BAB 4 ANALISIS TEKNIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 ANALISIS TEKNIK"

Transkripsi

1 BAB 4 ANALISIS TEKNIK 4.1 Pendahuluan Analisis teknik ini merupakan bagian dari langkah RE yang ketiga, yaitu pemodelan dan analisis teknik. Setelah pemodelan selesai dilakukan, selanjutnya komponen-komponen tersebut perlu dianalisis baik dari segi materialnya, kekuatannya, maupun toleransi dimensinya. Hal ini dimaksudkan agar hasil rancangan RE yang telah dimodelkan akan bekerja sesuai harapan. Di samping itu, perlu juga dirancang proses pembuatannya. Hal ini berkaitan dengan pembuatan prototype untuk pengujian hasil RE. Namun karena penulis membatasi hanya pada bagian perancangan RE, maka proses pembuatan komponen hanya dibahas secara ringkas, yaitu hanya sebagai saran-saran saja. Selanjutnya kegiatan RE dilanjutkan dengan pengujian dan evaluasi. Ada beberapa tahap dalam pelaksanaan pengujian ini, seperti penentuan prosedur pengujian, pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pengujian, dan pembuatan proposal pengembangan atau peningkatan produk (improvement). Namun penulis hanya membatasi pada pembuatan rencana prosedur dan lembar pengujian (inspeksi) saja. Tahapan terakhir, yaitu pengembangan dan peningkatan produk tidak dilakukan penulis karena berada di luar batasan masalah. Berikut beberapa penjelasan tentang tahapan lanjutan RE. 4.2 Analisis Material dan Kekuatan Roda Gigi Untuk perhitungan analisis kekuatan dan material roda gigi, digunakan bantuan sotware komputer MITCalc. Dengan bantuan sotware ini, perhitungan menjadi lebih cepat dan mudah. Input yang diperlukan antara lain daya yang diteruskan, kecepatan putar roda gigi, rasio transmisi, material roda gigi pinion dan gear, jenis mesin 49

2 penggerak dan jenis beban yang digerakkan, jenis tumpuan, angka kualitas roda gigi yang dipilih, umur yang diinginkan (dalam jam), jumlah roda gigi pinion, sudut tekan, sudut helix, module roda gigi, lebar gigi, koeisien modiikasi addendum dan pemilihan pahat pemotong bila diperlukan. Karena dimensi-dimensi roda gigi telah dipilih, maka hasil pilihan tersebut tinggal dimasukkan ke dalam program MITCalc. Yang perlu dihitung adalah daya yang diteruskan serta kecepatan putar untuk masing-masing roda gigi (untuk gear 1, 2,, dan 4). Selain itu, perlu juga menghitung umur pakai yang diharapkan, yaitu dipilih 10 tahun dengan asumsi 4 kali panen per tahun. Penggunaan traktor tangan untuk membajak lahan diasumsikan selama 14 hari setiap kali panen dengan pengoperasian rata-rata 10 jam per hari, maka didapat jumlah umur yang diharapkan: umur = 10 tahun 4 panen 14 hari 10 jam = 5600 jam tahun panen hari Pertama-tama perlu diketahui daya yang dihasilkan motor bensin sebagai mesin penggerak. Dari data produsen motor bensin diketahui bahwa daya output maksimum adalah 6 kw dengan putaran 2400 rpm. Namun keadaan ini sangat jarang tercapai karena pada pengoperasian traktor tangan, gas tidak pernah dibuka 100%. Maka keadaan yang diambil untuk perhitungan adalah keadaan output continuous maksimum, dimana daya yang dihasilkan sebesar 5,2 kw dengan putaran 2200 rpm. Daya serta kecepatan putar ini langsung diteruskan ke puli_tensioner. Dari data tersebut, dapat diketahui daya serta kecepatan putar pada puli_input dengan menggunakan rasio reduksi puli (,677) serta asumsi eisiensi puli (95%). Kemudian perhitungan diteruskan untuk mencari daya dan kecepatan putar pada sproket_pinion dan sproket_gear dengan menggunakan rasio reduksi sproket (2,727) serta asumsi eisiensi sproket (97%). Selanjutnya perhitungan diteruskan sampai ke roda gigi terakhir (gear 4) dengan cara yang sama, hanya saja daya yang diteruskan dari sproket_gear ke gear 1 dibagi dua, sebagian diteruskan ke gear 1 sebelah kiri, sebagian lagi diteruskan ke gear 1 sebelah kanan. Namun untuk roda gigi-roda gigi selanjutnya daya yang diteruskan tetap sama, hanya berkurang akibat adanya asumsi eisiensi (98,5%). Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.1. Setelah dilakukan perhitungan dengan MITCalc, hasilnya menunjukkan bahwa desain RE roda gigi cukup aman dipakai. Keempatnya memiliki saety actor 50

3 untuk beban atigue di atas 1. Tabel hasil perhitungan saety actor dapat dilihat pada Tabel 4.2, sedangkan contoh simulasi perhitungan kekuatan untuk gear 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar 4.1. Untuk simulasi perhitungan kekuatan gear dan 4 dapat dilihat pada Lampiran C-1. Tabel 4.1 Hasil perhitungan daya dan kecepatan putar komponen sistem transmisi Komponen Daya [kw] Kecepatan Putar [rpm] Puli_Tensioner 5, Puli_input 4, , Sproket_Pinion 4, , Sproket_Gear 4, ,4 Gear 1 2,96 219,4 Gear 2 2,60 79,8 Gear 2,60 79,8 Gear 4 2,25 29,0 Tabel 4.2 Hasil perhitungan saety actor roda gigi untuk beban atigue Gear S b S c 1 2,77 1,57 2 2,40 1,75 1,18 1,08 4 1,15 1,21 Gambar 4.1a Simulasi perhitungan kekuatan roda gigi untuk gear 1 dan 2 51

4 Gambar 4.1b Simulasi perhitungan kekuatan roda gigi untuk gear 1 dan 2 (lanjutan) Gambar 4.1c Simulasi perhitungan kekuatan roda gigi untuk gear 1 dan 2 (lanjutan) 52

5 Gambar 4.1d Simulasi perhitungan kekuatan roda gigi untuk gear 1 dan 2 (lanjutan) Gambar 4.1e Simulasi perhitungan kekuatan roda gigi untuk gear 1 dan 2 (lanjutan) 5

6 Gambar 4.1 Simulasi perhitungan kekuatan roda gigi untuk gear 1 dan 2 (lanjutan) Poros Untuk perhitungan poros hanya dicantumkan contoh perhitungan analisis untuk poros input, sedangkan analisis untuk poros lain dapat dilihat pada Lampiran C-2. Hasil perhitungan gaya-gaya pada poros input menghasilkan DBB pada bidang X-Y seperti yang terlihat pada Gambar 4.2 dan DBB pada bidang X-Z seperti pada Gambar 4. berikut. Y FBy X A Tsp B Tpi W605 Wsp Ws W606 FAy Gambar 4.2 DBB poros input pada bidang X-Y Wpi 54

7 X A Tsp B Tpi Z FAz Fspz FBz Fpiz Gambar 4. DBB poros input pada bidang X-Z F A adalah gaya reaksi pada ball bearing 605, W605 adalah gaya berat bearing 605, Wsp adalah gaya berat sproket_pinion, Fspz adalah gaya reaksi tumpuan dari sproket_pinion pada arah sumbu Z, Ws adalah gaya berat poros input, F B adalah gaya reaksi pada ball bearing 606, W606 adalah gaya berat bearing 606, Wpi adalah gaya berat puli_input, Fpiz adalah gaya reaksi tumpuan dari puli_input pada arah sumbu Z, Tsp adalah torsi dari sproket_pinion, dan Tpi adalah torsi dari puli_input. Dari perhitungan gaya berat didapat hasil bahwa W605 = 2, N, Wsp = 2 N, Fspz = 4462,98 N, Ws = 15 N, W606 =,5 N, Fpiz = 107,44 N, dan Wpi = 57, N. Sedangkan dari perhitungan torsi didapat Tsp = 78,85 N.m dan Tpi = 78,85 N.m. Semua gaya dan torsi diasumsikan terpusat dan bekerja pada pusat masa di tengah-tengah komponen. Dengan persamaan kesetimbangan momen pada bidang X-Y didapat: ΣM A = 0 Wsp 6 Ws 15,95 + FBy 182 Wpi 262,7 = ,95 + FBy ,7 = 0 FBy = 98,1 N Sedangkan dari persamaan kesetimbangan momen pada bidang X-Z didapat: ΣM A = 0 Fspz 6 + FBz 182 Fpiz 262,7 = , FBz ,44 262,7 = 0 FBz = 042, N Selanjutnya, dari persamaan kesetimbangan gaya pada bidang X-Y didapat: ΣFy = 0 FAy Wsp Ws + FBy Wpi = 0 FAy ,6 57. = 0 FAy = 18 N 55

8 Terkahir, dari persamaan kesetimbangan gaya pada bidang X-Z didapat: ΣFy = 0 FAz Fspz + FBz Fpiz = 0 FAz 4462, ,44 042, = 0 FAz = 2458,12 N Dari semua persamaan kesetimbangan di atas, dapat dibuat diagram gaya geser, diagram momen bending dan diagram torsi. Gambar diagram-diagram ini dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5. Selanjutnya perlu dibuat diagram momen magnitude-nya untuk mengetahui daerah kritisnya. Diagram momen magnitude ini didapat dengan menggunakan persamaan: magnitude 2 XY M = M + M dengan M magnitude adalah momen bending total (magnitude), M XY adalah besar momen bending pada bidang X-Y, sedangkan M XZ adalah besar momen bending pada bidang X-Z. Maka didapat diagram momen magnitude seperti pada Gambar XZ Y FBy X A Tsp B Tpi W605 FAy Wsp Ws W606 Wpi V (N) 57, 0-20, -22, -7, X M (N.m) 0-1,28-2,91-4,6 X T (N.m) 0-78,85 X Gambar 4.4 Diagram gaya geser, momen bending dan torsi poros input pada bidang X-Y 56

9 X A Tsp B Tpi Z FAz Fspz FBz Fpiz V (N) 2458,12 107,44 0 X -2004,86 M (N.m) 154,86 8,61 0 X -8,72 Gambar 4.5 Diagram gaya geser dan momen bending poros input pada bidang X-Z M magnitude (N.m) 154,87 8,85 9,09 0 7,8 146,75 192,8 27,5 10,8 X Gambar 4.6 Diagram momen bending magnitude poros input Maka dapat ditentukan bahwa daerah kritis terletak pada posisi x = 7,8 mm dimana momen bending yang terjadi adalah sebesar 154,87 N.m dan torsinya sebesar 78,85 N.m. Namun, perlu juga diperiksa daerah-daerah lainnya terutama pada daerah yang terdapat perubahan diameter atau alur. Daerah-daerah ini memiliki konsentrasi tegangan sehingga dapat menyebabkan kegagalan. Perhitungan pada daerah seperti ini harus menggunakan aktor koreksi seperti notch sensitivity (q) dan aktor konsentrasi tegangan (k t ). Dari tabel notch sensitivity untuk baja [], nilai q untuk material AISI 440 (S ut = 965 MPa) adalah sebesar 0,65. Untuk nilai k t, digunakan tabel k t untuk poros dengan perubahan diameter dan poros beralur pada beban bending dan torsi [] berdasarkan nilai r/d dan D/d. 57

10 Maka daerah kritis yang perlu diperhatikan pada poros menjadi bertambah, yaitu pada x = 19, mm, x = 58,8 mm, x = 88,8, x = 181,6 mm, x = 227, mm, dan x = 25, mm. Contoh perhitungan dilakukan untuk x = 19, mm. Pada daerah ini terdapat perubahan diameter dari 24 mm (d) menjadi 28 mm (D) dengan jari-jari notch (r) diasumsikan 0,1 mm. Untuk mendapatkan nilai k t, digunakan tabel k t untuk poros dengan perubahan diameter pada beban bending dan torsi. [] Untuk nilai D/d ( D / d = 28 / 24 ) sebesar 1,17 dan nilai r/d ( r / d = 0,1 / 24 ) sebesar 0,0042, didapat nilai k t untuk beban bending sebesar,28 dan k t untuk beban torsi sebesar 2,46. Perhitungan seharusnya dilanjutkan dengan perhitungan diameter minimum poros dengan beban ully-reversed bending dan steady torsion. Namun akan tampak lebih baik bila diubah menjadi perhitungan saety actor, sehingga rumusnya menjadi: N = 2 k M S a 2 d + π k 4 Dimana N adalah saety actor, k adalah aktor konsentrasi tegangan bending atigue, k sm adalah aktor konsentrasi tegangan puntir atigue, M a adalah momen bending yang dialami poros, T m adalah torsi yang dialami poros, S adalah kekuatan atigue material poros, dan S y adalah kekuatan luluh material poros. sm T S Nilai k dan k sm didapat dengan menggunakan persamaan: k k k = 1 + q (k = 1 + 0,65 (,28 1) = 2,482 t 1) k k k sm sm sm = 1,949 m y = 1 + q (k ) = 1 + 0,65 (2,46 1) Kekuatan atigue material didapat dengan mengalikan beberapa aktor dengan kekuatan endurance-nya (S e ). Faktor pengali tersebut berupa aktor beban (C load ) sebesar 1 (untuk beban bending), aktor ukuran (C size ) sebesar 0,855 (untuk diameter poros antara mm), aktor permukaan (C sur ) sebesar 0,77 (untuk manuaktur dengan proses pemesinan), aktor temperatur (C temp ) sebesar 1 (untuk temperatur operasi di bawah 450 o C), dan aktor ketahanan (C reliab ) sebesar 0,75 (untuk ketahanan 99,9%). Kekuatan endurance material sendiri didapat dengan mengalikan setengah kekuatan tariknya, sehingga bila kekuatan tarik AISI 440 t 58

11 adalah 965 MPa, maka kekuatan endurance-nya adalah 482,5 MPa. Maka kekuatan atigue material menjadi: S S S = S e = C load C = 1 0,855 0,77 1 0,75 482,5 = 228,94 MPa size C sur C temp C reliab Sedangkan kekuatan luluh AISI 440 adalah sebesar 760 MPa. Maka dapat dihitung besarnya saety actor adalah: N N = 2 2,482 = 5,99 20,89 228,94.10 (0,024) π 4 1,949 S e ' Karena nilai N lebih besar dari satu, maka daerah ini aman. Selanjutnya dilakukan perhitungan yang sama pada daerah kritis lainnya sehingga didapat semua saety actor pada daerah kritis. Kemudian hal yang sama dilakukan untuk poros penumpu lainnya. Hasil nilai saety actor untuk daerah kritis pada poros input serta poros-poros lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.. Sedangkan untuk perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran C Tabel 4. Hasil perhitungan saety actor diameter poros penumpu Poros Daerah Kritis (pada x = mm) Saety Factor Input 19, 5,99 Input 58,8 1,9 Input 7,8,16 Input 88,8 1,44 Input 181,6 4,0 Input 227, 2,8 Input 25, 4,5 Intermediate 1 18,1 1,95 Intermediate 1 77,1 1,02 Intermediate 1 8,1 4,24 Intermediate 1 89,1 1,02 Intermediate 1 148,1 1,95 Intermediate ,45 Output 14,4 1,95 Output 112,5 6,1 Output 141,5 5,07 Output 168 4,7 Output 24 2,2 Output 27,5 1,48 Output 251,5 4,17 59

12 4.2. Bantalan Ball bearing SKF tipe 605, 606, dan 608 dipilih karena merupakan bearing explorer dari SKF yang memiliki kelebihan pada kekuatan material serta bentuk geometrinya yang lebih baik. Ketiganya memiliki batas kecepatan putar yang disarankan di atas rpm. Pada aplikasi gearbox rancangan RE, kecepatan putar maksimum hanya 2400 rpm, maka ketiganya dapat digunakan. Namun untuk memastikan, perlu dihitung juga umur atigue dari bearing yang kita pilih. Untuk menghitung umur atigue ini kita perlu menentukan beban yang diterima oleh bearing. Contoh perhitungan adalah untuk bearing 605 pada poros intermediate 1 karena terkena beban radial dan beban aksial (dari pegas helix tekan). Bearing ini mengalami gaya radial sebesar 4606,66, N dan gaya aksial sebesar 71,17 N. Untuk perhitungan umur, diperlukan perhitungan beberapa aktor seperti aktor perbandingan gaya aksial (F a ) dengan basic static load rating (C o ), perbandingan gaya aksial (F a ) dan gaya radial (F r ), aktor rotasi (V), aktor gaya radial (X), dan aktor gaya aksial (Y). Faktor perbandingan F a dengan C o dapat langsung dihitung karena spesiikasi dari SKF telah memberikan nilai C o, yaitu untuk 605 sebesar 11,6 kn. Maka aktor perbandingan ini adalah sebesar: F C a o = 71, = 0,0061 Untuk menghitung nilai X dan Y perlu dihitung terlebih dahulu nilai perbandingan F a dengan F r yang telah menyertakan aktor rotasi (V) pada F r. Nilai perbandingan ini dibandingkan dengan nilai eksentrisitas (e) bearing untuk mendapatkan nilai X dan Y. Nilai V didapat dari tabel standar SKF (Lampiran A-8), yaitu sebesar 1 untuk cincin dalam bearing yang berputar (bukan cincin luar yang berputar). Nilai e bergantung pada nilai perbandingan F a dengan C o, dan didapat juga dari tabel standar SKF. Untuk nilai F a /C o = 0,0061, didapat nilai e sebesar 0,17 (dengan ekstrapolasi). Nilai perbandingan F a dengan F r adalah: Fa V F r 71,17 = = 0, ,66 60

13 Nilai perbandingan tersebut lebih kecil dibandingkan nilai e, sehingga dipakai nilai X dan Y rekomendasi standar SKF, yaitu X sebesar 1 serta Y sebesar 0. Selanjutnya dihitung besarnya beban ekivalen dengan persamaan: P = X V F + Y F P = , ,17 P = 4606,66 r N Langkah terakhir adalah menghitung umur putaran ball bearing (dalam satuan juta putaran), yaitu dengan menggunakan persamaan: C L = P dengan nilai C didapat langsung dari spesiikasi produsen. Untuk bearing 605, nilai C adalah sebesar 2,4 kn. Maka umur putaran (dalam satuan juta putaran) adalah sebesar: L = ,66 = 11, a 6 juta putaran Umur putaran bearing ini kemudian dikonversi ke jumlah umur tahun pakai. Untuk itu, jumlah putaran harus dibagi dengan kecepatan putar (dalam rad/menit), kemudian dibagi dengan jumlah menit operasi per tahun. Bila kecepatan putar 291,4 rpm dan setahun diasumsikan traktor beoperasi selama 560 jam atau 600 menit, maka umur tahun pakai bearing menjadi: L 6 L 11, = n menit operasi (219,4 2 π ) 600 tahun = = 2,829 tahun Untuk perhitungan bearing lainnya, dapat dilihat pada Lampiran C-, sedangkan hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 4.4. Ball Bearing Tabel 4.4 Hasil perhitungan jumlah umur tahun pakai ball bearing Pada Poros F a [N] F r [N] Umur Tahun Pakai [Tahun] 605 Input ,18 6, Input 0 04,88 7, Intermediate ,9 0, Output ,68 > Output ,81 6,8 61

14 Untuk semua ball bearing yang dipilih, umurnya cukup memuaskan, kecuali bearing 605 pada poros intermediate 1 dan bearing 606 pada poros intermediate 2 tidak memuaskan, namun pada kenyataannya kedua bearing ini tidak ikut berputar karena poros yang ditumpunya hanya berperan sebagai as. Maka umurnya diyakini cukup memuaskan karena as tidak akan sering berputar selama operasi Pegas Helix Tekan Pegas helix hasil rancangan RE memiliki spesiikasi: o Material ASTM A227 o D = 4 mm, D o = 7 mm, D i = 1 mm, d = mm o L = 4 mm, L a = 2,75 mm, L m = 27,25 mm o N t = 4, N a = o Pitch = 16, mm Untuk analisis pegas, perlu dihitung indeks pegas (C). C didapat dari D / d, untuk kasus ini didapat C = 11,. Nilai C ini cukup baik karena berada di antar Selanjutnya dihitung pula konstanta pegas dengan persamaan: F F = k y = k y 4 d G k = 8 D n a 4 (0,00) 80,8 10 k = 8 (0,04) k = 698,22 N/m Setelah itu perlu dihitung gaya perakitan (F a ) dan gaya kerja maksimum (F w ) untuk menghitung tegangan yang terjadi pada pegas. Perhitungan gaya: F = k y a w initial working (4 2,75) = 698,22 = 71,12 N 1000 (2,75 27,25) = 698,22 = 8,16 N 1000 Saety actor pegas dihitung dengan persamaan N s = S ys / τ, dimana N s adalah saety actor, S ys adalah kekuatan luluh torsional material, dan τ adalah tegangan geser torsional. S ys didapat dengan mengalikan 0,6 dengan kekuatan tarik (S ut ). Namun kekuatan tarik ini perlu dihitung dengan persamaan S ut = A.d b dimana 9 62

15 untuk material ASTM A227 nilai A = 175, MPa dan b = -0,1822. Maka untuk kawat pegas dengan diameter mm, dapat dihitung kekuatan tariknya yaitu sebesar 175, x () -0,1822 MPa, atau sebesar 145,24 MPa. Dari sini didapat kekuatan luluh torsional-nya sebesar 0,6 x 145,24 MPa atau sebesar 861,14 MPa. Tegangan geser torsional dihitung dengan persamaan: 8.F D 0,5 τ = K s, dengan K s = 1 + π d C 0,5 K s = 1 + = 1,044 11, 8.(71,12 + 8,16) (0,04) τ = 1,044 = 65,84 MPa π (0,00) Maka saety actor dapat dihitung sebesar 861,14 / 65,84 atau sebesar 2,5. Di samping itu, perlu juga dilakukan perhitungan saety actor untuk keadaan solid / shut. Untuk mendapatkan saety actor ini, perlu dicari gaya shut (F shut ). F shut bisa didapat setelah kita mengetahui y shut, yang dicari dengan mengurangkan L dengan L s. L s didapat dengan mengalikan jumlah lilitan total dengan diameter kawat, yaitu 4 x mm atau sebesar 12 mm. Maka y shut adalah sebesar 4-12 mm atau sebesar 1 mm. Maka F shut, τ shut, dan N s shut didapat sebesar: F τ N shut shut s shut 1 = k y shut = 698,22 = 215,08 N F D 8.215,08 (0,04) = K s = 1,044 π d π (0,00) = τ S ys shut = 861,14 689,69 = 1,25 = 689,69 MPa Setelah nilai saety actor yang didapat cukup memuaskan, selanjutnya perlu diperiksa kemungkinan terjadi buckling. Perlu dihitung rasio L / D dan y max / L. Nilai L / D adalah sebesar 4 / 4 atau sebesar 1,265. Sedangkan nilai y max / L adalah sebesar (4-27,75) / 4 atau sebesar 0,55. Dari kurva kondisi kritis buckling [], dapat dilihat bahwa untuk kedua nilai ini, pegas dalam keadaan stabil dan tidak akan terganggu peristiwa buckling. Maka hasil rancangan ini aman untuk digunakan. 6

16 4. Analisis Toleransi 4..1 Toleransi Dimensi dan Geometri Roda Gigi Untuk penentuan toleransi yang diperlukan roda gigi, maka pertama-tama harus dipilih angka kualitasnya. Untuk memilih angka kualitas ini kita harus menentukan terlebih dahulu kecepatan linear pitch-nya, tujuan penggunaan, serta proses pembuatan yang diinginkan. Kemudian dengan menggunakan tabel kualitas dari ISO 128, angka kualitas roda gigi dapat dipilih. Tabel ini dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut. Tabel 4.5 Tabel kualitas roda gigi menurut ISO 128 Quality Number Pitch Line Velocity [m/min] Application 1 - X X X - 6 X X X 6-20 X X X X > 20 X X X General Machine X X X X X X Automotive X X X X X Measurement Device X X X X X Master Gear X X X Manuacture Process Form Milling X X X X X Shapping / Hobbing X X X X X Shaving X X X X X Grinding X X X X X X X X Maka perlu dihitung kecepatan pitch setiap roda gigi. Berikut perhitungan kecepatan linear pitch untuk keempat roda gigi yang dirancang. π d1 n 1 Gear 1 = Gear 2 = 1000 π d n Gear = Gear 4 = 1000 π ,4 = 1000 π 64 79,8 = 1000 = 44,11 m/min = 16,04 m/min Dari perhitungan tersebut didapat bahwa untuk gear 1 dan 2, angka kualitas yang cocok adalah antara 2-4, sedangkan untuk gear dan 4 adalah 5-8. Traktor tangan termasuk mesin umum, maka angka kualitas yang cocok adalah antara Proses pembuatan yang direncanakan adalah proses orm milling agar biaya 64

17 pembuatan tidak terlalu mahal, maka angka kualitas yang dipilih sebaiknya antara Dari ketiga kriteria tersebut, proses pembuatan sangat ditekankan untuk menekan harga produksi roda gigi, maka dipilihlah gear 1, 2,, dan 4 dari angka kualitas yang sama, yaitu 8. Standar AGMA menentukan bahwa roda gigi dengan angka kualitas 8 termasuk kelas menengah (medium), sehingga toleransi yang perlu diperhatikan adalah toleransi kesalahan pitch tunggal ( ptt ), toleransi kesalahan pitch kumulati total (F pt ), toleransi tebal gigi, toleransi proil total (F αt ), dan toleransi sudut helix total (F βt ). Persamaan yang diperlukan untuk menghitung semua toleransi tersebut telah dicantumkan oleh AGMA. [4] Berikut contoh perhitungan toleransi untuk gear 1. Diameter t oleransi = d d = (0, m + 0,0 d F F αt F pt pt βt = (0, 4 + 0, ,2) ( = (0, m + 0,0 d + 20) ( = (0, 4 + 0, ) ( 2) = (,2 m + 0,22 d + 0,7) ( = (,2 = (0,1 = (0, ,22 d + 0,6 T T T T T ,6 = D o - 2 m = = 64 mm (A-5) + 5,2) ( 2) T 2) 2) ,7) ( b + 4,2) ( ,2) ( (8-5) (A-5) (8-5) = 65 μm (A-5) 2) 2) 2) 2) = 25 μm (8-5) (A-5) (8-5) = 25 μm = 21μm Di samping toleransi-toleransi tersebut, roda gigi juga perlu diberi toleransi kesalahan putar. Untuk menentukan besarnya toleransi kesalahan putar ini, digunakan tabel dari ISO berdasarkan angka kualitas dan diameternya. Tabel ini dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Tabel toleransi kesalahan putar bidang reerensi (radial / aksial) Pitch Diameter (mm) Quality (Tolerance in μm) > to 1 & 2 & 4 5 & 6 7 &

18 Maka didapat toleransi kesalahan putar untuk gear 1 dan (pitch diameter 64 mm dengan kualitas 8) adalah 18 μm. Sedangkan untuk gear 2 dan 4 (pitch diameter 176 mm dengan kualitas 8), toleransi kesalahan putarnya adalah 22 μm. Untuk mencapai toleransi-toleransi tersebut, roda gigi perlu diproduksi dengan seksama. Metode dari AGMA menyarankan untuk membuat gear blanks terlebih dahulu dengan toleransi yang lebih ketat. Hal ini dikarenakan biaya untuk membuat gear blanks dengan toleransi ketat lebih murah dibandingkan membuat gigi pada roda gigi dengan akurasi tinggi. Untuk membuat gear blanks diperlukan reerensi sumbu datum untuk mengukur toleransi. Penulis memilih menggunakan sumbu datum yang dideinisikan oleh satu permukaan silinder dan satu end-ace. Kedua permukaan ini dapat dilihat pada Gambar 4.4. Menurut AGMA, dengan menggunakan metode ini, toleransi yang diperlukan adalah toleransi kebulatan (circularity) dan kerataan (latness). Toleransi ini dihitung dengan persamaan: Kebulatan = 0,06 F = 0,06 65 = μm p D Kerataan = 0,06 b 0 = 0,06 18 = 2 μm Semua perhitungan toleransi di atas dihitung juga untuk semua gear yang lain. Hasil perhitungan ini dapat dilihat pada Tabel 4.7. Sedangkan Untuk perhitungan gear lainnya tersebut dapat dilihat pada Lampiran C-4. d F 21 β A circ. tol. latness tol. B Gambar 4.7 Sumbu datum dideinisikan oleh satu permukaan silinder dan satu end-ace 66

19 Tabel 4.7 Hasil perhitungan toleransi roda gigi Gear pt [μm] F pt [μm] F αt [μm] F βt [μm] Kesalahan Putar [μm] Kebulatan Gear Blanks [μm] Kerataan Gear Blanks [μm] Poros Untuk toleransi poros, sebenarnya ada dua toleransi, yaitu toleransi poroslubang dan toleransi kekasaran permukaan. Toleransi poros-lubang akan dibahas pada bagian toleransi assembling, sehingga sekarang hanya dibahas toleransi kekasaran permukaan poros. Dari tabel pada Lampiran A-7 didapat nilai toleransi kekasaran permukaan untuk hasil proses mesin bubut yang umum dan sering digunakan adalah sebesar antara,2 6,4 μm. Diambil,2 μm agar permukaan yang dihasilkan cukup baik sehingga dapat menunjang ungsi poros dengan baik Bantalan Toleransi ball bearing (bantalan) sebenarnya merupakan toleransi lubangporos. Namun karena ball bearing dipilih dan dibeli, tidak diproduksi sendiri, maka toleransi lubang pada bearing telah ditentukan ari produsen. Nilai toleransi ini dalam bentuk nilai ISO yang nantinya perlu dikoreksi ke dalam angka metrik. Dari standar SKF, toleransi lubang pada ball bearing ditentukan berdasarkan diameter cincin luarnya (D), untuk single row yaitu sebagai berikut: o D 52 mm, gunakan toleransi P5 o 52 mm < D 110 mm, gunakan toleransi P6 o 110 < D, gunakan toleransi normal Sedangkan untuk toleransi poros tempat pemasangan ball bearing ditentukan berdasarkan diameter porosnya atau diameter cincin dalamnya (d), untuk single row yaitu sebagai berikut: o 10 mm < d 17 mm, gunakan toleransi k4 o 17 mm < d 25 mm, gunakan toleransi k5 o 25 mm < d 140 mm, gunakan toleransi m5 67

20 o 140 mm < d 00 mm, gunakan toleransi n6 o 00 mm < d 500 mm, gunakan toleransi p6 Maka toleransi lubang pada semua ball bearing yang dipilih yaitu P6, karena diameter cincin luar ball bearing 605 adalah 62 mm, ball bearing 606 adalah 72 mm, dan ball bearing 608 adalah 90 mm, semuanya berada di antara mm. Untuk toleransi porosnya akan dibahas pada bagian toleransi assembling. Sedangkan untuk toleransi rumah bearing, SKF menganjurkan untuk menggunakan toleransi H7 untuk berbagai beban pada mesin umum. Maka dipilih toleransi rumah bearing H Toleransi Assembling Toleransi assembling dimulai dengan toleransi pemasangan poros pada komponen-komponennya, seperti roda gigi dan ball bearing. Selanjutnya toleransi assembling dilanjutkan dengan pemasangan poros pada casing gearbox. Keduaduanya akan dibahas di sini. Pertama untuk pemasangan roda gigi. Pemasangan ini berdasarkan pada toleransi poros dan lubang. Basis yang dipakai adalah basis lubang. Dari standar ISO, untuk alat transmisi biasa dipilih kualitas suaian agak cermat atau suaian cermat (untuk komponen mesin umum).selanjutnya dipilih jenis suaian. Untuk pemasangan roda gigi, umumnya dipilih suaian jalan teliti (untuk komponen yang dapat bergerak tanpa adanya goyangan). Maka toleransi yang dipilih adalah H7/g6. Untuk pemasangan puli dan sproket, diperlukan jenis suaian yang lebih ketat agar pergerakan puli dan sproket terhadap poros lebih kaku, dan diambil dari jenis suaian lepas, yaitu H8/h7. Khusus untuk poros intermediate 2, digunakan basis poros. Hal ini dikarenakan tidak ada perubahan diameter pada poros untuk pemasangan komponen lain, sementara poros harus menyesuaikan dengan toleransi suaian lubang pada ball bearing (sulit untuk membuat dua jenis toleransi pada satu permukaan yang sama). Toleransi poros intermediate 2 ini adalah m5. Maka untuk pemasangan pada roda gigi lain perlu penyesuaian toleransi. Untuk diameter 0, toleransi m5 adalah sebesar +8 μm dan +17 μm. Dari toleransi g6 (-20 μm dan -7 μm), untuk mencapai toleransi m5 diperlukan 68

21 penyesuaian penambahan toleransi sebesar 28 μm untuk penyimpangan bawah dan penambahan 4 μm untuk penyimpangan atas. Maka untuk menyesuaikan toleransi H7 (0 μm dan +21 μm), tinggal menambah toleransi sebesar 4 μm untuk penyimpangan atas dan 28 μm untuk penyimpangan bawah. Maka toleransi baru yang sesuai untuk lubang adalah +28 μm dan +55 μm. Dari tabel pada Lampiran A-5, didapat angka toleransi ISO yang paling mendekati adalah F8 (+20 μm dan +5 μm). Maka toleransi inilah yang dipakai pada lubang roda gigi. Untuk pemasangan ball bearing, pada poros yang dipasangkan bearing 605 memiliki diameter 25 mm sehingga dipilih toleransi k5. Sedangkan pada poros yang dipasangkan bearing 606 yang memiliki diameter 0 mm dan poros yang dipasangkan bearing 608 yang memiliki diameter 40 mm dipilih toleransi m5. Setelah pemasangan komponen-komponen tersebut pada poros, selanjutnya perlu membuat toleransi pemasangan poros pada casing gearbox. Toleransi pemasangan ini berdasarkan penyimpangan kesejajaran antar poros. Penyimpangan kesejajaran ini ada dua jenis, yaitu penyimpangan in-plane ( βδ ) dan penyimpangan out-o-plane ( Σβ ). Keduanya dapat dilihat pada Gambar 4.8 Perhitungan penyimpangan maksimum yang diperbolehkan menurut AGMA menggunakan persamaan: Σβ Σδ L = 0,5 F b = 2 dimana L adalah jarak antar bantalan penumpu poros dan b adalah lebar gigi yang saling berkontak. Σβ β Gambar 4.8 Penyimpangan kesejajaran poros Untuk menghitung penyimpangan maksimum setiap poros digunakan panjang jarak tumpuan sebesar 144 mm (jarak antara casing kiri dalam dan kanan 69

22 dalam) dan lebar gigi adalah lebar gigi total roda gigi pinion. Perhitungannya dilakukan pada poros pinion, yaitu sebagai berikut: Poros input : Poros Intermedia te 1: Poros Intermedia te 2 : Σβ Σδ 144 = 0,5 17 = 244,8 μm 5 = 2 244,8 = 489,6 μm Σβ Σδ Σβ Σδ 144 = 0,5 21 = 42 μm 6 = 2 42 = 84 μm 144 = 0,5 22 = 8 μm 41 = 2 8 = 76 μm Dari semua penyimpangan maksimum tersebut, diambil yang terkecil sebagai acuan untuk toleransi assembling pada casing gearbox (agar tidak melewati nilai maksimum yang lain). Maka, yang menjadi acuan adalah penyimpangan sebesar 8 μm. Nilai ini dijadikan toleransi posisi untuk penempatan lubang pada casing tempat penyimpanan rumah bearing. Berarti sumbu lubang untuk rumah bearing harus terletak dalam silinder dengan diameter 8 μm yang mempunyai sumbu dengan posisi yang benar. Contoh pemberian toleransi ini dapat dilihat pada Gambar 4.9 berikut. φ 0,0 Gambar 4.9 Contoh pemberian toleransi posisi 4.4 Analisis Proses Pembuatan Komponen Karena tidak termasuk dalam batasan penulis, maka proses pembuatan komponen tidak dianalisis secara rinci dan lengkap. Dalam hal ini penulis lebih tepat dikatakan memberikan saran-saran untuk proses pembuatan komponen secara singkat (sekilas). 70

23 Untuk komponen casing, pemotongan bahan dasar dilakukan dengan metode las. Kemudian untuk membuat proil dan konturnya dilakukan dengan proses milling. Terakhir, pembentukan lubang-lubang pada casing untuk pemasangan komponen lain juga dapat dilakukan dengan proses milling. Untuk mendapatkan hasil optimum, pencekaman dan pengaturan benda kerja perlu diperhatikan dengan seksama agar hasil pembuatannya dapat memenuhi toleransi yang telah dipilih. Untuk pembuatan komponen roda gigi, gear blanks sebaiknya dibeli dari produsen yang telah memiliki pengalaman yang cukup karena toleransinya sangat ketat. Hal ini dimaksudkan agar hasil pembuatan roda gigi dapat memenuhi toleransi yang telah dipilih. Bila roda gigi memiliki kontur tambahan yang perlu dibuat (seperti lubang tambahan, bentuk key, alur, dan lain sebagainya), maka kontur tambahan tersebut harus dibuat terlebih dahulu sebelum proses pembuatan giginya. Hal ini bertujuan agar gigi yang telah terbentuk tidak akan rusak akibat pencekaman atau gangguan saat pembuatan kontur tambahan. Pembuatan komponen roda gigi untuk gearbox traktor tangan ini sebaiknya menggunakan proses orm milling agar biaya pembuatan tidak terlalu mahal namun kualitasnya cukup memadai. Untuk komponen poros, proses pembuatannya menggunakan proses bubut. Pencekaman dan proses pemesinan harus dilakukan dengan seksama agar toleransi yang dipilih dapat tercapai dengan baik. Pembuatan kontur lain (seperti keyway, lubang baut, dan lain sebagainya) dapat menggunakan proses milling. 4.5 Analisis Proses Pengujian Gearbox Seperti halnya dengan proses pembuatan gearbox, proses pengujian gearbox juga tidak termasuk dalam batasan penulis, maka proses pengujian ini tidak dianalisis secara rinci dan lengkap. Dalam hal ini penulis lebih tepat dikatakan memberikan saran-saran untuk proses pengujian gearbox. Pertama-tama perlu diperiksa dimensi semua komponen-komponen yang telah dirakit. Bila sudah sesuai dengan rancangan, komponen-komponen tersebut dapat dirakit. Selanjutnya gearbox perlu diperiksa saat beroperasi. Untuk 71

24 mengujinya, gearbox perlu dipasangkan terlebih dahulu ke traktor tangan. Berikut prosedur pengujiannya secara ringkas. Traktor dipasang pada axle dynamometer dan diikat pada posisi yang kuat. Semua instrumen pengukur dipasang dengan baik setelah dikalibrasi. Selanjutnya motor penggerak dihidupkan pada posisi putaran roda penerus (lywheel) maksimum sesuai spesiikasi. Tingkat kecepatan gigi transmisi dioperasikan pada posisi kecepatan yang sesuai dengan kondisi pada saat dipakai untuk pengolahan tanah. Sebelum diuji, sebaiknya dilakukan pemanasan terhadap traktor terlebih dahulu selama ±15-0 menit. Pengukuran dilakukan dengan memberi beban torsi pada poros roda secara bertahap meningkat dari beban minimum sampai beban maksimum. Pada setiap penambahan beban (torsi) pada poros roda dilakukan pengamatan / pengukuran terhadap paramater-parameter berikut: o Kecepatan putar motor penggerak. o Kecepatan putar poros roda. o Torsi pada masing-masing poros roda. o Pemakaian bahan bakar. o Temperatur. o Daya keluaran pada poros roda. Setelah pengukuran selesai, selanjutnya perlu dihitung besarnya torsi maksimum, daya maksimum, dan eisiensi penerusan daya pada poros roda. Semua ini dicatat dan hasilnya dievaluasi apakah sudah cukup atau belum. Lembar untuk pengujian ini dapat dilihat pada Lampiran C-5. 72

BAB 3 REVERSE ENGINEERING GEARBOX

BAB 3 REVERSE ENGINEERING GEARBOX BAB 3 REVERSE ENGINEERING GEARBOX 3.1 Mencari Informasi Teknik Komponen Gearbox Langkah awal dalam proses RE adalah mencari informasi mengenai komponen yang akan di-re, dalam hal ini komponen gearbox traktor

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA

BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA 3.1 Perancangan awal Perencanaan yang paling penting dalam suatu tahap pembuatan hovercraft adalah perancangan awal. Disini dipilih tipe penggerak tunggal untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III ETODOLOGI PEELITIA Dalam bab ini akan diuraikan mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam mengkaji teoritis kekuatan gear box hand tractor. 3.1 etode Penyelesaian asalah Dalam mengkaji teoritis

Lebih terperinci

PERANCANGAN GEARBOX TRAKTOR TANGAN BERDAYA 6 KW DENGAN METODE REVERSE ENGINEERING. Paskalis Bowo Aditia Oken

PERANCANGAN GEARBOX TRAKTOR TANGAN BERDAYA 6 KW DENGAN METODE REVERSE ENGINEERING. Paskalis Bowo Aditia Oken PERANCANGAN GEARBOX TRAKTOR TANGAN BERDAYA 6 KW DENGAN METODE REVERSE ENGINEERING TUGAS SARJANA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh Paskalis Bowo Aditia Oken 13103061

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Potato peeler atau alat pengupas kulit kentang adalah alat bantu yang digunakan untuk mengupas kulit kentang, alat pengupas kulit kentang yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Reverse Engineering Pengertian Umum Reverse Engineering

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Reverse Engineering Pengertian Umum Reverse Engineering BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Reverse Engineering 2.1.1 Pengertian Umum Reverse Engineering Reverse Engineering (biasa disingkat RE) adalah proses menduplikasi suatu produk, komponen-komponennya, atau subassembly-nya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut: BAB II DASAR TEORI 2.1 Daya Penggerak Secara umum daya diartikan sebagai suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah kerja, yang dinyatakan dalam satuan Watt ataupun HP. Penentuan besar daya

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. BAB II. Teori Dasar

BAB II TEORI DASAR. BAB II. Teori Dasar BAB II TEORI DASAR Perencanaan elemen mesin yang digunakan dalam peralatan pembuat minyak jarak pagar dihitung berdasarkan teori-teori yang diperoleh dibangku perkuliahan dan buku-buku literatur yang ada.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Proses Produksi Proses produksi adalah tahap-tahap yang harus dilewati dalam memproduksi barang atau jasa. Ada proses produksi membutuhkan waktu yang lama, misalnya

Lebih terperinci

Toleransi& Implementasinya

Toleransi& Implementasinya Toleransi& Implementasinya Daftar Isi 1. Toleransi Linier... 3 a) Suaian-suaian (Fits)... 6 b) Jenis jenis Suaian... 6 c) Toleransi Khusus dan Toleransi Umum... 6 1) Toleransi Khusus... 6 2) Toleransi

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Perencanaan Tabung Luar Dan Tabung Dalam a. Perencanaan Tabung Dalam Direncanakan tabung bagian dalam memiliki tebal stainles steel 0,6, perencenaan tabung pengupas

Lebih terperinci

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis 4. 1 Perancangan Mekanisme Sistem Penggerak Arah Deklinasi Komponen penggerak yang dipilih yaitu ball, karena dapat mengkonversi gerakan putaran (rotasi) yang

Lebih terperinci

IV. ANALISIS TEKNIK. Pd n. Besarnya tegangan geser yang diijinkan (τ a ) dapat dihitung dengan persamaan :

IV. ANALISIS TEKNIK. Pd n. Besarnya tegangan geser yang diijinkan (τ a ) dapat dihitung dengan persamaan : A. POROS UTAMA IV. ANALISIS TEKNIK Menurut Sularso dan K. Suga (1997), untuk menghitung besarnya diameter poros yang digunakan adalah dengan menentukan daya rencana Pd (kw) dengan rumus : Pd = fcp (kw)...

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi BAB II DASAR TEORI Dasar teori yang digunakan untuk pembuatan mesin pemotong kerupuk rambak kulit adalah sistem transmisi. Berikut ini adalah pengertian-pengertian dari suatu sistem transmisi dan penjelasannya.

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN ALAT. Data motor yang digunakan pada mesin pelipat kertas adalah:

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN ALAT. Data motor yang digunakan pada mesin pelipat kertas adalah: BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN ALAT 4.1 Perhitungan Rencana Pemilihan Motor 4.1.1 Data motor Data motor yang digunakan pada mesin pelipat kertas adalah: Merek Model Volt Putaran Daya : Multi Pro :

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN 19 BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN 31 Diagram Alur Proses Perancangan Proses perancangan mesin pengupas serabut kelapa seperti terlihat pada diagram alir berikut ini: Mulai Pengamatan dan Pengumpulan

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir

Presentasi Tugas Akhir Presentasi Tugas Akhir Modifikasi Alat Penunjuk Titik Pusat Lubang Benda Kerja Dengan Berat Maksimal Kurang Dari 29 Kilogram Untuk Mesin CNC Miling Oleh : Mochamad Sholehuddin NRP. 2106 030 033 Program

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Perhitungan Sebelum mendesain mesin pemotong kerupuk hal utama yang harus diketahui adalah mencari tegangan geser kerupuk yang akan dipotong. Percobaan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah :

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah : BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN 3. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam perancangan ini adalah metode penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alur Perencanaan Proses perancangan alat pencacah rumput gajah seperti terlihat pada diagram alir berikut ini: Mulai Pengamatan dan Pengumpulan Perencanaan Menggambar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Kapasitas Alat pencacah Plastik Q = 30 Kg/jam 30 kg = jam x 1 jam 60 menit = 0,5 kg/menit = 500 gr/menit Dimana : Q = Kapasitas mesin B. Perencanaan Putaran Pisau Jika

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. = 280 mm = 50,8 mm. = 100 mm mm. = 400 gram gram

BAB III PERANCANGAN. = 280 mm = 50,8 mm. = 100 mm mm. = 400 gram gram BAB III PERANCANGAN 3.. Perencanaan Kapasitas Perajangan Kapasitas Perencanaan Putaran motor iameter piringan ( 3 ) iameter puli motor ( ) Tebal permukaan ( t ) Jumlah pisau pada piringan ( I ) iameter

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perencanaan Proses perencanaan mesin pembuat es krim dari awal sampai akhir ditunjukan seperti Gambar 3.1. Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1 Proses Pengerjaan Proses pengerjaan adalah suatu tahap untuk membuat komponen-komponen pada mesin press serbuk kayu. Pengerjaan dominan dalam pembuatan komponen tersebut

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Dari konsep yang telah dikembangkan, kemudian dilakukan perhitungan pada komponen komponen yang dianggap kritis sebagai berikut: Tiang penahan beban maksimum 100Kg, sambungan

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DIMENSI UTAMA ESKALATOR. Dari gambar 3.1 terlihat bahwa daerah kerja atau working point dalam arah

BAB IV PERHITUNGAN DIMENSI UTAMA ESKALATOR. Dari gambar 3.1 terlihat bahwa daerah kerja atau working point dalam arah BAB IV PERHITUNGAN DIMENSI UTAMA ESKALATOR 4.1 Sketsa rencana anak tangga dan sproket Dari gambar 3.1 terlihat bahwa daerah kerja atau working point dalam arah horizontal adalah sebesar : A H x 1,732 A

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

LAMPIRAN A-8 TABEL FAKTOR V, X DAN Y UNTUK BALL BEARING

LAMPIRAN A-8 TABEL FAKTOR V, X DAN Y UNTUK BALL BEARING LAMPIRAN A-8 ABEL FAKOR V, X DAN Y UNUK BALL BEARING 87 Gearcase Plate_360 Steel Plate 8 mm 350 x 400 x 8 7 kg SECION A-A SKALA : 1:5 88 GEARCASE PLAE_360 Gearcase Plate_Front & Back Steel Plate 5 mm 140

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN PERANCANGAN

BAB IV PERHITUNGAN PERANCANGAN BAB IV PERHITUNGAN PERANCANGAN Pada tahap perancangan mesin Fitting valve spindle pada bab sebelumnya telah dihasilkan rancangan yang sesuai dengan daftar kehendak. Yang dijabarkan menjadi beberapa varian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Serabut Kelapa Sebagai Negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan kondisi agroklimat yang mendukung, Indonesia merupakan Negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Menurut

Lebih terperinci

Perencanaan Roda Gigi

Perencanaan Roda Gigi Perencanaan Roda Gigi RODA GIGI Roda gigi adalah roda silinder bergigi yang digunakan untuk mentransmisikan gerakan dan daya Roda gigi menyebabkan perubahan kecepatan putar output terhadap input 1 Jenis-jenis

Lebih terperinci

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011 TRANSMISI RANTAI ROL Penggunaan: transmisi sabuk > jarak poros > transmisi roda gigi Rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip perbandingan putaran tetap Mampu meneruskan daya besar

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN MESIN PEMBUAT TALI TAMPAR DARI BAHAN LIMBAH PLASTIK. Oleh:

TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN MESIN PEMBUAT TALI TAMPAR DARI BAHAN LIMBAH PLASTIK. Oleh: TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN MESIN PEMBUAT TALI TAMPAR DARI BAHAN LIMBAH PLASTIK Oleh: MOH. MIRZA AMINUDIN (2110039018) BAGUS HARI SAPUTRA (2110039026) Pembimbing Ir.SUHARIYANTO, MT ABSTRAK Abstrak Plastik

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN TRANSMISI PADA MESIN PERAJANG TEMBAKAU DENGAN PENGGERAK KONVEYOR

BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN TRANSMISI PADA MESIN PERAJANG TEMBAKAU DENGAN PENGGERAK KONVEYOR BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN TRANSMISI PADA MESIN PERAJANG TEMBAKAU DENGAN PENGGERAK KONVEYOR 4.1 Perencanaan Pulley dan V-Belt 1 4.1.1 Penetapan Diameter Pulley 1 1. Penetapan diameter pulley V-belt

Lebih terperinci

Perhitungan Kapasitas Screw Conveyor perjam Menghitung Daya Screw Conveyor Menghitung Torsi Screw

Perhitungan Kapasitas Screw Conveyor perjam Menghitung Daya Screw Conveyor Menghitung Torsi Screw DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL...xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin spin coating adalah sumber tenaga motor listrik ditransmisikan ke poros hollow melalui pulley dan v-belt untuk mendapatkan

Lebih terperinci

ANALISA DESAIN STRUKTUR DAN KESTABILAN SUSPENSI PASSIVE PADA SMART PERSONAL VEHICLE 2 RODA

ANALISA DESAIN STRUKTUR DAN KESTABILAN SUSPENSI PASSIVE PADA SMART PERSONAL VEHICLE 2 RODA SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA DESAIN STRUKTUR DAN KESTABILAN SUSPENSI PASSIVE PADA SMART PERSONAL VEHICLE 2 RODA Disusun oleh Yonathan A. Kapugu (2106100019) Dosen pembimbing Prof. Ir. IN Sutantra, M.Sc.,

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN HASIL PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN HASIL PEMBAHASAN BAB IV PERHITUGA DA HASIL PEMBAHASA Pada proses perancangan terdapat tahap yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu perancangan, yaitu tahap perhitungan. Perhitungan di lakukan untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Konsep perencanaan komponen yang diperhitungkan sebagai berikut: a. Motor b. Reducer c. Daya d. Puli e. Sabuk V 2.2 Motor Motor adalah komponen dalam sebuah kontruksi

Lebih terperinci

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya

PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Rancangan Fungsional Fungsi Penyaluran Daya IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Kriteria Perancangan Perancangan dynamometer tipe rem cakeram pada penelitian ini bertujuan untuk mengukur torsi dari poros out-put suatu penggerak mula dimana besaran ini

Lebih terperinci

PERANCANGAN POROS TRANSMISI DENGAN DAYA 100 HP

PERANCANGAN POROS TRANSMISI DENGAN DAYA 100 HP PERANCANGAN POROS TRANSMISI DENGAN DAYA 100 HP Fredy Mananoma, Agung Sutrisno, Stenly Tangkuman Jurusan Teknik Mesin Universitas Sam Ratulangi Jl. Kampus Unsrat, Bahu, Manado ABSTRAK Tujuan penulisan ini

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skematik Chassis Engine Test Bed Chassis Engine Test Bed digunakan untuk menguji performa sepeda motor. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1, skema pengujian didasarkan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN 3.1. Diagram Alur Perencanaan Proses perencanaan pembuatan mesin pengupas serabut kelapa dapat dilihat pada diagram alur di bawah ini. Gambar 3.1. Diagram alur perencanaan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Berikut proses perancangan alat pencacah rumput gajah seperti terlihat pada diagram alir: Mulai Pengamatan dan Pengumpulan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB III TEORI PERHITUNGAN. Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut :

BAB III TEORI PERHITUNGAN. Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut : BAB III TEORI PERHITUNGAN 3.1 Data data umum Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tinggi 4 meter 2. Kapasitas 4500 orang/jam

Lebih terperinci

300 mm 900 mm. ΣF = 0 : Rv 20 kn + 10 kn 40 kn = 0 Rv = 50 kn. δ = P L / A E. Maka δ akan berbeda untuk P, L, A, atau E yang berbeda.

300 mm 900 mm. ΣF = 0 : Rv 20 kn + 10 kn 40 kn = 0 Rv = 50 kn. δ = P L / A E. Maka δ akan berbeda untuk P, L, A, atau E yang berbeda. 300 mm 900 mm 600 mm Solusi PR 1. Sebuah batang baja bulat mempunyai luas penampang 0,0003 m2 terpasang tetap pada ujung sebelah atas dan mendapat tiga gaya aksial seperti terlihat dalam gambar. Hitunglah

Lebih terperinci

PENGARUH PARAMETER POTONG TERHADAP DIAMETER PITS ULIR METRIK

PENGARUH PARAMETER POTONG TERHADAP DIAMETER PITS ULIR METRIK PENGARUH PARAMETER POTONG TERHADAP DIAMETER PITS ULIR METRIK Sunarto Teknik Mesin Politeknik Bengkalis Jl. Batin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau sunarto@polbeng.ac.id Abstrak Ulir metrik adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Mesin Press Mesin press adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk membentuk dan memotong suatu bahan atau material dengan cara penekanan. Proses kerja daripada

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : TUGAS AKHIR Perancangan Multi Spindel Drill 4 Collet Dengan PCD 90mm - 150mm Untuk Pembuatan Lubang Berdiameter Maksimum 10 mm Dengan Metode VDI 2221 Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cara Kerja Alat Cara kerja Mesin pemisah minyak dengan sistem gaya putar yang di control oleh waktu, mula-mula makanan yang sudah digoreng di masukan ke dalam lubang bagian

Lebih terperinci

PERENCANAAN MESIN BENDING HEAT EXCHANGER VERTICAL PIPA TEMBAGA 3/8 IN

PERENCANAAN MESIN BENDING HEAT EXCHANGER VERTICAL PIPA TEMBAGA 3/8 IN PERENCANAAN MESIN BENDING HEAT EXCHANGER VERTICAL PIPA TEMBAGA 3/8 IN Dani Prabowo Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta E-mail: daniprabowo022@gmail.com Abstrak Perencanaan ini

Lebih terperinci

BAB II LADASAN TEORI

BAB II LADASAN TEORI II-1 BAB II LADASAN TEORI.1. Proses Ekstraksi Proses ekstrasi adalah suatu proses untuk memisahkan campuran beberapa macam zat menjadi komponen komponen yang terpisah. Ekstrasi dapat dilakukan dalam dua

Lebih terperinci

TRANSMISI RANTAI ROL

TRANSMISI RANTAI ROL TRANSMISI RANTAI ROL Penggunaan: transmisi sabuk > jarak poros > transmisi roda gigi Rantai mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip perbandingan putaran tetap Keuntungan: Mampu meneruskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Mesin Pan Granulator Mesin Pan Granulator adalah alat yang digunakan untuk membantu petani membuat pupuk berbentuk butiran butiran. Pupuk organik curah yang akan

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan Tujuan dari tugas akhir ini adalah merancang mesin pemasta coklat dengan hasil perancangan sesuai kebutuhan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan Tujuan dari tugas akhir ini adalah merancang mesin pemasta coklat dengan hasil perancangan sesuai kebutuhan. TUGAS AKHIR 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia lebih banyak mengekspor kakao dalam bentuk biji dari pada hasil olahannya. Padahal akan lebih baik jika produsen kakao Indonesia bisa mengekspor

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN POLES POROS ENGKOL PROYEK AKHIR

RANCANG BANGUN MESIN POLES POROS ENGKOL PROYEK AKHIR RANCANG BANGUN MESIN POLES POROS ENGKOL PROYEK AKHIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna Memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md) Program Studi DIII Teknik Mesin Disusun oleh: SUPRIYADI I8612046 PROGRAM

Lebih terperinci

Redesain Gearbox Rotary Parkir Menggunakan Software Berbasis Elemen Hingga

Redesain Gearbox Rotary Parkir Menggunakan Software Berbasis Elemen Hingga JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2 (217), 2337-352 (231-928X Print) A756 Redesain Gearbox Rotary Parkir Menggunakan Software Berbasis Elemen Hingga Aang Ferianto dan Alief Wikarta Teknik Mesin, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin.

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin. BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN A. Desain Mesin Desain konstruksi Mesin pengaduk reaktor biogas untuk mencampurkan material biogas dengan air sehingga dapat bercampur secara maksimal. Dalam proses

Lebih terperinci

DOSEN PEMBIMBING: Prof.Dr. I NYOMAN SUTANTRA, M.Sc, Phd. YOHANES, ST, MSc. Eng

DOSEN PEMBIMBING: Prof.Dr. I NYOMAN SUTANTRA, M.Sc, Phd. YOHANES, ST, MSc. Eng RANCANG BANGUN MULTIPURPOSE DRIVETRAIN UNTUK MENINGKATKAN UTILITAS ATAU KEMANFAATAN KENDARAAN MULTI GUNA PEDESAAN DOSEN PEMBIMBING: Prof.Dr. I NYOMAN SUTANTRA, M.Sc, Phd. YOHANES, ST, MSc. Eng LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Mulai. Studi Literatur. Gambar Sketsa. Perhitungan. Gambar 2D dan 3D. Pembelian Komponen Dan Peralatan. Proses Pembuatan.

Mulai. Studi Literatur. Gambar Sketsa. Perhitungan. Gambar 2D dan 3D. Pembelian Komponen Dan Peralatan. Proses Pembuatan. BAB III PERANCANGAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alur Proses Perancangan Proses perancangan mesin pemipil jagung seperti terlihat pada Gambar 3.1 seperti berikut: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO www.designfreebies.org PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN 130-150 kn Latar Belakang Kestabilan batuan Tolok ukur keselamatan kerja di pertambangan bawah tanah Perencanaan

Lebih terperinci

Jumlah serasah di lapangan

Jumlah serasah di lapangan Lampiran 1 Perhitungan jumlah serasah di lapangan. Jumlah serasah di lapangan Dengan ketinggian serasah tebu di lapangan 40 cm, lebar alur 60 cm, bulk density 7.7 kg/m 3 dan kecepatan maju traktor 0.3

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar-dasar Pemilihan Bahan Setiap perencanaan rancang bangun memerlukan pertimbanganpertimbangan bahan agar bahan yang digunakan sesuai dengan yang direncanakan. Hal-hal penting

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Transmisi Untuk Penerapan Energi Laut

Perancangan Sistem Transmisi Untuk Penerapan Energi Laut Perancangan Sistem Transmisi Untuk Penerapan Energi Laut Zeno (1) dan Irfan Syarif Arief, ST.MT (2) (1) Mahasiswa Teknik Sistem Perkapalan ITS, (2),(3) Staff Pengajar Teknik Sistem Perkapalan ITS, Fakultas

Lebih terperinci

PERHITUNGAN DAYA DAN KAPASITAS MESIN PRESS SERBUK KAYU SEBAGAI MEDIA PENANAMAN JAMUR TIRAM PUTIH RIKO PRIANDHANY

PERHITUNGAN DAYA DAN KAPASITAS MESIN PRESS SERBUK KAYU SEBAGAI MEDIA PENANAMAN JAMUR TIRAM PUTIH RIKO PRIANDHANY PERHITUNGAN DAYA DAN KAPASITAS MESIN PRESS SERBUK KAYU SEBAGAI MEDIA PENANAMAN JAMUR TIRAM PUTIH OLEH : RIKO PRIANDHANY 2107 030 036 DOSEN PEMBIMBING : IR. SUHARIYANTO, M.T Abstrak Saat ini jamur ditemukan

Lebih terperinci

Perancangandanpembuatan Crane KapalIkanUntukDaerah BrondongKab. lamongan

Perancangandanpembuatan Crane KapalIkanUntukDaerah BrondongKab. lamongan Perancangandanpembuatan Crane KapalIkanUntukDaerah BrondongKab. lamongan Latar Belakang Dalam mencapai kemakmuran suatu negara maritim penguasaan terhadap laut merupakan prioritas utama. Dengan perkembangnya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai BAB II DASAR TEORI 2.1. Prinsip Kerja Mesin Perajang Singkong. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai beberapa komponen, diantaranya adalah piringan, pisau pengiris, poros,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi 2.2 Motor Listrik

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi 2.2 Motor Listrik BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Transmisi Sistem transmisi dalam otomotif, adalah sistem yang berfungsi untuk konversi torsi dan kecepatan (putaran) dari mesin menjadi torsi dan kecepatan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PENGHANCUR BONGGOL JAGUNG UNTUK CAMPURAN PAKAN TERNAK SAPI KAPASITAS PRODUKSI 30 kg/jam

RANCANG BANGUN MESIN PENGHANCUR BONGGOL JAGUNG UNTUK CAMPURAN PAKAN TERNAK SAPI KAPASITAS PRODUKSI 30 kg/jam RANCANG BANGUN MESIN PENGHANCUR BONGGOL JAGUNG UNTUK CAMPURAN PAKAN TERNAK SAPI KAPASITAS PRODUKSI 30 kg/jam LAPORAN AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR Dalam pabrik pengolahan CPO dengan kapasitas 60 ton/jam TBS sangat dibutuhkan peran bunch scrapper conveyor yang berfungsi sebagai pengangkut janjangan

Lebih terperinci

PEGAS. Keberadaan pegas dalam suatu system mekanik, dapat memiliki fungsi yang berbeda-beda. Beberapa fungsi pegas adalah:

PEGAS. Keberadaan pegas dalam suatu system mekanik, dapat memiliki fungsi yang berbeda-beda. Beberapa fungsi pegas adalah: PEGAS Ketika fleksibilitas atau defleksi diperlukan dalam suatu system mekanik, beberapa bentuk pegas dapat digunakan. Dalam keadaan lain, kadang-kadang deformasi elastis dalam suatu bodi mesin merugikan.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan konstruksi mesin pengupas serabut kelapa ini terlihat pada Gambar 3.1. Mulai Survei alat yang sudah ada dipasaran

Lebih terperinci

PERANCANGAN MESIN PRESS BAGLOG JAMUR KAPASITAS 30 BAGLOG PER JAM. Oleh ARIEF HIDAYAT

PERANCANGAN MESIN PRESS BAGLOG JAMUR KAPASITAS 30 BAGLOG PER JAM. Oleh ARIEF HIDAYAT PERANCANGAN MESIN PRESS BAGLOG JAMUR KAPASITAS 30 BAGLOG PER JAM Oleh ARIEF HIDAYAT 21410048 Latar Belakang Jamur Tiram dan Jamur Kuping adalah salah satu jenis jamur kayu, Media yang digunakan oleh para

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan Laboratorium Metrologi Universitas Lampung serta Laboratorium Material ITB Bandung

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. rokok dengan alasan kesehatan, tetapi tidak menyurutkan pihak industri maupun

BAB II DASAR TEORI. rokok dengan alasan kesehatan, tetapi tidak menyurutkan pihak industri maupun BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan umum Tembakau merupakan salah satu komoditas pertanian yang menjadi bahan dasar rokok. Dimana kita ketahui bahwa rokok telah menjadi kebutuhan sebagian orang. Walaupun

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema Dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin pemotong krupuk rambak kulit ini adalah sumber tenaga motor listrik ditransmisikan kepulley 2 dan memutar pulley 3 dengan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Gambar 3.1 : Proses perancangan sand filter rotary machine seperti terlihat pada Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Gambaran Umum Mesin pemarut adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu atau serta mempermudah pekerjaan manusia dalam hal pemarutan. Sumber tenaga utama mesin pemarut adalah

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN POROS DENGAN PENDEKATAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISA KEGAGALAN POROS DENGAN PENDEKATAN METODE ELEMEN HINGGA ANALISA KEGAGALAN POROS DENGAN PENDEKATAN METODE ELEMEN HINGGA Jatmoko Awali, Asroni Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar Dewantara No. 116 Kota Metro E-mail : asroni49@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DESAIN MEKANIK CRUISE CONTROL

BAB IV ANALISA DESAIN MEKANIK CRUISE CONTROL BAB IV ANALISA DESAIN MEKANIK CRUISE CONTROL Pengukuran Beban Tujuan awal dibuatnya cruise control adalah membuat alat yang dapat menahan gaya yang dihasilkan pegas throttle. Untuk itu perlu diketahui

Lebih terperinci

BAB III. Metode Rancang Bangun

BAB III. Metode Rancang Bangun BAB III Metode Rancang Bangun 3.1 Diagram Alir Metode Rancang Bangun MULAI PENGUMPULAN DATA : DESAIN PEMILIHAN BAHAN PERHITUNGAN RANCANG BANGUN PROSES PERMESINAN (FABRIKASI) PERAKITAN PENGUJIAN ALAT HASIL

Lebih terperinci

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik KURNIAWAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA & PERHITUNGAN ALAT

BAB IV ANALISA & PERHITUNGAN ALAT BAB IV ANALISA & PERHITUNGAN ALAT Pada pembahasan dalam bab ini akan dibahas tentang faktor-faktor yang memiliki pengaruh terhadap pembuatan dan perakitan alat, gaya-gaya yang terjadi dan gaya yang dibutuhkan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 14. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar mesin sortasi buah manggis hasil rancangan dapat dilihat dalam Bak penampung mutu super Bak penampung mutu 1 Unit pengolahan citra Mangkuk dan sistem transportasi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Skema Dinamometer (Martyr & Plint, 2007)

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Skema Dinamometer (Martyr & Plint, 2007) 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Dinamometer Dinamometer adalah suatu mesin yang digunakan untuk mengukur torsi (torque) dan daya (power) yang diproduksi oleh suatu mesin motor atau penggerak berputar

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN TEGANGAN DAN SIMULASI SOFTWARE

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN TEGANGAN DAN SIMULASI SOFTWARE BAB IV ANALISA PERHITUNGAN TEGANGAN DAN SIMULASI SOFTWARE 4.1 Momen Lentur Akibat Ledakan Dalam Ruang Bakar Sebuah poros engkol motor bakar yang sedang melakukan kerja akan mendapatkan pembebanan berupa

Lebih terperinci

BAB VI POROS DAN PASAK

BAB VI POROS DAN PASAK BAB VI POROS DAN PASAK Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin. Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersamasama dengan putaran. Peranan utama dalam transmisi seperti itu dipegang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk mencacah akan menghasikan serpihan. Alat pencacah ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk mencacah akan menghasikan serpihan. Alat pencacah ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Alat Pencacah plastik Alat pencacah plastik polipropelen ( PP ) merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencacah akan menghasikan serpihan. Alat pencacah ini memiliki

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Pada perancangan suatu kontruksi hendaknya mempunyai suatu konsep perencanaan. Untuk itu konsep perencanaan ini akan membahas dasar-dasar teori

Lebih terperinci

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR 3.1 Data Perancangan Spesifikasi perencanaan belt conveyor. Kapasitas belt conveyor yang diinginkan = 25 ton / jam Lebar Belt = 800 mm Area cross-section

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam SIDANG TUGAS AKHIR TM091476 Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam Oleh: AGENG PREMANA 2108 100 603 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN Perencanaan Kapasitas Penghancuran. Diameter Gerinda (D3) Diameter Puli Motor (D1) Tebal Permukaan (t)

BAB III PERANCANGAN Perencanaan Kapasitas Penghancuran. Diameter Gerinda (D3) Diameter Puli Motor (D1) Tebal Permukaan (t) BAB III PERANCANGAN 3.1. Perencanaan Kapasitas Penghancuran Kapasitas Perencanaan : 100 kg/jam PutaranMotor : 1400 Rpm Diameter Gerinda (D3) : 200 mm Diameter Puli Motor (D1) : 50,8 mm Tebal Permukaan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Aliran Diagram aliran merupakan suatu gambaran dasar yang digunakan dasar dalam bertindak. Seperti pada proses perencanaan diperlukan suatu diagram alir yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mesin Gerinda Batu Akik Sebagian pengrajin batu akik menggunakan mesin gerinda untuk membentuk batu akik dengan sistem manual. Batu gerinda diputar dengan menggunakan

Lebih terperinci

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap

KOPLING. Kopling ditinjau dari cara kerjanya dapat dibedakan atas dua jenis: 1. Kopling Tetap 2. Kopling Tak Tetap KOPLING Defenisi Kopling dan Jenis-jenisnya Kopling adalah suatu elemen mesin yang berfungsi untuk mentransmisikan daya dari poros penggerak (driving shaft) ke poros yang digerakkan (driven shaft), dimana

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Traktor 2.2 Kekuatan Bahan Definisi

BAB II DASAR TEORI 2.1 Traktor 2.2 Kekuatan Bahan Definisi BAB II DASAR TEORI 2.1 Traktor Traktor adalah alat yang digunakan untuk mengolah tanah, biasanya menggunakan motor bakar sebagai penggerak. Sebelum traktor dibuat petani mengolah tanah menggunakan tenaga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. waktu pada bulan Oktober hingga bulan Maret Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. waktu pada bulan Oktober hingga bulan Maret Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang waktu pada

Lebih terperinci

Studi Kekuatan Spur Gear Dengan Profil Gigi Cycloid dan Involute

Studi Kekuatan Spur Gear Dengan Profil Gigi Cycloid dan Involute JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Studi Kekuatan Spur Gear Dengan Profil Gigi Cycloid dan Involute Novreza Aditya Taufan dan Agus Sigit Pramono Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci