BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah
|
|
- Hadi Tanudjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana Definisi Keluarga Berencana Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk (BKKBN, 2001) : 1. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan. 2. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan. 3. Mengatur interval di antara kelahiran. 4. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri. 5. Menentukan jumlah anak dalam keluarga. Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Pelayanan KB diberikan diberbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun swasta dari tingkat desa hingga tingkat kota dengan kompetensi yang sangat bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah Rumah Sakit, Puskesmas, dokter praktek swasta, bidan praktek swasta dan bidan desa. Jenis alat /obat kontrasepsi antara lain kondom, pil KB, suntik KB, IUD, implant, vasektomi, dan tubektomi. Untuk jenis pelayanan KB jenis kondom dapat diperoleh langsung dari apotek atau toko obat, pos layanan KB dan kader desa. Kontrasepsi suntik KB sering dilakukan oleh bidan dan dokter sedangkan kontrasepsi jenis, IUD, implant dan vasektomi /tubektomi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan berkompeten (BKKBN, 2002). 16
2 2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui usaha penurunan tingkat kelahiran. Kebijakan KB ini bersama-sama dengan usaha-usaha pembangunan yang lain selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Upaya menurunkan tingkat kelahiran dilakukan dengan mengajak pasangan usia subur (PUS) untuk berkeluarga berencana. Sementara itu penduduk yang belum memasuki usia subur (Pra-PUS) diberikan pemahaman dan pengertian mengenai keluarga berencana (BKKBN, 2001) Visi dan Misi Keluarga Berencana Visi KB berdasarkan paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional adalah untuk mewujudkan Keluarga berkualitas tahun Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Visi Keluarga berkualitas 2015 dijabarkan dalam salah satu misinya (BKKBN, 2001). 2.2 Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata Kontra berarti mencegah atau melawan. Sedangkan Konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Jadi kontrasepsi adalah menghindari /mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut. Dalam menggunakan kontrasepsi, keluarga pada umumnya mempunyai perencanaan atau tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut
3 diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu menunda/mencegah kehamilan, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan /mengakhiri kehamilan atau kesuburan. Cara kerja kontrasepsi bermacam macam tetapi pada umumnya yaitu (BKKBN, 2002) : 1. Mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi. 2. Melumpuhkan sperma. 3. Menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma. 2.3 Kontrasepsi IUD (Intra Uterine Device) Pengertian IUD Kontrasepsi IUD (Intra Uterine Device) merupakan alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim yang relatif lebih efektif bila dibandingkan dengan metode pil, suntik dan kondom. Efektifitas metode IUD antara lain ditunjukkan dengan angka kelangsungan pemakaian yang tertinggi bila dibandingkan dengan metode tersebut diatas. Alat kontrasepsi dalam rahim terbuat dari plastik elastik, dililit tembaga atau campuran tembaga dengan perak. Lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas dengan waktu penggunaan dapat mencapai 2-10 tahun, dengan metode kerja mencegah masuknya spermatozoa /sel mani ke dalam saluran tuba. Pemasangan dan pencabutan alat kontrasepsi ini harus dilakukan oleh tenaga medis (dokter atau bidan terlatih), dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi namun tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar infeksi menular seksual (BKKBN, 2002).
4 2.3.2 Jenis IUD Jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain adalah (Bari, 2006) : 1. Copper-T Jenis IUD Copper-T berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik. 2. Copper-7 Jenis IUD Copper-7 berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan 200 mm 2, fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada IUD Copper-T. 3. Multi load Jenis IUD multi load terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm 2 atau 375 mm 2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small, dan mini. 4. Lippes loop Jenis IUD Lippes loop terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang
5 putih). Lippes loop mempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini adalah bila terjadi perforasi, jarang menyebabkan luka atau penyum batan usus, sebab terbuat dari bahan plastik Cara Kerja IUD Cara kerja dari IUD antara lain yaitu (Bari, 2006) : 1. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii. 2. Memengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai cavum uteri. 3. Mencegah sperma dan ovum bertemu dengan membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi sperma untuk fertilisasi. 4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus Keuntungan dan Kelemahan IUD 1. Keuntungan dari penggunaan alat kontrasepsi IUD yakni (Bari, 2006) : a. Sangat efektif. 0,6-0,8 kehamilan /100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam kehamilan). b. IUD dapat efektif segera setelah pemasangan. c. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti). d. Tidak mempengaruhi hubungan seksual. e. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat. f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena karena rasa aman terhadap risiko kehamilan g. Tidak ada efek samping hormonal dengan CuT-380A. h. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI
6 i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau abortus (apabila tidak terjadi infeksi). j. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir). k. Tidak ada interaksi dengan obat-obat. 2. Kelemahan dari penggunaan IUD yaitu (Bari, 2006): a. Efek samping yang umum terjadi, seperti : perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan), haid lebih lama dan banyak, perdarahan antar menstruasi, saat haid lebih sakit. b. Komplikasi lain: merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan, perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia, perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar). c. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS. d. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau yang sering berganti pasangan. e. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai IUD, penyakit radang panggul dapat memicu infertilitas. f. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelviks diperlukan dalam pemasangan IUD. g. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan IUD. Biasanya menghilang dalam 1-2 hari h. Pencabutan IUD hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter atau bidan) yang terlatih.
7 i. Mungkin IUD keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila IUD dipasang segera setelah melahirkan). j. Perempuan harus memeriksa posisi benang IUD dari waktu ke waktu Waktu Penggunaan IUD Penggunaan IUD sebaiknya dilakukan pada saat (Bari, 2006) : 1. Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil. 2. Hari pertama sampai ke-7 siklus haid. 3. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pasca persalinan; setelah 6 bulan apabila menggunakan metode amenorea laktasi (MAL). 4. Setelah terjadinya keguguran (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada gejala infeksi. 5. Selama 1 sampai 5 hari setelah sanggama yang tidak dilindungi Waktu Kontrol IUD Kelemahan dari penggunaan IUD adalah perlunya kontrol kembali untuk memeriksa posisi benang IUD dari waktu ke waktu. Waktu kontrol IUD yang harus diperhatikan adalah (Bari, 2006) : 1. 1 bulan pasca pemasangan 2. 3 bulan kemudian 3. Setiap 6 bulan berikutnya 4. Bila terlambat haid 1 minggu 5. Perdarahan banyak atau keluhan istimewa lainnya
8 2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Seseorang dalam Pemilihan Alat Kontrasepsi IUD Faktor keputusan akseptor KB untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku memilih alat kontrasepsi IUD dapat dijelaskan dengan Menurut Notoatmodjo (2003) yang dibedakan dalam tiga jenis yaitu : 1) Faktor Predisposisi (Predisposing Factors) Merupakan faktor internal yang ada pada diri individu, keluarga, kelompok atau masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku 2) Faktor Pendukung (Enabling Factors) Merupakan faktor yang memungkinkan individu untuk berperilaku memilih AKDR. Karena tersedianya sumber daya, keterjangkauan, rujukan dan ketrampilan. Adanya fasilitas kesehatan yang mendukung Program KB akan mempengaruhi perilaku ibu dalam memilih metode kontrasepsi 3) Faktor Pendorong (Reinforcing Factor) Merupakan faktor yang menguatkan perilaku, seperti sikap dan ketrampilan petugas kesehatan atau petugas yang lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat, (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan hal itu, semakin baik ketrampilan seorang petugas kesehatan dalam melakukan penyuluhan dan konseling tentang KB, maka semakin baik pula tingkat pengetahuan wanita tentang jenis-jenis kontrasepsi
9 2.4.1 Faktor Predisposisi a. Umur Berdasarkan penelitian Syamsiah (2002) dalam Farahwati (2009) diperoleh bahwa sebagian besar responden yang memakai kontrasepsi (65,7%) berumur tahun. Hasil analisis hubungan antara umur responden dengan pemakaian kontrasepsi IUD dan Non-IUD diperoleh bahwa responden berumur > 35 tahun (68,6%) memakai IUD lebih besar dibandingkan dengan non-iud (31,4%). Dengan demikian dapat diketahui bahwa ada hubungan antara umur dan pemilihan kontrasepsi, responden yang berumur > 35 tahun berpeluang 3,23 kali dibandingkan dengan responden yang berumur tahun, hal ini disebabkan responden yang berumur > 35 tahun menggunakan kontrasepsi dengan tujuan mengakhiri kesuburan, karena mereka sudah mempunyai anak sesuai dengan yang diinginkan keluarga, sehingga tidak ingin menambah anak lagi. b. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik (Notoatmodjo, 2003). Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap proses menerima atau menolak inovasi. Menurut Roger (1983) dalam Notoatmodjo (2007), prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Roger mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi prilaku baru, dalam diri seseorang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu :
10 1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus tersebut, disini sikap subjek mulai timbul. 3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. 4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. 5. Adoption, dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau pun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan prilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin diketahui (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan tentang KB IUD merupakan salah satu aspek penting ke arah pemahaman tentang alat kontrasepsi tersebut. Seseorang akan memilih KB IUD jika ia banyak mengetahui dan memahami tentang KB IUD (BKKBN, 2002). Menurut penelitian Ekarini (2008), bahwa analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan KB di Kecamatan Selo Kabupaten Bayolali adalah pengetahuan
11 berpengaruh terhadap pemilihan KB (OR = ) artinya jika pengetahuan ibu semakin baik maka peluang responden 18,712 kali untuk memilih kontrasepsi jika dibandingkan dengan ibu dengan pengetahuan buruk. c. Jumlah anak Salah satu faktor yang menentukan keikutsertaan pasangan suami istri dalam gerakan Keluarga Berencana adalah banyaknya anak yang dimilikinya. Diharapkan pada pasangan yang memiliki jumlah anak lebih banyak, kemungkinan untuk memulai kontrasepsi lebih besar dibandingkan daripada pasangan yang mempunyai anak lebih sedikit. Berdasarkan hasil wawancara, akseptor mengatakan bahwa jumlah anak yang banyak menentukan akseptor untuk memilih alat kontrasepsi IUD. BKKBN (2002) menerangkan bahwa yang dimaksud keluarga kecil adalah keluarga yang jumlah anaknya paling banyak dua orang. Sedangkan keluarga besar adalah suatu keluarga dengan lebih dari dua orang anak Faktor Pendukung a. Keamanan alat kontrasepsi IUD Salah satu keuntungan dari alat kontrasepsi IUD adalah Meningkatkan kenyamanan hubungan suami-istri karena rasa aman terhadap risiko kehamilan (Bari, 2006) b. Ketersediaan alat kontrasepsi IUD Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa ketersediaan alat kontrasepsi IUD dari pemerintah seperti adanya KB safari sangat membantu masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD.
12 c. Tempat pelayanan KB Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa tempat pelayanan KB terdekat akan menentukan ibu untuk memilih alat kontrasepsi IUD, akseptor menjelaskan bahwa jarak antara tempat tinggal dengan tempat pelayanan KB akan memudahkan ibu untuk berkonsultasi dan kontrol ulang Faktor Pendorong a. Petugas kesehatan Hasil penelitian Wiadnyana (1995), menemukan adanya hubungan antara sikap petugas dengan pemanfaatan pelayanan kontrasepsi IUD. Wiadnyana menyarankan agar petugas kesehatan perlu lebih interest terhadap upaya pemberian pelayanan kontrasepsi IUD dalam upaya memberikan pelayanan yang terbaik pada masyarakat. b. Media informasi Media informasi merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan informasi dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat dari si penerima. Berdasarkan hasil wawancara bahwa dengan media informasi baik dari televisi, majalah, radio maupun dari penyuluhan merangsang ibu untuk memilih alat kontrasepsi IUD. c. Biaya pemasangan Tingkat ekonomi mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi yang diperlukan akseptor harus menyediakan dana yang diperlukan. Walaupun jika dihitung dari segi keekonomisannya, kontrasepsi IUD lebih murah dari KB suntik atau pil, tetapi
13 kadang orang melihatnya dari berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk sekali pasang. Kalau patokannya adalah biaya setiap kali pasang, mungkin IUD terlihat jauh lebih mahal. Tetapi kalau dilihat masa/jangka waktu penggunaannya, tentu biaya yang harus dikeluarkan untuk pemasangan IUD akan lebih murah dibandingkan KB suntik ataupun pil. Untuk sekali pasang, IUD bisa aktif selama 3-5 tahun, bahkan seumur hidup/sampai menopause. Sedangkan KB Suntik atau Pil hanya mempunyai masa aktif 1-3 bulan saja, yang artinya untuk mendapatkan efek yang sama dengan IUD, seseorang harus melakukan kali suntikan bahkan berpuluh-puluh kali lipat (Saifuddin, 2003). d. Dukungan suami Keputusan mencari pelayanan kesehatan merupakan hasil jaringan interaksi yang kompleks. Menemukan proses pengambilan keputusan dan pola komunikasi yang relevan bukanlah masalah yang sederhana. Keputusan mencari pelayanan kesehatan dapat dibuat oleh wanita itu sendiri, atau oleh suaminya, tokoh masyarakat desa, dan/atau anggota keluarga atau masyarakat lainnya (Koblinsky, 1997). Berbagai budaya mendukung kepercayaan bahwa pria mempunyai hak dari fertilitas istri mereka (Cook dan Maine, 1987 dalam Koblinsky, 1997). Di Papua New Guinea, wanita tidak dapat membeli kontrasepsi tanpa persetujuan suami. Di Turki, hukum mensyarakatkan persetujuan pasangan bila ingin melaksanakan kontrasepsi bedah, dan persetujuan suami diperlukan bila istri menginginkan aborsi. Di Nigeria sudah lazim apabila wanita tidak dapat menerima kontrasepsi tanpa ijin suami. Di Ethipia, Asosiasi Bimbingan Keluarga mensyarakatkan suami untuk menandatangani formulir persetujuan agar istri dapat memperoleh kontrasepsi (Koblinsky, 1997).
14 Kondisi tersebut menunjukkan bahwa suami mempunyai pengaruh yang kuat dalam penerimaan kontrasepsi oleh istri dan keterbatasan metode menimbulkan hambatan bagi wanita untuk berkontrasepsi. Lebih rinci lagi pada hasil penelitian Syamsiah (2002) dalam Farahwati (2009), menunjukkan adanya hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan IUD. Responden yang mendapat dukungan suami, mempunyai peluang memilih IUD 41 kali dibandingkan responden yang tidak mendapat dukungan suami. Dukungan suami merupakan faktor yang paling dominan dalam memilih alat kontrasepsi. 2.5 Analisis Faktor Definisi Analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu kelas prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama diubah menjadi 4 atau 5 variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variable). (Supranto, 2004). Analisis faktor merupakan salah satu tehnik analisis statistik multivariat, dengan titik berat yang diminati adalah hubungan secara bersama pada semua variabel tanpa membedakan variabel tergantung dan variabel bebas atau disebut sebagai metode antar ketergantungan (interdependence methods). Proses analisis faktor mencoba menemukan hubungan antar variabel yang saling independen tersebut, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih
15 sedikit dari jumlah variabel awal sehingga memudahkan analisis statistik selanjutnya (Wibowo, 2006). Menurut Supranto (2004) Analisis faktor dipergunakan di dalam situasi sebagai berikut : 1. Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari (Underlying dimensions) atau faktor, yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel. 2. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak berkorelasi (independent) yang lebih sedikit jumlahnya untuk menggantikan suatu set variabel asli yang saling berkorelasi di dalam analisis multivariat selanjutnya. 3. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set variabel yang lebih banyak jumlahnya untuk dipergunakan di dalam analisis multivariat selanjutnya Kegunaan Analisis Faktor 1. Mengekstraks variabel laten dari indikator, atau mereduksi observable variable menjadi variabel baru yang jumlahnya lebih sedikit. 2. Mempermudah interpretasi hasil analisis, sehingga didapatkan informasi yang realistik dan sangat berguna. 3. Pemetaan dan pengelompokkan obyek berdasarkan karakteristik faktor tertentu. 4. Pemeriksaan validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. 5. Mendapatkan data variabel konstruks (= skor faktor) sebagai data input analisis lebih lanjut (analisis diskriminan, analisis regresi, cluster analisis, MANOVA, Analisis Path, Model Struktural, MDS, dan lain-lain)
16 (Maghni, 2008) Model Analisis Faktor Secara matematis, analisis faktor agak mirip dengan regresi liner berganda, yaitu bahwa setiap variabel dinyatakan sebagai suatu kombinasi linear dari faktor yang mendasari (Underlying dimensions). Jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan variabel lainnya yang tercakup dalam analisis disebut communality. Kovariasi antara variabel yang diuraikan, dinyatakan dalam suatu common factors yang sedikit jumlahnya ditambah dengan faktor yang unik untuk setiap variabel (Wibowo, 2006). Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkorelasi dengan common factor. Common factor sendiri bisa dinyatakan sebagai kombinasi linear dari variabel-variabel yang terlihat/terobservasi (the observed variables) hasil penelitian lapangan. Model analisis faktor terbagi dua yaitu : 1. Analisis Faktor Eksploratori (Exploratory Factor Analysis). Model eksploratori meliputi regresi linear berganda (multiple regreession analysis) dan principal component analysis (PCA). Di dalam analisis regresi, umumnya kita mempunyai satu variabel tak bebas (dependent variable) Y yang diregresikan dengan satu atau lebih variabel bebas. Kita tidak secara khusus menyebutkan, sebelumnya menganalisis, variabel mana diantara variabel bebas tersebut yang pengaruhnya signifikan. Pokoknya masukkan variabel bebas sebanyak mungkin di dalam persamaan regresi, kemudian berdasarkan data
17 empiris (data dari lapangan) dilakukan pengujian hipotesis untuk menentukan variabel mana yang pengaruhnya signifikan untuk dipertahankan, dab dimana yang tidak signifikan untuk dikeluarkan dari persamaan. Secara a priori bahwa di dalam analisis faktor eksploratori tidak ada hipotesis yang berkenaan dengan komposisi atau struktur. Di dalam analisis eksploratori perhatian peneliti terfokus pada signifikansi statistik atau konstribusi variabel bebas terhadap variasi (naik turunnya) variabel tak bebas. Adapun langkah-langkah/urutan dalam analisis faktor eksploratori yaitu : a. Memilih variabel b. Mengekstraksi faktor c. Mempertahankan faktor yang penting d. Merotasi faktor e. Mengartikan (memberi arti) hasil penemuan (artinya faktor-faktor tersebut mewakili variabel mana saja). 2. Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis). Model konfirmatori seperti analisis jalur, dan turunannya sangat ruwet (sophisticated), pertama-tama peneliti membuat struktur model yang dihipotesiskan (the hypothesized model structure) dan korelasi di dalam data asli/awal (original data). Secara eksplisit, analisis konfirmatori memerlukan formulasi atau perumusan hipotesis yang berkenaan dengan struktur yang mendasari (underlying structure). Struktur yang diusulkan (proposed), kemudian ditolak atau diterima berdasarkan pada the goodness-of-fit statistics : seberapa jauh data konsisten dengan struktur faktor yang dihipotesiskan. Analisis faktor
18 konfirmatori menggunakan pendekatan holistik (holistic approach). Ketika mengevaluasi ketepatan model konfirmatori (suitability of confirmatory model), peneliti umumnya berkenaan dengan seberapa bagus model yang dihipotesiskan cocok (tepat) dengan hubungan yang ada didalam data asal/asli. Apakah model yang dibuat bisa mencerminkan keadaan yang sebenarnya (to reflect the reality). Adapun langkah-langkah/urutan dalam analisis faktor konfirmatori yaitu : a. Memilih variabel b. Hubungkan/kaitkan variabel dengan kontrak (contruct) c. Uji ketepatan struktur faktor yang dihipotesiskan dengan data d. Terima atau tolak struktur faktor yang dihipotesiskan dengan menggunakan kriteria tertentu. Statistik yang relevan dengan analisis faktor adalah Bartlett s Test of Sphericity yaitu suatu uji statistik yang dipergunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tidak saling berkorelasi (uncorrelated) dalam populasi. (Supranto, 2004) Melakukan Analisis Faktor Langkah-langkah yang diperlukan di dalam analisis faktor adalah sebagai berikut : 1. Merumuskan Masalah Merumuskan masalah meliputi beberapa hal : (Supranto, 2004). a. Tujuan analisis faktor harus diidentifikasi. b. Variabel yang akan dipergunakan di dalam analisis faktor harus dispesifikasikan berdasarkan penelitian sebelumnya, teori dan pertimbangan dari peneliti.
19 c. Pengukuran variabel berdasarkan skala interval d. Banyaknya elemen sampel (n) harus cukup/memadai, sebagai petunjuk kasar, kalau k banyaknya jenis variabel maka n = 4 atau 5 kali k. Artinya kalau variabel 5, banyaknya responden minimal 20 atau 25 orang sebagai sampel acak 2. Bentuk Matriks Korelasi Proses analisis didasarkan pada suatu matriks korelasi agar variabel pendalaman yang berguna bisa diperoleh dari penelitian matriks ini. Agar analisis faktor bisa tepat dipergunakan, variabel-variabel yang akan dianalisis harus berkorelasi. Apabila koefisien korelasi antar variabel terlalu kecil, hubungannya lemah, analisis faktor menjadi tidak tepat. Prinsip utama Analisis Faktor adalah korelasi maka asumsi-asumsi terkait dengan korelasi yaitu : 1. Besar korelasi atau korelasi antar independen variabel harus cukup kuat, misalnya di atas 0,5 atau bila dilihat tingkat signifikannya adalah kurang dari 0, Besar korelasi parsial, korelasi antar dua variabel dengan menganggap variabel lain adalah tetap (konstan) harus kecil. Pada SPSS deteksi korelasi parsial diberikan pada Anti Image Correlation. Statistik formal tersedia untuk menguji ketepatan model faktor yaitu Bartlett s Test of Sphericity bisa digunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tak berkorelasi di dalam populasi. Nilai yang besar untuk uji statistik, berarti hipotesis
20 nol harus ditolak (berarti adanya korelasi yang signifikan diantara beberapa variabel). Kalau hipotesis nol diterima, ketepatan analisis faktor harus dipertanyakan. Statistik lainnya yang berguna adalah KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) mengukur kecukupan sampling (sampling adequacy). Indeks ini membandingkan besarnya koefisien korelasi terobservasi dengan besarnya koefisien korelasi parsial. Nilai KMO yang kecil menunjukkan korelasi antar pasangan variabel tidak bisa diterangkan oleh variabel lain dan analisis faktor mungkin tidak tepat (Supranto, 2004). Measure of Sampling Adequacy (MSA) ukuran dihitung untuk seluruh matriks korelasi dan setiap variabel yang layak untuk diaplikasikan pada analisis faktor. (Wibowo, 2006). Nilai MSA yang rendah merupakan pertimbangan untuk membuang variabel tersebut pada tahap analisis selanjutnya (Wibisono, 2003). Menurut Wibowo (2006), Angka MSA berkisar 0-1 menunjukkan apakah sampel bisa dianalisis lebih lanjut. MSA = 1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain. MSA > 0,5 variabel masih dapat diprediksi dan dapat dianalisis lebih lanjut. MSA < 0,5 variabel tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih lanjut 3. Menentukan Metode Analisis Faktor Ada dua cara atau metode yang bisa dipergunakan dalam analisis faktor, khususnya untuk menghitung timbangan atau koefisien skor faktor, yaitu principal components analysis dan common factor analysis. Di dalam principal components analysis, jumlah varian dalam data dipertimbangkan. Principal components analysis direkomendasikan kalau hal yang
21 pokok ialah menentukan bahwa banyaknya faktor harus minimum dengan memperhitungkan varian maksimum dalam data untuk dipergunakan di dalam analisis multivariat lebih lanjut. Faktor-faktor tersebut dinamakan principal components. Di dalam common factor analysis, faktor diestimasi hanya didasarkan pada common variance, communalities dimasukkan di dalam matriks korelasi. Metode ini dianggap tidak tepat kalau tujuan utamanya ialah mengenali/mengidentifikasi dimensi yang mendasari dan common variance yang menarik perhatian. Metode ini juga dikenal sebagai principal axis factoring (Supranto, 2004). Communalities ialah jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis. Bisa juga disebut proporsi atau bagian varian yang dijelaskan common factors, atau besarnya sumbangan suatu faktor terhadap varian seluruh variabel. Semakin besar Communalities sebuah variabel, berarti semakin kuat hubungannya dengan faktor yang dibentuknya. Eigenvalue merupakan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor. Eigenvalue akan menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung varian yang dianalisis. Susunan eigenvalues selalu diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil dengan kriteria bahwa angka eigenvalue di bawah 1 tidak digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk. (Eigenvalue yang ditentukan di atas 1 adalah alasan peneliti) (Wibowo, 2006).
22 4. Rotasi Faktor-Faktor Suatu hasil atau output yang penting dari analisis faktor ialah apa yang disebut matriks faktor pola (factor pattern matrix). Matriks faktor berisi koefisien yang dipergunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan dinyatakan dalam faktor. Koefisien-koefisien ini yang disebut muatan faktor atau the faktor loading, mewakili korelasi antar-faktor dan variabel. Suatu koefisien dengan nilai absolut/mutlak yang besar menunjukkan bahwa faktor dan variabel berkorelasi sangat kuat. Koefisien dari matriks faktor bisa dipergunakan untuk menginterpretasikan faktor. Meskipun matriks faktor awal yang belum dirotasi menunjukkan hubungan antar-faktor masing-masing variabel, jarang menghasilkan faktor yang bisa diinterpretasikan (diambil kesimpulannya), oleh karena faktor-faktor tersebut berkorelasi atau terkait dengan banyak variabel (lebih dari satu). Di dalam melakukan rotasi faktor, kita menginginkan agar setiap faktor mempunyai muatan atau koefisien yang tidak nol atau yang signifikan untuk beberapa variabel saja. Demikian halnya kita juga menginginkan agar setiap variabel mempunyai muatan yang tidak nol atau signifikan dengan beberapa faktor saja, kalau mungkin hanya dengan satu faktor saja. Kalau terjadi bahwa beberapa faktor mempunyai muatan tinggi dengan variabel yang sama, sangat sulit untuk membuat interpretasi tentang faktor tersebut. Akan tetapi, persentase varian sebagai sumbangan setiap faktor terhadap seluruh varian (dari seluruh variabel asli) mengalami perubahan (Supranto, 2004 ).
23 5. Interpretasi Faktor Interpretasi dipermudah dengan mengidentifikasi variabel yang muatannya besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian bisa diinterpretasikan, dinyatakan dalam variabel yang mempunyai muatan tinggi padanya. Manfaat lainnya di dalam membantu untuk membuat interpretasi ialah menge-plot variabel, dengan menggunakan factor loading sebagai sumbu koordinat (sumbu F1 dan F2). Variabel pada ujung atau akhir suatu sumbu ialah variabel yang mempunyai high loading hanya pada faktor tertentu (faktor F1 atau F2) oleh karena itu bisa menyimpulkan bahwa faktor tersebut terdiri dari variabel-variabel tersebut. Sedangkan variabel yang dekat dengan titik asal (perpotongan sumbu F1 dan F2) mempunyai muatan rendah (low loading) pada kedua faktor. Variabel yang tidak dekat dengan sumbu salah satu faktor berarti berkorelasi dengan kedua faktor tersebut. Kalau suatu faktor tidak bisa dengan jelas didefinisikan dinyatakan dalam variabel aslinya, seharusnya diberi label sebagai faktor tidak terdefinisikan atau faktor umum. Variabel-variabel yang berkorelasi kuat (nilai factor loading yang besar) dengan faktor tertentu akan memberikan inspirasi nama faktor yang bersangkutan (Supranto, 2004). 6. Menghitung Skor atau Nilai Faktor Sebenarnya analisis faktor tidak harus dilanjutkan dengan menghitung skor atau nilai faktor, sebab tanpa menghitung pun hasil analisis faktor sudah bermanfaat yaitu mereduksi variabel yang banyak menjadi variabel baru yang lebih sedikit dari variabel aslinya.
24 Namun kalau tujuan analisis faktor untuk mencari variabel baru yang bebas satu sama lain, yang disebut faktor untuk dipergunakan dalam analisis multivariat lainnya seperti analisis regresi linier berganda, maka perlu dihitung skor/nilai faktor bagi setiap responden (Supranto, 2004) 7. Memilih Surrogate Variables Surrogate Variables adalah suatu bagian dari variabel asli yang dipilih untuk digunakan di dalam analisis selanjutnya. Pemilihan Surrogate Variables meliputi sebagian dari beberapa variabel asli untuk dipergunakan di dalam analisis selanjutnya. Hal ini memungkinkan peneliti untuk melakukan analisis lanjutan dan menginterpretasikan hasilnya dinyatakan dalam variabel asli bukan dalam skor faktor. Dengan meneliti matriks faktor, kita bisa memilih untuk setiap faktor variabel dengan muatan tinggi pada faktor yang bersangkutan (Wibowo, 2006). Variabel tersebut kemudian bisa dipergunakan sebagai variabel pengganti atau surrogate variables untuk faktor yang bersangkutan. Proses untuk mencari variabel pengganti akan berjalan lancar kalau muatan faktor (factor loading) untuk suatu variabel jelas-jelas lebih tinggi daripada muatan faktor lainnya. Akan tetapi pilihan menjadi susah, kalau ada dua variabel atau lebih mempunyai muatan yang sama tingginya. Di dalam hal seperti itu, pemilihan antara variabel-variabel ini harus didasarkan pada pertimbangan teori dan pengukuran sebagai contoh, mungkin teori menyarankan bahwa suatu variabel dengan muatan sedikit lebih kecil mungkin lebih penting daripada dengan sedikit lebih tinggi (Wibowo, 2006).
25 Demikian juga halnya, kalau suatu variabel mempunyai muatan sedikit lebih rendah akan tetapi telah diukur lebih teliti/akurat, seharusnya dipilih sebagai surrogate variable. 2.6 Kerangka Konsep Faktor yang memengaruhi akseptor KB dalam memilih alat kontrasepsi IUD: 1. Umur 2. Pengetahuan 3. Jumlah anak 4. Keamanan IUD 5. Ketersediaan alat kontrasepsi IUD 6. Tempat pelayanan KB 7. Petugas kesehatan 8. Media informasi 9. Biaya pemasangan 10. Dukungan suami Analisis faktor Hasil : Faktor 1 Faktor 2 Faktor. Faktor n
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Keluarga Berencana (KB 2.1.1 Sasaran Keluaraga Berencana Sasaran dan target yang ingin dicapai dengan program KB adalah bagaimana supaya segera tercapai dan melembaganya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2103) menyatakan bahwa angka kehamilan penduduk perempuan 10-54 tahun adalah 2,68 persen, terdapat kehamilan pada umur kurang 15 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma baru Program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menempati posisi keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya menempati posisi keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan laju pertumbuhan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk mencapai kesejahteraan dengan cara memberi nasehat perkawinan pengobatan kemandulan, dan penjarangan kelahiran.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) adalah
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga Berencana ( KB ) 2.1.1. Definisi Keluarga Berencana (KB) Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi 2.1.1 Defenisi Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah di dunia yang sedang berkembang sudah terbukti dengan jelas, kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap mortalitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke dalam rahim oleh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah alat yang terbuat dari bahan yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi 2.1.1 Definisi Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu semakin meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ketahun. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan program KB nasional. (BKKBN, 2011) dihitung berbagi perbandingan atau rasio (ratio) antara lain : rasio jenis
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar penanganan masalah kependudukan adalah Undang-undang No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang mengamanatkan bahwa kewenangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga Berencana (KB) merupakan tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga Berencana 2.1.1 Pengertian Menurut WHO (1970), keluarga berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami istri untuk, (1) Menghindari kelahiran yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program Keluarga Berencana untuk mengendalikan kelahiran sekarang terabaikan seiring dengan otonomi daerah. Akibatnya, Indonesia mengalami ledakan jumlah penduduk
Lebih terperinciKARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN
KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN Dini Rahmayani 1, Ramalida Daulay 2, Erma Novianti 2 1 Program Studi S1 Keperawatan STIKES
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga
Lebih terperinciUpaya meningkatkan pelayanan KB diusahakan dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) Menurut WHO pengertian keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu, menghindari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk dunia pada tahun 2013 mengalami peningkatan lebih tinggi dari perkiraan dua tahun yang lalu. Jumlah penduduk dunia pada bulan Juli 2013 mencapai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan metode untuk menguji teori - teori tertentu dengan cara
Lebih terperinciKUESIONER PENELITIAN
KUESIONER PENELITIAN EFEKTIFITAS KIE MELALUI CERAMAH BOOKLET DAN POWERPOINT UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN SUB PPKBD (KADER) TENTANG PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN
Lebih terperinciJENIS METODE KB PASCA PERSALINAN VASEKTOMI
JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN MAL KONDOM AKDR TUBEKTOMI VASEKTOMI PIL INJEKSI IMPLAN JENIS METODE KB PASCA PERSALINAN NON HORMONAL 1. Metode Amenore Laktasi (MAL) 2. Kondom 3. Alat Kontrasepsi Dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, seperti menghindari kelahiran yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung preparat estrogen dan progesteron,
Lebih terperinciBab 4 ANALISIS FAKTOR TEORITIS DAN APLIKATIF
Bab 4 ANALISIS FAKTOR TEORITIS DAN APLIKATIF Analisis Multivariat untuk analisis identifikasi, prediksi, eksplorasi, deskripsi: 1. Principle Component Analysis (PCA) 2. Factor Analysis 3. Cluster Analysis
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperaatan. Disusun oleh : SUNARSIH J.
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, DUKUNGAN KELUARGA, DAN TARIF LAYANAN DENGAN PEMILIHAN JENIS KONTRASEPSI SUNTIK PADA AKSEPTOR KB DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Pelayanan Keluarga Berencana (KB) di Indonesia mengalami suatu keadaan stagnan yang ditandai dengan tidak meningkatnya beberapa indikator pelayanan KB yaitu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak negara di berbagai belahan dunia telah berkomitmen secara serius dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara Indonesia sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan latar belakang program Keluarga Berencana (KB) dengan menggunakan metode IUD, rumusan masalah yang timbul, tujuan umum dan tujuan khusus penelitian yang
Lebih terperinciGAMBARAN WANITA USIA SUBUR (WUS) PENGGUNA IUD DAN IMPLANT DI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2016
GAMBARAN WANITA USIA SUBUR (WUS) PENGGUNA IUD DAN IMPLANT DI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2016 Dewi Harmarisa 1,Nurlina Tarmizi 2,Maryadi 3 Program Studi Kependudukan Program Pascasarjana Universitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga
Lebih terperinciBAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL. Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai faktor- faktor yang
BAB III KERANGKA KONSEP KONSEPTUAL A. Kerangka Konsep Dari uraian terdahulu telah dijelaskan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya minat ibu akseptor KB menggunakan kontrasepsi AKDR. Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penduduk di dunia mencapai 7,3 miliar jiwa tahun Indonesia. merupakan negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk di dunia mencapai 7,3 miliar jiwa tahun 2015. Indonesia merupakan negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak, yaitu sebesar 255,993,674
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Ibu tentang Kontrasepsi 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu
Lebih terperinciGAMBARAN MENSTRUASI IBU PADA AKSEPTOR ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK KOMBINASI DI RB MEDIKA JUWANGI KABUPATEN BOYOLALI
GAMBARAN MENSTRUASI IBU PADA AKSEPTOR ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK KOMBINASI DI RB MEDIKA JUWANGI KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Lebih terperinciPendahuluan. 0 Analisis interaksi antarvariabel 0 Interdependence 0 Deteksi multikolinearitas
Pendahuluan 0 Analisis interaksi antarvariabel 0 Interdependence 0 Deteksi multikolinearitas Tujuan 0 Tujuan utama: 0 Menjelaskan struktur hubungan di antara banyak variabel dalam bentuk faktor/variabel
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Menurut dari hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Menurut dari hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memiliki 237 juta jiwa. Jumlah ini menjadikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Gerakan Keluarga Berencana 1. Keluarga Berencana (KB) Keluarga Berencana merupakan suatu program pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah penduduk.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Reproduksi dilaksanakan untuk memenuhi hak-hak reproduksi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana lebih dari dua dasa warsa terakhir ini menjadi fokus utama program kependidikan di Indonesia. Program KB dan Kesehatan Reproduksi dilaksanakan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.2. Analisis Faktor Analisis faktor merupakan salah satu metode statistik multivariat yang mencoba menerangkan hubungan antara sejumlah variabel variabel yang saling independen antara
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 21
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 21 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KELUARGA BERENCANA PARIPURNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara etiomologi, konseling berasal dari bahasa Latin Consilium artinya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konseling 2.1.1 Pengertian Konseling Secara etiomologi, konseling berasal dari bahasa Latin Consilium artinya dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah kependudukan merupakan masalah penting yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli kependudukan, baik di Indonesia maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia dengan jumlah penduduk sebanyak 237 juta jiwa pada tahun 2011 menempati negara dengan jumlah penduduk terpadat ke 4 setelah Cina (1,339,240,000), India
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak setiap warga Negara yang telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 adalah Tiap- Tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk yang relatif tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, kualitas. penduduk yang harus ditingkatkan (Saifuddin, 2006).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang pesat merupakan suatu masalah yang dihadapi oleh Negara berkembang termasuk Negara Indonesia. Negara Indonesia mempunyai masalah yang komplek,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, keluarga berencana adalah upaya untuk mewujudkan penduduk tumbuh
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif merupakan metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kependudukan dan pembangunan keluarga, Keluarga Berencana adalah upaya
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana dan Kontrasepsi 2.1.1 Definisi Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, Keluarga Berencana adalah upaya
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. dalam upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Keluarga Berencana Keluarga Berencana ( KB ) adalah suatu program yang dicanangkan pemerintah dalam upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya permasalahan kependudukan, karena Indonesia merupakan negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pemikiran lahirnya Keluarga Berencana di Indonesia adalah adanya permasalahan kependudukan, karena Indonesia merupakan negara yang jumlah penduduknya berada pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya. pada tahun 2000 menjadi 237,6 juta di tahun 2010 (BKKBN, 2010).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi oleh Indonesia di bidang kependudukan adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya pertumbuhan penduduk maka semakin
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN Ridha Andria 1*) 1 Dosen STIKes Darussalam Lhokseumawe
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (Murdiyanti, 2007). mempunyai visi Keluarga Berkualitas tahun Keluarga berkualitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara baik negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai progam untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mencanangkan berbagai progam untuk menangani masalah kependudukan yang ada. Salah satu progamnya dengan Keluarga Berencana Nasional sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang kependudukan yang masih tingginya
Lebih terperinciLampiran 1 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian PENGARUH PEMBERIAN KONSELING KONTRASEPSI BERENCANA (KB) TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PASANGAN USIA SUBUR DALAM MENGGUNAKAN KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI DESA SUKA MAJU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat dalam tingkat jumlah penduduk terbesar di dunia dengan laju pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciVolume 2 / Nomor 2 / November 2015 ISSN :
HUBUNGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI PASANGAN USIA SUBUR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN SERENGAN Devi Pramita Sari APIKES Citra Medika Surakarta ABSTRAK Pasangan Usia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keluarga Berencana (family planning) adalah kegiatan untuk melakukan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga Berencana Keluarga Berencana (family planning) adalah kegiatan untuk melakukan pembatasan kelahiran baik untuk sementara agar dapat dicapai jarak antara dua kelahiran,
Lebih terperinciAkseptor Keluarga Barencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi (BKKBN, 2007)
Akseptor Keluarga Berencana 1. Pengertian Akseptor Keluarga Barencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi (BKKBN, 2007) 2. Jenis-jenis Akseptor KB a.
Lebih terperinciKUESIONER PENELITIAN
KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN DAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP PEMAKAIAN METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG () PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN SUNGGAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan. Dari hasil penelitian diketahui
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program KB 2.1.1 Sejarah Program KB di Indonesia Sesungguhnya keluarga berencana bukanlah hal baru, karena menurut catatancatatan dan tulisan-tulisan yang berasal dari Mesir
Lebih terperinciPENDAHULUAN INFORMASI ALAT KONTRASEPSI BUKU UNTUK KADER
PENDAHULUAN INFORMASI ALAT KONTRASEPSI BUKU UNTUK KADER Buku informasi alat kontrasepsi pegangan untuk kader diperuntukkan bagi kader PPKBD dan Sub PPKBD atau Posyandu yang dipelajari secara berdampingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimulai sejak tahun 1968 dengan mendirikan LKBN (Lembaga Keluarga Berencana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah terpenting yang dihadapi oleh negara berkembang, seperti di Indonesia yaitu ledakan penduduk. Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut World Population Data Sheet (2013) Indonesia merupakan urutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Population Data Sheet (2013) Indonesia merupakan urutan negara kelima di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak yaitu berkisar 249 juta. Untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia terus meningkat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa. Menurut
Lebih terperincipemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk cukup padat. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia adalah 237.556.363
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan salah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan salah satu permasalahannya yaitu masih tingginya pertumbuhan penduduk. Jumlah penduduk tahun 2009 meningkat 1,29%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak masalah kependudukan dan belum bisa teratasi hingga saat ini. Hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan
Lebih terperinciPERANAN SUAMI DALAM MEMBANGUN BAHTERA KELUARGA SAKINAH BERKUALITAS
Suami mempunyai tanggung jawab yang berat. PERANAN SUAMI DALAM MEMBANGUN BAHTERA KELUARGA SAKINAH BERKUALITAS Suami bertanggung jawab secara sosial, moral dan ekonomi menyangkut : Pencari Nafkah Pelindung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB) menurut World Health Organisation (WHO) di antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga Berencana (KB) menurut World Health Organisation (WHO) merupakan tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) berpotensi meningkatkan status kesehatan wanita dan menyelamatkan kehidupannya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memungkinkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1999).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teori 1. Konsep Dasar Kontrasepsi Suntik (DMPA) a. Pengertian 1) Kontrasepsi Kontrasepsi atau anti kontrasepsi (Conseption Control) adalah cara untuk mencegah terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mewujudkan "Keluarga Berkualitas 2015" adalah keluarga yang bertaqwa
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam sektor kependudukan dan pembangunan keluarga berkualitas, pemerintah menggelar program keluarga berencana KB dengan paradigma baru program keluarga berencana Nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan Keluarga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan Keluarga Berkualitas tahun 2015. Keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 : keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tubektomi dapat berupa pengikatan dan pemotongan, dapat juga Tubektomi
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tubektomi dapat berupa pengikatan dan pemotongan, dapat juga Tubektomi untuk wanita disebut juga sebagai oklusi tuba atau sterilisasi. Indung telur akan menghasilkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus adalah
Lebih terperinciBAB 4 ANALISA DATA 4.1 Profile Responden
BAB 4 ANALISA DATA 4.1 Profile Responden Pada penelitian ini, peneliti telah menyusun profile responden yang dibagi kedalam beberapa macam, yakni berdasarkan: 1. Nama pusat kebugaran langganan responden
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontrasepsi merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Pada saat ini telah banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional mencakup upaya peningkatan semua segi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional mencakup upaya peningkatan semua segi kehidupan bangsa. Agar penduduk dapat berfungsi sebagai modal pembangunan dan merupakan sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia yang maju, mandiri, sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman dan takwa kepada Tuhan
Lebih terperinci(2.1) keterangan: i = Banyaknya faktor yang terbentuk; (i=1,2,3,...,k)
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Faktor Menurut J. Supranto (2004), analisis faktor merupakan teknik statistika yang utamanya dipergunakan untuk mereduksi atau meringkas data dari variabel yang banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) (1970, dalam Suratun, 2008)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organization) (1970, dalam Suratun, 2008) mengatakan bahwa program keluarga berencana merupakan suatu tindakan yang membantu pasangan suami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari variabel-variabel yang saling berkorelasi. Analisis peubah ganda dapat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Peubah Ganda Analisis peubah ganda merupakan metode statistika yang menganalisis secara bersama-sama variabel yang cukup banyak yang diamati pada setiap individu atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keluarga Berencana a. Pengertian 1) Kontrasepsi Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Hanafi Winkjosastro, 2007). Kontrasepsi adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, terdiri dari pulau-pulau yang tersebar di seluruh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara berkembang, terdiri dari pulau-pulau yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Badan Pusat Statistik (2010) mencatat jumlah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah
Lebih terperinciLAMPIRAN I. A. Identitas Responden Mohon di isi sesuai jawaban anda: No. Responden 1. Nama Responden : 2. Alamat Responden : 3. Pendidikan Responden :
LAMPIRAN I KUESIONER PENELITIAN Hubungan Akses KB Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Hormonal dan Non Hormonal Pada Akseptor KB Aktif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kec.Siabu Kabupaten Mandailing Natal Tahun
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM TUJUAN ANALISIS FAKTOR
GAMBARAN UMUM TUJUAN ANALISIS FAKTOR 1. Latar Belakang Analisis faktor adalah alat analisis statistik yang dipergunakan untuk mereduksi faktor-faktor yang mempengaruhi suatu variabel menjadi beberapa set
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sebab apapun yang berkaitan atau memperberat kehamilan diluar kecelakaan. Angka
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian ibu adalah kematian wanita dalam masa kehamilan atau dalam waktu 42 hari setelah pemberhentian kehamilan tanpa memandang usia dan tempat kehamilan, oleh sebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bidang kependudukan. Pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. disebabkan tingkat kelahiran masih lebih tinggi dibandingkan tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk yang besar, tingkat pertumbuhannya yang masih tinggi, dan penyebaran antar daerah yang kurang seimbang merupakan ciri penduduk Indonesia dan merupakan
Lebih terperinciMotivasi Ibu dalam Penggunaan KB IUD di Puskesmas Pakuan Baru Kota Jambi
Motivasi Ibu dalam Penggunaan KB IUD di Puskesmas Pakuan Baru Kota Jambi Subur meningkat sebesar 1,7% (758.770). Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya kelangsungan pemakaian kontrasepsi, termasuk pembinaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kontrasepsinya), bentuknya bermacam-macam. sesudah abortus, tidak interaksi dengan obat-obat juga membantu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Hidayati (2009), IUD atau Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) adalah satu alat kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran,
Lebih terperinci