Gambaran Umum Wilayah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambaran Umum Wilayah"

Transkripsi

1 Bab. 2 Gambaran Umum Wilayah 2.1. Geografis, Administratif Dan Kondisi Fisik Geografis Kabupaten Bantaeng terletak dibagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan dengan jarak kira-kira 120 km dari Kota Makassar ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis Kabupaten Bantaeng terletak pada 05-º21 15 LS sampai 05º34 3 LS dan 119º51 07 BT sampai 120º51 07 BT. Membentang antara Laut Flores dan Gunung Lompo Battang, dengan ketinggian dari permukaan laut 0 sampai ketinggian lebih dari 100 m dengan panjang pantai 21,5 km. Secara umum luas wilayah Kabupaten Bantaeng adalah 395,83 km2 Kabupaten Bantaeng mempunyai batas-batas sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Pegunungan Lompo Battang Kabupaten Gowa dan Kabupaten Sinjai. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto Tabel 2.1 Posisi Geografis Kabupaten Bantaeng Menurut Kecamatan Kecamatan Bujur Lintang Ketinggian (mdpl) Bissappu 119 o BT 05 o LS m Uluere 119 o BT 05 o LS m Sinoa 119 o BT 05 o LS m Bantaeng 119 o BT 05 o LS m Eremerasa 119 o BT 05 o LS m Tompobulu 120 o BT 05 o LS m Pajukukang 120 o BT 05 o LS m Gantarangkeke 120 o BT 05 o LS m Sumber : Bantaeng Dalam Angka, 2012

2 Peta 2.1 PETA ORIENTASI KABUPATEN BANTAENG KAB.BANTAENG Sumber : RTRW K abupate n Bantaeng

3 Administratif Secara administrasi, Kabupaten Bantaeng terdiri dari 8 kecamatan dengan 67 kelurahan/desa. Secara geografis, Kabupaten Bantaeng terdiri dari 3 kecamatan tepi pantai (Kecamatan Bissappu, Bantaeng dan Pa jukukang), dan 5 kecamatan bukan pantai (Kecamatan Uluere, Sinoa, Gantarangkeke, Tompobulu dan Eremerasa). Dengan perincian 17 desa/kelurahan pantai dan 50 desa/kelurahan bukan pantai. Kecamatan di Kabupaten Bantaeng terlihat dalam tabel berikut : No Kecamatan Tabel 2.2 Tabel Administratif Kabupaten Bantaeng Ibu Kota Kecamatan Jumlah Desa/kel Jumlah Penduduk (Jiwa*) Luas (km 2 ) Persentase Terhadap Luas Kabupaten 1 Bissappu Bonto Manai ,30 % 2 Bantaeng Pallantikang ,29 % 3 Tompobulu Banyorang ,45 % 4 Ulu Ere Loka ,00 % 5 Pa Jukukang Tanetea ,35 % 6 Eremerasa Kampala ,37 % 7 Sinoa Sinoa ,86 % 8 Gantarangkeke Gantarangkeke ,38 % Total ,00 % *) Sumber : Bantaeng Dalam Angka, 2012 KAB.BANTAENG 3

4 Peta 2.2 PETA ADMINISTRASI KABUPATEN BANTAENG KAB.BANTAENG Sumber : RTRW K abupate n Bantaeng

5 Kondisi Fisik Wilayah Keadaan Topografi Berdasarkan kemiringan lereng 2-15% merupakan kelerengan terluas yaitu ha (42,64%). Sedangkan wilayah dengan lereng 0-2% hanya seluas ha atau 14,99% dari luas wilayah kabupaten dengan wilayah kelerengan lebih dari 40% yang tidak dimanfaatkan seluas ha atau 21,69% dari luas wilayah kawasan hutan. Kemiringan 0-2% 2-15% 15 40% > 40% Tabel 2.3 Kabupaten Bantaeng Menurut Kemiringan Sumber : RTRW Kabupaten Bantaeng, 2011 Letak Sepanjang pantai di Kecamatan Bissappu, Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Pa jukukang Kecamatan Bissappu, Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Gantarangkeke Kecamatan Sinoa, Kecamatan Bantaeng, Kecamatan Eremerasa dan Kecamatan Tompobulu Kecamatan Uluere, Kecamatan Eremerasa dan Kecamatan Tompobulu Ketinggian 0 10 mdpl mdpl mdpl mdpl mdpl > mdpl Tabel 2.4 Kabupaten Bantaeng Menurut Ketinggian Sumber : RTRW Kabupaten Bantaeng, 2011 Letak Terletak pada bagian selatan sepanjang pesisir pantai dan memanjang dari timur ke barat Di atas permukaan laut terletak di Kecamatan Bissappu, Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Pa jukukang Di atas permukaan laut terletak di Kecamatan Bissapu, Kecamatan Bantaeng, Kecamatan Tompobulu, Kecamatan Pa jukukang dan Gantarang Keke. Terletak di Kecamatan Bissappu, Kecamatan Bantaeng, Kecamatan Tompobulu dan Pa jukukang Di atas permukaan laut terletak di Kecamatan Bissappu, Kecamatan Uluere, Kecamatan Bantaeng Eremerasa, Kecamatan Tompobulu dan Kecamatan Sinoa Diatas permukaan laut terletak di Kecamatan Uluere, Kecamatan Bantaeng, Kecamatan Eremerasa dan Kecamatan Tompobulu KAB.BANTAENG 5

6 Peta 2.3 PETA TOPOGRAFI KABUPATEN BANTAENG Sumber : RTRW K abupate n Bantaeng 2011 KAB.BANTAENG 6

7 Kondisi Geologi dan Tanah Karakteristik batuan dan tanah di Kabupaten Bantaeng di kelompok dalam 6 satuan batuan dengan urutan pembentukan dari tua ke muda, yaitu : Satuan Tufa Satuan Breksi Lahar Satuan Lava Basal Satuan Agglomerat Satuan Intrusi Andesit Endapan Alluvial Alluvial Jenis Batuan Tabel 2.5 Persebaran Jenis Batuan di Kabupaten Bantaeng Lokasi Kec. Bissappu, Kec. Bantaeng dan Kec. Pa jukukang Breksi Laharik Kec. Bissappu, Kec. Bantaeng, Kec. Eremerasa, Kec. Tompobulu, Kec. Pa jukukang Dan Kec. Gantarang Keke Kelompok Basal Kec. Bissappu, Kec. Bantaeng, Kec. Sinoa, Kec. Eremerasa, dan Kec. Tompobulu Piroklastik Kec. Sinoa dan Kec. Tompobulu Sumber : RTRW Kabupaten Bantaeng, 2011 Jenis Tanah Andosol Coklat Tabel 2.6 Persebaran Jenis Tanah di Kabupaten Bantaeng Lokasi Kec. Ulu Ere, Kec. Tompobulu Latosol Colat-Kuning Kec. Sinoa, Kec. Bantaeng, Kec. Eremerasa dan Kec. Tompobulu Mediteran Kec. Bissappu, Kec. Bantaeng, Kec. Sinoa, Kec. Eremerasa, Kec. Tompobulu, Kec. Pa jukukang Dan Kec. Gantarang Keke Regosol Coklat-Kelabu Kec. Bissappu, Kec. Bantaeng, dan Kec. Pa jukukang Sumber : RTRW Kabupaten Bantaeng, 2011 KAB.BANTAENG 7

