 6 KEUNGGULAN WILAYAH 25 KONSEP AWAL PENGEMBANGAN 28 KETERANGAN COVER: Istana Bogor - http://bogorhujanwae.blogspot.com/2013/02/istana-bogor.html

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah. Sektor pertanian sampai

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 8 TAHUN 2012 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA CIREBON TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan gaya hidup dan tatanan dalam masyarakat saat kini ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi yang memacu perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

FUNGSI Zone Pesisir dan Kelautan. Pelabuhan Perikanan. Perdagangan Jasa. Zone Perdagangan dan Jasa. Zone Permukiman. Zone Pertanian Campuran

FUNGSI Zone Pesisir dan Kelautan. Pelabuhan Perikanan. Perdagangan Jasa. Zone Perdagangan dan Jasa. Zone Permukiman. Zone Pertanian Campuran No. BWK / LUAS 1 BWK I Luas =346 ha LINGKUP ADMINISTRASI Kec. Kejaksan - Kel Kesenden - Kel Kebon Baru Kec. Lemahwungkuk - Kel. Lemahwungkuk - Kel. Panjunan - Kel. Kesepuhan - Kel. Pegambiran FUNGSI Zone

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Encyclopedia, 8 Oktober https://en.wikipedia.org/wiki/indonesia, Artikel: Wikipedia Thre Free

BAB I PENDAHULUAN. Encyclopedia, 8 Oktober https://en.wikipedia.org/wiki/indonesia, Artikel: Wikipedia Thre Free BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau. 1 Untuk menghubungkan dan mengkoneksikan antara pulau satu ke pulau lain, maka diperlukan

Lebih terperinci

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI...... i 1. GEOGRAFI Tabel : 1.01 Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat Dan Kabupaten/Kota... 1 Tabel : 1.02 Jumlah Kecamatan Dan Desa Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011... 2 2. KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

OPD : DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA BARAT

OPD : DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA BARAT OPD : DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA BARAT Indikator Kode Dana/ Pagu Indikatif 1 URUSAN WAJIB 1 07 BIDANG PERHUBUNGAN 1 07 49 Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan 1 07 49 01 Persiapan

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM SEKTOR HOTEL DAN RESTORAN KOTA CIREBON Kondisi Umum dan Perekonomian Kota Cirebon.

IV. GAMBARAN UMUM SEKTOR HOTEL DAN RESTORAN KOTA CIREBON Kondisi Umum dan Perekonomian Kota Cirebon. 53 IV. GAMBARAN UMUM SEKTOR HOTEL DAN RESTORAN KOTA CIREBON 4.1. Kondisi Umum dan Perekonomian Kota Cirebon. 4.1.1. Kondisi Umum Kota Cirebon terletak pada posisi 108.33 derajat Bujur Timur dan 6.41 derajat

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON 110 BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON Pada Bab ini dilakukan analisis data-data yang telah diperoleh. Untuk mempermudah proses analisis secara keseluruhan, dapat

Lebih terperinci

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017 DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017 I. REALISASI INVESTASI PMA & PMDN 1. Total Realisasi Investasi PMA dan PMDN berdasarkan Laporan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029 BAB V RENCANA KAWASAN STRATEGIS PROVINSI 5.1. Lokasi dan Jenis Kawasan Strategis Provinsi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) memuat penetapan Kawasan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA CIREBON REKAPITULASI PER DINAS LAPORAN REALISASI ANGGARAN PERIODE 1 Januari s.d 30 Juni 2015

PEMERINTAH KOTA CIREBON REKAPITULASI PER DINAS LAPORAN REALISASI ANGGARAN PERIODE 1 Januari s.d 30 Juni 2015 NO SKPD PEMERINTAH KOTA CIREBON REKAPITULASI PER DINAS LAPORAN REALISASI ANGGARAN PERIODE 1 Januari s.d 30 Juni 2015 BELANJA TIDAK LANGSUNG (BTL) BELANJA LANGSUNG (BL) TOTAL PROSENTASE ANGGARAN REALISASI

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kelemahan strategi pembangunan ekonomi di masa lalu dan krisis ekonomi yang berkepanjangan, telah menimbulkan berbagai persoalan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata sebagai salah satu industri jasa ikut membantu meningkatkan perekonomian negara seiring dengan industri lainnya seperti pertanian, pertambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup termasuk manusia. Keberadaan air baik kualitas maupun kuantitas akan berpengaruh pada kehidupan manusia. Berdasarkan

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Dunia pariwisata Indonesia sempat

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Cirebon berada pada posisi ' BT dan 6 4' LS, dari Barat ke Timur 8

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Cirebon berada pada posisi ' BT dan 6 4' LS, dari Barat ke Timur 8 BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 2.1 Deskripsi Wilayah Kota Cirebon 1. Geografi Kota Cirebon merupakan salah satu Kota bersejarah yang memiliki keunikan yang khas. Kota Cirebon adalah bekas ibu Kota kerajaan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN DISTRIBUSI PANGAN RONI KASTAMAN DISAMPAIKAN PADA ACARA DISEMINASI LITBANG BAPEDA KOTA BANDUNG 29 NOPEMBER 2016

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN DISTRIBUSI PANGAN RONI KASTAMAN DISAMPAIKAN PADA ACARA DISEMINASI LITBANG BAPEDA KOTA BANDUNG 29 NOPEMBER 2016 EVALUASI KETERSEDIAAN DAN DISTRIBUSI PANGAN RONI KASTAMAN DISAMPAIKAN PADA ACARA DISEMINASI LITBANG BAPEDA KOTA BANDUNG 29 NOPEMBER 2016 ISSUE PEMBANGUNAN KOTA PERTUMBUHAN EKONOMI INFLASI PENGANGGURAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DAFTAR ISI DAFTAR ISI ii DAFTAR LAMPIRAN I iv DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dilapangan serta analisis yang dilaksanakan pada bab terdahulu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan konsep

Lebih terperinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci Rangkuman tentang Muatan Rencana Rinci Di Susun Oleh : Nama : Nadia Nur N. Nim : 60800114049 Kelas : C1 TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Provinsi Jawa Barat Kabupaten dan kota provinsi Jawa Barat berjumlah 26 kabupaten/kota yang terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota dengan 625 kecamatan dan 5.877 desa/kelurahan. Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

Grand Design Pembangunan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat

Grand Design Pembangunan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TENTANG: PENGELOLAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN METROPOLITAN & PUSAT PERTUMBUHAN DI JAWA BARAT Grand Design Pembangunan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Hal. DELINEASI WILAYAH 2 ISU DAN PERMASALAHAN 6 KEUNGGULAN WILAYAH 24 KONSEP AWAL PENGEMBANGAN 26

DAFTAR ISI. Hal. DELINEASI WILAYAH 2 ISU DAN PERMASALAHAN 6 KEUNGGULAN WILAYAH 24 KONSEP AWAL PENGEMBANGAN 26 DAFTAR ISI Hal. DELINEASI WILAYAH 2 ISU DAN PERMASALAHAN 6 KEUNGGULAN WILAYAH 24 KONSEP AWAL PENGEMBANGAN 26 KETERANGAN COVER: Asia Afrika dan Gedung Merdeka indonesia.travel Auditorium Sasana Budaya Ganesha

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN 63 BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN Pada bab IV ini akan disajikan secara berturut-turut mengenai analisa dan hasil penelitian meliputi : 4.1. Perekonomian Pulau Jawa saat ini 4.2. Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan Pulau Jawa yang termasuk dalam kelompok Kawasan Telah Berkembang di Indonesia, merupakan wilayah dengan perkembangan perekonomian yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN 2010-2029 I. UMUM Jawa Barat bagian Selatan telah sejak lama dianggap

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 30/05/Th. XIX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai

2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai BAB 2 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Serdang Bedagai pada prinsipnya merupakan sarana/alat

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 15/02/32/Th.XVII, 16 Februari 2014 TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA SUBANG JAWA BARAT KOTA SUBANG ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Subang merupakan ibukota Kecamatan Subang yang terletak di kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

Tabel 9.2 Target Indikator Sasaran RPJMD

Tabel 9.2 Target Indikator Sasaran RPJMD "Terwujudnya Kota Cirebon Yang Religius, Aman, Maju, Aspiratif dan Hijau (RAMAH) pada Tahun 2018" Tabel 9.2 Target Indikator Sasaran RPJMD Misi 1 Mewujudkan Aparatur Pemerintahan dan Masyarakat Kota Cirebon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk melakukan kegiatan ekonomi di dalamnya. Kota Bandung juga memiliki jumlah penduduk yang banyak,

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE C. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2015-2019 MISI 1. MEWUJUDKAN BOGOR KOTA YANG CERDAS DAN BERWAWASAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT Versi 23 Mei 2017 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. wilayah III (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) serta dikenal dengan

BAB. I PENDAHULUAN. wilayah III (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) serta dikenal dengan BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Cirebon adalah salah satu kota yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini berada dipesisir utara Jawa Barat dan termasuk ke dalam wilayah III (Cirebon,

Lebih terperinci

4 DINAMIKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT

4 DINAMIKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT 4 DINAMIKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT 4.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografi Aspek-aspek geografis yang meliputi posisi, susunan keruangan dan lokasi sangat menentukan langkah-langkah

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA GEOGRAFIS KABUPATEN BANGKA PKL Sungailiat PKW PKNp PKWp PKW PKW Struktur Perekonomian Kabupaten Bangka tanpa Timah Tahun 2009-2013 Sektor 2009 (%)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

BAB III Visi dan Misi

BAB III Visi dan Misi BAB III Visi dan Misi 3.1 Visi Pembangunan daerah di Kabupaten Bandung Barat, pada tahap lima tahun ke II Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) atau dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Malang 2014 SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH 1 Penjabaran dari Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJPD Provinsi Jawa Timur dengan memperhatikan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota oda perekonomian yang bergulir di Jawa Barat, selama tahun 2007 merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan Jabar.

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang 56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

REDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK

REDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) REDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : NOVAN

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Majalengka GAMBAR 4.1. Peta Kabupaten Majalengka Kota angin dikenal sebagai julukan dari Kabupaten Majalengka, secara geografis terletak

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan dicirikan dengan campuran yang rumit antara aktivitas jasa komersial dan permukiman (Rustiadi et al., 2009). Hal ini sejalan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM BIDANG INFRASTRUKTUR RPJMD DAN POTENSI PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR KABUPATEN CIREBON PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CIREBON 2015

KEBIJAKAN UMUM BIDANG INFRASTRUKTUR RPJMD DAN POTENSI PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR KABUPATEN CIREBON PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CIREBON 2015 KEBIJAKAN UMUM BIDANG INFRASTRUKTUR RPJMD DAN POTENSI PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR KABUPATEN CIREBON PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CIREBON 2015 GAMBARAN UMUM KABUPATEN CIREBON Indramayu Majalengka Kuningan

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan disahkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan direvisi menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Kota Kekerabatan Maja dan Masa Depan Oleh : Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Persoalan perumahan masih menjadi salah satu issue penting dalam pembangunan ekonomi mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci