FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RENDAHNYA PENGGUNAAN KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RENDAHNYA PENGGUNAAN KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE"

Transkripsi

1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RENDAHNYA PENGGUNAAN KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE () PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI DESA SIDOMUKTI KECAMATAN BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG Novayanti Murdaningsih, 2014, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RENDAHNYA PENGGUNAAN KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE () PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI DESA SIDOMUKTI KECAMATAN BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG, Skripsi, Program Study DIV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo. Pembimbing (1) (Meilita Dwi Paudrianagari, S.TP., M.Gizi. (2). Heni Hirawati Pranoto, S.SiT., M.Kes ABSTRAK Intra Uterine Devices () merupakan salah satu alat kontrasepsi Non-hormonal untuk mencegah kehamilan yang sangat efektif, dan berjangka panjang. Beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya penggunaan kontrasepsi yaitu pengetahuan, umur, pendidikan dan pendapatan keluarga wanita usia subur (WUS). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan, umur, pendidikan dan pendapatan keluarga wanita usia subur (WUS) dengan rendahnya penggunaan kontrasepsi Intra Uterine Device () pada wanita usia subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Jenis penelitian adalah survei analitik, dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah wanita usia subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang sebanyak 999 WUS. Sampel sebanyak 91 responden. Teknik pengambilan sampel adalah proportional random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan Chi-Square. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan (p-value 0,000 < 0,05), pendidikan (p-value 0,008 < 0,05) dan pendapatan pasangan wanita usia subur (pvalue 0,010 < 0,05) dengan rendahnya penggunaan kontrasepsi di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Simpulan faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya penggunaan kontrasepsi yaitu faktor pengetahuan, pendidikan dan pendapatan pasangan wanita usia subur. Diharapkan tenaga kesehatan dapat meningkatkan penyuluhan tentang kontrasepsi secara menyeluruh serta dapat merubah persepsi dan anggapan negatif masyarakat tentang kontrasepsi. Kata Kunci : Kontrasepsi, wanita usia subur (WUS), pengetahuan, umur, pendidikan, pendapatan Kepustakaan : 39 ( )

2 PENDAHULUAN Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Indonesia, mengakui mengalami kesulitan dalam mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Berdasarkan laporan awal Hasil SDKI tahun 2012 menunjukkan bahwa pembangunan kependudukan dan KB belum mencapai sasaran yang telah ditetapkan pada RPJMN Angka kelahiran total (TFR) masih tetap menunjukkan angka 2,6 anak per wanita, berarti tidak mengalami penurunan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (BKKBN, 2012). Keluarga berencana menjadi salah satu sejarah keberhasilan dan telah diterapkan sejak tahun 1970 dalam rangka upaya pengendalian jumlah penduduk, dan saat ini hampir 60% pasangan usia reproduktif di seluruh dunia telah menggunakan kontrasepsi. Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar serta utama bagi wanita dan merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang tinggi akibat kehamilan yang dialami wanita. Salah satu strategi dari pelaksanaan program KB sendiri tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Mengenah (RPJM) tahun adalah meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti (Intra Uterine Device), Implant (susuk) dan Sterilisasi (MOW, MOP) (BKKBN, 2008). Berdasarkan data dari BKKBN Kabupaten Semarang diperoleh pengguna tertinggi di Kecamatan Pringapus sebanyak akseptor dan terendah di Kecamatan Bandungan sebesar 266 akseptor. Jumlah PUS di PPKB Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang jiwa. Jumlah wanita usia subur (WUS) di Desa Sidomukti yaitu sebanyak 999 orang dan jumlah akseptor KB sebanyak 755 orang dengan jumlah peserta KB suntik 547 akseptor, Implant 181 akseptor, Pil akseptor 10, MOW 8 akseptor, MOP 2 akseptor dan Kondom 2 akseptor (BKKBN, 2013). Kecamatan Bandungan terdapat 10 desa dengan jumlah pengguna tertinggi yaitu Desa Banyu Kuning 91 akseptor dan jumlah pengguna terendah di Desa Sidomukti 13 akseptor. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan

3 kontrasepsi masih rendah dan kurang dipilih oleh wanita usia subur (WUS) dibandingkan dengan alat kontrasepsi hormonal, sehingga terlihat masih berbanding terbalik dengan tujuan pemerintah yang mencanangkan tingginya penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti Intra Uterine Device (). Rendahnya jumlah peserta KB dari tahun ke tahun disebabkan oleh ketidaktahuan WUS ttg kontrasepsi, rendahnya pendidikan WUS yg dpt berpengaruh terhadap penentuan jumlah anak, Tinggi rendahya sosial ekonomi dan keadaan ekonomi yg dapat mempengaruhi kemajuan program KB, Kualitas pelayanan KB, Biaya pelayanan yang mahal dan Adanya hambatan dukungan dari suami Tujuan Umum Menganalisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Rendahnya Penggunaan Kontrasepsi Intra Uterine Device () pada Wanita Usia Subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menambah informasi tentang apa manfaat serta kelebihan dari kontrasepsi sehingga wanita usia subur (WUS) dapat termovitasi untuk mengguna memberikan dan menambah informasi tentang apa manfaat serta kelebihan dari kontrasepsi sehingga ibu dapat termovitasi untuk menggunakan kontrasepsi kan kontrasepsi. Dari segi pengembangan ilmu, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijdikan bahan masukan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan untuk kemajuan profesi kebidanan dalam bidang pengetahuan dan teknologi. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain penelitian Survey analitik dengan jenis pendekatan cross sectional Populasi dalam penelitian ini adalah Semua wanita usia subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang sebanyak 999 WUS dan Jumlah sampel di ambil menggunakan rumus slovin dengan sampel sebanyak 91 WUS akseptor KB melalui teknik Proportional random sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Tempat dan waktu dilakukan di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang mulai tanggal Januari Alat pengumpulan data

4 menggunakan kuesioner dengan 23 item pertanyaan. Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi distribusi frekuensi faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi (Intra Uterine Device) yang meliputi faktor pengetahuan tentang kontrasepsi, umur responden, tingkat pendidikan, dan pendapatan pasangan wanita usia subur (WUS) dan analisis bivariate untuk mengetahui hubungan antara variable dengan menggunakan analisis Chi-Square Fisher s Exact Test dan uji Pearson Chi Square. HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat 1. Pengetahuan tentang Distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan wanita usia subur (WUS) tentang disajikan pada tabel 5.1 berikut ini. Pengetahu an tentang Kurang Cukup Baik Frekuen si Persenta se (%) ,9 45,1 12,0 Jumlah ,0 Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa pengetahuan wanita usia subur (WUS) tentang kontrasepsi adalah 41 orang (45,1%) berpengetahuan cukup, 39 orang (42,9%) berpengetahuan kurang, dan 11 orang (12,0%) berpengetahuan baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa paling banyak responden mempunyai pengetahuan cukup tentang kontrasepsi. 1. Umur Distribusi frekuensi berdasarkan umur wanita usia subur (WUS) disajikan pada tabel 5.2 berikut ini. Umur Frekuensi Persentase (%) < tahun tahun ,2 19,8 > 35 tahun Jumlah ,0 Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa mur wanita usia subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang yaitu 73 orang (80,2%) berumur antara tahun, 18 orang (19,8%) berumur > 35 tahun

5 dan tidak ada wanita usia subur yang berumur < 20 tahun. 2. Pendidikan Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan wanita usia subur (WUS) disajikan pada tabel 5.3 berikut ini. Tingkat Pendidika n Dasar Frekuen si Persentas e (%) Menengah ,4 28,6 Tinggi 0 0 Jumlah ,0 Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa pendidikan wanita usia subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang yaitu 65 orang (71,4%) berpendidikan dasar (SD dan SMP) 26 orang (28,6%) berpendidikan menengah (SMA) dan tidak ada wanita usia subur yang berpendidikan tinggi. 3. Pendapatan Pasangan Distribusi frekuensi berdasarkan pendapatan keluarga wanita usia subur (WUS) disajikan pada tabel 5.4 berikut ini. Pendapatan Keluarga Frekuensi Persentase (%) Tinggi (> Rp ) ,2 64,8 Rendah (< Rp ) Jumlah ,0 Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa pendapatan keluarga wanita usia subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang yaitu 59 orang (64,8%) berpendapatan rendah (< Rp ,-) dan 32 orang (35,2%) berpendapatan cukup (> Rp ,-). 4. Pemakaian Kontrasepsi Distribusi frekuensi berdasarkan pemakaian kontrasepsi pada wanita usia subur (WUS) disajikan pada tabel 5.5 berikut ini. Pemakaian Frekuensi Persentase (%) Non ,7 14,3 Jumlah ,0 Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa dari 91 responden WUS di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang, sebagian besar tidak memakai kontrasepsi, yaitu sejumlah 78 orang (85,7%), sedangkan yang memakai hanya sejumlah 13 orang (14,3%).

6 B. Analisis Bivariat 1. Hubungan antara Pengetahuan dengan Penggunaan Kontrasepsi Pengeta hu-an Kura-ng Cu-kup Baik Penggunaan Total Non F % f % f % 38 97,4 1 2, ,8 5 12, ,4 7 63, p- valu e 0,00 0 Jumlah 78 85, , Berdasarkan uji Chi Square diperoleh p-value 0,000. Oleh karena p- value 0,000 < α (0,05), maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan penggunaan pada WUS di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. 2. Hubungan antara Umur dengan Penggunaan Kontrasepsi Penggunaan Total Umur Non f % f % f % tahun 61 83, , > 35 Tahun 17 94,4 1 5, Jumlah 78 85, , Berdasarkan uji Chi Square diperoleh p-value 0,452. Oleh karena p- value 0,452 > α (0,05), maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan penggunaan pada WUS di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. 3. Hubungan antara Pendidikan dengan Penggunaan Kontrasepsi Penggunaan Non Total Pendidikan Dasar (SD/SMP) Menengah (SMA) P-value 0,452 Pendapat an Keluarga f % f % f % 60 92,3 5 7, ,2 8 13, Jumlah 78 85, , Berdasarkan uji Fisher Exact diperoleh p-value 0,008. Oleh karena p- value 0,008 < α (0,05), maka Ho ditolak, dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan penggunaan pada WUS di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. 4. Hubungan antara Pendapatan Pasangan Wanita Usia Subur dengan Penggunaan Kontrasepsi Tinggi (> Rp ) Rendah (< Rp ) Penggunaan Total Non f % f % f % 23 71,9 9 28, ,2 4 6, Jumlah 78 85, , Berdasarkan uji Fisher Exact diperoleh p-value 0,010. Oleh karena p- value 0,010 < α (0,05), maka Ho ditolak, P- valu e 0,01 0 P-value 0,008

7 dan disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendapatan keluarga dengan penggunaan pada WUS di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. PEMBAHASAN A. Analisa Univariat 1. Pengetahuan Wanita Usia Subur (WUS) tentang Kontrasepsi di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Wanita usia subur (WUS) dan masyarakat di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang ternyata masih terdapat beberapa wanita usia subur yang belum mengetahui atau mengenal tentang kontrasepsi, hal ini disebabkan rendahnya tingkat pendidikan di masyarakat tersebut, dimana data menunjukkan bahwa 65 orang (71,4%) wanita usia subur memiliki latar belakang pendidikan dasar (SD, SMP). Hal ini sesuai dengan penelitian Siagian (2002), yaitu bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang berlangsung seumur hidup dalam rangka mengalihkan pengetahuan seseorang ke orang lain. Seseorang yang telah menerima pendidikan yang lebih baik atau lebih tinggi akan lebih mampu berfikir secara rasional, maka dia akan lebih mudah menerima hal-hal baru yang dianggap menguntungkan bagi dirinya. Sebaliknya jika pendidikan seseorang itu rendah, maka dia akan lebih sulit untuk menerima hal-hal yang baru dibandingkan mereka yang berpendidikan tinggi. Dalam memperkenalkan cara-cara kontrasepsi kepada masyarakat tidak mudah untuk segera diterima karena menyangkut pengambilan keputusan oleh masyarakat untuk menerima caracara kontrasepsi tersebut. Menurut Rogers, ada empat tahap untuk mengambil keputusan untuk menerima inovasi tersebut yaitu tahap pengetahuan (knowledge), tahap persuasi (persuasion), tahap pengambilan keputusan (decision), dan tahap konfirmasi (confirmation). Melalui tahap-tahap tersebut, inovasi bisa diterima maupun ditolak (Wawan, 2010). 2. Umur Wanita Usia Subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

8 Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa umur wanita usia subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang yaitu 73 orang (80,2%) berumur antara tahun, 18 orang (19,8%) berumur > 35 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar wanita usia subur di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang berusia reproduktif (20-35 tahun), dimana sesuai pendapat Hartanto (2004) yang menyebutkan bahwa umur tahun merupakan periode umur paling baik untuk mengandung dan melahirkan. Menurut Hartanto (2004) yang mengatakan bahwa umur dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun sangat berisiko terhadap kehamilan dan melahirkan sehingga terkait dengan pemakaian alat kontrasepsi. Dimana pada umur < 20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya, hal ini disebabkan belum siap dan matangnya organ reproduksi untuk mengandung dan melahirkan dengan berbagai alasan. Wanita usia subur (WUS) umur > 35 tahun dianjurkan untuk mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 anak, hal ini disebabkan karena banyaknya masalah kesehatan yang sering dialami (alasan medis). Pasangan usia subur yang telah melahirkan anak pertama pada periode ini, sangat dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi dengan tujuan untuk menjarangkan kehamilan. Apabila ibu merencanakan untuk mempunyai anak, kontrasepsi dapat dihentikan sesuai keinginan ibu dan kesuburan akan segera kembali. Umur sangat berpengaruh terhadap aspek reproduksi manusia terutama dalam pengaturan jumlah anak yang dilahirkan dan waktu persalinan, yang kelak berhubungan pula dengan kesehatan ibu. Umur juga berhubungan dengan penentu perilaku seseorang dalam menggunakan kontrasepsi. 3. Pendidikan Wanita Usia Subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Rendahnya tingkat pendidikan WUS di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan

9 Kabupaten Semarang disebabkan di desa ini hanya ada 1 SD dan 1 taman kanak-kanak serta lokasi Desa yang berada di kaki gunung, sehingga masyarakat desa tersebut banyak yang tidak terlalu mementingkan pendidikan. Siagian (2002) mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang berlangsung seumur hidup dalam rangka mengalihkan pengetahuan dari seseorang ke orang lain. Seseorang yang telah menerima pendidikan yang lebih baik atau lebih tinggi biasanya akan lebih mampu berfikir secara rasional, maka dia akan lebih mudah menerima hal-hal baru yang akan dianggap menguntungkan bagi dirinya. Sebaliknya jika pendidikan seseorang itu rendah maka dia akan lebih sulit untuk menerima hal-hal yang baru dibandingkan mereka yang berpendidikan tinggi. Notoatmodjo (2007) juga menambahkan bahwa masyarakat yang berpendidikan rendah akan bersikap masa bodoh terhadap perkembangan pengetahuan disekitarnya, sehingga masyarakat tidak peduli terhadap informasi atau sesuatu dari luar. Rendahnya tingkat pendidikan seseorang atau masyarakat sangat berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan, oleh karena sikap masyarakat yang belum terbuka dengan hal-hal atau inovasi baru dan akan mengalami hambatan dalam penyerapan informasi sehingga ilmu yang dimiliki juga kurang yang bisa berdampak pada kehidupannya.. 4. Pendapatan Pasangan Wanita Usia Subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Rendahnya pendapatan keluarga wanita usia subur di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang disebabkan oleh banyaknya masyarakat di Desa Sidomukti yang menggantungkan kehidupannya dari hasil pertanian yaitu sebanyak 97,7% (Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang, 2011) sebagai petani dan wiraswasta yang dengan penghasilan perbulannya tidak menetap, sehingga tidak

10 mengherankan banyak masyarat di Desa tersebut berpenghasilan rendah. Biaya dari suatu strategi KB mencakup biaya metode itu sendiri, serta waktu yang dikorbankan wanita dan petugas dalam keikutsertaan program KB. Biaya yang digunakan untuk membayar jasa atau alat kontrasepsi implant sulit terjangkau oleh masyarakat yang ekonominya rendah karena biaya untuk menggunakan KB modern relatif lebih mahal, bila dibandingkan kontrasepsi alamiah. Responden dengan sosial ekonomi tidak sesuai dengan UMR dan tidak berminat menggunakan KB karena selain responden takut pemasangan dan efek samping, responden juga tidak ingin mengeluarkan uang banyak pada saat menggunakan kontrasepsi yang diinginkan, karena seperti yang kita ketahui biaya pemasangan KB modern (seperti ) jika dilihat dari jangka waktu penggunaannya atau setiap kali pasang jauh lebih mahal daripada kontrasepsi yang lain, seperti pil dan suntik. Tetapi sebenarnya biaya pemasangan atau segi keekonomisannya, KB modern () lebih ekonomis dibandingkan kontrasepsi yang lain karena KB merupakan kontrasepsi jangka panjang, yaitu bisa dipakai 5-10 tahun bahkan dapat digunakan sampai menopause. 5. Penggunaan Kontrasepsi di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Banyaknya akseptor Non, menunjukkan bahwa minat untuk menggunakan kontrasepsi pada wanita usia subur di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang sangat rendah. Rendahnya minat menggunakan kontrasepsi ini disebabkan oleh tingkat pendidikan responden yang sebagian besar rendah (SD / SMP) dan pendapatan keluarga yang rendah karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan. Walaupun jika dihitung dari segi keekonomisannya, kontrasepsi lebih murah dari KB suntik atau pil, tetapi kadang orang melihatnya dari

11 berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk sekali pasang. Kalau patokannya adalah biaya setiap kali pasang, mungkin tampak jauh lebih mahal. Tetapi kalau dilihat masa / jangka waktu penggunaannya, tentu biaya yang harus dikeluarkan untuk pemasangan akan lebih murah dibandingkan KB suntik ataupun pil (Erfandi, 2008). Dalam menggunakan kontrasepsi, akseptor diharapkan untuk mempertimbangkan keuntungan dan kerugiannya. Dengan mengetahui keuntungan dan kerugian, diharapkan para akseptor KB dapat mempertimbangkannya dan dapat memantapkan hati untuk menggunakan bila dapat mengatasi-mengatasi kerugian tersebut. Menurunnya penggunaan kontrasepsi antara lain disebabkan oleh fasilitasi terhadap petugas kesehatan yang kurang optimal, belum meratanya promosi dan KIE yang menjangkau ke seluruh masyarakat, berkurang / terbatasnya tenaga KIE di masyarakat dalam pengelolaan ketersediaan, jenis yang beredar di masyarakat masih terbatas, dan meningkatnya pengguna kontrasepsi hormonal (implant, pil dan suntik). Selain itu juga dapat disebabkan oleh pengetahuan klien tentang yang terbatas sehingga berpengaruh terhadap kemantapan klien dalam menerima dan bersedia menjadi akseptor, tersedianya pilihan metode kontrasepsi lain yang relatif lebih praktis, dan terbatasnya tokoh panutan pemakai di masyarakat. A. Analisis Bivariat 1. Hubungan antara Pengetahuan Wanita Usia Subur tentang Kontrasepsi dengan Rendahnya Penggunaan Kontrasepsi Intra Uterine Device () pada Wanita Usia Subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Kurangnya pengetahuan WUS tentang kontrasepsi disebabkan bahwa mereka kurang mendapat informasi tentang keuntungan, kerugian,

12 yang boleh menggunakan, yang tidak boleh menggunakan, syarat pemakaian. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting akan terbentuknya tindakan seseorang, oleh karena itu pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang disadari oleh pengetahuan dan akan langgeng daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan akseptor dapat memperngaruhi pemilihan alat kontrasepsi yang diinginkan, hal ini dikarenakan pengetahuan tersebut dapat mempengaruhi minat dalam menggunakan kontrasepsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Seseorang yang mempunyai tingkat pengetahuan yang luas khususnya tentang kesehatan maka seseorang itu akan cenderung dan senantiasa meningkatkan kesehatan diri, keluarga serta lingkungannya. Tingkat pengetahuan masyarakat akan mempengaruhi penerimaan program KB di masyarakat. Studi yang dilakukan oleh Anne R Pebley dan James W Breckett (2006) menemukan bahwa Sekali wanita mengetahui tempat pelayanan kontrasepsi, perbedaan jarak dan waktu bukanlah hal yang penting dalam menggunakan kontrasepsi dan mempunyai hubungan yang signifikan anatara pengetahuan tentang tempat pelayanan dan metode kontrasepsi yang digunakan. Wanita yang mengetahui tempat pelayanan kontrasepsi lebih sedikit menggunakan metode kontrasepsi tradisional. Pengetahuan yang benar tentang program KB termasuk tentang berbagai jenis kontrasepsi akan mempertinggi keikutsertaan masyarakat dalam program KB. Rendahnya pencapaian antara lain oleh disebabkan masih dijumpai pengetahuan klien tentang yang terbatas sehingga berpengaruh terhadap kemantapan klien dalam

13 menerima dan bersedia menjadi akseptor, tersedianya pilihan metode kontrasepsi lain yang relatif lebih praktis, dan terbatasnya tokoh panutan pemakai di masyarakat. 2. Hubungan antara Umur Wanita Usia Subur dengan Rendahnya Penggunaan Kontrasepsi Intra Uterine Device () pada Wanita Usia Subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tety Erwani (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan penggunaan kontrasepsi. Hasil ini juga berbeda dengan penelitian BKKBN (2007) yang menyebutkan dimana semakin tua umur istri, makin rendah angka kehamilan dan semakin besar proporsi untuk menggunakan kontrasepsi. Wanita yang berumur diatas 30 tahun mempunyai peluang 1,20 kali memilih dibandingkan dengan wanita umur tahun, sedangkan wanita umur tahun mempunyai peluang 1,043 kali untuk memilih kontrasepsi dibandingkan dengan wanita umur > 36 tahun. Wanita usia subur (WUS) umur < 20 tahun banyak dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi pil oral, kondom maupun -mini, dimana umur tersebut merupakan fase untuk menunda kehamilan. Umur tahun banyak dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi seperti, suntik pil ataupun implant karena umur tersebut merupakan fase untuk menjarangkan kehamilan. Sedangkan umur > 35 tahun banyak dianjurkan untuk memilih metode kontrasepsi efektif terpilih (MKET) seperti, implant dan kontrasepsi mantap (MOW/MOP). Tidak adanya hubungan antara umur dengan pemilihan metode kontrasepsi yaitu dapat disebabkan masih kurang pahamnya masyarakat mengenai pola dasar penggunaan kontrasepsi secara rasional dan alasan akseptor KB lebih banyak memilih kontrasepsi Non- (pil, suntik, implant, kondom) karena kontrasepsi tersebut mudah diperoleh, lebih praktis, tidak butuh

14 watu lama dalam pemasangan, harganya terjangkau bagi akseptor KB serta tidak menimbulkan efek samping yang menakutkan ( dapat keluar sendiri, pemasangannya harus dimasukkan dalam rahim, mengganggu hubungan suami istri). 3. Hubungan antara Pendidikan Wanita Usia Subur dengan Rendahnya Penggunaan Kontrasepsi Intra Uterine Device () pada Wanita Usia Subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Pendidikan menunjukkan hubungan yang positif dengan pemakaian jenis kontrasepsi artinya semakin tinggi pendidikan cenderung memakai kontrasepsi efektif. Hal itu dikarenakan pendidikan dapat berpengaruh terhadap keinginan individu dan pasangan untuk menentukan jumlah anak, dapat memperluas pengetahuan mengenai alat kontrasepsi, mengetahui keuntungan yang diperoleh dengan memakai kontrasepsi, meningkatkan kecermatan dalam memilih alat kontrasepsi yang dibutuhkan dan juga kemampuan untuk mengetahui akibat sampingan dari masing-masing alat kontrasepsi. Pendidikan sangat berkaitan erat dengan umur dan pengetahuan. Semakin matang umur seseorang, maka daya pikir seseorang dalam mengambil keputusan juga jauh lebih matang. Kebanyakan responden hanya mendapatkan informasi tentang kontrasepsi dari teman, tetangga dan lingkungan sekitar. Informasi yang didapatkan responden dari pihak luar (teman kerja) lebih banyak mengarah pada kerugian yang dialami, dan terkadang bersikap masa bodoh terhadap perkembangan kesehatan disekitarnya. Sehingga membuat responden selalu berfikir tidak ingin menggunakan kontrasepsi dengan alasan takut pemasangan serta takut efek samping yang akan dialami setelah menggunakan kontrasepsi. Perasaan takut yang mayoritas dimiliki akseptor KB non tersebut akan berdampak pada ketidaktertarikan mereka untuk memanfaatkan sebagai alternatif berkontrasepsi.

15 4. Hubungan antara Pendapatan Pasangan Wanita Usia Subur dengan Rendahnya Penggunaan Kontrasepsi Intra Uterine Device () pada Wanita Usia Subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikatakan oleh Handayani (2010), yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya pendapatan keluarga dan keadaan ekonomi seseorang akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan program KB di Indonesia karena berkaitan dengan keinginan individu dan pasangan untuk menentukan jumlah anak. Kemajuan program KB tidak bisa lepas dari tingkat ekonomi atau pendapatan keluarga di masyarakat karena sangat berkaitan erat dengan kemampuan wanita untuk membeli alat kontrasepsi yang diinginkan. semakin tinggi pendapatan rata-rata keluarga perbulan maka daya beli responden akan kontrasepsi akan semakin besar pula. Pendapatan keluarga mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat terutama pada pasangan usia subur dalam penentuan pemilihan alat kontrasepsi yang tepat dan aman utnuk digunakan. Pendapatan keluarga yang semakin baik akan berkonstribusi terhadap pemeliharaan kesehatan dimana responden dengan mudah mendapat informasi dan pelayanan KB yang ada disekitar mereka dibandingkan dengan pendapatan keluarga yang rendah. Semakin tinggi pendapatan keluarga maka semakin mudah keluarga tersebut mendapatkan informasi yang mereka inginkan sehingga dengan banyaknya informasi yang di dapat membawa wawasan responden. Penghasilan atau pendapatan keluarga yang cukup akan memotivasi wanita usia subur dalam memilih alat kontrasepsi yang lebih baik pula. Pengguna kontrasepsi memerlukan sejumlah biaya untuk memperoleh dan menggunakan kontrasepsi selain biaya untuk alat kontrasepsi. Penggunaan alat kontrasepsi yang efektif mengurangi ketidakpastian tentang kapan melahirkan anak, dan memberi kesempatan untuk memanfaatkan waktu dan tenaga

16 pada peran ekonomi dalam keluarga. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sebagian besar pengetahuan wanita usia subur (WUS) tentang kontrasepsi di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang adalah cukup yaitu sebanyak 41 orang dan paling banyak menggunakan kontrasepsi Non ada 36 orang (87,8%), dibandingkan dengan yang menggunakan kotrasepsi hanya sebanyak 5 orang (12,2%). 2. Sebagian besar umur wanita usia subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang berumur antara tahun yaitu sebanyak 73 orang dan paling banyak menggunakan kontrasepsi Non ada 61 orang (83,6%), dibandingkan dengan yang menggunakan kotrasepsi hanya sebanyak 12 orang (16,4%). 3. Sebagian besar pendidikan wanita usia subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang yaitu berpendidikan dasar (SD/SMP) yaitu sebanyak 65 orang dan paling banyak menggunakan kontrasepsi Non ada 60 orang (92,3%), dibandingkan dengan yang menggunakan kotrasepsi hanya sebanyak 5 orang (7,7%). 4. Sebagian besar pendapatan pasangan wanita usia subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang yaitu berpendapatan rendah (< Rp ,-) yaitu sebanyak 59 orang dan paling banyak menggunakan kontrasepsi Non ada 55 orang (93,2%), dibandingkan dengan yang menggunakan kotrasepsi hanya sebanyak 4 orang (6,8%). 5. Sebagian besar penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang adalah menggunakan kontrasepsi Non yaitu sebanyak 78 orang (85,7%) dibandingkan dengan yang menggunakan kontrasepsi hanya 13 orang (14,3%). 6. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan rendahnya penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur (WUS) di Desa

17 Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang dengan p- value 0,000 < α (0,05). 7. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan rendahnya penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang dengan p-value 0,452 > α (0,05). 8. Ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan rendahnya penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang dengan p-value 0,008 < α (0,05) 9. Ada hubungan yang signifikan antara pendapatan pasangan dengan rendahnya penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur (WUS) di Desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang dengan p-value 0,010 < α (0,05). B. Saran 1. Bagi Wanita Usia Subur (WUS) Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang kelebihan dan kekurangan kontrasepsi jangka panjang, khususnya baik melalui tenaga kesehatan, media cetak (surat kabar, majalah), media elektronik (televisi, internet, radio) dan lingkungan sekitar sehingga penggunaan dapat meningkat sesuai dengan program pemerintah. 2. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan institusi pendidikan, dalam hal ini perpustakaan Stikes Ngudi Waluyo dapat menambah referensi mengenai kontrasepsi sehingga memudahkan peneliti selanjutnya dalam mencari bahan referensi skripsi penelitian. 3. Bagi Tenaga Kesehatan Meningkatkan penyuluhan tentang alat kontrasepsi khususnya terhadap wanita usia subur secara menyeluruh dan berkelanjutan agar mereka lebih paham tentang sehinggan wanita usia subur dapat termotivasi untuk menggunakan kontrasepsi serta dapat merubah persepsi dan anggapan negatif masyarakat tentang kontrasepsi. 4. Bagi Peneliti Lain Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang

18 berhubungan dengan rendahnya penggunaan kontrasepsi Intra Uterine Device () pada wanita usia subur (WUS), sehingga dapat diketahui pasti faktor apa saja yang berhubungan dengan rendahnya penggunaan kontrasepsi Intra Uterine Device () pada wanita usia subur (WUS). Dimana keterbatasan peneliti disini hanya meneliti tentang faktor pengetahuan, umur, pendidikan dan pendapatan pasangan wanita usia subur (WUS).

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE (IUD) DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMPANG TIGA KABUPATEN PIDIE. TAHUN 2013 Nurbaiti Mahasiswi Pada STIKes U Budiyah Banda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai jenis masalah. Masalah utama di Indonesia dalam bidang kependudukan adalah masih tingginya pertumbuhan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN Ridha Andria 1*) 1 Dosen STIKes Darussalam Lhokseumawe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk maka semakin besar usaha yang dilakukan untuk. mempertahankan kesejahteraan rakyat. Ancaman terjadinya ledakan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk maka semakin besar usaha yang dilakukan untuk. mempertahankan kesejahteraan rakyat. Ancaman terjadinya ledakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi oleh Indonesia di bidang kependudukan adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya pertumbuhan penduduk maka semakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga

Lebih terperinci

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk cukup padat. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia adalah 237.556.363

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang tidak lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT EKONOMI DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI WILAYAH PUSKESMAS SEKAMPUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT EKONOMI DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI WILAYAH PUSKESMAS SEKAMPUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT EKONOMI DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI WILAYAH PUSKESMAS SEKAMPUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Rosmadewi Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang E-mail:

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD DI PUSKESMAS MERGANGSAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD DI PUSKESMAS MERGANGSAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD DI PUSKESMAS MERGANGSAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Iga Sukma Anggriani 201410104236 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jumlah penduduk Indonesia, menempati posisi keempat terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan laju pertumbuhan yang relatif tinggi. Program KB merupakan

Lebih terperinci

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN KB IMPLAN DI DESA PAGERSARI KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN KB IMPLAN DI DESA PAGERSARI KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN KB IMPLAN DI DESA PAGERSARI KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG Ira Bontong*) Masruroh**) Gipta Galih Widodo**) PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN STIKES NGUDI WALUYO

Lebih terperinci

Volume 3 / Nomor 1 / April 2016 ISSN :

Volume 3 / Nomor 1 / April 2016 ISSN : HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PARTISIPASI PRIA DALAM KB KONDOM DI DESA BANGSALAN KECAMATAN TERAS KABUPATEN BOYOLALI The Relationship Between The Knowledge Level And Men s Participation In Family

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi Indonesia di bidang kependudukan adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat pertambahan penduduk yang demikian telah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP AKSEPTOR KB TERHADAP KONTRASEPSI METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA BARON MAGETAN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP AKSEPTOR KB TERHADAP KONTRASEPSI METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA BARON MAGETAN HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP AKSEPTOR KB TERHADAP KONTRASEPSI METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA BARON MAGETAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah kependudukan merupakan masalah penting yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli kependudukan, baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus adalah

Lebih terperinci

Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi IUD di BPRB Bina Sehat Kasihan Bantul

Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi IUD di BPRB Bina Sehat Kasihan Bantul Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi IUD di BPRB Bina Sehat Ade Rindiarti 1, Tony Arjuna 2, Nindita Kumalawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah serius yang perlu mendapat perhatian khusus dari semua pihak. Tidak hanya pemerintah, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan latar belakang program Keluarga Berencana (KB) dengan menggunakan metode IUD, rumusan masalah yang timbul, tujuan umum dan tujuan khusus penelitian yang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperaatan. Disusun oleh : SUNARSIH J.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperaatan. Disusun oleh : SUNARSIH J. HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, DUKUNGAN KELUARGA, DAN TARIF LAYANAN DENGAN PEMILIHAN JENIS KONTRASEPSI SUNTIK PADA AKSEPTOR KB DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan reproduksi. Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu

Lebih terperinci

Nuke Devi Indrawati. Tlp : ABSTRAK

Nuke Devi Indrawati.   Tlp : ABSTRAK ANALISIS FAKTOR KEBIJAKAN DAN PENGETAHUAN TENTANG PELAYANAN KB YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA IBU PASANGAN USIA SUBUR AKSEPTOR KB DI KECAMATAN PEDURUNGAN KOTA SEMARANG Nuke

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.tahap

BAB I PENDAHULUAN. cara operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.tahap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Program KB di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, ditinjau dari sudut, tujuan, ruang lingkup geografi, pendekatan, cara operasional dan dampaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang kependudukan yang masih tingginya

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Angka kematian merupakan barometer status kesehatan, terutama kematian ibu dan kematian bayi. Tingginya angka kematian tersebut menunjukkan rendahnya kualitas pelayanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti

I. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti menghindari kelahiran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga Berencana (KB) merupakan tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebab apapun yang berkaitan atau memperberat kehamilan diluar kecelakaan. Angka

BAB 1 PENDAHULUAN. sebab apapun yang berkaitan atau memperberat kehamilan diluar kecelakaan. Angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian ibu adalah kematian wanita dalam masa kehamilan atau dalam waktu 42 hari setelah pemberhentian kehamilan tanpa memandang usia dan tempat kehamilan, oleh sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati posisi keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan

BAB I PENDAHULUAN. menempati posisi keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya menempati posisi keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk dunia pada tahun 2013 mengalami peningkatan lebih tinggi dari perkiraan dua tahun yang lalu. Jumlah penduduk dunia pada bulan Juli 2013 mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu semakin meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ketahun. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak masalah kependudukan dan belum bisa teratasi hingga saat ini. Hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENDIDIKAN, PENGETAHUAN, USIA DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI IUD DI DESA TANGGAN GESI SRAGEN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN PENDIDIKAN, PENGETAHUAN, USIA DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI IUD DI DESA TANGGAN GESI SRAGEN NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PENDIDIKAN, PENGETAHUAN, USIA DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI IUD DI DESA TANGGAN GESI SRAGEN NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: Asri Septyarum 201310104217 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

Oleh : Noviyanti, Indria Astuti, dan Siska Erniawati Stikes Jendr.A. Yani Cimahi

Oleh : Noviyanti, Indria Astuti, dan Siska Erniawati Stikes Jendr.A. Yani Cimahi Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan KB Hormonal Jenis Pil Dan Suntik Pada Akseptor KB Hormonal Golongan Usia Resiko Tinggi Di Puskesmas Cipageran Cimahi Utara Bulan Juli - Agustus 2010 ABSTRAK

Lebih terperinci

23,3 50,0 26,7 100,0

23,3 50,0 26,7 100,0 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KB SUNTIK DENGAN SIKAP DALAM MEMILIH KB SUNTIK BULANAN DI DESA BESOLE, KECAMATAN BAYAN, KABUPATEN PURWOREJO Dwi Mardiantari ABSTRAK 48 hal+7 tabel+ gambar+

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Di Puskesmas Tatelu Kabupaten Minahasa Utara

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Di Puskesmas Tatelu Kabupaten Minahasa Utara Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Di Puskesmas Tatelu Kabupaten Minahasa Utara Sarce Pinontoan 1, Sesca D. Solang 2, Sandra G.J. Tombokan 3 1. Puskesmas Tatelu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang relatif tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, kualitas. penduduk yang harus ditingkatkan (Saifuddin, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang relatif tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, kualitas. penduduk yang harus ditingkatkan (Saifuddin, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang pesat merupakan suatu masalah yang dihadapi oleh Negara berkembang termasuk Negara Indonesia. Negara Indonesia mempunyai masalah yang komplek,

Lebih terperinci

Kesesuaian Sikap Pasangan Usia 1

Kesesuaian Sikap Pasangan Usia 1 KESESUAIAN SIKAP PASANGAN USIA SUBUR TERHADAP METODE KONTRASEPSI VASEKTOMI (STUDI KASUS DI KABUPATEN PACITAN) Asasih Villasari, S.SiT 1), Yeni Utami 2) (Prodi Kebidanan) Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015 Yeti Yuwansyah Penggunaan alat kontrasepsi sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai progam untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai progam untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai progam untuk menangani masalah kependudukan yang ada. Salah satu progamnya dengan Keluarga Berencana Nasional sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepadatan penduduk menjadi masalah pemerintah yang menjadi problem dalam pertumbuhan penduduk. Usaha pemerintah dalam menghadapi kependudukan salah satunya adalah keluarga

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN KEPATUHAN AKSEPTOR KB PIL DENGAN KEGAGALAN KONTRASEPSI PIL DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Helmi Yenie* *Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang Prevalensi kegagalan KB pil di

Lebih terperinci

HUBUNGAN INFORMASI DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI METODE OPERASI PRIA (MOP) PADA PRIA PASANGAN USIA SUBUR DI KECAMATAN PAKUALAMAN YOGYAKARTA ABSTRAK

HUBUNGAN INFORMASI DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI METODE OPERASI PRIA (MOP) PADA PRIA PASANGAN USIA SUBUR DI KECAMATAN PAKUALAMAN YOGYAKARTA ABSTRAK HUBUNGAN INFORMASI DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI METODE OPERASI PRIA (MOP) PADA PRIA PASANGAN USIA SUBUR DI KECAMATAN PAKUALAMAN YOGYAKARTA Susiana Sariyati Prodi DIII Kebidanan, Universitas Alma ata Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara keempat terbesar penduduknya di dunia dengan lebih dari 253 juta jiwa (BPS, 2014). Fertilitas atau kelahiran adalah salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India, Pakistan, Brazil, dan Nigeria yang memberikan kontribusi besar pada

BAB I PENDAHULUAN. India, Pakistan, Brazil, dan Nigeria yang memberikan kontribusi besar pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari lima negara berkembang yaitu, India, Pakistan, Brazil, dan Nigeria yang memberikan kontribusi besar pada pertambahan penduduk dunia

Lebih terperinci

Mitha Destyowati ABSTRAK

Mitha Destyowati ABSTRAK HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KONTRASEPSI IUD DENGAN MINAT PEMAKAIAN KONTRASEPSI IUD DI DES HARJOBINANGUN KECAMATAN GRABAK KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2011 Mitha Destyowati ABSTRAK 12 i + 34 hal

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SUAMI TENTANG KB DENGAN PARTISIPASI SUAMI DALAM BER-KB DI KELURAHAN KEMANG KABUPATEN BOGOR

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SUAMI TENTANG KB DENGAN PARTISIPASI SUAMI DALAM BER-KB DI KELURAHAN KEMANG KABUPATEN BOGOR HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SUAMI TENTANG KB DENGAN PARTISIPASI SUAMI DALAM BER-KB DI KELURAHAN KEMANG KABUPATEN BOGOR Dedes Fitria 1, Sinta Nuryati 2 1 Poltekkes Kemenkes Bandung 2 Poltekkes Kemenkes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat dalam tingkat jumlah penduduk terbesar di dunia dengan laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

Desi Andriani * Kaca Kunci : Pengetahuan, Pendidikan, AKDR. Daftar pustaka : 16 ( )

Desi Andriani * Kaca Kunci : Pengetahuan, Pendidikan, AKDR. Daftar pustaka : 16 ( ) HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN PASANGAN USIA SUBUR DENGAN PENGGUNAAN AKDR DI KELURAHAN BENTENG PASAR ATAS WILAYAH KERJA PUSKESMAS RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI TAHUN 2014 Desi Andriani * ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga berencana (KB) adalah upaya untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasangan usia subur(pus) untuk mengikuti Program Keluarga Berencana. Program Keluarga Berencana (KB) menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. pasangan usia subur(pus) untuk mengikuti Program Keluarga Berencana. Program Keluarga Berencana (KB) menurut UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BKKBN (2011), pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai program untuk menangani masalah kependudukan yang ada. Salah satu programnya dengan Keluarga Berencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dampak dari meningkatnya angka kelahiran. Angka kelahiran dapat dilihat dari pencapaian tingkat fertilitas.

BAB I PENDAHULUAN. adalah dampak dari meningkatnya angka kelahiran. Angka kelahiran dapat dilihat dari pencapaian tingkat fertilitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk merupakan masalah yang sedang dihadapi di Negara maju maupun di Negara berkembang termasuk Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah penduduk mencapai 7.608.405 jiwa, sedangkan hasil sensus penduduk tahun 2000 mencatat jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga Berencana merupakan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan

Lebih terperinci

: LULUK ERDIKA GRESTASARI J

: LULUK ERDIKA GRESTASARI J HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN, PENGETAHUAN, DAN USIA IBU PUS DENGAN PEMILIHAN JENIS KONTRASEPSI DI DESA JETAK KECAMATAN SIDOHARJO KABUPATEN SRAGEN NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : LULUK ERDIKA GRESTASARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 : keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu permasalahan global yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warning, keterpurukan ekonomi, masalah

Lebih terperinci

Volume 2 / Nomor 2 / November 2015 ISSN :

Volume 2 / Nomor 2 / November 2015 ISSN : HUBUNGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI PASANGAN USIA SUBUR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN SERENGAN Devi Pramita Sari APIKES Citra Medika Surakarta ABSTRAK Pasangan Usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasangan Usia Subur diharapkan menggunakan metode kontrasepsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pasangan Usia Subur diharapkan menggunakan metode kontrasepsi untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasangan Usia Subur diharapkan menggunakan metode kontrasepsi untuk menekan jumlah populasi penduduk. Anjuran pemakaian metode kontrasepsi ini sudah diterapkan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN jiwa, 2009 sebanyak jiwa, dan tahun sebanyak jiwa (KepMenKes, 2011).

BAB I PENDAHULUAN jiwa, 2009 sebanyak jiwa, dan tahun sebanyak jiwa (KepMenKes, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan masalah yang harus ditanggulangi karena pertumbuhan penduduk di Indonesia meningkat dengan cepat. Pada tahun 2008 jumlah

Lebih terperinci

Kata Kunci: Pasangan Usia Subur,Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

Kata Kunci: Pasangan Usia Subur,Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang ORIGINAL RESEARCH FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PASANGAN USIA SUBUR MENGGUNAKAN NON METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG (NON MKJP) DI KOTA PONTIANAK Tisa Gusmiah 1, Surtikanti 1, Ronni Effendi 1 1 Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih memiliki kualitas penduduk yang sangat rendah dengan ditandai terhambatnya pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak era reformasi digulirkan, program Keluarga Berencana (KB) dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun 1967 telah terjadi penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia berada di urutan ke empat dengan penduduk terbesar di dunia setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus 2016 mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender (BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender (BKKBN, 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Program Keluarga Berencana (KB) yang harus mengedepankan hak-hak reproduksi, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender (BKKBN, 2010). Hal ini menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan. Dari hasil penelitian diketahui

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KB SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEPATUHAN IBU MELAKUKAN KUNJUNGAN ULANG DI SIDOHARJO

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KB SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEPATUHAN IBU MELAKUKAN KUNJUNGAN ULANG DI SIDOHARJO HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KB SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEPATUHAN IBU MELAKUKAN KUNJUNGAN ULANG DI SIDOHARJO Hajar Nur Fathur Rohmah, Zulaikha Abiyah Akademi Kebidanan YAPPI Sragen ABSTRAK Latar

Lebih terperinci

Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Kontrasepsi Pasangan Usia Subur Di Puskesmas Damau Kabupaten Talaud

Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Kontrasepsi Pasangan Usia Subur Di Puskesmas Damau Kabupaten Talaud Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Kontrasepsi Pasangan Usia Subur Di Puskesmas Damau Kabupaten Talaud Anita Lontaan 1, Kusmiyati 2, Robin Dompas 3 1,2,3. Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI SUAMI MENJADI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA (KB) DI DESA KEBET KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH TENGAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI SUAMI MENJADI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA (KB) DI DESA KEBET KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH TENGAH FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI SUAMI MENJADI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA (KB) DI DESA KEBET KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH TENGAH JURNAL SKRIPSI Diajukanuntuk melengkapi tugas dan memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penurunan karena kematian. Crude Birth Rate (CBR) turun dari sekitar 21 per

BAB I PENDAHULUAN. penurunan karena kematian. Crude Birth Rate (CBR) turun dari sekitar 21 per BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2103) menyatakan bahwa angka kehamilan penduduk perempuan 10-54 tahun adalah 2,68 persen, terdapat kehamilan pada umur kurang 15 tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain studicross

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain studicross BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain studicross sectionalbertujuan untuk mengetahui hubunganumur, jumlah anak, pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai saat ini, pertumbuhan penduduk yang cepat terjadi akibat dari tingginya angka laju pertumbuhan penduduk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia dapat menimbulkan masalah baik bagi pemerintah maupun masyarakat karena sangat erat hubungannya dengan kondisi ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL. Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai faktor- faktor yang

BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL. Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai faktor- faktor yang BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL A. Kerangka Konsep Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya minat ibu akseptor KB menggunakan kontrasepsi AKDR. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan sosial ekonomi (Rismawati, 2012). mengatur jarak kelahiran atau mengurangi jumlah kelahiran dengan

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan sosial ekonomi (Rismawati, 2012). mengatur jarak kelahiran atau mengurangi jumlah kelahiran dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang utama bagi wanita. Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga berencana telah menjadi salah satu sejarah keberhasilan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga berencana telah menjadi salah satu sejarah keberhasilan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga berencana telah menjadi salah satu sejarah keberhasilan dan telah diterapkan sejak tahun 1970 dalam rangka upaya pengendalian jumlah penduduk. Ledakan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya pemerintah, masyarakat juga diperlukan partisipasinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. hanya pemerintah, masyarakat juga diperlukan partisipasinya dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belarkang Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak. Tidak hanya pemerintah, masyarakat juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana dirintis sejak tahun 1957 dan terus

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana dirintis sejak tahun 1957 dan terus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Program Keluarga Berencana dirintis sejak tahun 1957 dan terus berkembang, sehingga pada tahun 1970 terbentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN). Program

Lebih terperinci

1. Nama: Alamat tempat tinggal:.

1. Nama: Alamat tempat tinggal:. 50 PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN INTRA UTERINE DEVICES (IUD) DI KELURAHAN KOTAKULON WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMEDANG SELATAN 1. Nama:... 2. Alamat tempat tinggal:. 3. Umur:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah utama di Indonesia adalah penduduk yang cukup tingi. Laju pertumbuhan penduduk bervariasi pada tahun 2009 sebesar 2,4%, sedangkan jumlah penduduk

Lebih terperinci

PENGARUH PENGETAHUAN AKSEPTOR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI IMPLANT. Yunik Windarti

PENGARUH PENGETAHUAN AKSEPTOR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI IMPLANT. Yunik Windarti PENGARUH PENGETAHUAN AKSEPTOR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI IMPLANT Yunik Windarti Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya Jl. Smea 57 Surabaya Email : yunikwinda@unusa.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) berpotensi meningkatkan status kesehatan wanita dan menyelamatkan kehidupannya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memungkinkan

Lebih terperinci

Tingkat Ekonomi Keluarga Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi di Dukuh Manukan Sendangsari Pajangan Bantul

Tingkat Ekonomi Keluarga Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi di Dukuh Manukan Sendangsari Pajangan Bantul Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Tingkat Ekonomi Keluarga Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi di Dukuh Manukan Sendangsari Pajangan Bantul Diyah Intan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya. pada tahun 2000 menjadi 237,6 juta di tahun 2010 (BKKBN, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya. pada tahun 2000 menjadi 237,6 juta di tahun 2010 (BKKBN, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi oleh Indonesia di bidang kependudukan adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya pertumbuhan penduduk maka semakin

Lebih terperinci

ABSTRAK. Referensi : 16 buku ( ) + 7 kutipan dari internet Kata Kunci : Pengetahuan, tingkat ekonomi, pemilihan alat kontrasepsi..

ABSTRAK. Referensi : 16 buku ( ) + 7 kutipan dari internet Kata Kunci : Pengetahuan, tingkat ekonomi, pemilihan alat kontrasepsi.. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT EKONOMI KELUARGA TERHADAP PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI PADA PUS DI DESA BLANG LANCANG KECAMATAN JEUNIEB KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2016 Dewi Lisnianti 1*) dan Desi Safriani

Lebih terperinci

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( )

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( ) GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 (633-646) HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PRIA TENTANG KELUARGA BERENCANA DENGAN PERILAKU PRIA DALAM BERPARTISIPASI MENGGUNAKAN METODE KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung preparat estrogen dan progesteron,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 249 juta. Dengan Angka Fertilitas atau Total Fertelitity Rate (TFR) 2,6, Indonesia

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI PASANGAN USIA SUBUR DENGAN KEIKUTSERTAAN MENJADI AKSEPTOR KB PRIA. Darwel, Popi Triningsih (Poltekkes Kemenkes Padang )

PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI PASANGAN USIA SUBUR DENGAN KEIKUTSERTAAN MENJADI AKSEPTOR KB PRIA. Darwel, Popi Triningsih (Poltekkes Kemenkes Padang ) PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI PASANGAN USIA SUBUR DENGAN KEIKUTSERTAAN MENJADI AKSEPTOR KB PRIA Darwel, Popi Triningsih (Poltekkes Kemenkes Padang ) ABSTRACT This research was carried on in Nagari Koto Gaek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk adalah melalui program KB. KB adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat

Lebih terperinci

ARTIKEL HUBUNGAN KARAKTERISTIK AKSEPTOR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI MOP DI DUSUN TEKHELAN DESA BATUR KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG

ARTIKEL HUBUNGAN KARAKTERISTIK AKSEPTOR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI MOP DI DUSUN TEKHELAN DESA BATUR KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL HUBUNGAN KARAKTERISTIK AKSEPTOR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI DI DUSUN TEKHELAN DESA BATUR KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG OLEH DEWI PURNAMA SARI 040113A011 PRODI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun (Badan Pusat Statistik, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun (Badan Pusat Statistik, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat merupakan masalah besar bagi negara-negara di dunia, khususnya negara berkembang. Indonesia adalah salah satu negara

Lebih terperinci

Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi IUD pada Wanita PUS di Desa Pasekan Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi IUD pada Wanita PUS di Desa Pasekan Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi IUD pada Wanita PUS di Desa Pasekan Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Siti Sundari * ), Sigit Ambar Widyawati ** ), Auly Tarmali **

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak yaitu 256 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak yaitu 256 juta jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk seharusnya menjadi sumber daya yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan penduduk, namun sumber daya sering sebaliknya menjadi beban berat pembangunan

Lebih terperinci

Yeni Elviani Dosen Prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang

Yeni Elviani Dosen Prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang Hubungan Usia dan Partus Terhadap Device (IUD ) di Wilayah Kerja Yeni Elviani Dosen Prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang ABSTRAK Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat negara Amerika Serikat dan Jepang,

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat negara Amerika Serikat dan Jepang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk dalam jumlah yang besar sebagai sumber daya manusia merupakan kekuatan pembangunan. Anggapan tersebut mengandung kebenaran bila kondisinya disertai faktor kualitas

Lebih terperinci