8 Peta 2.4 PETA GEOLOGI KABUPATEN BANTAENG Sumber : RTRW K abupate n Bantaeng 2011 KAB.BANTAENG 8

9 Peta 2.5 PETA JENIS TANAH KABUPATEN BANTAENG Sumber : RTRW K abupate n Bantaeng 2011 KAB.BANTAENG 9

10 Kondisi Klimatologi Kabupaten Bantaeng tergolong iklim tropis basah dengan curah hujan tahunan ratarata setiap bulan 490,17 mm dengan jumlah hari hujan berkisar 426 hari per tahun. Temperatur udara rata - rata 23 C sampai 33'C Dengan dua musim dan perubahan iklim setia tahunnya yang sangat spesifik karena merupakan daerah peralihan Iklim Barat (Sektor Barat) dan Iklim Timur (Sektor Timur) dari wilayah Sulawesi Selatan : Oktober Maret, intensitas hujan rendah tetapi merata. April Juli, intensitas hujan tinggi terutama Juni Juli. Kemarau yang ekstrim hanya periode Agustus September. Pada saat sektor barat musim hujan yaitu antara bulan Oktober s/d Maret, Kabupaten Bantaeng juga mendapatkan hujan dan pada musim timur yang berlangsung antara April s/d September, Kabupaten Bantaeng juga mendapat hujan. Akibat dari pengaruh dua iklim ini, maka sebagian besar wilayah Bantaeng mendapat curah hujan merata sepanjang tahun. Sifat hujan pada musim barat curah hujannya relatif rendah, tetapi hari hujannya agak panjang, sedangkan sifat hujan sektor timur curah hujannya lebih deras tetapi hari hujannya relatif pendek. Tabel 2.7 Rata-rata Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan Setiap Bulan Kabupaten Bantaeng Tahun 2011 Bulan Jumlah Hari Hujan Curah Hujan (mm) Januari 5,33 9,67 Pebruari 2,33 14,17 Maret 7,33 18,33 April 8,33 12,13 Mei 9,67 30,47 Juni 3,67 30,33 Juli 1,67 12,67 Agustus 1 2,22 September 0,67 1,5 Oktober 4 13,46 Nopember 3,67 11,81 Desember 5,33 12,57 Sumber : Bantaeng Dalam Angka, 2012 KAB.BANTAENG 10

11 Peta 2.6 PETA CURAH HUJAN KABUPATEN BANTAENG Sumber : RTRW K abupate n Bantaeng 2011 KAB.BANTAENG 11

12 Kondisi Hidrologi Dengan wilayah yang bergunung dan berbukit, Kabupaten Bantaeng dilalui oleh 11 buah sungai sedang dan kecil yang kesemuanya berhulu dan bermuara di Kabupaten Bantaeng dengan panjang sungai keseluruhan 187,05 km atau dengan rata-rata panjang sungai 17 km. Selain berfungsi sebagai pengendali banjir, irigasi dan drainase, Daerah Aliran Sungai (DAS) ini penting karena merupakan kawasan budidaya sekaligus merupakan Catchment Area dari mata air Eremerasa yang merupakan salah satu asset kebanggaan masyarakat Bantaeng yang selama ini menjadi objek wisata permandian alam dan sudah dilengkapi dengan kolam renang dan sarana lainnya. Sumber mata air ini juga menjadi sumber air bersih PDAM untuk kebutuhan Kota Bantaeng dan perusahaan air mineral merk Vita, Aquadaeng dan Air Qita. Dari beberapa sungai yang ada, 3 (tiga) diantaranya mengalir melintasi kota Bantaeng yaitu : 1. Sungai Biangloe mempunyai sumber mata air dari gunung Lompobattang mengalir menyusuri Desa Kampala dan Desa Barua yang bermuara ke laut Flores. Debit air sungai Biangloe pada kondisi musim kemarau berkisar antara 2,5-4 m3 per detik dan pada saat kondisi normal biasanya mencapai m3 per detik. Sungai Biangloe telah dimanfaatkan sebagai irigasi dan sumber air baku dengan debit sebesar 20 l/dtk. 2. Sungai Calendu mempunyai mata air dari gunung Lompobattang mengalir melewati pusat kota dan bermuara di laut Flores. Kapasitas debit air pada kondisi normal berkisar antara 1-3 m3 per detik dan pada saat musim hujan mencapai 7-10 m3 per detik. Pada saat ini sungai Celendu dimanfaatkan sebagai irigasi desa. 3. Sungai Garegea yang mempunyai mata air dari gunung Lompobattang mengalir melewati pusat dan bermuara di laut Flores. Kapasitas debit air pada kondisi normal berkisar antara 1-2 m3 per detik dan pada saat musim hujan bisa mencapai 4-6 m3 per detik. Pada saat ini, sungai sungai Garegea belum dimanfaatkan. Tabel 2.7 Nama dan Panjang Sungai di Kabupaten Bantaeng Sungai Panjang (km) Kecamatan yang dilintasi Pamosa 1,75 Pajukukang Turung Asu 7,40 Tompobulu, Gantarangkeke, Pajukukang Balang Sikuyu 10,80 Uluere, Sinoa, Bissappu Panaikang 11,75 Uluere, Sinoa, Bissappu Kalamassang 14,20 Tompobulu, Gantarangkeke, Pajukukang Lemoa 14,45 Uluere, Bissappu Kaloling 17,10 Tompobulu, Gantarangkeke, Pajukukang Biangkeke 20,45 Tompobulu, Gantarangkeke, Pajukukang Calendu 20,70 Uluere, Bantaeng Bialo 43,30 Uluere, Tompobulu Nipa-Nipa 25,15 Tompobulu, Gantarangkeke, Pajukukang Pamosa 1,75 Pajukukang Sumber : RTRW Kabupaten Bantaeng, 2011 KAB.BANTAENG 12

13 Peta 2.7 PETA HIDROLOGI KABUPATEN BANTAENG Sumber : RTRW K abupate n Bantaeng 2011 KAB.BANTAENG 13

14 Luas Potensi Lahan Sesuai penggunaannya, lahan di Kabupaten Bantaeng dapat dirinci yaitu lahan terluas adalah tegalan/kebun (48,04%), sawah (17,64%), hutan negara (15,13%), perkebunan rakyat (9,42%), hutan rakyat (3,73%), tanah tandus/lain-lain (3,12%), pemukiman (2,51%) dan tambak (0,41%). Tabel 2.8 Luas Lahan Kabupaten Bantaeng menurut Penggunaannya Penggunaan Lahan Luas (Ha) Presentase (%) Tegalan/Kebun ,04 Sawah ,64 Hutan Negara ,13 Perkebunan Rakyat ,42 Hutan Rakyat ,73 Tanah Tandus ,12 Pemukiman 995 2,51 Tambak 162 0,41 Jumlah ,00 Sumber : RTRW Kabupaten Bantaeng, 2011 KAB.BANTAENG 14

15 Peta 2.8 PETA TUTUPAN LAHAN KABUPATEN BANTAENG Sumber : RTRW K abupate n Bantaeng 2011 KAB.BANTAENG 15

16 2.2. Demografis Distribusi dan Kepadatan Penduduk Bada Pusat Statistik dalam melakukan pendataan menggunakan konsep usual residence yaitu penduduk dicatat sesuai dengan dimana biasanya dia tinggal, tanpa perlu memperhatikan apakah orang tersebut mempunyai KTP atau tidak, dengan menerapkan batasan telah menetap di wilayah tersebut selama 6 bulan atau lebih atau kurang dari 6 bulan namun berniat menetap disitu, maka jika memenuhi persyaratan tersebut, maka akan dicatat sebagai penduduk disitu dan tentunya ini akan menghindari terjadinya kejadian penduduk tercatat dua kali di tempat yang berbeda. Tabel 2.9 Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten Bantaeng menurut Kecamatan Tahun 2011 Kecamatan Luas (km 2 ) Jumlah Penduduk (orang) Kepadatan Penduduk (orang/km 2 ) Banyaknya Rumah Tangga Kepadatan Penduduk per Rumahtangga Bissappu 32, , Uluere 67, , Sinoa 43, , Bantaeng 28, , Eremerasa 45, , Tompobulu 76, , Pajukukang 48, , Gantarangkeke 52, , Jumlah 395, , Sumber : Bantaeng Dalam Angka, 2012 KAB.BANTAENG 16

