SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)"

Transkripsi

1 TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKS KOMERSIAL ANAK DALAM PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM ( Analisis Putusan No. 2301/Pid.Sus/2013/PN Tangerang ) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh : NURHAYATI N I M : KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

2

3

4

5 ABSTRAK TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKS KOMERSIAL ANAK DALAM PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM (ANALISIS PUTUSAN NO. 2301/PID.SUS/2013/PN TANGERANG) Disusun Oleh : Nurhayati, NIM , Jurusan Kepidanaan Islam, Prodi SJS, Fakultas Syari ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 1436 H/2015, iii+141 Halaman+Lampiran. Penelitian ini berjudul Tindak Pidana Eksploitasi Seks Komersial Anak dalam Pandangan Hukum Positif dan Hukum Islam (Analisis Putusan No. 2301/Pid.Sus/2013/PN Tangerang) Penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Tangerang. Tujuan penulisan ini untuk memberikan gambaran tentang pengeksploitasian seks komersial anak menurut peraturan UU Perlindungan Anak dan Hukum Islam serta masuk tidaknya Eksploitasi Seks Komersial Anak kepada tindak criminal menurut UU Perlindungan Anak dan Hukum Islam. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif. Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan intensif dengan informan sedangkan data sekunder diperoleh yaitu dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, literature, hasil penelitian serta dokumendokumen resmi yang berkaitan dengan obyek penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa tindak pidana eksploitasi seks komersial anak yang diperoleh dari data Jurnal, buku-buku, perundang-undangan telah memenuhi unsur-unsur perbuatan eksploitasi seks komersial anak telah melanggar kesusilaan dan kesopanan. Dalam UU Perlindungan Anak, tindak pidana eksploitasi seks komersial anak tersebut dimasukkan ke dalam tindak criminal karena melanggar Pasal 81 Ayat (1) dan (2), Pasal 82, Pasal 83 danpasal 88. Sementara dalam Hukum Islam, ada yang termasuk dalam tindak criminal dan ada juga yang tidak termasuk tindak criminal tergantung kepada jenis perbuatannya apakah melanggar aturan yang telah ditetapkan Hukum Pidana Islam. Adapun jenis sanksi hokum berdasarkan UU Perlindungan Anak adalah hukuman penjara dan denda. Sedangkan dalam Hukum Islam rajam, cambuk, Qhisash (hukumbalasan) dan diyat, pengasingan serta ta zir. Kesimpulannya adalah Eksploitasi merupakan suatu penggunaan tenaga kerja orang lain untuk kepentingan atau keuntungan diri sendiri. Pengertian eksploitasi menurut pasal 2 ayat (1) Undang-UndangNomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah sebagai berikut : Eksploitasi yaitu tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang iv

6 meliputi tidak jauh dari pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek serupa, perbudakan penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum atau transplantasi organ, dan atau jaringan tubuh, atau memanfaatkan tenaga baik materil atau immaterial. Salah satu tindakan eksploitasi ialah eksploitasi seksual anak yang didefinisikan sebagai kegiatan yang melibatkan anak laki-laki maupun perempuan, demi uang, keuntungan atau pertimbangan lain atau karena paksaan atau pengaruh orang dewasa, sendikat atau kelompok, terkait dengan hubungan seksual, atau prilaku yang menimbulkan birahi. Ada 3 kegiatan yang termasuk dalam kategori eksploitasi seksual adalah : prostitusi anak, perdagangan anak, dan pornografi anak. Tindak Pidana Eksploitasi juga terdapat dalam Pasal 88 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yaitu : Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyakrp ,00 (duaratusjuta rupiah). Sedangkan dalam Hukum Islam diberikan sanksi hukuman had yaitu jilid dan pengasingan bagi pelaku ghairu mukhson, sedangkan hukuman rajam berlaku bagi mukhson, sanksi hukuman qhisas berlaku bagi hukuman balas kematian, atau pelukaan dan bila dimaafkan diganti dengan membayar diyat, sanksi ta zir yang jenis sanksinya diserahkan kepada hakim sesuai perbuatan yang dilakukan pelaku. Untuk menanggulangi masalah ini sebaiknya orang tua, lembaga pendidikan, dan lembaga hukum memberikan perlindungan, pengajaran (Akhlak, Agama, Moral), terhadap anak danmemebrikan hukuman yang seberatberatnya pada pelaku supaya jera, dan menjadi pelajaran bagi masyarakat lainnya sebagai upaya tindak preventif. Kata Kunci: Eksploitasi Seks Komersial Anak Pembimbing : Prof. Dr. Hj. Zaitunah Subhan, MA v

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya terucap dengan tulus dan ikhlas, Alhamdulillahi Rabbil Alamin tiada henti karena dapat terselesaikannya skripsi ini. Shalawat seiring salam semoga selalu tercurah limpahkan atas Insan pilihan tuhan Khatamul anbiyai iwalmursalin, Muhammad SAW. Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, dengan demikian skripsi ini hasil usaha dan upaya yang maksimal dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis di dalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut di syukuri karena banyak pengalaman yang di dapat dalam penulisan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih atas kerjasama dan bantuannya, baik moril maupun materil. Karena penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dan motivasi orang-orang yang di sekelilingku. Untuk itu penulis sepantasnya menulis menyampaikan terimakasih kepada: 1. Bpk Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Bpk Dr. H. JM. Muslimin, M.A, Dekan Fakultas Syari ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Dra. Hj. Maskufa, M. Ag, Ketua Jurusan SJS dan Ibu Rosdiana, M.A, Sekretaris Jurusan SJS, yang telah memberikan arahan, bimbingan dan dorongan kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Ibu Prof. Hj. Zaitunah Subhan, sebagai dosen pembimbing yang rela meluangkan waktunya dan selalu memberikan masukan, arahan dan vi

8 kritikan yang konstruktif pada Penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Bapak H. Qosyim Arsyadani, S.Ag., M.A, Sebagai Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan motivasi dan bimbingan mulai dari semester awal sampai akhir yang tak henti-hentinya selalu diarahkan 6. Pimpinan Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan Fakultas yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan berupa buku dan literature lainnya sehingga penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan. 7. Semua Dosen Fakultas Syari ah dan Hukum, atas semua pengetahuan yang telah di berikan kepada Penulis selama masa pendidikan berlangsung. 8. Terimakasih Ayahanda Suwanta dan Ibunda Khususiyah, yang telah mengajarkan bahasa cinta dan kasih sayang serta doa tulus beliau yang takhenti-hentinya, saudara sekandungku: Teteh Suryati, Abang Subhan, Subhi, Teteh Otiyah, Suneni dan Adikku Tutilah,atas motivasi dan dukungan yang Ikhlas penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, dan tak lupa pula keponakanku yang menggemaskan Adinda Danang, Evan, Dafi, Agustian, Rafa, Novi dan si kecil Sheila. My Family is My Everything. 9. Terimakasih kepada My BestMotivation, bagaimanapun secara langsung maupun tak langsung telah memberikan dukungan dan motivasi serta semangat kepada Penulis sehingga tugas akhir skripsi ini dapat terselesaikan, You Are Everything. 10. Terimakasih Teman- teman kelas SJS Angkatan 2011, kalian adalah saudara, sahabat, dan keluarga yang telah menjadi saksi perjuangan sejarah lembaran dalam hidupku selama di bangku kuliah. 11. Terimakasih Organisasi PMII Kompaksyahum, yang telah menjadi himpunan sebagai wadah pengetahuan dan pengalaman dalam mencari jati diri. 12. Terimakasih Sahabat-Sahabatku Fachriatul Fuadiah, Annisa Rahmi Faisal, Dewi Robiatul Munawaroh, serta My BestFreind Novy septiyani, Sunarti, vii

9 Rosse Yuniarsih dan Tia Marliyanti. Kalian adalah sahabat terbaikku, terimakasih atas kasih sayang, dukungan dan motivasinya. Semoga atas segala bantuan, dukungan, Motivasi dan do auntuk Penulis mendapat balasan yang paling layakdari-nya, dan sksripsi ini berfguna bagi wacana keislaman. Kepada-Nya kita memohon Rahmat dan Hidayah- Nya.Amin YaRabbal Alamin. Jakarta, 05 Maret 2015 M 14Jumadi lawal H (NURHAYATI ) viii

10 DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN UJIAN... LEMBAR SURAT PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii iii iv vi x BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Pembatasan danperumusan Masalah C. Tujuaan dan Manfaat Penulisan D. Tinjauan Pustaka E. Metode Penelitian F. Kajian Terdahulu G. Sistematika Penulisan BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG EKSPLOITASI SEKS KOMERSIAL ANAK DALAM HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Pengertian Eksploitasi Seks Komersial Anak B. Pengertian Tentang Anak dan Hak-Hak Anak C. Bentuk-Bentuk Eksploitasi Seks Komersial Anak D. Unsur-Unsur eksploitasian Seks Komersial Anak E. Faktor-Faktor Eksploitasi Seks Komersial Anak x

11 BAB III : TINJAUAN TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKS KOMERSIAL ANAK DALAM HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Tindakan Kriminal Eksploitasi Seks Komersial Anak B. Sanksi Hukuman Terhadap Pelaku Eksploitasi Seks Komersial Anak 90 C. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Eksploitasi Seks Komersial Anak BAB IV : ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TANGERANG NO. 2301/Pid.Sus/2013 DALAM HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Deskripsi Kasus B. Dakwaan, Tuntutan, Banding dan Putusan C. Analisis Putusan No. 2301/Pid.Sus/2013/PN Tangerang Ditinjau dari Hukum Positif dan Hukum Islam BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP xi

12 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi dan perubahan industrialisasi dengan segala perubahan segala implikasinya cenderung mendorong terjadinya eksploitasi seksual komersial anak. Hal ini terkait dengan dampak negatif dari perkembangan industri pariwisata Tekhnologi informasi dan komunikasi serta transportasi. Dan ada beberapa faktor yang yang terkait terjadinya eksploitasi seksual komersial anak yaitu masalah kemiskinan, pengangguran, pendidikan, dan terbatasnya lapangan pekerjaan. 1 Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) Dalam Deklarasi dan Aksi untuk menentang eksploitasi seksual komersial anak merupakan instrument pertama yang mendefinisikan eksploitasi seksual komersial anak sebagai sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak-hak anak. Pelanggaran tersebut terdiri dari kekerasan seksual oleh orang dewasa dan pemberi imbalan dalam bentuk uang tunai atau barang terhadap anak, atau orang ketiga atau orang-orang lainnya. Anak tersebut diperlakukan sebagai objek seksual dan sebagai objek komersial. Eksploitasi seksual komersial anak merupakan sebuah bentuk pemaksaan dan kekerasan terhadap anak 1 Wardah, Eksploitasi Seks Komersial Anak ESKA, Seks Komersial Anak ESKA, Diakses pada 21 Oktober 2014, pkl 11:25. 1

13 2 dan mengarah pada bentuk-bentuk kerja paksa sebagai perbudakan masa kini. 2 Sedangkan menurut ILO (Internasional Labour Organisatation) tentang eksploitasi seksual komersial anak merupakan mencakup hal-hal sebagai berikut; pemakaian anak perempuan dan laki-laki dalam kegiatan seksual yang dibayar dengan uang tunai atau dalam bentuk barang (umumnya dikenal sebagai prostitusi anak ) seperti ditempat perumahan, hotel, jalanan, atau dalam gedung, panti pijat, bar, dan restoran; wisata seksual anak; distribusi pornografi dan pemakaian anak dalam pertunjukan seksual. Sejarah perlindungan anak di Dunia diawali dengan adanya konvensi-konvensi Internasional Hak Asasi Manusia dan Anak. Di Indonesia sudah meratifikasi konvensi-konvensi tersebut dalam berbagai bentuk peraturan perundangan.dalam peraturan perundangan tersebut diamanatkan bahwa anak harus mendapatkan pemenuhan atas hak-haknya agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal. Indonesia meratifikasi konvensi-konvensi tersebut karena kenyataan dilapangan anak dengan kondisinya yang masih labil secara fisik maupun psikis rawan menjadi korban kejahatan. Sebagian anak-anak disekitar kita tidak 2 Ibid.

14 3 mendapatkan apa-apa sebagai hak mereka, bahkan banyak terjadi pelanggaran hak- hak dasar mereka. 3 Pihak-pihak tertentu melihat anak adalah sebagai komoditi yang memiliki nilai kompetitif jika dieksploitasi secara illegal. Pihak tersebut adalah jaringan pelacuran anak, meski tidak ada data yang pasti dan up to date. Di Indonesia diperkirakan 30 % dari 550 ribu lebih pekerja seks komersial (PSK) atau sekitar ribu PSK adalah anak-anak yang berusia dibawah 18 tahun. Pelacuran di Indonesia dilakukan oleh anak-anak, pelacuran anak merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia hal ini dinyatakan dalam pasal 65 UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal tersebut menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotik, psikotropika, serta zat adiktif lainnya. Tindak pidana pengeksploitasian semakin terjadi dikehidupan masyarakat.pengeksploitasian seksual terhadap anak adalah salah satu bentuknya, Anak menjadi korban orang-orang yang tidak bertanggungjawab memperkerjakan dan melayani para laki-laki hidung belang adalah demi mendapatkan keuntungan sebagai mata 3 Dikdik M. Arif Mansur, dan elisatris Gultom. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan (antara norma dan realita), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2007, hal

15 4 pencahariannya. Eksploitasi seksual komersial anak di mana di dalamnya ada tiga bentuk yaitu: pornografi, prostitusi/pelacuran, dan perdagangan anak untuk tujuan seksual. 4 Kasus kekerasan fisik terhadap anak secara umum berdasarkan data Komnas PA di Indonesia sebanyak kasus. Lebih dari 50 persen adalah kasus kekerasan seksual, kasus ini terjadi di 34 Provinsi, 179 Kabupaten dan kota. Sebesar 42-58% dari pelanggaran hak anak, merupakan kejahatan seksual terhadap anak. Selebihnya kekerasan fisik, dan penelantaran anak data dan korban kejahatan seksual semakin meningkat setiap tahun 5. Data Hasil Survey Kekerasan Kejahatan Seksual Terhadap Anak No Tahun Jumlah Keterangan kasus 42 % kasus 58% kasus 62% kasus 63% kasus 60% 4 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Refika Aditama, Bandung 2001, hal

16 5 Di dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak di sini bahwa merupakan suatu payung hukum tindak kekerasan yang terjadi terhadap anak-anak, di Indonesia mulai menuai sorotan keras dari berbagai kalangan pada saat stasiun televisi swasta menayangkannya secara vulgar pada program kriminal, seperti kasus ; perkosaan yang dilakukan oleh keluarga korban atau orang-orang dekat, yang dilakukan oleh keluarga korban atau orang-orang dekat korban, kasus sodomi, perdagangan anak, untuk dieksploitasi menjadi pekerja seks komersial hingga pembunuhan. Banyaknya kasus kekerasan anak yang terjadi di Indonesia dianggap sebagai salah satu indikator buruknya kualitas perlindungan anak. Keberadaan anak yang belum mampu untuk hidup mandiri tentunya sangat membutuhkan orang-orang sebagai tempat berlindung. Rendahnya kualitas perlindungan anak di Indonesia banyak menuai kritik dari berbagai elemen masyarakat. Pertanyaan yang sering dilontarkan adalah sejauh mana pemerintah telah berupaya memberikan perlindungan (hukum) pada anak sehingga anak dapat memperoleh jaminan atas kelangsungan hidup dan pengidupannya sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia. Padahal, dalam Pasal 20 UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, dimana yang berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah Negara, Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.

17 6 Hukum Internasional melalui pembentukan Konvensi Hak Anak (convention on the right of the children) telah memposisikan anak sebagai subjek hukum yang memerlukan perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya. Negara-negara peserta konvensi (contracting parties) memiliki kewajiban untuk menyepakati isi konvensi tersebut dan melaksanakannya, terutama dalam jaminan terhadap kepentingan hak-hak anak. Konvensi Hak Anak memberikan hak perlindungan diantaranya, hak mendapat perlindungan khusus jika anak mengalami konflik dengan hukum, hak perlindungan khusus jika anak mengalami eksploitasi sebagai pekerja anak, hak perlindungan khusus jika anak mengalami eksploitasi penyalahgunaan obat-obatan, hak perlindungan khusus jika anak mengalami eksploitasi seksual dan penyalahgunaan seksual, hak perlindungaan khusus dari penculikan, dan perdagangan anak-anak. Perlindungan HAM Anak menurut Deklarasi PBB Tahun 1986, Hak Asasi Manusia merupakan tujuan sekaligus sarana pembangunan. Telah menjadi kesepakatan berbagai bangsa persoalan anak diatur dalam suatu wadah Unicef (United International Children Education of Fund) bagi Indonesia sendiri, anak dikelompokkan sebagai kelompok yang rentan. Dalam pasal 1 KHA/Keppres No. 36 Tahun 1999, Anak adalah setiap orang yang berusia 18 Tahun kecuali berdasarkan Undang-Undang yang berlaku bagi yang ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal, sedangkan Menurut pasal 1 ayat (5) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang

18 7 HAM Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila tersebut dalam kepentingannya. Dalam Pasal 65 UU RI No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. 6 Dalam Konvensi mengenai bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak 1999, ( No. 182) Pasal 3 dalam Konvensi ini bahwa pada huruf b segala pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi, pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno. Jenis jenis pekerjaan yang disebut pasal 3 wajib diatur oleh Undang-Undang atau peraturan nasional, atau oleh pihak yang berwenang setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja terkait, dengan mempertimbangkan standard Internasional yang relevan khususnya. 7 Ketika menetapkan UU RI No. 23 Tahun 2002 LN 109 TLN 4235 Tentang Perlindungan Anak, pemerintah menyandarkan sejumlah asumsi dasar mengapa disusun Undang-Undang ini. Diantaranya adalah bahwa 6 H. Muladi, Hak Asasi Manusia (hakekat, konsep dan implikasinya dalam perspektif hukum dan masyarakat), PT. Refika Aditama, Bandung 2005, hal Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M.Zen, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan Kelompok Kerja Arif, Jakarta 2006, hal

19 8 Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan Hak Asasi Manusia ; Bahwa anak adalah Amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa depan; Bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hakhaknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, Pemerintah, dan Negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hakhak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia

20 9 dan nilai pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan Negara. Berkenaan dengan bentuk perbuatan yang dilarang yang sifatnya bertentangan dengan kesusilaan.pada awalnya ada pemikiran tentang melarang perbuatan perdagangan anak untuk eksploitasi seks komersial, yang di dalamnya ada rancangan hukuman pidana. Telah dirumuskan apabila melakukan perbuatan dengan maksud menyerahkan seorang perempuan dibawah umur kepada orang lain untuk dipekerjakan sebagai seorang pelacur. 8 Kemudian timbulah beberapa pemikiran tentang bagaimana baiknya ketentuan pidana tersebut dapat dirumuskan. Menurut pertimbangan pengadilan Negeri Amsterdam dalam Pasal 297 KUHP, berpendapat bahwa perdagangan perempuan di bawah umur untuk melakukan perbuatan seks komersial seperti yang dilakukan oleh seorang terdakwa yang perantaranya anak-anak gadis dengan kemauan mereka sendiri ditempatkan ditempat cafe atau bar. Perjanjian paris 1910, bahwa Pasal 1 dipidana yakni setiap orang untuk memenuhi kesenangan orang lain, dengan maksud untuk membuatnya melakukan tindakan melanggar kesusilaan, menerima, membawa atau mengangkut seseorang Perempuan yang belum dewasa atau seorang gadis, walaupun dengan persetujuan perempuan atau gadis tersebut, demikian halnya seandainya berbagai 8 P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan dan Norma Kepatutan, PT. Sinar Grafika, Jakarta 2009, hal. 206.

21 10 tindakan yang merupakan bagaian dari tindak pidana tersebut dilakukan diberbagai Negara. 9 Perlindungan Islam terhadap seorang Perempuan dan anak, disini Islam telah memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak. Kepada perempuan diberikan hak-hak sipil sebagaimana diberikan kepada laki-laki dan menghapuskan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dalam pemenuhan hak-hak sipilnya tersebut karena derajat perempuan dan laki-laki sama di sisi Allah Swt. Perbedaan ini tidak dianggap sebagai sesuatu yang bertentangan, melainkan untuk saling melengkapi. 10 Walaupun Islam tidak membedakan derajat perempuan dengan laki-laki tetapi di dalam praktik masyarakat sering kita temukan kasus-kasus pelecehan dan tindak kekerasan terhadap perempuan. Demikian pula halnya terhadap anak-anak, meskipun Islam memberikan perlindungan khusus kepada mereka. Terjadi Pelecehan seksual, pemerkosaan, dan kekerasan terhadap perempuan dan anak, padahal dalam Islam telah melindunginya dari hal-hal tersebut. Dalam Al-Qur an dijelaskan bahwa seseorang harus menjaga anak, istri dan keluarganya dari bahaya dan ini merupakan peran penting dimana Islam sangat mengatur tentang perlindungan anak dan perempuan. Agar 9 P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan dan Norma Kepatutan, PT. Sinar Grafika, Jakarta 2009, hal Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, PT. Ghalia Indonesia, Bandung 2010, hal

22 11 terhindar dari bahaya-bahaya yng mengancamnya yang takut akan terjerumus ke dalam dosa. Allah Swt Berfirman : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjagaannya malaikat-malaikat kasar, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. At-Tahrim : 6) Dampak negatif atau bahaya-bahaya yang dapat memicu tindak pidana pelecehan seksual, pemerkosaan, tindak kekerasan seksual, pornoaksi atau pornografi maka perbuatan tersebut memicu kepada perzinaan, secara tegas dilarang dalam Islam sebagaimana firman Allah Swt: Artinya : dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.(al-isra:32) Dapat disimpulkan bahwa pornografi atau pornoaksi dapat memicu terjadinya pelecehan seksual, pemerkosaan dan mendekati perbuatan zina,

23 12 akibatnya berdampak menyangkut pada akhlak dan moral serta tatanan keluarga. Mendekati zina yang disebutkan ayat di atas dapat ditafsirkan sebagai perbuatan yang erotis, sensual, dan sejenis dengannya. Dapat ditafsirkan juga sebagai sikap tingkah laku yang menggoda dan dapat membangkitkan nafsu birahi. Jadi suatu perbuatan seks komersial merupakan suatu perbuatan zina, mendekati zina saja sudah haram hukumnya apalagi mengerjakan zina. Bahwa di dalam hukum Islam sudah dijelaskan hukumannya apabila perbuatan zina dilakukan oleh orang yang sudah berkeluarga (Mukhson) yaitu di rajam, dan apabila dilalkukan orang yang perjaka (Ghairu Mukhson) itu dicambuk atau jilid 11 Pada dasarnya dalam konsep Islam anak merupakan suatu amanah, titipan dari Allah Swt kepada manusia. Maksudnya kehidupan anak harus senantiasa diperhatikan, dididik, dijaga serta dilindungi keberadaannya dari kesengsaraan (baik dimensi dunia maupun akhirat). Ada dua hal yang harus diperhatikan orang tua terhadap anak, pertama kebutuhan materi dan kedua kebutuhan non materi, seperti pembinaan akhlak, dan keteladanan anak dari orang tua sehingga anak menjadi anak yang shaleh dan shalihah. Dalam hukum Islam jenis tindak pidana eksploitasi seks komersial anak memang belum dikenal sebelumnya dalam literatur Pidana Islam, baik itu jenis pidanya maupun sanksinya. Namun pada dasarnya Islam melarang semua bentuk kejahatan apapun, artinya semua perbuatan yang menimbulkan mudharat bagi orang lain, seperti terhadap Perdagangan 11 Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, PT. Ghalia Indonesia, Bandung 2010, hal. 141 dan 143.

24 13 anak untuk eksploitasi seksual komersial anak merupakan kejahatan sangat mengancam eksistensi keturunan /generasi di dalam Islam sangat dijunjung tinggi sebagai salah satu maqhasyidu al-tasyri (tujuan ditetapkannya syariat) yaitu menjaga dan memelihara keturunan. Dalam Agama Islam, ada lima prinsip yang harus dijaga dan dipelihara yang dikenal dengan Maqhasidu al umurudh-dharuriyat yaitu Agama, jiwa, akal, harta dan keturunan dan kehormatan. Perlindungan yang diberikan Agama Islam adalah perlindungan untuk sesuatu yang orang lain haram mempermainkan atau menganiayanya. Kejahatan tindak pidana eksploitasi seks komersial anak adalah masalah serius, apabila terlambat dalam menanganinya maka akan terjadi semakin banyak korban dan akibatnya akan mengancam potensi generasi bangsa. Maka hal ini upaya memberikan dukungan kepada semua pihak serta pemerintah terhadap penanggulangan kejahatan tersebut. Bagaimana hukuman bagi pelaku kejahatan tersebut menurut hukum pidana Islam secara tepat dan adil. Serta bagaimana putusan hakim terhadap suatu kasus tersebut. Maka secara lebih dalam penulis akan membahasnya dalam bentuk skripsi dengan judul: Tindak Pidana Eksploitasi Seks Komersial Anak Dalam Pandangan Hukum Positif & Hukum Islam Menurut (Analisis Putusan No. 2301/Pid.Sus/2013 PN Tangerang). masalah perlindungan anak merupakan masalah yang kompleks dan tidak dapat

25 14 diselesaikan secara perseorangan, tetapi harus secara bersama-sama dan tanggung jawab kita semua. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka menjadi pokok permasalahan penulis membatasi alasan-alasan mengapa tindak pidana eksploitasi seks komersial anak perlu mengkaji lebih mendalam, dan penulis merumuskannya sebagai berikut : 1. Bagaimana Bentuk Tindak Pidana Eksploitasi Seks Komersial Menurut Hukum Positif dalam UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Hukum Islam? 2. Apakah Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Eksploitasi Seks Komersial Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif dalam UU Perlindungan Anak serta Menurut Putusan Hakim No. 2301/Pid.Sus/2013 PN Tangerang. C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui Bentuk Tindak Pidana Eksploitasi Seks Komersial Menurut Hukum Positif dalam UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Hukum Islam. 2. Untuk mengetahui Faktor-Faktor Penyebaab terjadinya Tindak Pidana Eksploitasi Seks Komersial Menurut Putusan Hakim No. 2301/Pid.Sus/2013 PN Tangerang

26 15 D. Manfaat Penulisan Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk : 1. Manfaat Teoritis Penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat dan masukan dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam Dunia Akademis, serta Khasanah dalam ilmu pengetahuan Agama khususnya hal-hal yang berhubungan dengan tindak pidana Eksploitassi Seks Komersial anak yang sekarang ini banyak terjadi. Dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum di Indonesia. 2. Manfaat Praktis Penulisan skripsi ini dapat memberikan pengetahuan tentang kasus-kasus tindak pidana Eksploitasi Seks Komersial anak yang sekarang ini banyak terjadi dan bagaimana upaya pencegahan sehingga kasus-kasus tindak pidana eksploitasi seks komersial anak tidak akan terjadi lagi. Dan juga sebagai pedoman dan masukan baik bagi aparat penegak hukum maupun masyarakat umum dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah dalam memberantas tindak pidana eksploitasi seks komersial anak.

27 16 E. Tinjauan Pustaka a. Pengertian Tindak Pidana Hukum pidana itu ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Dari defenisi tersebut dapatlah kita ambil kesimpulan, bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma yang baru, melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatankejahatan terhadap norma-norma hukum yang mengenai kepentingan umum. Sedangkan menurut Sudarto mengatakan yang dimaksud dengan pidana adalah Penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Salah satu aspek hukum pidana bermaksud melindungi kepentingan/benda hukum dan Hak Asasi Manusia dengan merumuskan norma-norma perbuatan yang dilarang, namun dilain pihak hukum menerapkan sanksi (pidana/tindakan) kepada pelanggar norma. Sifat paradoksal hukum pidana ini sering digambarkan dengan ungkapan yang sangat terkenal Perlindungan benda hukum melalui penyerangan benda hukum), oleh karena itu sering dikatakan, bahwa ada sesuatu yang menyedihkan dalam hukum pidana, sehingga hukum pidana sering dinyatakan sebagi pedang bermata dua.

28 17 b. Pengertian Eksploitasi Seks Komersial Eksploitasi seksual komersial anak merupakan instrument pertama yang mendefinisikan eksploitasi seksual komersial anak sebagai sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak-hak anak.pelanggaran tersebut terdiri dari kekerasan seksual oleh orang dewasa dan pemberi imbalan dalam bentuk uang tunai atau barang terhadap anak, atau orang ketiga atau orang-orang lainnya.anak tersebut diperlakukan sebagai objek seksual dan sebagai objek komersial. Eksploitasi seks komersial anak merupakan sebuah bentuk pemaksaan dan kekerasan terhadap anak tanpa persetujuan yang dinginkan dan mengarah pada bentuk-bentuk kerja paksa serta perbudakan masa kini. c. Pengertian Tinjauan Umum Tentang Anak Anak adalah Amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Serta jika dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak merupakan masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi, serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi, serta hak sipil dan kebebasan. Pengertian dalam Kamus Hukum mengatakan bahwa anak adalah setiap anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum

29 18 menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat dengan KUHPer) memberikan batasan mengenai pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun. Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 330 yang berbunyi : Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu kawin. d. Perlindungan Islam terhadap Anak Anak di bawah umur, terutama anak kecil, di samping belum memiliki fisik yang kuat, dan juga belum memiliki daya nalar yang sempurna sehingga mereka sangat rentan dengan penindasan, baik yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, Islam memberikan perlindungan khusus kepada anak kecil, bukan saja sejak lahir, tetapi juga sejak saat mereka dalam kandungan sampai usia dewasa. Di antara Islam memberikan perlindungan terhadap anak adalah dengan berbagai ketetapan hak-hak yang dimiliki anak, seperti hak untuk disusui, diberi nama yang baik, dirawat dan dididik secara benar. 12 F. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan hal yanag sangat penting dalam penelitian skripsi ini karena metode penelitian dapat menentukan langkah- 12 Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, PT Ghalia Indonesia, Bandung 2010, Hal. 145

30 19 langkah dari suatu penulisan. Adapun penelitian yang dipakai sebagai dasar penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian hukum ada dua penelitian yaitu : penelitian normatif dan penelitian empiris/sosiologis atau penelitian lapangan. Penelitian normatif adalah penelitian kepustakaan, dimana dalam penelitian hukum normatif bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder tersebut memiliki ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku sampai pada dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. 13 Sedangkan penilitian empiris atau sosiologis adalah penelitian data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat mengenai prilaku masyarakatnya. 14 Penelitian empiris atau sosiologis terdiri dari penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) penelitian terhadap efektifitas hukum. Oleh karena itu penulis akan menggunakan jenis penelitian normatif karena dalam hal ini penulis akan meneliti tentang tindak pidana eksploitasi seks komersial anak melalui penelitian hukum kepustakaan. Penelitian ini saya lakukan melalui pendekatan yuridis 13 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan singkat), Cet. IV, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, hal Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, Jakarta : UI Press, 1986, hal.51

31 20 normatif yang mempunyai pengertian bahwa penelitian ini didasarkan pada peraturan hukum yang berlaku dan berkaitan erat dengan hukum pidana. 2. Sumber Data Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian skripsi ini adalah data kualitatif bukan data kuantitatif. Data kualitatif yaitu penelitian yang data umumnya dalam bentuk narasi atau gambar-gambar. Sedangkan data kuantitatif, data yang dapat diukur sehingga data dapat menggunakan statistik dalam pengujiannya. 15 Dalam pengumpulan data kualitatif ada data yang berupa bahan hukum yang terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer Sumber Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan secara hierarki dan putusanputusan pengadilan. Data primer diperoleh melalui bahan yang mendasari dan berkaitan dengan penulisan ini, yaitu : Al-Quran Hadist Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak UU RI No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak 15 Ronny Kountur, Metode Penelitian (untuk penulisan skripsi dan tesis), Cet. II, Jakarta: PPM, 2004, hal. 16.

32 21 UU RI No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak UU RI No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia UU RI No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Perdagangan Orang UU RI No. 11 Tahun 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, artinya menganalisa rumusan masalah dengan mengambil materi yang terdiri dari buku atau literatur-literatur hukum, jurnal ilmu hukum, koran, tabloid, laporan penelitian hukum, televisi, internet semua bahan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. c. Bahan Hukum Tersier Adalah bahan hukum yang menguatkan penjelasan dari sumber hukum primer dan sumber hukum sekunder yaitu berupa kamus hukum. 3. Teknik Pengumpulan Data Di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview. Dalam hal ini penelitian menggunakan menggunakan teknik studi dokumen atau bahan pustaka yaitu alat pengumpulaan data yang dilakukan melalui

33 22 data tertulis yang bisa ditemukan dalam bahan pustaka yang terdiri dari buku-buku atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pembahasan ini. 4. Penyajian dan Teknik Analisis Data Data hasil penelitian dalam skripsi ini disajikan dalam bentuk deskriptif yaitu penulis menggambarkan hasil penelitian yakni tentang tindak pidana Eksploitasi seks komersial anak dengan sejelas-jelasnya. Adapun tujuan dari penyajian seperti ini tidak lain adalah agar pembaca dapat memahami dengan jelas tentang tindak pidana eksploitasi seks komersial anak dalam perspektif hukum positif dan hukum Islam menurut UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Sedangkan teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : a. Content Analysis, yaitu melakukan analisa isi dokumen secara terperinci dengan mengambil sari dari dokumen yang menjadi sumber data baik dari buku-buku atau dokumen-dokumen yang berisi tentang hukum positif dan hukum Islam yang sesuai dengan kajian skripsi ini. b. Comperative Analysis, yaitu melakukan analisis perbandingan dalam dua hal yang berbeda pada substansi yang sama. Dalam penelitian ini adalah hukum pidana positif dan hukum Islam yang sama-sama berbicara tentang tindak pidana eksploitasi seks

34 23 komersial anak. Maka dari itu penulis melakukan Analisis perbandingan mengenai tindak pidana eksploitasi seks komersial mengenai hukum tersebut. G. Kajian Terdahulu Dalam skripsi yang ditulis oleh Ria Liana jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman tahun 2013 dengan Judul : Tindak Pidana Eksploitasi Seksual Anak (Studi Kasus Terhadap Putusan perkara No. 42/Pid.sus/2011/PN PWT). Dari penulis tangkap dari judul di atas hanya menjelaskan hukuman bagi pelaku tindak pidana eksploitasi seksual anak secara hukum positif dan menjelaskan ciri-ciri tindak pidana eksploitasi seksual anak dalam KUHP dan UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta macam-macam eksploitasi seksual anak, dan penulis di sini akan menambahkan dalam skripsi penulis nanti eksploitasi seksual dalam kajian hukum Islam serta Faktor-faktor eksploitasi seksual anak secara luas dan serta pemikiran Para Ulama. Dari sebuah judul yang baru dapat penulis temukan di atas, melihat bahwa skripsi ini hanya melihat dari hal tersebut saja tidak melihat aspek kerangka normatif perlindungan korban eksploitasi. Maka perbedaan skripsi penulis adalah bahwa penulis akan melakukan penerapan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Sebagai landasan bagi para penegak hukum untuk

35 24 memberikan hukuman terhadap pelaku eksploitasi dengan menerapkan Undang-Undang tersebut. Selain itu penulis tidak hanya meneliti Undang- Undang tersebut akan tetapi penulis akan membahas bagaimana kerangka normatif perlindungan korban eksploitasi dan Putusan Hakim tentang Eksploitasi Seksual Anak. Skripsi yang kedua Dinda Amalia Fridawati Faisal, jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Yang berjudul : Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Eksploitasi Seksual Anak Jalanan Dari judul di atas penulis menangkap kesimpulan bahwa menjelaskan hukuman eksploitasi anak serta menerapkan sanksi pidana menggunakan UU kesejahteraan Anak serta menjelaskan pertanggungjawaban terhadap korban eksploitasi anak, akan tetapi isi dari skripsi tema di atas lebih menitikberatkan pada korban anak jalanan dengan disesuailan KUHP serta Undang-undang lainnya. Maka penulis nanti akan menambahkan perlindungan hukum terhadap korban eksploitasi terhadap anak serta akan mengkaitkan dengan putusan-putusan hakim tentang kasus tindak pidana eksploitasi seksual anak.

36 25 H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan merupakan pola dasar pembahasan skripsi dalam bentuk bab dan sub-sub yang secara logis saling berhubungan dan merupakan satu kebulatan dari masalah yang diteliti. Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi menjadi 5 (lima) bab yaitu sebagai berikut : BAB I. Pendahuluan Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, tinjauan pustaka, kajian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II. Tinjauan Umum Tentang Eksploitasi Seks Komersial Anak Bab ini menguraikan beberapa masalah yang berkaitan dengan tinjauan umum tentang eksploitasi seks komersial anak dalam hukum positif dan hukum Islam, bentuk-bentuk tindak pidana eksploitasi seks komersial anak dan faktor-faktor terjadinya praktek-praktek eksploitasi seks komersial. BAB III. Tinjauan Tindak Pidana Eksploitasi Seks Komersial Anak menurut Hukum Positif dan Hukum Islam. Dalam bab ini, penulis membahas tentang tindak criminal dan saksi serta perlindungan tindak pidana eksploitasi seks komersial menurut Hukum positif dan Hukum Islam, dan perlindungan hukum korban eksploitasi seks komersial anak

37 26 BAB IV. Analisa Tinjauan Hukum Positif dan Hukum Islam mengenai Putusan PN Tangerang No. 2301/Pid.Sus/2013 PN TNG Tentang Eksploitasi Seks Komersial Anak. Bab ini membahas tentang tinjauan hukum positif dan hukum Islam mengenai putusan No. 2301/Pid.Sus/2013 PN TNG Tentang Eksploitasi Seks Komersial Anak. BAB V. Penutup Pada bab terakhir ini berisi kesimpulan-kesimpulan dari keseluruhan serangkaian pembahasan atau permasalahan yang di paparkan sebelumnya. Disamping itu dikemukakan saran-saran yang diperlukan penulis.

38 27 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG EKSPLOITASI SEKS KOMERSIAL ANAK DALAM HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Pengertian Eksploitasi Seks Komersial Anak 1. Menurut Hukum Positif Eksploitasi merupakan suatu penggunaan tenaga kerja orang lain untuk kepentingan atau keuntungan diri sendiri. 16 Eksploitasi juga merupakan pemanfaatan tenaga dengan paksaan bukan dengan keinginan diri sendiri, tanpa persetujuan korban dengan cara kekerasan dan mengambil keuntungan diri sendiri. Pengertian eksploitasi menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah sebagai berikut : Eksploitasi yaitu tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek serupa, perbudakan penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum atau transplantasi organ, dan atau jaringan tubuh, atau memanfaatkan tenaga baik Materil atau Immaterial. Salah satu tindakan eksploitasi ialah eksploitasi seksual anak yang didefinisikan sebagai kegiatan yang melibatkan anak laki-laki maupun 16 Zain Badudu, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994, hal

39 28 perempuan demi uang. Keuntungan atau pertimbangan lain atau karena paksaan atau pengaruh orang dewasa, sendikat atau kelompok, terkait dengan hubungan seksual, atau prilaku yang menimbulkan birahi. Ada 3 kegiatan yang termasuk dalam kategori eksploitasi seksual adalah : prostitusi anak, perdagangan anak, dan pornografi anak. 17 Sangat sedikit anak perempuan yang telah terjerumus ke dalam dunia pelacuran bisa keluar dengan mudah dari pekerja yang mereka lakukan. Hal ini dikarenakan karena stigma masyarakat asal daerah kebanyakan mempengaruhi anak perempuan melakukan seperti itu.yang menjerumuskan mereka menjadi pekerja seks komersial adalah orang dekat korban sendiri. Pada umumnya mereka diperingati orang-orang yang dekat dengan korban, atau bahkan kenal baik dengan korban, bentukbentuk eksploitasi seksual yang dialami pelacur anak itu bisa dari berbagai pihak diantaranya pihak germo, makelar, atau pelanggan. Perbuatan eksploitasi seksual terhadap anak merupakan perbuatan keji dan melukai perasaan anak, anak dalam situasi darurat salah satunya dalam keadaan tereksploitasi secara ekonomi dan atau seksual, harus mendapatkan perlindungan khusus dari pemerintah, lembaga Negara, dan masyarakat. Sebagaimana terdapat dalam Pasal 66 UU Perlindungan Anak yaitu : Perlindungan khusus bagi anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan atau seksual merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. 17 Ria Liana, Tindak Pidana eksploitasi seksual terhadap anak, Pidana Eksploitasi Seksual Anak,diakses pada tanggal 1 November 2014 pukul 11:00 WIB.

40 29 Dalam hukum pidana positif, khususnya pada Pasal 296 KUHP bunyinya Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah 18 Melihat isi Pasal di atas memang tidak membahas atau menulis tentang eksploitasi seksual 19 tapi bila mengkaji isi kandungan Pasal tersebut nampaknya Pasal ini dapat dikategorikan membahas tentang eksploitasi seksual hal ini dapat dilihat pada kalimat Barang siapa yang pekerjaannya atau kebiasaannya dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain. Dalam buku Undangundang secara tegas sudah dijelaskan, Pasal ini membicarakan tentang pekerjaan mucikari yang menyediakan tempat untuk melacur sebagai lahan usaha. 20 Dalam KUHP Pasal 297 menyebutkan bahwa perdagangan anak perempuan adalah melakukan perbuatan dengan maksud menyerahkan anak perempuan untuk tujuan pelacuran, termasuk mencari perempuan di bawah umur untuk di bawa ke kota-kota besar atau dikirimkan ke Luar Negeri menjadi pekerja seks. Atau diartikan perdagangan anak perempuan 18 Andi Hamzah, KUHP&KUHAP, Kineka Cipta, Jakarta 2011, hal Leden Marpuang, Kejahatan Terhadap Keusilaan dan Masalah Relevansinya, Sinar Grafindo, Jakarta Hal Leden Marpuang, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Relevansinya,Sinar Grafika, Jakarta 1996, hal

41 30 adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang demi mencari keuntungan pribadi dengan rela menyerahkan, menjual, dan mengeksploitasi untuk dijadikan pelacur atau pekerjaan yang tidak manusiawi. Penjelasan lebih rinci tentang eksploitasi seksual terdapat dalam Pasal 78., 82. Dan 88 UU No. 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak : Pasal 78 : Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, atau anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (seratus juta rupiah). Pasal 82 :Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk

42 31 melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp ,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp ,00 (enam puluh juta rupiah). Pasal 88 : Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (dua ratus juta rupiah). Semua Pasal diatas membahas masalah larangan eksploitasi seksual pada anak terutama pada pasal 88 secara tegas akan dipidana dengan pidana penjara 10 (sepuluh) tahun dan atau denda sebanyak Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) bagi orang yang mengeksploitasi seksual anak dengan tujuan menguntungkan dirinya sendiri atau dengan orang lain. 2. Menurut Hukum Islam Pengertian eksploitasi dalam hukum Islam tidak ada pengkajian yang khusus, hanya saja jika melihat dari berbagai pengertian yang telah diungkapkan di atas bahwa pengertian eksploitasi itu adalah memanfaatkan tenaga seseorang secara berlebihan untuk keuntungan diri sendiri baik yang bersifat Materiil maupun Immaterial.

43 32 Di dalam hukum Islam tidak pernah dikenal tentang eksploitasi seksual. Istilah yang terkenal dalam hukum Islam adalah tindak pidana zina yang diancam dengan hukuman had, baik dicambuk 100 kali bagi pezina yang masih lajang (Ghairu Mukhson) atau dirajam hingga meninggal bagi pezina yang sudah menikah (Mukhson) ketentuan memberikan hukuman terhadap pelakunya pun diperlukan syarat-syarat tertentu yang sangat ketat. Dengan demikian, eksploitasi seksual yang akan dibicarakan dalam hukum Islam hanya menyangkut persoalan-persoalan seksual di luar nikah saja karena jika dalam ikatan pernikahan yang sah, nampaknya tidak akan ada eksploitasi seksual, sebab melakukan hubungan seks merupakan kewajiban bersama antara suami dan istri yang sah. Selanjutnya, berhubung yang melakukan pengeksploitasian seksual itu bukan hanya pengguna saja tetapi orang yang mengambil keuntungan diri sendiri seperti mucikari, termasuk melakukan perbuatan eksploitasi seksual maka perlu ada hukuman pada mereka. Pengeksploitasian terhadap anak dan perempuan disebut juga sebagai (trafficking) perdagangan perempuan yang dalam Bahasa Arab yaitu Bai ul bigha yang artinya jual beli pelacuran. Ini merupakan tradisi sejak pra Islam, di mana perempuan menempati posisi ketidakberdayaan, bahwa perempuan tidak memiliki kekuatan untuk menolak yang sebenarnya yang tidak diinginkan, Sehingga perempuan dijadikan barang dagangan (jual-beli). Dalam Islam prinsipnya bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235] UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235] BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 77 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan : a. diskriminasi terhadap anak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN, Menimbang Mengingat : : a.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat

Lebih terperinci

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN 1 HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN Saya akan mengawali bab pertama buku ini dengan mengetengahkan hak pekerja yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak-anak dalam dunia ketenagakerjaan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2010 hingga 2014) sebanyak kasus anak terjadi di 34 provinsi dan

BAB I PENDAHULUAN. (2010 hingga 2014) sebanyak kasus anak terjadi di 34 provinsi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketua Komisi Nasional Anak (Komnas Anak) Arist Merdeka Sirait, ia menjelaskan, berdasarkan fakta dan data yang diterima empat tahun terakhir (2010 hingga 2014) sebanyak

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pencarian kenikmatan seksual orang dewasa yang berakibat merusak fisik dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi masa depan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan di Indonesia 1. Undang-Undang 2.1 Undang-Undang nomor 20 tahun 1999 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia yang mempunyai harkat dan martabat yang melekat didalam diri setiap manusia yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pembahasan mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah sekaligus cermin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang 21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak Terdapat beberapa perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini yang mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 23 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBERANTASAN MAKSIAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 23 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBERANTASAN MAKSIAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 23 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBERANTASAN MAKSIAT DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap orang tua yang harus dijaga, dilindungi dan diberi kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang signifikan dalam pergaulan dan moral manusia, sehingga banyak

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (PEDOPHILIA) MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI

PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (PEDOPHILIA) MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (PEDOPHILIA) MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI OLEH: AWALIA META SARI NIM. 3222113006 JURUSAN HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM INSTITUT AGAMA ISLAM

Lebih terperinci

BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK

BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK 1.1 Peranan Undang-Undang Perlindungan Anak Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Anak Yang Menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan amanah sekaligus anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu setiap anak

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK C. Tindak Pidana Persetubuhan dalam KUHPidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peran-peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional

Lebih terperinci

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta ) Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta ) OLEH : Aswin Yuki Helmiarto E 0003104 BAB I PENDAHULUAN A.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA

BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA A. Pengaturan Sanksi Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam terhadap Pedofilia 1. pengaturan Sanksi Menurut

Lebih terperinci

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN Penegakan hukum tindak pidana pencabulan terhadap anak berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (studi di Pengadilan Negeri Sukoharjo) Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S310907004

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR A. Analisis Terhadap Pidana Cabul Kepada Anak Di Bawah Umur Menurut Pasal 294 Dan Pasal 13 UU No.23 Tahun 2002 Untuk melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 32 BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tindak pidana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak 7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak hak sebagai manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini adalah kekerasan seksual terhadap anak. Anak adalah anugerah tidak ternilai yang dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

Wawancara bersama penyidik Unit Pelayanan Perempuan Dan Anak

Wawancara bersama penyidik Unit Pelayanan Perempuan Dan Anak LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. IPDA Yospin Ngii 2. AIPDA Yan Aswati 3. BRIPTU Eva Ratna Sari 4. BRIPDA Luci Armala Wardani 5. BRIPDA Ida Ayu Sri Dian Lestari 6. BRIPDA Widya Windiarti 7. BRIPDA Oktaviana Siburian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai anggota keluarga warga negara yang sangat rentan terhadap pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah SWT yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa anak yang merupakan tunas dan generasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11 Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11 Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN Dalam ketentuan umum pasal 1 ayat 1 UU RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan anak adalah seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pelanggaran terhadap hak-hak anak terjadi sepanjang abad kehidupan manusia. Hal tersebut tercermin dari masih adanya anak-anak yang mengalami abuse,

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau badan penegakan hukum untuk menyidik serta menyelesaikan segala kasus pelanggaran hukum yang

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA MAKAR (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang Nomor: 188/Pid.B/2011/PN.

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA MAKAR (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang Nomor: 188/Pid.B/2011/PN. TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA MAKAR (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang Nomor: 188/Pid.B/2011/PN.Ung) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Demikian pula permasalahan hukum juga akan ikut berkembang seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia Tuhan dari sebuah ikatan perkawinan. Setiap anak yang dilahirkan adalah suci, oleh karena itu janganlah sia-siakan anak demi penerus generasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi agenda bersama dalam beberapa dekade terakhir. Fakta menunjukkan bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER, Menimbang : Mengingat a. bahwa anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perkembangan era globalisasi ini, yang semuanya serba modern dengan keterbukaan di semua lini, masalah-masalah cenderung meningkat pesat, mulai dari kurang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan atas Eksploitasi dan Tindak Kekerasan Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan anak-anak merupakan cerminan kehidupan bangsa dan negara, oleh karena itu kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan keceriaan merupakan cermin suatu

Lebih terperinci

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 1. Pertanyaan : Negara Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan kepada anak yang

Lebih terperinci

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3)

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3) Perlindungan Anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dari penelantaran, diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi dan/atau seksual, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, perlakuan

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana, karena hakekat dari hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang tindak pidana, yang mengandung

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFIKING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut Direktur World Development Report (WDR), Norman Loayza

BAB I PENDAHULUAN. menurut Direktur World Development Report (WDR), Norman Loayza BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada 2013, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 249,9 juta orang. 1 Pada

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat merugikan dan meresahkan masyarakat, ialah tindak pidana asusila yang. keluarga terutama seorang ayah terhadap anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. sangat merugikan dan meresahkan masyarakat, ialah tindak pidana asusila yang. keluarga terutama seorang ayah terhadap anaknya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum terjadinya kejahatan sangat merugikan masyarakat, khususnya korban kejahatan dan salah satu jenis kejahatan yang terjadi yang sangat merugikan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan tetapi merupakan masalah lama yang baru banyak muncul pada saat sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik,

BAB I PENDAHULUAN. untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus diberikan perlindungan agar kelak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Sebagai generasi penerus anak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN A. Analisis Terhadap Sanksi Pidana Pelanggaran Hak Pemegang Paten Menurut UU.

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1. TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1 Abstraksi Perdagangan manusia di Indonesia merupakan suatu fenomena yang luar biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penegakan Hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanggung jawab yang telah diembankan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

I. PENDAHULUAN. tanggung jawab yang telah diembankan oleh Tuhan Yang Maha Esa. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak pada hakekatnya adalah sebuah anugerah dan juga sebuah amanah. Sebagai sebuah anugerah, anak adalah karunia terindah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA 0 EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem hukum dalam suatu negara, dalam hal ini negara kita, Indonesia. Suatu bentuk penerapan peraturan yang dapat

Lebih terperinci

Bentuk Kekerasan Seksual

Bentuk Kekerasan Seksual Bentuk Kekerasan Seksual Sebuah Pengenalan 1 Desain oleh Thoeng Sabrina Universitas Bina Nusantara untuk Komnas Perempuan 2 Komnas Perempuan mencatat, selama 12 tahun (2001-2012), sedikitnya ada 35 perempuan

Lebih terperinci