BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kain tenun dibentuk dengan cara menganyamkan atau menyilangkan dua

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kain tenun dibentuk dengan cara menganyamkan atau menyilangkan dua"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kain Tenun Kain tenun dibentuk dengan cara menganyamkan atau menyilangkan dua kelompok benang yang saling tegak lurus sehingga membentuk kain tenun dengan konstruksi tertentu. Prinsip pembuatan kain tenun, adalah menyilangkan benang pakan pada celah deretan benang lusi yang disusun memanjang dari gulungan benang yang dipersiapkan sebelumnya. Proses pembuatan kain yang dibentuk oleh silangan atau anyaman benang lusi dan pakan disebut menenun. Benang lusi (warp) : benang yang membujur membentuk panjang kain endek. Benang pakan (weft) : benang yang melintang membentuk lebar kain. Menurut Syahbana, dan Dimyati (2011) kain tenun dalam cara pembuatannya dikenal tiga cara silang utama, yaitu : 1. silang polos (Plain weave) dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2. Benang Lusi Benang Pakan Gambar 2.1 Jenis Tenunan Polos 13

2 14 Gambar 2.2 Kain Tenun Polos 2. silang kepar (twill weave), Dalam proses penyilangannya, apabila pada baris pertama penyilangan biasa maka, pada baris kedua benang pakan loncat tiga benang dari baris awal pada penyilangan pertama. Karena perbedaan loncatan dengan baris sebelumnya maka akan nampak seperti garis yang menyilang ke kiri atau ke kanan seperti yang di tunjukkan pada Gambar 2.3. Contoh kain dari jenis silang kepar ialah : jean, denim, gobardine. Gambar 2.3 Jenis Tenunan Silang Kepar

3 15 3. silang satin (saten weave) Contoh produk tekstil jenis silang satin adalah satin, damast, dan lain-lain seperti digambarkan pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Silang Satin Proses Pembuatan Kain Tenun Endek Pada prinsipnya kain tenun terjadi karena adanya persilangan antara dua benang yang terjalin saling tegak lurus satu sama lain. Proses pembuatan kain dilakukan dengan dua proses yaitu proses persiapan tenunan dan proses penenunan seperti Gambar 2.5. Proses persiapan tenunan yang dilakukan antara lain: I. Proses yang dilakukan pada benang lusi. a) Proses Pengkelosan Kelos (memintal) gunanya untuk memudahkan dalam menata benang. Pada proses ini benang dipintal menjadi gulungan-gulungan kecil. Dari satu pak benang dengan berat lima kilogram, akan menjadi 30 buah kon benang yang sudah tergulung.

4 16 I. Persiapan Lusi a. Pengkelosan b. Pencelupan c. Penghanian d. Pencucukan II. Persiapan Pakan a. Pengkelosan b. Pemidangan (Mempen) c. Pengikatan (motif) d. Pewarnaan (Pencelupan) e. Nyantri (Pencoletan) f. Pengginciran g. Pemaletan III. Penenunan/Penyetelan Gambar 2.5 Proses Pembuatan Kain Tenun Endek b) Proses pencelupan warna Proses pewarnaan adalah proses pemberian warna secara merata pada bahan tekstil dengan cara dicelup. c) Proses Penghanian (proses merapatkan benang) adalah mengatur dan menggulung benang lusi pada boom (merupakan alat untuk menggulung benang lusi pada alat tenun) lusi atau boom tenun dengan sistem penggulungan sejajar. Tujuan proses penghanian adalah agar proses selanjutnya dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu seluruh benang yang digulung harus sama panjang dan lebarnya (pada umumnya adalah 3600 helai benang). d) Proses Pencucukan Pencucukan adalah proses pemasukan benang lusi yang dilakukan secara dua tahap, yaitu proses pencucukan pada mata gun (kawat yang mempunyai lubang di tengahnya pada alat tenun) dan proses pencucukan pada sisir tenun.

5 17 II. Proses yang dilakukan pada benang pakan. a) Proses Pengkelosan Penggulungan benang ke dalam kon pada Gambar 2.6, menyiapkan benang satu pak (lima kg), menghasilkan 30 kon buah benang. Benang kon Gambar 2.6 Proses Pengkelosan b) Pemidangan Benang yang sudah dikelos dimasukan ke dalam rak benang, kemudian ditata ke dalam penamplik untuk menghitung jumlah putaran atau tumpukkan dengan tujuan untuk menentukan besar kecilnya motif yang kita inginkan (yang biasa dipakai di Bali putaran atau tumpukan dua dan lima), disajikan pada Gambar 2.7. Gambar 2.7 Proses Midang

6 18 c) Pengikatan Proses pengikatan menggunakan tali rapia sesuai dengan motif yang telah di tentukan atau menyesuaikan dengan pesanan (Gambar 2.8). Prof A.R Hein pada tahun 1880 memperkenalkan istilah ikat dalam menenun, yang dalam bahasa Belanda, disebut ikatten. Dalam bahasa Inggris, kata ikat berarti hasil selesai dari kain tenun yang dibuat dengan teknik ikat dan to ikat untuk arti proses dari tekniknya (Gardutroso, 2009). Kain tenun endek dihasilkan, karena adanya proses ikat dan pemberian motif pada benang pakan. Teknik ikat atau endek berarti mengikat bagian-bagian benang dengan tujuan agar ketika dicelup tidak terkena warna celupan sementara bagian lain dibiarkan agar terwarnai saat dicelupkan. Hasil yang diperoleh adanya perbedaaan warna yang membentuk motif kain tenun endek tersebut. Pengikatan benang pakan Gambar 2.8 Proses Pengikatan d) Pewarnaan dasar (Pencelupan). Proses pencelupan untuk warna dasar atau disesuaikan dengan persyaratan pelanggan. Benang yang akan dicelup direbus terlebih dahulu selama 30 menit agar penyerapan warna merata disajikan pada Gambar 2.9.

7 19 Aktivitas pencelupan Gambar 2.9 Proses Perwarnaan Dasar (Pencelupan) (Anonim, 2010b) e) Pencoletan Apabila benang yang sudah di celup dasar sudah kering, lalu ikatan dibuka terlebih dahulu, kemudian dilakukan pencoletan atau pengisian warna disajikan pada Gambar Setelah semua terisi warna lalu dijemur sampai kering. Sesudah kering, disiapkan baskom dan air bersih sebanyak dua liter, dimasukkan pixanol 150 gr, diaduk sampai larut. Dimasukkan benang hasil coletan yang sudah kering ke dalam baskom. Rendam selama lima menit sambil diaduk, diangkat benang tersebut dan dicuci dengan air bersih kembali, jemur sampai kering. Aktivitas pencoletan Gambar 2.10 Proses Pencoletan (nyantri)

8 20 f) Pengginciran Benang yang sudah kering tadi ditata dengan cara menggulung ke dalam alat pengginciran, tujuannya untuk mempermudah dalam tahap pemaletan. Gambar Gambar 2.11 Proses Pengginciran g) Pemaletan Proses pemaletan adalah menggulung benang pakan yang sudah selesai digincir ke dalam palet agar memudahkan memasukkan benang ke dalam sekoci. Proses pengginciran dan pemaletan dapat dilakukan pada alat yang sama, yang membedakan hanya pada tempat benangnya (Gambar 2.12).

9 21 Gambar Proses Pemaletan (Wulandari, 2007) III. Proses yang dilakukan saat penenunan Kain tenun disusun dari benang lusi dan benang pakan yang membuat silangan-silangan tertentu yang membentuk sudut 90 0 satu sama lainnya dapat dilihat pada Gambar 2.13 dan Gambar Agar proses penenunan dapat dilaksanakan dengan baik, perlu diketahui gerakan-gerakan pokok yang terjadi pada proses tersebut. Sesuai dengan urutan kerjanya, maka gerakan-gerakan tersebut antara lain. 1. Pembukaan mulut lusi yaitu membuka benang-benang lusi sehingga membentuk celah yang disebut mulut lusi. 2. Peluncuran pakan yaitu pemasukan atau peluncuran benang pakan menembus mulut lusi sehingga benang lusi dengan pakan saling menyilang membentuk anyaman. 3. Pengetekan yaitu merapatkan benang pakan yang baru diluncurkan kepada benang sebelumnya yang telah menganyam dengan benang lusi.

10 22 4. Penggulungan kain yaitu menggulung kain sedikit demi sedikit sesuai dengan anyaman yang telah terjadi. 5. Penguluran lusi yaitu mengulur benang lusi dari gulungannya sedikit demi sedikit sesuai dengan kebutuhan proses pembentukan mulut lusi dan penyilangan benang berikutnya. Benang lusi Kisi gun Suri Kain Tenunan Penggulung ani Kisi gun Anak torak Benang pakan Gambar 2.13 Kontruksi Alat Tenun Sederhana Sumber : Subagiyo, 2008 Penggulung kain Proses penenunan Gambar 2.14 Proses Menenun (Anonim, 2010b)

11 Peluang Endek sebagai Industri Berbasis Budaya Tenun ikat Bali atau endek merupakan produk budaya yang awalnya jenis kain tersebut hanya digunakan para orang tua dan kalangan bangsawan, tetapi kini sudah hampir sebagian besar masyarakat Bali bisa mengenakannya, baik untuk upacara besar maupun sembahyang ke Pura. Endek yang dihasilkan dari industri endek di Bali rata-rata masih menggunakan motif dan desain tradisional, yang beberapa diantaranya hanya digunakan pada saat upacara adat. Kain-kain, yang disebut wastra dalam adat Bali, berperan sangat penting dalam upacara-upacara adat. Warisan budaya ini menyebabkan beberapa jenis kain dianggap sakral dan berhubungan erat dengan upacara-upacara keagamaan (Sukawati, 2009). Kain endek pun beberapa diantaranya memiliki ragam hias yang dihubungkan dengan upacara sakral atau hanya boleh digunakan oleh orang tertentu. Hal ini menyebabkan, endek sebagai budaya yang harus dilestarikan namun tidak boleh diperlakukan sembarangan, karena dapat merusak nilai dari budaya yang harusnya dijaga Upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan industri endek Dalam usaha menembus pasar dunia, diperlukan upaya-upaya untuk menjadikan industri endek sebagai industri berbasis budaya lokal, tapi mampu masuk pasar internasional. Beberapa upaya telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait, namun masih ada beberapa upaya yang belum dijangkau oleh pelaku industri endek ataupun pemerintah. Peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan sangat diperlukan dalam mewujudkan tujuan endek menuju fashion dunia. Kemudahan perizinan untuk ekspor akan mendorong pelaku industri endek untuk

12 24 mengekspor endek ke negara-negara yang potensial. Peraturan pemerintah di bidang perlindungan hak cipta juga diharapkan mendukung berjalannya industri kreatif berbasis budaya, khususnya endek (Iswari, 2009). 2.2 Midang Midang atau Mempen (Khusus di Bali) adalah salah satu bagian yang dilakukan pada proses kedua dari tahapan persiapan menenun. Aktivitas midang adalah aktivitas dimana perajin kain endek pada proses midang mengatur benang pakan yang sudah dikelos (30 kon) diletakkan berjajar dalam rak benang, benang pakan dari rak benang tersebut dikumpulkan atau dipusatkan menjadi satu di tangan perajin yang tujuannya adalah terkumpulnya 30 benang tersebut dalam satu titik pusat penggerak. Benang pakan tersebut ditata ke dalam bingkai penamplik (pemidangan). Proses midang memiliki tiga kombinasi dalam pengerjaannya. Kombinasi tersebut terdiri atas Bulihan, Sawa dan Ais. Ais bertujuan untuk menentukan besar kecilnya motif yang diinginkan, misalnya jumlah putaran atau tumpukan (yang biasa dipakai di Bali putaran atau tumpukan dua dan lima ). Bulihan tersebut menentukan banyaknya kelompok Ais. Sawa merupakan banyaknya benang kon yang digunakan umumnya 30 sampai 35 benang kon. Penataan pada bingkai penamplik diatur sesuai dengan rumus {standar yang biasa digunakan adalah dua aktivitas tumpukan x lima pengulangan (repetisi) gambar motif x 60 bulihan (ikatan benang) x 30 kon benang} sebagai penentu bentuk dari gambar motif, besar kecilnya gambaran motif, dan panjang lebarnya kain endek. Proses ini paling rumit, lama, dan berulang-ulang

13 25 membutuhkan keahlian khusus serta ketelitian dan ketepatan. Untuk menghasilkan lebar kain satu meter dibutuhkan 3000 helai benang. Ketiga kombinasi di atas menentukan tingkat kerumitan desain motif, karena masingmasing desain motif ini memiliki rumus yang berbeda seperti rumus Sawa = 30, Ais = dua x lima, Bulihan = 60, akan menghasilkan enam meter panjang kain dari helai benang. Proses midang mempergunakan alat konvensional, alat konvensional adalah alat di dalam pembuatan sudah disepakati dalam ukuran, bentuk, dan bahan yang dipergunakan pada alat pemidangan dan penggunaannya masih manual di mana tangan perajin memutar bingkai untuk menata benang pakan. alat tenun bukan mesin (ATBM) ini terdiri atas (1) rak benang, digunakan untuk menempatkan benang kelos, terbuat dari kayu, konstruksi vertikal, tinggi satu setengah meter, lebar satu meter, benang-benang kon berjejer sebanyak ± 30 gulung disesuaikan dengan kebutuhan desain motif; (2) bingkai penamplik terbuat dari kayu persegi empat dengan ukuran 85 cm x 107 cm yang bisa dilepas jika proses midang sudah selesai dikerjakan. Kedua alat konvensional tersebut terhubung dengan jarak dua meter. Rata-rata perajin melakukan aktivitas di tempat yang setengah terbuka (bale Bali), dimana posisi perajin berada di antara kedua alat tersebut dengan sikap kerja berdiri selama tujuh jam, dimulai dari pukul Wita sampai pukul Wita seperti pada Gambar 2.15.

14 26 Gambar 2.15 Perajin Bekerja Dengan Alat Pemidangan Konvensional Permasalahan dalam penelitian ini, diidentifikasikan berdasarkan delapan aspek ergonomi yaitu status nutrisi (gizi), pemanfaatan tenaga otot, sikap tubuh, kondisi lingkungan, waktu, sosial dan budaya, kondisi informasi dan interaksi antara manusia dengan mesin (Manuaba, 2003c). Penerapan ergonomi dilakukan dengan pendekatan sistemik, holistik, interdisipliner, partisipatori (SHIP) (Manuaba, 2005a; Manuaba 2009). Di samping itu teknologi yang digunakan dalam intervensi ergonomi adalah pemanfaatan teknologi secara terpadu dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan (Manuaba, 2006). Perbaikan melalui pendekatan satu aspek dapat menimbulkan masalah baru pada aspek lain yang belum diperbaiki. Oleh karena itu diperlukan adanya perbaikan dengan menggunakan penerapan teknologi tepat guna (TTG) dan pendekatan SHIP dalam analisis masalah ergonomi. Pendekatan yang dihasilkan merupakan suatu proses intervensi ergonomi secara menyeluruh dari berbagai aspek sehingga menghasilkan intervensi terbaik dengan dampak seminimal mungkin (Manuaba, 2003b).

15 Kinerja Kinerja merupakan fungsi dari kemampuan dan motivasi kerja. Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan mengacu kepada suatu sistem yang terstruktur yang digunakan untuk mengukur dan menilai sifat-sifat yang terkait dengan pekerjaan, perilaku pekerja dan hasil kerja (Sudiajeng, 2008). Dari sudut pandang ergonomi, penilaian kinerja dapat dilakukan dengan mencermati kondisi keseimbangan antara tuntutan tugas, kemampuan dan keterbatasan serta penampilan pekerja. Tuntutan tugas dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan (task), lingkungan (enviromental) dan organisasi (organization) di mana pekerjaan itu dilakukan. Karakteristik pekerjaan dapat dikaji melalui indikator beban tugas dan stasiun kerja (sikap kerja, pengerahan tenaga otot dan interaksi manusia-mesin). Lingkungan kerja dapat dikaji melalui indikator kondisi mikroklimat, kebisingan, getaran, penerangan, debu dalam udara dan bahanbahan berbahaya lainnya. Organisasi dapat dikaji melalui indikator pengaturan gizi kerja, waktu kerja, pembagian tugas, standar acuan kerja (SOP), kondisi informasi dan kondisi sosial budaya (Sudiajeng, 2008). Agar kinerja seseorang maksimal, maka harus diusahakan adanya keseimbangan dinamis antara tuntutan tugas dengan keterbatasan dan kemampuan seseorang sehingga tercapai kondisi kerja yang sehat, aman, nyaman, efisien dan produktif yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan kualitas penampilan atau kinerja dan keuntungan perusahaan (Grandjean, 2000 ; Manuaba, 2000).

16 28 Sebagaimana lazimnya yang terjadi di industri acapkali posisi dan tata cara kerja pekerja tidak dirancang dengan baik, sehingga akan membawa kinerja operasional menjadi tidak optimal, dan disisi lain kondisi kerja tersebut akan mempercepat kelelahan dan menimbulkan banyak keluhan, rasa sakit maupun cedera pada anggota tubuh operator pada jangka pendek maupun panjang (Wignjosoebroto dkk. 2011). Kinerja pada proses midang dapat dilihat dari: jumlah hasil penamplik yang dapat diselesaikan per satuan waktu atau berapa waktu per jam yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu buah bingkai penamplik dan dampak yang dirasakan oleh perajin selama periode penelitian. Peningkatan kinerja pada proses midang ini diukur dengan indikator peningkatan produktivitas, penghasilan dan dampak yang dirasakan adanya penurunan terhadap kelelahan dan keluhan pada perajin kain endek pada proses midang Kelelahan Kata kelelahan (fatigue) menunjukkan keadaan yang berbeda beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Kelelahan akibat kerja seringkali diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performansi kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto dkk., 2003a). Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri yang terdapat pada otot. Kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja. Kelelahan umum disebabkan oleh karena monotomi, intensitas dan lamanya kerja

17 29 mental dan fisik, keadaan lingkungan, kelelahan mental seperti tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik serta penyakit-penyakit. Pengaruh-pengaruh ini seperti berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah. Kelelahan mudah dihilangkan dengan istirahat. Tetapi, jika dipaksakan terus, kelelahan akan bertambah dan sangat mengganggu. Secara umum, kelelahan biasanya ditandai oleh perasaan letih/lesu dan kesulitan untuk berkonsentrasi. Salah satu efek yang jelas dari kelelahan adalah berkurangnya kewaspadaan. Seseorang tidak akan mampu berkonsentrasi terus menerus untuk kegiatan mental atau fisik. Setelah mengalami ketegangan selama masa tertentu, akan terjadi gangguan pada persepsi dan kecepatan reaksinya pun menjadi lambat. Kelelahan yang berlanjut dapat menimbulkan efek psikologi yang ditandai dengan gejala-gejala berikut : (1) meningkatnya kejengkelan (tidak toleran, bersikap anti sosial), (2) kecenderungan ke arah depresi (kebingungan yang tidak bermotif), dan kelemahan umum dalam perjuangan dan malas akan pekerjaan. Untuk mengatasi gangguan ini perlu dilakukan penyegaran di luar tekanan (cancel out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, atau pada periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja. Sedarmayanti (2009) menyatakan kelelahan yang berlanjut dapat menyebabkan kelelahan kronis dengan gejala seperti (1) terjadinya penurunan stabilitas fisik, (2) kebugaran berkurang, (3) gerakan lamban dan cenderung diam, (4) malas bekerja atau beraktivitas, dan (5) adanya rasa sakit yang semakin meningkat.

18 30 Menurut Nurmianto (2003), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statispun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan Repetition Strain Injuries (RSI), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive). Menurut Suma mur (1982) metode pengukuran kelelahan dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok sebagai berikut. a. Pengukuran kelelahan dengan cara pengukur kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan. Pada metode ini, kuantitas hasil kerja digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. b. Pengukuran kelelahan secara subjektif. Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja. 30 items of rating scale yang dikeluarkan oleh Japan Association of Industrial and Health, merupakan salah satu kuesioner yang dapat mengukur tingkat kelelahan subjektif. c. Pengukuran kelelahan secara objektif. Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma Test, merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konstansi. Hasil tes akan menunjukan bahwa semakin lelah seseorang maka

19 31 tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi akan semakin rendah atau sebaliknya (Sutjana dan Sutajaya, 2000). Pada umumnya kelelahan yang diakibatkan oleh aktivitas kerja statis dipandang mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan aktivitas kerja dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai konsumsi energi yang lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan diperlukan waktu istirahat yang lebih lama. Dalam suasana kerja dengan otot statis kontraksi otot bersifat isometrik yaitu sementara, tegangan otot bertambah, ukuran panjangnya praktis tidak berubah. Pada kerja otot statis tidak terjadi perpindahan beban akibat bekerjanya suatu gaya sehingga aliran darah agak menurun sehingga asam laktat terakumulasi dan mengakibatkan kelelahan otot lokal. Suma mur (1982) menyatakan bahwa kerja otot statis merupakan kerja berat (strenous). Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Akan tetapi, pengerahan otot statis sebesar 15 20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pekerjaan berlangsung sepanjang hari. Pada kerja dinamis, kontraksi otot bersifat isotonik yaitu ukuran panjang otot berubah, sementara tegangan tetap. Kontraksi otot yang menghasilkan perpindahan gerak badan dinamis biasanya bersifat ritmik, sehingga waktu kerja dapat berlangsung lama. Kontraksi dan relaksi otot yang bergantian maka aliran darah tidak cepat terganggu, sehingga rasa sakit pada otot yang bersangkutan tidak cepat timbul.

20 32 Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena beberapa faktor, seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap paksa dan pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat. Sumber kelelahan dapat disimpulkan dari hasil pengujian tersebut. Kelelahan yang dialami perajin kain endek pada proses midang dapat dilihat dari monotonnya pekerjaan yang dilakukan seperti menamplik bingkai penamplik yang rutin dilakukan setiap proses midang berlangsung. Sikap kerja statis pada perajin yang berdiri secara terus menerus juga mengakibatkan kelelahan yang dapat terjadi pada tubuh bagian bawah. Kurangnya istirahat pendek diantara istirahat makan siang. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dilakukanlah rancang bangun alat pemidangan otomatis yang ergonomis dengan sikap kerja dinamis yaitu duduk pada saat mengontrol benang dan berdiri saat adanya benang putus Keluhan muskuloskeletal Musculoskeletal adalah risiko kerja mengenai gangguan otot yang disebabkan oleh kesalahan postur kerja dalam melakukan suatu aktivitas kerja. Keluhan sistem muskuloskeletal merupakan masalah besar dalam suatu industri yang disebabkan oleh: (1) tempat kerja yang tidak memadai, (2) aktivitas yang bersifat repetitif, (3) desain alat dan peralataan yang tidak sesuai dengan si pemakai, (4) organisasi kerja yang tidak efisien, (5) jadwal istirahat yang tidak teratur dan (6) sikap kerja yang tidak alamiah. Keluhan musculoskeletal adalah

21 33 keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean, 2000). Sikap kerja perajin kain endek pada proses midang adalah berdiri dengan kondisi tubuh yang asimetris atau tidak alami. Tangan kanan bertugas memegang benang dengan kondisi diam menyangga benang atau menjaga terkumpulnya benang menjadi satu, sedangkan tangan kiri bertugas menamplik bingkai penamplik secara terus menerus sehingga bingkai berputar. Dengan sikap kerja seperti ini, keluhan yang timbul pada perajin kain endek pada proses midang adalah kesemutan (kram di jari tangan), pegal di lengan, pegal atau kesemutan ditelapak kaki dan betis. Semakin banyak sikap tubuh melawan sikap netral tubuh semakin banyak otot-otot bekerja. Demikian pula kalau tubuh semakin terforsir dalam suatu posisi kerja kerja tertentu, akan semakin lama kelompok otot-otot tertentu berkontraksi. Terlebih lagi kalau hal itu dilakukan secara berulang-ulang, maka akan berakibat terjadinya kelelahan otot (Astrand dan Rodahl, 1986; Conlan, 1995; Kroemer dan Grandjean, 2000; Matthes, 2005). Bentuk dari kelelahan otot disertai dengan sensasi sakit pada otot. Semuanya itu dapat dideteksi berupa adanya keluhan pada otot-otot. Jenis otot mana yang terpengaruh tergantung kepada beratnya tugas, dan tingkat monotonnya gerakan.

22 34 Metode pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode subjektif dengan kuesioner Nordic Body Map. Prosedur menggunakan mapping untuk menilai keluhan otot skeletal tersebut dapat dilakukan pada interval selama keseluruhan jam kerja. Subjek ditanya pada bagian-bagian anggota tubuh yang mengalami kenyerian maupun sakit atau ketidaknyamanan pada empat skala Likert. Bagian otot yang dimaksud di sini adalah bagian-bagian tubuh mulai dari leher sampai kaki. Bagian ini dibagi menjadi 27 bagian yang dapat mewakili keluhan-keluhan pada otot. Kelelahan otot sesuai dengan Nordic Body Map dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: bagian otot trunkus, bagian otot ekstremitas bagian atas (upper extrimities) dan bagian otot ekstremitas bagian bawah (lower extrimities). 1. Bagian otot trunkus terdiri dari: leher bagian atas, leher bagian bawah, punggung, pinggang, bokong, pantat. 2. Bagian otot ekstremitas bagian atas terdiri dari: bahu kiri, bahu kanan, lengan atas kiri, lengan atas kanan, siku kiri, siku kanan, lengan bawah kiri, lengan bawah kanan, pergelangan tangan kiri, pergelangan tangan kanan, tangan kiri, tangan kanan. 3. Bagian otot ekstremitas bagian bawah terdiri dari: paha kiri, paha kanan, lutut kiri, lutut kanan, betis kiri, betis kanan, pergelangan kaki kiri, pergelangan kaki kanan, kaki kiri, kaki kanan. Keluhan muskuloskeletal menempati urutan pertama di antara penyakit akibat kerja lainnya yang dipengaruhi oleh karakteristik individu (umur lebih dari 30 tahun), di mana pekerja yang mengalami gangguan tersebut sebanyak 44,9% (Bhattacherjee dkk., 2003). Nala (1994) menyatakan bahwa sikap kerja yang

23 35 tidak alamiah menimbulkan kontraksi otot secara statis (isometrik) pada sejumlah besar sistem otot tubuh manusia Produktivitas Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Greenberg mengartikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut (Sedarmayanti, 2009). Produktivitas mengandung pengertian perbandingan terbalik antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input) per satuan waktu (time). Konsep tersebut tentunya dapat dipakai di dalam menghitung produktivitas kerja di semua sektor kegiatan. Berdasarkan hal tersebut, maka formula produktivitas dapat dinyatakan sebagai berikut (Manuaba, 2005c): Output Pr oduktivitas..(1) Inputxwaktu ( time) Keterangan : P = Produktivitas perajin kain endek pada proses midang O = Output adalah banyaknya bulihan (lilitan benang dari ujung kiri sampai ujung kanan sisi bingkai midang) dalam sentimeter dikalikan dengan banyaknya unit atau bingkai yang dihasilkan setiap tujuh jam kerja I = Input adalah rerata nadi kerja yang didapat dari selisih rerata denyut nadi waktu kerja dikurangi rerata denyut nadi istirahat.

24 36 Waktu = lama proses menyelesaikan satu bingkai penamplik selama tujuh jam kerja setiap hari kerja. Selain itu, dapat dikatakan bahwa kinerja sebagai suatu hasil atau output dari suatu proses pelaksanaan tugas akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Semakin baik kinerja seorang karyawan, berarti karyawan tersebut juga semakin produktif, atau produktivitas kerjanya semakin meningkat. Menurut Sedarmayanti, (2009) produktivitas kerja dikatakan meningkat apabila. a. Volume atau kuantitas keluaran bertambah besar, tanpa mengubah jumlah masukan. b. Volume atau kuantitas keluaran tidak bertambah, akan tetapi masukannya berkurang. c. Volume atau kuantitas keluaran bertambah besar sedangkan masukannya berkurang, dan d. Jumlah masukan bertambah, asalkan volume atau kuantitas keluaran bertambah berlipat ganda. Pengukuran produktivitas secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu. 1. Produktivitas total : adalah perbandingan antara total keluaran (output) dengan total masukan (input) per satuan waktu. Dalam penghitungan produktivitas total, semua faktor masukan (tenaga kerja, kapital, bahan, energi) terhadap total keluaran harus diperhitungkan.

25 37 2. Produktivitas parsial: adalah perbandingan dari keluaran dengan satu jenis masukan atau input per satuan waktu, seperti upah tenaga kerja, kapital, bahan, energi, beban kerja, dan lain-lain. Di samping faktor tersebut, faktor alat, cara dan lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas. Untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi, maka faktor tersebut harus betul-betul serasi terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia pekerja. Salah satu upaya meningkatkan produktivitas dapat dilakukan dengan pendekatan ergonomi. Tujuannya adalah menempatkan perajin sebagai subjek yang bekerja secara aman, nyaman, sehat efektif dan efisien. Usaha yang dilakukan adalah menyerasikan tugas, organisasi dan lingkungan dengan kapasitas perajin (Manuaba, 2003a). Usaha meningkatkan produktivitas melalui pendekatan ergonomi telah banyak dilaksanakan pada berbagai industri di Bali dan Jawa. Aspek ergonomi yang diperbaiki adalah (Sutjana, 2000; Sutajaya, 2000): 1. Status nutrisi yang memadai sebagai sumber energi seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. 2. Aplikasi dari tenaga otot secara optimal dan efisien untuk menekan stress pekerjaan sampai batas minimum. 3. Sikap tubuh yang diterapkan dalam sikap kerja dengan memperhatikan situasi pembebanan terhadap tubuh dan kesehatan yang dengan jenis pekerjaan dan ruang lingkup pekerjaan.

26 38 4. Kondisi lingkungan kerja untuk mencegah beban yang berlebihan terhadap fisik dan mental. 5. Kondisi yang berkaitan dengan waktu yang terkait dengan pola kerja; waktu kerja, waktu istirahat dan hari-hari libur. 6. Kondisi sosial untuk meningkatkan kualitas interaksi antar pekerja; teknologi dan seni dengan pemberian penghargaan (reward) terhadap harga diri dan kepuasan kerja. 7. Kondisi informasi untuk dapat menunjukkan penampilan (performance) kerja secara puas dan luas. 8. Interaksi manusia dengan mesin dengan proporsi pembagian tugas pekerjaan yang tepat antara manusia dengan mesin/alat. Secara skematik alur pikir tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas kerja dapat diuraikan seperti Gambar 2.16 berikut.

27 39 Dipengaruhi faktor: pendidikan, ketrampilan, motivasi, kedisiplinan, etos kerja, jaminan sosial Tugas-tugas pekerjaan: alat, bahan, dan teknologi Organisasi kerja Lingkungan kerja Kapasitas pekerja meliputi: - Karakteristik individu (umur, jenis kelamin, antropometri, pendidikan, pengalaman, agama, kesehatan, kebugaran. - Kemampuan fisiologi (kemampuan dan daya tahan kasdiovaskuler, otot, panca indra) - Kemampuan psikologis (mental, adaptasi, stabilitas emosi) - Kemampuan biomekanik: kemampuan dan daya tahan sendi dan persendian tendon, tulang. Beban kerja, ketidaknyamanan kerja, stress akibat kerja, kelelahan objektif dan subjektif, penyakit akibat kerja (kronis maupun akut), cedera dan kecelakaan akibat kerja Performasi kerja Produktivitas kerja Gambar 2.16 Faktor-Faktor Mempengaruhi Produktivitas Kerja Studi Gerakan Studi tentang aktivitas gerak ini dilakukan untuk mengetahui atau menperoleh gerakan-gerakan yang efektif dan tidak efektif saat perajin melakukan proses bekerja. Gerak dasar untuk melakukan aktivitas kerja manual dikelompokkan menjadi dua yaitu: (1) gerak efektif terdiri dari gerak yang berdasarkan pengaruh fisik dan objektivitas; dan (2) gerak yang tidak efektif terdiri dari gerak yang berdasarkan pada pengaruh mental dan menunggu (Meyer dan Steward, 2002). Hal yang sudah pasti terlihat apabila kita mengamati pekerjaan yang sedang berlangsung adalah gerakan-gerakan yang membentuk kerja tersebut. Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh seorang pekerja adakalanya pula sudah tepat atau sudah sesuai dengan gerakan-gerakan yang diperlukan, tetapi adakalanya pula seorang pekerja melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu

28 40 atau biasa disebut gerakan-gerakan tidak efektif. Sudah tentu setiap perancang kerja maupun pelaksana kerja ingin menghindari gerakan-gerakan tidak efektif, sehingga terlebih dahulu harus dipelajari hal-hal yang berhubungan dengan gerakan-gerakan kerja serta perancangan sistem kerjanya. Studi gerakan adalah analisa yang dilakukan terhadap beberapa gerakan bagian badan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan demikian diharapkan agar gerakan-gerakan yang tidak efektif dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sehingga akan diperoleh penghematan dalam waktu kerja. Tujuan pokok dari studi gerak ini adalah memperbaiki pelaksanaan operasi kerja dengan cara menghilangkan gerakan-gerakan kerja yang tidak efektif untuk mencapai tingkat efisiensi kerja yang optimal (Wignjosoebroto, 2003b) Analisis Ekonomi Umur ekonomis adalah taksiran jumlah periode waktu yang diperkirakan dapat menerima manfaat aktiva tetap secara ekonomis (Ganjarartha, 2011). Umur ekonomis adalah depresiasi atau penyusutan dalam akuntansi adalah penyebaran biaya asal suatu aktiva tetap (bangunan, alat, komputer, dll) selama umur perkiraannya (Ramadhan, 2011). Umur ekonomis atau umur manfaat adalah periode waktu atas pemakaian asset dalam kegiatan produktif. Salah satu sumber daya yang sangat penting dalam memulai suatu usaha adalah investasi. Investasi sangat penting diperhatikan karena dapat menunjang peningkatan usaha yang dijalankan. Investasi adalah biaya awal yang dikeluarkan pada saat awal menjalankan suatu usaha. Adapun salah satu metode yang digunakan dalam cost & benefits analysis adalah (Richard, 2003) :

29 41 1. ROI (Return of Invesment) Metode pengembalian investasi digunakan untuk mengukur prosentase manfaat yang dihasilkan oleh suatu proyek dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkannya. Suatu sistem dikatakan layak apabila manfaat yang diperoleh lebih besar dari investasi (biaya) yang dikeluarkan (Jogiyanto, 2001). rumus: Return of investment dari suatu proyek investasi dapat dihitung dengan Total Laba ROI = x 100 % Total Investasi Pendapatan (depresiasi + biaya listrik) ROI = x 100% (2) Total investasi Kriteria keputusan investasi : untuk penetapan kriteria tersebut, dapat dibandingkan antara hasil perhitungan ROI dengan tingkat suku bunga (rate of interest) yang berlaku umum. Jika ROI > r artinya layak investasi (Sukanto, 2004). ROI tidak memberikan indikasi berapa lamanya suatu investasi. Namun demikian, ROI sering dinyatakan dalam satuan tahunan atau disetahunkan. 2. Break even point Break Even Point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan di mana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol. Analisis Break even secara umum dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya,

30 42 dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Break Even Point dapat kita formulasikan secara sederhana sebagai berikut (Wignjosoebroto, 2003b) : Total biaya tetap Titik Impas (unit) = Harga jual per unit - Biaya variabel per unit Total biaya tetap = (3) Harga jual per unit (depresiasi/unit + biaya listrik/unit) Atau: Total biaya tetap Titik Impas (rupiah) = (4) 1 - (Harga jual per unit/biaya variabel per unit) Jenis biaya berdasarkan titik impas yaitu variabel Cost (biaya variabel) merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan volume penjualan, di mana perubahannya tercermin dalam biaya variabel total. Dalam pengertian ini biaya variabel dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dari penjualan, atau variabel cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit. Fixed cost (biaya tetap) merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak terpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu (function of time) sehingga jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh biaya sewa, depresiasi, bunga. Berproduksi atau tidaknya perusahaan

31 43 biaya ini tetap dikeluarkan. Harga per unit: adalah harga per unit dari barang yang akan dijual. 2.4 Ergonomi Ergonomi berasal dari kata Yunani yaitu ergos yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam. Dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan. Menurut International Standarts Organisation (ISO) dalam Wilson (2005): Ergonomi menghasilkan dan mengintegrasikan pengetahuan dari human science untuk menserasikan pekerjaan, sistem, produk, dan lingkungan dengan kemampuan fisik dan mental dan keterbatasan manusia, demi tercapainya keamanan, dan kesejahteraan, serta mengoptimalkan efisiensi dan kinerja. Selanjutnya International Ergonomics Association (IEA) (2000) memberi definisi, ergonomi atau human factors adalah disiplin ilmu yang berkaitan dengan interaksi antara manusia dengan elemen-elemen dari sebuah sistem pekerjaan, yang menerapkan teori, data, dan metode untuk desain agar tercapai kesejahteraan dan kinerja yang optimal. Ergonomi mengajarkan bahwa desain dari pada task (peralatan, mesin), organisasi (sistem, aktivitas) dan lingkungan harus benar-benar didasari atas kemampuan fungsional dari manusia pemakai sehingga manusia bisa memanfaatkan semua kesanggupan fungsionalnya secara optimal dan maksimal. Dalam kondisi seperti itu akan terdapat kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, efisien dan produktif. Namun pada kenyataannya, di dalam pemanfaatan teknologi pada umumnya, dan atau desain task, organisasi dan

32 44 lingkungan pada khususnya, telah terjadi ketidak seimbangan antara tuntutan tugas dan kapasitas manusia sebagai pengelola teknologi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya berbagai dampak sebagai penjabaran daripada stress yang dihadapi manusia, berupa keluhan dan rasa nyeri, penyakit akibat pekerjaan, kecelakaan, keracunan, kematian, polusi, dan rusaknya lingkungan. Terjadinya dampak-dampak negatif karena kurangnya pemanfaatan alih dan pilih teknologi dengan benar dan betul disatu pihak dan tidak diterapkannya di lain pihak pendekatan komprehensip dalam setiap permasalahan (Manuaba, 2005b). Pendekatan ergonomi merupakan salah satu bentuk intervensi yang bertujuan untuk mendapatkan sistem kerja yang manusiawi, kompetitif, dan lestari. Menurut Manuaba (2005b) ada delapan kelompok masalah atau aspek pendekatan ergonomi sebagai berikut. 1. Gizi dan Nutrisi Manusia memerlukan sejumlah energi untuk mampu mengerjakan satu pekerjaan tertentu. Jumlah energi yang dikeluarkan harus diimbangi dengan energi yang masuk. Pekerjaan perajin kain endek pada proses midang termasuk pekerjaan kategori ringan, diukur dari nadi kerja perajin kain endek pada proses midang. Walaupun pekerjaan tergolong ringan, perlu disediakan air minum didekat tempat kerjanya, sehingga perajin tidak perlu lagi pergi ke dapur untuk minum, sehingga waktu tidak terbuang percuma. 2. Pemanfaatan tenaga otot Di dalam melakukan pekerjaan, tugas dan pekerjaannya harus benar-benar mencerminkan tidak adanya paksaan di luar kemampuan, karena itu semua alat

33 45 yang dipakai harus dirancang sedemikian rupa sehingga gerakan otot tidak bertentangan gerakan alamiah otot pekerja. Pada proses midang gerakan dan posisi tangan mengakibatkan otot lengan dan jari-jari tangan menegang, mengakibatkan kelelahan, keluhan, dan kesemutan. Untuk itu perlu dirancang bamgun alat pemidangan otomatis yang ergonomis disesuaikan dengan proses alur kerja, antropometrinya, fisiologis dan psikologisnya. 3. Sikap kerja Posisi tubuh yang salah atau tidak alamiah apalagi di dalam sikap paksa jelas akan mengurangi produktivitas. Posisi tubuh perajin kain endek pada proses midang dalam bekerja berdiri, tubuh perajin sering melakukan pemutaran badan dengan sikap asimetris (twisting), sikap kerja tersebut diakibatkan oleh alat kerja yang tidak ergonomis. 4. Kondisi lingkungan Lingkungan sangat berpengaruh terhadap aktivitas bekerja perajin kain endek pada proses midang. Intensitas suara yang ditimbulkan dari alat rak benang merupakan beban tambahan yang diterima oleh perajin. 5. Kondisi waktu Manusia mempunyai jam kerja delapan jam dalam satu hari untuk bisa produktif. Untuk itu diberikan istirahat sesuai dengan beban kerja yang dihadapi. Perajin kain endek pada proses midang merupakan kategori beban kerja ringan, istirahat yang dilakukan untuk makan siang pukul Wita. Tanpa adanya istirahat tambahan di antara sebelun dan sesudah makan siang. Menurut Manuaba (2005b), untuk pekerjaan ringan biasanya diberikan istirahat pagi dan

34 46 sore disamping istirahat makan siang. Untuk itu diberikan istirahat tambahan pada waktu pagi dan sore hari selama 15 menit. 6. Kondisi informasi Pemikiran untuk inovasi sudah ada dari pemilik dan perajin untuk memperbaiki sistem kerja, produksi dan kesalahan yang terjadi selama ini. Namun solusi pemecahan permasalahan belum diketemukan. Berdasarkan hal tersebut, maka dibuatkan rancang bangun alat pemidangan otomatis yang ergonomis untuk memperbaiki sistem kerja lama, tidak lupa dengan mengikut sertakan pemilik dan perajin untuk berpatisipasi di dalamnya, sehingga komunikasi dua arah bisa terlaksana. 7. Kondisi sosial Perkembangan kain endek akhir-akhir ini sudah semakin diminati oleh masyarakat luas, tetapi alih generasi sudah tidak ada. Hal ini diakibatkan oleh peralatan yang masih sangat konvensional, sehingga pelaksanaan pekerjaan midang kurang menarik bagi generasi muda. 8. Interaksi manusia-mesin Masalah otomasi, alokasi beban antara manusia dan mesin, benar-benar dilakukan dengan adil dan bijaksana. Dalam rancang bangun alat pemidangan yang ergonomis, dapat mempermudah perajin untuk melakukan proses midang. Dengan posisi duduk perajin sudah dapat mengontrol panel kontrol. Sehingga diharapkan lebih mudah dan mempercepat aktivitas midang. Dengan menggunakan delapan aspek ergonomi sebagai titik tolak dilakukannya analisis komprehensip. Demikian juga dalam merancang intervensi

35 47 sebagai perlakuan dalam upaya pemecahan masalah melalui pendekatan ergonomi total sangat memungkinkan. Hal ini mengingat pendekatan ergonomi total merupakan pendekatan konseptual yang muncul dalam upaya memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan kerja atau aktivitas lainnya yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam penerapan pendekatan ergomomi total, permasalahan ergonomi yang ditemukan tersebut dianalisis dengan penerapan teknologi tepat guna (TTG) dan melaksanakan pendekatan SHIP, peranan dan kontribusi ergonomi menjadi benar-benar bersifat holistik dan realistis dengan hasil yang benar-benar manusiawi Penerapan teknologi tepat guna Penerapan teknologi dimaksudkan untuk membantu manusia agar lebih mudah di dalam melakukan aktivitas hidupnya. Namun kenyataannya, seringkali pengembangan dan penerapan teknologi baru diikuti dengan munculnya permasalahan baru yang dampak negatifnya justru lebih besar. Untuk menghindari hal tersebut, maka dalam merancang atau mengembangkan suatu teknologi baru, hendaknya dipertimbangkan berbagai aspek secara utuh sehingga hasil rancangan tersebut benar-benar tepat guna, dampak yang ditimbulkannya seminimal mungkin dan keuntungan yang dapat diperoleh semaksimal mungkin (Manuaba, 2003b ; Manuaba, 2005a ; Manuaba, 2006). Ada enam kriteria yang perlu diperhitungkan di dalam mengembangkan atau merancang TTG untuk melakukan perbaikan kondisi kerja yaitu.

36 48 1. Ekonomi Penerapan teknologi hendaknya mempertimbangkan semua komponen biaya, kemampuan keuangan, kondisi, lokasi, cakupan dan trend pasar, keuntungan bagi semua pihak, kebijakan ekonomi dan tingkat persaingan. Secara umum penerapan teknologi diupayakan agar murah dan tidak menimbulkan efek yang memerlukan biaya kompensasi tinggi, pada akhirnya justru mendatangkan kerugian. 2. Teknis Teknologi yang diterapkan hendaknya mempertimbangkan aspek hukum dan perundang-undangan, ketentuan standar, bahan, metode pembuatan, kemudahan operasional, kemudahan pemeliharaan, umur pakai dan dampaknya terhadap kelestarian lingkungan. 3. Ergonomis Penerapan teknologi hendaknya mempertimbangkan kemampuan, kebolehan dan keterbatasan pengguna di dalam berinteraksi dengan alat atau tuntutan tugas dan lingkungan kerja sehingga terjadi keseimbangan unsur ekonomi, sosial budaya dan antropometri dalam upaya meningkatkan efisiensi, keamanan, kesehatan, kenyamanan dan kepuasan pengguna. 4. Sosial Budaya Perbaikan kondisi kerja hendaknya memperhatikan sikap pekerja terhadap organisasi kerja, kebiasaan kerja. Dinamika kelompok, norma, nilai, keinginan dan kepercayaan dari pekerja dan masyarakat sekitarnya. Kebutuhan pengguna teknologi dan kesesuaian dengan budaya disertai dengan nilai-nilai estetika

37 49 hendaknya menjadi perhatian sehingga benar-benar dapat diterima oleh perusahaan, pekerja, masyarakat dan konsumen. 5. Hemat energi Pengembangan teknologi hendaknya menghindari pemanfaatan energi yang berlebihan seperti pemanfaatan daya listrik, air, gas bumi, tanah, sehingga merusak tatanan ekosistem yang ada. Hal ini sangat penting untuk dipertimbangkan mengingat ketersediaan sumber daya alam yang semakin terbatas. 6. Tidak merusak lingkungan Teknologi yang dikembangkan hendaknya tidak memberikan dampak negatif kepada lingkungan seperti polusi air, tanah dan udara yang pada akhirnya dapat menurunkan derajat kesehatan manusia Pendekatan SHIP Pendekatan SHIP (SHIP approach) merupakan pendekatan terpadu yang meliputi unsur-unsur: sistemik, holistik, interdisipliner, dan partisipatori. Sistemik dalam hal ini dapat diartikan bahwa semua faktor yang diasumsikan berpengaruh terhadap perancangan sistem kerja dan diperkirakan dapat menimbulkan masalah, dengan demikian kaidah-kaidah ergonomi harus diperhitungkan dalam setiap tahap perancangan. Dengan menrancang bangun alat pemidangan otomatis yang ergonomis dan memperhatikan sikap kerja sehingga cara bekerjanya menjadi lebih baik dan ergonomis. Sikap kerja berdiri asimetris menjadi sikap kerja duduk dinamis. Proses kerja akan menjadi lebih mudah, dengan hanya mengontrol panel kontrol,

38 50 dan berdiri sebentar untuk menyambung benang yang putus. Waktu kerja akan lebih cepat, sehingga produktivitas akan meningkat. Pendekatan holistik menekankan pada faktor-faktor yang diperkirakan berhubungan dengan permasalahan harus dipecahkan secara proaktif dan menyeluruh. Dalam intervensi ergonomi dapat dilakukan dari cara berpikir dan bertindak dalam melakukan perbaikan dengan menggunakan teknologi tepat guna. Dengan pendekatan holistik akan mendapatkan suatu perbaikan kondisi kerja yang memenuhi kreteria teknologi tepat guna. Pemecahan masalah dengan pendekatan interdisipliner menekankan proses pemecahan masalah dalam suatu sistem membutuhkan ahli dari berbagai disiplin ilmu. Misalnya dalam perancangan sistem kerja dibutuhkan berbagai ahli seperti: ahli ergonomi, ahli teknik, ahli ekonomi, dan ahli dari displin ilmu yang lainnya. Para ahli membentuk sebuah tim kerja (team work) untuk merumuskan rancangan sistem kerja baru dari berbagai segi. Ahli ergonomi akan melihat permasalahan dari keterkaitan manusia dengan pekerjaannya. Ahli teknik berperan melakukan seleksi dan menentukan teknologi yang dipakai dan layak secara teknis. Dengan demikian para ahli menganalisis dan meyakinkan bahwa rancangan sistem kerja tersebut merupakan rancangan sistem kerja yang realistis. Sedangkan pendekatan partisipatori bertujuan untuk meningkatkan performansi perusahaan dengan melibatkan tenaga kerja lebih awal dengan mempertimbangkan aspek ergonomi. Adiputra (2000) menyatakan bahwa penerapan ergonomi akan lebih berhasil jika didasarkan atas penerapan asas partisipatori manajemen, karena

39 51 pengalaman menunjukkan bahwa perbaikan yang dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan pekerja atau pemakainya akan tidak berkelanjutan. Manuaba (2003d) menyatakan bahwa ergonomi partisipatori adalah semua yang akan terlibat dalam pemecahan masalah atau terlaksananya suatu gagasan harus dilibatkan sedini mungkin. 2.5 Perancangan Produk Manusia bukan lagi sekedar alat produksi, tetapi justru menjadi asset utama yang harus diamankan, ditumbuhkembangkan dan dijadikan asset persaingan utama. Dan untuknya harus direncanakan alat, cara dan lingkungan kerja yang benar-benar kondusif, di mana tidak saja membuat adanya "job satisfaction" sementara pekerja tetapi juga mampu untuk membuatnya punya etos kerja yang tinggi dan bertanggung jawab (Manuaba, 2001) Perancangan produk secara ergonomi Sanders dan Mc. Cormick, (1987) menyatakan bahwa salah satu bagian dari aplikasi ergonomic adalah human error, kecelakaan dan keselamatan kerja. Pendekatan ini menganut prinsip human centered design atau fit the job to the man dimana manusia diperlakukan sebagai pusat sistem. Karena manusia sebagai pusat sistem, maka semua perancangan sistem kerja diarahkan pada perancangan yang sesuai dengan manusia itu sendiri. Definisi dari ergonomi adalah suatu aplikasi ilmu pengetahuan yang memperhatikan karakteristik manusia yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan dan penataan sesuatu yang digunakan, sehingga antara manusia dengan benda yang digunakan tersebut terjadi interaksi yang lebih nyaman dan efektif. Kegunaan dari penerapan ergonomi adalah untuk:

40 52 (1) Memperbaiki performasi kerja (menambah kecepatan kerja, keakuratan, keselamatan kerja dan mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi kelelahan), (2) Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia dan meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan human error, dan (3) Memperbaiki kenyamanan manusia dalam kerja. Berbicara masalah ergonomi sangat erat kaitannya dengan alat, aktivitas, serta produk-produk yang dihasilkan oleh manusia. Ergonomi melihat permasalahan interaksi tersebut sebagai suatu sistem dengan pemecahanpemecahan masalahnya melalui proses pendekatan sistem pula. Dengan mengaplikasikan aspek-aspek ergonomi atau human engineering, maka dapat dirancang sebuah stasiun kerja yang bisa dioperasikan oleh rata-rata manusia. Disiplin ergonomi, khususnya yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia (antropometri), telah menganalisis, mengevaluasi dan membakukan jarak jangkau yang memungkinkan rata-rata manusia untuk melaksanakan kegiatannya dengan mudah dan gerakan-gerakan yang sederhana. Sistem kerja di sini dimaksudkan sistem hubungan manusia-mesin (teknologi) yang dipertimbangkan sebagai sistem yang terpadu. Dengan kata lain di sini manusia tidak lagi harus menyesuaikan dirinya dengan mesin yang dioperasikan melainkan sebaliknya, mesin dirancang dengan terlebih dahulu memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia yang mengoperasikannya. Fokus perhatian dari sebuah kajian ergonomi akan mengarah ke upaya pencapaian sebuah perancangan desain suatu produk yang memenuhi persyaratan fitting the task to the man (Grandjean, 2000), sehingga setiap rancangan desain

41 53 harus selalu memikirkan kepentingan manusia, yakni perihal keselamatan, kesehatan, keamanan maupun kenyamanan. Ada empat aturan sebagai dasar perancangan desain, yaitu (Ginting, 2009). 1. Memahami bahwa manusia merupakan fokus utama perancangan desain, sehingga hal-hal yang berhubungan dengan struktur anatomi (fisiologik) tubuh manusia harus diperhatikan, demikian juga dengan dimensi ukuran tubuh (antropometri). 2. Menggunakan prinsip-prinsip kinesiologi dalam rancangan desain (studi mengenai gerakan tubuh manusia dilihat dari aspek biomechanic), tujuannya untuk menghindarkan manusia melakukan gerakan kerja yang tidak sesuai, tidak beraturan dan tidak memenuhi persyaratan efektivitas efisiensi gerakan. 3. Pertimbangan mengenai kelebihan maupun kekurangan (keterbatasan) yang berkaitan dengan kemampuan fisik yang dimiliki oleh manusia di dalam memberikan respon sebagai kriteria-kriteria yang perlu diperhatikan pengaruhnya dalam perancangan desain. 4. Mengaplikasikan semua pemahaman yang terkait dengan aspek psikologik manusia sebagai prinsip-prinsip yang mampu memperbaiki motivasi, attitude, moral, kepuasan dan etos kerja. Selain hal-hal tersebut, unsur lain yang juga penting diperhatikan dalam perancangan adalah hubungan antar lingkungan, manusia, perangkat kerja, dengan produk fasilitas kerjanya. Satu sama lain saling berinteraksi dan memberi pengaruh signifikan terhadap peningkatan produktivitas, efisiensi, keselamatan, kesehatan, kenyamanan maupun ketenangan orang bekerja sehingga

42 54 menghindarkan diri dari segala bentuk kesalahan manusia (human error) yang berakibat kecelakaan kerja Antropometri Antropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain (perancangan). Agar rancangan suatu produk atau fasilitas kerja nantinya sesuai dengan tubuh manusia yang mengoperasikannya, maka harus diperhatikan prinsip-prinsip dalam aplikasi data anthropometri. Untuk mencapai kondisi tersebut, maka ada dua faktor penentu yang harus diperhitungkan dalam proses perancangan yaitu (a) harus selalu diingat bahwa populasi pekerja akan sangat bervariasi dan berbeda-beda baik dalam bentuk maupun ukuran tubuh antropometrinya; dan (b) harus dipahami benar tentang karakteristik dari populasi pemakai produk ataupun fasilitas kerja seperti pendidikan, kultur, skill, attitude, kemampuan fisik maupun mental, dan lain-lain. Antropometri akan digunakan secara lebih luas sebagai pertimbangan ergonomis dalam proses desain produk maupun sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia (Wignjosoebroto, 2000a; Wignjosoebroto, dkk., 2001; 2003a). Tujuan pendekatan antropometri dalam perancangan alat dan perlengkapan adalah agar terjadi keserasian antara manusia dengan sistem kerja (man-machine system), sehingga manusia dapat bekerja secara nyaman dan efisien. Pemakaian data antropometri supaya peralatan kerja dapat disesuaikan dengan kemampuan pekerja dan bukan sebaliknya. Desain yang memiliki

43 55 kompatibilitas tinggi dengan manusia (user) sangat penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat kesalahan kerja yang disebabkan oleh kesalahan desain (Liliadan, dkk., 2007). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia seperti umur, jenis kelamin, suku atau etnis (ethnic), dan posisi tubuh (posture), sehingga seorang perancang stasiun kerja, peralatan kerja, produk, dan lingkungan kerja harus memperhatikannya. Agar rancangan sesuai dengan aplikasi antropometri maka ada beberapa prinsip yang harus dilakukan antara lain: (1) dimensi minimum suatu produk harus ditetapkan, umumnya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90, 95, atau 99 persentil. (2) dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil terendah seperti 1,5 atau 10 persentil. (3) produk yang dapat dioperasikan dalam rentang ukuran tertentu, sehingga rancangan dapat diubah-ubah ukurannya dan sangat fleksibel dalam mengoperasikan, rentang nilainya seperti 5 s.d. 95 persentil. (4) produk dengan ukuran rata-rata yaitu menggunakan nilai 50 persentil (Suhardi, 2008). 2.6 Rancang Bangun Alat Pemidangan Otomatis Yang Ergonomis Salah satu ciri dari aktivitas desain adalah bahwa selalu dimulai dari akhir dan berakhir di awal. Salah satu karakteristik manusia adalah mereka selalu berusaha menciptakan sesuatu baik alat maupun benda lainnya untuk membantu kehidupan manusia. Perancangan adalah proses menuangkan ide dan gagasan berdasarkan teori-teori dasar yang mendukung. Proses perancangan dapat dilakukan dengan cara pemilihan komponen yang akan digunakan, mempelajari karakteristik dan data fisiknya, membuat rangkaian skematik dengan melihat

44 56 fungsi-fungsi komponen yang dipelajari, sehingga dapat dibuat atau dibangun alat yang sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Rancang bangun alat pemidangan otomatis yang ergonomis adalah perancangan alat yang digerakan oleh beberapa alat-alat elektronik, di mana pada saat meranncang bangun bentuk dan ukuran alatnya disesuaikan dengan memperhatikan perajin sebagai pengguna alat pemidangan ini. Alat ini terdiri dari rangkaian transformator, rangkaian sensor dan sistem dari mikrokontroler. Trafo berfungsi untuk memberikan tegangan yang dibutuhkan pada masing-masing rangkaian tersebut. Mikrokontroler sebagai pusat pengaturan pada rangkaian sensor. Untuk merealisasikan rancang bangun alat pemidangan otomatis yang ergonomis ini, maka langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membuat blok diagram alat seperti Gambar Transformator Motor DC 24 V Foto Sensor Mikrokontroler Proses penumpukan dan pengulangan benang Dikontrol oleh sensor optocoupler Motor DC 5 V penggerak benang Gambar 2.17 Proses Kerja Rancang Bangun Alat Pemidangan otomatis Yang Ergonomis Perancangan alat disesuaikan dengan ketersediaan alat atau komponen di pasaran, sehingga pemilik dapat dengan mudah mencari dan membelinya bilamana terjadi kerusakan. Untuk mewujudkan alat pemidangan tersebut diperlukan suatu rancangan atau desain. Pada tahap perancangan ini dibagi

45 57 menjadi dua tahap perancangan. Tahap pertama adalah perancangan perangkat keras (hardware). Tahap kedua adalah perancangan perangkat lunak (software). Spesifikasi alat pemidangan disajikan pada Lampiran Perangkat keras (hardware) Perangkat keras (hardware) adalah bagian dari komponen tunggal yang dipergunakan pada konstruksi alat pemidangan, dan setiap bagian mempunyai fungsi masing-masing. Dengan pengertian tersebut, maka bagian-bagian dari alat pemidangan dapat uraikan sebagai berikut: Kontruksi rancang bangun alat pemidangan otomatis yang ergonomis Kontruksi rancang bangun alat pemidangan otomatis yang ergonomis disesuaikan dengan ukuran bingkai midang dan ukuran antropometri perajin kain endek pada proses midang, disajikan pada Gambar 2.18, Gambar 2.19, dan Gambar Gambar 2.18 Dimensi Alat Pemidangan Tampak Samping

46 58 Gambar 2.19 Dimensi Alat Pemidangan Tampak Depan Gambar 2.20 Dimensi Alat Pemidangan Tampak Belakang Transformator Transformator atau biasa dikenal dengan trafo berasal dari kata transformatie yang berarti perubahan. Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu rangkaian listrik ke

47 59 rangkaian listrik yang lain, melalui gandeng magnit berdasarkan pada prinsip elektromagnetik. Secara prinsip transformator difungsikan untuk memindahkan daya listrik dari suatu rangkaian ke rangkaian lain, secara pisik transformator merupakan perangkat satis yang terdiri dari dua buah lilitan ( coil ) yang saling terhubung dengan mengunakan copling elektromagnet. Penggunaan tranformator yang sangat mendasar meliputi, pengaturan tegangan maupun arus pada sistem ketenagaan, sebagai penyetara impedansi antara sumber dan beban guna memdapatkan pengiriman daya yang maximum pada rangkaian elektronik, dan sebagai isolasi secara listrik (pengaman) (Muchsin, 2003). Gambar 2.21 Transformator Frekuensi pada kumparan primer dan kumparan sekunder adalah sama, f 1 =f 2. Tegangan dan arus pada kumparan primer dan kumparan sekunder dapat diubah- ubah sesuai dengan yang dikehendaki antara lain: 1. Digunakan untuk pengiriman tenaga listrik 2. Untuk menyesuaikan tegangan 3. Untuk mengadakan pengukuran dari besaran listrik 4. Untuk memisahkan rangkaian yang satu dengan yang lain 5. Untuk memberikan tenaga pada alat tertentu

48 60 Konstruksi trafo secara umum terdiri dari: 1. Inti yang terbuat dari lembaran-lembaran plat besi lunak atau baja silikon yang diklem jadi satu. 2. Belitan dibuat dari tembaga yang cara membelitkan pada inti dapat konsentris maupun spiral. 3. Sistem pendingin pada trafo-trafo dengan daya yang cukup besar Motor DC Motor DC merupakan perangkat yang berfungsi merubah besaran listrik menjadi besaran mekanik. Prinsip kerja motor didasarkan pada gaya elektromagnetik. Motor DC bekerja bila mendapatkan tegangan searah yang cukup pada kedua kutubnya. Tegangan ini akan menimbulkan induksi elektromagnetik yang menyebabkan motor berputar. Secara umum, kecepatan putaran poros motor DC akan meningkat seiring dengan meningkatnya tegangan yang diberikan. Dengan demikian, putaran motor DC akan berbalik arah jika polaritas tegangan yang diberikan juga diubah. Bentuk fisik motor DC pada Gambar Motor DC tidak dapat dikendalikan langsung oleh mikrokontroler, karena kebutuhan arus yang besar sedangkan keluaran arus dari mikrokontroler sangat kecil. Driver motor merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk menggerakkan motor DC.

49 61 Gambar 2.22 Motor DC Driver motor adalah sirkuit elektronika yang memungkinkan tegangan dan arus mengalir ke arah beban atau motor DC secara benar artinya dapat mengatur arah putaran motor DC sesuai dengan keinginan Sensor Optocoupler Optocoupler adalah suatu piranti yang terdiri dari dua bagian yaitu antara bagian cahaya dengan bagian deteksi sumber cahaya terpisah. Biasanya optocoupler digunakan sebagai saklar elektrik, yang bekerja secara otomatis. Optocoupler atau optoisolator merupakan komponen penggandeng (coupling) antara rangkaian input dengan rangkaian output yang menggunakan media cahaya (opto) sebagai penghubung. Dengan kata lain, tidak ada bagian yang konduktif antara kedua rangkaian tersebut. Optocoupler sendiri terdiri dari dua bagian, yaitu transmitter (pengirim) dan receiver (penerima) (Anonim, 2010c). 1. Transmiter Merupakan bagian yang terhubung dengan rangkaian input atau rangkaian kontrol. Pada bagian ini terdapat sebuah LED infra merah (IR LED) yang berfungsi untuk mengirimkan sinyal kepada receiver. Pada transmitter dibangun dari sebuah LED infra merah. Jika dibandingkan dengan menggunakan LED biasa, LED infra merah memiliki ketahanan yang lebih

50 62 baik terhadap sinyal tampak. Cahaya yang dipancarkan oleh LED infra merah tidak terlihat oleh mata telanjang. 2. Receiver Merupakan bagian yang terhubung dengan rangkaian output atau rangkaian beban, dan berisi komponen penerima cahaya yang dipancarkan oleh transmitter. Komponen penerima cahaya ini dapat berupa photodioda ataupun phototransistor. Pada bagian receiver dibangun dengan dasar komponen phototransistor. Phototransistor merupakan suatu transistor yang peka terhadap tenaga cahaya. Suatu sumber cahaya menghasilkan energi panas, begitu pula dengan spektrum infra merah. Karena spekrum infra mempunyai efek panas yang lebih besar dari cahaya tampak, maka phototransistor lebih peka untuk menangkap radiasi dari sinar infra merah. Prinsip kerja dari rangkaian optocoupler pada Gambar 2.23 adalah. 1. Jika S1 terbuka maka LED akan mati, sehingga phototransistor tidak akan bekerja. 2. Jika S1 tertutup maka LED akan memancarkan cahaya, sehingga phototransistor akan bekerja. 3. Jika antara phototransistor dan LED terhalang maka phototransistor tersebut akan off sehingga output dari kolektor akan berlogika high sebaliknya. 4. Jika antara phototransistor dan LED tidak terhalang maka phototransistor tersebut akan on sehingga output-nya akan berlogika low.

51 63 Gambar 2.23 Bentuk dan Rangkaian Optocoupler Sumber: Anonim 2010c Downloader Rangkaian downloader merupakan rangkaian penghubung antara komputer dan mikrokontroler yang berfungsi untuk memasukan listing program (berupa bit bit logika) ke dalam mikrokontroler. Listing program yang dikirim oleh software dari komputer ke dalam mikrokontroler biasanya berbentuk file *.hex (heksadesimal). Pada umumnya rangkaian downloader terdiri dari kabel penghubung jenis DB25 atau jenis DB9. Sinkronisasi tegangan antara tegangan dari komputer dan tegangan mikrokontroler menggunakan sebuah buffer Mikrokontroler ATMEGA 32A Mikrokontroler dapat diumpamakan sebagai bentuk skala mini dari mikrokomputer. Di dalam mikrokontroler terdapat komponen-komponen dasar dari sebuah mikrokomputer, yaitu memori, CPU, dan instruksi-instruksi yang terpadu dalam satu keping IC. Program mikrokontroler adalah alat untuk memasukkan program kedalam memori mikrokontroler, terdiri dari software dan hardware. Pada mikrokontroler perbandingan RAM dan ROM-nya tidak terlalu besar, program kontrol disimpan dalam ROM sedangkan RAM digunakan sebagai

52 64 tempat penyimpanan sementara. Perlengkapan dasar mikrokontroler terdiri atas: CPU, alamat, data, pengendali, memori, input dan output. Mikrokontroler adalah piranti elektronik berupa IC (Integrated Circuit) yang memiliki kemampuan manipulasi data (informasi) berdasarkan suatu urutan instruksi (program). Dalam sebuah struktur mikrokontroler akan kita temukan juga komponen-komponen seperti: processor, memory, clock, dll. Salah satu arsitektur mikrokontroler yang terdapat di pasaran adalah jenis AVR (Advanced Virtual RISC). Arsitektur mikrokontroler jenis AVR ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1996 oleh dua orang mahasiswa Norwegian Institute of Technology yaitu Alf-Egil Bogen dan Vegard Wollan. Dalam perkembangannya, AVR dibagi menjadi beberapa varian yaitu AT90Sxx, ATmega, dan AT86RFxx. Pada dasarnya yang membedakan masing-masing varian adalah kapasitas memori dan beberapa fitur tambahan saja. Pemrograman mikrokontroler AVR dapat menggunakan low level language (assembly) dan high level language (C, Basic, Pascal, JAVA, dll) tergantung compiler yang digunakan. Salah satu yang banyak dijumpai di pasaran adalah AVR tipe ATmega, yang tediri dari beberapa versi, yaitu ATmega8535, ATmega16, ATmega162, ATmega32, ATmega324P, ATmega644, ATmega644P dan ATmega128. Mikrokontroler yang digunakan adalah AVR ATmega32 Madhawirawan (2013). Berikut ini Gambar 2.24 adalah tampilan ATmega32.

53 65 Gambar 2.24 Modul AVR ATmega32 Fitur-fitur yang dimiliki ATmega32 sebagai berikut: 1. Frekuensi clock maksimum 16 MHz 2. Jalur I/O 32 buah, yang terbagi dalam PortA, PortB, PortC dan PortD 3. Analog to Digital Converter 10 bit sebanyak 8 input, 4 chanel PWM 4. Timer/Counter sebanyak 3 buah 5. CPU 8 bit yang terdiri dari 32 register 6. Watchdog Timer dengan osilator internal 7. SRAM sebesar 2K Byte 8. Memori Flash sebesar 32K Byte dengan kemampuan read while write 9. Interrupt internal maupun eksternal 10. Port komunikasi SPI 11. EEPROM sebesar 512 byte yang dapat diprogram saat operasi 12. Analog Comparator 13. Komunikasi serial standar USART dengan kecepatan maksimal 2,5 Mbps Konfigurasi pin pada mikrokontroler ATmega32 dapat dilihat pada Gambar 2.25.

54 66 Gambar 2.25 Konfigurasi Pin ATmega32 Dari gambar tersebut dapat terlihat jumlah pin ATmega32 adalah 40 pin yang memiliki fungsi yang berbeda-beda yaitu: 1. Vcc merupakan pin yang berfungsi sebagai masukan catu daya. 2. GND merupakan pin ground. 3. Port A(PA0-PA7) merupakan pin input/output dua arah dan pin masukan ADC. 4. Port B(PB0-PB7) merupakan pin input/output dua arah dan pin fungsi khusus, Perangkat lunak (soft ware) Rancangan program ini dibuat kedalam bentuk flowchart disajikan pada Gambar, guna mempermudah proses pembuataan listing program pada software Code Vision AVR. Program mikrokontroler yang akan dibuat menggunakan bahasa C dan beberapa bahasa assembly, kemudian program tersebut disusun (compile) secara otomatis ke dalam bentuk file *.hex untuk dimasukan ke dalam IC mikrokontroler.

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kemunduran, hal ini disebabkan karena proses midang selama ini dilakukan

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kemunduran, hal ini disebabkan karena proses midang selama ini dilakukan BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Proses produksi kain endek tiga tahun belakangan ini mengalami kemunduran, hal ini disebabkan karena proses midang selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai produsen kerajinan tangan yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai produsen kerajinan tangan yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai produsen kerajinan tangan yang mampu bersaing di pasar dunia. Hasil produksinya merupakan barang ekspor Indonesia. Salah satu produksi barang

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT PEMINTAL BENANG ERGONOMIS KERAJINAN TENUN IKAT

PERANCANGAN ALAT PEMINTAL BENANG ERGONOMIS KERAJINAN TENUN IKAT PERANCANGAN ALAT PEMINTAL BENANG ERGONOMIS KERAJINAN TENUN IKAT Herwina Mulyantari 1, Ary Permatadeny Nevita 2 1,2 Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Nusantara PGRI Kediri E-mail: 1 herwinatari@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. perlakuan yaitu melakukan pekerjaan midang dengan alat pemidangan

BAB V HASIL PENELITIAN. perlakuan yaitu melakukan pekerjaan midang dengan alat pemidangan BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Subjek Subjek dalam penelitian ini terdiri atas 20 orang sampel, dengan dua jenis perlakuan yaitu melakukan pekerjaan midang dengan alat pemidangan konvensional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat kerja. Lingkungan tempat kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi

Lebih terperinci

Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandin

Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandin ERGONOMI Pengertian dan Ruang Lingkup Ergonomi : bahasa Yunani Ergon : kerja Nomos : peraturan/hukum - Arbeitswissenschaft di Jerman - Biotechnology di Skandinavia - Human (factor) engineering atau Personal

Lebih terperinci

Status sekolah bermutu yang didapat dari pengakuan terakreditasi memang

Status sekolah bermutu yang didapat dari pengakuan terakreditasi memang 2 Status sekolah bermutu yang didapat dari pengakuan terakreditasi memang penting, tetapi masyarakat tetap berkepentingan dengan sekolah bermutu walaupun belum terakreditasi. Sekolah bermutu mampu mendidik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, dengan Treatment by

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, dengan Treatment by BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, dengan Treatment by subject design. Jumlah sampel 20 orang menjadi subjek pada periode satu dan juga pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan stress pada bagian tubuh tertentu, yang biasa disebut dengan postural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara barat misalnya Inggris dan Amerika Serikat kejadian nyeri punggung (terutama nyeri pada punggung bagian bawah) telah mencapai proporsi epidemik. Satu survei

Lebih terperinci

SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI

SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI 1 SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI Oleh: Solichul Hadi A. Bakri dan Tarwaka Ph.=62 812 2589990 e-mail: shadibakri@astaga.com Abstrak Industri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia kerja, seorang atau sekelompok pekerja dapat berisiko mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan. Salah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kursi Kerja a. Pengertian Kursi Kerja Kursi kerja merupakan perlengkapan dari meja kerja atau mesin, sehingga kursi akan dapat dijumpai dalam jumlah yang lebih

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN (Studi Kasus Industri Tenun Pandai Sikek Sumatera Barat) Nilda Tri Putri, Ichwan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluhan Muskuloskeletal Menurut Tarwaka (2004), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat ringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merugikan terhadap kesehatan pekerja ( Naiem, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merugikan terhadap kesehatan pekerja ( Naiem, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industrialisasi dalam pembangunan Indonesia telah berkembang pesat di semua sektor, baik formal maupun informal. Perkembangan tersebut bukan saja menyajikan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan masalah dalam bidang kesehatan kerja pada saat ini. Gangguan ini akan menyebabkan penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Dalam Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Dalam Undang Undang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ketenagakerjaan merupakan upaya menyeluruh dan ditujukan kepada peningkatan, pembentukan dan pengembangan tenaga kerja yang berkualitas, produktif, efisien,

Lebih terperinci

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc MUSCULOSKELETAL DISORDERS dr.fauziah Elytha,MSc Muskuloskeletal disorder gangguan pada bagian otot skeletal yang disebabkan oleh karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pentingnya Konsep Ergonomi untuk Kenyamanan Kerja Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menserasikan antara alat, cara, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Penyelesaian masalah yang diteliti dalam penelitian ini memerlukan teoriteori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memiliki besar derajat kebebasan. Posisi ini bekerja mempromosikan

BAB I PENDAHULUAN. dan memiliki besar derajat kebebasan. Posisi ini bekerja mempromosikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di tempat kerja industri, banyak pekerja melakukan pekerjaan proses dalam posisi berdiri untuk jangka waktu yang panjang. Bekerja di posisi berdiri dapat dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana pembangunan untuk mencapai

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA Muchlison Anis Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta

Lebih terperinci

Identifikasi keluhan biomekanik dan kebutuhan operator proses packing di PT X

Identifikasi keluhan biomekanik dan kebutuhan operator proses packing di PT X Identifikasi keluhan biomekanik dan kebutuhan operator proses packing di PT X I Wayan Sukania, Lamto Widodo, Desica Natalia Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara Jakarta E-mail: iwayansukania@tarumanagara.ac.id,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah hotel. Dinas Pariwisata Bali mencatat jumlah hotel yang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah hotel. Dinas Pariwisata Bali mencatat jumlah hotel yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kunjungan wisatawan ke Bali setiap tahun mengalami peningkatan yang pesat. Biro Pusat Statistik Bali 2014 mencatat pertumbuhan jumlah wisatawan yang datang

Lebih terperinci

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Farida Ariani 1), Ikhsan Siregar 2), Indah Rizkya Tarigan 3), dan Anizar 4) 1) Departemen Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga manusia dalam proses produksinya, terutama pada kegiatan Manual Material Handling (MMH). Aktivitas

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan

BAB VI PEMBAHASAN. Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Subjek Subjek pada penelitian ini semua berjenis kelamin wanita dengan karakteristik yang dibahas adalah umur, berat badan, tinggi badan dan antropometri. 6.1.1 Umur Umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mereka dituntut membuat gambar perencanaan gedung sesuai dengan konsep dan

BAB I PENDAHULUAN. Mereka dituntut membuat gambar perencanaan gedung sesuai dengan konsep dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan perumahan, sekolah dan gedung-gedung perkantoran membawa tren tersendiri bagi para arsitek dan desainer interior. Mereka dituntut membuat gambar

Lebih terperinci

Penempatan Posisi Ketinggian Monitor Diturunkan Dapat Mengurangi Keluhan Subjektif Para Pemakai Kaca Bifokal, Bagian I

Penempatan Posisi Ketinggian Monitor Diturunkan Dapat Mengurangi Keluhan Subjektif Para Pemakai Kaca Bifokal, Bagian I Penempatan Posisi Ketinggian Monitor Diturunkan Dapat Mengurangi Keluhan Subjektif Para Pemakai Kaca Bifokal, Bagian I Oleh: I Dewa Ayu Sri Suasmini, S.Sn,. M. Erg. Dosen Desain Interior Fakultas Seni

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ergonomi Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Ergonomi adalah penerapan ilmu ilmu biologis tentang manusia bersama

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor 1 2017 ISSN 1412-7350 PERANCANGAN ALAT ANGKUT TABUNG LPG 3 KG YANG ERGONOMIS (STUDI KASUS DI UD. X) Ronal Natalianto Purnomo, Julius Mulyono *, Hadi Santosa Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah selalu menjadi polemik yang berkembang setiap tahunnya. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Sampah selalu menjadi polemik yang berkembang setiap tahunnya. Kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah selalu menjadi polemik yang berkembang setiap tahunnya. Kondisi lingkungan yang kotor merupakan salah satu masalah klasik dalam suatu wilayah perkotaan. Persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angkatan kerja tahun 2009 di Indonesia diperkirakan berjumlah 95,7 juta orang terdiri dari 58,8 juta tenaga kerja laki-laki dan 36,9 juta tenaga kerja perempuan. Sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khusus guna menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Interaksi

BAB 1 PENDAHULUAN. khusus guna menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Interaksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu meluangkan banyak waktu untuk bekerja. Hal ini karena bekerja merupakan salah satu kegiatan utama bagi setiap orang atau masyarakat untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesiasebagian warga berprofesi nelayan, kegiatan yang dilakukan oleh nelayan harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA UNTUK MENGURANGI KELUHAN BIOMEKANIK PADA AKTIFITAS LOUNDRY DI PT X

PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA UNTUK MENGURANGI KELUHAN BIOMEKANIK PADA AKTIFITAS LOUNDRY DI PT X PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA UNTUK MENGURANGI KELUHAN BIOMEKANIK PADA AKTIFITAS LOUNDRY DI PT X I Wayan Sukania, Lamto Widodo, David Gunawan Program Studi Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Egonomi Ergonomi atau ergonomis berasal dari kata Yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Ergonomi dapat didefenisikan sebagai studi tentang aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan dunia modern, mesin, peralatan dan segala produk sudah dipasarkan kepada seluruh masyarakat agar mereka merasa lebih mudah dan diuntungkan. Pada awalnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan 1. Pengertian Lelah Beberapa ahli mendefinisikan kelelahan kerja adalah : a. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output dan kondisi psikologis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini begitu banyak pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan mesin, mulai dari mesin yang sangat sederhana sampai dengan penggunaan mesin dengan berbasis

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Perbaikan Sikap Kerja Dan Penambahan Penerangan Lokal Menurunkan Keluhan

BAB VI PEMBAHASAN. Perbaikan Sikap Kerja Dan Penambahan Penerangan Lokal Menurunkan Keluhan BAB VI PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan pada BAB V tentang Perbaikan Sikap Kerja Dan Penambahan Penerangan Lokal Menurunkan Keluhan Muskuloskeletal, Kelelahan Mata Dan Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas

BAB 1 PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengacu kepada undang-undang Nomor 13 tahun 2003 pasal 86, ayat 1a, yang menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KELELAHAN 1. Pengertian Kelelahan Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif. Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN PEKERJA PADA AKTIVITAS PEMOTONGAN BAHAN BAKU PEMBUATAN KERIPIK

ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN PEKERJA PADA AKTIVITAS PEMOTONGAN BAHAN BAKU PEMBUATAN KERIPIK ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN PEKERJA PADA AKTIVITAS PEMOTONGAN BAHAN BAKU PEMBUATAN KERIPIK Nama : Dimas Harriadi Prabowo NPM : 32411114 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Hotniar Siringoringo,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I-20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi dan Produktivitas 2.1.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini terfokus pada lingkungan kerja saat ini dan data antropometri yang dibutuhkan untuk perancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cuci jet stream motor Al-Hidayah adalah suatu bidang jasa mencuci motor dengan menggunakan engine spray. Kelebihan dari cuci jet stream motor adalah bisa membersihkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI RISIKO ERGONOMI OPERATOR MESIN POTONG GUILLOTINE DENGAN METODE NORDIC BODY MAP (STUDI KASUS DI PT. XZY) ABSTRAK

IDENTIFIKASI RISIKO ERGONOMI OPERATOR MESIN POTONG GUILLOTINE DENGAN METODE NORDIC BODY MAP (STUDI KASUS DI PT. XZY) ABSTRAK IDENTIFIKASI RISIKO ERGONOMI OPERATOR MESIN POTONG GUILLOTINE DENGAN METODE NORDIC BODY MAP (STUDI KASUS DI PT. XZY) Nana Rahdiana Program Studi Teknik Industri, Universitas Buana Perjuangan Karawang Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja, modal, mesin dan peralatan dalam suatu lingkungan untuk menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. kerja, modal, mesin dan peralatan dalam suatu lingkungan untuk menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan produksi merupakan integrasi dari tenaga kerja, material, metode kerja, modal, mesin dan peralatan dalam suatu lingkungan untuk menghasilkan nilai tambah bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan pembuatannya lebih mudah. Sedangkan kain ini tenun motif

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan pembuatannya lebih mudah. Sedangkan kain ini tenun motif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenun Ikat Troso Sri Rejeki merupakan salah satu UKM yang memproduksi kain tenun ikat yang berada di desa Troso, Pecangaan, Jepara. Kain tenun ikat merupakan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan perhatian dari suatu industri. Hal tersebut merupakan input perusahaan yang penting karena tanpa adanya

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC BAB V ANALISA HASIL 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, OWAS & QEC Berdasarkan bab sebelumnya, maka pada bab ini akan dilakukan analisis hasil pengolahan data terhadap pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri pengolahan air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merk dagang. keselamatan dan kesehatan akan aman dari gangguan.

BAB I PENDAHULUAN. industri pengolahan air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merk dagang. keselamatan dan kesehatan akan aman dari gangguan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT. Guwatirta Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merk dagang UTRA. Dalam perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) saat ini tengah menjadi salah satu fokus pemerintah. Hal ini karena Industri Kecil dan Menengah (IKM) merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batik merupakan kerajinan tangan yang bernilai seni tinggi yang pada tanggal 2 Oktober 2009 ditetapkan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor pekerja masih sangat mempengaruhi tingkat produktivitas suatu sistem produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laundry dikenal sebagai kegiatan binatu atau pencucian pakaian dengan. mencucikan pakaian-pakaian (Samsudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Laundry dikenal sebagai kegiatan binatu atau pencucian pakaian dengan. mencucikan pakaian-pakaian (Samsudin, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia usaha laundry atau dari dulu dikenal dengan istilah binatu beberapa tahun terakhir usaha ini sangatlah berkembang pesat. Laundry dikenal sebagai kegiatan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan untuk menjelaskan hasil dari

Lebih terperinci

Djamal Thaib, B.Sc, S.IP, M.Sc. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Binawan 4/26/2012

Djamal Thaib, B.Sc, S.IP, M.Sc. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Binawan 4/26/2012 Djamal Thaib, B.Sc, S.IP, M.Sc. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Binawan 1 PENDAHULUAN Keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan adalah dambaan setiap insan. Kesehjahteraan bisa dicapai jika manusia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri yang semakin pesat saat ini memunculkan berbagai jenis usaha. Semua kegiatan perindustrian tersebut tidak terlepas dari peran manusia, mesin dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Ergonomi Nurmianto (2003 : 1) mengatakan istilah ergonomic berasal dari bahasa latin yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam dan juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja, selain dalam rangka efektivitas, efisiensi

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian terhadap proses pekerjaan finishing yang terdiri dari pemeriksaan kain, pembungkusan kain, dan pengepakan (mengangkat kain) ini memiliki

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD Satria merupakan usaha kecil menengah yang bergerak di bidang produksi linggis. Usaha ini dikelola secara turun menurun yang didirikan pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena tenaga kerja merupakan pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan tersebut, maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat ilmu pengetahuan selalu mengalami perkembangan melalui pembelajaran, penyempurnaan, atau temuan baru secara interaktif, berkolaborasi dengan berbagai kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Namun, menurut Notoadmodjo

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Namun, menurut Notoadmodjo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya mendukung perkembangan perekonomian kota Medan, pemerintah menyediakan kawasan-kawasan industri dengan manajemen terpadu. Kebijakan pengembangan sektor

Lebih terperinci

Ergonomi dan K3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) FTP UB 2016

Ergonomi dan K3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) FTP UB 2016 Ergonomi dan K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) FTP UB 2016 Review Kecelakaan Kerja EVENT LOSS UNWANTED What is ergonomics Apa itu Ergonomi? Berasal dari kata Yunani ergon yang berarti kerja dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sales Promotion Girl 2.1.1. Definisi Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam pemasaran atau promosi suatu produk. Profesi ini biasanya menggunakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi mengenai analisis dan interpretasi hasil berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan untuk menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam beraktifitas membutuhkan suatu alat yang dirancang atau

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam beraktifitas membutuhkan suatu alat yang dirancang atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam beraktifitas membutuhkan suatu alat yang dirancang atau didesain khusus untuk membantu pekerjaan manusia agar menjadi lebih mudah. Desain yang tepat

Lebih terperinci

RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS

RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS PKMT-2-1-1 RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS Mirta Widia, Mia Monasari, Vera Methalina Afma, Taufik Azali Jurusan Teknik Industri, Universitas Andalas, Padang ABSTRAK Perancangan wheelbarrow

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Masalah Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan adanya aktivitas manual yaitu

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK TUGAS AKHIR ANALISA POSTUR KERJA DAN PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING INDUSTRI KECIL (Studi kasus: Industri Kecil Pembuatan Tahu di Kartasuro) Diajukan sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia industri saat ini sangat berkembang pesat di Indonesia. Akan tetapi kepedulian para pengusaha baik perusahaan besar maupun kecil terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring meningkatnya pertumbuhan perekonomian di Indonesia, membuat pembangunan juga semakin meningkat. Banyak pembangunan dilakukan di wilayah perkotaan maupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Ergonomi Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan informasi tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia untuk perancangan mesin, peralatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya dikarenakan penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja, sebagaian besar diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aspek-aspek ergonomi dalam suatu proses rancang bangun fasilitas kerja adalah merupakan suatu faktor penting dalam menunjang peningkatan pelayanan jasa produksi (Eko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di

BAB I PENDAHULUAN. dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perkuliahan memiliki berbagai macam sistem yang disesuaikan dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di Universitas Udayana sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protein nabati yang cukup tinggi. Tempe adalah makanan yang dibuat

BAB I PENDAHULUAN. protein nabati yang cukup tinggi. Tempe adalah makanan yang dibuat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tempe adalah makanan yang populer di negara kita. Meskipun merupakan makanan yang sederhana, tetapi tempe mempunyai atau mengandung sumber protein nabati yang

Lebih terperinci

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS Dian Palupi Restuputri *1, Erry Septya Primadi 2, M. Lukman 3 1,2,3 Universitas Muhammadiyah Malang Kontak person:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap dalam bekerja :

BAB II LANDASAN TEORI. diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap dalam bekerja : BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Postur Kerja Postur atau sikap kerja merupakan suatu tindakan yang diambil pekerja dalam melakukan pekerjaan (Nurmianto, 2004). Terdapat 3 klasifikasi sikap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan bagian dari Ilmu Kesehatan Masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang maksimal, pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada pengembangan dan pendayagunaan Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan setelah perang dunia kedua, tepatnya tanggal 12 Juli 1949 di Inggris

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan setelah perang dunia kedua, tepatnya tanggal 12 Juli 1949 di Inggris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pengkajian hubungan manusia dengan lingkungan kerja sebenarnya sudah lama dilakukan oleh manusia, tetapi pengembangannya yang lebih mendalam baru dilakukan setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas teori-teori yang digunakan sebagai landasan dan dasar pemikiran yang mendukung analisis dan pemecahan permasalahan dalam penelitian ini. 2.1 Kajian Ergonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai sistem muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal

BAB I PENDAHULUAN. mengenai sistem muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melaksanakan sebuah pekerjaan dapat membuat seseorang berisiko mengalami gangguan atau cedera. Kebanyakan cedera akibat kerja biasanya mengenai sistem muskuloskeletal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri manufaktur di Indonesia, sekarang ini mengalami. pangsa pasar tidak hanya lokal tetapi internasional. Industri seperti ini

BAB I PENDAHULUAN. Industri manufaktur di Indonesia, sekarang ini mengalami. pangsa pasar tidak hanya lokal tetapi internasional. Industri seperti ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri manufaktur di Indonesia, sekarang ini mengalami perkembangan yang pesat. Khususnya bagi industri mebel yang memiliki pangsa pasar tidak hanya lokal tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi yang signifikan terhadap kecelakaan kerja. negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi yang signifikan terhadap kecelakaan kerja. negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukkan hasil bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelelahan kerja merupakan permasalahan yang umum di tempat kerja yang sering kita jumpai pada tenaga kerja. Menurut beberapa peneliti, kelelahan secara nyata

Lebih terperinci

Mempelajari Proses Produksi Dan Postur Kerja Operator Pada Pemindahan Karung Pupuk Urea Bersubsidi Di PT Pupuk Kujang

Mempelajari Proses Produksi Dan Postur Kerja Operator Pada Pemindahan Karung Pupuk Urea Bersubsidi Di PT Pupuk Kujang Mempelajari Proses Produksi Dan Postur Kerja Operator Pada Pemindahan Karung Pupuk Urea Bersubsidi Di PT Pupuk Kujang Nama : Tehrizka Tambihan NPM : 37412336 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Rossi

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN PENGUPAS KULIT LADA TIPE TIRUS PUTARAN VERTIKAL BERDASARKAN METODE NORDIC BODY MAP (NBM) DAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI

RANCANG BANGUN MESIN PENGUPAS KULIT LADA TIPE TIRUS PUTARAN VERTIKAL BERDASARKAN METODE NORDIC BODY MAP (NBM) DAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI RANCANG BANGUN MESIN PENGUPAS KULIT LADA TIPE TIRUS PUTARAN VERTIKAL BERDASARKAN METODE NORDIC BODY MAP (NBM) DAN PENDEKATAN ANTROPOMETRI ALMIZAN Program Studi Teknik Industri, Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Review PT. Union Jaya Pratama PT Union Jaya Pratama merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan kasur busa. Hasil produksi dikelompokkan menjadi 3 jenis berdasarkan

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. ENGINEERING DESIGN PROCESS Engineering design process atau proses desain engineering merupakan proses atau tahapan dimana seorang engineer merancang sebuah produk/alat atau mesin

Lebih terperinci

terjadi karena kerja berlebihan (ougkverexertion) atau gerakan yang berulang

terjadi karena kerja berlebihan (ougkverexertion) atau gerakan yang berulang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia kerja, seseorang atau sekelompok pekerja dapat berisiko mengalami penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan. Kesehatan kerja

Lebih terperinci