17 Tabel 2.10 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Bantaeng 5 Tahun Terakhir ( ) KAB.BANTAENG 17

18 Peta 2.9 PETA KEPADATAN PENDUDUK KABUPATEN BANTAENG Sumber : RTRW K abupate n Bantaeng 2011 KAB.BANTAENG 18

19 Berdasarkan tabel 2.10 diatas, rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Bantaeng selama kurun waktu 5 tahun ( ) adalah 441 jiwa/km2. Kepadatan penduduk yang tertinggi berada di Kecamatan Bantaeng, Kecamatan Bissapu dan Kecamatan Pa jukukang. Pada tahun 2011 kepadatan di Kecamatan Bantaeng sebesar jiwa/km2, Kecamatan Bissappu sebesar 951 jiwa/km2 dan Kecamatan Pa jukukang sebesar 599 jiwa/km2. Tingginya kepadatan penduduk di 3 kecamatan tersebut dikarenakan 3 kecamatan tersebut merupakan daerah perkotaan sekaligus daerah pesisir yang merupakan wilayah yang dilalui oleh jalan nasional penghubung antar Kabupaten dan desa-desa sekitarnya, yang menyediakan berbagai macam pusat kegiatan, seperti pusat kegiatan ekonomi dan pusat kegiatan pemerintahan, dan juga tersedianya berbagai macam sarana prasarana yang lebih baik dan lebih lengkap. Sedangkan kepadatan yang terendah yaitu di Kecamatan Uluere (162 jiwa/km2). Beberapa penyebab rendahnya kepadatan penduduk di kecamatan ini diantaranya adalah karena topografinya yang berbukit bukit, lahan yang ada kurang cocok untuk dijadikan permukiman dan sarana prasarana yang tersedia kurang lengkap. Walaupun Kecamatan ini memiliki lahan yang luas (Kecamatan terluas ke-2 dengan luas lahan 67,29 km2) tetapi karena kurang cocok untuk permukiman maka kurang penduduk yang memilih untuk tinggal di kecamatan tersebut. Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Bantaeng mempunyai kepadatan penduduk yang berbedabeda. Tidak meratanya distribusi penduduk disebabkan karena beberapa hal, diantaranya adalah karena faktor geografis, sosial dan ekonomi. Dari faktor geografis, penduduk akan lebih terkosentrasi ke daerah dataran rendah (dengan topografi datar) daripada daerah dataran tinggi (topografi yang bergelombang). Faktor sosial ekonomi juga memiliki pengaruh, penduduk akan lebih terkosentrasi ke daerah yang berkembang. Seperti di Kecamatan Bantaeng, Kecamatan Bissapu, Kecamatan Pa jukukang dan Ere Merasa. Jadi tingginya angka kepadatan selain karena daerahnya yang datar adalah karena daerah tersebut mengalami banyak perkembangan baik dari sisi ekonomi maupun sisi yang lain. KAB.BANTAENG 19

20 Struktur Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Bantaeng berdasarkan data tahun 2011 didominasi oleh penduduk dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak jiwa (51,6%) dan laki-laki sebanyak jiwa (48,4%) dari total jumlah penduduk kabupaten Bantaeng sebanyak jiwa yang tersebar di delapan kecamatan. Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Bantaeng yaitu sebanyak jiwa dan yang terkecil terdapat di Kecamatan Ulu Ere yaitu sebanyak jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari penduduk berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dapat tercermin dari angka perbandingan antara jenis kelamin atau yang biasa disebut rasio jenis kelamin. Sementara rasio jenis kelamin yang tertinggi terletak pada Kecamatan Ulu Ere, sedangkan rasio jenis kelamin terendah terdapat di Kecamatan Tompobulu dan Gantarangkeke. Tabel 2.11 Jumlah Penduduk Kabupaten Bantaeng menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2011 Kecamatan Penduduk (Jiwa) Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Ratio Bissappu Uluere Sinoa Bantaeng Eremerasa Tompobulu Pajukukang Gantarangkeke Jumlah Sumber : Bantaeng Dalam Angka, 2012 KAB.BANTAENG 20

21 Penggambaran penduduk menurut kelompok umur berguna untuk mengetahui jumlah penduduk produktif dan penduduk non produktif, hal ini akan berpengaruh pada angkatan kerja di suatu wilayah serta tingkat ketergantungan penduduk non produktif pada penduduk produktif. Selain itu, penggambaran penduduk menurut struktur umur juga diperlukan untuk perhitungan penyediaan fasilitas sosial dan ekonomi. Dilihat dari struktur umur penduduk, suatu wilayah dapat dikatagorikan kedalam 3 klasifikasi : Penduduk tua (old population), jika penduduk yang berumur antara 0-14 tahun < 30% dan penduduk yang berumur +65 tahun >10% Penduduk muda (young population), jika penduduk yang berumur antara 0-14 tahun > 0% dan penduduk yang berumur +65 tahun <5% Penduduk produktif (productive population), jika penduduk yang berumur antara 0-14 tahun berkisar 30% sampai 40% dan penduduk yang berumur +65 tahun berkisar antara 5% sampai 10% Struktur penduduk Kabupaten Bantaeng menurut kelompok umur memperlihatkan struktur umur muda. Kelompok usia sekolah relatif lebih banyak dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Ini menunjukan bahwa struktur penduduk Kabupaten Bantaeng sedang dalam masa perkembangan dan dimungkinkan laju pertumbuhan penduduk ditahun mendatang tinggi. Jumlah penduduk usia produktif Kabupaten Bantaeng adalah jiwa dan jumlah penduduk usia tidak produktif adalah jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Kelompok Umur Tabel 2.12 Jumlah Penduduk Kabupaten Bantaeng menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2011 Penduduk (Jiwa) Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase (%) , , , , , , , , , , , , , ,91 Jumlah ,00 Sumber : Bantaeng Dalam Angka, 2012 KAB.BANTAENG 21

22 Laju Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Bantaeng dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2007 jumlah penduduk Kabupaten Bantaeng sebanyak jiwa dan pada tahun 2011 jumlah mencapai jiwa. Data tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk selama kurun waktu lima tahun terakhir yaitu jiwa atau rata-rata pertumbuhan 1,01% setiap tahun. Pertambahan jumlah penduduk terbanyak terjadi pada tahun sebanyak jiwa dan pertambahan jumlah penduduk terkecil terjadi pada tahun sebanyak jiwa. Laju pertumbuhan terbesar terjadi pada Kecamatan Uluere sebesar 1,0115% kemudian disusul oleh Kecamatan Pajukukang sebesar 1,0111%. Laju pertumbuhan terkecil terjadi pada Kecamatan Tompobulu yaitu 0,9977%. Tabel 2.13 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bantaeng menurut Kecamatan Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) Laju Kecamatan Pertumbuhan Penduduk (%) 1. Bissappu , Bantaeng , Tompobulu , Ulu ere , Pa'jukukang , Ere Merasa , Sinoa , Gantarang keke ,9995 Jumlah ,01 Sumber : Badan Pusat Statistik Bantaeng Grafik 2.1 Grafik Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bantaeng Tahun KAB.BANTAENG 22

23 Proyeksi Laju Pertumbuhan Penduduk Proyeksi secara umum adalah untuk mengetahui perkembangan di masa yang akan datang berdasarkan data yang telah ada. Proyeksi pada dasarnya merupakan suatu perkiraan atau taksiran mengenai terjadinya suatu kejadian (nilai dari suatu variabel) untuk waktu yang akan datang. Hasil proyeksi menggambarkan tingkat kemampuan untuk masa yang akan datang. Untuk menghindari atau mengurangi tingkatan resiko dari kesalahan, maka diperlukan asumsi-asumsi yang dibuat oleh pihak pengambil keputusan, yang didukung oleh proyeksi tentang tingkat kemampuan populasi peternakan di masa depan secara objektif. Proyeksi penduduk bukan merupakan ramalan jumlah penduduk tetapi suatu perhitungan ilmiah yang didasarkan pada asumsi dari komponen-komponen laju pertumbuhan penduduk, yaitu kelahiran, kematian, dan perpindahan (migrasi). Untuk menghitung laju pertumbuhan penduduk, digunakan rumus yaitu : r = {(P t /P 0 ) (1/t) -1} x 100 dimana: r = laju pertumbuhan penduduk Pt = Jumlah penduduk pada tahun ke t P0 = Jumlah penduduk pada tahun dasar t = selisih tahun Pt dengan P0 Sedangkan untuk menghitung proyeksi laju pertumbuhan penduduk menggunakan asumsi pada Pertumbuhan Geometri, karena laju pertumbuhan ini bersifat berskala atau bertahap dalam selang waktu tertentu. Adapun Rumus yang digunakan sebagai berikut: P n = P 0 ( 1 + r ) n dengan : P n = Jumlah penduduk pada n tahun P 0 = Jumlah penduduk pada awal tahun r = Tingkat pertumbuhan penduduk n = Periode waktu dalam tahun Adapun jumlah dan kepadatan penduduk 3-5 tahun terakhir serta hasil proyeksi laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bantaeng selama 5 tahun kedepan, dapat dilihat pada tabel berikut : KAB.BANTAENG 23

24 Tabel 2.14 Proyeksi Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Bantaeng 5 Tahun Mendatang ( ) Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan (Jiwa/Km2) Bissappu 32, Bantaeng 28, Tompobulu 76, Uluere 67, Pa'jukukang 48, Eremerasa 45, Sinoa 43, Gantarangkeke 52, Jumlah 395, Sumber : Bappeda Bantaeng (diolah Pokja) KAB.BANTAENG 24

25 2.3. Keuangan dan Perekonomian Daerah Pendapatan dan Belanja Daerah Dalam rangka peningkatan pelayanan riil kepada masyarakat, maka pemerintah pusat melalui pemberlakuan otonomi daerah telah memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah kabupaten/kota untuk melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Aplikasi dari kewenangan tersebut akan tercermin dalam kebijakan penyusunan anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dengan mengacu kepada undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Kondisi ini diharapkan dapat mendorong peningkatan peran serta masyarakat sekaligus menumbuhkan prakarsa dan kreatifitasnya dalam pembangunan daerah. Dalam hal ini kedepan pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator dan mediator dalam proses pembangunan, baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan pembangunan di setiap bidang dan aspek. Dengan demikian, masyarakat tidak lagi menjadi obyek pembangunan, tetapi sebaliknya diharapkan dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan. Untuk memperoleh gambaran mengenai perkembangan realisasi pendapatan dan belanja Kabupaten Bantaeng selama 5 (Lima) Tahun terakhir, dapat dilihat pada tabel berikut : KAB.BANTAENG 25

26 No Tabel 2.15 Rincian Penerimaan dan Pengeluaran APBD Kabupaten Bantaeng Tahun Realisasi Anggaran Tahun A Pendapatan (a.1 + a.2 + a.3) a.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) a.1.1 Pajak daerah a.1.2 Retribusi daerah a.1.3 Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan a.1.4 Lain-lain pendapatan daerah yang sah a.2 Dana Perimbangan (Transfer) a.2.1 Dana bagi hasil pajak a.2.2 Dana bagi hasil bukan pajak a.2.3 Dana alokasi umum a.2.4 Dana alokasi khusus a.3 Lain-lain Pendapatan yang Sah a.3.1 Hibah a.3.2 Dana darurat a.3.3 Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kab./kota a.3.4 Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus a.3.5 Bantuan keuangan dari provinsi/pemerintah daerah lainnya B Belanja (b1 + b.2) b.1 Belanja Operasi b.1.1 Belanja Pegawai b.1.2 Belanja Barang dan Jasa b.1.3 Belanja Bunga b.1.4 Belanja Subsidi b.1.5 Belanja Hibah b.1.6 Belanja Bantuan Sosial b.1.7 Belanja Bantuan Keuangan b.2 Belanja Modal b.2.1 Belanja Tanah b.2.2 Belanja Peralatan dan Mesin , b.2.3 Belanja Gedung dan Bangunan b.2.4 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan b.2.5 Belanja Aset Tetap Lainnya b.2.6 Belanja Aset Lainnya b.3 Belanja Bagi Hasil b.3.1 Bagi Hasil Pajak b.3.2 Bagi Hasil Retribusi b.3.3 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya b.4 Belanja Tidak Terduga Surplus/Defisit Anggaran Sumber : Bantaeng Dalam Angka, 2012 (Juta Rupiah) Rata2 pertumbuhan KAB.BANTAENG 26

27 Belanja Sanitasi Daerah Berikut gambaran pendanaan sanitasi tingkat SKPD per-sub Sektor dan perbandingannya terhadap jumlah total belanja APBD serta hasil perhitungan belanja sanitasi per kapita penduduk Kabupaten Bantaeng : Tabel 2.16 Rekapitulasi Realisasi Pendanaan Sanitasi per-sub Sektor Kabupaten Bantaeng Tahun No Subsektor Belanja (Rp) Ratarata Air Limbah (1a+1b) a Dinas PU dan Kimpraswil b Bappedalda c Dinas Kesehatan d Bappeda Sampah (2a+2b) a Dinas PU dan Kimpraswil b Bappedalda c Dinas Kesehatan d Bappeda Drainase (3a+3b) a Dinas PU dan Kimpraswil b Bappedalda c Bappeda Aspek PHBS a Dinas Kesehatan b RSUD Anwar Makktutu Total Belanja Sanitasi ( ) Total Belanja APBD Proporsi Belanja Sanitasi % 2% 1% 1% 2% 2% Total Belanja APBD 5/6) 8 Proporsi Belanja Air Limbah- Belanja Sanitasi (1/5) 9 Proporsi Belanja Sampah - Belanja Sanitasi (2/5) 10 Proporsi Belanja Drainase - Belanja Sanitasi (3/5) 11 Proporsi Belanja PHBS - Belanja Sanitasi (4/5) 68% 20% 24% 20% 12% 29% 12% 42% 61% 37% 33% 37% 16% 16% 27% 2% 34% 49% 25% 4% 4% 11% 13% 9% 6% 9% 12 Jumlah Penduduk Belanja Sanitasi per Kapita (5/12) Sumber : LKPJ Tahun KAB.BANTAENG 27

28 Peta Perekonomian Daerah Kondisi perekonomian suatu daerah/wilayah sangat tergantung pada potensi dan sumberdaya alam yang tersedia serta bagaimana tingkat kemampuan daerah/wilayah tersebut untuk memanfaatkan dan mengembangkannya. Dalam mengembangkan potensi dan sumberdaya alam yang ada, berbagai langkah, upaya dan kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah serta pihak yang berkepentingan (stake holders) dalam pengelolaannya. Hal ini dinilai telah memberikan hasil, dimana dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi di kabupaten Bantaeng dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi sebesar 7,90% dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 8,43%. Kabupaten Bantaeng jika dilihat dari struktur perekonomiannya yang telah mengalami peningkatan, dipengaruhi oleh adanya sektor-sektor andalan yang memberikan konstribusi yang cukup besar dari tahun ke tahun. Adapun sektor-sektor yang dimaksud dengan melihat PDRB atas dasar harga berlaku (tahun 2011) antara lain; pertama sektor pertanian sebesar ,36 (49,1%), kedua sektor jasa-jasa sebesar ,47 (19,8%) dan ketiga sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar ,13 (12,4%). Keberhasilan yang telah dicapai di bidang pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan menyebabkan sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar pada PDRB Kabupaten Bantaeng. Demikian halnya apabila dilihat dari konstribusi PDRB Bantaeng terhadap PDRB Sulawesi Selatan yang semakin meningkat, yaitu dari 1,61% di tahun 2010 menjadi 1,63% pada tahun Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantaeng pada kurun waktu mengalami pertumbuhan yang masih di bawah 7%. Pada kurun waktu tahun pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan yang cukup tinggi, diatas 7%, bahkan pada Tahun 2011 sebesar 8.43 persen, lebih tinggi bila dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi secara nasional. No D e s k r i p s i Tabel 2.17 Peta Perekonomian Umum Kabupaten Bantaeng Tahun Tahun PDRB Kab.Bantaeng (konstan) Pendapatan Perkapita Kabupaten Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,37% 6,73% 7,61% 7,90% 8,43% Sumber : Bantaeng Dalam Angka, 2012 KAB.BANTAENG 28

29 2.4. Tata Ruang Wilayah Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Bantaeng berdasarkan visi dan misi pengembangan Kabupaten Bantaeng dalam pelaksanaan pembangunan untuk mencapai kondisi ideal tata ruang wilayah Kabupaten Bantaeng yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun) adalah Mewujudkan Kabupaten Bantaeng yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan melalui pengembangan agrobisnis, minapolitan yang berbasis mitigasi bencana Rencana Pusat Layanan Kabupaten Bantaeng Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan a) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Ibukota-ibukota kabupaten yang tidak termasuk sebagai PKW atau dalam PKN Mamminasata menjadi PKL yang berfungsi sebagai pusat pengolahan dan atau pengumpulan barang yang melayani kabupaten dan beberapa kecamatan kabupaten tetangga, sebagai simpul transportasi yang melayani kabupaten dan beberapa kecamatan kabupaten tetangga, sebagai jasa pemerintahan kabupaten; serta sebagai pusat pelayanan publik lainnya untuk kabupaten dan beberapa kecamatan kabupaten tetangga. PKL di wilayah Sulsel adalah Malili, Masamba, Ratepao, Makale, Enrekang, Pangkajene, Sengkang, Soppeng, Sinjai, Sungguminasa, dan Bantaeng. Rencana pengembangan sistem perkotaan di Kabupaten Bantaeng yang menjadi PKL adalah kawasan pusat kota Bantaeng yang terletak di Kecamatan Bantaeng. b) Pusat Pelayananan Kawasan (PPK) Pusat-pusat lain di dalam wilayah kabupaten yang wewenang penentuannya ada pada pemerintah daerah kabupaten, yaitu: Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa di Kabupaten Bantaeng. Rencana pengembangan sistem perkotaan yang ditetapkan sebagai PPK di Kabupaten Bantaeng adalah Desa Bonto Manai Kecamatan Bissappu dan Kelurahan Banyorang Kecamatan Tompobulu. c) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) merupakan pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. Rencana pengembangan sistem perkotaan yang ditetapkan sebagai PPL di Kabupaten Bantaeng adalah : Dusun Sinoa Desa Bonto XXXXX (Kecamatan Sinoa); Dusun Loka Desa Bonto Marannu (Kecamatan Ulu Ere); Dusun Dampang Kel.Gantarang Keke (Kecamatan Gantarang Keke); Dusun Tanetea Desa Nipa-Nipa (Kecamatan Pa jukukang); Desa Ulugalung (Kecamatan Eremerasa); KAB.BANTAENG 29

30 Peta 2.10 PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN BANTAENG Sumber : RTRW K abupate n Bantaeng 2011 KAB.BANTAENG 30

31 Rencana Sistem Jaringan Prasarana Utama Rencana Tata Ruang pada sistem ini meliputi; Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Transportasi, Energi, Sumber Daya Air, Telekomunikasi, Prasarana Lainnya (meliputi pengelolaan TPA, Sanitasi, Ruang Terbuka Hijau), Drainase dan Air Limbah, serta Rencana Jalur Evakuasi. 1. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Sumber Daya Air a. Sumber-Sumber Air Baku Untuk Kegiatan Pemukiman Perkotaan Dan Jaringan Air Baku Wilayah Terpenuhinya penyediaan air bersih dari segi kuantitas dan kualitas adalah sangat penting untuk memungkinkan tingkat kesehatan masyarakat yang lebih baik. Tersedianya air dalam jumlah yang cukup untuk fasilitas sanitasi dan untuk keperluan sehari-hari lainnya yang layak, memungkinkan dilaksanakannya cara-cara hidup yang hygienis sehingga akan meningkatkan taraf kesehatan masyarakat pada umumnya. Sumber air untuk kebutuhan air bersih bersumber dari mata air pegunungan dan air permukaan. Kebutuhan akan air bersih masyarakat baik domestik maupun non domestik yang dilayani oleh PDAM berasal dari sumber mata air yang ada, seperti: Mata air Eremerasa I Mata air Eremerasa II IPA Bonto-Bonto Mata air Puccili di Desa Onto Mata air Alluloe di Desa Pa bentengan Mata air Bungloe di Desa Bonto Tallasa Rencana pengembangan/pembangunan/penambahan kapasitas air bersih oleh PDAM di kabupaten Bantaeng antara lain : Mata air Sinoa kapasitas 40 l/dt Mata air Eremerasa kapasitas 50 l/dt Mata air Campaga kapasitas 40 l/dt b. Sistem Jaringan Irigasi, Sungai, DAS/Wilayah Sungai Sungai/DAS/Satuan Wilayah Sungai (SWS) di Kabupaten Bantaeng sangat potensial karena dapat dikembangkan/dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, rumah tangga, proses industri, pertanian, dan sebagainya. Pola pengelolaan SDA adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11A/PRT/M2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai. Pengelolaan sumber daya air dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya berdasarkan penetapan wilayah sungai. KAB.BANTAENG 31

32 Adapun wilayah sungai di wilayah Kabupaten Bantaeng terdapat beberapa aliran sungai besar dan kecil yang berfungsi sebagai pengendali banjir dan berfungsi sebagai drainase. Pentingnya pengembangan sistem sumber daya air di Kabupaten Bantaeng tidak boleh terlepas dari prinsip utama pengelolaan sumberdaya air adalah pengelolaan wilayah sungai yang meliputi: Pemeliharaan daerah hulu sungai melalui langkah-langkah pelestarian kawasan, pengamanan kawasan penyangga, pelestarian dan pengamanan sumber air, pencegahan erosi, serta pencegahan pencemaran air. Pengamanan daerah tengah sungai melalui langkah-langkah pelestarian air, pengembangan irigasi, penyediaan air baku, pelestarian air pada badan sungai, dan pencegahan banjir. Pemeliharaan daerah hilir sungai melalui langkah-langkah pengembangan irigasi, penyediaan air baku, pengendalian banjir, pelaksanaan sistem drainase, pengendalian air bawah tanah, pencegahan pencemaran air, dan pengamanan daerah pantai. 2. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Lainnya a. Prasarana Pengelolaan Lingkungan (TPA Regional) Pelayanan sampah di Kabupaten Bantaeng baru mencakup sebagian kecil kota dengan fasilitas tempat pembuangan akhir (TPA) yang berlokasi di Kecamatan Bissappu dengan luas daerah pembuangan sampah seluas 4 ha dengan sistem pengolahan open-dumping. Rencana pengembangan jaringan prasarana lainnya berupa prasarana pengelolaan lingkungan (TPA regional) di Kabupaten Bantaeng sesuai dengan ketentuan dan peraturan di atas maka rencana penempatan tempat pembuangan akhir (TPA regional Kabupaten Bantaeng) dengan mengembangkan tempat pembuangan akhir (TPA) di Kecamatan bissappu dengan memperhatikan dampak lingkungan. Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana persampahan di Kabupaten Bantaeng meliputi rencana TPS, TPA serta rencana pengolahan; (1). Rencana TPS di Kabupaten Bantaeng meliputi TPS yang tersebar merata pada seluruh Kecamatan di Kabupaten Bantaeng (2). Rencana pengembangan tempat pengolahan sampah akhir (TPA) Kabupaten Bantaeng dilengkapi dengan industry daur ulang berlokasi di Kecamatan Bissappu dengan luas lahan 4 Ha; (3). Rencana pengolahan sampah Kabupaten Bantaeng adalah rencana pengolahan organis menjadi kompos skala kecil yang tersebar di lingkungan permukiman. (4). Rencana Pengembangan Alat Pengangkutan Sampah/Dump Truck di Kabupaten Bantaeng disesuaikan dengan besarnya timbulan sampah; KAB.BANTAENG 32

33 b. Prasarana Sistem Sanitasi Rencana Sistem Jaringan Sanitasi Wilayah Kabupaten Bantaeng dengan terbagi atas 3 jenis limbah yang pada umumnya terdapat dalam suatu wilayah, yaitu limbah cair rumah tangga, limbah cair rumah sakit, dan kawasan industry. Hal ini perlu diperhatikan dalam pengelolaan dan pengawasan dalam pembuangan limbah demi kesehatan dan keselamatan dari berbagai sumber penyakit dari limbah-limbah yang bersifat racun. Untuk itu rencana system jaringan sanitasi untuk wilayah kabupaten Bantaeng, meliputi : Limbah cair rumah tangga, dengan system pengelolaan on site sanitation oleh masing-masing rumah tangga/kegiatan di tersebar di tiap Kecamatan, dan communal sanitation pada wilayah-wilayah padat penduduk di Kecamatan Bantaeng; Limbah cair rumah sakit dengan menyediakan fasilitas dan peralatan pengelolaan limbah cair sendiri dan melakukan pengelolaan secara baik, melakukan monitoring dan pengawasan terhadap limbah cairnya ke badan air, dan pengolahan dan pemisahan limbah toksin dan non toksin. Limbah cair industry pada kawasan industri mengikuti standar baku pengelolaan limbah kawasan industryi. c. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Berdasarkan Peraturan menteri dalam negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan, terdapat kebijakan akan ketersediaan yang wajib setiap kabupaten/kota dalam memenuhi luas ideal untuk ruang terbuka hijau kawasan perkotaan (RTHKP). Rencana sarana ruang terbuka hijau (RTH) untuk kawasan perkotaan adalah Sarana Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Bantaeng yang terdiri dari: (1). Kawasan hijau pertamanan kota tersebar di kawasan perkotaan Bantaeng dengan peruntukan pada kawasan terbangun kota yang merupakan pelengkap pada kawasan pemerintahan, perdagangan dan jasa, industri, pendidikan dan perumahan. (2). Kawasan hijau rekreasi dan olahraga (lapangan olahraga) di perkotaan Bantaeng (3). Kawasan hijau pertanian di bagian utara Kawasan Perkotaan Kecamatan Sinoa, Eremerasa dan Gantarang Keke; (4). Kawasan hijau jalur hijau di sepanjang jalur tebing/patahan (berfungsi sebagai sabuk hijau), sepanjang sungai, dan pantai yang sekaligus berfungsi sebagai sempadan dengan luas meter; dan (5). Kawasan hijau pekarangan pada kawasan perumahan berkepadatan sedang dan perumahan berkepadatan rendah di kawasan perkotaan Kecamatan Bantaeng. 3. Rencana Sistem Jaringan Drainase dan Pengelolaan Air Limbah Sistem jaringan drainase direncanakan menggunakan sistem saluran terbuka (riol) yang belum memisahkan antara limpasan air hujan (run off) dan limbah rumah tangga. Rencana pengembangan ini ditujukan guna menghindari genangan dan untuk mencegah berkembangnya pemukiman-pemukiman liar yang tak terkendali di jalur drainase/sungai yang ada terutama didaerah-daerah baru yang saat ini masih sedikit pemukiman. KAB.BANTAENG 33

34 Rencana pengembangan diprioritaskan pada kawasan genangan dengan memperhatikan faktor kuantitatif genangan, seperti luas genangan, tinggi genangan, lama genangan. Demikian pula faktor kerusakan yang ditimbulkan akibat banjir/genangan, gangguan ekonomi, seperti daerah pasar dan perdagangan, gangguan sosial, seperti rumah sakit dan fasilitas umum, gangguan kelancaran arus lalu lintas, seperti terganggunya lalu lintas jalan/kemacetan lalu lintas serta gangguan pemukiman penduduk dan kepadatannya. Rencana sistem jaringan drainase Kabupaten Bantaeng memprioritaskan pada gangguan permukiman yang dapat menimbulkan genangan air hujan sehingga dapat menyebabkan bencana banjir. Terdapat 3 kecamatan yang setiap tahunnya tergenang air hujan yaitu; Kecamatan Bantaeng, Kecamatan Bissappu dan Kecamatan Pa jukukkang. Rencana sistem jaringan drainase untuk Kecamatan Bantaeng berfokus pada padatnya permukiman yang berada di pusat kota Bantaeng yang aliran air drainase akan bermuara pada laut flores. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Drainase Wilayah Kabupaten, meliputi : Sistem drainase perkotaan, yang meliputi system drainase primer, sekunder,dan tersier; Sistem drainase primer dilakukan pada sungai-sungai utama yang terdapat di Kabupaten Bantaeng yang bermuara langsung pada laut flores. Drainase sekunder dilakukan pembangunan sistem drainase pada daerah permukiman perkotaan dan perdesaan yang rawan bencana banjir menuju drainase primer; dan Drainase tersier dilakukan pembangunan sistem drainase pada lingkungan permukiman perkotaan dan perdesaan menuju drainase sekunder. Adapun rencana pengembangan sistem drainase pada faktor kerusakan yang ditimbulkan akibat banjir/genangan pada daerah ekonomi, seperti daerah pasar dan perdagangan, pada daerah sosial seperti rumah sakit dan fasilitas umum, dan daerah gangguan kelancaran arus lalu lintas, seperti terganggunya lalu lintas jalan/kemacetan lalu lintas. 4. Rencana Jalur evakuasi Wilayah Kabupaten Bantaeng Rencana jalur evakuasi bencana direncanakan dengan melihat potensi rawan bencana yang sering terjadi dan perlu memperhatikan untuk keselamatan serta keamanan masyarakat yang menetap berada pada daerah rawan bencana alam. Jalur evakuasi bencana direncanakan mengikuti/menggunakan jaringan jalan dengan rute terdekat ke ruang evakuasi dan merupakan jaringan jalan paling aman dari ancaman berbagai bencana, hal ini disebabkan untuk meniminalisir dampak bencana dengan rute yang terdekat sehingga masyarakat maupun pemerintah berwajib mampu dengan sigap dan cepat dalam melakukan evakuasi. Rencana jalur evakuasi di wilayah Kabupaten Bantaeng, terdiri atas: a) Jalur evakuasi bencana alam tanah longsor terdiri dari jalan kolektor sekunder menuju ke arah selatan Di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Bissappu, Bantaeng, Pa jukukkang dan Sinoa b) Jalur evakuasi bencana alam banjir untuk wilayah Kecamatan Bantaeng menuju Kecamatan Eremerasa dan Pa jukukkang ke arah utara kota Bantaeng. KAB.BANTAENG 34

35 Rencana Pola Ruang Kabupaten Bantaeng 1. Rencana Ruang Pola Kawasan Lindung a. Kawasan Hutan Lindung Luas kawasan hutan yang terdapat di Kabupaten Bantaeng seluas ha, dimana terbagi atas 3 jenis fungsi hutan yaitu hutan lindung dengan persentase luas terbesar dengan luas hutan seluas ha, hutan produksi terbatas dengan luas ha dan hutan produksi dengan luas ha. Kawasan hutan di Kabupaten bantaeng yang memiliki luas hutan terbesar terdapat pada Kecamatan Ulu Ere dari jumlah kawasan hutan sebesar ha dari jumlah luas hutan di Kabupaten Bantaeng seluas ha. Untuk kawasan hutan lindung yang terdapat di Kabupaten Bantaeng terdapat pada 3 kecamatan dari 8 kecamatan yang memiliki kawasan hutan. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Ulu ere, Kecamatan Tompobbulu dan Kecamatan Eremerasa. Luas hutan lindung terbanyak terdapat pada Kecamatan Ulu Ere dengan luas hutan seluas ha, kemudian Kecamatan Tompobulu dengan luas hutan seluas 704 ha dan luas terkecil pada Kecamatan EreMerasa dengan luas hanya 14 ha b. Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang terdapat di Kabupaten Bantaeng adalah : Kawasan hutan lindung berada di Kecamatan Ulu Ere, Tompobulu dan Eremerasa. Kawasan sempadan sungai berada di Sub-Daerah Aliran Sungai (Sub-DAS) Lantebong Kecamatan Bantaeng, sepanjang Sub-DAS Biangloe yang mengaliri 3 kecamatan yaitu Pa jukukang, Eremerasa dan Bantaeng dan Sub-DAS Sinoa di Kecamatan Sinoa dan Bissapppu. Kawasan sempadan pantai berada di Kec.Bissappu, Bantaeng dan Pa jukukang. Kawasan sempadan mata air yang terdapat pada hulu sungai-sungai yang berasal dari kawasan perbukitan di Kecamatan Ulu Ere, Eremerasa, Tompobulu dan Sinoa. c. Kawasan Perlindungan Setempat 1) Kawasan Sempadan Laut Permukiman Perkotaan Kawasan sempadan laut pada permukiman perkotaan di Kabupaten Bantaeng berorientasi pada pusat Kota Bantaeng di Kecamatan Bantaeng dengan jarak sempadan laut meter dari pasang air laut tertinggi sesuai dengan standar lebar sempadan pantai direktorat jendral penataan ruang. 2) Kawasan Sempadan Laut Non Permukiman Perkotaan Kawasan sempadan laut untuk fungsi non permukiman terletak di kecamatan yang berada pada sepanjang garis pantai. Kecamatan yang berada di sepanjang pantai terdapat 3 kecamatan yaitu Kecamatan Bissappu, Bantaeng dan Pa jukukkang dengan garis sempadan pantai meter dari pasang tertinggi sesuai dengan standar lebar sempadan pantai direktorat jendral penataan ruang. Kawasan sempadan laut non permukiman perkotaan terdiri dari : Kawasan wisata pantai, wisata pantai pasir putih Korong batu Kecamatan Pa jukukang, wisata pantai seruni dan pantai lamalaka di Kecamatan Bantaeng Kawasan industri, pada Kawasan industri (KIBA) Kecamatan Pa jukukang dan kawasan pertambangan pasir sepanjang Kecamatan Bantaeng. Kawasan perdagangan barang maupun jasa, pada Kecamatan Bissappu berupa kawasan pergudangan industri. KAB.BANTAENG 35

36 3) Kawasan Sempadan Laut Khusus Untuk Pelabuhan Kawasan sempadan laut khusus pelabuhan di Kabupaten Bantaeng terdapat pada 2 pelabuhan yang masing-masing berada di Kecamatan Bissappu dan Kecamatan Pa jukukang dengan garis sempadan laut meter dari pelabuhan sesuai dengan standar lebar sempadan pantai direktorat jendral penataan ruang. 4) Kawasan Sempadan Laut Perdesaan Kawasan pantai perdesaan berada di 2 kecamatan yang memiliki permukiman nelayan yaitu Kecamatan Bissappu dan Kecamatan Pa jukukang dengan memiliki sempadan pantai meter dari pasang tertinggi sesuai dengan standar lebar sempadan pantai direktorat jendral penataan ruang. 5) Sempadan Sungai Penentuan garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sesuai rancangan peraturan pemerintah dibedakan atas sungai besar dan sungai kecil. Garis sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan, memanjang sungai sekurang-kurangnya berjarak 100 (seratus) meter dari tepi palung sungai. Garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan, memanjang sungai sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dari tepi palung sungai pada waktu ditentukan. 6) Kawasan Sekitar Mata Air Kawasan sekitar mata air yang terdapat di Kabupaten Bantaeng berupa kawasan aliran sungai yang dapat dialokasikan sebagai fungsi lindung dan budidaya. Kecamatan yang termasuk dalam pemanfaatan ruang kawasan sekitar aliran sungai adalah : Fungsi lindung sepanjang daerah aliran sungai, sungai-sungai yang terdapat di Kecamatan Eremerasa, Bantaeng, Pa,jukukang, Bissappu dan Gantarang Keke. Fungsi konservasi terdapat di 3 sub-daerah aliran sungai yaitu sungai Lantebong, biangloe dan sinoa. Penambangan bahan galian berupa pasir kuarsa terdapat di muara sungai Lamalakka, Kecamatan Bantaeng. d. Kawasan Rawan Bencana Alam Berdasarkan kemiringan lereng 0-2% terletak pada sepanjang pantai di Kecamatan Bissappu, Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Pa jukukang. Hal ini merupakan penyebab terjadinya bencana banjir yang setiap tahun terjadi di Kabupaten Bantaeng. Kerusakan hutan yang terjadi di Kecamatan Sinoa didominasi oleh pengaruh dari human interes dengan implementasinya berupa human activities merupakan salah satu faktor penyebab hampir setiap tahun terjadi banjir di Kabupaten Bantaeng. Kedua kecamatan yang sering dilanda bencana banjir di Kabupaten Bantaeng yakni Kecamatan Bantaeng dan Bissappu. Kawasan rawan bencana di Kabupaten Bantaeng terdiri dari: 1) Bencana Banjir: Kecamatan Bissappu, Bantaeng, dan Pa jukukkang. 2) Gelombang pasang: Sepanjang pantai Kecamatan Bantaeng, Bisappu dan Pa jukukkang. 3) Kawasan rawan tanah longsor: tersebar di Kecamatan Sinoa, Ulu Ere, Eremerasa, Bantaeng dan Tompobulu. 4) Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi terdiri dari : Kawasan rawan gerakan tanah tersebar di seluruh wilayah kebupaten terutama di Kecamatan Ulu Ere, Sinoa, Eremerasa, dan Tompobulu. Kawasan rawan bencana tsunami, menyebar diseluruh kawasan pesisir yang meliputi Kecamatan Bisappu, Bantaeng dan Pa jukukang. KAB.BANTAENG 36

37 Peta 2.11 PETA RAWAN BENCANA KABUPATEN BANTAENG Sumber : RTRW K abupate n Bantaeng 2011 KAB.BANTAENG 37

38 2. Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya a. Kawasan Hutan Luas kawasan hutan menurut fungsinya di Kabupaten Bantaeng yaitu pada tahun 1999 luas kawasan hutan produksi biasa/tetap mencapai ha, menurun pada tahun 2000 menjadi ha. Kemudian kembali lagi pada luas semula ha pada tahun 2001, 2002.dan Kemudian luas kawasan hutan produksi terbatas pada tahun 1999 adalah Ha, naik pada tahun selanjutnya menjadi ha. Dan tiga tahun selanjutnya kembali menjadi ha. Luas Hutan lindung cukup konstan dari tahun luasnya tetap ha. No Kecamatan Tabel Luas Kawasan Hutan dan Persentase Hutan terhadap Luas Kabupaten Bantaeng Tahun 2011 (luas dalam ha) Hutan Lindung Hutan Produksi Terbatas Hutan Prod. Biasa Hutan Rakyat Hutan Kota Jumlah 1 Bantaeng Ulu Ere Sinoa Bissappu EreMerasa Pa' Jukukang Gatarang Keke Tompobulu Jumlah % dari Luas Wilayah ( ha) 7,01 3,19 5,53 17,43 0,05 33,20 Sumber : RTRW Kabupaten Bantaeng 2011 a. Kawasan Pertanian 1) Lahan Sawah/Basah Sentra produksi padi yang terdapat di Kabupaten Bantaeng hampir terdapat di seluruh wilayah kecamatan, akan tetapi terdapat 3 kecamatan yang memiliki jumlah produksi padi terbesar di Kabupaten Bantaeng, yaitu Kecamatan Pa jukukkang, Bissappu dan Bantaeng, hal ini menjadikan ketiga kecamatan tersebut merupakan pusat sentra produksi padi di Kabupaten Bantaeng. Rencana pengembangan kawasan pesisir atau pertanian dataran rendah (low land) dikembangkan melalui pola agro minapolitan yang terdapat di Kecamatan Bissappu, Bantaeng dan Pa jukukkang. KAB.BANTAENG 38

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang

MPS Kabupaten Bantaeng Latar Belakang MPS Kabupaten Bantaeng 1.1. Latar Belakang Kondisi sanitasi di Indonesia memang tertinggal cukup jauh dari negara-negara tetangga, apalagi dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura yang memiliki komitmen

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SOPPENG 2.1. Batas Administratif Kabupaten Soppeng merupakan salah satu bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan yang secara administratif dibagi menjadi 8 kecamatan, 21 kelurahan,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

Gambaran Umum Wilayah

Gambaran Umum Wilayah Bab 2: Gambaran Umum Wilayah 2.1 Geogrfis, Administratif dan Kondisi Fisik Kabupaten Minahasa Selatan adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Minahasa Selatan adalah Amurang,

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANTAENG

PEMERINTAH KABUPATEN BANTAENG PEMERINTAH KABUPATEN BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANTAENG TAHUN 2012 2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTAENG,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondsi Geografis Kabupaten Bolaang Mongondow adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow adalah Lolak,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Geografis, Administrasi, dan Kondisi Fisik 2.1.1 Geografis Kabupaten Musi Rawas merupakan salah satu kabupaten dalam Provinsi Sumatera Selatan yang secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

Jumlah Penduduk (orang) Bissappu 32, , Uluere 67, , Sinoa 43, ,81 3.

Jumlah Penduduk (orang) Bissappu 32, , Uluere 67, , Sinoa 43, ,81 3. 2.1. Profil Kabupaten Bantaeng 2.1.1. Kependudukan Kecamatankecamatan di Kabupaten Bantaeng mempunyai kepadatan penduduk yang berbedabeda. Tidak meratanya distribusi penduduk disebabkan karena beberapa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL 3.1. Tinjauan Kabupaten Bantul 3.1.1. Tinjauan Geografis Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten dari 5 Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH Kota Metro dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1999 dengan luas wilayah 6.874 Ha. Kota Metro terdiri dari 5 Kecamatan dengan 22 kelurahan, yang pembentukannya berdasarkan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Tebo terletak diantara titik koordinat 0 52 32-01 54 50 LS dan 101 48 57-101 49 17 BT. Beriklim tropis dengan ketinggian

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Bantaeng, Desember Tim Penyusun. CV.Dias Konsultan. Hal i

Kata Pengantar. Bantaeng, Desember Tim Penyusun. CV.Dias Konsultan. Hal i Hal i Kata Pengantar Air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kualitas dan keberlanjutan kehidupan manusia. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum SPAM yang merupakan tanggung jawab Pemerintah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 39 BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 4.1 KARAKTERISTIK UMUM KABUPATEN SUBANG 4.1.1 Batas Administratif Kabupaten Subang Kabupaten Subang berada dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Geografis Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118 50 km 2 atau 0.27 persen dari luas propinsi Jawa barat. Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT-106

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Geografis Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten di pesisir timur Propinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 174 km dari Kota Makassar. Mempunyai garis

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 66 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi Geografis a. Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes merupakan salah satu kabupaten terluas di Jawa Tengah yaitu pada posisi

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH Kota Metro dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1999 dengan luas wilayah 6.874 Ha. Kota Metro terdiri dari 5 Kecamatan dengan 22 kelurahan, yang pembentukannya berdasarkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Secara geografis Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1 0 4 0 Lintang Selatan dan 102 0-106 0 Bujur Timur dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI WILAYAH DAERAH PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI WILAYAH DAERAH PENELITIAN BAB III DESKRIPSI WILAYAH DAERAH PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas bagaimana letak, batas dan luas daerah penelitian, morfologi daerah penelitian, iklim daerah penelitian, dan keadaan penduduk daerah

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Cirebon berada pada posisi ' BT dan 6 4' LS, dari Barat ke Timur 8

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Cirebon berada pada posisi ' BT dan 6 4' LS, dari Barat ke Timur 8 BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 2.1 Deskripsi Wilayah Kota Cirebon 1. Geografi Kota Cirebon merupakan salah satu Kota bersejarah yang memiliki keunikan yang khas. Kota Cirebon adalah bekas ibu Kota kerajaan

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon KONDISI UMUM LOKASI Gambaran Umum Kabupaten Cirebon Letak Administrasi Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon merupakan salah satu wilayah yang terletak di bagian timur Propinsi Jawa Barat. Selain itu, Kabupaten

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri ini dapat diselesaikan. Penyusunan Laporan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik 47 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Kabupaten Pringsewu 1. Sejarah Singkat Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Lampung yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN Rancangan Sekolah Luar Biasa tipe C yang direncanakan berlokasi di Kabupaten Klaten. Perencanaan suatu pembangunan haruslah mengkaji dari berbagai aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung. BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung. Kabupaten Tulang Bawang Barat berbatasan langsung dengan Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH Bab ini akan memberikan gambaran wilayah studi yang diambil yaitu meliputi batas wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu, kondisi fisik DAS, keadaan sosial dan ekonomi penduduk, serta

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil Desa Desa Jambenenggang secara admistratif terletak di kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Sukabumi yang terletak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO

ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 1 ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO ABSTRAK Ir. H. Cholil Hasyim,

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

1 BAB III TINJAUAN LOKASI

1 BAB III TINJAUAN LOKASI 1 BAB III TINJAUAN LOKASI 1.1 Profil Geografis, Administrasi dan Kondisi Fisik Wilayah 1.1.1 Letak Geografis Gambar 1.1 Peta Administrasi Kota Bekasi Sumber : bekasikab.bps.go.id Kabupaten Bekasi mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci