MENGUBAH POLA ALIRAN PENYALURAN MIGAS LAPANGAN SINDANGSARI DAN TANJUNGSARI KE STASIUN PENGUMPUL PEGADEN DARI SATU PHASA MENJADI DUA PHASA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENGUBAH POLA ALIRAN PENYALURAN MIGAS LAPANGAN SINDANGSARI DAN TANJUNGSARI KE STASIUN PENGUMPUL PEGADEN DARI SATU PHASA MENJADI DUA PHASA"

Transkripsi

1 PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001 MENGUBAH POLA ALIRAN PENYALURAN MIGAS LAPANGAN SINDANGSARI DAN TANJUNGSARI KE STASIUN PENGUMPUL PEGADEN DARI SATU PHASA MENJADI DUA PHASA Pertamina Daerah Operasi Hulu Cirebon Kata Kunci : Pemanfaatan aset, efisiensi dan kwalitas ABSTRAK Lapangan Sindangsari (SDS), Tanjungsari (TJS) dan Pegaden (PGD) merupakan lapangan penghasil gas dan minyak/kondensat yang berada di Kabupaten Subang Jawa Barat termasuk dalam wilayah Pertamina Daerah Operasi Hulu Cirebon. Di Lapangan SDS dan TJS tersedia fasilitas produksi stasiun pengumpul (SP) untuk memproses fluida yang berasal dari sumur sekitarnya, sehingga antara gas dan kondensat terpisah. Pengaliran hasil proses gas dan kondensat ke konsumen saat ini dialirkan dengan sistem satu pahasa, yaitu gas disalurkan melalui pipa ke Stasiun Pengumpul PGD, kemudian bergabung dengan gas hasil pemprosesan di Stasiun Pengumpul PGD dialirkan ke Stasiun Kompresor Cilamaya melalui pipa 10. Kondensat dari SP. SDS dan TJS diangkut dengan mobil tanki ke SP. PGD yang jaraknya sekitar 60 km dari SP. SDS/TJS. Di SP. PGD kondensat yang berasal dari SP. SDS/TJS ditampung di tanki, kemudian bersama-sama minyak mentah/kondensat dari Lapangan Pegaden dipompakan melalui pipa ke Pusat Penampungan Produksi (PPP) Terminal Balongan yang jaraknya 80 km. Pengangkutan kondensat dengan mobil tanki banyak mengandung resiko yang harus ditanggung, seperti selalu adanya perawatan jalan, kemacetan lalulintas, tabrakan/kecelakaan di jalan raya, protes masyarakat akibat debu, bising lalulintas mobil tanki, pencurian kondensat oleh sopir dan selalu adanya biaya yang dikeluarkan setiap saat untuk sewa mobil tanki. Biaya yang dibutuhkan untuk sewa mobil tanki selama perkiraan produksi Lapangan SDS/TJS sampai Tahun 2015 sebesar Rp ,35. Untuk menghindari resiko dilakukan cara lain untuk menyalurkan kondensat, yaitu menggunakan pipa dengan alternatif memasang pipa baru lengkap dengan pompa penyalunrya yang memerlukan biaya sebesar Rp ,00 atau memanfaatkan pipa gas yang sudah ada dari SP. SDS dan TJS sepanjang 19 km dengan mengubah pola aliran dari satu phasa (gas saja) menjadi dua phasa (gas dan cairan). Konsep dasar pengubahan pola aliran ini adalah bahwa tekanan di kepala sumur SDS dan TJS tinggi antara 52 ksc sampai dengan 99 ksc, sedangkan di SP. PGD hanya dibutuhkan tekanan sekitar 26 ksc. Dengan penerapan aliran dua phasa, maka aliran sumur dari SDS/TJS langsung disalurkan ke SP. Pegaden dimasukkan ke HP. Separator Produksi sehingga proses pemisahan antara gas dan kondensat sumur SDS/TJS dilakukan di SP. Pegaden. Untuk melakukan penerapan aliran dua phasa ini perlu dilakukan modifikasi sistim perpipaan di SP. SDS, TJS dan PGD serta peningkatan kapasitas HP. Separator Produksi SP. PGD dari 24 mmscfd menjadi 55 mmscfd yang memerlukan biaya sebesar Rp ,00. Keuntungan perubahan pola aliran dari SP. SDS dan TJS ke SP. PGD dari satu phasa menjadi dua phasa dengan memanfaatkan pipa gas yang ada adalah : 1. Tidak perlu memasang pipa dan pompa khusus untuk menyalurkan kondensat sehingga secara langsung akan mengurangi biaya yang akan dikeluarkan. 2. Mobil tanki untuk mengangkut kondensat tidak diperlukan lagi sehingga mengurangi lalulintas mobil tanki yang berdampak besar dalam menghindari resiko yang timbul akibat pengangkutan dengan mobil tanki. 1. PENDAHULUAN Lapangan Sindangsari (SDS) dan Tanjungsari (TJS) merupakan lapangan penghasil gas yang mulai beroperasi sejak Bulan September 1999 sejalan dengan selesainya pembangunan stasiun pengumpul di kedua lapangan tersebut yang terletak di Kabupaten Subang Jawa Barat. Potensi produksi gas saat ini di Sindangsari 7.5 mmscfd (2 sumur produksi) dan Tanjungsari 15 mmscfd (3 sumur produksi) dengan perkiraan kemampuan produksi di SDS sampai dengan Tahun 2004 dan di TJS sampai dengan Tahun Aliran fluida dari sumur produksi diproses di stasiun pengumpul, hasil proses selain gas adalah kondensat yang ditampung di tanki masing-masing stasiun pengumpul. Semua hasil proses baik gas maupun kondensat dikirim ke konsumen dengan sistim aliran satu phasa, yaitu gas dikirim melalui pipa ke Stasiun Kompresor Cilamaya dan kondensat dikirim ke stasiun pengumpul (SP) Pegaden menggunakan mobil tanki yang berjarak kurang lebih 60 km dari kedua Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari. Kondensat yang dikirim ke SP. Pegaden ditampung di tanki kemudian bersama-sama minyak mentah/kondensat dari Lapangan Pegaden dipompakan melalui pipa 4 bergabung dengan minyak mentah dari SP. Cilamaya Utara pada pipa 6 ke Pusat Penampungan Produksi (PPP) Terminal Balongan. Pengiriman kondensat dengan mobil tanki banyak mengandung resiko, sehingga perlu direncanakan penyaluran kondensat dari Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari dengan cara lain yaitu memasang pipa khusus kondensat lengkap dengan pompa penyalurnya dari Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari ke SP. Pegaden yang panjangnya 19 km atau

2 memanfaatkan pipa gas 6 dari SDS dan 8 dari TJS yang ada sekarang dengan cara mengubah pola aliran dari satu phasa (gas saja) menjadi dua phasa (gas dan cairan) yaitu fluida dari sumur produksi langsung dialirkan melalui pipa gas ke SP. Pegaden kemudian diproses di SP. Pegaden untuk dipisahkan antara gas dan cairan. 2. PENYALURAN GAS KE SP. PEGADEN SP. Pegaden yang terletak di Kabupaten Subang Jawa Barat merupakan stasiun pengumpul utama di wilayah distrik-1 Aset-II Pertamina Daerah Operasi Hulu Cirebon. Gas hasil proses di SP. Sindangsari dan Tanjungsari dikirim ke SP. Pegaden melalui pipa yang terdiri dari : Pipa gas 6 dari SP. SDS ke SP. TJS sepanjang 7.35 km. Pipa gas dari SP. TJS ke SP. PGD sepanjang 11.5 km. Pola penyaluran dari SP. SDS dengan tekanan rata-rata 40 ksc disalurkan melalui pipa 6 ke SP. TJS kemudian bergabung bersama-sama gas dari SP. TJS dengan tekanan rata-rata 38 ksc ke SP. Pegaden dan dari SP. Pegaden dengan gas dari Lapangan Pegaden dikirim ke stasiun Kompresor Cilamaya melalui pipa 10 dan 18 dengan tekanan rata-rata 26 ksc sepanjang kurang lebih 40 km. Tekanan kepala sumur di Lapangan Sindangsari yaitu SDS-01 (jepitan 19 mm) 52 ksc dan SDS-03 (jepitan 10 mm) 99 ksc, sedangkan di Lapangan Tanjungsari yaitu TJS-01 (jepitan 10 mm) 58 ksc, TJS-02 (jepitan 16 mm) 95 ksc dan TJS-03 (jepitan 13 mm) 87 ksc. 3. PERMASALAHAN PENYALURAN KONDENSAT Kondensat yang dihasilkan dari hasil proses di SP. SDS dan TJS ditampung di tanki yang berkapasitas masing-masing sebagai berikut : a. Di SP. Tanjungsari 2 20 m3 (126 barel) b. Di SP. Sindangsari 2 30 m3 (189 barel) Dengan kemampuan tanki penampung kecil maka kondensat yang dihasilkan harus segera disalurkan/dikirim ke Pusat Penampungan Produksi Terminal Balongan Daerah Operasi Hulu Cirebon yang letaknya kurang lebih 150 km dari SP. SDS dan TJS agar tanki tidak penuh, sehingga tidak perlu menutup atau memperkecil aliran dari sumur produksi. Saat ini kondensat dikirim ke SP. Pegaden dengan mobil tanki yang jaraknya kurang lebih 60 km dari Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari. Di SP. Pegaden kondensat tersebut ditampung di tanki kemudian bersama-sama minyak mentah dari lapangan Pegaden dipompakan ke PPP Terminal Balongan melalui pipa. Pengangkutan kondensat dengan mobil tanki mengandung banyak resiko sehingga dapat menghambat kegiatan operasi. Adapun resiko-resiko yang harus ditanggung sebagai berikut : Perlu perawatan jalan/jembatan pada ruas jalan yang dilalui rutin dan hal ini langsung menambah biaya operasi lapangan. Kemungkinan terjadinya kemacetan lalulintas di jalan raya atau kerusakan mobil tanki pada saat beroperasi sehingga mobil tanki terlambat kembali ke Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari yang mengakibatkan stock kondensat di tanki penuh karena belum diambil oleh mobil tanki, sehingga sumur tidak dapat beroproduksi (tutup sumur). Keselamatan mobil tanki di jalan raya yang cukup rawan dan padat dengan kendaraan sehingga resiko tabrakan/kecelakaan cukup besar. Pengawasan terhadap sopir mobil tanki harus ketat karena kadangkala di jalan sopir mencuri kondensat diganti dengan minyak lain. Dilihat dari sisi pengeluaran keuangan harus ada biaya yang disisihkan setiap saat untuk menyewa atau membiayai mobil tanki agar kondensat sampai tempat tujuan. Banyaknya protes masyarakat akibat debu, bising lalulintas mobil tanki. Biaya angkut kondensat dengan mobil tanki ke SP. Pegaden berdasarkan data dari Bagian Logistik/Angkutan Pertamina Daerah Operasi Hulu Cirebon, sebagai berikut : a. Dari SP. Sindangsari Rp /liter. b. Dari SP. Tanjungsari Rp /liter. Jika diasumsikan biaya angkut naik 10 % setiap tahunnya maka total biaya angkut dengan mobil tanki ke SP. Pegaden dari SP Tanjungsari dan Sindangsari selama kurun waktu perkiraan produksi Lapangan SDS sampai dengan Tahun 2004 dan Tanjungsari sampai dengan Tahun 2015 adalah Rp ,35 (lihat Tabel-1). 4. PENYALURAN KONDENSAT DENGAN MENGGUNAKAN PIPA Alternatif lain penyaluran kondensat dari TJS dan SDS selain menggunakan mobil tanki adalah dengan cara menyalurkannya melalui pipa dengan pilihan sebagai berikut : 1. Memasang pipa baru lengkap dengan pompa penyalurannya dari SP. SDS ke SP. TJS menuju SP. Pegaden sepanjang 19 km. 2. Menyalurkan fluida langsung dari sumur produksi dengan memanfaatkan pipa gas yang sudah tersedia Pemasangan Pipa Pemasangan pipa untuk menyalurkan kondensat yang terproduksi dari hasil proses di SP. SDS dan TJS memanfaatkan ROW Pipa gas yang sudah ada sehingga tidak perlu pembebasan tanah lagi. Rencana pipa yang akan di pasang adalah pipa 4 lengkap dengan pompa penyalurnya sepanjang 19 km dari SP. SDS/TJS ke SP. Pegaden. Biaya pemasangan pipa tersebut adalah sebesar Rp ,00 (lihat Tabel-2) Memanfaatkan Pipa Gas Penyaluran fluida langsung dari sumur dengan memanfaatkan pipa gas 6 dari SP. SDS ke TJS dan pipa gas dari SP. TJS ke SP. PGD. Konsep dasar pemikiran penyaluran dengan cara langsung dari sumur adalah tekanan-tekanan di kepala sumur cukup tinggi antara 52 ksc sampai dengan 99 ksc, sehingga dimungkinkan untuk menyalurkan aliran fluida ke SP. Pegaden sepanjang 19 km.

3 Dengan cara ini akan mengubah pola aliran dari satu phasa (gas saja) menjadi dua phasa (gas dan cairan), sehingga fluida dari sumur produksi baik di SDS maupun di TJS akan langsung dialirkan melalui pipa yang sudah tersedia ke SP. Pegaden, kemudian diproses bersama-sama fluida dari sumur Lapangan Pegaden untuk dipisahkan antara gas dan kondensat. Perubahan pola penyaluran akan diikuti dengan modifikasi sisitim perpipaan di SP. SDS, TJS dan PGD (lihat Gambar-1, 2&3). Sebagai akibat dari perubahan sistim aliran fluida dari sumur yang sebelumnya diproses di masing-masing stasiun pengumpul (SDS dan TJS) dimana hasil proses gas dikirim melalui pipa gas 6 dan 8 sedangkan kondensat menggunakan mobil tanki ke SP. PGD menjadi semua aliran fluida dari sumur di proses di SP. Pegaden. Modifikasi sistim perpipaan ini memerlukan biaya material dan pekerjaan konstruksi yang besarnya di masing-masing SP, sebagai berikut (rincian biaya lihat Tabel 3). a. SP. Sindangsari Rp ,00 b. SP. Tanjungsari Rp ,00 c. SP. Pegaden Rp ,00 d. Pekerjaan konstruksi di SDS, TJS dan PGD Rp ,00 Jumlah Rp ,00 Modifikasi sistim perpipaan ini tidak mengubah sistim yang ada di stasiun pengumpul baik SDS, TJS maupun PGD, tetap dapat dilakukan test produksi dari sumur. Jika sewaktu-waktu akan digunakan kembali dengan dengan penyaluran sistim satu phasa tidak akan mengalami kesulitan langsung ditutup saja sistim aliran dari sumur ke pipa gas dengan menutup valve hasil modifikasi di header manifold. 5. PENYALURAN MIGAS DUA PHASA 5.1. Uji Coba Penyaluran Untuk melihat keberhasilan hasil modifikasi sistim perpipaan dan perubahan pola aliran satu phasa menjadi dua phasa dari SP. SDS dan TJS ke SP. PGD dilakukan uji coba pada tanggal 29 April sampai dengan 02 Mei Uji coba ini dilakukan selama 4 hari karena keterbatasan fasilitas produksi di SP. Pegaden dimana kapasitas HP. Separator Produksi gabungan hanya 24 mmscfd dan HP. Separator Test hanaya 12 mmscfd. Dalam pelaksanaan uji coba tersebut produksi gas Lapangan Pegaden yang semula 25 mmscfd diturunkan menjadi 10 mmscfd dialirkan seluruhnya ke HP. Separator Test sedangkan fluida dari sumur SDS dan TJS langsung dialirkan ke Separator HP. Produksi. Hasil uji coba pola pengaliran dengan dua phasa (gas dan cairan) memperlihatkan produksi kondensat tidak mengalami penurunan bahkan menunjukkan tendensi menaiknya penerimaan produksi kondensat secara grup di SP. PGD (lihat Tabel-5), sebagai berikut : Sebelum pelaksanaan aliran dua phasa (satu phasa) produksi rata-rata total gas (SDS+TJS+PGD) 46,5 mmscfd, produksi rata-rata kondensat (SDS+TJS+PGD) 89,83 m3/hari (565 bbl/hari). Setelah uji coba pelaksanaan aliran dua phasa, produksi rata-rata total gas (SDS+TJS+PGD) mmscfd, produksi rata-rata kondensat (SDS+TJS+PGD) 92,79 m3/hari (584 bbl/hari) Keuntungan Penerapan Pola Aliran Dua Phasa Keuntungan utama dari penerapan pola aliran dua phasa dari SP. SDS dan TJS adalah mobil tanki tidak perlu lagi bolakbalik secara rutin untuk mengangkut kondensat hasil proses di SP. SDS dan TJS ke SP. PGD, sehingga resiko-resiko yang ditanggung mobil tanki dapat dihindari dan secara langsung akan mengurangi biaya operasi. Jika memasang khusus pipa kondensat 4 dari SP. SDS dan TJS ke SP. PGD sepanjang 19 km dibutuhkan biaya sebasar Rp ,00 (lihat Tabel-2), hal ini tentunya memerlukan biaya yang cukup besar. Dengan penerapan pola aliran dua phasa tidak perlu lagi memasang pipa tetapi cukup dengan memanfaatkan pipa gas yang ada untuk difungsikan tidak saja untuk menyalurkan gas hasil proses di SP. SDS dan TJS tetapi mengalirkan seluruh fluida dari sumur, dengan demikian tidak perlu keluar biaya lagi untuk memasang pipa Kendala Penerapan Pola Aliran Dua Phasa Kendala utama dalam penerapan pola aliran migas dua phasa dari SP. SDS dan TJS adalah bahwa semua proses pemisahan gas dan kondensat yang semula dilakukan di masing-masing SP (SDS dan TJS) dialihkan ke SP. Pegaden, dimana kapasitas HP. Separator Produksi di SP. Pegaden hanya 24 mmscfd saja, jika digabung dengan produksi Lapangan Pegaden sebesar 25 mmscfd maka dibutuhkan separator minimal berkapasitas 50 mmscfd. Untuk melakukan penerapan aliran dua phasa ini perlu ditingkatkan kapasitas HP. Separator Produksi di SP. Pegaden dan modifikasi perpipaan di masing-masing SP tanpa mengubah pola operasi semula (satu phasa) yang mungkin suatu saat nanti akan digunakan kembali. Disamping masalah kapasitas separator dan modifikasi perpipaan kendala lain yang mungkin terjadi adalah : 1. Adanya jebakan-jebakan cairan di pipa akibat pengaliran fluida langsung dari sumur sepanjang 19 km. 2. Korosifitas dari pipa perlu diperhatikan secara ketat karena produksi gas gabungan Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari mengandung CO2 kurang lebih 10 %. Dari hasil monitoring korosifitas pipa gas SDS, TJS ke PGD laju korosi pipa rata-rata 0.45 MPY. Angka tersebut termasuk dalam laju korosi yang kecil Penanggulangan Kendala Untuk menanggulangi kendala untuk penerapan pola aliran dua phasa dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Modifikasi perpipaan di SP. SDS, TJS dan PGD (lihat Gambar-1, 2&3) dan total biaya yang dikeluarkan untuk modifikasi ini sebesar Rp ,00 b. Meningkatkan kapasitas HP. Separator Produksi di SP. Pegaden untuk memproses aliran fluida dari sumur SD, TJS dan PGD dengan kapasitas 55 mmscfd. Biaya yang

4 dibutuhkan untuk modifikasi peningkatan kapasitas separator sebasar Rp ,00 (lihat Tabel-4). c. Untuk mengatasi masalah jebakan cairan yang mungkin terjadi di sepanjang jalur pipa untuk aliran dua phasa agar dilakukan pigging pipa secara rutin minimal 2 minggu sekali. d. Untuk menanggulangi kemungkinan proses korosi di jalur pipa, agar dilaksanakan penginjeksian chemical corrotion inhibitor yang tepat untuk memperkecil atau menghindari korosi yang terjadi akibat aliran dua phasa. 6. PERBANDINGAN BIAYA PENYALURAN KONDENSAT Dari hasil pembahasan terdahulu untuk menyalurkan kondensat dari SDS dan TJS selama kurun waktu produksi Tahun 2002 sampai dengan 2015 diperlukan biaya. Ada tiga cara untuk mengirim kondensat dari SP. SDS dan TJS, yaitu : 1. Menggunakan mobil tanki dikirim ke SP. Pegaden dengan total biaya Rp ,35 (lihat Tabel-1), sistim satu phasa. 2. Memasang pipa baru 4 lengkap dengan pompa penyalurnya dari SP. SDS dan TJS ke SP. PGD sepanjang 19 km dengan total biaya sebesar Rp ,00 (lihat Tabel-2), sistim satu phasa. 3. Memanfaatkan pipa gas antara SP. SDS dan SP. TJS ke SP. PGD dengan mengubah pola aliran dari satu phasa (gas saja) menjadi dua phasa (gas dan cairan) dengan memodifikasi sistim perpipaan di SP. SDS, TJS dan PGD serta meningkatkan kapasitas HP. Separator Produksi di SP. PGD dari 24 mmscfd menjadi 55 mmscfd. Total biaya yang dibutuhkan untuk ini adalah Rp ,00 (lihat Tabel-3&4). Bila dibandingkan tiga cara penyaluran kondensat, maka terlihat bahwa dari sisi biaya penyaluran dengan mengubah pola aliran migas SP. SDS dan TJS ke SP. PGD dari satu phasa menjadi dua phasa adalah yang paling kecil. Disamping itu khusus penyaluran dengan pipa akan lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan mobil tanki, menghindari resiko-resiko yang terjadi seperti yang diuraikan pada bab sebelumnya. Separator Produksi di SP. Pegaden untuk melakukan perubahan pola penyaluran dari satu phasa menjadi dua phasa. 4. Untuk menanggulangi kemungkinan adanya jebakan cairan dan korosi di jalur pipa dalam penerapan aliran dua phasa agar dilakukan penginjeksian chemical corroton inhibitor yang tepat dan pigging rutin 2 minggu sekali. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih Kepada Manajemen Pertamina Daerah Operasi Hulu Cirebon yang telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan tulisan ini, khususnya kepada Manajer Aset-II dan Kepala Produksi Aset- II serta Panitia Simposium IATMI 2001 yang telah memberi kesempatan untuk mempresentasikan pada forum Simposium IATMI di Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA 1. Adler, Hans. A, (1983), Evaluasi Ekonomi Proyek-Proyek Pengangkutan, Universitas Indonesia, Jakarta. 2. Keteknikan Produksi DOH. Cirebon, (2001), Perkiraan Produksi Gas Pertamina DO. Hulu Cirebon. 3. Pertamina EP Karangampel, (2001), Daftar Harga Satuan Material (Sipil, Mekanik, Listrik, Komlek dan Infokom). 4. Raswari, (1987), Sistem Perpipaan, Universitas Indonesia, Jakarta. 5. Rubiandini, Rudi, (1994), Transportation of Oil and Ga"s, PT. Loka Datamas Indah, Bandung. 6. Stewart Maurice, (1996), Piping and Pipeline Technology, PT. Loka Datamas Indah, Jakarta. 7. Thretewey. KR, Chamberlian, (1991), Korosi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Tabel-1 Biaya Angkut Kondensat Dari SP Sindangasri & Tanjungsari Ke SP Pegaden Menggunakan Mobil Tanki 7. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan penyaluran migas dengan penerapan pola aliran dua phasa dari Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari ke Lapangan Pegaden di Pertamina Daerah Operasi Hulu Cirebon dapat disimpulkan dan disarankan sebagai berikut : 1. Penerapan pola penyaluran migas dua phasa dari SP. Sindangsari dan Tanjungsari ke SP. Pegaden akan mengurangi biaya operasi dan tidak perlu lagi memasang pipa khusus kondensat yang akan memerlukan biaya besar. 2. Sistim penyaluran dua phasa dengan memanfaatkan pipa gas yang ada tidak perlu lagi dibutuhkan secara rutin mengangkut kondensat hanya sewaktu-waktu saja apabila dibutuhkan, hal ini akan menghindari resiko yang timbul akibat pengangkutan dengan mobil tanki. 3. Dilakukan modifikasi perpipaan di SP. Sindangsari, Tanjungsari dan Pegaden serta peningkatan kapasitas HP.

5 Tabel-2 Rincian Biaya Pemasangan Pipa 4 Lengkap Dengan Pompa Penyalurnya Dengan SP SDS SP TJS Ke SP PGD Sepanjang 19 Km Tabel-4 Rincian Biaya Peningkatan Kapasitas HP Separator SP Pegaden Dari 25 mmscfd Menjadi 55 mmscfd Tabel-3 Rincian Biaya Modifikasi Sistem Perpipaan di SP SDS, TJS dan PGD Untuk Melakukan Penyaluran Sistem Dua Phasa Tabel-5 Perbandingan Produksi Gas dan Kondensat Sebelum dan Sesudah Uji Coba Aliran Dua Phasa Gambar-1 Diagram Alir Stasiun Pengumpul Sindangsari

6 Gambar-2 Diagram Alir Stasiun Pengumpul Tanjungan Gambar-4 Diagram Alir Kondensat Dari SP SDS, TJS, ke SP PGD Sistem Satu Phasa (Menggunakan Mobil Tangki) Gambar-3 Diagram Alir Stasiun Pengumpul Pegaden Gambar-5 Pola Penyaluran Gas Dari SP SDS, TJS ke SP PGD dan SK Cimalaya (Sistem Satu Phasa)

SISTEM GAS LIFT SIKLUS TERTUTUP SEBAGAI SOLUSI ALTERNATIF UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI MIGAS: STUDI KASUS LAPANGAN GNK

SISTEM GAS LIFT SIKLUS TERTUTUP SEBAGAI SOLUSI ALTERNATIF UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI MIGAS: STUDI KASUS LAPANGAN GNK IATMI 2005-36 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2005 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 16-18 November 2005. SISTEM GAS LIFT SIKLUS TERTUTUP SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gas alam adalah bahan bakar fosil bentuk gas yang sebagian besar terdiri dari metana (CH4). Pada umumnya tempat penghasil gas alam berlokasi jauh dari daerah dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam tersebut merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri yang berhubungan dengan sistem distribusi fluida tentunya memerlukan instrumen untuk mengalirkannya. Untuk fluida termampatkan maka diperlukan kompresor,

Lebih terperinci

FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD

FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD Fazri Apip Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Kebumian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak Tahun 1961, Indonesia merupakan salah satu negara yang tergabung dalam OPEC (Organization Petroleum Exporting Countries), dimana anggotanya merupakan negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan gas bumi di Indonesia adalah sangat penting mengingat hasil pengolahan gas bumi digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, industri maupun transportasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dunia industri terutama industri kimia dan perminyakan banyak proses yang berhubungan dengan perubahan satu material ke material yang lain baik secara kimia maupun

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pipa penyalur (pipeline) merupakan sarana yang banyak digunakan untuk mentransmisikan fluida pada industri minyak dan gas (migas). Penggunaannya cukup beragam, antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tugas akhir ini akan dilakukan perancangan bejana tekan vertikal dan simulasi pembebanan eksentrik pada nozzle dengan studi kasus pada separator kluster 4 Fluid

Lebih terperinci

BAB 3 DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 3 DATA DAN PEMBAHASAN BAB 3 DATA DAN PEMBAHASAN III.1 DATA III.1.1 Pipeline and Instrument Diagram (P&ID) Untuk menggambarkan letak dari probe dan coupon yang akan ditempatkan maka dibutuhkan suatu gambar teknik yang menggambarkan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISIS OPTIMASI PRODUKSI SUMUR GAS LIFT LAPANGAN AWILIGAR DENGAN PERBANDINGAN DESAIN ULANG DAN KONVERSI ESP Armand Zachary Sukandar, Djoko Sulistiyanto Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Trisakti

Lebih terperinci

PERANCANGAN HIDRAN DAN GROUNDING TANGKI DI STASIUN PENGUMPUL 3 DISTRIK 2 PT.PERTAMINA EP REGION JAWA FIELD CEPU. Aditya Ayuningtyas

PERANCANGAN HIDRAN DAN GROUNDING TANGKI DI STASIUN PENGUMPUL 3 DISTRIK 2 PT.PERTAMINA EP REGION JAWA FIELD CEPU. Aditya Ayuningtyas PERANCANGAN HIDRAN DAN GROUNDING TANGKI DI STASIUN PENGUMPUL 3 DISTRIK 2 PT.PERTAMINA EP REGION JAWA FIELD CEPU Aditya Ayuningtyas Latar Belakang SP 3 Distrik 2 Nglobo Ledok PT.Pertamina EP Field Cepu

Lebih terperinci

PROSES KERJA GAS COMPRESSOR DIDALAM PENGOLAHAN GAS ALAM DI PT. CNOOC SES Ltd.

PROSES KERJA GAS COMPRESSOR DIDALAM PENGOLAHAN GAS ALAM DI PT. CNOOC SES Ltd. PROSES KERJA GAS COMPRESSOR DIDALAM PENGOLAHAN GAS ALAM DI PT. CNOOC SES Ltd. Nama : Eirene Marten S. NPM : 22411340 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Ir. Arifuddin, MM. MSC Abstraksi Gas compressor

Lebih terperinci

125 SNI YANG SUDAH DITETAPKAN BSN DI BIDANG USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

125 SNI YANG SUDAH DITETAPKAN BSN DI BIDANG USAHA MINYAK DAN GAS BUMI 125 SNI YANG SUDAH DITETAPKAN BSN DI BIDANG USAHA MINYAK DAN GAS BUMI NO NOMOR SNI J U D U L KETERANGAN 1. SNI 07-0728-1989 Pipa-pipa baja pengujian tekanan tinggi untuk saluran pada industri minyak dan

Lebih terperinci

RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok Hulu -2

RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok Hulu -2 Lampiran 1a. Matriks Rencana Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hulu (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Tujuan Rencana Institusi 1. KUALITAS UDARA Penurunan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Dalam industri minyak dan gas bumi, peningkatan pemanfaatan gas bumi domestik membutuhkan terobosan nasional dalam sinkronisasi perencanaan produksi, pengembangan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 47 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Batasan Masalah dan Asumsi 3.1.1 Langkah Integrasi dengan KPS Lain Telah disampaikan sebelumnya dalam Bab 2, bahwa lapangan X ini dioperasikan oleh KPS B dengan jarak

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan minyak, maka berbagai cara dilakukan untuk dapat menaikkan produksi minyak, adapun beberapa cara yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT. Pertamina (Persero) merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di bidang energi meliputi minyak, gas serta energi baru dan terbarukan. PT. Pertamina

Lebih terperinci

PERAN INDUSTRI PENGOLAHAN MINYAK BUMI MELALUI PEMBANGUNAN KILANG MINI DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN

PERAN INDUSTRI PENGOLAHAN MINYAK BUMI MELALUI PEMBANGUNAN KILANG MINI DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN PERAN INDUSTRI PENGOLAHAN MINYAK BUMI MELALUI PEMBANGUNAN KILANG MINI DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN Eny Sulistyaningrum Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Latar Belakang Kondisi produksi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI,

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, [Home] KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah Singkat Field Tambun PT. Pertamina Eksplorasi dan Produksi Region Jawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah Singkat Field Tambun PT. Pertamina Eksplorasi dan Produksi Region Jawa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sejarah Singkat Field Tambun PT. Pertamina Eksplorasi dan Produksi Region Jawa Pada awalnya PT. Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Region

Lebih terperinci

18

18 BAB III PROSES PEMISAH MINYAK DAN GAS 3.1 Pengertian proses pemisah minyak dan gas Suatu proses di mana minyak mentah mulai dari sumur masuk ke manifod lalu di alirkan ke separator untuk dipisahan antara

Lebih terperinci

PERAWATAN PUMPING UNIT BUKAKA TIPE C228 DI PT. PERTAMINA EP ASSET 1 FIELD RANTAU-KUALASIMPANG

PERAWATAN PUMPING UNIT BUKAKA TIPE C228 DI PT. PERTAMINA EP ASSET 1 FIELD RANTAU-KUALASIMPANG PERAWATAN PUMPING UNIT BUKAKA TIPE C228 DI PT. PERTAMINA EP ASSET 1 FIELD RANTAU-KUALASIMPANG Jenne Syarif, Darmein, Khaidir Fadillah Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan Km.

Lebih terperinci

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut : SISTEM PNEUMATIK SISTEM PNEUMATIK Pneumatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti udara atau angin. Semua sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Jenis metode penelitian deskriptif yang digunakan adalah studi perbandingan (comparative

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada jaman sekarang minyak masih menjadi kebutuhan bahan bakar yang utama bagi manusia. Minyak sangat penting untuk menggerakkan kehidupan dan roda perekonomian.

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMANSI KOMPRESOR TORAK PADA PENDISTRIBUSIAN MIGAS DARI STASIUN PENGUMPUL (SP XII) KE KILANG MINI DENGAN KAPASITAS 600,6 m 3 /jam

ANALISA PERFORMANSI KOMPRESOR TORAK PADA PENDISTRIBUSIAN MIGAS DARI STASIUN PENGUMPUL (SP XII) KE KILANG MINI DENGAN KAPASITAS 600,6 m 3 /jam ANALISA PERFORMANSI KOMPRESOR TORAK PADA PENDISTRIBUSIAN MIGAS DARI STASIUN PENGUMPUL (SP XII) KE KILANG MINI DENGAN KAPASITAS 600,6 m 3 /jam LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG

BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG Sistem pipeline yang dipilih sebagai studi kasus adalah sistem pipeline yang terdapat di daerah Porong, Siodarjo, Jawa Timur yang lokasinya berdekatan dengan daerah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU)

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) A. Latar Belakang Sejalan dengan laju pertumbuhan pembangunan nasional, pembangunan sektor transportasi juga menjadi bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Di dunia industri terutama dibidang petrokimia dan perminyakan banyak proses perubahan satu fluida ke fluida yang lain yang lain baik secara kimia maupun non kimia.

Lebih terperinci

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut :

Penggunaan sistem Pneumatik antara lain sebagai berikut : SISTEM PNEUMATIK SISTEM PNEUMATIK Pneumatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti udara atau angin. Semua sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun dunia industri, dapat menimbulkan kecelakaan bagi manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun dunia industri, dapat menimbulkan kecelakaan bagi manusia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alamnya terutama pada sumber daya minyak dan gas bumi. Pada masa sekarang ini permintaan akan minyak bumi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN DATA PERANCANGAN. Mulai. Penentuan jalur pipa

BAB III METODOLOGI DAN DATA PERANCANGAN. Mulai. Penentuan jalur pipa BAB III METODOLOGI DAN DATA PERANCANGAN 3.1. Diagram Alir Perancangan Dalam analisis perancangan ini, dapat diketahui diagram alir utama yang digunakan sebagai acuan langkah-langkah pengerjaan pada gambar

Lebih terperinci

BBM dalam negeri. Proyek ini diharapkan akan beroperasi pada tahun 2009.

BBM dalam negeri. Proyek ini diharapkan akan beroperasi pada tahun 2009. Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya lapangan gas baru, PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chevron Corporation merupakan salah satu perusahaan dunia yang bergerak dalam bidang minyak bumi dan gas yang berpusat di California, Amerika Serikat. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tekanan balik dari sumur yang biasa disebut kick. Kick merupakan tekanan balik

BAB I PENDAHULUAN. tekanan balik dari sumur yang biasa disebut kick. Kick merupakan tekanan balik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia perminyakan, saat explorasi dan exploitasi minyak dan gas bumi dikenal lima sistem utama saat operasi di lapangan berlangsung. Lima sistem utama tersebut

Lebih terperinci

1 BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korosi merupakan salah satu masalah utama dalam dunia industri. Tentunya karena korosi menyebabkan kegagalan pada material yang berujung pada kerusakan pada peralatan

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v RINGKASAN... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asean Free Trade Area (AFTA). Kegiatan industri migas mulai produksi, pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. Asean Free Trade Area (AFTA). Kegiatan industri migas mulai produksi, pengolahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No : KEP.248/MEN/V/2007 saat ini perkembangan industri minyak dan gas sangat besar di Indonesia.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN PROSES INSTALASI PERAWATAN AIR LIMBAH DALAM PEMBERSIHAN MINYAK DAN GAS DENGAN MENGGUNAKAN SEPARATOR DAN SCRUBBER DI LAPANGAN "X"

PENGELOLAAN DAN PROSES INSTALASI PERAWATAN AIR LIMBAH DALAM PEMBERSIHAN MINYAK DAN GAS DENGAN MENGGUNAKAN SEPARATOR DAN SCRUBBER DI LAPANGAN X PENGELOLAAN DAN PROSES INSTALASI PERAWATAN AIR LIMBAH DALAM PEMBERSIHAN MINYAK DAN GAS DENGAN MENGGUNAKAN SEPARATOR DAN SCRUBBER DI LAPANGAN "X" Zainal Imron Hidayat 1) 1) Envirosains Konsultan (CV. Dunia

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENGESETAN LINER DAN PEMBERSIHAN LATERAL SECTION DALAM PENYELESAIAN SUMUR HORIZONTAL PRP-CC5

MODIFIKASI PENGESETAN LINER DAN PEMBERSIHAN LATERAL SECTION DALAM PENYELESAIAN SUMUR HORIZONTAL PRP-CC5 PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001 MODIFIKASI PENGESETAN DAN PEMBERSIHAN LATERAL SECTION DALAM PENYELESAIAN SUMUR HORIZONTAL PRP-CC5 PERTAMINA DOH Rantau Kata Kunci :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ANALISIS SUPPLY DAN DEMAND GAS DI DKI/ JABAR Perkiraan pasokan gas untuk wilayah DKI Jakarta/Jawa Barat berdasarkan data dari ESDM yang ada pada Tabel 2.3 dapat dijabarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah pemikiran dan upaya dalam menjamin keutuhan baik jasmani maupun

BAB I PENDAHULUAN. sebuah pemikiran dan upaya dalam menjamin keutuhan baik jasmani maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara definisi, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan sebuah pemikiran dan upaya dalam menjamin keutuhan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya,

Lebih terperinci

MEMPELAJARI PROSEDUR PENYEDIAAN TABUNG GAS ELPIJI 3 KG DI SPPBE PT. AL-FATH DISUSUN OLEH : NAMA : REPALDI ABDUL AGI NPM :

MEMPELAJARI PROSEDUR PENYEDIAAN TABUNG GAS ELPIJI 3 KG DI SPPBE PT. AL-FATH DISUSUN OLEH : NAMA : REPALDI ABDUL AGI NPM : MEMPELAJARI PROSEDUR PENYEDIAAN TABUNG GAS ELPIJI 3 KG DI SPPBE PT. AL-FATH DISUSUN OLEH : NAMA : REPALDI ABDUL AGI NPM : 36412140 PENDAHULUAN KEBERHASILAN PERUSAHAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU SPPBE PT. AL-FATH

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Sistem perpipaan steam 17 bar

Gambar 1.1 Sistem perpipaan steam 17 bar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya bahan bakar minyak dan gas, menjadi kebutuhan utama untuk dunia transportasi, dunia industri, dan rumah tangga. Setiap tahun kebutuhan akan pasokan bahan

Lebih terperinci

3.1. TAHAP PENELITIAN

3.1. TAHAP PENELITIAN BAB III METODOLOGI 3.1. TAHAP PENELITIAN Dalam pelaksanaan penulisan penelitian ini, dilakukan metodologi yang saling berkaitan antara operasional keja terminal penerima LNG dengan industri yang bisa bersimbiosis

Lebih terperinci

CARA MENGKAJI PIPING & INSTRUMENTATION DIAGRAM

CARA MENGKAJI PIPING & INSTRUMENTATION DIAGRAM CARA MENGKAJI PIPING & INSTRUMENTATION DIAGRAM Oleh: Cahyo Hardo Priyoasmoro Moderator Milis Migas Indonesia Bidang Keahlian Process Engineering PENDAHULUAN Menurut hemat saya, selama bekerja di operasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemanfaatan potensi..., Andiek Bagus Wibowo, FT UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemanfaatan potensi..., Andiek Bagus Wibowo, FT UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan telekomunikasi selular di Indonesia masih akan terus berkembang mengingat masih adanya area area yang mengalami blankspot atau tidak adanya layanan jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pompa merupakan suatu mesin yang mengubah energi mekanik menjadi energi hydrodinamik. Suatu fluida akan menerima energi mekanis dari pompa sehingga dapat mengalir dari

Lebih terperinci

Metode Seleksi Material pada Pengilangan Minyak dan Gas Menggunakan Neraca Massa dan Energi dan Diagram Alir Proses

Metode Seleksi Material pada Pengilangan Minyak dan Gas Menggunakan Neraca Massa dan Energi dan Diagram Alir Proses Metode Seleksi Material pada Pengilangan Minyak dan Gas Menggunakan Neraca Massa dan Energi dan Diagram Alir Proses Material Selection Methodology in Oil and gas Refinery using Heat Material Balances and

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Perusahaan Kecamatan Cibinong yang termasuk dalam Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 42,49 km 2 mencakup 12 desa dan termasuk klasifikasi desa swasembada dan

Lebih terperinci

kerosin, dan gasoline, kondensat, dan lean gas. Produk yang tidak termasuk bahan bakar tersebut diperoleh melalui hasil pengolahan sekunder atau

kerosin, dan gasoline, kondensat, dan lean gas. Produk yang tidak termasuk bahan bakar tersebut diperoleh melalui hasil pengolahan sekunder atau IX. PEMBAHASAN UMUM Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumberdaya energi tak terbarukan yang memiliki peran strategis dan sangat berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat terlihat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI Page 1 of 7 KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam aplikasi sistem perpipaan seperti pada proses kimia, proses produksi dan distribusi minyak dan gas sering dijumpai junction (percabangan). Ketika aliran dua fase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG Pada lingkungan industri modern saat ini, kegagalan sistem (failure) akibat korosi adalah hal yang tidak ditolerir, terutama ketika hal tersebut melibatkan penghentian

Lebih terperinci

(Badan Geologi Kementrian ESDM, 2010)

(Badan Geologi Kementrian ESDM, 2010) Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) adalah sebuah power generator yang menggunakan panas bumi (geothermal) sebagai sumber energi penggeraknya. Indonesia dikaruniai

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN BAB III METODE KAJIAN A. Jenis Observasi Penulisan observasi ini menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan sebagai mengumpulkan data, analisis data, dan interpretasi hasil analisis untuk

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil yang terdiri atas gas dan minyak bumi masih menjadi kebutuhan pokok yang belum tergantikan sebagai sumber energi dalam semua industri proses. Seiring

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B

BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B Sebelum dilakukan perhitungan keekonomian dari pengusahaan Gas Metana- B sesuai dengan prosedur penelitian yang telah diuraikan pada Bab III, kita harus melakukan

Lebih terperinci

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon. Rencana Tahun 2015

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon. Rencana Tahun 2015 Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Nama SKPD : DINAS PERHUBUNGAN KOTA AMBON Kode Catatan Penting 1 URUSAN WAJIB 1.07 Bidang Urusan : Perhubungan 01

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rantai pasok Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan kumpulan proses bisnis kompleks, tersebar mulai dari penyedia minyak, pengolahan minyak, pengangkutan minyak, pengecer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan salah satu perusahaan dibawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem tranportasi memiliki satu kesatuan definisi yang terdiri atas sistem, yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan jumlah pembangkit listrik di Indonesia merupakan akibat langsung dari kebutuhan listrik yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, karena listrik merupakan energi

Lebih terperinci

ISBN

ISBN ISBN 978-979-98831-1-7 Proceeding Simposium Nasional IATMI 25-28 Juli 2007, UPN Veteran Yogyakarta STUDI KEMUNGKINAN PENGGUNAAN FIBER SEBAGAI SARINGAN PASIR DI INDUSTRI MIGAS Oleh : Suwardi UPN VETERAN

Lebih terperinci

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan perbaikan meskipun telah dirancang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gas alam merupakan salah satu sumber daya energi dunia yang sangat penting untuk saat ini. Sebagian besar gas alam yang dijual di pasaran berupa sales gas (gas pipa)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah lingkungan dapat dipastikan akan menimbulkan gangguan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. masalah lingkungan dapat dipastikan akan menimbulkan gangguan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang memanfaatkan sumber daya alam namun mengabaikan masalah lingkungan dapat dipastikan akan menimbulkan gangguan terhadap lingkungan dan komponennya.

Lebih terperinci

BAB II PROFIL UNIT PEMBANGKITAN MUARA KARANG

BAB II PROFIL UNIT PEMBANGKITAN MUARA KARANG BAB II PROFIL UNIT PEMBANGKITAN MUARA KARANG 2.1 Gambaran Umum Unit pembangkit Muara Karang dioperasikan pertama kali pada tahun 1979. Pada awalya dikelola oleh PT Pembangkit dan Penyaluran Jawa Bagian

Lebih terperinci

Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan

Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan PERTAMINA EP -PPGM Tabel 8.1. Matriks Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hulu (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Tujuan Hidup Rencana Frekuensi Institusi

Lebih terperinci

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI JAWA BARAT

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI JAWA BARAT LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI MASA PERSIDANGAN V TAHUN 2015-2016 KE PROVINSI JAWA BARAT Dalam Rangka Pengawasan Kesiapan Penyediaan Bahan Bakar Minyak dan Gas serta Ketenagalistrikan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGATURAN TEMPERATURE CONTROL VALVE PADA FIN FAN COOLER TERHADAP JUMLAH MINYAK KONDENSAT DI STRATIFIER

PENGARUH PENGATURAN TEMPERATURE CONTROL VALVE PADA FIN FAN COOLER TERHADAP JUMLAH MINYAK KONDENSAT DI STRATIFIER PENGARUH PENGATURAN TEMPERATURE CONTROL VALVE PADA FIN FAN COOLER TERHADAP JUMLAH MINYAK KONDENSAT DI STRATIFIER Febri Ferdian, Samsul Kislam, Elmi Sundari, Elly Desni Rahman Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA SUBANG JAWA BARAT KOTA SUBANG ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Subang merupakan ibukota Kecamatan Subang yang terletak di kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGELOLAAN AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN HULU MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI DENGAN

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PIGGING HIDRAULIK PADA SISTEM PERPIPAAN

ANALISIS PROSES PIGGING HIDRAULIK PADA SISTEM PERPIPAAN ANALISIS PROSES PIGGING HIDRAULIK PADA SISTEM PERPIPAAN Disusun oleh : MUHAMMAD RIDWAN Dosen Pembimbing : Cokorda Prapti M. ST. M.Eng http://www.gunadarma.ac.id/ FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada perencanaan pembangunan sebuah pondasi harus diperhatikan beberapa

I. PENDAHULUAN. Pada perencanaan pembangunan sebuah pondasi harus diperhatikan beberapa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada perencanaan pembangunan sebuah pondasi harus diperhatikan beberapa aspek penting, seperti lingkungan, sosial, ekonomi, serta aspek keamanan. Untuk itu diperlukan suatu

Lebih terperinci

learning, sharing, meaningful

learning, sharing, meaningful learning, sharing, meaningful Home System & Technology of Geothermal Development of Geothermal Events Contents Irsamukhti Monday, October 15, 2012 Fasilitas Lapangan Uap Pada Pembangkit Listrik Tenaga

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S (Agus Solehudin)* * Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK Universitas Pendidikan Indonesia Emai : asolehudin@upi.edu Abstrak

Lebih terperinci

ANALISIS KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (Studi Kasus Pertamina EP Field Jatibarang, )

ANALISIS KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (Studi Kasus Pertamina EP Field Jatibarang, ) ANALISIS KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (Studi Kasus Pertamina EP Field Jatibarang, 2005-2010) Margareta Maria Sintorini Jurusan Teknik Lingkungan, FALTL, Universitas Trisakti, Jl Kyai Tapa No.1, Grogol

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan disuatu lokasi lapangan sumur gas Segat di propinsi Riau dan Jakarta. Penelusuran data dilakukan di Jakarta yang merupakan kantor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia perindustrian. Umumnya banyak dijumpai pada peralatan-peralatan industri

I. PENDAHULUAN. dunia perindustrian. Umumnya banyak dijumpai pada peralatan-peralatan industri 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembentukan kerak (scale) merupakan masalah cukup serius dan kompleks dalam dunia perindustrian. Umumnya banyak dijumpai pada peralatan-peralatan industri minyak dan

Lebih terperinci

INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LARUTAN 1% 4 JENUH CO2

INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LARUTAN 1% 4 JENUH CO2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegagalan yang terjadi pada suatu material bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu penyebabnya adalah korosi. Korosi adalah suatu kerusakan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pompa viskositas tinggi digunakan untuk memindahkan cairan

BAB I PENDAHULUAN. Pompa viskositas tinggi digunakan untuk memindahkan cairan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pompa viskositas tinggi digunakan untuk memindahkan cairan yang memiliki kekentalan (viskositas) yang tinggi dari tempat satu ke tempat yang lain. Ada berbagai

Lebih terperinci

SIMULASI MODEL JARINGAN DAN FASILITAS PERMUKAAN INJEKSI CO2 DENGAN INJECTION PLANT TERSEBAR

SIMULASI MODEL JARINGAN DAN FASILITAS PERMUKAAN INJEKSI CO2 DENGAN INJECTION PLANT TERSEBAR SIMULASI MODEL JARINGAN DAN FASILITAS PERMUKAAN INJEKSI CO2 DENGAN INJECTION PLANT TERSEBAR WIBOWO *, Djoko ASKEYANTO, Lutvy JUNIARDI, Rhindani Jaya WARDHANI Program Studi Teknik Perminyakan, Fakultas

Lebih terperinci

MENTERi ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017

MENTERi ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017 MENTERi ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017 TENTANG PEMERIKSAAN KESELAMATAN INSTALASI DAN PERALATAN

Lebih terperinci

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN VII.1 Umum Operasi dan pemeliharaan dilakukan dengan tujuan agar unit-unit pengolahan dapat berfungsi optimal dan mempunyai efisiensi pengolahan seperti yang diharapkan

Lebih terperinci

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah 9 BAB I 10 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak lokasi pengolahan minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.81, 2015 KEMEN ESDM. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Migas. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Simulasi Model Jaringan dan Fasilitas Permukaan Injeksi CO 2 Sistem Terpusat pada Lapisan F Lapangan J

Simulasi Model Jaringan dan Fasilitas Permukaan Injeksi CO 2 Sistem Terpusat pada Lapisan F Lapangan J Simulasi Model Jaringan dan Fasilitas Permukaan Injeksi CO 2 Sistem Terpusat pada Lapisan F Lapangan J Wibowo 1*, Yulius Deddy Hermawan 2 1 Program Studi Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Mineral,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil BAB II LANDASAN TEORI II.1 Teori Dasar Ketel Uap Ketel uap adalah pesawat atau bejana yang disusun untuk mengubah air menjadi uap dengan jalan pemanasan, dimana energi kimia diubah menjadi energi panas.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan menghasilkan limbah B3 yang. berasal dari sumber spesifik dan sumber non spesifik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan menghasilkan limbah B3 yang. berasal dari sumber spesifik dan sumber non spesifik. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Identifikasi Limbah B3 PT. Pertamina EP Region Jawa Field Cepu merupakan perusahaan di Indonesia yang mengeksplorasi minyak bumi yang terletak di Cepu, Jawa Tengah,

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iv. DAFTAR GAMBAR... xii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iv. DAFTAR GAMBAR... xii DAFTARISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv MOTTO... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Jalan Raya Kasomalang merupakan jalan provinsi Jawa Barat yang

V. GAMBARAN UMUM. Jalan Raya Kasomalang merupakan jalan provinsi Jawa Barat yang V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Jalan Raya Kasomalang merupakan jalan provinsi Jawa Barat yang menghubungkan Kecamatan Jalan Cagak dengan Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang. Jalur

Lebih terperinci

BAB II PT. PERTAMINA (PERSERO) MARKETING OPERATION REGION I. tahun Sejak era itu, kegiatan eksploitasi minyak di Indonesia dimulai.

BAB II PT. PERTAMINA (PERSERO) MARKETING OPERATION REGION I. tahun Sejak era itu, kegiatan eksploitasi minyak di Indonesia dimulai. BAB II PT. PERTAMINA (PERSERO) MARKETING OPERATION REGION I 2.1 Sejarah Ringkas Di Indonesia sendiri, pemboran sumur minyak pertama dilakukan oleh Belanda pada tahun 1871 di daerah Cirebon. Namun demikian,

Lebih terperinci