DUA PULUH DUA (22) KETENTUAN INKONSTITUSIONAL DALAM RUU PENYELENGGARAAN PEMILU. Oleh: Adelline Syahda Veri Junaidi Adam Mulya B Mayang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DUA PULUH DUA (22) KETENTUAN INKONSTITUSIONAL DALAM RUU PENYELENGGARAAN PEMILU. Oleh: Adelline Syahda Veri Junaidi Adam Mulya B Mayang"

Transkripsi

1 KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF DUA PULUH DUA (22) KETENTUAN INKONSTITUSIONAL DALAM RUU PENYELENGGARAAN PEMILU Oleh: Adelline Syahda Veri Junaidi Adam Mulya B Mayang Konstitusi dan Demokrsi (KODE) Inisiatif Jakarta 2016 A. Ruang Lingkup tentang Pemilu 1 P a g e

2 Pemerintah telah menyerahkan Draft RUU Penyelanggaraan Pemilu kepada DPR pada 21 Oktober lalu. Draft ini merupakan penggabungan dari 4 undang-undang sekaligus, yaitu UU Pemda, UU Pileg, UU Pilpres dan UU Penyelenggara Pemilu yang kemudian disimplifikasi ke dalam satu draft UU Penyelenggaraan Pemilu. Draft ini terdiri dari buku ke satu hingga buku ke enam dengan 543 Pasal. Penyerahan draft ini kemudian ditindaklanjuti dengan dibentuknya Pansus oleh fraksi di DPR. Pembentukan didasarkan Pansus ini didasarkan atas asas proporsionalitas atau perolehan kursi parpol, dimaksudkan untuk memfokuskan pembahasan dalam waktu yang sangat terbatas ini. Dilihat dari jadwal sidang, saat ini DPR telah memasuki masa reses dan akan kembali bersidang pada 16 November nanti. Idealnya waktu panjang reses ini bisa dimanfaatkan untuk menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM) sebagai lanjutan dari draft usulan Pemerintah. Setidaknya 22 pasal krusial berpotensi melanggar konstitusi, yang ditemukan dari draft usulan Pemerintah ini. Pandangan potensial ini dilihat karena memang bertentangan dengan konstitusi UUD Sehingga nantinya apabila pasal ini dibiarkan keberadaannya, maka akan berakibat inkonstitusional jika dilakukan judisial review. Atau karena sebelumnya MK juga telah memberikan amar tidak memiliki kekuatan hukum mengikat yang sifatnya final and binding dan mestinya diadopsi dalam penyusunan draft RUU ini. Secara kuantitatif Kode Inisiatif telah menyisir ketentuan-ketentuan yang pernah diujikan oleh Pemohon kepada MK terkait dengan ketentuan dalam 3 UU, yaitu Pileg, Pilpres dan Penyelenggara. Hasilnya sangat menakjubkan, ketiga UU berkaitan dengan Pemilu ini menjadi UU dengan jumlah terbanyak yang pernah diuji materi kan ke MK. Tercatat ada 111 permohonan, 24 diantaranya diputus dengan amar dikabulkan. Terhadap amar dikabulkan ini kemudian akan berdampak pada penafsiran konstitusionalitas pasal yang diujikan. Apakah kemudian ketentuan ini diakomodir atau justru luput dari perhatian Pemerintah? Hal ini menjadi menarik untuk dilihat dalam draft RUU Penyelenggaraan Pemilu ini. Mestinya RUU ini mengacu pada apa yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, mengingat putusan MK harus dimaknai sebagai suatu perubahan konstitusi melalui jalur putusan pengadilan. Artinya jika Mahkamah telah memberikan putusan terhadap suatu pasal, maka hal ini harus dimaknai sebagai suatu perubahan terhadap pasal dalam konstitusi. Karena memang posisi MK sebagai lembaga penafsir konstitusi. B. Dua Puluh Dua (22) Pasal Inkonstitusional Pasal-pasal inkonstitusional yang dihidupkan kembali dalam RUU ini, telah menarik perhatian meskipun norma tersebut secara nyata tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 oleh MK. Pasal-pasal bermasalah itu kemudian dapat dikelompokkan ke dalam 9 kualifikasi yaitu : 1. penyelenggara, 2. syarat calon 3. sistem pemilu 4. keterwakilan perempuan 5. syarat parpol dalam pengajuan Calon Presiden/ Wapres 2 P a g e

3 6. Larangan kampanye pada masa tenang. 7. Ketentuan sanksi kampanye. 8. Waktu pemilu susulan/ lanjutan dan, 9. Putusan DKPP terkait etika penyelenggara pemilu. Jika diuraikan lebih lanjut dari 9 kelompok diatas, akan ditemukan 22 pasal inkonstitusional dalam RUU Penyelenggaraan pemilu. Pasal-pasal tersebut kemudian akan dijabarkan dalam tabel dibawah ini. Ketentuan-ketentuan bermasalah ini kembali menjadi pasal berulang yang selalu muncul dalam pembentukan dasar penyelenggaraan pemilu. Ketidaktertiban pembentuk UU ini pun patut menjadi sorotan bersama agar produk yang dihasilkan tidak selalu berpihak pada penguasa dan pemangku kepentingan semata. Namun lebih dari itu mengakomodir kepentingan masyarakat sebagai salah satu elemen penting dalam penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Berdasarkan hal itu, maka Kode Inisiatif memberikan rekomendasi terkait 22 Pasal Inkonstitusional dalam Draft RUU Penyelenggara pemilu sebagai berikut : 1. Terhadap seluruh pasal yang bertentangan dengan, maka harus disesuaikan bunyi ketentuannya sesuai dengan yang telah diputuskaan oleh Mahkamah Konstitusi. 2. Terhadap ketentuan/ Pasal dalam draft RUU Penyelenggara yang berpotensi melanggar UUD 1945, maka harus disesuaikan dengan pasal-pasal dalam UUD 1945 sebelum nantinya diuji di Mahkamah Konstitusi ketika UU ini nanti disahkan. Berikut adalah uraian pasal potensial langgar Konstitusi dalam Draft RUU Penyelenggara Pemilu : No Tema Ketentuan RUU Penyelengga raan Pemilu Tentang Konstitusi/ Putusan MK yang Dilanggar Argumentasi 1 Penyelenggara Pasal 89 ayat (1) huruf (b) Syarat usia paling rendah 45 tahun. Usia anggota KPU dan Bawaslu dinaikan, dimana sebelumnya berumur 35 Tahun (UU15/2011). Pasal 27, 28D (1,3), 28I (2) Pasal ini potensial di JR di MK. Pasal ini menimbulkan perlakuan yang tidak sama antar warga negara, dan menghambat kesempatan bagi setiap warga negara yang ingin berpartisipasi dalam pemerintahan, serta menimbulkan diskriminasi terhadap generasi muda. Logika bangunan pasal ini menghambat kaum muda untuk ikut serta dalam pemerintahan dalam hal ini menjadi penyelenggara pemilu. Dan segala warga negara berhak mendapat perlindungan atas perlakuan yang diskriminatif atas dasar apapun. 3 P a g e

4 Pasal 58 ayat (4) Pasal 30 ayat (3) Peraturan KPU sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam rapat dengar pendapat Anggota KPU/D, Prov/Kota yang mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima dan diberhentikan tidak hormat diwajibkan mengembalikan uang kehormatan sebanyak 2x lipat dari yang diterimanya. Pasal 22E ayat (5) No 80/PUU- IX/2011 independensi kemandirian KPU yang akan tergerus dengan adanya ketentuan konsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam pembentukan Peraturan KPU. Ketentuan ini juga muncul sama dengan UU Pilkada (10/16 Pasal 9 huruf a). Jika ketentuan ini tetap dibiarkan maka dari sisi efektifitas waktu akan ada perlambatan karena membutuhkan waktu ekstra untuk menyelesaikan konsultasi bersama DPR dan Pemerintah dalam pembentukan Peraturan KPU. MK telah menyatakan ketentuan ini inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap sepanjang frasa"...dengan alasan yang tidak dapat diterima" pada pasal 27 (3) pada UU Penyelenggara pemilu dan ketentuan pasal 27 (3) secara konstitusional tidak mengikat. Kemunculan ketentuan ini bukti bahwa Pemerintah tidak secara cermat memperhatikan putusan MK yang telah mencabut pemberlakuan pasal ini. Pasal 14 ayat (1) huruf (i) Mengundurkan diri dari keanggotaan parpol, jabatan politik, jabatan di pemerintahan, BUMN/BUMD pada saat mendaftar sebagai calon. No 81/PUU- IX-2011 putusan MK telah menyatakan bahwa frasa "...mengundurkan diri dari keanggotaan parpol...pada saat mendaftar" inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "sekurangkurangnya dalam jangka waktu 5 tahun telah mengundurkan diri dari keanggotaan parpol pada saat mendaftar sebagai calon 2 Syarat calon Pasal 209 ayat (1) huruf (k) mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, ASN, anggota TNI, Anggota Polri, Direksi, komisaris, Dewan pengawas dan karyawan pada BUMN/BUMD, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali. 28D (1) Pasal ini potensial di Uji kan di MK. ini merupakan syarat untuk mencalonkan sebagai anggota. Disatu sisi syarat ini sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam UU Pilkada (10/160 untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Namun disisi lain ketentuan ini kontradiktif dengan pengaturan dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu ini tentang syarat mencalonkan diri menjadi Calon Presiden/ Wapres. Pada ketentuan ini dikecualikan untuk mundur. sehingga tidak akan ada kepastian hukum dan perlakuan yang sama. 4 P a g e

5 Pasal 140 ayat (1) 3 Sistem pemilu Pasal 138 ayat (2) pejabat negara yang dicalonkan oleh parpol atau gabungan parpol sebagai calon Pres atau calon wapres harus mengundurkan diri dari jabatannya kecuali, Presiden/Wapres, Gubernur, wakil gubernur, Bupati, wakil Bupati, Walikota, wakil walikota Pemilihan anggota DPRD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka terbatas 28D (1) putusan MK No 22/PUU- IV-2008, Pasal 27 ayat (1) Pasal 28D ayat (3) Pasal ini Potensial di JR ke MK. ini merupakan syarat untuk mencalonkan sebagai capres dan cawapres. Ketentuan ini memberikan perlakuan khusus bagi Presiden, Wapres dan Kepala daerah untuk tidak mundur dari jabatan nya jika ingin maju dalam bursa pencalonan. Hal ini bertentangan dengan ketentuan UU Pilkada yang mengharuskan Kada mundur pada saat ingin mencalonkan di daerah lain dengan cuti kampanye. dan ini juga kontradiktif dengan ketentuan dalam UU yang sama tentang pencalonan Caleg yang harus mundur. Kenapa untuk Capres Cawapres jabatan ini dieksklusifkan tidak harus mundur, sementara menjadi caleg harus mundur? terdapat ketidakkonsistenan berfikir dalam penyusunan norma tersebut. Bagaiman jika posisi Presiden disini adalah Incumbent/Petahana yang kemudian dicalonkan lagi? ini tentu akan sarat dengan politisasi dan pemanfaatan jabatan. Pasal ini akan menimbulkan perlakuan yang berbeda karena terjadi kontradiksi antar pasal dan akan menimbulkan ketidakpastian hukum. hal ini bertentangan dengan putusan MK yang telah menyatakan bahwa dasar penetapan calon terpilih adalah berdasarkan calon yang mendapatkan suara terbanyak secara berurutan bukan atas dasar nomor urut terkecil yang telah ditetapkan oleh partai. karena hal ini akan memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai dengan pilihannya dan mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih berdasarkan jumlah suara terbanyak. Pasal 318 ayat (2) Surat suara dimaksud pada pasal 317 ayat (1) huruf (b) untuk calon anggota DPR,DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota memuat tanda gambar partai politik, nomor urut partai politik dan nomor urut dan nama calon anggota DPR,DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota untuk setiap pemilihan 22/PUU- VI/2008 ketentuan ini sangat kontradiktif. Disatu sisi dijelaskan bahwa surat suara memuat tanda gambar dan nomor urut parpol serta nama dan nomor urut caleg, namun pada saat pencoblosan diarahkan untuk mencoblos satu kali pada tanda gambar atau nomor urut. suara sah pun dinilai dari pencoblosan pada tanda gambar atau nomor urut partai. Akibatnya apabila ada pemilih yang kemudian memilih satu kali tidak pada tanda gambar atau nomor urut partai atau pemilih mencoblos pada nomor urut atau nama caleg, maka suara ini dianggap tidak sah, suara masyarakat menjadi terbuang. secara konstitusional ini pun telah melanggar 5 P a g e

6 4 Keterwakilan Perempuan pasal 329 ayat 1 (b) pasal 362 ayat (2) pasal 390 ayat (2) Pasal 401 Penjelasan Pasal 214 ayat (2) mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik untuk pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota suara untuk pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota dinyatakan sah apabila : (b). Tanda coblos pada nomor atau tanda gambar partai politik berada pada kolom yang disediakan hasil pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota terdiri atas perolehan suara partai politik serta perolehan suara calon anggota DPD Penetapan calon terpilih anggota legislatif berdasarkan perolehan kursi parpol berdasarkan nomor urut calon sesuai urutan yang tercantum pada surat suara. didalam setiap balon sebagaimana pada ayat (1), setiap 3 orang balon terdapat sekurangkurangnya (1) orang perempuan balon. Penjelasan : dalam setiap 3 balon, balon perempuan dapat ditempatkan pada urutan 1 atau 2 atau 3 dan demikian seterusnya, tidak hanya pada nomor urut 3,6 dan seterusnya. 20/PUU-XI- 2013, Pasal 28H ayat (2) hak suara atau daulat rakyat. dan telah juga diputus oleh MK. pada putusan ini, MK menyatakan harus didasarkan pada suara terbanyak sesuai dengan pilihan masyarakat. bahwa untuk menjamin keterwakilan perempuan dilembaga perwakilan sebagai implemetasi dari kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama guna mencapai keadilan dan persamaan. Maka frasa " atau " dalam penjelasan harus dimaknai kumulatif alternatif menjadi "dan/atau" dan mengahpaus keberlakuan" tidak hanya pada nomor urut 3,6 dan seterusnya". Putusan ini telah secara otomatis merubah bunyi ketentuan Penjelasan Pasal 56 ayat (2) UU 8/12 menjadi "dalam setiap 3 balon, balon perempuan dapat ditempatkan pada urutan 1, dan/atau 2, dan/atau 3 dan demikian seterusnya". Artinya bakal calon perempuan tidak hanya terbatas hanya 1 calon pada setiap 3 bakal calon, minimal adalah 1 calon, ini artinya bisa lebih dari 1. 6 P a g e

7 5 Syarat parpol dalam pengajuan calon Presiden Pasal 190 Pasal 192 pasangan Calon yang diusulkan oleh Parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR/ memeperoleh 25% dari suara sah nasional pada pemilu Anggota DPR sebelumnya. Parpol peserta pemilu yang tidak menjadi peserta pemilu sebelumnya dalam mengusung pasangan calon wajib bergabung dengan partai yang ikut pada pemilu sebelumnya 14/PUU-XI ketetuan ini bertentangan dengan semangat pelaksanaan pemilihan umum serentak antara Pileg dan Pilpres pada 2019 nanti sesuai dengan. Apabila suatu partai politik dinyatakan lolos verifikasi untuk menjadi peserta pemilihan umum, maka semestinya secara langsung juga berhak untuk menjadi peserta pada pengusulan calon Pres dan wapres. Angka 20% atau 25% inipun didasarkan pada pemilihan sebelumnya yaitu tahun sehingga menghilangkan kesempatan untuk partai politik tertentu yang tidak mencukupi ambang batas atau bagi partai politik baru yang tidak ikut pada pemilihan periode sebelumnya, jika ingin mengusulkan maka harus bergabung dnegan partai yang ikut periode sebelumnya untuk mencapai kuota tersebut. Pasal 395 ayat (1) Pasangan calon presiden terpilih adalah pasangan calon yang memeperoleh suara 50% dari jumlah suara dalam pemilu Presiden dan Wapres dengan sedikitnya 20% suara disetiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ jumlah provinsi di Inodnesia 50/PUU- XII/2014 Pasal ini inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai tidak berlaku untuk Pasangan capres dan cawapres yang hanya terdiri dari 2 pasangan jika hanya ada 2 pasangan Capres dan Cawapres maka yang terpilih adalah yang pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak sebagaimana yang dimaksud pada 6A ayat (4) UUD Sehingga tidak perlu pemilihan langsung kedua oleh rakyat. Prinsipnya adalah bahwa presiden yang terpilih adalah yang memeperoleh suara terbanyak/legitimasi kuat dalam hal hanya ada 2 paslon. Pasal 203 ayat (5) dalam hal parpol atau gabungan parpol tidak mengajukan pasangan calon maka parpol bersangkutan dikenakan sanksi tidak mengikuti pemilu berikutnya pasal 28D pasal ini sangat berpotensial akan di JR ke MK. Parpol yang tidak mengajukan calon akan di sanksi, mencalonkan atau tidak merupakan bagian dari hak politik dari partai politik. Sehingga tidak fair jika di sanksi. Dan ini juga kontraproduktif dengan pengaturan di UU Pilkada. Jika pengaturan di UU Pilkada (10/2016) tidak dilarang kenapa kemudian pengaturan di UU Penyelenggara Pemilu berbeda? Ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan pengaturan berbeda yang saling kontradiktif. 7 P a g e

8 6 larangan kampanye pada masa tenang pasal 428 ayat (2) (6) Pengumuman hasil survey atau jajak pendapat sebagaimana dimakksud pada ayat (1) dilarang dilakukan pada masa tenang. Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2),(4),(5) merupakan tindak pidana pemilu 24/PUU- XII/2014 bahwa jajajk pendapat / survey maupun penghitungan cepat hasil pemungutan suara dengan menggunakan metode ilmiah adalah bentuk pendidikan, pengawasan dan penyeimbang dalam proses penyelenggaraan negara dalam hal pemilu. Sehingga pelanggaran terhadap hasil survey yang diumumkan pada masa tenang bukanlah termasuk pada karegori tindak pidana pemilu dan sanksi pidananya pun menjadi tidak relevan lagi diterapkan.putusan MK telah menyatakan bahwa larangan terhadap hasil survey yang diumumkan pada masa tenang bukanlah termasuk pada kategori tindak pidana pemilu. 7 ketentuan mengenai sanksi kampanye pasal 483 pasal 254 ayat (5) pasal 264 setiap orang yang mengumukan hasil survey atau jajak pendapat tentang pemilu dalam masa tenang sebagaimana yang dimaksud pada paal 428 ayta (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak 12 juta. media cetak dan lembaga penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama masa tenang dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan kampanye pemilu yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu KPU dalam merumuskan peraturan tentang pemberitaan penyiaran iklan kampanye pemilu dan pemeberian sanksi berkoordinasi dengan KPI dan Dewan Pers 99/PUU-VII /PUU-VI ketentuan mengenai sanksi pidana atas pasal larangan publikasi pada masa tenang yang masuk kualifikasi tindak pidana pemilu ini tidak relevan dan dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah. frasa larangan menyiarkan berita telah diputuskan inkonstitusional oleh MK. Karena berita menjadi bagian dari setaip warga negara untuk mendapatkan informasi yang seluasluasnya yang dijamin dalam pasal 28F UUD 1945 dan mengetahui kualitas calon yang akan dipilih dan akan berpengaruh pada peningkatan kualitas demokratis/pilihan rakyat.. telah menyatakan bahwa dalam hal pemberian sanksi dengan pelibatan KPI dan Dewan Pers telah dinyatakan inkonstitusional karena mencampur adukkan kewenangan dalam penjatuhan sanksi kepada pelaksanan kampanye. Namun dalam pengaturan ini masih saja melibatkan usulan KPI dan Dewan Pers 8 P a g e

9 8 waktu pemilu lanjutan/susul an pasal 412 ayat (3) 9 Putusan DKPP pasal 437 ayat (12) dalam hal pemilu tidak dapat dilaksanakan di 40% jumlah provinsi atau 50% dari jumlah pemilih terdaftar secara nasional tidak dapat menggunakan hak untuk memilih, penetapan pemilu lanjutan atau pemilu susulan dilakukan oleh Presiden atas usulan KPU. putusan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (10) bersifat final dan mengikat. (putusan DKPP berupa sanksi / rehabilitasi terkait pelanggraan etik oleh penyelenggra) pasal 22E ayat (5) 31/PUU-XI Mengenai penetapan waktu pemilu lanjutan/susulan dilakukan oleh Presiden atas usul KPU. Hal ini bertentangan dengan Pasal 22E ayat (5) tentang sifat penyelenggraan pemilu yang salah satunya mandiri. Yang diantisipasi adalah ketika Presiden tersebut menjadi Incumbent/ Petahana. sifat final dan mengikat putusan DKPP terhadap pelanggran etik penyelenggara Pemilu ini telah dinyatakan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai "putusan sebagaimana final dan mengikat bagi Presiden, KPU/KPU Provinsi, KPU Kabupaten Kota dan Bawaslu" Melengkapi identifikasi di atas, berikut disajikan rentang yang telah dikaji secara kuanititaif dengan amar dikabulkan terkait pengujian UU Pemilu, Pemilu Presiden dan UU Penyelenggara Pemilu. Dari tabel dibawah ini dapat dilihat sejauh mana putusan MK kemudian diitindaklanjuti oleh Pemerintah dan DPR dalam tahapan legislasi atau proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Apakah kemudian dengan amar dikabulkan seperti dibawah ini kemudian diadopsi dalam bentuk kebijakan baru yang setara UU atau dibawah UU, atau justru tidak ditindak lanjuti sama sekali. No No putusan UU diujikan 1 17/PUU-I-2003 Pemilu (12/2003) Isu Amar Keterangan Syarat anggota DPR,DPD dan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, Bukan bekas anggota organisasii PKI atau ormas atau bukan yang terlibat langsung amupun tidak langsung dalam G 30 S PKI / Pasal 60 huruf (g) Mahkamah menyatakan pasal ini inkonstitusional karena merupakan bentuk dari pengingkaran terhadap Hak asasi Warga negara atau diskriminasi atas adasar keyakinan politik, dan oleh karena itu bertentangan dangan hak asasi yang dijamin oleh UUD (Pasal 27, Pasal 28D (1,3) Pasal 28I (2) UUD Sehingga ketentuan ini tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 9 P a g e

10 2 11/PUU-I-2003 Pemilu (12/2003) 3 12/PUU-VI-2008 Pemilu (10/2008) 4 22/PUU-VI-2008 dan 24/PUU-VI Pemilu (10/2008) Syarat anggota DPR,DPD dan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, Bukan bekas anggota organisasii PKI atau ormas atau bukan yang terlibat langsung amupun tidak langsung dalam G 30 S PKI / Pasal 60 huruf (g) Memiliki kursi di DPR-RI hasil oeilu 2004 / pasal 316 huruf (d) Penetapan calon terpilih Anggota DPR, DPRD Provini, Kabupaten, Kota dari Parpol atau gabungan Parpol didasarkan pada perolehan kursi parpol/ gabungan parpol peserta pemilu disuatu daerah pemilihan. / Pasal 214 huruf (a,b,c,d,e) Mahkamah menyatakan pasal ini inkonstitusional karena merupakan bentuk dari pengingkaran terhadap Hak asasi Warga negara atau diskriminasi atas adasar keyakinan politik, dan oleh karena itu bertentangan dangan hak asasi yang dijamin oleh UUD (Pasal 27, Pasal 28D (1,3( Pasal 28I (2) UUD Sehingga ketentuan ini tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Ketentuan ini dinyatakan inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena Mahkamah berpandangan justru menunjukkan perlakuan yang tidak sama dan tidak adil terhadap sesama parpol peserta pemilu 2004 yang tidak memenuhi ambang ET. Perlakuan yang tidak adil pada partai yang memiliki kedudukan sama. (Pasal 28I ayat (2) 27 ayat (1), 28D (1) UUD Soal penetapan calon terpilih adalah calon yang mendapat diatas 30% dari BPP, atau menempati nomor urut lebih kecil, jika tidak ada yang memeperoleh 30% dari BPP, atau yang menempati nomor urut lebih kecil jika yang memperoleh 30% dari BPP lebih dari jumlah kursi proporsional yang diperoleh suatu parpol peserta pemilu adalah inkonstitusional. Mahkamah berpandangan dengan diberikannya hak pemilihan kepada rakyat secara langsung untuk memilih menentukan pilihannya terhadap caleg, kemenangan calon untuk terpilih tidak digantungkan pada parpol tp sejauh mana besaram dukungan suara rakyat yang diberikan kepada calon. Artinya dasar penetapan calon terpilih adalah berdasarkan calon yang mendapat suara terbanyak secara berurutan bukan atas dasar nomor urut terkecil yang telah ditetapkan. Karena akan memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai dengan pilihannya dan mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih berdasarkan jumlah suara terbanyak. (pengadopsian pasal 27 ayat (1), 28D (3) UUD P a g e

11 6 32/PUU-VI-2008 Pemilu (10/2008) 7 4/PUU-VII-2009 Pemilu (10/2008) 8 9/PUU-VII-2009 Pemilu (10/2008) 9 27/PUU-VIII P a g e Pemilu (10/2008) 10 52/PUU-X-2012 Pemilu Soal penjatuhan sanksi yang diberikan oleh KPI atau Dewan Pers atas pelanggaran berdasarkan ketentuan pasal/ Pasal 98 (2,3,4), 99 (1,2) tentang persyaratan tidak pernah dijatuhi pidana penjara/ Pasal 12 huruf (g), 51 ayat (1) huruf (g) pengumuman hasil penghitungan suara cepat hanya dibolehkan paling cepat satu hari berikutnya dari hari pemungutan suara/ pelanggaran terhadap ketentuan ini merupakn tindak pidana pemilu/ Pasal 245 (2),(3), 282, 307 calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota / Pasal 218 (3) ambang perolehan batas suara Ketentuan atau dalam pasal ini bersifat alternatif sehingga akan menimbulkan tafsir yang berbeda dalam penjatuhan sanksi. Rumusan pasal ini mencampur adukkan kedudukan dan kewenangan KPI dan Dewan Pers dengan kewenangan KPU dalam menjatuhkan sanksi kepada pelaksana kemapanye pemilu, menurut mahkamah ini dapat menimbukan kerancuan dan ketidakpastian hukum sehingga dinyatakan inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. / in konstitusional bersyarat / conditionally constitusional Pasal ini dinyatakan tidak memiiki kekuatan gukum mengikat dan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai: Tidak untuk jabatan publik yang dipilih, berlaku terbatas jangka waktu untuk jabatan yang hanya selama 5 tahun sejak terpidana selesai menjalani hukumannya, dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara jujur dan terbuka mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana, bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang. Ketentuan ini dinyatakan inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena bertentangan dengan hakikat pengitungan cepat, dan menghambat hasrat serta hak seseorang untuk tahu. Pelanggaran terhadap pengumuman hasil hitung cepat yang diumukan pada hari pemungutan suara bukanlah termasuk pada karegori tindak pidana pemilu karena tidak relevan lagi dinyatakan sebagai tindak pidana pemilu.dan sanksi pengaturannya pun tidak beralasan Pasal ini dinyatakan bertentangan sepanjang tidak dimaknai sepanjang frasa Daftar Calon Tetap dimaknai tidak mencakup calon pengganti yang diajukan oleh parpol, yang memiliki kursi di DPR, DPRD Prov / Kab/Kota dalam hal yang tidak terdapat lagi calon yang terdaftar dalam DCT. PT hanya berlaku untuk DPR, tidak utuk DPRD Prov/Kab Kota

12 11 20/PUU-XI-2013 Pemilu (8/2012) 12 24/PUU-XII (8/2012) parpol / Pasal 8 (1) Pemilu (8/2012) penempatan urutan bakal calon perempuan/ Pasal 56 (2) pengumuman hasil survey atau jajak pendapat tentang pmilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dilakukan pada masa tenang/pengumum an prakiraan hasil penghitungan cepat pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 jam setelah selesai pemungutan/ pelanggaran terhadap pasal tersebut merupakan tindak pidana pemilu/ jika diumumkan pada masa tenang, maka akan dipidana kurungan paling lama 1 tahun paling dan denda paling banyak 12 juta/ Pasal 247 (2),(5),(6), 291, 317 (1,2) bahwa untuk menjamin keterwakilan perempuan dilembaga perwakilan sebagai implemetasi dari kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama guna mencapai keadilan dan persamaan. Maka frasa " atau " dalam penjelasan harus dimaknai kumulatif alternatif menjadi "dan/atau" dan mengahpus keberlakuan" tidak hanya pada nomor urut 3,6 dan seterusnya". Putusan ini telah secara otomatis merubah bunyi ketentuan Penjelasan Pasal 56 ayat (2) UU 8/12 menjadi " dalam setiap 3 balon, balon perempuan dapat ditempatkan pada urutan 1, dan/atau 2, dan/atau 3 dan demikian seterusnya" bahwa jajajk pendapat / survey maupun penghitungan cepat hasil pemungutan suara dengan menggunakan metode ilmiah adalah bentuk pendidikan, pengawasan dan penyeimbang dalam proses penyelenggaraan negara dalam hal pemilu. Sehingga pelanggaran terhadap hasil survey yang diumumkan pada masa tenang bukanlah termasuk pada karegori tindak pidana pemilu dan sanksi pidananya pun menjadi tidak relevan lagi diterapkan 12 P a g e

13 13 98/PUU-VII /PUU-VII /PUU-VII Pemilu Pres dan Wapres (42/2008) Pemilu Pres dan Wapres (42/2008) Pemilu Pres dan Wapres (42/2008) hasil survey/ jajak pendapat tidak boleh diumumkan dan atau disebarluaskan pada masa tenang/hasil penghitungan suara cepat dapat diumumkan dan atau disebarluaskan pad ahari berikutnya/ pelanggaran terhadap pasal ini merupakan tindak pidana pemilu/akan dipidana penjara paling singka 3 bulan paling lama 12 bulan dan denda paling sedikit 3 juta dan paling banyak 12 juta. / Pasal 188 (2),(3), 228, 255 Media masa cetak dan lembaga penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama amsa tenang dilarang menyiarkan berita,iklan, rekam jejak pasangan calon atau bentuk lainnya yang mengarahkan pada kepentingan kampanye yg menguntungkan/ merugikan paslon/ Pasal 47 (5), 56 (2,3,4) Daftar pemilih tetap pemilu/ Pasal 28, 111 Mahkamah menilai pengumuman hasil survey tidak inkonstitusional sepanjang tidak berkaitan dengan rekam jejak atau bentuk lain yang dapat merugikan atau menguntungkan salah satu calon. Berkaitan dnegan hasil quick count mahkamah menilai hal ini tidak sesuai hakikat penghitugan cepat, maka ketentuan sanksi pun menjadi tidak relevan lagi. Sepanjang frasa larangan menyiarkan berita telah diputuskan inkonstitusional oleh MK. Karena berita menjadi bagian dari setaip warga negara untuk mendapatkan informasi yang seluas-luasnya yang dijamin dalam pasal 28F UUD 1945 dan mengetahui kualitas calon yang akan dipilih dan akan berpengaruh pada peningkatan kualitas demokratis/pilihan rakyat. Warga yang tidak terdaftar dalam DPT dapat memilih dengan KTP/KK. 13 P a g e

14 16 14/PUU-XI-2013 Pemilu Pres dan Wapres (42/2008) 17 22/PUU-XII /PUU-XII /PUU-VII Pemilu Pres dan Wapres (42/2008) Pemilu Pres dan Wapres (42/2008) Pemilu (10/2008) Pemilu presiden dan wakil presiden dilaksanakan setelah pemilu DPR, DPDdan DPRDkarena Presiden dan Wakil Presiden dilantik oleh MPR / Pasal 3 (5), 9, 12 (1,2), 14 (2), 112 anggota TNI dan Polri tidak menggunakan hak pilih/ Pasal 260 pasangan calon yang terpilih adalah pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilu Pres/Wapres dengan sedikitnya 20% suara disetiap provinsi yang tersebar lebih dari ½ jumlah provinsi di Indonesia./ Pasal 159 ayat (1) penentuan sisa kursi tahap dua/ 205 (4) / condotionally constitusional Mahkamah menilai penyelenggaraan Pilpres dan Pileg secara serentak akan lebih efisien sehingga pembiayaan penyelenggraan lebih menghemat uang negara yang berasal dari pembayar pajak dan hasil eksploitasi alam, keserentakan akan mengurangi pemborosan waktu dan gesekan horizontal dimasyarakat. Sehingga pilpres dan pileg yang tidak serentak tidak sejalan dengan prinsip kontitusi. Pilpres dan Pileg dilaksanakan serentak adalah setelah Menyatakan inkonstitusional pasal yang menyatakan TNI dan Polri tidak memiliki hak Pemilihan untuk Tahun Bahwasanya TNI dan Polri tidak memiliki hak politik untuk netralitas dan stabilitas penyelenggaraan pemilu. Sehingga keduanya tidak diikutkan dalam baik untuk memilih ataupun dipilih. Pasal ini inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai tidak berlaku untuk Pasangan capres dan cawapres yang hanya terdiri dari 2 pasangan jika hanya ada 2 pasangan Capres dan Cawapres maka yang terpilih adalah yang pasangan calon yang memeperoleh suara terbanyak sebagaimana yang dimaksud pada 6A ayat (4) UUD Sehingga tidak perlu pemilihan langsung kedua oleh rakyat. Prinsipnya adalah bahwa presiden yang terpilih adalah yang memeperoleh suara terbanyak/legitimasi kuat dalam hal hanya ada 2 paslon. Penghitungan tahap kedua untuk penetapan perolehan kursi bagi partai politik peserta pemilu dinilai konstitusional sepanjang dimaknai : (1) menentukan kesetaraan 50% suara sah dari angka BPP yaitu 50% dari angka BPP di setaiap daerah pemilihan anggota DPR, (2) membagikan sisa kursi pada setiap pemilihan anggota DPR 14 P a g e

15 20 81/PUU-IX-2011 Penyelengg ara Pemilu (15/2011) frasa "mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik,. Pada saat mendaftar sebagai calon" serta PAW anggota DKPP / Pasal 14 ayat (1) huruf (i) putusan MK telah menyatakan bahwa frasa "...mengundrkan diri dari keanggotaan parpol...pada saat mendaftar" inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum sebagai calon"mengikat sepanjang tidak dimaknai "sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 tahun telah mengundurkan diri dari keanggotaan parpol pada saat mendaftar sebagai calon 22 31/PUU-XI-2013 Penyelengg ara Pemilu (15/2011) 23 80/PUU-IX/2011 Penyelengg ara Pemilu (15/ /PUU-VIII Penyelengg ara Pemilu (22/2007) tentang rapat Pleno,pengambilan keputusan yang sifatnya final bagi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara / Pasal 112 ayat (12 anggota KPU mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima dan dikenakan sanksi denda 2x lipat / Pasal 27 ayat (1) huruf (b) dan 27 ayat (3) Anggota panwaslu provinsi ditetapkan dengan keputusan Bawaslu sebanyak 6 (enam) orag sebagai Panwaslu Provinsi terpilih setelah melalui uji kelayakan dan kepatutan. (pasal 93, 94,95) Frasa bersifat final dan mengikat pada keputusan DKPP terkait pelanggaran etik penyelenggara Pemilu dimaknai Final dan mengikat bagi Presiden, KPU, KPU Provinsi Kabupaten Kota dan Bawaslu dikabulkan ini menyatakan frasa...dengan alasan yang tidak dapat diterima dalam pasal 27 ayat (1) huruf (b) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD Dan pasal 27 ayat (3) bertentangan dengan UUD Karena menurut mahkamah sama saja dengan menghalang-halangi seseorang untuk upaya memajikan dirinya yang merupakn kebebasan setiap warga negara. ini menyatakan frasa...diusulkan oleh KPU Provinsi kepada Bawaslu sebanyak 6 (enam) orang untuk selanjutnya... bertentangan dengan UUD 1945, sehingga berbunyi Anggota panwaslu provinsi ditetapkan dengan keputusan Bawaslu sebanyak 3 (tiga) orag sebagai Panwaslu Provinsi terpilih setelah melalui uji kelayakan dan kepatutan. (Begitu untuk pasal 93,94,95) 15 P a g e

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA NO NO. PUTUSAN TANGGAL ISI PUTUSAN 1 011-017/PUU-I/2003 LARANGAN MENJADI ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI, DAN DPRD KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

ADVOKASI HUKUM SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN IDA BUDHIATI ANGGOTA KPU RI

ADVOKASI HUKUM SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN IDA BUDHIATI ANGGOTA KPU RI ADVOKASI HUKUM SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN IDA BUDHIATI ANGGOTA KPU RI 2012-2017 KEPASTIAN HUKUM PILKADA UU NOMOR 8 TAHUN 2015 PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pasal 7 huruf r Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian dan menguraikan tiga permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 21 Mei 2008 Pokok

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 17 Februari 2016; disetujui: 25 Februari 2016

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 17 Februari 2016; disetujui: 25 Februari 2016 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XIII/2015 Mengenai Hak Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada Dan Implikasinya Bagi Pengisian Jabatan Jabatan Publik Lainnya Oleh : Achmadudin Rajab

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016 URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016 Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Pemilu (RUU Kitab

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PUTUSAN. RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008 atas Pengujian Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 110,111,112,113/PUU-VII/2009 tanggal 7 Agustus 2009 atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada I. PEMOHON Dani Muhammad Nursalam bin Abdul Hakim Side Kuasa Hukum: Effendi Saman,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Yuda Kusumaningsih (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden I. PEMOHON Partai Islam Damai Aman (Partai IDAMAN) Ramdansyah diwakili

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online KONSTITUSIONALITAS KETENTUAN KONSULTASI YANG MENGIKAT BAGI PENYELENGGARA PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 19 Juni 2016; disetujui: 8 Agustus 2016 Pasal 9 huruf a dan Pasal 22B huruf a dalam

Lebih terperinci

2 inkonsistensi dan menyisakan sejumlah kendala apabila dilaksanakan, sehingga perlu disempurnakan. Beberapa penyempurnaan tersebut, antara lain: a. P

2 inkonsistensi dan menyisakan sejumlah kendala apabila dilaksanakan, sehingga perlu disempurnakan. Beberapa penyempurnaan tersebut, antara lain: a. P TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Perubahan.(Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014

BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 SUMATERA JAVA KALIMANTAN Disampaikan pada: IRIAN JAYA Rapat Koordinasi Nasional dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 101, 2011 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMBERHENTIAN, DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.773, 2015 BAWASLU. Pemilihan Umum. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIV/2016 Konstitusinalitas KPU Sebagai Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah Pada Rezim Pemilihan Kepala Daerah Bukan Pemilihan Umum I. PEMOHON 1. Muhammad Syukur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (3) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Sebelumnya telah dikemukakan Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) untuk Pemilu

Lebih terperinci

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 131/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Ketidakpastian hukum norma-norma UU Pemilu Legislatif I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira;

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan

Lebih terperinci

Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, serta Pelaksanaan Cuti Pejabat Negara dalam Kampanye Pemilu

Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, serta Pelaksanaan Cuti Pejabat Negara dalam Kampanye Pemilu BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD TAHUN 2014 SUMATERA Disampaikan pada: Rapat KALIMANTAN Koordinasi Nasional dalam rangka Pemantapan

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji: Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-VI/2008 tanggal 30 Desember 2009 atas Undang-undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XVI/2018 Masa Jabatan Pimpinan MPR dan Kewajiban Badan Anggaran DPR Untuk Mengonsultasikan dan Melaporkan Hasil Pembahasan Rancangan UU APBN Kepada Pimpinan DPR

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN

Lebih terperinci

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

SINERGI PEMERINTAH DALAM RANGKA MENDUKUNG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PILKADA SERENTAK TAHUN 2015

SINERGI PEMERINTAH DALAM RANGKA MENDUKUNG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PILKADA SERENTAK TAHUN 2015 Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia SINERGI PEMERINTAH DALAM RANGKA MENDUKUNG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PILKADA SERENTAK TAHUN 2015 Oleh: DR. SUMARSONO, MDM Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM Surakarta, 26 Agustus 2017 KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM Disampaikan oleh: Dr. Drs. Bahtiar, M.Si. DIREKTUR POLITIK DALAM NEGERI DIREKTORAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.792, 2013 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pemberian Keterngan. Perselisihan Hasil Pemilu. MK. Bawaslu. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat I. PEMOHON 1. Rahadi Puguh Raharjo, SE. (Pemohon I); 2. Ma mun Murod, SH. (Pemohon II); 3. Mutaqin (Pemohon

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at

Muchamad Ali Safa at Muchamad Ali Safa at FUNGSI DAN TUJUAN Fungsi: sarana perwujudan kedaulatan rakyat; Tujuan menghasilkan wakil rakyat (anggota DPR, DPD dan DPRD) yang aspiratif, berkualitas, dan bertanggung jawab ASAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

Naskah diterima: 29 Desember 2015; disetujui: 11 Januari 2015

Naskah diterima: 29 Desember 2015; disetujui: 11 Januari 2015 Adakah Cara Lain Untuk Mengoreksi Hasil Keputusan KPU Provinsi/Kabupaten/Kota Pada PILKADA Selain Perselisihan Hasil Pemilihan Di Mahkamah Konstitusi? Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 29 Desember

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan I. PEMOHON 1. Syamsul Bachri Marasabessy 2. Yoyo Effendi II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 10 September 2015; disetujui: 16 September 2015 Pasangan Calon Tunggal Dalam Pilkada Pelaksanaan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM DAN PENGGANTIAN CALON TERPILIH

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat I. PEMOHON 1. PT. Indikator Politik Indonesia, diwakili oleh Burhanuddin, selaku Direktur Utama, sebagai Pemohon I;

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016 Bagaimanakah Netralitas Pegawai Negeri Sipil Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIII/2015 Dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PUU-XII/2014 Terkait Syarat Pencalonan Bagi Pegawai Negeri

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JATENG DAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KUDUS TAHUN 2018

MEKANISME PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JATENG DAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KUDUS TAHUN 2018 MEKANISME PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JATENG DAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KUDUS TAHUN 2018 Disampakain pada acara Jogja Campus Fair Keluarga Kudus Yogyakarta 28 JANUARI 2018 Oleh

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 d. bahwa berdasarkan pada ketentuan tersebut pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang pedoman teknis verifikasi syarat calon pengganti antarwaktu Anggota

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 124, Pasal 128, dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Ba

2017, No b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 124, Pasal 128, dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Ba No.1892, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Bawaslu Provinsi. Bawaslu Kab/Kota. Panwaslu Kecamatan. Panwaslu Kelurahan/Desa. Panwaslu LN. Pengawas TPS. Pembentukan, Pemberhentian, dan Penggantian

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya I. PEMOHON 1. Megawati Soekarnoputri dan Tjahjo Kumolo, selaku Ketua Umum Partai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON 1. H. Patrice Rio Capella, S.H., Pemohon I; 2. Ahmad Rofiq, S.T., Pemohon

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Lebih mudah cara menghitung perolehan kursi bagi partai politik (parpol) peserta pemilu 2014 dan penetapan calon

Lebih terperinci

BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016

BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016 BAHAN RATAS RUU PENYELENGGARAAN PEMILU SELASA, 13 SEPTEMBER 2016 NO. ISU STRATEGIS URAIAN PERMASALAHAN USULAN KPU 1. Penyelenggara - KPU dalam relasi dengan lembaga lain terkesan ditempatkan sebagai subordinat.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUUXIII/2015 Ketentuan Tidak Memiliki Konflik Kepentingan Dengan Petahana dan Keharusan Memberitahukan Pencalonannya Kepada Pimpinan Dewan Bagi Anggota DPR, DPD,

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap I. PEMOHON Erwin Arifin, SH., MH. Kuasa Hukum Sirra Prayuna, SH., Badrul

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh I. PEMOHON Ir. H. Abdullah Puteh. Kuasa Hukum Supriyadi Adi, SH., dkk advokat

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi memberikan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Perubahan tersebut dapat dilihat pada hasil amandemen ketiga Undang-

Lebih terperinci

2 perlu menambah struktur organisasi baru Pengawas Tempat Pemungutan Suara; b. bahwa dengan bertambahnya struktur organisasi pengawas tempat pemunguta

2 perlu menambah struktur organisasi baru Pengawas Tempat Pemungutan Suara; b. bahwa dengan bertambahnya struktur organisasi pengawas tempat pemunguta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.774, 2015 BAWASLU. Bawaslu Provinsi. Bawaslu Kabupaten/Kota. Kecamatan. Lapangan. Luar Negeri. Penggantian Antar Waktu. Pemberhentian. Pembentukan. Perubahan. PERATURAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin tercapainya cita-cita dan

Lebih terperinci

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal...

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal... DAFTAR ISI Hal - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum... - BAB I Ketentuan Umum... 4 - BAB II Asas Penyelenggara Pemilu... 6 - BAB III Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 14/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON Drs. Fatahillah, S.H.,

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tent

2017, No d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tent LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2017 PEMERINTAHAN. Pemilihan Umum. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional Terdakwa dan/atau Mantan Narapidana Untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Drs. H. Rusli

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 119/PUU-XII/2014 Pengujian Formil Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Perppu 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM Disampaikan pada acara: Rapat Koordinasi Nasional Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Oleh: Dr. Drs. Bahtiar, M.Si.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM I. UMUM Pemilihan Umum merupakan perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR

Lebih terperinci

2017, No Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2

2017, No Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2 No.810, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik. Perubahan. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional Terdakwa dan/atau Mantan Narapidana Untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Drs. H. Rusli Habibie,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA I. PEMOHON Abdul Wahid, S.Pd.I. Kuasa Hukum: Dr. A. Muhammad Asrun, SH., MH., Ai

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 8/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 8/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SALINAN PUTUSAN Nomor 8/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PERGERAKAN KOTAK SUARA, REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA, DAN PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN

Lebih terperinci

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 73/PUU-XIII/2015 Ketentuan Persentase Selisih Suara sebagai Syarat Pengajuan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara ke Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci