PENUNTUN PRAKTIKUM KEANEKARAGAMAN HAYATI UIN SUSKARIAU. PENYUSUN ZULFAHMI, S.Hut,M.Si ROSMAINA, SP, M.Si

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENUNTUN PRAKTIKUM KEANEKARAGAMAN HAYATI UIN SUSKARIAU. PENYUSUN ZULFAHMI, S.Hut,M.Si ROSMAINA, SP, M.Si"

Transkripsi

1 PENUNTUN PRAKTIKUM KEANEKARAGAMAN HAYATI UIN SUSKARIAU PENYUSUN ZULFAHMI, S.Hut,M.Si ROSMAINA, SP, M.Si LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU 2013

2 KATA PENGANTAR Buku penuntun praktikum ini disusun untuk keperluan praktikum mata kuliah Keanekaragaman Hayati mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SUSKA Riau. Penuntun praktikum ini disusun berdasarkan kurikulum mata kuliah dan ketersediaan peralatan di laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan, UIN Suska Riau. Buku ini merupakan bahan pedoman praktikum mahasiswa di lapangan atau di laboratorium dalam rangka untuk memberikan pengetahuan tambahan tentang materi-materi yang telah diajarkan di kelas, disamping itu juga dengan adanya praktikum ini mahasiswa memiliki keterampilan kerja seperti analisis vegetasi suatu ekosistem, eksplorasi jenis-jenis tumbuhan maupun hewan. Kami menyadari bahwa penuntun praktikum ini belum sempurna dan masih perlu perbaikan dan penambahan berbagai materi. Segala saran dan kritikan yang positif sangat kami harapkan dari semuanya, semoga buku penuntun ini bermanfaat. terima kasih. Pekanbaru, Oktober 2013 Tim Penyusun. 1 P a g e

3 DAFTAR ISI Hal MATERI 1 : Analisis Vegetasi.. 3 MATERI II : Teknik Pembuatan Herbarium.. 12 MATERI III : Inventarisasi Serangga.. 20 MATERI IV : Inventarisasi Kupu-Kupu. 25 MATERI V : Konservasi Sumberdaya Daya Genetik 29 DAFTAR PUSTAKA P a g e

4 MATERI 1 ANALISIS VEGETASI HUTAN A. PENDAHULUAN Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat di mana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individuindividu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana individuindividunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut juga sebagai suatu komunitas tumbuh-tumbuhan. Data dan informasi mengenai vegetasi atau potensi tumbuhan di suatu kawasan sangat diperlukan dalam upaya mendokumentasikan biodiversitas atau sumber daya genetic yang ada sekaligus untuk mencari/mengidentifikasi nilai ekonomi dari plasma nutfah tersebut di masa mendatang. analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan (komposisi jenis atau populasi) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. (Soerianegara dan Indrawan (1998) dalam Bakri (2009)). Menurut Andre (2009), vegetasi tersusun oleh beberapa komponenkomponen penyusun sebagai berikut: 1. Belukar (Shrub) Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai. 2. Epifit (Epiphyte) 3 P a g e

5 Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit. 3. Paku-pakuan (Fern) Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun. 4. Palma (Palm) Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun. 5. Pemanjat (Climber) Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar. 6. Terna (Herb) Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras. 7. Pohon (Tree) Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm. Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu : a. Semai (Seedling): anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi < 1,5 meter. 4 P a g e

6 b. Pancang (Sapling): anakan pohon yang tingginya 1,5 cm dan diameter < 7 cm. c. Tiang (Poles): Pohon muda yang diameternya mulai 7 cm sampai diameter < 20 cm. Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41 Tahun 199 bahwa Hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuanalam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan hutan menyimpan koleksi plasma nutfah yang sangat banyak, mulai dari mikroorganisme sampai pada tumbuhan dan hewan tingkat tinggi. Plasma nutfah tersebut memiliki manfaat ekonomi dan ekologi yang sangat tinggi. Oleh karena analisis vegetasi hutan harusdilakukan sebagai langkah awal dalam usaha pengelolaan kawasan hutan. Menurut Latifah (2005), analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan. Kegiatan anlisis vegetasi pada dasarnya ada dua macam metode dengan petak dan tanpa petak. Salah satu metode dengan petak yang banyak digunakan adalah antara metode jalur (untuk risalah pohon) dengan metode garis petak (untuk risalah permudaan). Di bidang ekologi hutan terdapat dua tipe pengukuran untuk mendapatkan informasi/data yang diinginkan. Kedua jenis pengukuran tersebut adalah pengukuran yang bersifat merusak (destructive measure) dan pengukuran yang tidak merusak (non destructive measure). Untuk keperluan penelitian agar datanya dianggap sah (valid) secara statistika, penggunaan kedua jenis pengukuran tersebut mutlak harus menggunakan satuan contoh (sampling unit), apabila dengan sampling seorang 5 P a g e

7 peneliti dapat memperoleh informasi data yang diinginkan lebih cepat dan lebih teliti dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila dibandingkan dengan inventarisasi penuh (metode sensus) pada anggota suatu populasi. B. TUJUAN Tujuan praktikum ini adalah untuk melihat komposisi jenis dan struktur tegakan hutan. C. ALAT DAN BAHAN - Peta lokasi, - Tali plastic (60 m per regu) - Meteran 10 m atau 20 m - Kompas - Tally sheet dan Alat tulis - Pengenal pohon D. METODE Kegiatan di lapangan adalah sebagai berikut: 1. Kegaiatan analisis dilakukan secara berkelompok. Kelompok ini terdiri dari pembersih areal, penunjuk arah, pengukur pohon, pengukur semai, pengukur tiang, pengukur pancang, pengenal pohon, pembawa perbekalan, 2. Menentukan lokasi jalur yang akan disurvey (unit contoh) di atas peta, panjang masing-masing jalur ditentukan berdasarkan lebar hutan (dalam 6 P a g e

8 survey ini panjang jalur 500 meter per regu). Jalur dibuat dengan arah tegak lurus garis kontur (memotong garis kontur. 3. Membuat contoh unit jalur seperti Gambar Mengidentifikasi jenis, jumlah serta mengukur diameter (DBH) dan tinggi (tinggi total dan bebas cabang) untuk tingkat tiang dan pohon. Sedangkan untuk tingkat semai dan pancang hanay mengidentifikasi jenis dan jumlahnya saja. Data hasil pengukuran dicatat dalam tally sheet. Dalam kegiatan survey ini digunakan criteria pertumbuhan sebagai berikut: a. Semai adalah anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi <1.5 m b. Pancang adalah anakan pohon yang tingginya 1.5 m dan diameter < 7 cm c. Tiang adalah pohon muda yang diameternya 7 cm sampai diameter < 20 cm d. Pohon adalah pohon dewasa berdiameter 20 cm b b c a c d Gambar 1. Model traksek/petak dalam analisis vegetasi 7 P a g e

9 5. Penentuan langsung daerah sampel di kawasan kampus UIN SUSKA Riau dengan cara mengeksplorasi areal tersebut dengan tujuan untuk mengetahui homogenitas nepenthes. 6. Menentukan jumlah plot atau petak contoh agar mewakili daerah penelitian dengan cara menetapkan ukuran plot 5 x 5 diambil secara zig-zag pada masing-masing lokasi. 7. Melakukan pencatatan spesies dan jumlah spesies nepenthes yang ditemukan pada masing-masing plot. 8. Pengambilan gambar dengan kamera digital bagian seluruh tanaman, seperti batang, daun, kantung dan bunga (jika ada). 9. Data yang diperoleh diolah dengan dengan menggunakan formulasi metode petak kuadrat untuk menghitung besarnya kerapatan (individu/ha), frekuensi dan dominasi (m2/ha) dan indeks nilai penting (INP) dari masing-masing jenis sebagai berikut: 1) Kerapatan Jenis Kerapatan (K) = Individu Luas petak contoh Kerapatan relatif (KR)K Suatu jenis X 100% K Total seluruh jenis 2) Frekuensi Frekuensi (F) = Sub petak yang ditemukan suatu spesies Seluruh sub petak contoh F Relatif (FR) = F Suatu jenis X 100% F Total seluruh jenis 3) Dominasi Dominasi (D) = Luas bidang dasar suatu spesies Luas petak contoh 8 P a g e

10 D relatif 4) Indeks Nilai Penting Indeks Nilai Penting = D suatu jenis D total seluruh jenis = KR + FR + DR X 100% Volume Pohon Untuk menghitung volume pohon digunakan rumus sebagai berikut: V = 1/4. π.d2.t.f Dimana: V = volume pohon bebas cabang (m3) π = konstanta (3, ) d = diameter pohon setinggi dada/130 cm atau 20 cm di atas banir (cm2) t = tinggi pangkal tajuk dikurangi tinggi banir(m) f = angka bentuk pohon (0,6) Untuk mengetahui keanekaragaman vegetasi di areal hutan digunakan beberapa indeks sebagai berikut: a. Indeks Simpson s Formula yang digunakan untuk melihat indeks keragaman Simpson s adalah: D = 1 - Pi 2 Keterangan: D Pi = Indeks Simpson s = Kelipatan relative dari spesies ke-i Pi 2 = (Ni/Nt) 2 9 P a g e

11 Ni Nt = Jumlah individu spesies = Jumlah total untuk semua individu b. Indeks Shannon_Wienner Formula yang digunakan untuk melihat indeks keragaman Shannon_Wienner adalah: s D = - Pi 2 (Log e Pi) 1=1 Keterangan: D Pi = Indeks Shannon_Wienner = Kelipatan relative dari spesies ke-i Pi 2 = (Ni/Nt) 2 Ni Nt = Jumlah individu spesies = Jumlah total untuk semua individu 10 P a g e

12 Tabel 1. Tally Sheet Analisis Vegetasi nepenthes sp. Di kawasan kampus UIN SUSKA Riau Tanggal pengamatan : Azimut : Lokasi : No Petak : Ukuran Petak : No Spesies Nama Jenis Lokal Nama Jenis Jumlah Individu Keterangan n E. TUGAS Olah data dari lapangan dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Nilai Kerapatan, Kerapatan Relatif, Frekuensi, Frekuensi Relatif, Dominasi, Dominasi relatif, Indeks Simpson s, dan Indeks Shannon_Wienner dimaknai dengan mengkaitkannya terhadap pengolahan dan kelestarian hutan 11 P a g e

13 MATERI II TEKNIK PEMBUATAN HERBARIUM A. PENDAHULUAN Herbarium berasal dari kata hortus dan botanicus, artinya kebun botani yang dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium adalah koleksi spesimen yang telah dikeringkan, biasanya disusun berdasarkan sistim klasifikasi. Fungsi herbarium secara umum antara lain: 1. Sebagai pusat referensi; merupakan sumber utama untuk identifikasi tumbuhan bagi para ahli taksonomi, ekologi, petugas yang menangani jenis tumbuhan langka, pecinta alam, para petugas yang bergerak dalam konservasi alam. 2. Sebagai lembaga dokumentasi; merupakan koleksi yang mempunyai nilai sejarah, seperti tipe dari taksa baru, contoh penemuan baru, tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomi dan lain-lain. 3. Sebagai pusat penyimpanan data; ahli kimia memanfaatkannya untuk mempelajari alkaloid, ahli farmasi menggunakan untuk mencari bahan ramuan untuk obat kanker, dan sebagainya. Material herbarium yang diambil harus memenuhi tujuan pembuatan herbarium, yakni untuk identifikasi dan dokumentasi. Dalam pekerjaan identifikasi tumbuhan diperlukan ranting, daun, kuncup, kadang-kadang bunga dalam satu kesatuan. Material herbarium yang lengkap mengandung ranting, daun muda dan tua, kuncup muda dan tua yang mekar, serta buah muda dan tua. 12 P a g e

14 Material herbarium dengan bunga dan buah jauh lebih berharga dan biasanya disebut dengan herbarium fertile, sedang material herbarium tanpa bunga dan buah disebut herbarium steril. Untuk keperluan dokumentasi ilmiah dianjurkan agar dibuat material herbarium fertile dan untuk setiap nomor koleksi agar dibuat beberapa specimen sebagai duplikat (tiga specimen atau lebih per nomor koleksi). Persiapan koleksi yang baik di lapangan merupakan aspek penting dalam praktek pembuatan herbarium. Spesimen herbarium yang baik harus memberikan informasi terbaik mengenai tumbuhan tersebut kepada para peneliti. Dengan kata lain, suatu koleksi tumbuhan harus mempunyai seluruh bagian tumbuhan dan harus ada keterangan yang memberikan seluruh informasi yang tidak nampak pada spesimen herbarium. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengkoleksi tumbuhan antara lain: 1. Tumbuhan kecil harus dikoleksi seluruh organnya. 2. Tumbuhan besar atau pohon, dikoleksi sebagian cabangnya dengan panjang cm yang mempunyai organ lengkap: daun (minimal punya 3 daun untuk melihat phylotaksis), bunga dan buah, diambil dari satu tumbuhan. Untuk pohon yang sangat tinggi, pengambilan organ generatifnya bisa dilakukan dengan galah, ketapel atau menggunakan hewan, misalnya beruk. 3. Untuk pohon atau perdu kadang-kadang penting untuk mengkoleksi kuncup (daun baru)karena kadang-kadang stipulanya mudah gugur dan brakhtea sering ditemukan hanya pada bagian-bagian yang muda. 4. Tumbuhan herba dikoleksi seluruh organnya kecuali untuk herba besar seperti Araceae. 13 P a g e

15 5. Koleksi tumbuhan hidup; dianjurkan untuk ditanam di kebun botani dan rumah kaca. Contoh: a. Epifit, anggrek; akarnya dibungkus dengan lumut, akar-akar paku, serat kelapa b. Biji-biji tumbuhan air disimpan dalam air c. Biji-biji kapsul kering jangan diambil dari kapsulnya. Catatan lapangan segera dibuat setelah mengkoleksi tumbuhan, berisi keterangan-keterangan tentang ciri-ciri tumbuhan tersebut yang tidak terlihat setelah spesimen kering. Beberapa keterangan yang harus dicantumkan antara lain: lokasi, habitat, habit, warna (bunga, buah), bau, eksudat, pollinator (kalau ada), pemanfaatan secara lokal, nama daerah dan sebagainya. Bersamaan dengan pencatatan identitas tumbuhan tersebut, perlu juga dibuatkan segera label gantung yang diikatkan pada material herbarium. Satu label untuk satu specimen. Pada setiap label gantung ditulis kode (singkatan nama), kolektor (pengumpul), nomor koleksi, nama local (daerah) tumbuhan yang dikumpulkan, lokasi pengumpulan dan tanggal. Dianjurkan pula untuk penulisan pada label gantung tersebut menggunakan pensil agar tulisan tidak larut bila terkena siraman alcohol atau spritus. Ada dua cara yang memungkinkan dalam pembuatan herbarium di lokasi pengumpulan, yaitu cara basah dan cara kering. Cara basah, yaitu material herbarium yang telah dikoleksi dimasukan dala lipatan kertas Koran dan disiram dengan alcohol 75%. Sedangkan cara kering dapat dilakukan dengan dua proses, yaitu: 14 P a g e

16 a. Pengeringan langsung, yakni tumpukan material herbarium yang tidak terlalu tebal dipres di dalam sasak, kemudian dikeringkan di atas tungku pengeringan dengan panas yang diatur. Pengeringan harus segera dilakukan karena jika terlambat akan mengakibatkan material herbarium rontok daunnya dan cepat menjadi busuk. b. Pengeringan bertahap, yakni material herbarium terlebih dahulu dicelupkan di dalam air mendidih sekitar 3 menit, kemudian dirapikan lalu dimasukkan ke dalam lipatan kertas Koran. Selanjutnya ditumpuk dan dipres, dijemur dan dikeringkan diatas tungku pengeringan. Selama proses pengeringan material herbarium itu harus sering diperiksi dan diupayakan agar pengeringan merata. B. TUJUAN Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan herbarium. C. ALAT DAN BAHAN a. Alat untuk mengambil material herbarium: pisau, parang, kampak, gunting stek, galah berpisau, skop (untuk terna). b. Alat pembungkus material herbarium: kertas Koran, karung plastic besar, kantong plastic berukuran 40 x60 cm, tali plastic dan hekter, serta sasak kayu dari bambu ukuran 30 x 50 cm untuk pengepresan c. Alat tulis: kertas label gantung (dari kertas manila ukuran 3 x 5 cm), tally sheet, pensil, buku catatan dan alat tulis lainnya. 15 P a g e

17 d. Alkohol 70% atau spritus (1 liter untuk ±30 specimen) e. Alat pelengkap lainnya, kamera digital, pita ukur. D. METODE 1. Pengambilan spesimen di lapangan Specimen yang diambil sebaiknya dalam kondisi fertile, yaitu semua organ-organ tumbuhan terwakili mulai umbi, akar, batang, daun, buah dan bunga. Apabila tidak memungkinkan cukup diwakili oleh batang, daun, dan bunga. Adapun langkah kerjanya sebagai berikut: a. Dipilih specimen yang masih segar dan sedang berbunga. b. Untuk jenis rumput dan tumbuhan herba, tanah disekitar specimen digali untuk memudahkan pengambilan specimen serta supaya akar-akarnya tidak patah. c. Beri label gantung dan rapikan material herbarium, kemudian dimasukkan ke dalam lipatan kertas Koran. Satu lipatan kertas Koran untuk satu specimen (contoh). Tidak dibenarkan menggabungkan beberapa specimen di dalam satu lipatan kertas. d. Selanjutnya, lipatan kertas Koran yang berisi material herbarium tersebut ditumpuk satu diatas yang lainnya. Tebal tumpukan disesuaikan dengan daya muat kantong plastic (40x60 cm) yang akan digunakan. e. Tumpukan tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastic dan kemudian disiram dengan alcohol 70% atau spiritus sampai seluruh bagian tumpukan tersiram secara merata, kemudian 16 P a g e

18 kantong plastic ditutup rapat dengan solatip atau hekter supaya alcohol atau spiritus tidak menguap ke luar kantong. f. Catat ciri spesifik masing-masing jenis dan dikumpulkan pada buku catatan. 2. Pengepresan Pengepressan adalah proses pengaturan specimen pada alat pengepresan yang terdiri dari kertas Koran, karton, sasak. Langkah kerjanya: a. Specimen yang telah terkumpul dikeluarkan dari kantong plastic dan lipatan Koran b. Specimen kembali diatur diantara kertas Koran c. Untuk specimen yang terlalu panjang, batang dipatahkan membentuk huruf N atau A d. Pada saat pengepressan, kondisi tumbuhan harus utuh, tidak diperbolehkan adanya bagian-bagian yang dikurangi. e. Atur posisi sebagian daun, sehingga daun tampak bagian permukaan atas dan bawah. f. Atur kertas-kertas Koran yang telah berisi specimen tadi menjadi tumpukan sebanyak specimen. g. Lapisi antar specimentersebut menggunakan triplek dan ikat kuat-kuat. 3. Pengeringan, dan identifikasi a. Tumpukan specimen yang telah disusun dalam sasak dijemur dibawah sinar matahari selama 3 hari atau dioven dengan suhu 80oC selama 48 jam. 17 P a g e

19 b. Material yang sudah kering diidentifikasi nama botaninya. Biasanya secara berturut-turut material tersebut termasuk suku apa, marga dan jenis apa (nama local ataupun nama ilmiah), lokasi tempat pengambilan, tanggal pengambilan, nama kolektor, ketinggian lokasi pengambilan. c. Hasil identifikasi ini dituliskan pada label identifikasi yang telah disiapkan. Dalam hal ini harus diperhatikan agar nomor koleksi yang ditulis pada label identifikasi sesuai dengan nomor koleksi pada label gantung. 4. Pengawetan. Material herbarium yang telah diidentifikasi kemudian diawaetkan dengan cara sebagai berikut: a. Material dicelupkan ke dalam larutan sublimat, yakni campuran alcohol 96% dan tepung sublimat dengan perbandingan50 gram sublimat dalam 1 liter alcohol. Pada proses pengawetan ini dianjurkan agar menggunakan sarung tangan dan kain kasa penutup hidung untuk menghindari cairan dan uap sublimat. b. Material yang sudah dicelup (sekitar 2 menit) di dalam larutan sublimat dimasukkan ke dalam lipatan kertas Koran, kemudian beberapa material ditumpuk menjadi satu dan ditaruh di antara 2 sasak, lalu diikat kencang. c. Sasak yang berisi material tersebut dimasukkan ke dalam tungku pengeringan atau dijemur sampai material menjadi kering. 18 P a g e

20 5. Pengeplakan a. Material herbarium yang telah kering kemudian diplak atau ditempelkan pada kertas gambar/karton yang kaku dan telah disterilkan. Bersamaan dengan pengeplakkan dilakukan pula pemasangan label identifikasi yang telah diisi. Dalam hal ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi salah pasang antara label identifikasi dengan nomor koleksi herbarium yang bersangkutan. b. Material herbatium kering yang sudah diplak dan memiliki label identifikasi selanjutnya bisa disimpan di ruangan herbarium. 19 P a g e

21 MATERI III INVENTARISASI SERANGGA A. PENDAHULUAN Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat potensial dalam mendukung keanekaragaman flora dan fauna. Salah satu sumber daya hutan adalah serangga tanah. Serangga tanah adalah serangga yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah. Serangga permukaan tanah, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup, tetapi juga memakan tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Serangga permukaan tanah berperan dalam proses dekomposisi. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan serangga permukaan tanah. Keberadaan serannga permukaan tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi serangga permukaan tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas serangga permukaan tanah akan berlangsung baik. Secara garis besar proses perombakan berlangsung sebagai berikut : pertama perombak yang besar atau makrofauna meremah-remah substansi habitat yang telah mati, kemudian materi ini akan melalui usus dan akhirnya menghasilkan butiran-butiran feses. Feses juga dapat juga dikonsumsi lebih dahulu oleh mikrofauna dengan bantuan enzim spesifik yang terdapat dalam saluran pencernaannya. Penguraian akan menjadi lebih sempurna apabila hasil ekskresi fauna ini dihancurkan serangga pemakan bahan organik yang mambusuk, 20 P a g e

22 membantu merubah zat-zat yang membusuk menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Banyak jenis serangga yang sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan dan seringkali makanan. Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi dan tubuh-tubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di hutan, adalah, struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi, kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup, suhu tanah mempengaruhi peletakan telur,cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya. Hutan larangan Adat Kecamatan Kampar adalah salah satu kawasan hutan hujan tropis yang menyediakan sumber kehidupan bagi satwa yang terdapat di dalamnya, termasuk serangga permukaan tanah. Kondisi hutannya yang memiliki kelembaban tinggi merupakan salah satu habitat yang disukai oleh serangga permukaan tanah. B. TUJUAN Praktikum ini bertujuan 1. untuk melihat komposisi dan keanekaragaman serangga permukaan tanah pada hutan sekunder UIN SUSKA RIAU dan Hutan Alam Larangan Adat Kecamatan Kampar. 2. Untuk melihat indeks kesamaan jenis serangga yang ada di kedua habitat. 21 P a g e

23 C. ALAT DAN BAHAN Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan perangkap jebak yaitu gelas plastik (luas permukaan 51,5 cm2), lidi, styrofoam, sekop, alat tulis, kertas label, alkohol 70% dan larutan asam asetat 5%. Untuk mengukur faktor lingkungan digunakan ph meter, higrometer, termometer (Yenaco)dan mistar. Dalam pengumpulan sampel, alat yang digunakan yaitu pinset, kantung plastik dan karet. Dalam identifikasi sampel serangga digunakan mikroskop dengan perbesaran 20 x. Untuk dokumentasi digunakan kamera digital. D. METODE 1. Penentuan Lokasi Lokasi pengambilan sampel dipilih pada 2 (dua) kondisi habitat yang berbeda yaitu hutan sekunder UIN SUSKA RIAU dan hutan Alam Larangan Adat Kecamatan Kampar. 2. Pengambilan dan Identifikasi Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cara memasang sepuluh perangkap jebak pada kedua habitat. Perangkap diisi dengan larutan alcohol 70% dan ditambahkan larutan asam asetat 5% sebanyak 1 tetes pada masing-masing perangkap. Perangkap dipasang secara random dan dibiarkan selama 3 hari kemudian sampel yang tertangkap dikumpulkan. Untuk kepentingan identifikasi, sampel yang diperoleh kemudian dibawa ke laboratorium. 22 P a g e

24 Gambar 1. Pemasangan Perangkap Jebak 3. Analisis data a. Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener : dimana : H = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener n i = Jumlah jenis yang didapat N = Total jumlah jenis yang didapat Besaran H < 1.5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong rendah, H = menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong sedang dan H > 3.5 menunjukkan keanekaragaman tergolong tinggi. 23 P a g e

25 b. Indeks kesamaan jenis serangga pada dua habitat dihitung dengan Uji Sorenson : IS = [2 C / (A + B)] x 100% Keterangan : IS = indeks kesamaan. C = jumlah jenis serangga yang ada di kedua habitat, dimana Jumlah nilai yang sama dan nilai terendah dari jenis-jenis yang terdapat dalam dua habitat yang dibandingkan A = jumlah jenis serangga yang hanya ada di habitat pertama B = jumlah jenis serangga yag hanya ada di habitat kedua E. TUGAS Identifikasilah jumlah serangga yang terperangkap, kelompokkan mereka dan hitung indek keragaman dan indek kesamaan serangga pada kedua habitat. 24 P a g e

26 MATERI IV INVENTARISASI KUPU-KUPU A. PENDAHULUAN Indonesia memiliki sumberdaya alam hayati yang sangat tinggi, hampir sekitar 10% dari semua species makhluk hidup yang ada di dunia ini terdapat di Indonesia. Kekayaan faunanya meliputi sekitar species, 7800 species merupakan kelompok vertebrata yang terdiri dari 1500 species burung, 800 species mammalia, 2500 species ikan, 200 species reptil, dan 1000 species amphibia (Ditjen PHPA, 1993). Kupu-kupu merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia. Kupu-kupu termasuk dalam ordo Lepidoptera, yakni serangga yang sayapnya ditutupi oleh sisik. Kupu-kupu merupakan bagian kecil (sekitar 10%) dari jenis Lepidoptera yang ada di dunia dan jumlah jenis kupu-kupu yang telah diketahui di seluruh dunia diperkirakan ada sekitar jenis, dan mungkin beberapa ribu jenis lagi yang belum dideterminasi (Peggie 2004). Arti kupu-kupu bagi manusia tidak hanya sebagai obyek yang memiliki keindahan, namun dalam banyak hal kupu-kupu memiliki arti penting lain. Penyebaran geografi yang mantap dan keanekaragaman kupu-kupu dapat memberikan informasi yang baik dalam studi lingkungan sebagai indikator lingkungan, serta perubahan yang mungkin terjadi. Kupu-kupu juga memberi andil yang sangat berarti dalam mempertahankan keseimbangan alam dengan bertindak sebagai penyerbuk pada proses pembuahan bunga bersama hewan penyerbuk lainnya (Hamidun 2003). 25 P a g e

27 Kupu-kupu merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya. Kupu-kupu telah banyak memberikan manfaat dalam kehidupan manusia,seperti estetika atau keindahan, budaya pendapatan ekonomi, penelitian, petunjuk mutu lingkungan, dan penyebaran tumbuhan (Achmad 2002). Keberadaan kupu-kupu tidak terlepas dari daya dukung habitatnya, yakni habitat yang memiliki penutupan vegetasi perdu dan pohon yang berakar kuat, serta adanya sungai-sungai yang mengalir. Kerusakan alam seperti berubahnya fungsi areal hutan, sawah, dan perkebunan yang menjadi habitat bagi kupu-kupu, dapat menyebabkan penurunan jumlah maupun jenis kupu-kupu di alam. Hutan banyuwindu terletak di desa Limbangan, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Propinsi Jawa Tengah. Hutan banyuwindu termasuk salah satu kawasan hutan yang diperkirakan memiliki keanekaragaman satwa liar termasuk kupu-kupu yang cukup tinggi. Lokasi hutan banyuwindu terletak di kawasan perbukitan dan termasuk kawasan yang masih dijumpai berbagai macam tipe habitat seperti tegakan pohon, vegetasi semak berumput, semak belukar, alangalang, berdekatan dengan ladang, kebun, sawah, dan pekarangan penduduk. Hutan banyuwindu saat ini mengalami tekanan dari berbagai aktivitas masyarakat di sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Tekanan tersebut berupa pengambilan sumber daya hutan seperti penebangan kayu dan reklamasi hutan untuk dijadikan sebagai area perkebunan. Kondisi tersebut dapat berdampak buruk bagi keberadaan kupu-kupu di hutan banyuwindu, karena kupu-kupu akan kehilangan habitat yang menjadi tempat hidupnya. Berbagai upaya telah dilakukan termasuk adanya peraturan desa yang menetapkan area desa tersebut 26 P a g e

28 sebagai area konservasi, namun pada pelaksanaan di lapangan tetap saja terjadi pelanggaran walaupun sudah mulai berkurang. Untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan tersebut, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan potensi kupu-kupu di hutan banyuwindu sebagai ekoturisme. Untuk mengetahui potensi kupu-kupu di hutan banyuwindu perlu dilakukan berbagai penelitian, terutama penelitian mengenai kekayaan jenis kupukupu. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data awal untuk pengembangan kawasan hutan banyuwindu sebagai kawasan Ekoturisme. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis kupu-kupu yang ada di hutan Banyuwindu, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Propinsi Jawa Tengah. C. ALAT DAN BAHAN Materi pengamatan adalah jenis-jenis kupu-kupu yang dijumpai di sepanjang jalur pengamatan, sedangkan alat yang digunakan adalah teropong binokuler, jaring kupu-kupu, kaca pembesar, kamera digital dan buku panduan lapangan tentang identifikasi kupu-kupu. D. METODE 1. Pengambilan data jenis kupu-kupu dilakukan pada saat aktivitas kupukupu tinggi pada pukul dan dengan 27 P a g e

29 menggunakan metode eksplorasi. Inventarisasi jenis kupu-kupu yang hadir pada hutan larangan Adat dan kampus UIN SUSKA RIAU dilakukan dengan mencatat semua jenis kupu, kemudian diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi yang ada. 2. Data hasil penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan Analisis Deskriptif. 28 P a g e

30 MATERI V KONSERVASI SUMBERDAYA GENETIK A. PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Keanekaragaman hayati tersebut meliputi keanekaragaman ekosistem, spesies, dan variabilitas genetik dari tumbuhan, hewan, serta jasad renik. Indonesia yang secara geografis terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Hindia dan Pasifik), jumlah pulau yang sangat banyak (lebih dari ), serta sifat geografisnya yang unik memungkinkan Indonesia memiliki keanekaragaman plasma nutfah yang sangat tinggi dengan tingkat endemisme yang tinggi pula. Keanekaragaman ekosistem telah melahirkan keanekaragaman spesies. Walaupun Indonesia hanya memiliki luas daratan bumi sekitar 1,3%, tetapi memiliki 17% dari jumlah spesies dunia. Dari segi fauna Indonesia memiliki fauna dari kawasan Indo-Malaysia sebanyak 17% dari mamalia dunia, 15% amfibi dan reptilia, 17% dari semua burung, dan 37% dari ikan dunia. Pertambahan penduduk yang cukup tingggi akan berdampak pada peningkatan kebutuhan pangan. Ketersedian pangan dan kebutuhan lain sangat dipengaruhi salah satunya adalah ketersediaan lahan. Akhir-akhir ini untuk mendukung penyediaan lahan pertanian, maka lahan hutan yang merupakan tempat hidup plasma nutfah cenderung dikonversi menjadi lahan pertanian, akibatnya banyak plasma nutfah yang terganggu keberadaannya dan tidak jarang juga mengalami kepunahan/hilang. Oleh karena itu, upaya konservasi atau pengamanan plasma nutfah tersebut harus dilakukan segera 29 P a g e

31 karena plasma nutfah tersebut memiliki berbagai manfaat yang tidak ternilai, meskipun kadang kala saat ini belum teridentifikasi manfaatnya secara jelas tetapi harus tetap kita jaga dan pertahankan keberadaannya. Di masa depan, plasma nutfah akan lebih penting peranannya dalam pembangunan mengingat kebutuhan dunia akan bahan-bahan hayati untuk obat, varietas baru tanaman pertanian dan ternak, proses industri, dan pengolahan pangan semakin meningkat. Tetapi prospek ini tidak akan dapat diraih apabila erosi plasma nutfah yang diawali dengan kerusakan sebagian ekosistem dan kepunahan beberapa spesies masih berlanjut seperti yang terjadi sekarang ini apabila tidak dilakukan usaha pencegahan secara lebih serius. Fokus dari pengelolaan plasma nutfah adalah melestarikan, mengembangkan, dan memanfaatkannya secara berkelanjutan, baik pada ekosistem darat maupun laut, kawasan agroekosistem dan kawasan produksi, serta program konservasi ex siu. Upaya pengelolaan ini harus disertai dengan pemeliharaan sistem pengetahuan tradisional dan pengembangan sistem pemanfaatan plasma nutfah yang dilandasi oleh pembagian keuntungan yang adil. Unsur utama dari pengelolaan plasma nutfah adalah pelestarian in situ dan ex situ dari plasma nutfah yang kita miliki. Konservasi in-situ adalah upaya pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar di dalam habitat alaminya. Upaya konservasi in-situ cukup efektif karena perlindungan dilakukan di dalam habitat aslinya sehingga tidak diperlukan lagi proses adaptasi bagi tanaman yang bersangkutan. Namun demikian, suatu kelemahan akan terjadi jika suatu jenis yang dikonservasi secara in-situ tersebut memiliki penyebaran yang sempit, kemudian tanpa 30 P a g e

32 diketahui terjadi perubahan habitat, maka akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup jenis tersebut. Dan begitu pula jika di daerah konservasi terjadi kebakaran atau bencana, dapat dipastikan seluruh jenis yang terdapat di dalamnya akan terancam musnah. Oleh karena iru, selain upaya konservasi in-situ perlu dilengkapi dengan upaya konservasi eks-situ. Konservasi eks-situ merupakan upaya pengawetan jenis flora dan fauna di luar habitat aslinya. Kegiatan konservasi eks-situ dilakukan untuk menghindari adanya kepunahan suatu jenis dengan menyimpan variasi genetik yang ada di habitat alaminya. Hal ini perlu dilakukan mengingat tingginya tekanan terhadap habitat dan populasinya akibat prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. B. TUJUAN Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa memahami melakukan konservasi eks-situ suatu species. C. ALAT DAN BAHAN Alat dan bahan yang digunakan merupakan alat untuk mengambil tanaman atau bagian tanaman dari lapangan seperti parang, sekop, kotak/box, alat tulis menulis dan lain-lainnya. D. METODE 1. Eksplorasi Eksplorasi dilaksanakan secara bertahap dengan mengandalkan nara sumber dan sumber informasi, baik langsung dari pemberi informasi 31 P a g e

33 utama (key informan) maupun data kepustakaan. Dalam kaitan ini dilakukan penggalian informasi keberadaan contoh tanaman, pengumpulan contoh tanaman dan deskripsi tanaman, konservasi contoh tanaman hasil eksplorasi. Eksplorasi didukung oleh keterangan petani tentang preferensi mereka terhadap plasma nutfah. Keterangan dari petani berupa tempat tumbuh tanaman yang akan dijadikan pertimbangan dalam karakterisasi dan deskripsi. Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari, mengumpulkan, dan meneliti jenis plasma nutfah tertentu untuk mengamankan dari kepunahan. Plasma nutfah yang ditemukan diamati sifat fisik asalnya. Eksplorasi merupakan langkah awal dari konservasi tanaman. Kegiatan tersebut diawali dengan inventarisasi tanaman / species tertentu yang ditetapkan, baik yang sudah dibudidayakan maupun spesies liarnya. Langkah pertama praeksplorasi adalah mencari informasi ke dinasdinas dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh informasi tentang jenis dan habitat tumbuhnya. Informasi ini kemudian dikembangkan pada saat eksplorasi ke lokasi sasaran yang umumnya daerah asal dan penyebaran jenis tanaman. Plasma nutfah tanaman hasil eksplorasi dipelihara di kebun koleksi. Tanaman koleksi diamati pertumbuhannya, diukur semua organ tanaman, dan dicatat sifat-sifat morfologinya. Bahan yang dikumpulkan berupa bibit, biji, dan umbi. 32 P a g e

34 2. Konservasi Untuk mempertahankan sumber daya genetic yang ada dilakukan usaha pelestarian plasma nutfah secara ex situ dalam bentuk kebun koleksi, visitor plot, dan pot-pot pemeliharaan. 3. Karakterisasi dan Evaluasi Hasil eksplorasi tanaman kemudian dibuat karakterisasinya meliputi bentuk tanaman, letak daun, bentuk daun, warna daun, tepi daun, permukaan daun, warna bunga, letak bunga, bentuk buah, bagian tanaman yang bermanfaat, dan khasiatnya. Karakterisasi tanaman berada dalam kondisi lingkungan optimal agar dapat tumbuh dengan baik. Sifat-sifat kuantitatif yang diamati antara lain adalah tinggi tanaman, hasil dan komponen hasil. Karakterisasi dilakukan dengan mengidentifikasi sifat fisik dan sifat fisiologi spesifik dari tanaman yang ditemukan, termasuk potensial hasilnya. 4. Deskripsi Karakterisasi lanjutan atau evaluasi dilakukan dengan skala prioritas untuk mendapatkan deskripsi tanaman. 33 P a g e

35 DAFTAR PUSTAKA Balai Taman Nasional Baluran Pembuatan Herbarium. Laporan Kegiatan Pengendalian Ekosistem. Baluran. Jawa Timur. Krismawati, A. dan M. Sabran Pengelolaan Sumber Daya Genetik Tanaman Obat Spesifik Kalimantan Tengah. Bulletin Plasma Nutfah, 12(1): Kusumo, S., M. Hasanah, S. Moeljoprawiro, M.Thohari, Subandrijo, A. Hardjamulia, A. Nurhadi, dan H. Kasim Pedoman Pembentukan Komisi Daerah Plasma Nutfah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Komisi Nasional Plasma Nutfah. Bogor. Latifah, Siti Analisis Vegetasi Hutan. Laporan Penelitian Universitas Sumatera Utara. Medan. Onrizal Teknik Pembuatan Herbarium. Universitas Sumatra Utara, Medan. Patrio Sekolah Rakyat Inventarisasi Kupu-Kupu di hutan Bayuwindu Limbangan. Kendal. Ruslan, H Komposisi dan keanekaragaman serangga permukaan Tanah pada habitat hutan homogen dan heterogen Di pusat pendidikan konservasi alam PPKA) Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat. VIS VITALIS, 02(1): P a g e

Analisis Vegetasi Hutan Alam

Analisis Vegetasi Hutan Alam Analisis Vegetasi Hutan Alam Siti Latifah Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan.

Lebih terperinci

Pembuatan Herbarium. Pembuatan Herbarium dan Pengenalan Jenis Pohon. Onrizal Departemen Kehutanan USU. Onrizal 2

Pembuatan Herbarium. Pembuatan Herbarium dan Pengenalan Jenis Pohon. Onrizal Departemen Kehutanan USU. Onrizal 2 Pembuatan Herbarium dan Pengenalan Jenis Pohon Onrizal Departemen Kehutanan USU http://www.uwo.ca/biology/images/facilities/herbarium/mounting-specimens.gif http://botit.botany.wisc.edu/images/402/reference_images/physiocarpus_opulifolius/herbarium_specimen_mc

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Provinsi Riau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim wilayah bagian Kelurahan Muara Fajar Kecamatan Minas Kabupaten Siak pada bulan

Lebih terperinci

Tujuan. Eksplorasi Botani Hutan [Fieldwork] Tujuan. Cara Kerja

Tujuan. Eksplorasi Botani Hutan [Fieldwork] Tujuan. Cara Kerja http://botit.botany.wisc.edu/images/402/reference_images/physiocarpus_opulifolius/herbarium_specimen_mc Tujuan Eksplorasi Botani Hutan [Fieldwork] Onrizal Departemen Kehutanan USU Mengungkap kekayaan jenis

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM. Herbarium

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM. Herbarium LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM I. II. NOMOR PERCOBAAN NAMA PERCOBAAN : : I (Satu) Pengumpulan Contoh Tumbuhan dan Herbarium III. TUJUAN PERCOBAAN : IV. DASAR TEORI Mengumpulkan beberapa contoh tumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan BAB III METODOLOGI PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan ketinggian 700-1000 m dpl,

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM I. NOMOR PERCOBAAN : I (Satu) II. NAMA PERCOBAAN : Herbarium III. TUJUAN PERCOBAAN : Mengumpulkan beberapa contoh tumbuhan dan dilakukan proses Herbarium. IV. DASAR TEORI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 20 September 2011 di Taman hutan raya R. Soerjo yang terletak di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Indonesia: Mega Biodiversity Country

Indonesia: Mega Biodiversity Country ONRIZAL Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara Indonesia: Mega Biodiversity Country Diperkirakan 38.000 spesies tumbuhan (55% endemik) Memiliki 10% tumbuhan berbunga yang ada di dunia 12% binatang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali. B III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada mangrove yang ada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

CARA MENGKOLEKSI TUMBUHAN Persiapan koleksi yang baik di lapangan merupakan aspek penting dalam praktek pembuatan herbarium. Spesimen herbarium yang b

CARA MENGKOLEKSI TUMBUHAN Persiapan koleksi yang baik di lapangan merupakan aspek penting dalam praktek pembuatan herbarium. Spesimen herbarium yang b TEKNIK PEMBUATAN HERBARIUM DEFENISI DAN FUNGSI HERBARIUM Herbarium berasal dari kata hortus dan botanicus, artinya kebun botani yang dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium adalah koleksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat

MATERI DAN METODE. 3.1.Waktu dan Tempat III. MATERI DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 di areal kampus Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Identifikasi serangga dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dengan menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang kearah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga tipe hutan kerangas di Kabupaten Belitung Timur yaitu hutan kerangas primer (Rimba), hutan kerangas sekunder (Bebak)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kampung Adat Dukuh Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Waktu penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit Taman Nasional Meru Betiri. Gambar 3.1. Peta Kerja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu

Lebih terperinci

BAB III KOLEKSI TUMBUHAN DAN METODE HERBARIUM

BAB III KOLEKSI TUMBUHAN DAN METODE HERBARIUM KOLEKSI TUMBUHAN DAN METODE HERBARIUM Semua orang yang melakukan aktivitas dalam kajian taksonomi mempunyai kesempatan untuk mengkaji objek penelitiannya baik yang hidup di lapangan ataupun di kebun botani

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi : METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutaan Institut

Lebih terperinci

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994. IV. METODOLOGI PENELITIAN A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani Lestari, Kalimantan Timur. Waktu penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994. B.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Tempat Dan Waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Barat Danau Limboto Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Tempat Dan Waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Barat Danau Limboto Kecamatan 1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Barat Danau Limboto Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo, yang terbagi 7 stasiun pengambilan sampel yakni

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Agustus sampai November 2011 yang berada di dua tempat yaitu, daerah hutan mangrove Wonorejo

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 12 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Cagar Alam Sukawayana, Desa Cikakak, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kupu-kupu merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia dan harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia. 1

BAB III METODE PENELITIAN. fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia. 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif ekploratif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU Khairijon, Mayta NovaIiza Isda, Huryatul Islam. Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 1. PENGAMATAN OBJEKLatihan Soal 1.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 1. PENGAMATAN OBJEKLatihan Soal 1.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 1. PENGAMATAN OBJEKLatihan Soal 1.3 1. Serangga yang sudah dikoleksi dapat diawetkandengan cara dikeringkan yang disebut dengan... Preparat Herbarium Insektarium Terrarium Serangga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012 HERBARIUM Purwanti widhy H 2012 Agar suatu tumbuhan dapat terus dilihat keberadaannya, maka pengawetan tumbuhan menjadi alternative cara untuk melindungi keberadaan tumbuhan Salah satu pengawetan tumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi 18 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di kawasan pesisir Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di dua kawasan pesisir di Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu kawasan yang dipengaruhi oleh Samudera Hindia atau Kawasan Pantai Barat (Aceh Barat,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang Penentuan Kuota Panenan dan Ukuran Populasi Awal Rusa Timor di Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga ini dilakukan di Hutan Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang, sub

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang, sub 26 BAB III ETODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang, sub kawasan Kabupaten Bolaang ongondow Timur. Dilaksanakan selama 3 bulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung (Gambar 2) pada bulan Juli sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif eksploratif yaitu suatu

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif eksploratif yaitu suatu 44 BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif eksploratif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Stasiun Penangkaran Semi Alami Pulau Tinjil, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Kamojang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 31 Juli sampai 19 Agustus 2010 di Kawasan Lindung Sungai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Long Alango, Kecamatan Bahau Hulu, SPTN Wilayah II Taman Nasional Kayan Mentarang, Kabupaten Malinau, Kalimantan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999). 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif - eksploratif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) Jawa Tengah, difokuskan di lereng sebelah selatan Gunung Merbabu, yaitu di sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten BAB II METODE

Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten BAB II METODE BAB II METODE A. Waktu Pelaksanaan Kajian profil keanekaragaman hayati dan dan kerusakan tutupan lahan di kawasan Gunung Aseupan dilaksanakan selama 60 hari kerja, yaitu tanggal 2 Juni s/d 31 Juli 2014.

Lebih terperinci

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN TFT 2018 Document Prepared by: The Forest Trust Jl. Dr.Wahidin No 42 Semarang, Jawa Tengah Indonesia Ph +62 24 8509798 1 PENGANTAR DEFINISI Sungai adalah alur atau wadah air

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian. Strata IV ( m dpl) Karakter morfologi bambu tali dicatat (lampiran 2).

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian. Strata IV ( m dpl) Karakter morfologi bambu tali dicatat (lampiran 2). A. Bagan Alir Penelitian III. METODE PENELITIAN Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian Strata I (100-199 m ) Strata VII (700-799 m ) Strata II (200-299 m ) Strata VI (600-699 m ) Strata III (300-399

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelestarian fungsi danau. Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelestarian fungsi danau. Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan 6 2.1 Kawasan Timur Danau Limboto BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kawasan danau mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau. Mengingat ekosistem danau memiliki multi fungsi dan manfaat,

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

STRUKTUR VEGETASI. Boy Andreas Marpaung / DKK-002

STRUKTUR VEGETASI. Boy Andreas Marpaung / DKK-002 STRUKTUR VEGETASI Boy Andreas Marpaung / DKK-002 andre.marp@yahoo.com Pemahaman tentang struktur vegetasi penting dalam kegiatan penelitian ekologi hutan. Kesalahan identifikasi struktur akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi, yaitu

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BB III BHN DN METODE PENELITIN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013. Tempat penelitian di Desa Brondong, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dan analisis

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau dengan menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Lokasi a. Letak dan Luas Taman Wisata Alam (TWA) Sicike-cike secara administratif berada di Dusun Pancur Nauli Desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Salah satu kekayaan fauna di Indonesia yang memiliki daya tarik tinggi

Lebih terperinci